Pengaruh Waktu Fermentasi Campuran Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Air Terhadap Gas Bio Yang Dihasilkan

(1)

PENGARUH WAKTU FERMENTASI CAMPURAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN AIR

TERHADAP GAS BIO YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

Oleh

WAN RIZKI ANSARI

090405003

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FEBRUARI 2014


(2)

PENGARUH WAKTU FERMENTASI CAMPURAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN AIR

TERHADAP GAS BIO YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

Oleh

WAN RIZKI ANSARI

090405003

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul : PENGARUH WAKTU FERMENTASI CAMPURAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN AIR

TERHADAP GAS BIO YANG DIHASILKAN

Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Medan, Februari 2014

Wan Rizki Ansari NIM 090405003


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PENGARUH WAKTU FERMENTASI CAMPURAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN AIR

TERHADAP GAS BIO YANG DIHASILKAN

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang sarjana pada 12 Februari 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(5)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis hadiahkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Fermentasi Campuran Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Air Terhadap Gas Bio Yang Dihasilkan,” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakulatas Teknik Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik. Hasil penelitian ini:

• Penelitian ini membantu pengolahan limbah industri tapioka sehingga mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.

• Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang sumber energi alternatif, yaitu gas bio.

• Penelitian ini pernah dipublikasikan dalam Jurnal Teknik Kimia dengan judul “Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Persentase Penyisihan Padatan Tersuspensi Total (TSS) Campuran Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Air”. Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar–besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandiaselaku Pembimbing 2. Bambang Kurniawanselaku Penyedia Bahan Baku

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2014

Penulis


(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua penulis Ayahanda Wan Nasaruddin dan Ibunda Syamsiah yang sangat banyak memberikan dukungan moril maupun bantuan materil bagi penulis dalam segala hal.

2. Keluarga yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Staf Pengajar Fakultas Teknik Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Dr. Ir. Nurzainah Ginting, MSc. selaku dosen Fakultas Pertanian yang telah memberikan pengarahan tentang penelitian ini.

6. Partner penelitian, Umayi Belladiana yang telah bekerja sama dalam memberikan pengarahan penelitian dan skripsi ini.

7. Fikri Hidayat, Bang Basril Amirza Harahap, Syahri Dani dan Bang Syahril yang telah membantu mulai dari mengarahkan sebelum penelitian hingga selesai penelitian dan penulisan skripsi.

8. Sahabat-sahabat terbaik di Teknik Kimia, khususnya semua stambuk 2009 yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Wan Rizki Ansari Nim : 090405003

Tempat/ tgl lahir : Rantau Panjang, 17 Mei 1991 Nama orang tua : Wan Nasaruddin

Alamat orang tua : Jl. Besar Rantau Panjang No.05 Depan MTS.Sinar Serdang Pantai Labu 20553

Asal sekolah

SD Negeri No 101928 Rantau Panjang tahun 1997–2003

SMP Negeri 1 Pantai Labu tahun 2003 - 2006

SMU Negeri 1 Batang Kuis tahun 2006 - 2009 Beasiswa yang pernah diperoleh :

Bantuan belajar mahasiswa 2009 - 2010 Pengalaman organisasi/ kerja :

Covalen Studi Grup (CSG) 2011-2012 sebagai Anggota Bidang Logistik.

Himatek periode 2010–2011 sebagai anggota Hubungan Masyarakat.

Asisten Lab. Penelitian Industri Kimia 2013 - 2014

Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal/ pertemuan ilmiah:

Jurnal Teknik Kimia USU


(8)

ABSTRAK

Limbah cair industri tapioka merupakan limbah hasil proses pencucian bahan baku, penyaringan bubur singkong (ekstraksi) dan endapan pati yang masih mengandung senyawa organik penting terutama pati dan senyawa lain sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan gas bio. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas gas bio yang terbuat dari campuran limbah cair industri tapioka dan air dengan menggunakan digester anaerobik sistem batch serta mengevaluasi potensi ekonomi dari gas bio yang dihasilkan dari campuran tersebut. Penelitian dilakukan dengan mencampur industri tapioka limbah cair dengan air dalam rasio 100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65 dan 15:85 (v/v) dengan starter kotoran sapi dicampur dengan air didalam digester anaerobik sistem batch. Variabel yang diamati adalah volume gas bio, Total Suspended Solid (TSS) dan Chemical Oxygen Demand (COD) dan slurry dianalisis tiap 3 hari fermentasi. pH untuk penelitian ini diatur pada kisaran 5-8. Volume gas bio terbesar pada rasio 100:0 (v/v) campuran limbah cair industri tapioka dan air diperoleh pada hari ke-24 yaitu 205,617 L untuk total limbah sebanyak 225 L dan diperoleh persentase penyisihan TSS sebesar 89,85 % dan persentase penyisihan COD sebesar 23,89 %. Slurry menghasilkan TSS dan COD yang belum memenuhi baku mutu limbah cair. Potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair industri tapioka dan air sebagai gas bio menguntungkan.


(9)

ABSTRACT

Tapioka liquid waste industry is the result of waste washing process raw materials, pulp screening cassava (extraction) and precipitated starch containing organic compounds are still important, especially starch and other compounds that can be used as raw material for the manufacture of gas-bio. This study aims to determine the quality and quantity of gas-bio made from a mixture of tapioca and liquid industrial waste water using batch anaerobic digester system and to evaluate the economic potential of gas-bio produced from the mixture. Research carried out by mixing tapioka industry effluent with water in a ratio of 100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65; 15:85 (v/v) with stater cowdung mixed with water in an anaerobic digester batch system. Observed variables are gas-bio, Total Suspended Solid (TSS) and Chemical Oxygen Demand (COD) and analyzed every 3 days fermentation slurry. pH for this study is set in the range of 5-8. The volume of the largest gas-bio at a ratio 100:0 (v/v) mixture of tapioca and liquid industrial waste water obtained on day 24 205,617 L for total waste 225 L and TSS removel percentage obtained was 89,85%and percentage of COD removal by 23,89%. Slurry produces TSS and COD meets the raw quality of liquid waste. The economic potential of industrial liquid waste blend tapioca and gas-bio water as beneficial.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

DAFTAR SIMBOL xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN 2

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


(11)

2.1.2 Komposisi Ubi Kayu 5

2.2 INDUSTRI TAPIOKA 5

2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA 7

2.4 GAS BIO 9

2.4.1 Tahapan Metabolisme dalam Pembentukan Gas Bio 10

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan

Gas Bio 11

2.4.2.1 Temperatur 11

2.4.2.2 pH 11

2.4.2.1 Rasio C:N 11

2.4.2.1 Logam Berat Terlarut 11

2.5 POTENSI EKONOMI 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15

3.1 LOKASI PENELITIAN 15

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 15

3.2.1 Bahan 15

3.2.2 Peralatan 16

3.2.3 Rangkaian Peralatan 16

3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 17

3.3.1 Pembuatan Gas Bio 17

3.3.2 Blok Diagram Pembuatan Gas Bio 17

3.4 PROSEDUR ANALISA 18

3.4.1 Analisa KonsentrasiChemical Oxygen Demand(COD) 18 3.4.2 Analisa KonsentrasiTotal Suspended Solid(TSS) 21

3.4.3 Pengukuran pH 23


(12)

3.4.2 Penentuan Kualitas Gas Bio 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24

4.1 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP

PRODUKSI GAS BIO PADA BEBERAPA KOMPOSISI

SAMPEL 24

4.2 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP

% PENYISIHAN TSS PADA BEBERAPA KOMPOSISI

SAMPEL 28

4.3 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP

% PENYISIHAN COD PADA BEBERAPA KOMPOSISI

SAMPEL 30

4.4 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP

DERAJAT KEASAMAN (pH) 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 35

5.1 KESIMPULAN 35

5.2 SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 1 42

LAMPIRAN 2 45


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ubi Kayu 4

Gambar 2.2 Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan

Berbasis Produksi Bersih 7

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Proses Pembuatan Gas Bio 16

Gambar 3.2 Blok Diagram Pembuatan Gas Bio 17

Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Uji Penentuan Harga COD 19

Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Harga COD 21

Gambar 3.5 Flowchart PenentuanTotal Suspended Solid 22

Gambar 3.4 Flowchart Pengukuran pH 23

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap

Volume Gas Bio Pada Beberapa Komposisi Sampel 24

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap

Produksi Gas Bio Pada Beberapa Komposisi Sampel 26

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap

% Penyisihan TSS Pada Beberapa Komposisi Sampel 28

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap

% Penyisihan COD Pada Beberapa Komposisi Sampel 30

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap

Derajat Keasaman (pH) Pada Beberapa Komposisi Sampel 32

Gambar L3.1 Limbah Cair Industri Tapioka (Sampel) 47

Gambar L3.2 Pengenceran Kotoran Sapi dan Air 47


(14)

Gambar L3.4 Digester 48

Gambar L3.5 Digesterdi Lapangan 49

Gambar L3.6 Proses PengisianDigester 49

Gambar L3.7 Keluaran Sampel 50

Gambar L3.8 Analisa pH 50

Gambar L3.9 AnalisaTotal Suspended Solid(TSS) 51

Gambar L3.10 Pengukuran Volume Gas Bio 51

Gambar L3.11 Pengambilan Gas Bio yang Sudah Terperangkap dimasukkan

ke dalam Kantong Plastik 52

Gambar L3.12 Gas Bio dalam Kantong plastik 52

Gambar L3.13 Uji Nyala Gas Bio 53


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Kimia Ubi Kayu 5

Tabel 2.2 PengaruhEMterhadap HCN pada Limbah Cair Tapioka 8 Tabel 2.3 Kandungan dan Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tapioka 9

Tabel 2.4 KomposisiTotal Solid(TS) Limbah Cair Tapioka 9

Tabel 2.5 Komposisi Gas Bio Secara Umum 10

Tabel 2.6 Perhitungan Potensi Ekonomi 14

Tabel L1.1 Tabel Hasil Analisis Limbah Cair Tapioka 42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA ANALISIS PENELITIAN 42

