STUDI KELAYAKAN PEMANFAATAN GAS METANA (CH4) DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK DI LAMPUNG

ABSTRAK
STUDI KELAYAKAN PEMANFAATAN GAS METANA (CH4)
DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA SEBAGAI BAHAN BAKAR
PEMBANGKIT LISTRIK DI LAMPUNG

Oleh
Bambang Eko Sutrisno

Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian yang utama di Lampung. Produksi
ubi kayu yang tinggi mendorong pemanfaatan sebagai bahan baku pembuatan
tapioka. Industri tapioka menghasilkan limbah cair dari pengolahan ubi kayu
menjadi tapioka. Limbah cair hasil industri tapioka mengandung bahan-bahan zat
organik dan anorganik di dapat dijadikan sebagai suatu bahan bakar alternatif
pembangkit listrik yaitu dengan memanfaatkan gas metan hasil fermentasi dari
kandungan organik limbah.
Limbah cair industri tapioka ditampung di dalam kolam (lagoon) kemudian pada
bagian atas di tutup dengan HDPE (High Density Poly Etane). Limbah akan
mengalami proses fermentasi oleh bakteri metan, dan akan menghasilkan gas
metan yang akan terkumpul pada bagian atas permukaan lagoon. Gas metan
memiliki tekanan yang membuat HDPE akan menggelembung, kemudian akan di
salurkan melalui pipa ke penampungan gas (reservoir). Gas metan ini yang

nantinya digunakan untuk bahan bakar pembangkit sebagai pengganti batu bara.
Dari hasil analisa, untuk perkiraan ketersediaan bahan baku (singkong) dapat
terpenuhi untuk 10 tahun kedepan. Dari sisi ekonomis, pembangkit berbahan
bakar biogas ini sangat menguntungkan dikarenakan sumber biogas yaitu berupa
limbah cair dapat diperoleh secara gratis sehingga dapat mengurangi biaya
produksi sehingga pembangkit mempunyai nilai PBP (Pay Back Period) yang
cenderung lebih cepat yaitu 7,54 tahun. Sementara untuk daya listrik yang dapat
dibangkitkan adalah sebesar 15 MW, dengan penambahan daya sebesar ini belum
mampu untuk mencukupi kebutuhan listrik masyarakat dan masih jauh dari
tercapainya keandalan energi listrik oleh karena itu perlu dilakukan studi
pemanfaatan energi terbaharui lainnya.
Kata kunci : studi kelayakan, limbah organik, fermentasi limbah, energi biomassa,
keandalan energi listrik, pembangkit bahan bakar biogas.

ABSTRACT
FEASIBILITY STUDY OF UTILIZATION METHANE GAS (CH4)
FROM WASTE WATER TAPIOCA INDUSTRY AS FUEL POWER PLAN
IN LAMPUNG

By

Bambang Eko Sutrisno

Cassava is one of the main agricultural products in Lampung. High cassava
production encourages the use as raw material for making tapioca. Tapioca
industries produce wastewater from cassava processing into starch. Tapioca
wastewater of industrial products contain ingredients in organic and inorganic
substances can be utilized as an alternative fuel power plants is by using methane
gas from the fermentation of waste water organic content.
Tapioca waste water collected in the pond (lagoon) and then at the top in the lid
with HDPE (High Density Poly Etane). Waste will be process of fermentation by
methane bacteria, and will produce methane gas which will be collected on the
top surface of the lagoon. Methane gas has a pressure that will make HDPE
ballooned, then be channeled through a pipe into the gas reservoir. This methane
gas that will be used to fuel power plants to replace coal.
From the analysis, to estimate the availability of raw materials (cassava) can be
fulfilled for the next 10 years. From the economical point of view, biogas-fueled
power plant is very beneficial because the source is in the form of liquid waste
biogas can be obtained free of charge so that it can reduce production costs so that
the plant has a value of PBP (Pay Back Period) which tend to more quickly is 7.54
years. Meanwhile, for electric power can be generated is equal to 15 MW, with

the addition of power has not been able to meet the electricity needs of society
and are still far from achieving the reliability of electricity is therefore necessary
to study other renewable energy utilization.
Keywords: feasibility study, organic waste, fermentation waste water, biomass
energy, the reliability of electric energy, the biogas power plant fuel.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :

1. Sumber bahan bakar yang berasal dari limbah tapioka sangatlah berlimpah,
sehingga ketersediaan bahan bakar juga tinggi dan pembangkit bahan bakar
biogas layak untuk dibangun di provinsi Lampung.

2. Secara ekonomis bahan bakar biogas berasal dari limbah cair tapioka dapat
diperoleh secara gratis. Untuk biaya pembangkitan 1 kWh energi listrik
membutuhkan biaya Rp. 450,779 /kWh. Pembangkit akan mencapai Pay Back

Period (PBP) yang lebih cepat dengan pembangkit lainnya yaitu setelah
beroperasi 7,54 tahun.

