Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur 1908-1935

PERGERAKAN
AN B
BUDI UTOMO DI SUMATERA TIMUR
TIM
1908-1935

SKRIPSI

Dikerjakan
O
L
E
H
DEVI ITAWAN
NIM. 110706023

DEPARTEMEN
EN SE
SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS

AS SU
SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

LEMBA
EMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIP
KRIPSI
PERGERAKAN
KAN BUDI UTOMO DI SUMATERA TIMUR
IMUR 1908-1935

SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
DEVI ITAWAN
110706023

Pembimbing

Dr. Suprayitno, M.Hum
.Hum.
NIP. 196101191198803100
031004

Skripsi ini diajukan
kan kepada
ke
panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya
aya USU
U
Medan, untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya
aya dalam
d
Bidang Ilmu
Sejarah.


DEPARTEMEN SEJA
SEJARAH
FAKULTAS ILMU
U BU
BUDAYA
UNIVERSITAS SUMA
SUMATERA UTARA
2015

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
PERGERAKAN
KAN BUDI UTOMO DI SUMATERA TIMUR
IMUR 1908-1935

Yang Diajukan Oleh :
Nama : Devi Itawan
NIM : 110706023
Telah
lah disetujui
di

untuk diajukan dalam ujian skripsi
psi oleh
ole :
Pembimbing
Tanggal...............

Dr. Suprayitno, M.Hum
.Hum.
NIP. 1961011911988031
88031004

Tanggal................

Ketua Departemen
n Sejarah
Seja

Drs. Edi Sumarno,
o, M.Hum.
M.H

NIP. 1964092298903100
031001

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

LEMBAR PERSETUJUAN KETUA JURUSAN

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen


Drs. Edi Sumarno, M.Hum.
NIP. 19640922989031001

Medan, Agustus 2015

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI OLEH DEKAN DAN PANITIA UJIAN

Diterima oleh.
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya
USU Medan.

Pada

:

Hari

:


Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP. 195110131936031001

Panitia Ujian.
No.

Nama

Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum

(..................................)

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si


(..................................)

3. Dr. Suprayitno, M.Hum

(..................................)

4. Dra. Ratna, M.S

(..................................)

5. Dra. S.P. Dewi Murni, M.A

(..................................)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan seluruh proses
penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis haturkan shalawat beriring salam

kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga mendapat syafaatnya di hari
akhir kelak.
Penulisan skripsi adalah suatu kewajiban akademis untuk memperoleh gelar
sarjana di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam hal ini, penulis mengkaji tentang pergerakan cabang-cabang organisasi Budi
Utomo di Sumatera Timur. Kehadiran cabang-cabang Budi Utomo di Sumatera
Timur adalah sebuah fakta sejarah yang belum banyak terungkap, oleh karena itu
penulis merasa perlu untuk mengangkatnya menjadi sebuah tulisan utuh dalam skripsi
dengan judul Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur 1908-1935.
Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa “tidak ada gading yang tidak
retak” maka sama halnya dengan penulisan skripsi ini yang tidak sempurna. Penulis
akan sangat mengapresiasi apabila ada kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan skripsi ini nantinya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
memberikan khasanah pengetahuan yang bermanfaat bagi seluas-luasnya kemajuan
bangsa Indonesia. Merdeka!

Medan, Agustus 2015
Penulis,

Devi Itawan

NIM 110706023

i

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa bantuan, dorongan,
layanan dan semangat baik bersifat materil maupun moril dari banyak pihak. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,
serta pada pembantu Dekan beserta seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu
Budaya USU.
2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sejarah FIB
USU beserta Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si selaku sekretarisnDepartemen
Sejarah yang telah membantu lancarnya penyelesaian skrispsi ini.
3. Bapak Dr. Suprayitno, M.Hum selaku pembimbing dalam penulisan skripsi
ini yang telah memberikan masukan, saran, kritik, waktu luang, serta
perhatian yang begitu besar kepada penulis selama proses penulisan skripsi
ini.

4. Dra. Nurhabsyah, M.Si sebagai penasehat akademik penulis yang telah
mencurahkan

perhatian,

nasehat,

semangat

selama

penulis

menjadi

mahasiswa.
5. Seluruh staf penganjar Departemen Sejarah FIB USU yang telah memberikan
penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman, pendidikan serta

ii

wawasan selama penulis menjadi mahasiswa baik di dalam juga di dalam juga
di luar kampus. Tidak lupa juga pada staf administrasi Departemen Sejarah,
Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis selama penulis menjadi
mahasiswa.
6. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (PNRI), Taman Baca Masyarakat (TBM) Tengku Lukman Sinar,
Perpustakaan USU yang telah memberikan data dan pelayanan yang baik
selama penulis melakukan penelitian.
7. Kepada kedua orang paling berjasa dalam hidup saya, paling saya sayangi,
dan hormati, Ibu Kartini dan Bapak Suloto, orang tua saya. Untuk apapun
yang saya lakukan demi membalas jasa budi Ibu-Bapak tidak akan pernah
setimpal. Terima kasih atas segala yang Ibu dan Bapak berikan kepada saya.
Bimbingan dan doa kalian adalah yang utama, anak kalian akhirnya menjadi
sarjana.
8. Sahabat-sahabat saya yakni S. Wani Maler, Junaidi Nasution, Kiki Maulana
Affandi, Alda Tahir Parinduri, Faisal Berutu, Wisnu Wardhana, Rahmawani
Hasibuan, dan Ningsih Widari yang telah menjadi teman seperjuangan,
belajar, berpetualang, tertawa, dan menangis bersama. Kalian luar biasa.
Jadilah manusia bernilai. I Love You, Guys..
9. Seluruh Mahasiswa Departemen Sejarah FIB USU atas dukungan dan
perhatian kalian semua. Khususnya angkatan 2011 yang luar biasa, yang telah
menjadi teman-teman belajar yang menyenangkan dan menginspirasi.

iii

Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu langsung maupun tidak
langsung penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan
dan bantuan kalian semua mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin..
Medan, Agustus 2015
Penulis,

Devi Itawan
NIM 110706023

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................

i

UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................

ii

DAFTAR ISI .......................................................................................

v

DAFTAR ISTILAH ............................................................................

vii

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................

xii

DAFTAR TABEL ...............................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................

xiv

ABSTRAK ...........................................................................................

xv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................

4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................

