Analisis Beban Emisi Udara Primer Di Provinsi Bangka Belitung Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ANALISIS BEBAN EMISI UDARA PRIMER DI
PROVINSI BANGKA BELITUNG

ELVIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis Beban Emisi
Udara Primer di Provinsi Bangka Belitung adalah benar karya saya denganarahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016


Elviana
NIM F451120021

RINGKASAN
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpengaruh terhadap kualitas udara
suatu wilayah.Menurunnya kualitas lingkungan dapat diduga dari tingginya
konsumsi bahan bakar.Proses pembakaran bahan bakar minyak akan
menghasilkan pencemar-pencemar ke udara, seperti partikel debu (PM), karbon
monoksida (CO), hidrokarbon (HC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur
dioksida (SO2), dan O3. Estimasi beban emisi merupakan tahap penting dalam
menguantifikasi beban pencemar di suatu wilayah.
Penelitian ini bertujuan menghitung beban emisi SO2, NOx, CO, dan
PM10Wilayah Provinsi Bangka Belitung, menghitung kontribusi masing-masing
kota/kabupaten terhadap beban emisi Provinsi Bangka Belitung, dan mempelajari
strategi pengurangan emisi dan dampaknya terhadap besarnya beban emisi.Salah
satu caraperhitungan yang digunakan adalah menggunakan faktor emisi. Data
yang digunakan untuk perhitungan diperoleh dari berbagai instansi.Faktor emisi
dikembangkan oleh berbagai instansi, seperti US-EPA (Environmental Protection
Agency of the United States), IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

Change), dan UK-NAEI (National Atmospheric Emissions Inventory of the United
Kingdom).Data yang dikumpulkan untuk perhitungan berupa data selama 3 tahun
dikarenakan minimnya data yang tersedia dan dihitung dalam satuan ton/tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata beban emisi SO2 Provinsi
Bangka Belitung sebesar 6,046 ton/tahun, NOx sebesar 16,325 ton/tahun, CO
sebesar 75,640 ton/tahun, dan PM10 sebesar 2,751 ton/tahun. Sektor industri
merupakan penyumbang terbesar beban emisi SO2 sebesar 41%, pembangkit
listrik sebesar 31%, transportasi sebesar 21%, domestik sebesar 1%. Sektor
transportasi merupakan penyumbang terbesar beban emisi NOx sebesar 62%,
pembangkit listrik sebesar 22%, industri sebesar 12%, dan peternakan dan
pertanian sebesar 2%, persampahan sebesar 1%, dan domestik sebesar 1%.Sektor
transportasi merupakan penyumbang terbesar beban emisi CO sebesar 97%,
persampahan sebesar 3%.Sektor transportasi juga merupakan penyumbang
terbesar beban emisi PM10 sebesar 80%, persampahan sebesar 15%, pembangkit
listrik sebesar 3%, industri sebesar 1%, dan peternakan dan pertanian sebesar 1%.
Kabupaten Bangka merupakan penyumbang terbesar beban emisi SO2 sebesar
40%, NOx sebesar 22%, CO sebesar 33%, dan PM10 sebesar 23%. Pada tahun
2011 beberapa kabupaten mengalami penurunan beban emisi SO2 disebabkan
penurunan produktivitas industri sebesar 40%.Secara merata beban emisi di setiap
kabupaten di Bangka Belitung dipengaruhi oleh sektor transportasi. Ada beberapa

strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah provinsi yaitu, penerapan smart
driving diharapkan dapat menurunkan beban emisi sebesar 10%, audit energi di
sektor industri diharapkan menurunkan beban emisi sebesar 10%, mengurangi
penggunaan solar untuk pembangkit listrik diharapkan dapat menurunkan emisi
sebesar 5%/tahun, dan konversi minyak tanah ke LPG menurunkan emisi sebesar
5%. Dengan menerapkan strategi tersebut, beban emisi dapat berkurang sebesar
30%.
Kata kunci: beban emisi, Provinsi Bangka Belitung, reduksi emisi

SUMMARY
High economic growth rates affect the air quality of an area. Environmental
degradation can be expected from the high fuel consumption. The process of
burning fossil fuels will produce pollutants into the air, such as dust particles
(PM10), carbon monoxide (CO), hydrocarbons (HC), oxides of nitrogen (NOx),
sulfur dioxide (SO2), and O3. Estimates of the load of emissions is an important
step in quantifying the pollutant load in the region.
The aim of this study are quantify the load of emissions of sulfur dioxide
(SO2), nitrogen oxides (NOx), carbon monoxide (CO), and particulate matter
(PM10) at Bangka Belitung Province, calcute the contribution of region in Bangka
Belitung Province, and study the strategy of reduction the load of emissions . Data

collected for the calculation of the data for 3 years (2010-2012) and calculated in
ton/year. Emission factors developed by various agencies, such as US-EPA
(Environmental Protection Agency of the United States), the IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), and UK-Naei (National
Atmospheric Emissions Inventory of the United Kingdom).
Based on the calculations, the average load of SO2 emission Bangka
Belitung province of 6,046 tons/year, total NOx 16,325 ton/year, CO at
75,639ton/year, and PM10 amounted to 2,751 tons/year. The industrial sector is
the largest contributor to the burden of SO2 emissions by 41.43%, power
generation by 31%, transport 21.6%, domestic 0.5%, amounting to 0.42% of solid
waste, as well as livestock and agriculture amounted to 0.04%. The transportation
sector is the largest contributor to the burden of NOx emissions by 62.11%, power
generation by 22.46%, industrial 11.9% and livestock and agriculture amounted to
1.77%, 0.93% of solid waste, and domestic amounted to 0.84%. The
transportation sector is the largest contributor to the burden of emissions of CO by
96.58%, amounting to 2.82% of solid waste, domestic of 0.31%, industry at
0.17%, power generation amounted to 11.9%. The transport sector is also the
largest contributor to the burden of PM10 emissions by 79.93%, amounting to
14.77% of solid waste, generating electricity by 3.25%, industry by 1.1%, and
livestock and agriculture amounted to 0.81%, and domestic at 0:14%. Bangka is

the largest contributor to the burden of SO2 emissions by 39.52%, NOx by
21.91%, CO by 33.28%, and 22.95% of PM10. In 2011 some districts have
experienced a decrease in SO2 emissions due to reduction in industrial
productivity by 40%. Emission load evenly in every district in Bangka Belitung is
affected by the transport sector. There are several strategies that can be
implemented by the provincial government, namely, the application of smart
driving is expected to reduce the burden of emissions by 10%, energy audits in the
industrial sector is expected to reduce the burden of emissions by 5%, and the
conversion of kerosene to LPG. By implementing this strategy, the burden of
emissions can be reduced by 30%.
Keywords: load emissions, Bangka Belitung Province, emission reduction

