STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN HAPPINESS PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA

STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN HAPPINESS
PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA

SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Meiranthi Alisthia Ariani
08810004

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

ii

iii

iv


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakaatuh
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang tetap memberi limpahan kasih
sayang-Nya kepada penulis hingga saat ini. Syukur kepada Allah yang telah
menguatkan penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. yang senantiasa
memberi teladan terbaik sepanjang hidupnya.
Selama penyusunan skripsi yang berjudul “Storytelling Untuk Meningkatkan
Happiness Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha” ini, banyak pihak yang telah
membantu penyelesaiannya.
1. Ibu Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Dr. Latipun, M.Kes selaku dosen pembimbing I, atas segala bantuan serta
dukungan selama penyusunan skripsi ini, baik itu dalam membimbing, memberi
koreksi dan saran-saran yang bermanfaat kepada penulis.
3. Bapak Zainul Anwar, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing II, juga atas segala
bantuan serta dukungan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk
bimbingan, koreksi, dan saran-saran yang diberikan selama ini untuk penulis.

4. Bapak Moh. Ramli selaku kepala Panti Werdha Puspakarma Mataram dan Bapak
Ikhsan selaku pembimbing lahan di panti serta segenap pegawai serta pengurus
panti werdha. Juga papuq-papuq penghuni panti werdha Puspakarma yang sangat
kooperatif selama penelitian dan terima kasih atas pengalaman serta kisah hidup
yang diberikan kepada saya.
5. Bapak Tulus Winarsunu, M.Si dan Ibu Dr. Dyah Karmiyati selaku dosen wali
yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
6. Ibunda tersayang Naniek Koesyantini yang selalu menjadi teman curhat setia
setiap kali penulis pulang kampung maupun selama studi di Malang, ayahanda
tercinta atas segala dukungan dan doa-doa panjangnya untuk anakmu ini. Juga
kepada kakak saya satu-satunya, yang saya sayangi, M. Zaini Aristha Adisurya.

v

7. Keluarga Besar LARFA LSO Kerohanian LISFA yang juga telah memberi warna
tersendiri dalam hari-hari subyek selama ini. Banyak pelajaran hidup yang kita
alami bersama. Semoga Allah tetap menguatkan ikatan persaudaraan diantara
kita.
8. Teman-teman EAMY Teknik, FPED Ekonomi, AL FARUQ FISIP, UKM-K JF,

FORISMA, dan semuanya yang tergabung dalam FULDUMM. Tetap berjuang
kawan!
9. Teman-teman kelas F 2008: Uun, Priska, Lale Justin, Andra, Ratri, Emma, dan
semua penghuni kelas F untuk semua waktu yang telah kita habiskan bersama.
Sungguh sangat berarti untuk penulis.
10. Untuk Wina Qanita, Riszky Adhini Rachmi, Siti Walida Riska, Firra Noor
Nayana, Ruli Ismawati, saudari-saudari seperjuangan hingga saat ini, yang sering
menjadi teman diskusi dan ngobrol bareng, jalan-jalan bareng, ngeluh bareng.
Pastinya akan merindukan kalian semua...
11. Teman-teman kosan Wismapan: Wina, Ida, dan Mbak Intan yang sering jadi
teman makan dan nonton bersama di kamar, Silva, Dana, dan semua penghuni
Wismapan untuk bantuannya kepada penulis selama ini.
12. Keluarga Besar UPT. Bimbingan Konseling: Bu Hudaniah, Mbak Inay, Mbak
Ros, Mbak Iim, Dian, Wiwin, Franky, Ary. Juga untuk Ellan dan Dewi yang
telah menjadi teman seperjuangan di BK selama penyelesaian skripsi. Semangat!
13. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.
Akhir kata, penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan bersama.
Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Amin.