5

1.4 Tinjauan Pustaka ............................................................................

5

1.5 Metode Penelitian ...........................................................................

7

1.5.1 Heuristik ................................................................................

7

1.5.2 Kritik .....................................................................................

11

1.5.3 Intepretasi ..............................................................................

11

1.5.4 Historiografi ..........................................................................

12

1.6 Sistematika Penulisan .....................................................................

13

BAB II ORANG JAWA DI SUMATERA TIMUR PADA AWAL ABAD
XX
2.1 Sumatera Timur Awal Abad XX ....................................................

15

2.2 Kehadiran Orang Jawa di Sumatera Timur ....................................

24

v

BAB III PERGERAKAN BUDI UTOMO DI SUMATERA TIMUR
3.1 Kelahiran dan Perkembangan Budi Utomo ....................................

35

3.2 Cabang-Cabang Budi Utomo di Sumatera Timur ..........................

44

3.3 Kegiatan-kegiatan Budi Utomo di Sumatera Timur.......................

59

3.3.1 Menganjurkan dihapuskannya Judi
dan Pelacuran di Perkebunan .........................................................

61

3.3.2 Advokasi terhadap kuli-kuli kontrak .....................................

70

3.3.3 Mendirikan sekolah-sekolah..................................................

76

3.3.4 Mengusahakan kesejahteraan ................................................

79

BAB IV BUDI UTOMO DAN POLITIK PERGERAKAN
DI SUMATERA TIMUR
4.1 Politik Pergerakan di Sumatera Timur ...........................................

82

4.2 Peran Budi Utomo ..........................................................................

91

4.3 Budi Utomo: Kebangkitan Nasional atau
Kebangkitan Bangsa Jawa ..............................................................

98

BAB V KESIMPULAN ......................................................................

102

DAFTAR SUMBER.............................................................................

105

LAMPIRAN

vi

DAFTAR ISTILAH

Algemeene Rijkarschief
Arsip milik Kerajaan Belanda. Arsip-arsip ini tersimpan di Arsip Nasional Kerajaan
Belanda. Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan beberapa salinannya dan
diiventarisasi dengan kode: ARA.
Algemeene Openbare Vergadering
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti rapat umum terbuka.
Aneksasi
Pengambilan paksa wilayah lain untuk dijadikan bagian dari wilayahnya (negara).
Bestuur
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti pemerintah. Dalam konteks tertentu kata
ini juga berarti pengurus.
Combinatie Vergadering
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti rapat gabungan.
Deforstisasi
Istilah yang merujuk pada aktivitas penggundulan hutan.
Deliaan
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti Belanda Deli. Istilah ini digunakan oleh
orang-orang Belanda yang berbangga atas klaim mereka membangun Deli menjadi
wilayah yang modern dan bernuansa internasional melalui dibukanya perkebunanperkebunan di Deli.
Djawa totok
Sebutan untuk orang-orang Jawa yang berasal dari Pulau Jawa dan tinggal untuk
beberapa waktu di Sumatera Timur. Umumnya Djawa totok adalah golongan priyayi
Jawa yang bekerja pada pemerintah ataupun perusahaan perkebunan di Sumatera
Timur.

vii

Djawa peranakan
Sebutan untuk orang-orang Jawa yang telah dilahirkan dan dibesarkan di Sumatera
Timur. Kebanyakan dari Djawa peranakan adalah keturunan dari Kuli Kontrak.
Ekspansi
Perluasan wilayah suatu negara dengan menduduki sebagian atau seluruhnya wilayah
negara lain.
Egaliter
Bersifat sama, sederajat.
Tolk Arbiedinspectie
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti profesi penerjemah inspeksi perburuhan di
Sumatera Timur pada masa kolonial.
Gewestelijk Reserche
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti Intel Provinsi. Satuan intel ini dibentuk di
Residen Sumatera Timur untuk melakukan aktivitas spionase dalam upaya mencegah
meluasnya gerakan-gerakan nasionalis dan radikal.
Gouvernement
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti pemerintah.
Het Dollar Landsche
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti tanah dolar. Istilah ini digunakan untuk
menyebut Sumatera Timur sebagai wilayah eksploitasi di Hindia Belanda yang
menghasilkan keuntungan yang melimpah bagi pemodal dari Eropa, Amerika,
kemudian juga Jepang.
Hoofdbestuur
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti pengurus pusat.
Hoofdmandoor
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti kepala pengawas kuli kontrak di
perkebunan.

viii

Kawula
Istilah dalam bahasa Jawa yang berarti rakyat.
Karesidenan
Sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi di Hindia Belanda.
Kerani
Istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti juru tulis.
Koeli Ordonantie
Perundang-undangan tentang kuli pada masa kolonial Belanda.
Lid
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti anggota.
Maskapai
Istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti Perusahaan.
Mandoor Opium Regie
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti pegawai pengawas percanduan.
Modern Slavenerij
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti perbudakan modern. Istilah ini digunakan
oleh Mohammad Said untuk menggambarkan keadaan pekerja kontrak di perkebunan
di Sumatera Timur pada masa kolonial.
Memorie van Overgave
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti laporan serah terima jabatan.
Ngoko-kromo
Istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada tingkatan berbahasa dalam tatanan
masyarakat Jawa.
Onderneming
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti perusahaan perkebunan.

ix

Orgaan
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti surat kabar.
Poenale Sanctie
Pasal-pasal sanksi pidana dalam Koeli Ordonantie.
Planters
Istilah dalam bahasa Belanda yang merujuk pada kaum kebun atau tuan kebun.
Pyiyayi
Istilah yang merujuk pada kelompok bangsawan dalam tatanan masyarakat Jawa.
Sebelum era politik etis, yang dimaksud dengan priyayi adalah mereka yang memiliki
garis keturunan raja atau yang saudara atau kerabat raja. Lalu ketika politik etis
diberlakukan maka istilah ini bergeser kepada mereka yang telah memperoleh
pendidikan barat. Pendidikan Barat merupakan alat mobilisasi sosial bagi masyarakat
Jawa.
Samenleven
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti hidup bersama selayaknya suami istri tetapi
tanpa adanya ikatan pernikahan.
Staadblad
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti lembaran negara.
Tolk Magistraat
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti Penerjemah (ahli bahasa) kehakiman.
Traktaat
Suatu perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih tentang persoalan tertentu
yang menjadi sebuah kepentingan negara yang bersangkutan dalam pelaksanaannya.
Vasal
Daerah jajahan.
Vereeneging
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti perkumpulan.

x

Voorstel
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti usulan.
Verslag
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti laporan.
Volksraad
Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti dewan rakyat.
Wong cilik
Istilah dalam bahasa Jawa yang secara literal berarti orang kecil. Istilah ini digunakan
untuk menggambarkan kelas sosial dalam masyarakat tradisional Jawa yang sama
dengan "rakyat jelata" dalam masyarakat feodal.