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS BEBAN EMISI UDARA PRIMER
DI PROVINSI BANGKA BELITUNG

ELVIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Ilmu Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Chusnul Arif, STP MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Polusi Udara, dengan judul Analisis Beban Emisi Udara Primer di Provinsi
Bangka Belitung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Arief Sabdo Yuwono
MSc dan Bapak Dr Yudi Chadirin STP MAgr selaku pembimbing, kedua orang
tua penulis dan rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan
Angkatan 2012.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Elviana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian









2  TINJAUAN PUSTAKA
Profil Wilayah Bangka Belitung
Pertumbuhan, Lingkungan, dan Pembangunan
Pencemaran Udara
Komponen dan Dampak Pencemar Udara
Beban Emisi








3  METODE
Bahan
Prosedur Analisis Data
Strategi Reduksi Beban Emisi


10 
10 
11 
14 

4  HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuantifikasi Beban Emisi Setiap Wilayah
Kabupaten Bangka Tengah
Karakteristik Beban Emisi Setiap Wilayah
Kontribusi Setiap Wilayah terhadap Beban Emisi Provinsi

15 
15 
16 
21 
31 

5  SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

35 
35 
35 

DAFTAR PUSTAKA

36 

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12

Profil wilayah setiap kota/kabupaten
Data yang diperlukan dalam perhitungan
Densitas beberapa jenis bahan bakar
NCV beberapa bahan bakar
Karakteristik beban emisi primer Kota Pangkalpinang
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Bangka
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Bangka Tengah
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Bangka Barat
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Bangka Selatan
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Belitung
Karakteristik beban emisi primer Kabupaten Belitung Timur
Perbandingan beban emisi sebelum dan setelah reduksi


10 
12 
12 
22 
23 
24 
26 
28 
29 
30 
35 

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Provinsi Bangka Belitung
Gambar 2 Bagan penelitian
Gambar 3 Beban emisi primer Kota Pangkalpinang
Gambar 4 Beban emisi primer Kabupaten Bangka
Gambar 5 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Tengah
Gambar 6 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Barat
Gambar 7 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Selatan
Gambar 8 Beban emisi primer Kabupaten Belitung
Gambar 9 Beban emisi primer Kabupaten Belitung Timur
Gambar 10 Persentase beban emisi primer Kota Pangkalpinang (2010–
2012)
Gambar 11 Persentase beban emisi primer Kabupaten Bangka (2010–2012)
Gambar 12 Persentase beban emisi primer Kabupaten Bangka Tengah
(2010–2012)
Gambar 13 Persentase beban emisi primer Kabupaten Bangka Barat (2010–
2012)
Gambar 14 Persentase beban emisi primer Kabupaten Bangka Selatan
(2010–2012)
Gambar 15 Persentase beban emisi primer Kabupaten Belitung (2010–2012)
Gambar 16 Persentase beban emisi primer Kabupaten Belitung Timur
(2010–2012)
Gambar 17 Beban emisi SO2, NOx, CO, dan PM10 Provinsi Bangka Belitung
tahun 2010–2012


11 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
24 
25 
27 
28 
29 
31 
32 

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7

Langkah perhitungan
Faktor emisi
Perhitungan sektor pembangkit tenaga listrik
Perhitungan sektor industri
Perhitungan sektor transportasi
Perhitungan sektor domestik
Perhitungan sektor peternakan dan pertanian

39 
41 
46 
47 
54 
56 
58 

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di suatu wilayah ditandai dengan
pembanguan fisik dan pendirian pusat-pusat industri. Hal ini memicu pergerakan
penduduk sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas manusia. Peningkatan
aktivitas manusia memicu peningkatan moda transportasi. Tingginya aktivitas
industri, domestik, dan transportasi menghasilkan emisi yang cukup tinggi
sehingga meningkatkan masalah lingkungan, salah satunya adalah polusi udara.
Menurunnya kualitas lingkungan dapat diduga dari tingginya konsumsi
bahan bakar. Di Negara-negara berkembang, penyumbang emisi terbesarnya
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (Christian et al. 2010). Penggunaan
bahan bakar minyak didominasi oleh sektor transportasi sebesar 55%, diikuti oleh
sektor rumah tangga sebesar 19%, industri sebesar 14%, dan listrik sebesar 12%
(BPS 2007). Sektor transportasi berkontribusi paling tinggi terhadap penurunan
kualitas udara di berbagai kota-kota besar di dunia (Tietenberg 2003).
Proses pembakaran bahan bakar minyak akan menghasilkan pencemarpencemar ke udara, seperti particulate matter (PM), karbon monoksida (CO),
hidrokarbon (HC), oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan ozon
(O3)(Kementerian Lingkungan Hidup 2013). Apabila kadar dari pencemarpencemar tersebut melebihi baku mutu dan lama-kelamaan terakumulasi, akan
mengganggu kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa polusi udara mungkin berdampak akut terhadap kesehatan
manusia terutama terhadap orang yang sudah tua, anak kecil, dan kaum minoritas
(Swartz 1994 dalam Sovacool BK dan Brown MA 2010).
Mengidentifikasi dan memperkirakan jumlah beban pencemar merupakan
langkah pertama dalam pengelolaan kualitas udara. Langkah tersebut dikenal
dengan istilah inventarisasi emisi. Inventarisasi emisi adalah pencatatan secara
komprehensif tentang jumlah pencemar udara dari sumber-sumber pencemar
udara dalam suatu wilayah dan periode tertentu (Kementerian Lingkungan Hidup
2013). Inventarisasi emisi dibutuhkan untuk mengatasi peningkatan polusi udara
di suatu kawasan administrasi (Zheng et al. 2009). Dalam inventarisasi emisi,
jenis pencemar yang diinventarisir adalah pencemar primer, umumnya pemcemar
berbahaya primer, yaitu sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon
monoksida (CO), partikel halus (PM10) (Kementerian Lingkungan Hidup 2013).
Oleh karena itu diperlukan inventarisasi emisi sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah provinsi untuk menetapkan kebijakan.

