LKP : Membuat Alat Pengukur Tinggi Badan Berbasis Microcontroller pada RS Grhasia Yogyakarta.
RS GRHASIA YOGYAKARTA
KERJA PRAKTEK
Disusun Oleh :
Rengga Khrismadianto
(08.41020.0081)
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER
SURABAYA
(2)
ii
Alat ukur tinggi badan manusia merupakan alat yang berfungsi untuk mengetahui tinggi manusia. Alat tinggi badan yang digunakan oleh manusia kebanyakan masih menggunakan alat ukur tinggi badan analog, tetapi tidak menggunakan sistem penginformasian tinggi badan manusia dalam bentuk digital.
Perencanaan alat ukur tinggi badan manusia dengan output LCD ini menggunakan unit kontrol sistem (ATmega8), unit pendeteksi tinggi badan manusia (sensor ultrasonic SRF05), unit pengkonversi analog ke digital (ADC), dan unit penginformasi huruf atau angka (LCD). Sistem ini bekerja pada saat sensor pendeteksi tinggi mendeteksi obyek maka akan menyebabkan sensor ultrasonic terjadi perubahan reristansi. Keluaran dari sensor akan dikonversi oleh ADC. Output ADC akan diproses oleh Mikrokontroller dan keluaran akhirnya akan ditampilkan pada LCD.
Pengujian pada unit pendeteksi tinggi badan manusia (sensor ultrasonic SRF05), sensor dapat berfungsi dengan baik. Pengujian pada unit pengubah sinyal analog ke digital (ADC) mampu mengubah masukkan dari sensor menjadi keluaran biner. LCD mampu menampilkan data hasil pengukuran dari sensor berupa ukuran tinggi badan manusia. Operasi keseluruhan alat bekerja sesuai dengan perencanaan walaupun ada sedikit kesalahan pada saat pengukuran tinggi badan kurang lebih selisih 0.097cm dengan alat ukur tinggi badan manusia yang sudah ada.
(3)
iii
(4)
vi
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAKSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah...2
1.3 Batasan Masalah...2
1.4 Tujuan...2
1.5 Kontribusi...3
1.6 Sistematika Penulisan...3
BAB II GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA 2.1 Sejarah Berdirinya RSJ.GRHASIA...………...6
2.1.1 Pelayanan DI RSJ.GRHASIA...6
2.1.2 Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa... 8
2.2 Visi………...14
2.3 Misi...14
BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 Microcontroller ATmega8………...15
(5)
vii
3.2 Sensor ultrasonic SRF05...19
3.3 LCD (16x2)...20
3.3.1 Pin-Pin Konfigurasi LCD 16x2...21
BAB IV RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR TINGGI BADAN MANUSIA MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER 4.1 Minimum System ATmega8...22
4.5 Kebutuhan system...25
4.5 Sistem Kerja Alat...26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tujuan……...34
5.2 Alat yang Digunakan………...34
5.3 Prosedur Pengukuran………...34
5.4 Hasil pengukuran…..………...35
5.2 Pembahasan………..………...36
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan……….37
6.1 Saran……..……….37
DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(6)
1
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya merupakan salah satu lembaga pendidikan yang melahirkan lulusan-lulusan muda yang berpola pikir akademik bertindak profesional dan berakhlak. Selain itu juga berupaya melaksanakan program-program pendidikan yang bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak saja memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi juga mampu mempraktekkan serta mengembangkannya baik di dunia pendidikan maupun di dunia industri. Dengan mengikuti Kerja Praktek ini diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan nilai tambahan terhadap materi kuliah yang telah diberikan serta dapat menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang dunia kerja sekaligus mendapatkan pengalaman kerja secara nyata di perusahaan/instansi dan bekerja sama dengan orang lain dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda. Sekaligus mencoba menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dalam kuliah.
RS GRHASIA Yogyakarta adalah Rumah Sakit yang berada di Yogyakarta yang memberikan pelayanana kesehatan untuk masyarakat. Rumah sakit tersebut banyak melakukan pelayanan kesehatan yang masih dilakukan secara manual salah satunya adalah pengukuran tinggi badan. Pengukuran tinggi badan di sana masih menggunakan penggaris berukuran 200cm dan masih menggunakan bantuan manusia untuk melakukan pengukuran tinggi badan tersebut. Karena
(7)
mengukur tinggi badan dengan menggunakan penggaris itu membutuhkan bayak kegiatan dari seorang manusia. Apabila pengukuran tersebut di lakukan dengan alat pengukur tinggi badan berbasis microcontroll, maka kegiatan yang dilakukan oleh manusia akan berkurang atau tergantikan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu: Bagaimana membuat dan merancang alat pengukur tinggi badan berbasis microcontroller.
1.3 Batasan Masalah
1. Microcontroller yang digunakan adalah ATmega8 2. Sensor yang digunakan adalah sensor ultrasonic SRF05 3. Menggunakan LCD untuk display atau output-nya
4. Alat yang dibuat hanya berfungsi untuk mengukur tinggi manusia dengan
range 100cm – 200cm
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari Kerja Praktek yang dilaksanakan mahasiswa di perusahaan maupun di instansi pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengalaman kerja kepada mahasiswa agar lebih siap dalam menghadapi tantangan yang ada pada dunia kerja secara langsung khususnya bidang Sistem Komputer.
2. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai hal-hal yang belum di dapat pada bangku perkuliahan khususnya dalam dunia kerja.
(8)
3. Mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktikkan secara langsung teori yang telah didapat di bangku perkuliahan pada saat melaksanakan Kerja Praktek di bidang microcontroller.