1.1 HASIL ANALISIS LIMBAH CAIR TAPIOKA 42

1.2 HASIL ANALISIS UJI NYALA 44

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 45

2.1 PERHITUNGAN VOLUME DIGESTER 45

2.2 PERHITUNGAN BAHAN 45

2.3 PERHITUNGANTOTAL SOLID SUSPENDED(TSS) 46

2.4 PERHITUNGAN PERSENTASE PENYISIHAN 46

2.5 PERHITUNGAN COD TERKONVERSI 46

LAMPIRAN 3 FOTO PENELITIAN 47

3.1 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA (SAMPEL) 47

3.2 PENGENCERAN KOTORAN SAPI DAN AIR 47

3.3 PENCAMPURAN SAMPEL DAN KOTORAN SAPI 48

3.4 DIGESTER 48

3.5 PROSES PENGISIANDIGESTER 49

3.6 PROSES PENGAMBILAN SLURRY 50

3.7 ANALISA PH 50

3.8 ANALISATOTAL SUSPENDED SOLID(TSS) 51

3.9 ANALISA VOLUME GAS BIO 51

3.10 PERSIAPAN ANALISA UJI NYALA GAS BIO 52


(17)

DAFTAR SINGKATAN

COD Chemical Oxygen Demand

TSS Total Suspended Solid


(18)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ca(CO3) Kapur

CH4 Metana

A Berat filter dan residu sesudah pemanasan 1050C mg B Berat filter kering sesudah pemanasan 1050C mg

C Volume sampel ml

N1 Normalitas larutan K2Cr2O7.

V1 Larutan K2Cr2O7 ml


(19)

ABSTRAK

Limbah cair industri tapioka merupakan limbah hasil proses pencucian bahan baku, penyaringan bubur singkong (ekstraksi) dan endapan pati yang masih mengandung senyawa organik penting terutama pati dan senyawa lain sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan gas bio. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas gas bio yang terbuat dari campuran limbah cair industri tapioka dan air dengan menggunakan digester anaerobik sistem batch serta mengevaluasi potensi ekonomi dari gas bio yang dihasilkan dari campuran tersebut. Penelitian dilakukan dengan mencampur industri tapioka limbah cair dengan air dalam rasio 100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65 dan 15:85 (v/v) dengan starter kotoran sapi dicampur dengan air didalam digester anaerobik sistem batch. Variabel yang diamati adalah volume gas bio, Total Suspended Solid (TSS) dan Chemical Oxygen Demand (COD) dan slurry dianalisis tiap 3 hari fermentasi. pH untuk penelitian ini diatur pada kisaran 5-8. Volume gas bio terbesar pada rasio 100:0 (v/v) campuran limbah cair industri tapioka dan air diperoleh pada hari ke-24 yaitu 205,617 L untuk total limbah sebanyak 225 L dan diperoleh persentase penyisihan TSS sebesar 89,85 % dan persentase penyisihan COD sebesar 23,89 %. Slurry menghasilkan TSS dan COD yang belum memenuhi baku mutu limbah cair. Potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair industri tapioka dan air sebagai gas bio menguntungkan.


(20)

ABSTRACT

Tapioka liquid waste industry is the result of waste washing process raw materials, pulp screening cassava (extraction) and precipitated starch containing organic compounds are still important, especially starch and other compounds that can be used as raw material for the manufacture of gas-bio. This study aims to determine the quality and quantity of gas-bio made from a mixture of tapioca and liquid industrial waste water using batch anaerobic digester system and to evaluate the economic potential of gas-bio produced from the mixture. Research carried out by mixing tapioka industry effluent with water in a ratio of 100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65; 15:85 (v/v) with stater cowdung mixed with water in an anaerobic digester batch system. Observed variables are gas-bio, Total Suspended Solid (TSS) and Chemical Oxygen Demand (COD) and analyzed every 3 days fermentation slurry. pH for this study is set in the range of 5-8. The volume of the largest gas-bio at a ratio 100:0 (v/v) mixture of tapioca and liquid industrial waste water obtained on day 24 205,617 L for total waste 225 L and TSS removel percentage obtained was 89,85%and percentage of COD removal by 23,89%. Slurry produces TSS and COD meets the raw quality of liquid waste. The economic potential of industrial liquid waste blend tapioca and gas-bio water as beneficial.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menipisnya bahan bakar pembangkit yang tersedia membuat PLN harus mengurangi daya listrik yang disalurkan sehingga dilakukan pemadaman bergilir. Bahan bakar listrik yang digunakan saat ini berasal dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat pasti akan mengalami kehabisan stock bahan bakar. Selain itu, bahan bakar ini menghasilkan gas buang yang menyebabkan polusi udara [1].

Disisi lain terdapat energi alternatif limbah tanaman hortikultura dan palawija yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada pembangkit listrik skala kecil. Solusi kelangkaan energi (bahan bakar) salah satunya adalah menerapkan teknologi biogas dengan menggunakan bahan baku tanaman holtikultura dan palawija. Karena limbah hasil ekstraksi tanaman tersebut mengandung zat pati yang dapat dengan mudah terfermentasi oleh bakteri [2].

Metana yang dihasilkan tersebut adalah gas yang dapat terbakar sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif terbarukan dengan cara menangkap gas tersebut melalui bioreaktor anaerobik [3].

Limbah cair industri tapioka tradisional mencapai 14 –18 m3per ton ubi kayu. Dengan teknologi yang lebih baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8 m3 /ton ubi kayu. Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi 1.000 – 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 – 5.300 mg/L.22 [4]. Pada dasarnya limbah dapat mengalami perubahan secara biologis sehingga dapat dikonversikan ke produk lain [5].

Berdasarkan hasil pengukuran emisi gas di kolam anaerobik industri tapioka menunjukkan bahwa setiap satu ton ubi kayu dapat menghasilkan 24,4 m2 biogas atau 14,6-15,8 m2metana per ton ubi kayu yang diolah [6].

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proses fermentasi air limbah industri tapioka yang optimal dalam menghasilkan biogas. Diharapkan dengan diketahui kondisi fermentasi yang optimal dalam menghasilkan biogas, energi baru


(22)

terbarukan yang dihasilkan dapat mensuplai kebutuhan energi pada industri tersebut sehingga dapat mengurangi dampak meningkatkan daya saing industri, dan sekaligus dapat mengurangi dampak pemanasan global yang memicu perubahan iklim global [3].

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah sejauh mana limbah cair dari industri tapioka bila dikombinasikan dengan air akan menghasilkan gas bio dengan menggunakan digester anaerobik systembatch.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas dan kuantitas gas bio yang dihasilkan dari limbah cair industri tapioka yang dikombinasikan dengan air menggunakan digester anaerobik sistem

batch. Selanjutnya mengevaluasi potensi ekonomi dari gas bio yang dihasilkan dari campuran limbah cair industri tapioka dan air.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah cair tapioka menjadi bahan bakar alternatif biogas.

2. Meningkatkan nilai ekonomis limbah cair tapioka yang selama ini hanya dibuang sehingga menjadi bahan baku untuk menghasilkan bahan bakar yang bermanfaat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Penelitian Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini direncanakan memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan adalah limbah cair industri tapioka yang berasal dari Pabrik Tapioka dan air.


(23)

2. Mikroorganisme berasal dari kotoran sapi sebanyak 37,5 kg yang dicamour dengan air sebanyak 37,5 kg berdasarkan perbandingan 1:1 (w/w) yaitu 25% dari volume digester terisi (300 L) dan tambahkan dengan campuran molase (5 kg) dan air (50 L).

3. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses anaerobik dengan sistembatch.

4. Variabel penelitian adalah komposisi sampel sebagai berikut:

- Komposisi sampel dengan rasio limbah cair tapioka dengan air sebesar 15:85 ; 35:65 ; 50:50 ; 65:35 ; 85:15 ; 100:0 (dalam % volume).

- Waktu fermentasi dengan pengambilan sampel setiap tiga hari hingga dicapai keadaan tunak.

5. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah digester anaerobik sistem

batchdengan volume 500 liter.

6. Parameter pengamatan adalah nilai COD (Chemical Oxygen Demand), pH, TSS (Total Suspended Solid), volume gas bio yang dihasilkan dan uji nyala gas bio.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UBI KAYU (SINGKONG)

Ubi kayu (Mannihot esculenta) berbatang berkayu dan beruas - ruas yang tingginya mencapai 3 meter atau lebih [7]. Bagian tengah dari ubi kayu bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah [8]. Ubi kayu (Mannihot esculenta) ini ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Ubi Kayu (Mannihot esculenta)[9] 2.1.1 Sejarah Ubi Kayu

Indonesia adalah negara ketiga penghasil singkong setelah Brazil dan Thailand, dan memiliki 1.205.440 hektar area tertanam dan 21.990.381 ton produksi singkong / tahun [10]. Sebagaian besar, singkong diproduksi untuk tepung tapioka. Ada 339 industri kecil menegah (IKM) di Margoyoso, Jawa Tengah, Indonesia yang memiliki kapasitas produksi rata-rata 10 ton singkong / IKM-hari. Maka, permintaan singkong adalah 3.990 ton / hari dengan konsumsi total air 15.960 m3 / hari [11]. Pada awal 1970 itu Presiden AS, menjadi waspada terhadap krisis negara-negara berkembang makanan, menunjuk Ilmu Komite Penasehat Panel pada pasokan pangan


(25)

departemen pertanian potensi wilayah luas lahan tidur, terutama di Amerika Selatan dan Afrika, walaupun akan dievaluasi untuk produksi pangan berkelanjutan dan penekanan pada singkong sebagai tanaman yang dipilih yang memiliki potensi untuk memenuhi permintaan besar untuk makanan. Sejak perhatian lebih banyak kepada singkong sebagai tanaman prioritas maka dibentuklah Internasional Pusat Penelitian Pertanian (IARS). Internasional Pusat Tropical Agriculture (CIAT) di Cali, Kolombia diberi mandat untuk meningkatkan singkong di seluruh dunia dan di Amerika Selatan pada khususnya [12].