Perumusan Masalah
Pertambahan industri meningkatkan aktivitas-aktivitas penduduk, baik di
sektor domestik maupun transportasi. Aktivitas-aktivitas tersebut berdampak
negatif terhadap kualitas udara. Penurunan kualitas lingkungan dapat dianalisis
dari pemakaian bahan bakar minyak. Pembakaran bahan bakar minyak
menghasilkan pencemar-pencemar yang berdampak buruk terhadap lingkungan
dan kesehatan masyarakat. Banyak penelitian dikonsentrasikan pada sektor emisi

2

individual, tetapi dalam tindakan reduksi, hasilnya tidaklah memuaskan. Oleh
karena itu diperlukan suatu kajian tentang beban emisi di suatu kawasan
administratif, yang nantinya dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah untuk
mengembangkan pembangunan daerah yang ramah lingkungan.
1. Bagaimana kuantifikasi emisi polutan yang lepas ke udara ambien.
2. Bagaimana karakterisktik beban emisi di Provinsi Bangka Belitung.
3. Bagaimana tindakan reduksi yang dilakukan.

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menguantifikasi beban emisi di provinsi Bangka Belitung.
Mengetahui karakteristik emisi di provinsi Bangka Belitung.
Mengetahui sumbangan beban emisi dari tiap kawasan administratif terhadap
beban emisi provinsi.
Mempelajari strategi reduksi beban emisi.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi masukan kepada pemerintah daerah mengenai sumber-sumber
pencemaran udara sehingga dapat mengoptimalkan program yang diterapkan
untuk mereduksi cemaran-cemaran tersebut.
2. Aplikasi perhitungan dapat diterapkan untuk menghitung beban emisi di
wilayah administrasi yang lain.

Ruang Lingkup Penelitian
Kuantifikasi beban emisi terbatas pada polutan SO2, NOx, CO, dan
PM10menggunakan perhitungan yang dirujuk oleh Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) Indonesia. Oleh karena keterbatasan data, perhitungan dilakukan
dengan data selama tiga tahun berdasarkan penggunaan bahan bakar dan tidak
dapat ditampilkan data dari sektor kehutanan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Profil Wilayah Bangka Belitung
Wilayah Administrasi Provinsi Bangka Belitung terdiri atas 6 kabupaten
(Kabupaten Bangka, Belitung, Bangka Tengah, Bangka Barat, Bangka Selatan,
Belitung Timur) dan 1 kota (Kota Pangkalpinang). Kepulauan Bangka Belitung
merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari daratan dan perairan dengan total
luas wilayah sekitar 16,424.14 km2. Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim
tropis yang dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah selama tujuh

3

bulan sepanjang tahun dan bulan kering selama lima bulan terus-menerus.
Keadaan alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan
dataran rendah, lembah dan sebagian kecil pegunungan dan perbukitan.
Kota Pangkalpinang
Kota Pangkalpinang merupakan ibukota provinsi. Wilayah ini
berkonsentrasi pada pengembangan sektor industri pengolahan, perdagangan dan
jasa serta pariwisata. Jumlah penduduk Kota Pangkalpinang pada tahun 2012
adalah 185,830 jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 3.4%. Luas lahan
pertanian Kota Pangkalpinang sebesar 2,293 ha. Jumlah industri kecil dan pada
tahun 2012 sebesar 1,205.
Kabupaten Bangka
Ibukota Kabupaten Bangka adalah Sungailiat. Kabupaten ini berkonsentrasi
pada pembangunan dan pengembangan di bidang perdagangan dan jasa, industri,
pariwisata, perkebunan dan pertambangan. Jumlah penduduk Kabupaten Bangka
pada tahun 2012 adalah 294,003 jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar
3.11%. Luas lahan pertanian Kabupaten Bangka sebesar 185,477 ha. Jumlah
industri kecil dan menengah pada tahun 2012 sebesar 502. Pengadaan listrik oleh
PLN di pedesaan terbanyak di Kabupaten Bangka yaitu 70 desa dengan 52.640
rumah tangga yang dilayani.
Kabupaten Bangka Tengah
Ibukota Kabupaten Bangka tengah adalah Koba. Kabupaten ini
berkonsentrasi pada pembangunan sektor perkebunan dan pertambangan. Jumlah
penduduk Kabupaten Bangka Tengah pada tahun adalah 170,033 jiwa dengan laju
pertambahan penduduk sebesar 3.81%. Luas lahan pertanian Kabupaten Bangka
Tengah sebesar 169,730 ha. Jumlah industri kecil dan menengah pada tahun 2012
sebesar 1,297.
Kabupaten Bangka Barat
Ibukota Kabupaten Bangka Selatan adalah Muntok. Kabupaten ini
berkonsentrasi pada pembangunan di sektor pertanian, perkebunan,
pertambangan, industri pengolahan dan perdagangan. Jumlah penduduk
Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2012 adalah 188,376 jiwa dengan laju
pertambahan penduduk sebesar 3.35%. Luas lahan pertanian Kabupaten Bangka
Barat sebesar 227,949 ha. Jumlah industri kecil dan menengah pada tahun 2012
sebesar 912.
Kabupaten Bangka Selatan
Ibukota Kabupaten Bangka Selatan adalah Toboali. Kabupaten ini
berkonsentrasi pada pengembangan di sektor pertambangan, pertanian,
perkebunan dan perikanan laut serta perdagangan. Jumlah penduduk Kabupaten
Bangka Tengah pada tahun 2012 adalah 183,486 jiwa dengan laju pertambahan
penduduk sebesar 3.11%. Luas lahan pertanian Kota Pangkalpinang sebesar
207,249 ha. Namun luasan lahan pertanian yang ditanami di Kabupaten Bangka
Selatan lebih luas (45%) dibandingkan dengan wilayah administratif lainnya.
Jumlah industri kecil dan menengah pada tahun 2012 sebesar 549.

4

Kabupaten Belitung
Ibukota Kabupaten Belitung adalah Tanjungpandan. Kabupaten ini
berkonsentrasi pada pengembangan sektor perdagangan dan jasa, pertanian,
pariwisata, industri pengolahan dan perikanan laut. Jumlah penduduk Kabupaten
Bangka Tengah pada tahun 2012 adalah 163,871 jiwa dengan laju pertambahan
penduduk sebesar 2.36%. Luas lahan pertanian Kota Pangkalpinang sebesar
191,524 ha. Jumlah industri kecil dan menengah pada tahun 2012 sebesar 1,310.
Kabupaten Belitung Timur
Ibukota Kabupaten Bangka Selatan adalah Manggar. Kabupaten ini
berkonsentrasi pada pengembangan sektor industri pengolahan, pertanian dan
perkebunan, perikanan laut serta sektor pertambangan. Jumlah penduduk
Kabupaten Bangka Tengah pada tahun 2012 adalah 112,569 jiwa dengan laju
pertambahan penduduk sebesar 2.76%. Luas lahan pertanian Kota Pangkalpinang
sebesar 181,335 ha. Jumlah industri kecil dan menengah pada tahun 2012 sebesar
1,052.