4. Mahasiswa dapat belajar bersikap dan berperilaku dalam lingkungan kerja sesuai dengan kode etik yang berlaku di perusahaan tersebut.
5. Mahasiswa dapat melihat serta merasakan kondisi dan keadaan real yang ada pada dunia kerja sehingga mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi.
Sedangkan tujuan khusus dari Kerja Praktek ini adalah memberikan solusi permasalahan pada RS GRHASIA dalam melakukan pengukuran tinggi badan manusia. Karena pada RS GRHASIA dalam melakukan pengukuran tinggi badan manusia masih di lakukan dengan bantuan manusia, dan masih menggunakan penggaris yang berukuran 200cm dalam melakukan pengukuran.
1.5 Kontribusi
Adapun kontribusi dari Kerja Praktek terhadap RS GRHASIA Yogyakarta adalah memberikan solusi permasalahan yang ada pada RS
GRHASIA, khususnya dalam pengukuran tinggi badan manusia, yang semula
dilakukan dengan bantuan manusia bisa dilakukan dengan alat yang di buat dengan maksud untuk mengurangi kegiatan yang di lakukan oleh manusia, yaitu dengan membuat alat pengukur tinggi badan manusia.
1.6 Sistematika Penulisan
(9)
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, kontribusi serta sistematika penulisan dalam penyusunan laporan Kerja Praktek.
BAB II: GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA
Bab ini berisi sejarah, visi, misi, dan kebijakan mutu RS GRHASIA sebagai tempat Kerja Praktek.
BAB III: TEORI PENUNJANG
Pada bab landasan teori ini menjelaskan tentang fungsi microcontroller ATmega8, cara menggunakan chip ATmega8, Sensor SRF05, LCD ( 16x2 ).
BAB IV: METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang skema rangkaian alat yang akan dibuat, menjelaskan system kerja pada alat pengukur tinggi badan manusia, serta cara menggunakan program CVAVR.
.
BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang proses serta setting alat, dan menampilkan hasil yang telah dikerjakan.
(10)
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan Kerja Praktek yang membahas tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil dari Kerja Praktek serta saran disesuaikan dengan hasil dan pembahasan pada bab-bab yang sebelumnya.
(11)
6
BAB II
GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA
2.1 Sejarah Berdirinya RSJ.GRHASIA
Rumah Sakit GRHASIA Berdiri tahun 1938, sekitar 70 tahun yang lalu. Pertama kali belum dijadikan sebagai rumah sakit jiwa seperti sekarang, dan belum dinamakan GRHASIA, namun hanya berupa rumah tempat penampungan orang-orang yang menderita gangguan jiwa. Selain di Yogyakarta, tempat penampungan penderita gangguan jiwa juga didirikan di daerah-daerah yang mayoritas berhawa dingin. Disebabkan di setiap penampungan masih menggunakan sistem terapi tradisional yang hanya berupa hydroterapy (penderita di guyur air dari kepala hingga ke seluruh tubuh, dan suasana dingin sengaja
digunakan sebagai ’pendingin’ jiwa alami).
Pertengahan tahun 1960, tempat penampungan penderita gangguan jiwa dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Lali Jiwa (dalam bahasa Jawa- apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Sakit Orang yang Lupa akan Jiwanya). Konotasi yang negatif tersebut memberikan inisiatif Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menggantinya pada tahun 1992. Rumah Sakit ini pernah mengikuti perlombaan se-Asia. Maka dari itu dinamakan GRH Asia (GRH- Graha Tumbuh Kembang Laras Jiwa) yang disingkat menjadi GRHASIA.
2.1.1 Pelayanan DI RSJ.GRHASIA
Selain menangani penderita gangguan jiwa, RS GRHASIA juga mendirikan pelayana-pelayanan lain, yaitu penyakit dalam, saraf, kulit, sebagai
(12)
penunjang kesembuhan pasien. Seperti telah diketahui bersama, seorang penderita gangguan jiwa akan kehilangan kemampuan motoriknya, sehingga sekedar menjaga kebersihan diripun mereka memerlukan bantuan. Tak jarang berbagai penyakit kulit diderita pula oleh penderita. Sedangkan layanan lain meliputi : 1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap 3. Instalasi Rawat Intensif 4. Rehabilitasi Mental 5. Kagawat Darurat
6. Rehab Medik Penyalahgunaan NAPZA 7. Poli Tumbuh Kembang Anak
8. Klinik Psikologi
9. Laboratorium Klinik sebagai penunjang
Pasien di RS GRHASIA juga diberikan Ocupational Therapy. Diharapkan pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat setelah sembuh dari gangguannya dengan kemampuan bekerja yang dimilikinya. Sebagian pasien yang sekiranya sudah sedikit normal, diajarkan membuat telur asin (bagi pasien wanita) dan membuat kerajian kayu dan membuat batu bata (bagi pasien pria) tentunya tetap dengan pengawasan yang ketat.
2.1.2 Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa
Pada beberapa jenis gangguan jiwa (misalnya gangguan mental organik) terdapat berbagai tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa gangguan lainnya (seperti gangguan cemas) hanya terdapat tanda dan gejala yang sangat
(13)
terbatas. Atas dasar ini, dilakukan suatu penyusunan urutan blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu gangguan yang terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin memiliki ciri-ciri dari gangguan yang terletak dari hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapatnya hubungan hierarki ini memungkinkan untuk penyajian diagnosis banding dari berbagai jenis gejala utama.
Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III : I. Gangguan Mental Organik dan Simptomatik (F00-F09) Gangguan Mental
dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif (F10-F19).
Ciri khas : etiologi organik / fisik jelas, primer / sekunder.
II. Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham (F20-F29). Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organic tidak jelas.
III. Gangguan Suasana Perasaan (Mood / Afektif) (F30-F39).
Ciri khas : gangguan afek (psikotik non psikotik).
IV. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan Gangguan Stress (F40-F48).
Ciri khas : gejala non psikotik, gejala non organik.
V. Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologisa dan faktor fisik (F50-F59).
Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organic. VI. Gangguan Kepribadian dan Gangguan Masa Dewasa (F60-F69). Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non organik.
VII. Retardasi Mental (F70-F79).
(14)
VIII. Gangguan Perkembangan Psikologis (F80-F89).
Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.
IX. Gejala Perilaku dan Emosional dengan Onset Masa Kanak dan Remaja (F90-F98).
Ciri khas : gejala perilaku / emosional, onset masa kanak. X. Kondisi Lain yang menjadi fokus perhatian klinis (Kode Z). Ciri khas : tidak tergolong gangguan jiwa.
2.1.4 Diagnosis Multiaksial
Aksis I : 1. Gangguan klinis.
2. Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis. Aksis II : 1. Gangguan Kepribadian.
2. Retardasi Mental. Aksis III : Kondisi Medik Umum.
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global.
Catatan :
1. Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologi atau patogenesis.
2. Hubungan antara ’Aksis I-II-III dan Aksis IV’ dapat timbal balik saling mempengaruhi.
(15)
1. Mencakup informasi yang komperhensif (Gangguan Jiwa, Kondisi Medik Umum, Masalah Psikososial, dan Lingkungan, Taraf Fungsi Secara Global) sehingga dapat membantu dalam :
a. Perencanaan terapi.
b. Meramalkan ‘outcome’ atau prognosis .
2. Format yang mudah dan sistemati, sehingga dapat membantu dalam : a. menata dan mengkomunikasikan informasi klinis.
b. menangkap kompleksitas situasi klinis.
c. menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama.
3. Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan, dan penelitian.
AKSIS I
F00-F09 : Gangguan Mental Organik (+Simtomatik). F10-F19 : Gangguan Mental dan Perilaku – Zat Psikoaktif.
F20-F29 : Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham. F30-F39 : Gangguan suasana serasaan (Mood / Afektif).
F40-F48 : Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan gangguan stress. F50-F59 : Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologis dan
faktor fisik.
F62-F68 : Perubahan kepribadian non-organik, Gangguan Impuls Seks. F80-F89 : Gangguan perkembangan Psikologis
F90-F98 : Gejala perilaku dan emosional dengan Onset masa kanak dan remaja.
(16)
F99 : Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan) kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
Z 03.2 : Tidak ada diagnosis Aksis I R.69 : Diagnosis Aksis I tertunda
AKSIS II
F60 : Gangguan kepribadian khas F60.0 : Gangguan kepribadian paranoid F60.1 : Gangguan kepribadian skizoid F60.2 : Gangguan kepribadian dissosial
F60.3 : Gangguan kepribadian emosional tidak stabil F60.4 : Gangguan kepribadian histrionik
F60.5 : Gangguan kepribadian anankastik
F60.6 : Gangguan kepribadian cemas (menghindar) F60.7 : Gangguan kepribadian dependen
F60.8 : Gangguan kepribadian khas lainnya F60.9 : Gangguan kepribadian YTT
F61.0 : Gangguan kepribadian campuran dan lainnya F61.1 : Gangguan kepribadian campuran
F61.2 : Perubahan kepribdaian yang bermasalah F70-F79 : Retardasi mental
Z 03.2 : Tidak ada diagnosis Aksis II R 46.8 : Diagnosis Aksis II tertunda
(17)
AKSIS III
Bab I A00-B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu Bab II C00-D48 Neoplasma
Bab IV E00-G90 Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik Bab VI G00-G99 Penyakit susunan saraf
Bab VII H00-H59 Penyakit mata dan adneksa
Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga dan proses mastoid Bab IX I00-I99 Penyakit system sirkulasi
Bab X J00-J99 Penyakit system pernapasan Bab XI K00-K93 Penyakit system pencernaan
Bab XII L00-L99 Penyakit kulit dan jaringan subkutan
Bab XIII M00-M99 Penyakit system musculoskeletal dan jaringan ikat Bab XIV N00-N99 Penyakit system genitourinaria
Bab XV O00-O99 Kehamilan, Kelahiran anak dan masa nifas Bab XVII Q00-Q99 Malformasi congenital, deformasi
Bab XVIII R00-R99 Gejala, tanda dan temuan klinis laboratorium Bab XIX S00-S98 Cidera, keracunan dan akibat kausa ekst Bab XX V01-Y98 Kausa eksternal dari morb dan mortalitas
Bab XXI Z00-Z99 Faktor, status kesehatan dan pelayanan kesehatan.
AKSIS IV
1. Masalah dengan ‘primary support group’ (keluarga) 2. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
(18)
4. Masalah pekerjaan 5. Masalah perumahan 6. Masalah ekonomi
7. Masalah akses ke pelayanan kesehatan 8. Masalah berkaitan dengan hokum / kriminal 9. Masalah psikososial dan lingkungan lain
AKSIS V
Global assesment of functioning (GAF) Scale :
100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak Tertanggulangi
90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa
80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social, pekerjaan, sekolah dan lain-lain
70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
60-51 : gejala sedang (moderate), disability sedang 50-41 : gejala berat (serious), disability berat
40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua bidang
(19)
20-11 : bahaya menciderai diri / orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri
10-01 : seperti di atas, persisten dan lebih serius
2.2 Visi
Menjadi Rumah Sakit badan layanan umum daerah unggulan khusu pelayanan psikiatri dan Napza di DIY dan Jawa Tengah pada Tahun 2013.