xi

DAFTAR SINGKATAN

Parindra

: Partai Indonesia Raya

VEDA

: Vrij Emigratie Deli Avros

AVROS

: Algemeene Vereeneging Rubberplants Oostkust

DPV

: Deli Planter Vereeneging

STOVIA

: School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen

B.O

: Boedi Oetomo

H.I.S

: Hollands Indische School

PKI

: Partai Komunis Indonesia

PNI

: Partai Nasional Indonesia

Gerindo

: Gerakan Rakyat Indonesia

KBI

: Kepanduan Bangsa Indonesia

Partindo

: Partai Indonesia

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah Kuli di Sumatera Timur berdasarkan
etnisitasnya 1883-1890.......................................................................26
Tabel 2.2. Jumlah Kuli Jawa di Sumatera Timur dalam
kurun waktu 1920-1926......................................................................28
Tabel 3.1. Jumlah Cabang dan Anggota Budi Utomo di
Sumatera Timur berdasarkan verslag tahun 1919.............................54
Tabel 3.2. Jumlah Cabang dan Anggota Budi Utomo di
Sumatera Timur 1921-1922...............................................................55

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I

:

LAMPIRAN II

:

LAMPIRAN III

:

LAMPIRAN IV

:

LAMPIRAN V

:

LAMPIRAN VI

:

LAMPIRAN VII

:

LAMPIRAN VIII

:

LAMPIRAN IX

:

LAMPIRAN X

:

LAMPIRAN XI

:

LAMPIRAN XII

:

LAMPIRAN XIII

:

LAMPIRAN IV

:

LAMPIRAN V

:

Surat Kabar Boedi Oetomo tanggal 17 September
1920 Nomor 44 Tahun IV
Surat Kabar Boedi Oetomo tanggal 11 Juni 1924
Nomor 68 Tahun V
Surat kabar Boedi Oetomo tanggal 4 Oktober 1920
Nomor 53 Tahun I
Surat Kabar Boedi Oetomo tanggal 8 Oktober 1920
Nomor 55 Tahun I
Surat Kabar Boedi Oetomo tanggal 25 Juni 1924
Nomor 74 Tahun V
Surat Kabar Boedi Oetomo tanggal 9 Mei 1924 Nomor
53 Tahun V
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 1 Juni 1916
Lembar Pertjontohan
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 1 Januarai 1918
Nomor 1 Tahun III
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 18 Februari 1918
Nomor 4 Tahun III
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 1 Maret 1918
Nomor 5 Tahun III
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 1 April 1918
Nomor 7 Tahun III
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 1 Juli 1918 Nomor
1 Tahun I
Surat Kabar Soeara Djawa tanggal 16 April 1918
Nomor 8 Tahun III
Anggaran Dasar Organisasi “Budi Utomo” ditetapkan
di Yogyakarta
Verslag Boedi Oetomo Afd. Tebing Tinggi

xiv

Abstrak

Skripsi yang berjudul “Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur
1908-1935” ini adalah sebuah kajian tentang sejarah politik yang berkaitan
dengan faktor etnisitas dalam wilayah karesidenan Sumatera Timur. Metode
penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yakni terdiri
dari heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Dalam tahap heuristik
penulis mengumpulkan data dari buku-buku, surat kabar sezaman, dan arsiparsip masa kolonial. Setelah data terkumpul diverifikasi melalui kritik intern
maupun ektern. Kemudian seluruh data dirangkai hingga membentuk suatu
konstruksi masa lampau. Hingga pada tahap akhir dilakukan penulisan dalam
bentuk skripsi.
Kajian dalam skripsi ini membahas tentang pergerakan Budi Utomo
pada tingkat cabangnya, yakni cabang-cabangnya di Sumatera Timur.
Hadirnya Budi Utomo di Sumatera Timur berkaitan dengan banyak jumlah
orang Jawa yang bermigrasi ke wilayah ini. Sejak awal abad XX, orang Jawa di
Sumatera Timur tumbuh menjadi komunitas etnis terbesar. Sebagian besar dari
orang-orang Jawa di Sumatera Timur adalah kuli-kuli kontrak di perkebunan,
dan sebagian lagi adalah para priyayi Jawa yang bekerja pada pemerintah dan
perusahaan perkebunan. Cabang-cabang Budi Utomo di Sumatera Timur
berdiri di beberapa kota seperti Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Tebingtinggi,
Tanjung Balai, Pangkalan Berandan, Pematang Siantar, dan Galang. Kegiatankegiatan Budi Utomo berkaitan erat dengan upaya memperbaiki penghidupan
kuli-kuli kontrak dan menyejahterakan serta mencerdaskan orang-orang Jawa
di Sumatera Timur. Peran penting kehadiran Budi Utomo adalah sebagai titik
paling awal dari berkembanganya pergerakan politik anti-kolonial di Sumatera
Timur.
Kata kunci: Budi Utomo, Orang Jawa, Sumatera Timur, Politik Pergerakan.

xv

Abstrak

Skripsi yang berjudul “Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur
1908-1935” ini adalah sebuah kajian tentang sejarah politik yang berkaitan
dengan faktor etnisitas dalam wilayah karesidenan Sumatera Timur. Metode
penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yakni terdiri
dari heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Dalam tahap heuristik
penulis mengumpulkan data dari buku-buku, surat kabar sezaman, dan arsiparsip masa kolonial. Setelah data terkumpul diverifikasi melalui kritik intern
maupun ektern. Kemudian seluruh data dirangkai hingga membentuk suatu
konstruksi masa lampau. Hingga pada tahap akhir dilakukan penulisan dalam
bentuk skripsi.
Kajian dalam skripsi ini membahas tentang pergerakan Budi Utomo
pada tingkat cabangnya, yakni cabang-cabangnya di Sumatera Timur.
Hadirnya Budi Utomo di Sumatera Timur berkaitan dengan banyak jumlah
orang Jawa yang bermigrasi ke wilayah ini. Sejak awal abad XX, orang Jawa di
Sumatera Timur tumbuh menjadi komunitas etnis terbesar. Sebagian besar dari
orang-orang Jawa di Sumatera Timur adalah kuli-kuli kontrak di perkebunan,
dan sebagian lagi adalah para priyayi Jawa yang bekerja pada pemerintah dan
perusahaan perkebunan. Cabang-cabang Budi Utomo di Sumatera Timur
berdiri di beberapa kota seperti Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Tebingtinggi,
Tanjung Balai, Pangkalan Berandan, Pematang Siantar, dan Galang. Kegiatankegiatan Budi Utomo berkaitan erat dengan upaya memperbaiki penghidupan
kuli-kuli kontrak dan menyejahterakan serta mencerdaskan orang-orang Jawa
di Sumatera Timur. Peran penting kehadiran Budi Utomo adalah sebagai titik
paling awal dari berkembanganya pergerakan politik anti-kolonial di Sumatera
Timur.
Kata kunci: Budi Utomo, Orang Jawa, Sumatera Timur, Politik Pergerakan.