Gambar 1 Peta Provinsi Bangka Belitung

5

Tabel 1 Profil wilayah setiap kota/kabupaten

Kota/Kabupaten

Konsentrasi Wilayah

Pangkalpinang

Pengembangan
sektor
industri
pengolahan,
perdagangan dan jasa
serta pariwisata
Pembangunan dan
pengembangan
di
bidang perdagangan
dan jasa, industri,
pariwisata,
perkebunan
dan
pertambangan
Pembangunan sektor
perkebunan
dan
pertambangan

Bangka

Bangka Tengah

Bangka Barat

Bangka Selatan

Belitung

Belitung Timur

Pembangunan
dan
pengembangan
di
bidang perdagangan
dan jasa, industri,
pariwisata,
perkebunan
dan
pertambangan
Pengembangan
di
sektor pertambangan,
pertanian,
perkebunan
dan
perikanan laut serta
perdagangan
Pengembangan
sektor perdagangan
dan jasa, pertanian,
pariwisata, industri
pengolahan
dan
perikanan laut
Pengembangan
sektor
industri
pengolahan,
pertanian
dan
perkebunan,
perikanan laut serta
sektor pertambangan

185,830 jiwa
Timbulan
sampah 0.5
kg/kapita/hari

3.4%

294,003 jiwa
Timbulan
sampah 0.45
kg/kapita/hari

3.11%

Daya
Terpasang
Jumlah
Pembangkit
Luas Lahan
Industri
Tenaga
Pertanian
Kecil dan
Listrik
Menengah
(KW)
2,293 ha
1,205
Tidak
memiliki
pembangkit
tenaga
listrik
185,477 ha
502
42,289

170,033 jiwa
Timbulan
sampah 0.4
kg/kapita/hari
188,376 jiwa
Timbulan
sampah 0.4
kg/kapita/hari

3.81%

169,730 ha

1,297

3,123

3.35%

227,949 ha

912

10,103

183,486 jiwa
Timbulan
sampah 0.4
kg/kapita/hari

3.11%

207,249 ha

549

4,911

163,871 jiwa
Timbulan
sampah 0.4
kg/kapita/hari

2.36%

191,524 ha

1,310

22,110

112,569 jiwa
Timbulan
sampah 0.4
kg/kapita/hari

2.76%

181,335 ha

1,052

5,500

Jumlah
Penduduk

Laju
Pertambahan
Penduduk

6

Pertumbuhan, Lingkungan, dan Pembangunan
Di Negara-negara berkembang, pertumbuhan industri, peningkatan
transportasi, pembakaran bahan bakar fosil, arus urbanisasi dan migrasi yang
cepat, serta pertambahan penduduk tidak dapat dihindari yang berakibat pada
kualitas udara (Tiwari et al. 2012). Laju pertambahan penduduk Indonesia yang
terus meningkat sebesar 1.49% per tahun (BPS 2010) juga memicu pertumbuhan
sektor industri dan transportasi. Indonesia telah menempatkan pertumbuhan
ekonomi sebagai indikator keberhasilan.Namun demikian, laju pertumbuhan
ekonomi tersebut harus ditebus dengan kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan. Kerusakan lingkungan atau faktor yang mempunyai potensi
menimbulkan kerusakan lingkungan tidak menurun bahkan cenderung meningkat.
Hal ini sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang
cenderung mengarah pada pola pengelolaan yang berorientasi jangka pendek.
Sumber daya alam dan lingkungan dijadikan sebagai tumpuan bagi
pertumbuhan ekonomi, sehingga pemanfaatannya tidak lagi memperdulikan
kaidah-kaidah konservasi. Untuk mengantisipasi keadaan yang lebih buruk, arah
pembangunan kedepan harus ditegaskan bahwa penggunaan sumber daya alam
dan lingkungan harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung
jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memerhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Dalam
menentukan strategi pembangunan, aspek lingkungan harus dijadikan
pertimbangan utama. Konsep ini pada dasarnya mengandung aspek daya dukung
lingkungan dan solidaritas antar generasi.

Pencemaran Udara
Konsep pembangunan berkelanjutan menghendaki agar setiap usaha
dilakukan dengan tetap memelihara kondisi lingkungan. Salah satu aspek
lingkungan yang sangat penting adalah udara, di mana di dalamnya terkandung
unsur-unsur esensial bagi makhluk hidup. Udara merupakan sumber daya milik
bersama, di mana setiap orang berhak menggunakannya dan berkewajiban pula
menjaganya.
Tingginya aktivitas-aktivitas domestik, industri, dan transportasi akan
menghasilkan komponen-komponen pencemar seperti NOx, SO2, CO, PM10, HC,
dan gas-gas rumah kaca ke udara ambien. Meningkatnya jumlah gas-gas ini di
udara akan menyebabkan pencemaran udara. Pencemaran udara dapat
didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan (Permen LH Nomor 12 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah).Kecepatan
penyebaran kontaminan tersebut bergantung pada keadaan geografis dan
meteorologis setempat. Sumber pencemaran udara terdiri atas:
1. Sumber biogenik (alamiah)
Sumber pencemar ilmiah timbul dengan sendirinya tanpa ada pengaruh dari
aktivitas manusia. Contohnya, letusan gunung berapi yang mengemisikan

7

2.

a.

b.

c.

SO2, H2S, CH4, dan partikulat; kebakaran hutan yang mengemisikan HC, CO,
dan partikulat berupa asap.
Sumber antropogenik
Sumber antropogenik dibedakan berdasarkan sumber bergerak dan tidak
bergerak. Sumber emisi tidak bergerak (cerobong industri, kawasan industri)
sangat bergantung dari proses produksi yang ada dalam industri. Sumber
emisi bergerak (transportasi) bergantung pada bahan bakar dan sistem ruang
bakar yang digunakan. Berdasarkan aktivitasnya, sumber antropogenik dibagi
menjadi:
Transportasi
Sektor transportasi memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumber
energi. Sektor tersebut mengonsumsi lebih dari 50% total konsumsi bahan
bakar di suatu negara (Sood 2012). Hampir sebagian besar produk kendaraan
bermotor yang digunakan dalam sektor transportasi menggunakan bahan
bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi. Penggunaan BBM sebagai
sumber energi tidak akan terlepas dari senyawa-senyawa gas buang yang
berdampak negatif ke udara ambien. Vijayan et al. (2008) menyatakan bahwa
umur mesin, pemeliharaan mesin, dan teknologi yang digunakan
memengaruhi emisi gas buang.
Domestik
Energi sangat dibutuhkan pada kegiatan domestik untuk keperluan
penerangan, memasak, pemanasan/pendinginan ruangan, dan berbagai
aktivitas lainnya. Energi yang dikonsumsi oleh rumah tangga meliputi bahan
bakar minyak, gas, biomassa, batubara, dan listrik.Emisi sektor domestik
sangat bergantung pada populasi dan jenis bahan bakar yang digunakan.
Industri
Seiring dengan berkembangnya sektor industri, kebutuhan akan energi pun
meningkat. Jenis energi yang dikonsumsi oleh sektor industri adalah batubara,
bahan bakar minyak, biomassa, gas, dan listrik. He (2006) menyatakan bahwa
peningkatan investasi asing langsung sebesar 1% akan meningkatkan emisi
SO2 dari sektor industri sebesar 0.098%. Sektor transportasi memegang
peranan penting pada kualitas udara ambien. Namun, Unger et al. (2008)
memprediksi bahwa pada tahun 2030 emisi yang ditimbulkan oleh industri
tidak akan jauh berbeda dengan emisi yang ditimbulkan oleh sektor
transportasi. Emisi yang dikeluarkan bergantung pada jenis proses industri
dan proses konversi energi.