Malang, 24 Juli 2012
Penulis

Meiranthi Alisthia Ariani

vi

INTISARI
Ariani, Meiranthi Alisthia (2012). Storytelling Untuk Meningkatkan Happiness
Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang. Pembimbing:
(1) Dr. Latipun, M. Kes. (2) Zainul Anwar, S. Psi., M. Psi.
Kata Kunci : storytelling, happiness, lansia panti werdha
Lingkungan seringkali menjadi sumber ketegangan dan stress yang makin
lama makin berat dirasakan lansia, tidak terkecuali dengan lansia yang tinggal di
panti werdha. Hal ini menjadi indikasi bahwa lansia berada dalam kondisi yang tidak
bahagia (unhappy). Oleh karena itu, peneliti mengajukan storytelling sebagai salah
satu bentuk intervensi untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini dikarenakan,
storytelling dapat menjadi salah satu media untuk menanamkan suatu pesan moral,
sarana evaluasi diri, dan sharing, sehingga dapat memberi motivasi dalam

melakukan perubahan bagi pendengarnya, yang diharapkan dapat meningkatkan
happiness lansia di panti werdha. Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah storytelling dapat digunakan untuk meningkatkan happiness
lansia yang tinggal di panti werdha.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain
eksperimen kasus tunggal yang menggunakan kategori one group pre and post test
design. Metode pengumpulan data dilakukan melalui skala Happiness dan
wawancara. Subyek penelitian berjumlah 6 orang lansia. Teknik analisa data yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk
menguji sampel yang berhubungan, yaitu menguji perbedaan antara hasil pre test dan
post test kelompok eksperimen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat happiness
pada subyek penelitian sebelum mendapat perlakuan dengan setelah mendapatkan
perlakuan (storytelling). Dari analisa data yang dilakukan, diperoleh nilai signifikansi
0,042 yang lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statistik
storytelling dapat meningkatkan happiness pada lansia yang tinggal di panti werdha.

vii

ABSTRACT

Ariani, Meiranthi Alisthia (2012). Storytelling to Improve The Happiness of Elder
People in Nursing House. Thesis, Faculty of Psychology, University of
Muhammadiyah Malang. Supervisors:
(1) Dr. Latipun, M. Kes. (2) Zainul Anwar, M. Psi.

Key words: storytelling, happiness, elder people in nursing house.
Environment frequently acts as a source of tension which may lead to a
stressful situation that may gradually becoming worse in elder people, including
those who live in nursing house. This may indicate that the elderly live within
unhappy condition. Therefore, the author proposes storytelling as a treatment to
improve condition. This is due to the nature of storytelling that could act as a
medium for conveying a moral message, self assessment, as well as sharing. It is
expected to give some motivations to the audiences which is eventually lead to better
happiness for the elder people in the nursing house. Thus, this research aimed to
investigate whether storytelling could be used as a mean to improve happiness for
the elder people in nursing house.
This research is a quasi experiment in a single case experimental design
which used category one group pre and post test design. Data collections were done
using Happiness scale and interview. Research subject consisted of six persons.
Wilcoxon Signed Rank Test was used for data analysis to test related subjects which

are the difference between the result of pre test and post test experiment groups.
The result shows that there is a difference in level of happiness among the
subjects before and after storytelling treatment. Statistically, the treatment shows
significant value (0.042) which indicates that storytelling could improve happiness of
the elder people who live in nursing house.

viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
SURAT PENYATAAN .............................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
INTISARI .................................................................................................
ABSTRACT..................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................


i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xii
xiii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
D. Manfaat Penelitian .......................................................................

1

6
7
7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Happiness ....................................................................................
1. Pengertian Happiness .............................................................
2. Indikator Happiness ...............................................................
3. Karakteristik Individu yang Bahagia .....................................
4. Faktor yang Mempengaruhi Happiness ..................................
5. Prediktor Happiness .…………………………………………..
6. Dampak Happiness dalam Kehidupan ....................................
B. Storytelling .................................................................................
1. Pengertian Storytelling ...........................................................
2. Manfaat Storytelling ...............................................................
3. Aplikasi Storytelling .................................................................
4. Elemen Cerita yang Baik ..........................................................
C. Usia Lanjut ......................................................................................
1. Pengertian Usia Lanjut .............................................................
2. Tugas Perkembangan Lansia ....................................................