xv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, Budi Utomo mendapat tempat
yang penting. Hari lahirnya ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional yang
diperingati setiap tahunnya pada 20 Mei.1 Terlepas dari perdebatan tentang peran
Budi utomo dalam membentuk kesadaran nasional bangsa Indonesia, Budi Utomo
adalah organisasi modern nasional yang pertama.2 Lahirnya Budi Utomo pada awal
abad XX merupakan suatu gebrakan yang menandai dimulainya suatu zaman baru.
Kelahirannya disebut dengan istilah “Bangkitnya si cantik molek Insulinde.”3
Dalam sejarahnya, Budi Utomo mengalami perkembangan sesuai dengan
situasi zamannya. Di masa awal didirikan, Budi utomo menyatakan diri sebagai
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan Jawa, namun
kemudian secara samar-samar Budi Utomo memiliki cita-cita politik hingga terlibat
dalam volksraad dan pada akhirnya melebur dalam Partai Indonesia Raya (Parindra)
pada 1935.
Budi Utomo adalah organisasi yang eksklusif dan moderat. Pada kongresnya
yang kedua di Jogjakarta ditetapkan bahwa keanggotaan Budi Utomo terbatas pada
1

Penetapan yang mengandung makna simbolik bahwa lahirnya Budi utomo adalah awal dari
kebangkitan pergerakan politik bumiputera.
2
Merujuk pada pendapat Akira Nagazumi, baca Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme
Indonesia: Budi Utomo 1908-1918 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), hlm. 250-257.
3
Istilah ini mengisyaratkan bahwa kelahiran Budi Utomo merupakan penanda bangkitnya
kesadaran kaum bumi putera untuk memperbaiki nasibnya melalui cara-cara yang modern yang
terilhami oleh pendidikan Barat. Abdurachman Surjomihardjo, Budi Utomo Cabang Betawi (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1980), hlm. 16.

1

orang-orang Jawa saja. Dalam hal ini, orang Jawa yang dimaksud oleh Budi Utomo
adalah elit Jawa, yakni mereka yang merupakan keturunan priyayi ataupun yang telah
berpendidikan barat dan menjadi pejabat bumiputera. Budi Utomo juga bersifat
moderat, yakni dalam pergerakannya tidak menentang tetapi justru mengikuti arus
pemerintah kolonial.
Pusat kegiatan Budi Utomo adalah pada tanah Jawa dan orang-orang Jawa.
Lalu, bagaimana kegiatan Budi Utomo di luar Jawa? Tercatat ada cabang-cabang
yang didirikan di luar Pulau Jawa. Seperti yang tercatat dalam verslag (laporan) Budi
Utomo tahun 1919 terdapat cabang di luar Jawa, yakni cabang Sumatera yang
meliputi wilayah di Sumatera Timur dan Kotaradja (Aceh). Pada verslag 1919, di
Sumatera tercatat ada beberapa cabang Budi Utomo yakni: Lubuk Pakam, Medan,
Binjai, Tebingtinggi, Pematangsiantar, Tanjungbalai, Pangkalan-Brandan.4
Cukup menarik diketahui bahwa telah berdiri cabang-cabang Budi Utomo di
Sumatera Timur. Hal ini berkaitan dengan banyaknya jumlah orang Jawa di Sumatera
Timur pada awal abad XX. Sejak permulaan abad XX, orang Jawa tumbuh menjadi
komunitas etnis terbesar di Sumatera Timur.5 Migrasi orang-orang Jawa dalam
jumlah besar ke Sumatera Timur awal abad XX merupakan dampak dari
berkembangnya kapitalisasi perkebunan.

4

Verslag Budi Utomo 1919:19, dalam Akira, op.cit., hlm. 224.
Berdasarkan sensus tahun 1930, jumlah orang Jawa di Sumatera Timur adalah 42,8% dari
jumlah keseluruhan penduduk Sumatera Timur. Lihat Karl J Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik
Kolonial dan Perjuangan Agraria (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 86.
5

2

Orang Jawa yang berada di Sumatera Timur adalah sebagian besar adalah
tenaga kerja atau yang sering disebut koeli (kuli) di perkebunan. Kedudukan ekonomi
dan sosial orang Jawa di Sumatera Timur ketika itu diistilahkan sebagai “wong cilik”
oleh Usman Pelly.6 Wong Cilik menempati kelas sosial terbawah dalam tatanan
masyarakat kolonial di Sumaetra Timur. Namun ini tidak berarti bahwa semua orang
Jawa yang berada di Sumatera Timur adalah pekerja di perkebunan dan tidak
berpendidikan. Harus diingat bahwa Sumatera Timur ketika itu telah menjadi sebuah
wilayah di luar Jawa yang paling progresif perkembangannya. Kehidupan ekonomi,
sosial, dan politik berdenyut secara cepat di sini. Oleh karena itu, datang pula orangorang Jawa yang berpendidikan ke Sumatera Timur. Mereka adalah pejabat
pemerintahan dan tenaga profesional seperti dokter, guru, pengacara, dan wartawan.7
Golongan orang Jawa yang terakhir inilah yang membawa Budi Utomo sampai ke
tanah Deli, Sumatera Timur.
Di tanah Deli, Sumatera Timur Budi Utomo menghadapi permasalahan pelik
tentang perbaikan nasib orang-orang Jawa. Budi Utomo di Sumatera Timur
dihadapkan dengan politik kapitalis perkebunan. Polemik tentang poenale sanctie
yang merampas kesejahteraan kuli kontrak Jawa membuat Budi Utomo di Sumatera
Timur harus berteriak lebih keras kepada pemerintah kolonial Belanda. Budi Utomo
merupakan organisasi yang pertama menyuarakan pembelaannya terhadap kuli
6

Untuk keterangan lebih lanjut tentang struktur sosial dan ekonomi orang Jawa di Sumatera
Utara. Lihat Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 101.
7
Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya (Medan:
PT. Harian Waspada Medan, 1990), hlm. 132.