Komponen dan Dampak Pencemar Udara
Berdasarkan kejadian terbentuknya pencemar, terdiri atas pencemar primer
(diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (terbentuk karena
reaksi di udara antar berbagai zat). Dari berbagai macam komponen udara,
komponen yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah:
1. NOx (Nitrogen oksida)
Nitrogen oksida terbentuk ketika nitrogen hasil pembakaran bereaksi dengan
oksigen yang bergantung pada suhu.Semakin tinggi suhu, semakin banyak
NOx yang dihasilkan (Saini et al. 2013). Indonesia berkontribusi terhadap

8

polutan NOx di Asia sebesar 6%, yang didominasi oleh pembakaran bahan
bakar minyak (Ohara et al. 2007).
NOx merupakan kontributor utama smog dan deposisi asam.Berekasi dengan
senyawa organik volatile membentuk ozon dan oksida lainnya seperti
peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia dan dengan air hujan,
menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam. Smog fotokimia
berbahaya bagi kesehatan karena menyebabkan kesulitan bernafas pada
penderita asma, batuk-batuk pada anak dan orang tua, dan berbagai gangguan
sistem pernapasan, serta menurunkan visibilitas. Deposisi asam basa (hujan
asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan
terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanam-tanaman,
pertanian, ekosistem perairan, dan hutan. Hujan asam dapat mengalir
memasuki danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta
mengubah komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan
bahkan memusnahkan kehidupan air. NOx diproduksi terutama dari hasil
pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batubara, dan gas alam.
2. SO2 (Sulfur dioksida)
SO2 adalah gas yang tidak berbau bila berada pada konsentrasi rendah tetapi
akan memberikan bau yang tajam pada konsentrasi pekat. Sulfur dioksida
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara.
Pada pembakaran bahan bakar minyak dan batubara terkandung sekitar 1-2%
sulfur (Smith et al. 2011).
Pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik adalah sumber utama
pencemaran SO2. Selain itu, berbagai proses industri seperti pembuatan kertas
dan peleburan logam-logam dapat mengemisikan SO2 dalam konsentrasi yang
relatif tinggi. SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Di dalam awan dan
air hujan, SO2 mengalami konversi menjadi asam sulfur dan aerosol sulfat di
atmosfer. Bila aerosol asam tersebut memasuki sistem pernapasan dapat
terjadi berbagai penyakit pernapasan seperti gangguan pernapasan hingga
kerusakan permanen pada paru-paru.
3. PM10 (Particulate Matter)
Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu, dan
uap, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Partikulat
diemisikan dari pembakaran, tetapi dapat pula diemisikan dari proses
sekunder yang berkaitan dengan VOC/Volatile Organic Compound (Akagi et
al. 2011). Kumar dan Nerela (2009) menyatakan bahwa suhu memengaruhi
konsentrasi partikulat di udara ambien, semakin rendah suhu, semakin rendah
pula konsentrasi partikulat.
Partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan
dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.
Partikulat juga merupakan sumber utama kabut asam yang menurunkan
visibilitas. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan disisihkan
bergantung pada diameternya. Partikel besar akan tertahan pada saluran
pernapasan atas, sedangkan partikel kecil akan masuk ke paru-paru dan
bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. PM10 diketahui dapat
meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan
pernapasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru

9

pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah
kondisi penderita bronchitis (US EPA 2006).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan
bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk, konstruksi, prosesproses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran
sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan.Hasil data pemantauan udara
ambien di 10 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa PM10 adalah
parameter yang paling sering muncul sebagai parameter kritis (KNLH 2006).
4. CO (Karbon Monoksida)
CO adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak
sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan
iritasi. Gas CO masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan diabsorpsi di
dalam peredaran darah. CO akan berikatan dengan hemoglobin menjadi
carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai kemampuan berikatan dengan
hemoglobin 240 kali lipat kemampuannya berikatan dengan O2. Secara
langsung kompetisi ini menyebabkan pasokan O2 ke seluruh tubuh menurun
tajam, sehingga melemahkan konstraksi jantung dan menurunkan volume
darah yang didistribusikan. Konsentrasi rendah (< 400 ppm ambien) dapat
menyebabkan pusing-pusing dan keletihan, sedangkan pada konsentrasi
tinggi (> 2000 ppm) dapat menyebabkan kematian (US EPA 2006).
CO diproduksi dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna,
seperti bensin, minyak, dan kayu bakar. Selain itu juga diproduksi dari
pembakaran produk-produk alam dan sintetis, termasuk rokok.

Beban Emisi
Faktor emisi adalah besarnya emisi yang dilepaskan ke dalam udara
ambien dari suatu kegiatan untuk setiap satuan bahan bakar yang digunakan atau
intensitas kegiatan yang dilakukan (Permen Nomor 12 Tahun 2010). Beban emisi
merupakan tahap pertama dalam menguantifikasi beban pencemar. Beban
pencemar adalah besarnya emisi yang masuk ke dalam udara ambien dari suatu
kegiatan di suatu daerah selama satu kurun waktu tertentu (Permen Nomor 12
Tahun 2010). Untuk mendapatkan beban pencemar dari suatu kontaminan, perlu
diketahui faktor emisi dari kontaminan tersebut.
Konsentrasi zat cemaran yang diemisikan diperoleh dari hasil pemantauan
emisi, dalam unit massa zat cemaran per volume gas buang yang diemisikan
(misalnya mg/m3). Bila data konsentrasi zat cemaran dari pemantauan tidak
tersedia, nilai besaran tersebut dapat digantikan dengan nilai rata-rata emisi yang
dinyatakan Faktor Emisi (FE). Penggunaan faktor emisi dari polutan yang masuk
ke udara ambien bergantung pada aktivitas yang mengeluarkan polutan tersebut
(Iriz et al. 2012).
Untuk mengetahui beban pencemar pada suatu area tertentu, emisi
individual dari berbagai sumber yang meliputi seluruh industri, transportasi,
pemukiman dan berbagai aktivitas lainnya yang ada di daerah tersebut
dijumlahkan secara total sehingga menghasilkan beban pencemar regional,
misalnya pada suatu kawasan atau perkotaan.