2.1.2 Komposisi Ubi Kayu

Berdasarkan Iptek (2010), komposisi kandungan ubi kayu per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Kimia Ubi Kayu [13]

No Komposisi Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium (Ca) Fosfor (P) Besi (Fe) Vitamin B1 Vitamin C1 Air 146.000 kal 1.200 g 0,300 g 34.700 g 33.000 mg 40.000 mg 0,7 mg 0,006 mg 30.000 mg 62.500 g

2.2 INDUSTRI TAPIOKA

Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri hasil pertanian (agroindustry) yang cukup banyak tersebar di Indonesia [14]. Limbah industri tapioka dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair [15]. Menurut Greenfield [16], limbah pabrik tapioka banyak mengandung bahan organik seperti pati, serat, protein, gula dan sebagainya. Komponen limbah ini merupakan


(26)

bagian sisa pati yang tidak terekstrak serta komponen non pati yang terlarut dalam air. Sehingga tepung tapioka adalah komponen pati yang hampir murni.

Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim.

2. Semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan.

3. Full otomateyaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas [17]

Cleaner production atau produksi bersih adalah merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan [18]. Pengertian strategi produksi bersih bermakna sangat luas karena di dalamnya mencakup upaya pencegahan pencemaran, minimisasi limbah, teknologi bersih, and of pipe treatmentdan remediasi [14].

Namun industri tepung tapioka pada saat ini sering menimbulkan masalah lingkungan. Jika tidak ditangani secara seksama limbah tapioka yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas, berpotensi besar mencemari lingkungan. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava dan pembuatan gas bio.

Ini juga yang menyebabkan fungsi ubi kayu telah bergeser dari bahan pangan menjadi sumber alternatif gas bio. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia


(27)

menguatkansecurity of supplybahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru [8].

Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih [14]

2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA

Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit dan pada waktu pemrosesan yang berupa ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Penanganan yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari


(28)

udara. Limbah cair industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuningan, sedangkan limbah yang sudah busuk berwarna abu-abu gelap. Kekeruhan yang terjadi pada limbah disebabkan oleh adanya bahan organik, seperti pati yang terlarut, jasad renik dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap dengan cepat [19]. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein [20].

Selain itu, limbah cair tapioka proses ekstraksi dengan kadar COD 33600-38223 mg/L tercatat mengandung 425-1850 mg/L glukosa dan 22614-29725 mg/L gula yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa [21].

Umbi singkong memiliki senyawa HCN (asam sianida) secara alami dalam sel-selnya. Sianida adalah suatu senyawa yang sangat beracun, larut dalam air dan mudah menguap pada suhu kamar [20]. Singkong jenis tertentu (singkong pahit) dan apabila dipotong- potong warnanya berubah menjadi biru. Ubi kayu berkadar racun tinggi sebaiknya dibuat menjadi tepung tapioka [7]. Pada saat proses pemerasan dan ekstraksi, HCN yang terdapat dalam sel-sel singkong akan terlepas/ terlarut dengan air. Air limbah yang mengandung HCN apabila dibuang ke perairan dan terakumulasi dapat membahayakan kehidupan biota air tesebut dan secara tidak langsung dapat membahayakan manusia [22].

Berdasarkan penelitian, HCN yang terdapat dalam limbah cair industri tapioka dapat diuraikan dengan menggunakan Effective Microorganism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EM 1% (1 ml EM dalam 1 liter limbah cair) merupakan konsentrasi yang cocok untuk menguraikan HCN tersebut. Oleh karena itu, Pengaruh

EMterhadap HCN pada limbah cair tapioka dapat terlihat pada tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 PengaruhEMterhadap HCN pada Limbah Cair Tapioka [23]


(29)

Adapun kandungan dan baku mutu limbah cair industri tapioka yang diizinkan pemerintah sesuai dengan Lampiran B. VIII KEP-51/ MNLH/ 10/ 1995 sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Kandungan dan Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tapioka [24]

Dari tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa limbah cair industri tapioka yang dihasilkan saat ini harus diolah terlebih dahulu mengingat kandungan COD yang cukup tinggi, yaitu 13.500-22.000 mg/liter. Sedangkan untuk TSS dapat terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 KomposisiTotal Solid(TS) Limbah Cair Tapioka [25]

2.4 GAS BIO

Gas bio adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik, sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam gas bio adalah metana dan karbon


(30)

dioksida [26]. Gas bio hanya dapat terbakar apabila kandungan metana di dalamnya mencapai 45% atau lebih [27]. Komposisi gas bio yang dihasilkan secara umum mengandung beberapa komponen, dapat terlihat pada tabel 2.5 berikut ini:

Tabel 2.5 Komposisi Gas Bio Secara Umum [28]

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0,3

Hidrogen (H2) 1-5

Hidrogen sulfide (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0,1-0,5

2.4.1 Tahapan Metabolisme dalam Pembentukan Gas Bio

Pada proses anaerob, bahan organik didegradasikan menjadi metana dan karbon dioksida melalui tahap-tahap berlainan yang merupakan serangkaian kegiatan metabolik dari kelompok-kelompok mikroorganisme yang berbeda. Adapun tahap-tahap ini dapat dibedakan menjadi 4 tahap-tahap utama yaitu:

1. Hidrolisis dan Asidifikasi. Mula-mula, bakteri fermentatif akan menghidrolisis substrat polimer seperti polisakarida, protein dan lemak menjadi monomer-monomer gula, asam amino dan peptida.

Reaksi hidrolisis : (C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6) + sel mikroorganisme

Reaksi asidifikasi :

C6H12O6 2CH3CHOHCOOH

(Asam Laktat)

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2+ 2H2

(Asam Butirat)

C6H12O6 CH3CH2COOH + 2CO2

(Asam Propionat)

C6H12O6 CH3COOH

(asam asetat)

2. Asidogenesis. Pada tahap ini, hasil hidrolisis dari tahap sebelumnya akan difermentasikan menjadi asam lemak volatil (asam asetat, asam butirat dan propionat) dan asam lemak rantai panjang, CO2, format, H2, NH4+, HS-, alkohol


(31)

3. Asetogenesis.

Selanjutnya, bakteri sintropik atau bakteri asetogenik pereduksi proton, menguraikan propionat, asam lemak rantai panjang, alkohol, beberapa asam amino dan senyawa aromatik, menjadi H2, format dan asetat.

CH3CH2COOH CH3COOH + CO2+ 3 H2

CH3(CH2)2COOH 2CH3COOH + 2 H2O

4. Metanogenesis.

Tahap terakhir melibatkan 2 kelompok metanogen yang berbeda, yakni metanogen hidrogenotropik yang menggunakan H2 dan format dari reaksi sebelumnya untuk

mereduksi CO2menjadi CH4, dan metanogen asetotropik yang menguraikan asetat

menjadi CO2dan CH4. Reaksinya sebagai berikut :

CH3COOH CH4+ CO2

4H2+ CO2 CH4+ 2H2O [19]

2.4.2 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Gas Bio

2.4.2.1 Temperatur

Proses anaerob biasanya dijalankan pada temperatur 30-38oC atau pada 49-58oC (termofilik) dan harus sangat diperhatikan mengingat organisme berkembang pada temperatur yang berbeda [30].

2.4.2.2 pH

Metanogen hanya dapat berkembang dengan baik pada jangkauan pH yang sempit, antara 6,5-8. Penambahan baking soda (NaHCO3) dapat meningkatkan alkalinitas

dari suatu larutan fermentasi [27] 2.4.2.3 Rasio C:N

Metanogen umumnya menggunakan karbon sebagai sumber energi untuk pertumbuhan, dan nitrogen untuk membangun struktur sel. Biasanya karbon yang dibutuhkan 25-30 kali lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen [27].

2.4.2.4 Logam Berat Terlarut

Logam berat terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses metanogenesis, karena fungsi sebagai nutrisi penting bagi pertumbuhan mikroba. Kandungan logam berat yang direkomendasikan pada pengolahan limbah


(32)

cair seperti besi, kobalt, nikel, dan seng 0,02; 0,004; 0,003 mg/g produksi asam asetat. Sedangkan kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2; NiCl2; dan 0,1 mg ZnCl2. Penambahan logam

logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair [29].

2.5 POTENSI EKONOMI

Perbandingan terbaik dari penelitian ini yaitu pada perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (v/v) sehingga berdasarkan hal ini dapat disimpulkan potensi ekonominya yaitu:

Bahan Baku:

a.Limbah Cair Rp.

0,-Bahan Tambahan

a.Kotoran Sapi Rp. 10.000,-/ karung b. Molase Rp. 5.000,-/ kg

Biaya lain-lain (kapur, digester)Rp.300.000,-/ digester

Produksi tepung tapioka untuk Sumatera Utara tahun 2012 adalah sebesar 1.192.124 ton [31]. Sebanyak 1000 kg ubi kayu yang telah bersih dan terkupas kulitnya (kandungan bahan kering 35%) dapat menghasilkan limbah cair sebesar 514kg [32]. Jadi pada tahun 2012 akan dihasilkan limbah cair sebanyak 100.000.000 ton.

Untuk perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (v/v) dengan volume limbah sebanyak 225 L menghasilkan 205,617 L gas bio dengan lama fermentasi 24 hari. Pemanfaatan limbah tapioka ini cukup menjanjikan. Untuk 100.000.000 ton limbah cair industri tapioka dan gas bio yang dihasilkan sebanyak:


(33)

Kotoran sapi dan air= 25% dari volume digester terisi = Total limbah/ 75% Volume digester terisi = 100.000.000.000 /0,75 = 133.333.333.333 L

Volume digester total = Volume digester terisi/60% = 222.222.222.222 L

(Anggap 1 digester sekitar 2.000 L, maka dibutuhkan sekitar 111.111.111 digester) Kotoran sapi dan air= 25% x 133.333.333.333 L = 33.333.333.333 L

Kotoran sapi : air =1:1 (w/w) maka diperlukanKotoran sapi= 16.666.666.667 kg (50 kg/karung sehingga dibutuhkan 333.333.333 karung) =Rp. 3.333.333.333.000,-Molase= 5kg/ 500L volume digester total = 2.222.222.222 kg

= Rp.11.111.111.111.000,-Biaya lain-lain

Kapur = Rp. 10.000,- x 111.111.111 digester =Rp.