3

kontrak.8 Budi utomo juga dihadapkan pada masalah pendidikan orang-orang Jawa
peranakan di tanah Deli, Sumatera Timur. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan
orang Jawa di Sumatera Timur adalah pekerja kontrak yang tidak berpendidikan,
maka Budi Utomo berusaha untuk meperbaiki keadaan tersebut dengan mendirikan
sekolah-sekolah.
Menarik untuk dikaji lebih jauh tentang bagaimana peran Budi Utomo dalam
membangun masyarakat Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX dan
keterlibatan Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur. Studi ini akan
menelusuri dinamika pergerakan Budi Utomo di tanah Deli, Sumatera Timur dalam
rentang periode 1908 -1935. Rentang periode tersebut merupakan masa aktif Budi
Utomo secara resmi sebelum melebur dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Aspek
spasial yang tercakup dalam studi ini adalah Karesidenan Sumatera Timur pada masa
kolonial. Secara tematis, studi ini tergolong dalam studi sejarah etnik-politik, yang
merupakan gerakan politik yang didorong oleh faktor etnisitas.

1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah dinamika pergerakan organisasi
Budi Utomo di Sumatera Timur dalam periode 1908-1935. Untuk membahas
permasalahan dengan lebih mendalam, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan:
1. Bagaimana eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX?
8

Suprayitno, “Jejak Budi Utomo di Tanah Deli Sumatera Timur”, dalam Makna Organisasi
Beodi Oetomo untuk Hari Ini dan Esok, kumpulan makalah seminar tahun 2013, diterbitkan oleh
Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013, hlm. 76.

4

2. Bagaimana perkembangan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur?
3. Bagaimana peran Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting, bukan hanya bagi
peneliti tetapi juga masyarakat umum. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan
tentang:
1. Eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX.
2. Perkembangan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur.
3. Peran Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menambah referensi dan khasanah historiografi tentang kajian
sejarah pergerakan di Sumatera Timur.
2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberi pengetahuan baru
tentang keberadaan dan dinamika pergerakan Budi Utomo di Sumatera
Timur.
3. Aspek praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah merefleksikan
nilai-nilai perjuangan Budi Utomo sebagai upaya pemahaman sejarah dan
penanaman rasa nasionalisme bagi rakyat Indonesia.

1.4 Tinjauan Pustaka
Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur telah disinggung dalam beberapa
tulisan, baik berupa skripsi, disertasi, maupun buku. Namun dalam tulisan-tulisan

5

tersebut menjelaskan hanya sekilas keberadaan Budi Utomo di Sumatera Timur.
Ulasan rinci tentang awal kemunculan Budi Utomo sebagai penanda kebangkitan
nasional Indonesia terdapat dalam karya Akira Nagazumi “Bangkitnya Nasional
Indonesia: Budi Utomo 1908-1918” (1989). Karya Nagazumi ini merupakan karya
yang monumental dan menjadi rujukan utama untuk memahami Budi Utomo dan
perannya terhadap kebangkitan nasional Indonesia. Ulasan yang dicakup di dalamnya
meliput latar belakang berdirinya Budi Utomo dalam kondisi sosial masyarakat Jawa
awal abad XX, perkembangannya di tengah politik kolonial dan masyarakat Jawa
hingga kemudian bertransformasi menjadi kekuatan politik dan terlibat dalam
volksraad. Kajian Nagazumi seluruhnya mencakup perkembangan Budi Utomo di
tingkat pusat. Periode yang dicakupnya juga mencakup masa-masa awal berdirinya
Budi Utomo hingga keterlibatannya dalam volksraad.
Tulisan yang menyinggung keberadaan Budi Utomo di Sumatera Timur
adalah disertasi Michael Van Langenberg “National Revolution in North Sumatera:
Sumatera Timur and Tapanuli 1942-1950” (1976). Dalam disertasi ini disinggung
sekilas tentang keberadaan organisasi-organisasi politik di Sumatera Timur pada abad
XX, termasuk Budi Utomo. Disebutkan bahwa Budi Utomo adalah organisasi yang
pertama kali mendirikan cabanganya di Sumatera Timur. Budi Utomo juga organisasi
yang pertama-tama menyuarakan kritik terhadap sistem poenale sanctie di Sumatera
Timur.
Tulisan berikutnya merupakan sebuah artikel karya Suprayitno yang berjudul
“Jejak Budi Utomo di Tanah Deli Sumatera Timur”. Artikel ini terhimpun dalam

6

Makna Organisasi Boedi Oetomo untuk hari ini dan esok (2013), yang merupakan
kumpulan seminar tahun 2013 dalam rangka memperingati hari kebangkitan nasional
yang ke-105 tahun. Artikel ini merupakan tulisan yang mengungkap eksistensi Budi
Utomo di Sumatera Timur dengan lebih informatif. Namun penjelasan dalam artikel
ini masih terbatas dan hanya mengupas kulit-kulit luar dari Budi Utomo di Sumatera
Timur.

1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang menekankan pada aspek manusia,
temporal, dan spasial. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan metode
sejarah. Metode sejarah yang dimaksud adalah proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.9 Metode sejarah berisi tahapan
yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah tulisan sejarah. Tahapan-tahapan
tersebut adalah heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi.

1.5.1 Heuristik
Tahap pertama adalah heuristik. Secara sederhana heuristik berarti proses
pengumpulan sumber-sumber historis yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam
kaitannya dengan hal ini, peneliti telah melakukan studi arsip dan studi pustaka. Studi
arsip dilakukan dengan mengunjungi Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia di
Jalan Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Studi Arsip dilakukan mengingat

9

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 39.

7

periode eksistensi Budi Utomo adalah pada masa kolonial, sehingga lebih mudah
mencari informasi terkait di Arsip Nasional Republik Indonesia. Di Arsip Nasional,
peneliti merasa kesulitan untuk mengakses arsip-arsip terkait. Hal ini semata-mata
karena keawaman peneliti terhadap penelitian arsip. Kunjungan ke Arsip Nasional
yang dilakukan pada bulan April 2015 adalah pengalaman pertama bagi penulis
mengunjungi dan mencoba mengakses arsip. Kenyataan yang dihadapi peneliti
selama mengakses arsip tidak semudah seperti yang dibayangkan. Pada awal
kunjungan memang ada arahan dari petugas Arsip Nasional Republik Indonesia.
Namun arahan ini lebih bersifat prosedural semata. Sebagai orang yang benar-benar
awam, peneliti merasa kesulitan mengidentifikasi jenis-jenis arsip. Ditambah lagi
arsip-arsip tersebut menggunakan bahasa Belanda. Arsip-arsip yang berada disimpan
di Arsip Nasional keseluruhannya dimasukan ke dalam katalog-katalog. Untuk
mengakses arsip, pengunjung harus mengetahui kira-kira arsip yang diinginkan
berada dalam katalog yang mana.
Beruntungnya, di Arsip Nasional ada daftar inventaris khusus tentang Boedi
Oetomo. Jenis arsip ini adalah Algemeen Rijkarschief, yakni arsip milik kerajaan
Belanda yang disalin untuk kemudian disimpan di Arsip Nasional Republik
Indonesia. Daftar inventaris khusus tersebut tidak hanya terkait Boedi Oetomo tetapi
juga organsiasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Islam dan lain-lainnya.
Dalam daftar inventaris tersebut berkaitan dengan organisasi-organisasi pergerakan,
terutama yang radikal. Organsiasi yang radikal tentu menjadi perhatian dari
pemerintah kolonial Belanda, oleh karena itu catatan tentangnya pasti melimpah.