3. Ciri-ciri Lansia ..........................................................................
4. Perubahan-perubahan pada Lansia ............................................
5. Perkembangan Kognitif Lansia .................................................
6. Lansia di Panti Werdha .............................................................
D. Lansia di Panti Werdha, Happiness, dan Storytelling ......................
E. Kerangka Berpikir …………………………………………………
F. Hipotesis ...........................................................................................

8
8
9
11
12
14
14
14
14
15
17
17

17
17
18
19
20
21
21
22
25
25

ix

BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...........................................................................
B. Identifikasi Variabel.....................................................................
C. Definisi Operasional ....................................................................
D. Subyek Penelitian ........................................................................
E. Metode Pengumpulan Data .........................................................
F. Try Out Skala Happiness .............................................................
G. Pengukuran Variabel Terikat ........................................................
H. Manipulasi Variabel Bebas ..........................................................
I. Prosedur Eksperimen ...................................................................
1. Tahap Pra Pelaksanaan .............................................................
2. Tahap Pelaksanaan.......................................................................
3. Tahap Follow up ......................................................................
4. Tahap Analisa Data ..................................................................
J. Waktu dan Tempat .......................................................................
K. Teknik Analisa Data ....................................................................

26
27
27
28
28
30
31
31
32
32
33
33
34
34
34

BAB IV : HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................
1. Deskripsi Subyek .....................................................................
2. Deskripsi Data..........................................................................
a. Tingkat Happiness Subyek ..................................................
b. Gambaran Perubahan Tingkat Happiness Subyek ................
c. Perkembangan Keadaan Subyek Selama Kegiatan ...............
B. Analisa Data ................................................................................
C. Pembahasan .................................................................................

35
36
36
36
37
43
47
48

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 51
B. Saran ........................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 53
LAMPIRAN............................................................................................... 56

x

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Halaman

Tabel 3.1 : Blue print skala happiness....................................................... 28
Tabel 3.2 : Item valid dan tidak valid pada skala happiness ...................... 29
Tabel 4.1 : Identitas Subyek ..................................................................... 35
Tabel 4.2 : Skor happiness seluruh subyek ................................................ 35
Tabel 4.3 : Hasil uji wilcoxon kelompok eksperimen ................................ 46

xi

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

Grafik 4.1 : Perubahan happiness subyek Nr dari pre test hingga follow up......

37

Grafik 4.2 : Perubahan happiness subyek Sj dari pre test hingga follow up.......

38

Grafik 4.3 : Perubahan happiness subyek Nb dari pre test hingga follow up......

38

Grafik 4.4 : Perubahan happiness subyek Sl dari pre test hingga follow up.......

39

Grafik 4.5 : Perubahan happiness subyek Lh dari pre test hingga follow up......

40

Grafik 4.6 : Perubahan happiness subyek Tr dari pre test hingga follow up.......

41

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

: Instrumen Penelitian (Skala Happiness)