1.111.111.110.000,-Transportasi =Rp.

9.999.999.900.000,-Digester = Rp. 200.000,- x 111.111.111 digester =Rp.

22.222.222.000.000,-Total Biaya

Rp.47.777.777.454.000,-Kandungan metana (CH4) dalam gas bio berkisar 50-70% [33] jadi dianggap

kandungan metana dalam gas bio adalah 60%.

Volume metana yang terbentuk = 60% x 91.385.333.333 L = 54.831.200.000 L = 54.831.200.000 m3 Diketahui: ρCH4 = 0,6800 kg m3[34]

Massa Metana (CH4) = ρCH4 xVolume CH4

= 0,6800 kg m3x 54.831.200.000 m3 = 37.285.216.000 kg

Massa gas bio =

= 37.285.216.000 kg / 0,60 = 62.142.026.667 kg

Harga gas bio adalah Rp.1.167/kg [35], sehingga total penjualan 62.142.026.667 kg gas bio adalah Rp. 72.519.745.120.000,-. Total Penjualan > Total Biaya Pengeluaran sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair industri tapioka dan air menjadi gas bio menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan.


(34)

Tabel 2.6 Perhitungan Potensi Ekonomi

BAHAN DIBUTUHKAN @ BIAYA

Baku Limbah Cair 100.000.000.000 L - Rp.

0,-Tambahan Kotoran sapi 333.333.333 karung Rp. 10.000 Rp.

3.333.333.333.000,-Molase 2.222.222.222 kg Rp. 5.000

Rp.11.111.111.111.000,-Digester 111.111.111 digester

Rp. 300.000

Rp.

22.222.222.000.000,-Kapur Rp.

1.111.111.110.000,-Transportasi Rp.

9.999.999.900.000,-Total Biaya Pengeluaran

Rp.47.777.777.454.000,-Gas bio 62.142.026.667 kg Rp.1.167 Rp.

72.519.745.120.000,-Total Biaya Penjualan Rp.

72.519.745.120.000,-LABA Rp.

27.741.967.666.000,-Adapun keuntungan pemanfaatan pengolahan campuran limbah cair industri tapioka dan air menjadi gas bio antara lain:

 Mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.

 Sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui.

 Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

 1 m3 gas bio diperoleh menyalakan lampu 50 – 100 watt selama 6 jam [36], mengahasilkan daya 1,25 Kwh dan juga menjalankan mesin 1 PK selama 2 jam [37].


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Penelitian Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah: 1. Bahan Utama

 Limbah cair industri tapioka

 Air sumur 2. Bahan Pembantu

 Mikroorganisme berasal dari kotoran sapi yang dicampurkan dengan air pada perbandingan 1:1 yaitu 25% dari volume digester terisi (300L)

 Campuran molase (5 kg) dan air (50 L) 3. Bahan Analisa

 Kalium dikromat (K2Cr2O7)

 Ferri sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O)  Perak sulfat (Ag2SO4)

 Merkuri sulfat (HgSO4)  Asam sulfat pekat (H2SO4)  Natrium Hidroksida (NaOH)

 Natrium Klorida (NaCl)

 Natrium Sulfat (Na2SO4)  Natrium Karbonat (Na2CO3)  1,10-phenanthroline monohydrate


(36)

 Aquadest ( H2O)  Indikator Ferroin

 Ferro ammonium sulfat (Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O) (FAS) 0,1

3.2.2 Peralatan

Pada Penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain: 1. Peralatan Utama, tangki digester anaerobik

2. Peralatan Analisa

 Cawan

 Desikator

 Oven

 pH meter/ ph indikator

 Neraca analitik

 Penjepit tabung

 Alat-alat gelas seperti: gelas kimia, pipet tetes, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, buret, gelas ukur,culture tube, dan lain-lain.

3.2.3 Rangkaian Peralatan

Gambar berikut menunjukkan rangkaian peratan yang digunakan dalam pembuatan gas bio.

1 7 8 4 6 Spesifikasi alat:

Volume tangki digester : 500 L Jenis reactor :batch

Suhu dan tekanan lingkungan

Diameter pipa 3 in, maka r=1,5 in = 3,81 cm

Dalam tanah

Keterangan: 1.Digester

2.Outlet

3. BakOutlet

4.Inlet

5. BakInlet

6. Alat ukur volume gas bio 2

3 5


(37)

3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 3.3.1 Pembuatan Gas Bio

Limbah cair industri tapioka dimasukkan ke dalam tangki digester yang memiliki volume 500 L dengan variasi komposisi limbah cair tapioka : air adalah 100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65 dan 15:85 (dalam % volume). Kemudian ditambahkan starter (kotoran sapi) yang telah diaklimatisasi dan dicampurkan dengan 5 kg molase dan 50 L air, selanjutnya difermentasikan hingga tercapai keaadaan tunak. Tangki digester dihubungkan ke bladder (tempat penampung gas) sehingga gas yang terbentuk akan masuk ke bladder.Kemudian volume gas diukur setiap tiga hari.

Pada tahap ini percobaan dilakukan pada digester anaerobik sistem batch.

Dengan pH dijaga konstan antara 6,7–7,6, dan pada temperatur lingkungan (25–30

o

C). Bakteri anaerobik yang telah diaklimatisasi dicampur dengan limbah dengan perbandingan jumlah limbah : kotoran sapi adalah 75 : 25 (dari perancang digester), lalu diamati paramater-parameter percobaan yaitu pH, COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), dan volume gas bio hingga tercapai keadaan tunak, kemudian dilakukan uji nyala. Periode pengamatan dilakukan setiap 3 hari.

3.3.2 Blok Diagram Pembuatan Gas Bio

Adapun untuk memperoleh gas bio dari limbah cair industri tapioka dapat dilihat pada gambar 3.2, sebagai berikut :

Campuran limbah Cair Industri Tapioka dan air pada beberapa komposisi dalam v/v (100:0; 85:15; 65:35; 50:50; 35:65 dan 15:85)

Kotoran sapi yang dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1:1

(25 % volum digester) Analisa (pH,

COD, dan TSS)

Digester (Fermentasi secara

batchanaerobik) Analisa pH,

COD, dan TSS padasludge

setiap selang waktu 3 hari

Gas bio Analisa volume gas

yang terbentuk setiap selang waktu

3 hari hingga keadaan tunak

Analisa uji nyala setelah setelah volume gas bio

konstan


(38)

3.4 PROSEDUR ANALISA

3.4.1 Analisa KonsentrasiChemical Oxygen Demand(COD)

Untuk melakukan penentuan harga COD dengan refluks terbuka, perlu dibuat beberapa larutan, antara lain :

1. Larutan baku kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N.

2. Larutan asam sulfat (H2SO4)–perak sulfat (Ag2SO4).

3. Larutan indicator ferroin.

4. Larutan Ferro ammonium sulfat (Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O) (FAS) 0,1 N.

5. Larutan baku potassium hydrogen phthalate (KHP). 6. Asam sulfamat.

7. Serbuk merkuri sulfat (HgSO4).

Adapun peralatan yang diperlukan untuk melakukan penentuan harga COD dengan refluks terbuka antara lain :

1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu Erlenmeyer, pendinginLiebig30 cm; 2. hot plateatau yang setara;

3. labu ukur 100 mL dan 1000 mL; 4. buret 25 mL dan 50 mL;

5. pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50 mL; 6. erlenmeyer 250 mL (labu refluk); dan

7. timbangan analitik.

Sebelum melakukan penentuan harga COD dengan refluks terbuka, perlu dipakukan persiapan uji antara lain :

1. Aduk contoh uji hingga homogeny dan segera lakukan analisis.

2. Contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 sampai pH lebih kecil dari 2

dan contoh uji disimpan pada pendingin 4oC dengan waktu simpan 7 hari.

Adapun prosedur untuk melakukan penentuan harga COD dengan refluks adalah sebagai berikut :

1. Pipet 10 mL contoh uji, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL. 2. Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4dan beberapa batu didih.

3. Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O70,25 N.


(39)

5. Hubungkan dengan pendinginLeibigdan didihkan diatashot plateselama 2 jam. 6. Didinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga

volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL.

7. Dinginkan sampai temperature kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.

8. Lakukan langkah 1 sampai dengan 7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.

Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Uji Penentuan Harga COD Mulai

Selesai

Aduk contoh uji hingga homogen dan segera lakukan analisis

Contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4sampai pH


(40)

Mulai

Pipet 10 mL contoh uji, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL

Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4

dan beberapa batu didih

Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O70,25 N

Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat–perak sulfat perlahan-lahan

sambil didinginkankan dalam air pendingin

Hubungkan dengan pendinginLiebigdan didihkan diatashot plateselama 2 jam

Didinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL

Dinginkan sampai temperature kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS


(41)

Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Harga COD

Adapun perhitungan yang dilakukan antara lain : 1. Normalitas larutan FAS

Normalitas FAS =

Dimana :

V1 adalah larutan K2Cr2O7yang digunakan, mL;

V2 adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL; N1 adalah normalitas larutan K2Cr2O7.

2. Kadar COD COD (mg/L O2) =

Dimana :

A adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL; B adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL; N adalah normalitas larutan FAS.

3.4.2 Analisa KonsentrasiTotal Suspended Solid (TSS)

Prosedur analisa TSS awal dengan pengujian pada sisa hasil fermentasi (slurry) adalah Kertas saring dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam,

Lakukan langkah 1 sampai dengan 7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD

A


(42)

kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan (B gram). Sebanyak 10 mL sampel disaring. Kertas saring dan residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan (A gram).

Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

TSS(mg/L) =

Dimana :

A adalah berat filter dan residu sesudah pemanasan 105oC (mg) B adalah berat filter kering sesudah pemanasan 105oC (mg) C adalah volume sampel (ml)

Mulai

Selesai

Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

TSS(mg/L) =

Kertas saring dan residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan (A gram)

Sebanyak 10 ml sampel disaring Dinginkan dalam desikator dan ditimbang

sampai berat konstan (B gram) Kertas saring dipanaskan dalam oven


(43)

3.4.3 Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator.

Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran pH

3.4.4 Pengukuran Volume Gas Bio

Pengukuran volume biogas yang terbentuk dilakukan dengan mengamati perubahan volume pada perangkap gas.

3.4.5 Penentuan Kualitas Gas Bio

Penentuan kualitas gas bio yang dihasilkan dilakukan dengan uji nyala. Mulai

Dicelupkan kertas pH indikator ke dalam larutan

Warna kertas dibandingkan dengan warna standar

Selesai Dicatat pH sampel


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP VOLUME GAS BIO YANG DIHASILKAN PADA BEBERAPA KOMPOSISI SAMPEL

Adapun grafik di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu fermentasi terhadap volume gas bio pada setiap sampel campuran limbah cair tapioaka dengan air pada beberapa komposisi dari hari ke-0 sampai hari ke-24.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Volume Gas Bio Pada Beberapa Komposisi Sampel

Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat hasil analisa volume gas bio diperoleh peningkatan bahwa semakin lama fermentasi maka hasil analisa volume gas bio semakin meningkat dan semakin kecil perbandingan limbah yang digunakan maka semakin kecil juga gas bio yang dihasilkan. Limbah cair tapioka yang dipergunakan dalam penelitian ini menghasilkan gas bio yang cukup tinggi. Untuk perbandingan volume antara limbah cair industri tapioka dan air 100:0 menghasilkan volume gas bio paling besar.


(45)

produksi gas bio optimal pada hari ke-24 dengan total perolehan gas bio sebesar 205,617 L. Untuk perbandingan volume antara antara limbah cair industri tapioka dan air 85:15, gas bio mulai dihasilkan pada hari ke-3, konstan pada hari ke-24 dengan total perolehan gas bio sebesar 131,023 L, pada perbandingan volume antara limbah cair industri tapioka dan air 65:35, gas bio mulai dihasilkan pada hari ke-6, konstan pada hari ke-24 dengan total gas bio sebesar 102,943 L, pada perbandingan volume antara limbah cair industri tapioka dan air 50:50, gas bio mulai dihasilkan pada hari ke-6, konstan pada hari ke-24 dengan total gas bio sebesar 96,256 L, pada perbandingan volume antara limbah cair industri tapioka dan air 35:65, gas bio mulai dihasilkan pada hari ke-3, konstan pada hari ke-24 dengan total gas bio sebesar 95,50 L dan pada perbandingan volume antara limbah cair industri tapioka dan air 15:85, gas bio mulai dihasilkan pada hari ke-6, konstan pada hari ke-24 dengan total gas bio sebesar 91,72 L. Dalam hal ini, gas bio optimal menghasilkan produksi pada hari ke-24 dan limbah cair industri tapioka dan air dengan perbandingan 100:0 menghasilkan gas bio paling banyak yaitu 205,617 L.

Limbah cair tapioka dapat dikelola secara anaerobik untuk dimanfaatkan sebagai sumber gas bio. Pada dasarnya pengolahan limbah cair secara anaerobik merupakan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan gas bio sebagai produk akhir. Gas bio yang dihasilkan mengandung 50-80% metana, 20-50% karbondioksida, beberapa gas dalam jumlah kecil, cairan dan residu padat [38]. Fermentasi anaerob adalah proses perombakan bahan organik secara mikrobiologis dalam keadaaan anaerob, dimana dihasilkan gas bio berupa campuran gas dimana CH4dan CO2merupakan gas yang dominan. Secara

sederhana reaksi keseluruhan pembuatan biogas dari bahan-bahan organik adalah sebagai berikut:

Bahan-bahan organik CH4+ CO2+ CO + N2+ H2+ H2S + O2 [32]

(mikroorganisme/anaerobik)

Berdasarkan teori, setelah fase adaptasi terlewati mikroba mulai bekerja mengurai limbah yang ada menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti gula, alkohol dan hidrogen. Monomer-monemer hasil hidrolisis dikonversi menjadi senyawa organik seperti asam lemak volatil, alkohol dan asam laktat. Asam asetat dikonversi oleh bakteri metanogenik menjadi gas metan [39].


(46)

Adapun hasil yang berfluktuasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan proses juga harus direkayasa dan dikendalikan. Faktor-faktor lingkungan utama yang mempengaruhi proses metanogenesis adalah komposisi air limbah, suhu, pH, waktu tinggal hidrolik dan konsentrasi asam-asam volatil. Produksi gas metana selama proses degradasi bahan organik dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi air limbah yang digunakan sebagai substrat [40].

Gas bio tidak berbau dan berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan 20% lebih nyala api biru cerah seperti gas LPG. Gas bio kira-kira memilliki berat ringan dibandingkan dengan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650o C-750oC. Metana mudah dihasilkan oleh bahan yang mengandung rasio C/N kurang dari 30 dengan syarat bahan baku tersebut mengandung bakteri pengurai sehingga terjadi fermentasi [41].

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nyala api membuktikan berwarna biru. Apabila gas yang dihasilkan adalah CO2, api yang dinyalakan akan

tidak nyala. Metan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena

memiliki kadar kalor yang cukup tinggi dan jika gas yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob ini dapat terbakar, berarti sedikitnya mengandung 45% metan. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa biogas hasil penelitian ini layak untuk digunakan dan teknologi produksinya dapat dikembangkan lebih lanjut [19].

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu fermentasi terhadap Produksi Gas Bio Harian Pada Beberapa Komposisi Sampel


(47)

Gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara waktu fermentasi terhadap produksi gas bio. Semakin lama waktu fermentasi maka produksi gas bio akan meningkat lalu menurun walaupun cenderung berfluktuasi. Pada perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 100:0, produksi gas bio optimum pada hari ke-18, yaitu sebesar 0,999 L/gr COD terkonversi. Untuk perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 85:15, produksi gas bio optimum pada hari ke-9, yaitu sebesar 0,397 L/gr COD terkonversi, perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 65:35, produksi gas bio optimum pada hari ke-9, yaitu sebesar 0,923 L/gr COD terkonversi. Untuk perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 50:50, produksi gas bio optimum pada hari ke-15, yaitu sebesar 0,689 L/gr COD terkonversi, perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 35:65, produksi gas bio optimum pada hari ke-12, yaitu sebesar 0,871 L/gr COD terkonversi. Pada perbandingan rasio antara limbah cair industri tapioka dan air 15:85, produksi gas bio optimum pada hari ke-12, yaitu sebesar 0,794 L/gr COD terkonversi. Dalam hal ini, produksi gas bio diperoleh pada perbandingan campuran limbah industi cair tapioka dan air 100:0, yaitu sebesar 0,999 L/gr COD terkonversi.

Ada beberapa tahapan dalam pembentukan gas bio, yaitu tahap hidrolisis, tahap asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Pada tahap hidrolisis, material organik seperti protein, selulosa, lemak, dan pati mengalami proses degradasi oleh bakteri anaerob menjadi molekul yang mempunyai berat molekul lebih kecil. Tahap kedua yaitu asidogenesis (pengasaman) [42]. Pada tahap ini, bakteri (asetogenik) dapat melakukan reaksi pembentukan asam asetat dari propionat dan butirat. Selanjutnya, bakteri mengkonversi asam asetat menjadi metan dan CO2. Bakteri

(acetoclastic methane bacteria) ini, merupakan jenis utama penghasil metan dalam proses anaerob. Bakteri (hydrogen utilizing methane bacteria) ini, mengkonsumsi hidrogen dan menghasilkan metan [43].

Adapun dari hasil penelitian ini berfluktuasi, disebabkan Fermentasi asam cenderung menyebabkan penurunan pH [44] karena adanya produksi asam lemak volatil dan intermediet-intermediet lain yang memisahkan dan memproduksi proton [39], dan juga zat- zat penghambat lain terhadap aktivitas mikoorganisme pada proses anaerob diantaranya kandungan logam berat sianida [27]. Faktor lain yang


(48)

mempengaruhi proses antara lain waktu tinggal atau lamanya substrat berada dalam suatu reaktor sebelum dikeluarkan sebagai sebagai supernatan atau digested sludge (efluen). Minimum waktu tinggal harus lebih besar dari waktu generasi metan sendiri, agar mikroorganisme didalam reaktor tidak keluar dari reaktor [39].

4.2 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP % PENYISIHAN TSS PADA BEBERAPA KOMPOSISI SAMPEL

Adapun grafik di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu fermentasi terhadap % penyisihan total suspended solid (TSS) pada setiap sampel campuran limbah cair tapioka dengan air pada beberapa komposisi dari hari ke-0 sampai hari ke-24.

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap % Penyisihan TSS (TSS-remove) Pada Beberapa Komposisi Sampel

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa waktu fermentasi terhadap % penyisihan

total suspended solid (TSS) mengalami fluktuatif. Pada perbandingan volume rasio limbah cair dan air 100:0 dengan persentase penyisihan TSS terbesar yaitu 89,85% pada hari ke-21, untuk perbandingan volume rasio limbah cair dan air 85:15 dengan persentase penyisihan TSS terbesar yaitu 54,36% pada hari ke-18. Pada perbandingan volume rasio limbah cair dan air 65:35 dengan persentase penyisihan


(49)

cair dan air 50:50 dengan persentase penyisihan TSS terbesar yaitu 55,40% pada hari ke-24. Pada perbandingan volume rasio limbah cair dan air 35:65 dengan persentase penyisihan TSS terbesar yaitu 48,88% pada hari ke-18, untuk perbandingan volume rasio limbah cair dan air 15:85 dengan persentase penyisihan TSS terbesar yaitu 68,95% pada hari ke-24, dengan gas bio yang dihasilkan optimum dan konstan.