8

Catatan yang melimpah tentang Boedi Oetomo berkaitan dengan fakta bahwa Budi
Utomo adalah organisasi kebangkitan pribumi yang pertama. Oleh karena itu penting
dimasukan ke dalam catatan surat menyurat antara pemerintah kolonial dan
pemerintah kerajaan Belanda.
Dalam Algemeene Rijksarschief koleksi tentang Boedi Oetomo yang tersedia
terbatas kepada laporan-laporan tentang Boedi Oetomo di tingkat pusat. Untuk
keterangan-keterangan di tingkat cabang tidak ada tercatat dalam koleksi tersebut.
Koleksi yang tersedia diantaranya adalah laporan dari Residen Kedu tentang
terselenggaranya Kongres Budyatama yang pertama di Jogjakarta. Kemudian juga
laporan tentang ulang tahun kesepuluh Boedi Oetomo.
Secara umum, di Arsip Nasional Republik Indonesia, peneliti tidak
menemukan sesuatu yang dapat digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul di
atas dan hal ini semata-mata karena kebingungan peneliti mengakses arsip-arsip
tersebut. Penulis sempat merasa frustasi dengan kenyataan itu, tetapi kemudian
peneliti mengingat bahwa penelusuran tentang pergerakan Budi Utomo dapat
dilakukan melalui surat-surat kabar sezaman. Untuk menelusuri kembali surat kabar
sezaman, peneliti mengunjungi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang
berada di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menggunakan sistem pelayanan
tertutup, oleh karena itu setiap pengunjung diharuskan untuk memiliki kartu anggota
untuk mengakses koleksi-koleksi di perpustakaan. Setelah kartu anggota didapatkan,
maka langkah selanjutnya adalah mengisi bon permintaan koleksi. Dengan

9

menunjukan bon ini kepada petugas maka petugas akan segera menyediakan koleksi
yang dipesan oleh pengunjung. Perpustakaan Nasional terdiri dari 9 lantai, yang
masing-masing lantai menyimpan koleksi tersendiri. Lantai 3 misalnya, menyimpan
buku-buku bacaan umum, sedangkan koleksi audio-visual berada di lantai empat, dan
seterusnya.
Dalam mengakses surat kabar yang diinginkan, peneliti mengunjungi ruang
audio-visual di lantai 4 Perpustakaan Nasional. Di ruang audio-visual koleksi yang
diakses berupa mikrofilm. Pengunjung harus memasang kaset mikrofilm tersebut ke
alat baca. Di ruang audio visual peneliti mengakses surat kabar terbitan Budi Utomo
pusat yakni Orgaan Boedi Oetomo. Surat kabar ini mulai terbit pada tahun 1910,
terbit dalam 3 bahasa yakni Melayu, Belanda, dan Jawa. Namun karena keterbatasan
waktu, nomor-nomor yang berhasil peneliti periksa adalah nomor-nomor pada
periode tahun 1920 hingga 1924. Ada beberapa nomor yang tidak diperiksa berkaitan
dengan keterbatasan peneliti dalam mengakses bahasa Belanda maupun aksara Jawa,
oleh karena itu nomor-nomor dalam bahasa Jawa dan Belanda tidak peneliti periksa.
Dari memeriksa beberapa nomor orgaan Boedi Oetomo, peneliti menemukan
beberapa laporan rapat umum dan laporan-laporan pendek dari Budi Utomo di
Sumatera Timur, terutama dalam tahun ke XI, XII, dan XIV Budi Utomo.
Selain Orgaan Boedi Oetomo, surat kabar lainnya yang berhasil peneliti
himpun adalah surat kabar Soeara Djawa. Surat kabar ini merupakan surat kabar
terbitan Budi Utomo di Sumatera Timur. Terbit dalam periode tahun 1916 hingga
1918, namun koleksi yang tersisa di perpustakaan nasional adalah nomor-nomor dari

10

tahun 1916 dan 1918 saja. Nomor di tahun 1917 tidak dapat diketahui lagi
keberadaanya. Surat kabar ini sangat penting kedudukannya bagi peneliti untuk
menelusuri lebih lanjut kegiatan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur, oleh
karena itu peneliti memutuskan untuk menyalin semua nomor-nomor Soeara Djawa
yang masih tertinggal.
Setelah kembali ke Kota Medan, peneliti tetap meneruskan upaya
pengumpulan sumber. Peneliti merasa sangat terbantu dengan hadirnya Taman Baca
Masyarakat milik Tengku Lukman Sinar di Jalan Abdullah Lubis, Medan. Di TBM
ini penulis menemukan banyak salinan arsip-arsip berkaitan dengan Sumatera Timur.
Diantaranya adalah MvO (Memorie van Overgave) atau laporan serah terima jabatan
controluer-controleur di Sumatera Timur. Juga ditemukan politiek verslag dari tahun
1930-an. Di TBM tersebut juga terdapat kroniek tahunan tentang Sumatera Timur.
Dalam kroniek tersebut didapatkan keterangan-keterangan yang lengkap tentang
Sumatera Timur, mulai dari kehidupan politik, sosial, kemasyarakatan, bahkan
olahraga. Selain koleksi arsip, Taman Baca ini juga banyak memiliki koleksi buku
tentang sejarah Sumatera Timur.

1.5.2 Kritik
Setelah mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap yang
selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang telah

11

diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya.10 Oleh karena itu
perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik eksteren mencakup
seleksi dokumen. Apakah dokumen tersebut perlu digunakan atau tidak dalam
penelitian. Kemudian juga menyoroti tampilan fisik dokumen, mulai dari ejaan yang
digunakan, jenis kertas, stempel, atau apakah dokumen tersebut telah dirubah atau
masih orisinil.