Lampiran 2

: Guide Interview

Lampiran 3

: Modul Eksperimen

Lampiran 4

: Jadwal Kegiatan Storytelling tiap subyek

Lampiran 5

: Hasil wawancara

Lampiran 6

: Kumpulan cerita yang digunakan

Lampiran 7

: Jadwal Pelaksanaan Storytelling tiap subyek

Lampiran 8

: Inform consent tiap subyek

Lampiran 9

: Surat ijin melakukan penelitian dari BLHP Mataram

Lampiran 10

: Surat keterangan telah melakukan penelitian

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A., & Supriyono, W. (2003). Psikologi belajar. Rineka Cipta.
Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Amalia R. I. (2008). Pengaruh self academic beliefs terhadap prestasi akademik
siswa SMA kelas XI jurusan IPS. Naskah Publikasi. Diakses pada 5 Desember
2011 dari papers.gunadarma.ac.id/index.php/psychology/article/view/242/217.
Azwar, S (2009). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, S (2009) . Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Bandura, A. (1997). Self efficacy : The exercise of control. New York : W.H.
freeman and company
Feist, J., & Feist, G. J. (2002). Theories of personality (5th Edition ed.). New York:
McGraw-Hill.
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Teori kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Hamdu, G., & Agustina, L. (2011). Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi
belajar IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan , 12 (2), 90-96.
Hamzah, A. (2012). Pengaruh disiplin dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi
belajar siswa kelas XI di M.A. Ghozaliyah Jogoroto Jombang. Diakses pada 9
Mei 2012 dari Http://aak-hamza.blogspot.com/2012/03/skripsi-pengaruhdisiplin-dan-motivasi_25.html.
Kerlinger, F. N. (2005). Asas-asas penelitian. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Murtadlo. (2005). Peningkatan prestasi belajar siswa berkesulitan belajar membaca
menulis melalui pendekatan kooperatif tipe TAI di SD. Jurnal Pendidikan
Dasar , 6, 1-60.
Nugroho, O. A. (2007) Hubungan antara self efficacy, penyesuaian diri dengan
prestasi akademik mahasiswa. Diakses pada 9 Mei 2012 dari
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/10/hubungan-antara-selfefficacy-penyesuaian-diri-dengan-prestasi-akademik-mahasiswa.
Ormrod, J. E. (2002). Psikologi pendidikan : Membantu siswa tumbuh dan
berkembang (6th Edition ed.). Jakarta: Erlangga.
Prakosa, H. (1996). Cara penyampaian hasil belajar untuk meningkatkan self efficacy
mahasiswa. Jurnal Psikologi , 2, 11-22.
Rensi, & Sugiarti, L. R. (2010). Dukungan sosial, konsep diri dan prestasi belajar
siswa SMP Kristen YSKI Semarang. Jurnal Psikologi , 3 (2), 148-153.
xiv

Santrock, J. W. (2007). Psikologi pendidikan (2nd Edition ed.). Jakarta: Prenada
Media Group.
Slameto. (1995). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Sutiyoso, A. R., & Zarfiel, M. D. (2009). Harga diri dan prestasi belajar pada remaja
yang obesitas. Jurnal Psikologi , 3, 68-75.
Syafitri, A. (2004). Gambaran aspek-aspek yang mempengaruhi prestasi belajar pada
siswa SMUN 106 Jakarta yang berprestasi akademik rendah. Jurnal
psikodinamik , 6 (2) , 39-57.
Tandelilin, E., & Salim, U. Kompetensi dosen, keyakinan diri (self Efficacy) dan
motivasi mahasiswa: pengaruhnya terhadap prestasi mahasiswa (student
achievment) Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya. Jurnal Aplikasi
Manajemen ,3 (3), 253-259.
Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang:
UMM Press.
Wahyuningsih, A. S. (2004). Hubungan antara kecerdesan emosional dengan prestasi
belajar pada siswa kelas II SMU Lab School Jakarta Timur. Skripsi,
Universitas Persada Indonesia Y.A.I Jakarta