2.3 Misi
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa melalui Tri upaya bina jiwa dan pelayanan rehabilitasi medis NAPZA
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan spesialistik lain yang terkait dengan kesehatan jiwa.
3. Meningkatkan kualitas SDM.
4. Mewujudkan peningkatan pelayanan administrasi dan kesekretariatan yang efisien dan efektif.
5. Mewujudkan peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit.
2.4 Kebijakan Mutu RS GRHASIA
Menjadikan pusat pelayanan kesehatan jiwa yang prima dengan mengutamakan kepuasan pelanggan melalui sasaran mutu yang terukur dan disempurnakan secara berkelanjutan berdasarkan standar profesi dan standar Rumah Sakit serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(20)
15 3.1. Microcontroller ATmega8
Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di
dalamnya terkandung sebuah inti proccesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Dalam rangkaian ini kami menggunakan Microcontroller ATmega8 karena pada rangkaian ini kami tidak membutuhkan port yang banyak. Microcontroller ATmega8 juga bisa berfungsi dalam berbagai macam program aplikasi (misalnya pengolah kata, pengolah angka, dan lain sebagainya).
Microcontroller tidak digunakan untuk satu aplikasi tertentu saja. Perbedaan
lain microcontroller ATmega8 dengan MCS-51 terletak pada perbandingan RAM dan ROM-nya. Pada sistem komputer perbandingan RAM dan ROM-nya besar, artinya program-program pengguna disimpan dalam ruang RAM yang relatif besar. Sedangkan pada microcontroller, perbandingan ROM dan RAM-nya yang besar artinya program control disimpan dalam ROM yang ukurannya relatif lebih besar, sedangkan RAM digunakan sebagai tempat penyimpanan sederhana sementara, termasuk register-register yang digunakan pada microcontroller yang bersangkutan.
Microcontroller ATmega8 merupakan salah satu keluarga dari MCS-51 keluaran
Atmel. Jenis microcontroller ini pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengolah data per bit ataupun data 8 bit secara bersamaan. Pada prinsipnya program pada
microcontroller dijalankan bertahap, jadi pada program itu sendiri terdapat beberapa
(21)
Beberapa fasilitas yang dimiliki oleh microcontroller ATmega8 adalah sebagai berikut :
1. Saluran I/O sebanyak 23 buah terbagi menjadi 3 port
2. ADC sebanyak 6 saluran dengan 4 saluran 10 bit dan 2 saluran 8 bit 3. Tiga buah timer counter, dua diantaranya memiliki fasilitas pembanding. 4. CPU dengan 32 buah register.
5. EEPROM sebesar 512 byte.
6. Empat buah programable port I/O yang masing-masing terdiri dari delapan buah jalur I/O
7. Memori flash sebesar 8K bites system Self-progamable Flash
8. Kemampuan untuk melaksanakan operasi aritmatika dan operasi logika
9. Kecepatan dalam melaksanakan instruksi per siklus 1 mikrodetik pada frekuensi 16 MHz.
3.1.1. Pin-Pin pada Microcontroller ATmega8
Deskripsi pin-pin pada microcontroller ATmega8 :
(22)
VCC
Suplai tegangan digital. Besarnya tegangan berkisar antara 4,5 – 5,5V untuk ATmega8 dan 2,7 – 5,5V untuk ATmega8L.
GND
Ground Referensi nol suplai tegangan digital.
PORTB (PB7..PB0)
PORTB adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull-up internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya diaktifkan. Pin-pin PORTB akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.
PORTC (PC5..PC0)
PORTC adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 7-bit dengan resistor pull-up internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya diaktifkan. Pin-pin PORTC akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.
PC6/RESET
Jika Fuse RST diprogram, maka PC6 berfungsi sebagai pin I/O akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda dengan PC5..PC0. Jika Fuse RSTDISBL tidak diprogram, maka PC6 berfungsi sebagai masukan Reset. Sinyal LOW pada pin ini dengan lebar
(23)
minimum 1,5 micro second akan membawa microcontroller ke kondisi Reset, meskipun clock tidak running.
PORTD (PD7..PD0)
PORTD adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull-up internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya diaktifkan. Pin-pin PORTD akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.
RESET
Pin masukan Reset. Sinyal LOW pada pin ini dengan lebar minimum system 1,5
micro second akan membawa microcontroller ke kondisi Reset, meskipun clock tidak running. Sinyal dengan lebar kurang dari 1,5 mikrodetik tidak menjamin terjadinya
kondisi Reset.
AVCC
AVCC adalah pin suplai tegangan untuk ADC, PC3..PC0, dan ADC7..ADC6. Pin ini harus dihubungkan dengan VCC, meskipun ADC tidak digunakan. Jika ADC digunakan, VCC harus dihubungkan ke AVCC melalui low-pass filter untuk mengurangi noise.
AREF
Pin Analog Reference untuk ADC.