TSS atau total zat padat tersuspensi diklasifikasikan menjadi zat padat dan melayang yang bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap tersebut dapat melalui volumenya yang disebut dengan analisis volume lumpur (sludge volume) dan dapat melalui bobotnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap (settleable solids) [45].

Adapun hasil yang berfluktuasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan proses juga harus direkayasa dan dikendalikan. Faktor-faktor lingkungan utama yang mempengaruhi proses metanogenesis adalah komposisi air limbah, suhu, pH, waktu tinggal hidrolik dan konsentrasi asam-asam volatil. Produksi gas metana selama proses degradasi bahan organik dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi air limbah yang digunakan sebagai substrat [40].

Total Solid yang dimiliki oleh limbah cair industri tapioka menurut SK MENLH KEP-51/MENLH/I0/1995 belum layak apabila langsung dilepaskan ke perairan lepas, yaitu lebih besar dari pada 150 mg L-1[24]. Pada penelitian ini, Total Solid yang paling sedikit dimiliki oleh perbandingan volume rasio limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (w/w) adalah 370 mg L-1 pada hari ke-21. Proses fermentasi selama 21 hari telah mendegradasi TSS yang terdapat dalam limbah. Perombakan TSS oleh mikroorganisme telah mengakibatkan penurunan nilai TS. Proses fermentasi selama 21 hari diperoleh TSS sebesar 370 mg L-1 ternyata belum mampu menurunkan nilai TSS hingga memenuhi syarat, meskipun persentasi penurunan pada perlakuan TSS merupakan persentase terbesar dibandingkan perlakuan lainnya.

Alternatif lain seperti yang dilakukan Umayi (2013) dengan menambahkan adsorben dari kulit singkong sehingga persentase penyisihan TSS akan semakin


(50)

besar dengan nilai TSS limbah cair olahan 39,26 mg/L tercapai pada kondisi perbandingan volume limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (kondisi terbaik) dimana sebelum proses adsorpsi, nilai TSS sebesar 976 mg/L.

4.3 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP % PENYISIHAN COD PADA BEBERAPA KOMPOSISI SAMPEL

Adapun grafik di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu fermentasi terhadap % penyisihan chemical oxygen demand (COD) pada setiap sampel dengan pengambilan sampel dari hari ke-0 sampai hari ke-24.

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap % Penyisihan COD (COD-remove) Pada Beberapa Komposisi Sampel

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa waktu fermentasi terhadap % penyisihan COD (COD-remove) diperoleh kecenderungan bahwa semakin lama fermentasi maka hasil analisa COD menurun. Tetapi pada waktu tertentu hasil analisa mengalami fluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan volume limbah cair dan air 100:0 diperoleh persentase penyisihan COD terbesar pada hari ke-24 yaitu 23,89%, perbandingan volume limbah cair dan air 85:15 diperoleh persentase penyisihan COD terbesar pada hari ke-21 yaitu 41,61%, perbandingan volume limbah cair dan air 65:35 diperoleh penyisihan terbesar pada hari ke-21 yaitu 46,83%. Pada perbandingan volume limbah cair dan air 50:50 diperoleh persentase


(51)

penyisihan COD terbesar pada hari ke-18 yaitu 27,75%, perbandingan volume limbah cair dan air 35:65 diperoleh persentase penyisihan COD terbesar pada hari ke-24 yaitu 37,67%, perbandingan volume limbah cair dan air 15:85 diperoleh penyisihan terbesar pada hari ke-24 yaitu 42,14%.

COD (Chemichal Oxygen demand) adalah ukuran jumlah senyawa organik dalam air. COD dapat menentukan jumlah polutan organik yang ditemukan dalam air permukaan. COD dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L), yang menunjukkan massa oksigen yang terlarut per liter larutan, jadi semakin besar nilai kandungan COD maka kandungan zat organik dalam limbah semakin tinggi [47].

Peningkatan rasio COD tersebut menunjukkan makin tingginya tingkat biodegradabilitas limbah karena nilai rasio COD yang rendah mengindikasikan banyaknya senyawa organik yang sulit terbiodegradasi. Penurunan kadar COD dalam hal ini dapat terjadi dengan terkonversinya senyawa organik menjadi gas H2, CO2,

NH3 dan CH4. Selanjutnya, peningkatan waktu kontak dapat mengakibatkan

biodegradasi organik berlangsung lebih lama sehingga kadar COD makin rendah [48].

Limbah cair mengandung bahan – bahan organik yang mudah terlarut dan bahan organik yang sulit terlarut. Bahan organik tersebut membutuhkan oksigen selama proses degradasi. Oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap. Pada umumnya pengukuran jumlah oksigen yang terpakai oleh mikroorganisme tersebut disebut Biological Oxygen Demand

(BOD). Selain dari itu, bahan buangan organik baik yang mudah terlarut dan sulit terlarut juga dapat bereaksi dengan oksigen, disebut dengan proses oksidasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan selama proses oksidasi tersebut dinamakan sebagai

Chemycal Oxygen Demand(COD). Oleh sebab itu nilai COD selalu lebih besar dari nilai BOD [47].

Berdasarkan teori, skala pilot plant di lapangan lebih sulit dikendalikan karena adanya beberapa faktor utama yang harus dijaga seperti suhu, pH, pengadukan (resirkulasi) dan kondisi reaktor [40]. Ini juga yang menyebabkan adanya analisa yang mengalami fluktuatif.


(52)

Limbah cair industri tapioka yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak memenuhi persyaratan baku mutu limbah industri tapioka yang sudah beroperasi dalam SK MENLH KEP-51/MENLH/I0/1995 karena kadar COD limbah cair tapioka lebih besar dari pada 400 mg L-1. Pada penelitian ini, COD yang terendah dimiliki oleh perbandingan rasio limbah cair industri tapioka dan air (65:35) adalah 871 mg L-1pada hari ke-21. Selama masa fermentasi selama 21 hari nilai COD dalam limbah berkurang sehingga belum dapat memenuhi persyaratan baku mutu.

Salah satu alternatif yang dapat mengurangi kadar COD dalam limbah cair r hasil fermentasi ini adalah seperti yang dilakukan oleh Umayi (2013) dengan menggunakan adsorben dari kulit singkong sehingga persentase penyisihan akan semakin besar, dengan nilai COD limbah cair olahan 191 mg/L yang tercapai pada kondisi perbandingan volume limbah padat dan cair 100:0 (kondisi terbaik) dimana sebelum proses adsorpsi, dengan nilai COD sebesar 1386 mg/L.

4.4 PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP DERAJAT

KEASAMAN (PH)

Adapun grafik di bawah ini menunjukkan hubungan antara Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Derajat Keasaman (pH) pada setiap sampel campuran limbah cair tapioka dengan air pada beberapa komposisi dari hari ke-0 sampai hari ke-24.

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi Terhadap Derajat Keasaman (pH) Pada Beberapa Komposisi Sampel


(53)

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa waktu fermentasi terhadap derajat keasaman (pH) diperoleh fluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan volume limbah cair dan air 100:0 dan 85:15 diperoleh derajat keasaman (pH) yaitu 7 sampai hari ke-18, perbandingan volume limbah cair dan air 65:35 diperoleh derajat keasaman (pH) yaitu 7 sampai hari ke-21. Pada perbandingan volume limbah cair dan air 50:50 diperoleh derajat keasaman (pH) yaitu 7 sampai hari ke-12, perbandingan volume limbah cair dan air 35:65 diperoleh derajat keasaman (pH) yaitu 7 sampai hari ke-15, perbandingan volume limbah cair dan air 15:85 diperoleh derajat keasaman (pH) berfluktuasi yaitu dari 5-8.

Derajat Keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi ammonia [49]. Faktor-faktor lingkungan utama yang mempengaruhi proses metanogenesis adalah komposisi air limbah, suhu, pH, waktu tinggal hidrolik dan konsentrasi asam-asam volatil [40].

Bakteri metanogenik memiliki karakteristik antara lain membutuhkan kondisi anaerob, menghasilkan enzim silanase actinobacteria dan hanya dapat hidup pada kisaran pH yang sempit yaitu 5–7. Rentang derajat keasaman optimum untuk mikroba non-metanogenik adalah antara 5-8,5. Sedangkan rentang pH optimum untuk mikroba metanogenik adalah antara 7-7,2. Mikroba metanogenik sangat sensitif terhadap perubahan pH. Mikroba ini akan mati karena keracunan untuk pH di luar rentang hidupnya itu. Secara umum, operasi fermentasi anaerobik akan optimum pada rentang pH netral [19].

Substrat dengan pH netral dapat mempercepat pembusukan, sehingga bakteri metanogenik mudah melakukan perombakan substrat membentuk biogas, sehingga produksi biogas meningkat [50].

Komponen organik terlarut mencakup proses hidrolisis akan diubah menjadi asam organik, alkohol, hidrogen, dan karbondioksida oleh bakteri asidogenik. Produk dari proses asidogenesis diubah menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Kemudian metan diproduksi oleh bakteri metanogenik dari asam asetat, hydrogen, dan karbondioksida seiring dengan reaksi dari substrat lain seperti asam format dan metanol [43].


(54)

Kondisi optimum nilai pH untuk aktivitas anaerob berkisar 6-8 dan pH untuk bakteri metanogen sebesar 7 [51]. Metanogenesis hanya akan berkembang dengan baik pada kondisi pH netral sehingga ketidakstabilan mungkin muncul sehingga aktivitas metanogen dapat berkurang. Kondisi ini biasa disebut souring (pengasaman) [52]. Ini juga yang menyebabkan adanya analisa yang mengalami fluktuatif.