10

3 METODE
Penelitian ini dilakukan di 7 wilayah administratif Provinsi Bangka
Belitung, yang meliputi Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten
Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten
Belitung, Kabupaten Belitung Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari–
Maret 2014.
Bahan
Penelitian ini membutuhkan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
dinas dan pihak terkait. Data sekunder yang dibutuhkan disesuaikan dengan
program perhitungan yang dirujuk oleh KLH.
Tabel 2 Data yang diperlukan dalam perhitungan
No. Aktivitas
1.

2.

Sektor
pembangkit
listrik
Sektor industri

Data yang dibutuhkan
Jumlah bahan bakar

Jenis industri dan
kebutuhan bahan bakar

3.

Sektor
transportasi

Jumlah bahan bakar
yang terjual di SPBU

4.

Sektor domestik

Jumlah bahan bakar

5.

Sektor pertanian Jumlah luasan
dan peternakan
pertanian, produktivitas
hasil pertanian, jumlah
penggunaan pupuk, dan
jumlah ternak
Sektor
Jumlah penduduk,
persampahan
estimasi timbulan
sampah, estimasi fraksi
sampah, estimasi fraksi
penduduk desa dan kota

6.

Jenis
bahan Sumber data
bakar
Solar, batubara
PLN

Bensin, Minyak
tanah, Solar,
LPG, Gas alam,
Batubara
Bensin, Solar

Minyak tanah,
LPG

BPS

Dinas
Pertambangan
dan Energi
Provinsi
Bangka
Belitung
Dinas
Pertambangan
dan Energi
Provinsi
Bangka
Belitung
Dinas
Pertanian
Provinsi

BPS
BLHD Provinsi
Dinas
Pertamanan
dan Kebersihan

11

Prosedur Analisis Data
Metode kuantifikasi beban emisi di Privinsi Bangka Belitung terdiri atas
pengumpulan data, kuantifikasi beban emisi di setiap kabupaten, komparasi ketiga
hasil analisis di setiap kabupaten, validasi hasil perhitungan dengan pihak-pihak
terkait, dan analisis alternatif reduksi emisi.
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam analisis ini berupa data sekunder selama 3 tahun
(2010–2012). Data-data tersebut dikumpulkan dari instansi pemerintah atau
lembaga yang berwenang.

Pengumpulan
data sekunder

Data Instansi dan literatur

Perhitungan
beban emisi dari setiap

Komparasi beban emisi
setiap wilayah administratif

Mempelajari
strategi reduksi beban
Gambar 2 Bagan penelitian
2. Estimasi Beban Emisi
Perhitungan beban emisi yang dilakukan menggunakan tier satu (emisi
dihitung berdasarkan jumlah bahan-bahan penghasil emisi dikalikan faktor
emisi standar). Beban emisi dihitung menggunakan program GAP versi 5.0
(Global Atmospheric Pollution) yang dikeluarkan oleh Stockholm Environment
Institute dan Centre for International Climate and Environmental ResearchOslo bekerjasama dengan ahli udara dari Brazil, China, India, dan Malawi
sebagai bagian dari program Regional Air Pollution in Developing Countries
(RAPIDC). Program ini tersedia dalam bentuk Microsoft excel versi 4.6.xlsm
yang
dapat
diunduh
pada
http://www.seiinternational.org/rapidc/gapforum/html/emissions-manual. Persamaan umum
untuk menghitung emisi polutan x berdasarkan US EPA adalah:
Emisi
  A  EF 
ER/
........................................................ 1

12

Di mana:
A : Activity rate
EF : Emission Factor (Faktor emisi)
ER : Efisiensi reduksi emisi (m3/tahun; digunakan jika dalam suatu aktivitas
terdapat teknologi reduksi emisi)
Konsumsi bahan bakar diestimasi dari data statistik penggunaan energi
dan dinyatakan dalam satuan Tera Joule (TJ). Data konsumsi bahan bakar
pertama-tama dikonversi ke dalam bentuk energi yang dihasilkan dari masingmasing jenis bahan bakar menggunakan net calorific value (NCV). NCV
adalah energi yang dihasilkan oleh suatu bahan bakar per satuan massa setelah
terbakar sempurna. Pada perhitungan ini digunakan persamaan sebagai berikut:
Emisi

Di mana:
Emisi x

∑ Konsumsi bahan bakar 

 Faktor emisi

........................ 2

: Jumlah polutan x yang diemisikan oleh suatu jenis
bahan bakar (ton x/tahun)
Konsumsi bahan bakar : Jumlah bahan bakar yang dibakar (TJ/tahun)
Faktor emisi x
: Faktor emisi polutan x untuk jenis bahan bakar
tersebut (kg gas/TJ)
sehingga didapatkan besarnya emisi yang dihasilkan menggunakan suatu bahan
bakar tertentu. Untuk mencari emisi total yang dihasilkan dari seluruh jenis
bahan bakar, digunakan persamaan sebagai berikut:


..................................................... 3

Tabel 3 Densitas beberapa jenis bahan bakar
No.
Jenis Bahan Bakar
Densitas (kg/m3)
1. Solar
845
2. High Speed Diesel fuel (HSD)
845
3. Marine Fuel Oil (MFO)
860
4. Gas alam
0.68
5. Premium
800
6. Pertamax
740
7. Minyak tanah
817.2

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Tabel 4 NCV beberapa bahan bakar
Jenis Bahan Bakar
NCV (TJ/Gg)
Gas alam
48
HSD
43
MFO
38.1
Batubara
28.2
Kayu bakar
15.6

Sumber: Anonim (2006)

13

Untuk kendaraan bermotor, data yang dibutuhkan meliputi jarak yang
ditempuh oleh kendaraan meskipun faktor emisi telah mewakili jumlah polutan
gram per VKT. VKT mewakili jarak total perjalanan yang dilalui oleh
kendaraan dalam masa tertentu yang seharusnya diestimasikan dari jenis
transportasi atau perhitungan jarak tempuh kendaraan, tetapi beberapa kasus
menggunakan jumlah konsumsi bahan bakar disebabkan ketersediaan data.
Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung jumlah emisi polutan
tertentu adalah sebagai berikut:
Emisi