1.5.3 Intepretasi
Tahap selanjutnya adalah intepretasi. Intepretasi merupakan penafsiranpenafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan
melakukan analisa dan sintesa. Analisa berarti menguraikan. Dari proses analisa akan
diperoleh fakta-fakta. Kemudian data-data yang telah diperoleh disintesakan sehingga
mendapat sebuah kesimpulan.11

1.5.4 Historiografi
Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi
merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan
kritis-analitis. Penulisan tersebut akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang
berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

10

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),

hlm. 99.
11

Ibid., hlm. 100.

12

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi ke dalam Lima bab. Bab
pertama adalah pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang masalah,
rumusan permasalahan, tujuan, manfaat, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas bagaimana eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur
pada masa kolonial. Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dari bagaimana
transformasi wilayah Pantai Timur Sumatera dari wilayah pinggiran yang tidak
diperhitungkan menjadi “het Dollar-land” atau tanah dolar di Hindia Belanda.
Kemudian pada bab ini juga akan membahas bagaimana perkembangan ekonomi
kapitalis perkebunan membawa dampak besar terhadap struktur sosial serta
komposisi demografis di Sumatera Timur pada awal abad XX. Pembahasan tentang
orang Jawa di Sumatera Timur dalam bab ini merupakan hal yang penting, mengingat
Budi Utomo adalah organisasi yang memusatkan perhatiannya pada orang-orang
Jawa .
Bab ketiga menjelaskan bagaimana dinamika dan pergerakan Budi Utomo,
khususnya pada cabang-cabangnya di Sumatera Timur. Pembahasan diawali dari
bagaimana proses kelahiran serta perkembangan Budi Utomo sebagai sebuah organisasi

modern yang pertama. Kemudian dijelaskan bagaimana perkembangan cabangcabang Budi Utomo di Sumatera Timur. Dijelaskan pula dinamika keorganisasian
serta kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan Budi Utomo dalam rangka
membangun masyarakat Jawa di Sumatera Timur.

13

Bab keempat membahas tentang bagaimana peranan Budi Utomo dalam
politik pergerakan di Sumatera Timur. Pembahasan dimulai dari penjabaran tentang
makna pergerakan. Selanjutnya dijelaskan tentang latar belakang dunia pergerakan di
Sumatera Timur. Kemudian dibahas tentang apa-apa saja yang telah dilakukan Budi
Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur. Pada bagian akhir bab ini
dibahas seputar perdebatan tentang Budi Utomo. Bab lima dalam skripsi ini berisi
kesimpulan.

14

BAB II
ORANG JAWA DI SUMATERA TIMUR PADA AWAL ABAD XX

2.1 Sumatera Timur Awal Abad XX
Titik balik sejarah wilayah Pesisir Timur Sumatera (selanjutnya disebut
Sumatera Timur)1 ditandai dengan dimulainya kegiatan ekonomi perkebunan
kapitalis oleh J. Neinhuys dan para perintis lainnya pada pertengahan abad XIX.
Ekonomi kapitalis perkebunan mengubah secara drastis wajah Sumatera Timur.
Bermula dari wilayah yang belum tersentuh dengan topografi hutandan rawarawa2bertransformasi menjadi wilayah bernuansa modern dengan infrastruktur yang
memadai dan kosmopolit.
Pemerintah kolonial Belanda yang berpusat di Batavia sejak 1840 mulai
meningkatkan kegiatan ekspansi dan aneksasi wilayah-wilayah di luar Jawa. Ada
beberapa faktor yang mendorong hal ini. Pertama adalah pertimbangan ekonomis.
Penguasaan Belanda atas wilayah-wilayah di luar Jawa bertujuan untuk melindungi
jaringan perdagangan antarpulau dan juga untuk upaya eksploitasi. Kedua adalah
ketika persaingan antarbangsa Eropa untuk memperoleh daerah-daerah jajahan
sedang dalam puncaknya. Pemerintah kolonial Belanda merasa wajib membulatkan

1

Sumatera Timur yang dimaksud dalam tulisan ini adalah wilayah Residentie van Sumatera’s
Oostkust, yang sekarang menjadi bagian dari provinsi Sumatera Utara.
2
Sumatera Timur, terletak antara Selat Malaka dan Pantai Timur Danau Toba, terdiri dari tiga
bagian: daratan rendah, pegunungan dan dataran-dataran tinggi Karo dan Simalungun. Untuk
penjelasan tentang geografis dan topografis Sumatera Timur, lihat Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan
Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria (Jakarta: Sinar Harapan, 1985) hlm. 31-50.

15

kekuasaan mereka di daerah-daearah luar Jawa untuk mencegah masuknya kekuatan
barat lain di sana, termasuk wilayah-wilayah yang pada mulanya tidak diminati.3
Berkaitan dengan hal itu, aneksasi wilayah Sumatera Timur merupakan efek
dari ketakutan Belanda terhadap aktivitas Inggris yang semakin meningkat di wilayah
Sumatera. Untuk menghindari konflik antara Inggris dan Belanda di Sumatera maka
dibuat perjanjian London pada 1824. Perjanjian London menempatkan Belanda
berkuasa atas Sumatera, kecuali Aceh4 dan Inggris berkuasa atas Semenanjung
Melayu. Meskipun Traktat London sudah dengan jelas menyebutkan wilayah
kekuasaan Belanda dan Inggris, namun karena pertimbangan keuntungan ekonomi
masing-masing pihak masih terus secara diam-diam melanjutkan kegiatan mereka.5
Inggris kemudian mendekati Aceh dan Belanda mendekati Siak. Dengan demikian,
wilayah Sumatera Timur menjadi wilayah penyangga bagi infiltrasi Inggris dan
Belanda di Sumatera. Namun kemudian dalam kenyataannya terjadi tumpang tindih
klaim terhadap wilayah Sumatera Timur. Aceh6 dan Siak sama-sama mengakui
Sumatera Timur sebagai daerah vasalnya.