Menurut Ginting (2007), air buangan yang memiliki pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh mikroorganisme air. pH limbah cair tapioka yang rendah atau asam mengakibatkan tidak seluruh mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang di dalamnya, melainkan hanya beberapa mikroorganisme tertentu saja yang dapat bertahan. Nilai pH yang optimal bagi sebagian besar mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang adalah antara 6,0 - 8,0.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari penelitian ini diperoleh hasil analisa, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap jumlah gas bio yang dihasilkan

dimana pada hari ke-24 diperoleh gas bio optimum campuran limbah cair dan air 100:0 (v/v) menghasilkan gas bio terbesar sebesar 205,617L dengan persentase penyisihan TSS sebesar 89,85 % (976 mg/L) dan persentase penyisihan COD sebesar 23,89 % (1386 mg/L).

2. Kuantitas gas bio yang dihasilkan pada hari ke-24 watu fermentasi dengan perbandingan campuran limbah cair dan air 100:0 adalah berwarna biru. 3. Persen penyisihan COD setelah waktu fermentasi 24 hari terbesar pada

perbandingan volume campuran limbah cair dan air 65:35 (v/v) yaitu sebesar 46,83%.

4. Persen penyisihan TSS setelah waktu fermentasi 24 hari terbesar pada perbandingan campuran volume limbah cair dan air 100:0 (v/v) yaitu sebesar 89,85%.

5. Potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair industri tapioka dan air sebagai gas bio menguntungkan.

6. Sianida tidak mempengaruhi volume gas bio yang dihasilkan.

5.2 SARAN

Adapun saran yang diberikan untuk kemajuan penelitian selanjutnya adalah: 1. Untuk menghasilkan volume gas bio yang besar diperlukan bahan baku

dengan kandungan lemak dan protein yang besar dibandingkan kandungan karbohidrat, selain itu substrat juga harus mudah terdegradasi, contohnya kotoran manusia.

2. Dilakukan variasi terhadap suhu, misalnya fermentasi dilakukan pada kondisi termofilik dengan kisaran suhu 40-50oC atau digester yang digunakan


(56)

dilengkapi dengan media pemanas, supaya kinerja mikroba mesofilik lebih baik.

3. Dilakukan analisa terhadap BOD untuk mengukur kebutuhan oksigen (akibat aktivitas mikroorganisme) untuk mengoksidasi senyawa organik.

4. Dilakukan pengurangan kadar sianida dalam bahan baku, misalnya dengan proses klorinasi atau oksidasi.

5. Sebaiknya digester dilengkapi pengaduk agar kerja mikroba dapat merata dengan baik.

6. Dilakukan variasi terhadap nutrisi, untuk melihat volume gas bio yang dihasilkan besar atau kecil.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sutrisno. 2010.Aplikasi Reaktor Biogas Sistem Colar Sebagai Alternatif Sumber Energi Sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tapioka. Institut Pertanian Bogor

[2] Agung. 2012. Cara Cepat Membuat Biogas Dari Kotoran Hewan dan Sampah Dirumah. http://rumahenergi.com/. 16 Mei 2012

[3] Surya, H. 2009. Produksi Biogas Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka.

http://tapiokapati.com/ . Diakses pada tanggal 12 Mei 2012

[4] Faqihabdulloh. 2011. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. hhtp://www.faqi-habdulloh. wordpress.com/category/ilmu-lingkungan/. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012

[5] Ubalua. Cassava wastes: treatment options and value addition alternatives.

Cassava Research Programme, National Root Crops Research Institute (NRCRI) Umudike, P.M.B. 7006 Umuahia, Abia. African Journal of Biotechnology Vol. 6 (18), pp. 2065-2073, 19 September 2007

[6] Adelekan, BA dan Bamgboye, AI. Perbandingan Produktivitas Biogas Dari Singkong Kulit Dicampur Dalam Rasio Yang Dipilih Dengan Limbah Ternak Utama. Jurnal Afrika Penelitian Pertanian. Vol 4. 2009.

[7] Rukmana, Rahmat. Ubi Kayu Budi Daya Dan Pascapanen. 1997. Penerbit kanisius Yogyakarta

[8] Widianta, Ardhiles dan Deva, Widi Prima. Ubi Kayu (Manihhot esculenta) Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Bensin (Bioethanol) yang Ramah Lingkungan.

SMA Negeri 6 Bengkulu. Diakses pada tanggal 3 Mei 2012

[9] Prihandana, R., Noerwijan, K., Adinurani, G., Setyaningsih, D., Setiadi, S., dan Hendroko, R. Bioethanol Bahan Bakar Masa Depan. Agro media Jakarta selatan. 2007

[10] Badan Statistik Pusat. 2009.

[11] Sunarso, Sumardiono, S., dan Budiyono. Biogas Production Using Anaerobic Biodigester From Cassava Starch Effluent. Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University. Internat. J. of Sci. and Eng. Vol. 1(2):33-37, Dec. 2010, Sunarso et al.

[12] Nagib Ma Nassar. Singkong. http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 2 Mei 2012


(58)

[13] IPTEK. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Sentra Informasi IPTEK. BPPT [15] Bangun, J, F, Sihombing. Penggunaan Media Filtran Dalam Upaya Mengurangi Beban Cemaran Limbah Cair Industri Kecil Tapioka. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian. 2007

[14] Retnani, Yuli. 2010 Penerapan Produksi Bersih Industri Tapioka Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

[15] Bangun, J, F, Sihombing. Penggunaan Media Filtran Dalam Upaya Mengurangi Beban Cemaran Limbah Cair Industri Kecil Tapioka. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian. 2007

[16] Greenfield, R.E. 1971. Industrial Waste Water Control. A Text Book and Reference Book. Departement of Civil Engineering Illionis, Institute of Technology Chicago, Illionis.

[17] Bank Indonesia, Direktorat Kredit, Bpr Dan Umkm. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (Ppuk) Pengolahan Tepung Tapioka. 2011

[18] Dwi, W,N dan Susanti, Ina. Studi Penerapan Produksi Bersih (Studi Kasus Pada Perusahaan Pulp And Paper Serang). Program Studi Teknik Lingkungan FT Undip Jurnal PRESIPITASI. Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-187X

[19] Agustina, Fransiska. 2011. Aplikasi Parameter Produk Biogas Dari Limbah Cair Industri Tapioka Dalam Bioreaktor Anaerobik 2 Tahap. Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang

[20] Hanifah, Abu. Jose, Cristine. Dan Nugroho. 1999. Proses pembuatan biogas. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

[21] Mai, H.N.P. (2006). Integrated Treatment of Tapioca Processing Industrial Wastewater. Wageningen University: Ph.D Thesis.

[22] Widotono, 2009. Kandungan Limbah. http://limbah.com/. Diakses pada tanggal 2 Mei 2012.

[23] Hanifah, Abu. Jose, Cristine. Dan Nugroho. Pengolahan Limbah Cair Tapioka Dengan Teknologi Em (Effective Mikroorganisms). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.Jurnal Natur Indonesia III (2):95 - 103 (2001) [24] Lampiran B. VIII KEP-51/ MNLH/ 10/ 1995

[25] Wang, X., S. Zhang, J. Wang, X. Yu and X. Lu (2012).Exploring Optimal Feed to Microbes Ratio for Acidogenic Fermentation of Cassava Residue from Bewery.


(59)

[26] Fitri. Produksi Angkak oleh Monascus purpureus Dalam Medium Limbah Tapioka, Ampas Tapioka dan Ampas Tahu.Bul. Teknik dan Industri Pangan. Vol. V. no. 3. 2009

[27] Garcelon dan clark, 2007. Komposisi biogas. http://www. Gasbio.com/. Diakses pada tanggal 29 April 2012

[28] Saragih, B, R.Analisis Potensi. FT UI, 2010.

[29] Romaito, H. 2010. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Metana Cair Dari Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Kapasitas 3360 Kg/Hari. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara

[30] Robert, C. 2003.Fermentasi Anaerob.http://www.lwr.kth.se/Publikationer/PDF Files/AMOV_ex_2001_16.pdf. 2 Mei 2012

[31] BPS. 2013. Produksi Ubi Kayu Menurut Propinsi.

[32] Sangyoka, S,. Reungsang, A dan Monamart, S. Repeated-batch Fermentative for Bio-hydrogen Production from Cassava Starch Manufacturing Wastewater.

Department of Biotechnology and Fermentation Research Center for value Added Agricultural Products, Faculty of Technology, Khon Kaen University, A. Thailand. Pakistan Journal Of Biological Sciences 10 (1):1782-1789, 2007

[33] Ananthakrishnan, R., Sudhakar, K., Goyal, A. dan Satya S,. Economic Feasibility Of Substituting LPG With Biogas For Manit Hostels. Department of Energy, Pradesh, India. International Journal of ChemTech Research. Vol.5, No.2, pp 891-893, April-June 2013

[34] Wikipedia. (2013). Methane. http://en.wikipedia.org/wiki/Densities_of_ theelements% 28_page%29. Diakses pada 7 Oktober 2013.

[35] PNPM. 2013.Menghitung Karbon Dalam Pnpm Lmp: Biogas Dan Penanaman. [36] Badan Lingkungan Hidup. 2008

[37] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah. 2008

[38] Firdaus, F. 2005. Studi Pendahuluan Pembuatan Biogas Dari Sampah Buah-buahan. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 Hal.

[39] Hasan, Mahmud. Potensi dari Limbah cair Industri Tahu. Biogas.pdf. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2013

[40] Wintolo, Marhento dan Rochman Isdiyanto. 2011. Prospek Pemanfatan Biogas Dari Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka. Pusat Penelitian dan Pengembangan


(60)

Teknologi Ketengalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. 12:103-112

[41] Shofyan, Muhammad. 2010.Pemanfaatan Limbah Cair tapioka Sebagai Biogas. Web Forum UPI.

[42] Milono, P., T. Lindajati, and S. Aman. 1981. Biogas Production from Agricultural Organic Residues. The First ASEAN Seminar- Workshop on Biogas Technology, Working Group on Food waste Materials. 52-65.

[43] Sharifani, S. dan Soewondo,P. 2013. Degradasi Biowaste Fasa Cair, Slurry, Dan Padat Dalam Reaktor Batch Anaerob Sebagai Bagian Dari Mechanical Biological Treatment Degradation Of Biowaste In Liquid, Slurry, And Solid Phase In Anaerob Batch Reactor As Part Of Mechanical Biological Treatment. Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Sipil dan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.