ADC7..ADC6
(24)
dirancang untuk mengubah sinyal-sinyal analog menjadi sinyal – sinyal digital. Agar dapat diproses secara digital oleh minimum system.Sumber (ATMEL,2011)
3.2 Sensor ultrasonic SRF05
Gambar 3.2 SRF05 (Anonim,2012)
SRF05 merupakan langkah evolusioner dari SRF04, dan telah dirancang untuk meningkatkan fleksibilitas, meningkatkan jangkauan, dan untuk mengurangi biaya lebih jauh. Dengan demikian, SRF05 adalah sepenuhnya kompatibel dengan SRF04. Rentang meningkat dari 1 meter sampai 1,5 meter.
Sebuah modus operasi baru (modus mengikat pin ke tanah) memungkinkan SRF05 untuk menggunakan pin tunggal untuk baik pemicu dan echo, sehingga menghemat pin yang berharga pada controller. Ketika pin mode dibiarkan tidak tersambung, yang RF05 beroperasi dengan memicu pin terpisah dan gema, seperti SRF04. Para SRF05 termasuk penundaan kecil sebelum gema pulsa untuk memberikan pengendali lambat seperti Basic Stamp dan waktu PICAXE untuk mengeksekusi perintah pulsa mereka. Mode 1 (SRF05 compatibel) Pemicu terpisah
dan Echo Mode ini menggunakan pemicu terpisah dan pin gema, dan merupakan modus paling sederhana untuk digunakan. Semua contoh kode untuk SRF04 akan bekerja untuk SRF05 dalam mode ini. Untuk menggunakan mode ini, hanya
(25)
meninggalkan modus pin tidak berhubungan. SRF05 juga memiliki internal pull-up resistor pada pinnya. Sumber (SRF05tech,2012)
3.3. LCD (16x2)
Gambar 3.3. LCD16x2 (Tinkerforge GmbH,2012)
LCD ( Liquid Cell Display ) merupakan suatu alat yang dapat menampilkan karakter ascii sehingga kita bisa menampilkan campuran huruf dan angka sekaligus. LCD didalamnya terdapat sebuah microprocesor yang mengendalikan tampilan, kita hanya perlu membuat program untuk berkomunikasi. Ukuran LCD seperti LCD ( 16x2 ) ada 16 kolom dan 2 baris.
Karakter yang ditampilkan oleh LCD beraneka ragam tergantung dari jenis LCD tersebut. Untuk melihat karakter yang ditampilkan serta spesifikasi lebih jelas maka anda dapat melihat pada data sheet. Dalam antarmuka LCD dengan
microcontroller maka kita harus menambakan command yang berisi perintah dan data
yaitu berupa text yang kita ingin tampilkan. Supaya LCD dapat menampilkan text, maka yang perlu dilakukan adalah mengirimkan format hex data dalam bentuk ascii.
(26)
3.3.1. Pin-Pin Konfigurasi LCD 16x2
Konfigurasi pin dari LCD ditunjukkan pada Gambar dibawah ini:
Gambar 3.4.1 Konfigurasi LCD 16x2 (Anonim,2011) Fungsi pin yang terdapat pada LCD ditunjukkan seperti pada Tabel 3.4.1.
Tabel 3.3.1 Pin-pin LCD 16x2 (Autotecno,2010)
No Simbol Level Fungsi
1 Vss - 0 Volt
2 Vcc - 5 : 10% Volt
3 Vee - Penggerak LCD
4 Rs H/L H = memasukkan data
L = memasukkan bus
5 R/W H/L H = baca
L = tulis
6 E Enable signal
7 DB0 H/L
Bus
8 DB1 H/L
9 DB2 H/L
10 DB3 H/L
11 DB4 H/L
12 DB5 H/L
13 DB6 H/L
14 DB7 H/L
15 V-BL
Kecerahan LCC
(27)
22
4.1 Minimum System ATmega8
Minimum system ATmega8 adalah sebuah perangkat keras yang berfurngsi
untuk men-download program yang telah dibuat dengan menggunakan DB25 serta menghubungkan pin mosi, sck, gnd, vcc, miso, serta reset. Lalu di implementasikan dengan dihubungkan dengan perangkat keras yang lain melalui
port – port yang ada pada Microcontroller.
Minimum system ATmega8 membutuhkan catu daya sebesar 5 volt dan
GND. Maka dalam rangkaian minimum system tersebut menggunakan sebuah rangkaian regulator untuk mengeluarkan tegangan 5 volt, karena cukup sulit untuk mendapatkan tegangan 5 volt, jika tidak menggunakan rangkaian regulator.Karena pada minimum system yang akan dibuat menggunakan power supply yang menghasilkan tegangan 12 volt, maka dari itu menggunakan rangkaian regulator dengan input 12 volt dan mengeluarkan output sebesar 5 volt, karena pada proses pengolahan data pada rangkaian minimum system hanya di butuhkan tegangan sebesar 5 volt saja. Minimum system pada project yang saya buat berfungsi untuk mengolah data yang berasal dari input-an sensor ultrasonic untuk ditampilkan pada LCD Alphanumberik, yang di fungsikan untuk mengukur tinggi badan manusia.
(28)
Gambar 4.1. adalah gambar skematik rangkaian minimum system: SCK C17 100u 12v U9 LM7805 1 2 3 VI GN D VO C2 30 pF 5 V C1 30 pF MOSI R8 100 RST Y 1 8 Mhz R10 10k RST J5 CON6 1 2 3 4 5 6 5 V SCK R9 10k MISO RST IC1 ATmega8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 PC6 (RESET) PD0 (RxD) PD1 (TxD) PD2 (INT0) PD3 (INT1) PD4 (XCK/T0) VCC GND PB6 (XT1/TOSC1) PB7 (XT2/TOSC2) PD5 (T1) PD6 (AIN0) PD7 (AIN1)
PB0 (ICP) (OC1A) PB1 (SS/OC1B) PB2 (OC2/MOSI) PB3 (MISO) PB4 (SCK) PB5 AVCC AREF AGND (ADC0) PC0 (ADC1) PC1 (ADC2) PC2 (ADC3) PC3 (SDA/ADC4) PC4 (SCL/ADC5) PC5 5 v MISO C4 10uF/16v 5 V 5 V SW1 reset MOSI
Gambar 4.1. Skematik minimum system ATmega8.