xv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang tentu akan mengalami masa penuaan. Masa penuaan atau yang
disebut sebagai masa lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang
kehidupan seseorang. Pada periode ini, seseorang telah beranjak jauh dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat (Hurlock, 1980). Menurut Darmojo (2004), menjadi tua bukanlah suatu
penyakit atau sakit, tetapi suatu proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau
batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang (Maryam, Ekasari, Rosidawati,
Jubaedi, & Batubara, 2008). Namun sebenarnya secara individual, tahapan proses
menua terjadi pada seseorang dengan usia berbeda dan masing-masing lanjut usia
mempunyai kebiasaan yang berbeda (Bandiyah, 2009).
Mengenai batasan usia lanjut seseorang, terdapat beberapa pendapat yang
dikemukakan. Menurut Hurlock (1980), batasan usia lansia berawal dari usia 60
tahun hingga meninggal dunia. Sedangkan menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO), lansia dimulai dari usia pertengahan (middle age) untuk kelompok usia 4559 tahun, usia lanjut (elderly) untuk usia 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90
tahun, dan sangat tua (very old) untuk usia di atas 90 tahun.
Dari tahun ke tahun, di Indonesia sendiri, jumlah lansia mengalami
peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 1971, 1980, dan 1990,
jumlah persentase lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas semakin meningkat.
Tahun 1980, terdapat sebanyak 7,99 juta lanjut usia (5,5% dari jumlah penduduk).
Kemudian tahun 1985, meningkat menjadi 9,44 juta (5,8% dari jumlah penduduk),
selanjutnya tahun 1990 berjumlah 11,28 juta (6,3% dari jumlah penduduk), tahun
2000 meningkat pula menjadi 15,88 juta (7,6% dari jumlah penduduk) (Hardywinoto
& Setiabudhi, 1999). Dikemukakan dalam Farmacia (2007, Juni), data Badan Pusat
Statistik (BPS) menyatakan bahwa tahun 2004 jumlah penduduk lansia di Indonesia
sebanyak 16.522.311 orang dan jumlah yang terus meningkat ini diperkirakan akan
membuat Indonesia dapat menduduki peringkat keempat dunia setelah negara China,
India dan Amerika dalam hal jumlah kependudukan lanjut usia.

1

2

Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut merupakan petunjuk perbaikan
kualitas kehidupan bangsa di Indonesia, yang antara lain diakibatkan oleh penurunan
angka fertilitas, angka kesakitan, dan angka kematian. Namun, mengingat bahwa
jumlahnya semakin bertambah, kelompok lansia ini memerlukan perhatian khusus.
Sebab, secara potensial, jika tidak tertangani dengan tepat, permasalahan yang
mereka timbulkan akan mempengaruhi kelompok penduduk lainnya (Hardywinoto &
Setiabudhi, 1999).
Pada usia lanjut, terdapat beberapa perubahan yang dialami individu tersebut.
Perubahan yang mereka alami itu sebagian memang datang dari faktor fisik dan
sebagiannya lagi berasal dari faktor psikologis (Hurlock, 1980). Maryam et al.
(2008) menjelaskan bahwa proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan
mereka rentan mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian,
dan mudah tersinggung. Perasaan negatif yang muncul tersebut merupakan masalah
psikologis yang terjadi pada lansia dan memberi pengaruh pada sisi emosional
mereka. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa seiring bertambahnya usia,
lansia juga dapat mengalami perubahan perilaku emosional. Mereka cenderung
apatis, kurang responsif, dan kurang antusias bila dibandingkan dengan masa muda
mereka. Pada akhirnya, perilaku emosional ini ditampilkan seperti perilaku
emosional yang terjadi pada anak-anak, yaitu perilaku yang berdasarkan pada
perasaan negatif, seperti mudah mengeluh, menutup diri, cemas, dan sifat-sifat yang
kurang menyenangkan lainnya. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan
di sekitar tempat tinggal mereka, sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari
lansia.
Masyarakat yang hidup di sekitar mereka seringkali tidak terlalu ramah
terhadap orang lanjut usia, padahal sangat menentukan bagi kepuasan hidup mereka
(Monks & Knoers, 2006). Menurut para ahli tersebut, lingkungan dapat merupakan
sumber ketegangan dan stres yang makin lama makin berat dirasakan. Pandangan
bahkan perlakuan negatif masyarakat atau lingkungan sekitar lansia sebenarnya turut
memberi sumbangsih pada kondisi psikologis lansia. Umumnya, lansia menjadi
orang yang kurang dihargai, tersisih dari kehidupan masyarakat dan tidak jarang
menjadi orang yang terlantar. Sekitar 15% atau 2.426.190 orang dari jumlah total