3. Besar energi yang dapat diproduksi oleh pembangkit bahan bakar biogas adalah
15 MW. Dengan besar daya yang dibangkitkan, keandalan listrik di Provinsi
Lampung bertambah dengan berkurangnya nilai LOLP dari 0.527558937 menjadi
0.519151804.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk pengembangan pembangkit
bahan bakar biogas :

1. Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar biogas (metan) untuk Provinsi
Lampung sangat berpotensial sehingga perlu segera di realisasikan.
2. Pengembangan pemanfaatan energi biomassa lainnya perlu dikembangkan untuk
keperluan pemenuhan energi listrik.

I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang dan Masalah

Pemadaman listrik yang sering terjadi setiap hari di kebanyakan daerah di provinsi
Lampung sudah berlangsung bertahun-tahun. Bahkan, di beberapa daerah, kondisi
kelistrikan kian buruk. Hal ini dikarenakan tingkat kebutuhan masyarakat melebihi dari
pada beban puncak yang dapat ditoleran oleh PLN. Beban puncak di Lampung tahun
2008 mencapai 385 MW. Kebutuhan listrik saat ini dipasok dari PLTU Tarahan sebesar
200 MW, Pembangkit Way Besai sebesar 90 MW, Pembangkit Batu Tegi sebesar 28
MW dan pasokan dari Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan sebanyak 100 MW.

Menipisnya bahan bakar pembangkit yang tersedia membuat PLN harus mengurangi
daya listrik yang disalurkan sehingga dilakukan pemadaman bergilir. Bahan bakar listrik
yang digunakan saat ini berasal dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui
sehingga suatu saat pasti akan mengalami kehabisan stock bahan bakar. Selain itu, bahan
bakar ini menghasilkan gas buang yang menyebabkan polusi udara.

Pada tahun 2006 di Provinsi Lampung, ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian
yang utama dengan jumlah produksi 5.084.195 ton/tahun dan luas areal tanam sekitar
266.645 Ha. Produksi ubi kayu yang tinggi mendorong industri untuk lebih banyak
memanfaatkan ubi kayu sebagai bahan baku dalam pembuatan suatu produk, salah

satunya adalah industri tapioka.

Gambar 1. Singkong (Manihot utilisima Crantz)

Banyaknya industri tapioka yang ada juga akan menghasilkan limbah yang besar pula
sehinggat menyebabkan tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi antara lain
menyebabkan bau tidak sedap yang mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar,
endemik bibit penyakit, dan air resapan tanah dan sungai menjadi beracun dan bau.
Dalam limbah tapioka terkandung gas metana (CH4) apabila dibuang secara bebas ke
atmosfir akan menyebabkan efek rumah kaca, proses ini berakibat suhu bumi menjadi
tinggi, ini adalah yang disebut dengan pemanasan global (global warning), yang secara
langsung meningkatkan intensitas frekuensi angin topan, merubah komposisi hutan ,
mengurangi produksi pertanian, menghancurkan biota laut sehingga ikan mengalami
kekurangan makanan dan ekosistem laut menjadi hancur.
Limbah cair akan diproses dengan bantuan bakteri dalam kondisi anaerob dan akan
menghasilkan biogas berupa gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Biogas
memiliki kandungan gas metana yang cukup besar yaitu sekitar 60 % sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan bakar pembangkit listrik PLTU.

B. Tujuan Penelitian


Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan gas metana CH4
hasil limbah cair tapioka sebagai bahan bakar pembangkit listrik di provinsi Lampung.

C. Rumusan Masalah

Pembangkit energi listrik saat ini menggunakan energi yang bersifat tidak dapat
diperbaharui. Hal ini tentunya menyebabkan semakin menipisnya bahan baku
pembangkit itu sendiri, dan suatu saat pasti akan mengalami kekosongan stock. Dengan
penggunaan biogas sebagai bahan bakar ini maka diharapkan dapat menghemat
pemakaian sumber energi tak terbarui seperti minyak bumi dan batubara. Oleh karena itu
studi pemanfaatan biomassa hasil dari limbah cair tapioka perlu dilakukan sebagai energi
pembangkit listrik. Sehingga tercapainya keandalan sistem tenaga listrik di Lampung.

D. Batasan Masalah

Dalam studi ini akan dilakukan perhitungan dan analisis energi listrik yang dihasilkan
dari CH4 untuk mengetahui kelayakan pembangkit listrik energi biomassa di provinsi
Lampung. Aspek kelayakan diukur dengan :
1. Ketersediaan sumber bahan bakar


2. Teknis
3. Ekonomi
4. Keandalan Energi Listrik

E. Hipotesis

Banyaknya industri tapioka di Lampung akan menghasilkan limbah cair yang besar.
Pemanfaatan biogas hasil limbah cair sebagai bahan bakar pembangkit listrik sangatlah
perlu diupayakan, karena dari sisi ketersediaan bahan bakar yang cukup. Bahan bakar
biogas yang berasal dari limbah tapioka dapat diperoleh secara gratis. Selain itu dari sisi
teknis pengolahan limbah untuk menghasilkan biogas tidaklah terlalu rumit. Oleh karena
itu perlu dibangun suatu pembangkit listrik berbahan bakar biogas ini di provinsi
Lampung.