(29)
Gambar 4.3. adalah rangkaian skematik regulator :
Gambar 4.3. Rangkaian Regulator
Rangkaian regulator merupakan rangkaian pengubah tegangan. Pada perancangan ini supply pada perangkat keras memerlukan tegangan sebesar 5V sedangkan sumber tegangan sebesar 12 V sehingga tegangan perlu diturunkan untuk mendapatkan tegangan yang sesuai dengan tegangan kerja perangkat keras dengan menggunakan rangkaian regulator step-down yang menggunakan IC regulator LM7805.
(30)
4.5. Kebutuhan system
Untuk dapat menjalankan peralatan hardware microcontroller diperlukan suatu software yang dapat digunakan untuk memprogram microcontroller tersebut, oleh karenanya digunakan software yang bernama CVAVR.
CODE VISION AVR (CVAVR).
Gambar 4.5. Code Vision AVR (CVAVR).
CodeVisionAVR merupakan cross-compiler c, Integrated Development
Environtment (IDE), dan Automatic Program Generator yang didesain untuk microcontroller buatan Atmel seri AVR. CodeVisionAVR dapat dijalankan pada
operasi windows 95,98,Me,NT4,200,dan XP.
Cross-compiler C mampu menerjemahkan hampir semua perintah dari bahasa
(31)
beberapa fitur untuk mengambil kelebihan dari arsitektur AVR dan kebutuhan pada system embedded.
CodeVision AVR juga mempunyai Automatic Program Generator bernama CodeWizardAVR, yang mengijinkan anda untuk menulis dalam hitungan menit. Semua instruksi yang diperlukan untuk membuat fungsi-fungsi berikut :
1. Set-up akses memori eksternal
2. Identifikasi sumber reset untuk chip 3. Inisialisasi port input/output
4. Inisialisasi interupsi eksternal 5. Inisialisasi Timer/Counter 6. Inisialisasi Watchdog-Timer 7. Inisialisasi ADC
8. Inisialisasi modul LCD
4.6. Sistem Kerja Alat
Alat pengukur tinggi badan adalah salah satu alat yang pernah dirancang dan di realisasikan pembuatannya. ide dasar sistem kerja alat tersebut ada pada gambar dibawah:
(32)
Gambar 4.6. Alat pengukur tinggi badan.
Sebagai contoh sensor di posisikan diatas kepala dengan ketinggian 200 cm / 2 meter. maka jarak yang akan terbaca (d) oleh sensor, merupakan nilai pengurang untuk mendapatkan tinggi badan:
tinggi badan = 200 cm - jarak terbaca
Komponen yang digunakan untuk membuat alat ini :
- Ultra Sonic SRF05 - LCD (16x2)
- Minimum system ATMega8
Untuk dapat menjalankan peralatan hardware Microcontroller diperlukan suatu software yang dapat digunakan untuk memprogram Microcontroller tersebut, oleh karenanya digunakan software yang bernama CVAVR.
CVAVR Programmer adalah software yang digunakan untuk membuat program dengan menggunakan bahasa C. Di dalam program CVAVR hanya
(33)
digunakan untuk microcontroller tipe Atmel yang memiliki beberapa kelebihan dari pada tipe MCS. Salah satu kelebihan CVAVR yaitu program yang diketikkan dengan menggunakan bahasa C dapat di-compile secara langsung tanpa compiler lain untuk men-download ke dalam chip microcontroller. Berikut langkah-langkah menjalankan CVAVR :
1. Jalankan program CVAVR yang ada pada komputer, hingga muncul jendela awal sesuai pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Tampilan awal CVAVR
2. Langkah-langkah membuat program sebagai berikut :
a) Pilih menu file new, jika muncul dialog seperti pada Gambar 4.8. pilih
(34)
Gambar 4.8. Create new file
b) Setelah itu pilih OK dan akan muncul dialog konfirmasi pilih yes.
c) Setelah itu akan muncul pemilihan tipe ic microcontroller yang akan dibuat.
Gambar 4.9. pemilihan tipe ic microcontroller
3. Kemudian muncul codewizardAVR yang digunakan untuk konfigurasi pin I/O, LCD, komunikasi serial, komunikasi I2C, timer/counter, dll.
(35)
Gambar 4.10. CodewizardAVR
a) Langkah selanjutnya pilih program generate, save and exit
b) Setelah itu akan muncul dialog untuk penyimpanan file dan dialog tersebut akan muncul sebanyak 3 kali dengan ekstensi .c, .prj, dan .cwp.
(36)
Gambar 4.11. Lembar kerja CVAVR Berikut contoh program :
while (1)
{
// Place your code here
a=read_adc(0);
adc=(((a/255)*50)+150);
itoa (tinggi,adc);
lcd_gotoxy(0.1);
lcd_puts(tinggi);
lcd_clear();
delay_ms(50);
}
d) Setelah pembuatan program selesai, maka program siap di-download ke
microcontroller.
e) Sebelum download program setting project configure : pilih menu
(37)
Gambar 4.12. Configure project
f) Setelah itu OK
g) Kemudian pilih menu settings programmer pilih kanda system
STK200+/300 (untuk konfigurasi paralel port), seperti muncul pada
Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Programmer settings
(38)
i) Pilih menu project build all hingga muncul dialog pada Gambar 4.14.
j) Jika tidak ada error, klik program the chip
Gambar 4.14. Proses download program k) Program telah masuk dan siap untuk digunakan.