3

penduduk lansia di Indonesia dinyatakan telantar dan 28% (4.658.280 orang) rawan
terlantar (Farmacia, Juni, 2007).
Di sisi lain, sebagian orang yang lebih muda juga masih beranggapan bahwa
para lansia tidak perlu aktif dalam urusan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut akan
memperburuk fungsi integrasi sosial dari para lansia dengan lingkungannya,
sehingga terjadi kesenjangan antara lansia dengan mereka yang lebih muda.
Akibatnya, lansia hidup dalam keterasingan dan merasa kesepian yang akhirnya
dapat menyebabkan kecemasan bahkan depresi dalam menjalani kehidupan mereka
(Nawawi, 2009). Diperkirakan frekuensi terjadinya depresi di antara orang-orang
dewasa lanjut bervariasi. Namun sekitar tujuh persen dari orang-orang dewasa lanjut
memiliki gangguan-gangguan kecemasan (Gatz, dalam Santrock, 2002).
Lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif, serta tak
jarang diperlakukan sebagai beban keluarga

(Bandiyah,

2009).

Sehingga

ketidakmampuan pihak keluarga menghadapi permasalahan lansia membuat mereka
menitipkan lansia di panti werdha (panti jompo). Maka tak heran bahwa salah satu
alasan lanjut usia menjadi warga panti werdha adalah karena ditelantarkan oleh
keluarganya, selain juga karena faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu,
bahkan disebabkan tidak memiliki keluarga. Dengan semakin menuanya orang-orang
dewasa, kemungkinan mereka ada dalam panti werdha atau fasilitas perawatan lain
pun semakin meningkat (Baines, dalam Santrock, 2002).
Realitanya saat ini, segelintir orang mengganggap panti werdha atau panti
jompo sebagai solusi. Menurut pakar psikologi, Soepangat (dalam Maryam, et al.,
2008), bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi positif
dan negatif. Dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi
lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi
hiburan tersendiri, sehingga rasa kebersamaan ini akan dapat mengubur rasa kesepian
yang biasanya mereka alami. Namun, jauh di lubuk hati mereka merasa lebih
nyaman ketika berada dekat dengan keluarganya. Di Indonesia yang masih
menjunjung tinggi rasa kekeluargaan, tinggal di panti merupakan suatu hal yang
tidak alami lagi, apapun alasannya.
Para lansia yang berada dipanti jompo cenderung akan berkurangnya waktu
bertemu dan berkumpul dengan keluarganya. Berkurangnya waktu untuk bertemu