[44] Azizah, N., Baarri dan Mulyani S. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, Ph, Dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan . Vol. 1 No. 2. Hal. 72-77 2012

[45] Suroso, Erdi. 2011. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

[46] Belladiana, Umayi. 2013. Pengaruh Komposisi Campuran Limbah Cair Industri Tapioka dengan Air terhadap Gas Bio yang dihasilkan. Departemen Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara

[47] Agustira, Riyanda. 2012. Kajian Beberapa Karakteristik Kimia Air, Fisika Air Dan Debit Sungai Pada Aliran Limbah Pabrik Tapioka Kawasan Das Padang Dan Sekitarnya. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

[48] Mulyani, Sasongko, dan Soetrisnanto. Pengaruh Preklorinasi Terhadap Proses Start Up Pengolahan Limbah Cair Tapioka Sistem Anaerobic Baffled Reactor.

Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang. Vol. 8, No. 1, April 2012 : 21- 27

[49] Esoy, A, H. Odegaard and G. Bentzen. 1998. The Effect of Sulphide and Organic Matter on The Nitrification Activity In Biofilm Proccess. Water Science Technologhy 37 (1): 115-122

[50] MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse. 4th ed.,” (McGraw Hill Book Co: New York, 2003) dalam Romaito, H.. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Metana Cair Dari Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Kapasitas 3360 Kg/Hari. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik.


(61)

[51] Sham, H. 1984. Anaerobic wastewater treatment. Dikutip dalam Fiechter, A. (Ed).Advances in Biochemical Eng./Biotech. Vol. 29. Springer Verlag. Berlin.

[52] Lettinga, Gatze and Haandel, A.C.V. 1994. Anaerobic Sewage Treatment, a Practical Guide for Regions with a Hot Climate. (John wiley and Son. Inggris) dalam Hasan, Mahmud. 2013. Potensi dari Limbah cair Industri Tahu. Biogas.pdf

[53] Ginting, P. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. (CV. Yrama Widya, Bandung) Dalam Diva Alam Vegantara. Pengolahan Limbah Cair Tapioka Menggunakan Kotoran Sapi Perah Dengan Sistem Anaerobik. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. 2009


(62)

LAMPIRAN 1

DATA ANALISIS PENELITIAN

1.1 HASIL ANALISIS LIMBAH CAIR TAPIOKA

Dari penelitian yang dilakukan dengan berbagai perbandingan berat antara limbah cair industri tapioka dan air yaitu 100:0; 85:15 dan 65:35 mengenai hari pengamatan dan volume gas bio yang terbentuk, hasil analisa Total Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand(COD) dan pH dapat dilihat pada Tabel L1.1.

Tabel L1.1 Tabel Hasil Analisis Limbah Cair Tapioka

Perbandingan volume (Limbah cair : Air) Interval (hari) TSS (mg/L) Persen Penyisihan TSS (%) COD (mg/L) Persen Penyisihan COD (%) COD Terkonversi (gr) pH Volume Gas Bio (L) 100:0

0 2140 - 1821 - - 7

-3 1833 14,35 1732 4,89 26,7 7 0,045

6 1769 17,34 1746 4,12 22,5 7 6,914

9 1645 23,13 1717 5,71 31,2 7 18,077

12 1487 30,51 1647 9,56 52,2 7 19,397

15 1365 36,21 1492 18,07 98,7 7 35,277

18 1225 42,76 1681 7,69 42 8 41,969

21 370 89,85 1527 16,14 88,2 8 41,969

24 976 54,39 1386 23,89 130,5 7 41,969

Total 205,617

85:15

0 3584 - 1757 - - 7

-3 2871 19,89 1472 16,22 72,675 7 4,286

6 2671 25,47 1451 17,42 78,03 7 11,88

9 2231 37,75 1568 10,76 48,195 7 19,129

12 2165 39,59 1370 22,03 98,685 7 18,857

15 2141 40,26 1544 12,12 54,315 7 18,448

18 2030 43,36 1422 19,07 85,425 8 19,014


(63)

Total 131,023

65:35

0 4675 - 1638 - - 7

-3 4066 13,03 1618 1,22 3,9 7

-6 3375 27,81 1534 6,35 20,28 7 4,117

9 3143 32,77 1601 2,26 7,215 7 6,663

12 1895 59,47 1499 8,49 27,105 7 16,957

15 1679 64,09 1287 21,43 68,445 7 16,49

18 1785 61,82 1292 21,12 67,47 7 19,029

21 1577 66,27 871 46,83 149,565 7 19,82

24 1508 67,74 1044 36,26 115,83 8 19,867

Total 102,943

50:50

0 4520 - 1661 - - 7

-3 4126 8,72 1617 2,65 6,6 7

-6 3160 30,09 1601 3,61 9 7 4,117

9 2848 36,99 1565 5,78 14,4 7 6,663

12 2783 38,43 1436 13,55 43,875 7 17,57

15 2897 35,91 1548 6,80 22,035 8 15,19

18 2119 53,12 1200 27,75 89,895 8 17,029

21 2281 49,54 1391 16,26 52,65 7 17,82

24 2016 55,40 1272 23,42 75,855 7 17,867

Total 96,256

35:65

0 3674 - 1622 - - 7

-3 3065 16,58 1541 4,99 8,505 7 5,22

6 3240 11,81 1513 6,72 11,445 7 5,4

9 3162 13,94 1359 16,21 27,615 7 9,8

12 2855 22,29 1496 7,77 13,23 7 11,52

15 2769 24,63 1260 22,32 38,01 7 11,2

18 1878 48,88 1237 23,74 40,425 8 17,03

21 2651 27,84 1177 27,44 46,725 7 17,76

24 2399 34,70 1011 37,67 64,155 7 17,57

Total 95,5

15:85

0 3652 - 1723 - - 7

-3 3319 9,12 1505 12,65 9,81 5

-6 2152 41,07 1467 14,86 11,52 5 0,8

9 2544 30,34 1411 18,11 14,04 6 7,3

12 2143 41,32 1486 13,76 10,665 7 10,6

15 1865 48,93 1295 24,84 19,26 7 12,5

18 2040 44,14 1268 26,41 20,475 7 20,19

21 1351 63,01 1262 26,76 20,745 7 20,11

24 1134 68,95 997 42,14 32,67 8 20,22


(64)

1.2 HASIL ANALISIS UJI NYALA

Selain analisis uji nyala dari gas bio yang terbentuk, ada pula analisis uji nyala mengenai uji nyala yang dilakukan terhadap gas bio, ini dapat dilihat pada Tabel L1.2.

Tabel L1.2 Tabel Hasil Analisis Uji Nyala Gas Bio Limbah Cair Tapioka Perbandingan Volume (Limbah cair : Air) Keterangan

100 : 0 Api berwarna biru

85 : 15 Api berwarna biru

65 : 35 Api berwarna biru

50 : 50 Api berwarna biru

35 : 65 Api berwarna biru


(65)

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

2.1 PERHITUNGAN VOLUME DIGESTER

Kapasitas digester = 500 Liter

Ruang kosong digester = 20 %

=

= 100 Liter

Volume digester yang diisi = Kapasitas–Ruang kosong = 500 Liter–100 Liter = 400 Liter

2.2 PERHITUNGAN BAHAN

Starter (kotoran sapi) = 25 % (Volume digester yang diisi) =

= 100 Liter

Kotoran sapi : air perbandingannya 1:1 (w/w), Maka 37,5 kg kotoran sapi dilarutkan dengan 37,5 L air, yang telah ditambahkan 5 kg molase dan 50 L air.

Bahan baku = kapasitas–ruang kosong–starter –(molase dan kapur)

= 500 L–100 L– 100 L - 75 L = 225 L

Limbah cair tapioka : Air = 85 : 15

Limbah cair tapioka =

= 191,25

Air =


(66)

2.3 PERHITUNGANTOTAL SOLID SUSPENDED(TSS)

TSS

=

(mg/L)

Dimana :

A adalah berat filter dan residu sesudah pemanasan 105oC (mg) B adalah berat filter kering sesudah pemanasan 105oC (mg) C adalah volume sampel (ml)

TSS

=

(mg/L)

TSS = (mg/L)

TSS = 2040 mg / L

2.4 PERHITUNGAN PERSENTASE PENYISIHAN

%Penyisihan TSS/COD = x 100%

Misalnya pada perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 dengan TSS awal = 2040 mg/L dan TSS pada hari ke-24 adalah 1095 mg/L maka persentase penyisihannya adalah:

%Penyisihan TSS/COD = x 100% = 46,77%

2.4 PERHITUNGAN COD TERKONVERSI

COD Terkonversi =

Misalnya pada perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 pada waktu fermentasi ke-9 dengan CODinput = 1821 mg/L dan CODoutput = 1717

mg/L maka jumlah COD terkonversi adalah:


(1)

3.3 PENCAMPURAN SAMPEL DAN KOTORAN SAPI

Gambar L3.3 Pencampuran Sampel dan Kotoran Sapi (yang sudah pengenceran)

3.4DIGESTER


(2)

Gambar L3.5Digesterdi Lapangan

3.5 PROSES PENGISIANDIGESTER


(3)

3.6 PROSES PENGAMBILAN SLURRY (KELUARAN SAMPEL)

Gambar L3.7 Keluaran Sampel

3.7 ANALISA pH


(4)

3.8 ANALISATOTAL SUSPENDED SOLID(TSS)

Gambar L3.9 AnalisaTotal Suspended Solid(TSS)

3.9 ANALISA VOLUME GAS BIO


(5)

Gambar L3.11 Pengambilan Gas Bio Yang Sudah Terperangkap di masukkan ke dalam Kantong Plastik

3.10 PERSIAPAN ANALISA UJI NYALA GAS BIO


(6)

3.11 ANALISA UJI NYALA GAS BIO

Gambar L3.13 Uji Nyala Gas Bio