(39)
34
Hasil dan pembahasan yang dilakukan penulis merupakan hasil dan pembahasan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari keseluruhan
system. Hasil dan pembahasan tersebut meliputi range dari hasil keakuratan data
pengukuran tinggi badan manusia.
5. 1 Tujuan
Tujuan dari pengukuran alat pengukur tinggi ini adalah untuk mengetahui berapa batas jarak yang akan diukur. Selain itu pengukuran ini bisa menjadi sebagai dasar pengukuran alat pengukur tinggi yang dibuat. Pada alat pengukur tinggi tersebut mempunyai batas pengukuran 50cm dari tinggi maksimal, yaitu 200cm.
5. 2 Alat yang Digunakan
1. Sistem pengukur tinggi badan secara otomatis. 2. Penggaris berukuran 200cm.
3. Triplek yang dijadikan obyek pengukuran.
5. 3 Prosedur Pengukuran
1. Hubungkan alat pada catu daya berukuran 12volt.
2. Letakkan posisi subjek yang akan diukur tinggi badannya pada alat pengukur tinggi seperti pada Gambar 4.6.
3. Catat hasil pengukuran yang di tampilkan LCD.
(40)
5. Catat hasil pengukuran dari alat ukur manual.
6. Ulangi langkah 2 hingga 5 sampai 10 subjek yang ukurannya berbeda-beda.
5. 4 Hasil Pengukuran
Pada Tabel 5.4 ini adalah catatan dari hasil percobaan pengukuran alat otomatis dan manual untuk di jadikan sebagai dasar pengukuran.
Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Manual dan Otomatis
Percobaan Manual (cm) Otomatis (cm) Error
1 150 150.03 0.03
2 155 155.05 0.05
3 160 160.06 0.06
4 165 165.08 0.08
5 170 170.10 0.10
6 175 175.12 0.12
7 180 180.13 0.13
8 182 182.13 0.13
9 184 184.13 0.13
10 186 186.14 0.14
∑ manual = 1707 ∑ otomatis = 1707.97 ∑ error = 0.97
(41)
Error rata-rata dari 10 kali hasil pengukuran yaitu ( ∑ error / 10 ).
Eror rata-rata = 0.97 / 10 = 0.097 cm
Standart deviasi / simpang baku error dari 10 kali hasil pengukuran yaitu
= 0.0685 cm
5. 5 Pembahasan
Dari hasil percobaan pengukuran tinggi badan secara manual dan otamatis tersebut, maka keakurasian dalam pengukuran tinggi badan dapat ditentukan oleh rata-rata dari nilai errornya. Dan dapat dilihat pada Tabel 5.4 semakin pendek jarak yang di konversi semakin besar nilai selisih error yang diukur bila dibandingkan dengan alat ukur tinggi badan manusia yang sudah ada yaitu alat ukur tinggi badan manusia yang secara manual atau dengan menggunakan penggaris.
(42)
37
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan perancangan dan pembuatan alat ini, penulis mengambil Kesimpulan dari perancangan alat ukur tinggi badan dengan output LCD ini adalah: (1) sistem ini mampu mengukur tinggi badan manusia dari 150 cm hingga 190 cm. (2) LCD mampu menginformasikan data dari hasil pengukuran sensor. Dan pada pengukuran tersebut, alat mempunyai nilai error rata-rata pada pengukuran sebesar 0.097cm. Perancangan alat seperti ini semata hanya untuk memudahkan manusia dalam melakukan pengukuran pada tinggi badannya. Dan dalam perkembangan teknologi agar dapat mempersingkat waktu dalam bekerja atau beraktifitas.
6.2 Saran
Pada pelaporan kerja praktek ini, penulis ingin agar inovasi seperti ini dapat lebih berkembang dan lebih bermanfaat di mata masyarakat. Mungkin apabila alat yang terbuat ini lebih dikembangkan, mungkin dalam pengambangan alat tersebut juga bisa menambahkan komunikasi antara komputer dengan alat dan diproses dalam database, karena apabila data itu dibutuhkan untuk diproses atau dicetak, maka bisa secara otomatis langsung digunakan tanpa menginput secara manual. Dan pengembangan-pengembangan tersebut bisa dipelajari dari buku-buku maupun internet.
(43)
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. SRF05-Ultra-Sonic Ranger Technical Specification. (Online). (http://www.robotstorehk.com/sensors/doc/srf05tech.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Anonim. 2011. AKSES LCD 16*2. (Online).
(http://hendryagata.blogspot.com/2012/04/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 19 juni 2012.
ATMEL Corporation. 2011. 8-bit Microcontroller with 8K Bytes In-System
ProgrammableFlash.(Online).
(http://www.hvwtech.com/products_view.asp?ProductID=595). Diakses pada tanggal 24 Januari 2012.
Reehok. 2010. Akses LCD 16x2. (Online).
(http://reehokstyle.blogspot.com/2010/03/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Texas instruments Corporation. 2004. LM 7805 (Online). (http://www.sparkfun.com/datasheets/Components/LM7805.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Tinkerforge GmbH Corporation. 2012. LCD (16x2). (Online). (http://www.tinkerforge.com/doc/Hardware/Bricklets/LCD_16x2.html) diakses pada tanggal 16 juni 2012.