4

dengan keluarga menyebabkan para lansia yang berada di PSTW akan merasa tidak
mendapatkan kebahagiaan dari keluarganya. Pada saat lansia terpisah dari anak serta
cucunya, maka muncul pula perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian, sehingga
kebahagiaan pun dirasa sulit tergapai (Maryam, et al., 2008). Selain itu beberapa
masalah lain yang biasa dialami oleh lansia panti, diantaranya keterasingan dari
lingkungan, ketergantungan, kurang percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia
yang memiliki tingkat ekonomi rendah serta kurangnya dukungan dari anggota
keluarga. Hal-hal negatif tersebut dapat mengakibatkan depresi yang berpengaruh
menghilangkan kebahagiaan, harapan, ketenangan pikiran dan kemampuan untuk
merasakan ketenangan hidup, hubungan yang bersahabat dan bahkan menghilangkan
keinginan menikmati kehidupan sehari-hari. Padahal, yang dimaksud dengan
kebahagiaan itu sendiri bagi para lansia adalah bukan dinilai dengan harta yang
melimpah, namun kebahagiaan itu terjadi ketika hubungan dengan keluarga dan para
sahabat dapat terjalin dengan baik (Coalman, 2007).
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dari masyarakat terhadap sosial
budaya ikut andil dalam menentukan persepsi citra diri usia lanjut ini. Secara budaya
ada pandangan bahwa usia lanjut sudah tidak dapat didayagunakan, sudah ada
keterbatasan gerak dan pengambilan keputusan. Budaya sering kali mendudukkan
mereka pada peran yang dituakan, di sini mengandung dua pengertian, yaitu dituakan
untuk tempat mencari nasihat hidup bagi generasi yang lebih muda, atau dituakan
dalam arti tidak lagi diajak berdiskusi atau berkomunikasi. Untuk selanjutnya terjadi
lingkaran setan antara sikap lingkungan dan perilaku yang diperlihatkan oleh usia
lanjut dengan memasuki dan menjalani usia lanjut, seseorang akan dituntut untuk
mengadakan penyesuaian diri.
Lansia yang berada di panti werdha pun tak lepas dari proses penyesuaian.
Penyesuaian yang mereka alami tak hanya mencakup penyesuaian dalam memasuki
usia lanjut, tetapi juga penyesuaian dalam menjalani hari-hari di panti werdha yang
terpisah dari pihak keluarga inti. Terlebih lagi bagi lansia yang datang ke panti bukan
atas kemauannya sendiri, biasanya akan memiliki sikap yang lebih buruk terhadap
diri sendiri, seperti membenci diri sendiri, jenuh, memiliki perasaan tidak aman,
tertutup, atau terlalu bergantung, yang jika berlanjut akan membuat lansia tersebut
merasa terlupakan dan kesepian, sehingga terindikasi mengalami kondisi yang tidak

5

bahagia (unhappy). Yang dikhawatirkan adalah jika pada lansia tersebut sudah tidak
menemukan jalan keluar dari semua masalahnya, tak jarang bunuh diri menjadi jalan
pintas para lansia yang tidak bahagia tersebut (Nawawi, 2009).
Sejalan dengan penelitian mengenai lansia di Amerika, berdasarkan pendapat
Dadang Hawari (dalam Nawawi, 2009), salah satu faktor penting yang dapat
menunjang kebahagiaan lansia yaitu adanya dukungan dari orang-orang yang
melindungi dirinya dari isolasi sosial. Sebab, hal ini dapat membuat lansia tetap
memiliki kontak atau interaksi secara sosial, sehingga mereka merasa masih
dibutuhkan dan memiliki kesempatan untuk berkarya dan produktif di dalam
masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Menjaga interaksi sosial yang positif dengan
lingkungan dan menemukan makna hidup menjadi salah satu tugas perkembangan
lansia yang memiliki pengaruh dalam memberi kebahagiaan pada lansia tersebut.
Beberapa kondisi lain yang menunjang kebahagiaan pada masa usia lanjut, menurut
Hurlock (1980) antara lain yaitu sikap realistis terhadap kenyataan dan mau
menerima kenyataan tentang perubahan fisik dan psikologis sebagai akibat dari usia
lanjut yang tidak dapat dihindari. Selain itu, lansia juga perlu menerima kenyataan
diri dan kondisi hidup yang ada sekarang, walaupun kenyataan tersebut berada di
bawah kondisi yang diharapkan.
Salah satu cara menghindari lansia dari isolasi sosial, memberi kesempatan
pada lansia untuk berbagi cerita dan pengalaman, serta menjadi sarana untuk
menginspirasi dalam melakukan perubahan adalah melalui storytelling (Serrat,
2008). Menurutnya, storytelling merupakan suatu proses menjelaskan gambaran
hidup mengenai sebuah ide, keyakinan, pengalaman pribadi, dan pelajaran hidup
melalui cerita yang dapat membangkitkan emosi dan memberi wawasan atau
kesadaran terhadap suatu nilai (insight) (Serrat, 2008). Menurut Norbu Chophel
(dalam Burns, 2004), melalui sebuah cerita, seseorang dapat membangkitkan emosi
orang lain (si pendengar cerita). Melalui cerita, seorang pencerita (story teller) dan
pendengarnya mampu menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan, sekaligus sebagai
sarana untuk menciptakan dan mempertahankan situasi emosional yang positif
(Burns, 2004).
Selain itu, storytelling merupakan salah satu cara menggunakan sebuah cerita
sebagai media komunikasi untuk menanamkan suatu nilai, sarana berbagi