 Fuel 

Di mana:
Emisix
Fuel a
EFa
a

=
=
=
=

  EF

............................................................................. 4

Emisi polutan x untuk bahan bakar a
Bahan bakar f terjual
Faktor emisi bahan bakar f
Jenis bahan bakar

Untuk sektor peternakan dan pertanian, beban emisi dapat dihitung
menggunakan rumus:
 Penggunaan pupuk
Emisi
 Jumlah pupuk yang digunakan   EF ..................................... 5
Di mana:
Emisix
=Emisi polutan x (ton/tahun)
Jumlah pupuk yang digunakan = dalam ton/tahun
EFx
= Faktor emisi polutan x


Pertanian
Total biomassa terbakar

 Produksi tahunan rasio residu tanaman
fraksi bahan kering fraksi yang dibakar dilahan
fraksi yang teroksidasi........................................... 6

 
Total biomassa terbakar

Emisi
Di mana:
Emisix
Produksi tahunan
EFx

 EF ................................................ 7

= Emisi polutan x (ton/tahun)
= dalam kilo ton/tahun (kt/tahun)
= Faktor emisi polutan x

Untuk sektor persampahan, beban emisi dapat dihitung menggunakan
rumus:
Emisi
 Jumlah populasi  Timbulan sampah  3
 EF .............. 8
Di mana:
Emisix
= Emisi polutan x (ton/tahun)
Jumlah populasi
= dalam jiwa
Timbulan sampah
= dalam kg/jiwa/hari
EFx
= Faktor emisi polutan x
Berdasarkan Rancangan Aksi Daerah Jaica, perkiraan timbulan sampah untuk
kabupaten sebesar 0.4 kg/kapita/hari dan 0.5 kg/kapita/hari untuk kota.

14

a. Sektor pembangkit listrik
Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban emisi dari aktivitas
pembangkit listrik adalah jumlah bahan bakar yang digunakan, jenis bahan
bakar, dan faktor emisi untuk setiap parameter polutan
b. Sektor industri
Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban emisi dari aktivitas industri
adalah jenis industri, kebutuhan bahan bakar, jenis bahan bakar, dan faktor
emisi untuk setiap parameter polutan.
c. Sektor transportasi
Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban emisi dari sektor transportasi
adalah jumlah bahan bakar yang terjual di masing-masing wilayah
administratif.
d. Sektor domestik
Data yang dibutuhkan untuk menentukan beban emisi dari aktivitas domestik
adalah jumlah bahan bakar yang digunakan, jenis bahan bakar, dan faktor
emisi untuk setiap parameter polutan.
e. Sektor pertanian dan peternakan
Data yang dibutuhkan untuk menghitung beban emisi dari sektor pertanian
dan peternakan adalah jumlah luasan lahan pertanian, produktivitas hasil
pertanian, jumlah penggunaan pupuk, dan jumlah ternak dikalikan dengan
faktor emisi untuk tiap polutan.
f. Sektor persampahan
Data yang dibutuhkan untuk menghitung beban emisi dari sektor ini adalah
jumlah penduduk, timbulan sampah, jumlah sampah yang dibakar, dan fraksi
penduduk desa dan kota. Oleh karena data mengenai sampah sangat minim,
dilakukan estimasi oleh BLHD untuk menentukan jumlah timbulan sampah,
fraksi sampah, serta fraksi penduduk kota dan desa.
Setelah diperoleh beban emisi dari setiap sektor, kemudian dihitung
beban emisi dari setiap kabupaten. Berdasarkan Permen LH Nomor 12 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah, beban
emisi suatu wilayah dihitung dengan persamaan berikut:
Beban emisi totalx

∑ BE transportasix ∑ BE industrix   ∑ BE domestik  x
∑ BE pertanianx  ∑ BE limbah  sampah x .......................... 9

Di mana:
BE : Beban emisi setiap sektor polutan x (ton/tahun)

Setelah diperoleh beban emisi total polutan x, kemudian dihitung beban
pencemar di setiap kabupaten.

Strategi Reduksi Beban Emisi
Pemilihan strategi reduksi beban emisi yang efektif dan efisien
dikembangkan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai strategi yang
diusulkan dalam menurunkan beban emisi di Provinsi Bangka Belitung. Alternatif
strategi reduksi beban emisi ditentukan berdasarkan studi pustaka.

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuantifikasi Beban Emisi Setiap Wilayah
Kota Pangkalpinang
Kota Pangkalpinang merupakan ibukota Provinsi Bangka Belitung dengan
laju pertambahan penduduk sebesar 3.4% (BPS 2013). Kota tersebut mendapatkan
pasokan listrik dari Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Beban emisi udara
primer Kota Pangkalpinang dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan
perhitungan, beban emisi SO2 Kota Pangkalpinang selama 3 tahun sebesar 4,742
ton/tahun dengan rata-rata sebesar 1,581 ton/tahun. Pada tahun 2011 mengalami
peningkatan sebesar 81%. Namun pada tahun 2012 terjadi penurunan beban emisi
SO2 sebesar 91%. Hal ini disebabkan oleh menurunnya produktivitas industri
sedang dan besar sebesar 40% (BBDA 2013).
Beban emisi NOx Kota Pangkalpinang selama 3 tahun sebesar 7,608
ton/tahun dengan rata-rata sebesar 2,536 ton/tahun. Beban emisi NOxmengalami
peningkatan sebesar 55% pada tahun 2011. Namun pada tahun 2012 beban emisi
NOx menurun sebesar 52%. Hal ini dipengaruhi oleh produktivitas industri yang
mengalami penurunan. Beban emisi CO Kota Pangkalpinang selama tiga tahun
sebesar mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata 12,072
ton/tahun. Serupa dengan beban emisi CO, beban emisi PM10 mengalami
peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata sebesar 403 ton/tahun.
6,000

3,725

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

4,000
3,000
2,000
1,000

695

2011

3,947

2,000

322

0

2010

4,000

1,897

1,764

0

2012

2010

2011
NOx

SO2

600
13,654
11,622

10,939

5,000

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

15,000
10,000

2012

400

445
408

355

200
0

0

2010

2011
CO

2012

2010

2011
PM10

Gambar 3 Beban emisi primer Kota Pangkalpinang

2012

16

Kabupaten Bangka
Kabupaten Bangka merupakan penyokong kebutuhan listrik Kota
Pangkalpinang. Beban emisi SO2, NOx, CO, dan PM10 Kabupaten Bangka dapat
dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan perhitungan, diperoleh beban emisi SO2
selama 3 tahun sebesar 7,168 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 2,389 ton/tahun.
Beban emisi NOx Kabupaten Bangka selama tiga tahun sebesar 16,298 ton/tahun
dengan rata-rata sebesar 5,433 ton/tahun. Beban emisi CO selama 3 tahun sebesar
49,717 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 5,433 ton/tahun. Beban emisi PM10
Kabupaten Bangka selama tiga tahun sebesar 1,894 ton/tahun dengan rata-rata
sebesar 631 ton/tahun. Berbeda dengan wilayah administratif lainnya, Grafik
beban emisi SO2, NOx, CO, dan PM10 Kabupaten Bangka mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh emisi yang dikeluarkan dari sektor
pembangkit listrik yang meningkat setiap tahunnya.