(1)
i) Pilih menu project build all hingga muncul dialog pada Gambar 4.14.
j) Jika tidak ada error, klik program the chip
Gambar 4.14. Proses download program k) Program telah masuk dan siap untuk digunakan.
(2)
34 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan yang dilakukan penulis merupakan hasil dan pembahasan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari keseluruhan system. Hasil dan pembahasan tersebut meliputi range dari hasil keakuratan data pengukuran tinggi badan manusia.
5. 1 Tujuan
Tujuan dari pengukuran alat pengukur tinggi ini adalah untuk mengetahui berapa batas jarak yang akan diukur. Selain itu pengukuran ini bisa menjadi sebagai dasar pengukuran alat pengukur tinggi yang dibuat. Pada alat pengukur tinggi tersebut mempunyai batas pengukuran 50cm dari tinggi maksimal, yaitu 200cm.
5. 2 Alat yang Digunakan
1. Sistem pengukur tinggi badan secara otomatis. 2. Penggaris berukuran 200cm.
3. Triplek yang dijadikan obyek pengukuran.
5. 3 Prosedur Pengukuran
1. Hubungkan alat pada catu daya berukuran 12volt.
2. Letakkan posisi subjek yang akan diukur tinggi badannya pada alat pengukur tinggi seperti pada Gambar 4.6.
3. Catat hasil pengukuran yang di tampilkan LCD.
(3)
5. Catat hasil pengukuran dari alat ukur manual.
6. Ulangi langkah 2 hingga 5 sampai 10 subjek yang ukurannya berbeda-beda.
5. 4 Hasil Pengukuran
Pada Tabel 5.4 ini adalah catatan dari hasil percobaan pengukuran alat otomatis dan manual untuk di jadikan sebagai dasar pengukuran.
Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Manual dan Otomatis
Percobaan Manual (cm) Otomatis (cm) Error
1 150 150.03 0.03
2 155 155.05 0.05
3 160 160.06 0.06
4 165 165.08 0.08
5 170 170.10 0.10
6 175 175.12 0.12
7 180 180.13 0.13
8 182 182.13 0.13
9 184 184.13 0.13
10 186 186.14 0.14
∑ manual = 1707 ∑ otomatis = 1707.97 ∑ error = 0.97
(4)
36
Error rata-rata dari 10 kali hasil pengukuran yaitu ( ∑ error / 10 ). Eror rata-rata = 0.97 / 10
= 0.097 cm
Standart deviasi / simpang baku error dari 10 kali hasil pengukuran yaitu
= 0.0685 cm
5. 5 Pembahasan
Dari hasil percobaan pengukuran tinggi badan secara manual dan otamatis tersebut, maka keakurasian dalam pengukuran tinggi badan dapat ditentukan oleh rata-rata dari nilai errornya. Dan dapat dilihat pada Tabel 5.4 semakin pendek jarak yang di konversi semakin besar nilai selisih error yang diukur bila dibandingkan dengan alat ukur tinggi badan manusia yang sudah ada yaitu alat ukur tinggi badan manusia yang secara manual atau dengan menggunakan penggaris.
(5)
37 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan perancangan dan pembuatan alat ini, penulis mengambil Kesimpulan dari perancangan alat ukur tinggi badan dengan output LCD ini adalah: (1) sistem ini mampu mengukur tinggi badan manusia dari 150 cm hingga 190 cm. (2) LCD mampu menginformasikan data dari hasil pengukuran sensor. Dan pada pengukuran tersebut, alat mempunyai nilai error rata-rata pada pengukuran sebesar 0.097cm. Perancangan alat seperti ini semata hanya untuk memudahkan manusia dalam melakukan pengukuran pada tinggi badannya. Dan dalam perkembangan teknologi agar dapat mempersingkat waktu dalam bekerja atau beraktifitas.
6.2 Saran
Pada pelaporan kerja praktek ini, penulis ingin agar inovasi seperti ini dapat lebih berkembang dan lebih bermanfaat di mata masyarakat. Mungkin apabila alat yang terbuat ini lebih dikembangkan, mungkin dalam pengambangan alat tersebut juga bisa menambahkan komunikasi antara komputer dengan alat dan diproses dalam database, karena apabila data itu dibutuhkan untuk diproses atau dicetak, maka bisa secara otomatis langsung digunakan tanpa menginput secara manual. Dan pengembangan-pengembangan tersebut bisa dipelajari dari buku-buku maupun internet.
(6)
38
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. SRF05-Ultra-Sonic Ranger Technical Specification. (Online). (http://www.robotstorehk.com/sensors/doc/srf05tech.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Anonim. 2011. AKSES LCD 16*2. (Online).
(http://hendryagata.blogspot.com/2012/04/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 19 juni 2012.
ATMEL Corporation. 2011. 8-bit Microcontroller with 8K Bytes In-System ProgrammableFlash.(Online).
(http://www.hvwtech.com/products_view.asp?ProductID=595). Diakses pada tanggal 24 Januari 2012.
Reehok. 2010. Akses LCD 16x2. (Online).
(http://reehokstyle.blogspot.com/2010/03/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Texas instruments Corporation. 2004. LM 7805 (Online). (http://www.sparkfun.com/datasheets/Components/LM7805.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.
Tinkerforge GmbH Corporation. 2012. LCD (16x2). (Online). (http://www.tinkerforge.com/doc/Hardware/Bricklets/LCD_16x2.html) diakses pada tanggal 16 juni 2012.