3

M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: Serambi, 2010), hlm. 289.
Ketika itu Aceh adalah negara merdeka yang tumbuh sebagai kekuaatan perdagangan dan
politik. Pada tahun 1820-an, daerah ini menghasilkan lebih dari separuh pemasokan lada dunia.
Berkembangnya produksi lada menjadi sumber kekayaan yang mandiri bagi Aceh. Dikabarkan pada
tahun 1852, seorang utusan Aceh telah diterima oleh kaisar Perancis, Napoleon III. Diketahui pula
pada tahun 1869 bahwa pihak Aceh telah meminta perlindungan kepada pemerintah Turki. Aceh
dibiarkan merdeka oleh Belanda untuk menghindari keterlibatan Inggris lebih jauh di Aceh. Lihat,
ibid., hlm. 316-317.
5
Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, (Medan: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit), hlm. 181-182.
6
Pada tahun 1854, Tuanku Ibrahim mengirim ekspedisi militer ke pesisir timur Sumatera
bagian utara untuk memaksakan kekuasaanya di Langkat, Deli, dan Serdang. Kerajaan-kerajaan
tersebut kemudian menjadi pelabuhan-pelabuhan lada di bawah yuridiksi Aceh. Lihat M.C Ricklefs,
op.cit., hlm. 316-317.
4

16

Pada tahun 1857, perundingan pemerintah kolonial Belanda dengan Siak
dimulai kembali dan menghasilkan suatu perjanjian yang menetapkan Siak sebagai
bagian dari kekuasaan Belanda. Pasal kedua dari perjanjian ini menetapkan wilayah
Sumatera Timur yang meliputi perbatasan utara mencapai Alas dan Langkat adalah
vasal jajahan Siak, sehingga turut tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda.7
Perjanjian Siak antara Belanda dan Kesultanan Siak adalah bentuk pengingkaran
terhadap kesepakatan Inggris dan Belanda dalam perjanjian London yang mengakui
kemerdekaan Aceh. Perjanjian Siak mempunyai dampak besar terhadap gerak maju
ekspansi dan aneksasi wilayah di utara Sumatera. Perjanjian tersebut mengisyaratkan
hilangnya pengaruh Aceh atas kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Melalui
ekspedisi militer, Belanda berhasil memaksa kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur
untuk tunduk kepada Belanda.8
Wilayah Sumatera Timur merupakan kediaman tiga etnik asli yakni Melayu,
Simalungun, dan Karo.9 Etnik Melayu dan Simalungun telah memiliki sistem
pemerintahan kerajaan tradisional. Kerajaan-kerajaan yang berlandaskan pada budaya
Melayu adalah Deli, Serdang, Asahan, Langkat, Kualuh, Bilah, Panai, Kota Pinang,
7

Ibid.,hlm. 317.
Dalam upaya menganeksasi kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur, Pemerintah kolonial dua
kali mengirimkan ekspedisi militer. Ekspedisi militer yang pertama dilakukan pada 2 Agustus 1862 di
bawah pimpinan Residen Netscher. Pada ekspedisi militer yang pertama ini umumnya kerajaankerajaan di Sumatera Timur mengaku di bawah kekuasaan Aceh. Namun Deli dan Langkat telah
menandatangani pernyataan tunduk di bawah Siak dan Kerajaan Belanda. Kerajaan Serdang dan
Asahan enggan mengaku tunduk di bawah Siak dan mengakui bahwa Aceh adalah pelindungnya. Oleh
karena itu dilakukan ekspedisi militer yang kedua pada tahun 1865. Ekspedisi militer ini berangkat
dengan Besluit Gubernur Jendral No. 1 tanggal 25-08-1865 dinamai “ Expeditie Tegen Serdang en
Asahan”. Melalui ekspedisi militer ini kerajaan Serdang dan Asahan tunduk di bawah Siak dan Hindia
Belanda. Lihat. Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, op. cit., hlm. 186-204.
9
Karl J. Pelzer, op. cit., hlm. 17-18.
8

17

Indrapura, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh, Suku Busai, Kepenuhan, Rambah,
Kuntur Dar Es Salam dan Senggigi, Lima Urung Deli, Sinembah, Sunggal, Pertjout
dan Hamparan Perak. Di kawasan Dataran Tinggi Simalungun terdapat Kerajaan
Dolok Silau, Silimakuta, Purba, Raya, Pane, Siantar, dan Tanah Jawa. Sedangkan di
Tanah Karo terdapat Sibayak-sibayak yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi
kerajaan. Sibayak-sibayak tersebut adalah Sibayak Kutabuluh, Sarinembah, Lingga,
Suka, dan Barus Jahe.10
Terhadap kerajaan-kerajaan yang dianggap cukup besar di Sumatera Timur,
Belanda mengikatnya dengan contract politiek (kontrak politik). Kerajaan-kerajaan
yang dipaksa Belanda untuk menandatangai kontrak politik pada tahun 1907 yakni
Siak,

Langkat,

Deli,

Serdang,

Kualuh,

Pelalawan

(Kampar)

serta

Riau-

Lingga.11Politik kontrak pada dasarnya mendatangkan keuntungan pada kedua belah
pihak. Bagi pihak kerajaan, politik kontrak mengizinkan berjalannya pemerintahan
yang bersifat otonomi dan menjalankan kekuasaan hukum berdasarkan bentuk
aristokrasi Melayu sepenuhnya dan memiliki tanggung jawab penuh terhadap
berbagai bidang, termasuk tanah.12Kebijakan dalam politik kontrak ini pada dasarnya
diterapkan pada seluruh wilayah di Hindia Belanda. Dalam memerintah Hindia
Belanda pemerintah kolonial menerapakan sistem pemerintahan tidak langsung, yakni
memanfaatkan kaum bangsawan untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah
10

Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Yayasan Untuk
Indonesia, 2001), hlm. 18.
11
TuankuLuckman Sinar Basarshah II. op. cit., hlm. 252-253.
12
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985), hlm. 87-88.

18

kolonial. Hal ini merupakan cara yang efektif untuk memerintah rakyat Hindia
Belanda yang memiliki sistem sosial yang seringkali rumit.
Pada dasarnya kolonisasi di pesisir Sumatera Timur dimulai oleh para kapitalis
swasta Eropa dan Amerika, kemudian disusul masuknya pemerintah kolonial yang
diikuti dengan campur tangan misionaris.13 Bagi pemodal swasta asing, daya tarik
utama dari Sumatera Timur ketika itu adalah tembakau. Tembakau yang dihasilkan di
Sumatera Timur sangat berkualitas dan diminati di pasaran Eropa dan Amerika.
Jacobous Neinhuys adalah perintis perkebunan tembakau di Sumatera Timur. Ia
datang ke Sumatera Timur pada tahun 1863 dan memulai sejarah baru bagi wilayah
ini. Uji coba, tantangan, serta kegagalannya mengembangkan perkebunan tembakau
berbuah hasil yang sepadan, bahkan lebih.
Keberhasilan Neinhuys kemudian menarik lebih banyak pengusaha asing untuk
menanamkan modalnya di Sumatera Timur. Dalam kurun waktu dari 1864-1890,
onderneming yang sedang beroperasi di Sumatera Timur telah berjumlah 120 yang
tersebar di Deli, Serdang, dan Langkat.14Lagi pula, Sumatera Timur ketika itu dibuka
selebar-lebarnya bagi para pemodal asing. Sultan