8,000

3,000

3,019

2,878

2,000
1,000

1,272

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

4,000

4,073

2,000
0

2010

2011
SO2

2010

2012

2011
NOx

2012

700
17,232

17,000
16,682

16,500
15,803

15,500
15,000

Beban emisi
(Ton/tahun)

17,500
Beban emisi
(Ton/tahun)

5,806

4,000

0

16,000

6,419

6,000

661

650
600

647
586

550
500

2010

2011

2012

CO

2010

2011

2012

PM10

Gambar 4 Beban emisi primer Kabupaten Bangka
Kabupaten Bangka Tengah
Beban emisi udara primer pada Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat
pada Gambar 5. Berdasarkan perhitungan diperoleh beban emisi SO2 selama
2010–2012 sebesar 1,829 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 610 ton/tahun. Beban
emisi NOx selama 3 tahun sebesar 6,559 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 2,186
ton/tahun. Beban emisi CO selama 3 tahun sebesar 42,203 ton/tahun dengan ratarata sebesar 14,068 ton/tahun. Beban emisi PM10selama 3 tahun sebesar 1,369
ton/tahun dengan rata-rata sebesar 456 ton/tahun. Beban emisi SO2 dan NOx pada
tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 31% dan 5%. Hal ini disebabkan
menurunnya produktivitas industri dan konsumsi BBM sebesar 40% dan 12%.

17

600

2,300

719
616
493

400
200

Beban emisi
(Ton/tahun)

tBeban emisi
(Ton/tahun)

800

0

2011
SO2

2,175

2,102

2,100

2012

2010

2011

2012

NOx

480

15,000

15,088

14,000

13,884
13,230

12,000

Beban emisi
(Ton/tahun)

16,000
Beban emisi
(Ton/tahun)

2,200

2,000

2010

13,000

2,282

473
462

460
440

434

420
400

2010

2011
CO

2012

2010

2011

2012

PM10

Gambar 5 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Tengah

Kabupaten Bangka Barat
Beban emisi udara primer pada Kabupaten Bangka Barat dapat dilihat pada
Gambar 6. Beban emisi SO2 dari tahun 2010–2012 sebesar 1,258 ton/tahun
dengan rata-rata sebesar 419 ton/tahun. sama halnya dengan wilayah administratif
lainnya, beban emisi SO2 pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 12%.
Hal ini disebabkan terjadinya penurunan produktivitas di sektor industri. Beban
emisi NOx selama 3 tahun sebesar 5,713 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 1,904
ton/tahun. Beban emisi CO selama 3 tahun sebesar 33,919 ton/tahun dengan ratarata sebesar 11,306 ton/tahun. Beban emisi PM10 selama 3 tahun sebesar 1,225
ton/tahun dengan rata-rata sebesar 408 ton/tahun.

18

2,000

450

440
420
400

406

402

380

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

460

1,800

1,793

1,700
1,600

360

2010
2010

2011

2011
NOx

440

12,319
11,072
10,528

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

2012

2012

SO2
12,500
12,000
11,500
11,000
10,500
10,000
9,500

1,984

1,936

1,900

431

420

410

400
380

383

360
340

2010

2011
CO

2012

2010

2011
PM10

Gambar 6 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Barat
Kabupaten Bangka Selatan
Beban emisi udara primer pada Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat
pada Gambar 7. Berdasarkan perhitungan diperoleh beban emisi SO2 selama 3
tahun sebesar 574 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 191 ton/tahun. Beban emisi
NOx dari tahun 2010–2012 sebesar 3,578 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 1,193
ton/tahun. pada tahun 2012 beban emisi NOx mengalami penurunan sebesar 2%.
Hal ini disebabkan menurunnya konsumsi BBM sebesar 10%. Beban emisi CO
selama 3 tahun sebesar 21,716 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 7,239 ton/tahun.
Beban emisi PM10 dari tahun 2010–2012 sebesar 872 ton/tahun dengan rata-rata
sebesar 291 ton/tahun.

2012

210
200
190
180
170
160
150

203

199
172

1,250
Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

19

1,231

1,200
1,150

1,131

1,100
1,050

2010

2011

2012

2010

7,325

7,424

6,967

2010

2011
CO

2011

2012

NOx

2012

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

SO2
7,600
7,400
7,200
7,000
6,800
6,600

1,217

300
295
290
285
280
275

295

294

283

2010

2011
PM10

Gambar 7 Beban emisi primer Kabupaten Bangka Selatan
Kabupaten Belitung
Beban emisi udara primer pada Kabupaten Belitung dapat dilihat pada
Gambar 8. Berdasarkan perhitungan diperoleh beban emisi SO2 dari tahun 2010–
2012 sebesar 1,957 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 652 ton/tahun. Beban emisi
NOx selama 3 tahun sebesar 6,158 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 2,053
ton/tahun. Beban emisi CO selama 3 tahun sebesar 23,998 ton/tahun dengan ratarata sebesar 7,999 ton/tahun. Beban emisi PM10 selama 3 tahun sebesar 975
ton/tahun dengan rata-rata sebesar 325 ton/tahun. Penurunan produktivitas
industri terjadi merata di seluruh wilayah administratif. Namun grafik beban emisi
SO2, NOx, CO, dan PM10 di kabupaten Belitung mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini dipengaruhi dari sektor-sektor lainnya.

2012

20

800
600
400

792
651
514

200

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

1,000

0

2010

2011

3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0

2,460
1,706

2010

2012

9,000

400

8,650

8,500
8,000

7,868
7,481

7,000
6,500

Beban emisi
(Ton/tahun)

Beban emisi
(Ton/tahun)

2011

2012

NOx

SO2

7,500

1,992

300

368
314

292

200
100
0

2010

2011

2012

2010

CO

2011
PM10

Gambar 8 Beban emisi primer Kabupaten Belitung
Kabupaten Belitung Timur
Beban emisi udara primer pada Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat
pada Gambar 9. Berdasarkan perhitungan diperoleh b