6

pengalaman, dan penggambaran dari pengetahuan setiap individu. Melalui
storytelling, seseorang dapat mengungkapkan perasaan yang mereka rasakan yang
selama ini sulit untuk diungkapkan secara langsung (Serrat, 2008). Maka, storytelling
ini menjadi cara yang efektif bagi seorang storyteller (pencerita) untuk memulai
komunikasi secara alami dalam menganalisa potensi yang ada, walaupun bukan hal
yang mudah untuk mengarahkannya, sehingga dapat memberi motivasi untuk
melakukan perubahan bagi orang lain yang mendengarnya (Serrat, 2008).
Cerita yang disampaikan biasanya mengandung sebuah makna, menunjukkan
sebuah proses, pandangan hidup, dan sangat bernilai bagi si pencerita itu sendiri.
Ditambahkan lagi, menurut William Randall (dalam Trentham, t.t), storytelling juga
membantu seseorang yang memasuki usia lanjut untuk menyadari secara lebih luas
mengenai bagaimana mereka menyerap norma sosial, harapan, dan tuntutan
lingkungan dalam kehidupan di sekitar mereka. Berdasarkan literatur sosial, nilai
keefektifan storytelling untuk menyampaikan pesan moral dalam menjalani hidup
pada masa ini maupun untuk generasi masa depan serta untuk memenuhi tahap
perkembangan generativity (Erickson, 1963, dalam Trentham) atau fungsi kontribusi
sosial sangat berkaitan dengan individu usia lanjut (Trentham, t.t). Dalam kelompok
usia lanjut yang lebih kecil, kelompok yang menerapkan storytelling melaporkan
bahwa storytelling berhasil membantu mereka dalam mengembangkan rasa memiliki
dan membangun hubungan secara potensial antar individu yang merasa terisolasi dari
lingkungannya (Pohlman, 2003; Birren & Cockran, 2001, dalam Trentham).
Maka, storytelling pada seseorang dengan usia lanjut ini diharapkan dapat
menjadi sarana diskusi ataupun berbagi cerita dengan mereka. Terdapat proses
belajar dalam kegiatan ini. Melalui kegiatan ini, lansia dapat merefleksikan kekuatan
atau potensi positif yang ada dalam diri mereka sehingga dimungkinkan lansia dapat
menyadari kondisi mereka saat ini dengan lebih baik. Selain itu diharapkan dari
proses ini mereka dapat merasa terhibur secara psikologis serta mengisi kesepian
yang mereka rasakan ketika menghabiskan hari-hari di panti werdha. Melalui proses
bercerita yang dilakukan, diharapkan dapat memberi insight (wawasan mendalam)
bahwa mereka masih dibutuhkan dan interaksi sosial dengan mereka dapat terjaga.
Jadi, secara tidak langsung, kondisi happiness mereka pun kemungkinan akan
meningkat. Diharapkan dengan proses penyampaian cerita seperti itu dapat

7

membawa mereka pada kondisi yang menunjang kebahagiaan, sehingga mereka akan
dapat menjadi pribadi yang menyenangkan ketika bergaul dengan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai storytelling untuk
meningkatkan happiness (kebahagiaan) pada lansia yang tinggal di panti werdha.

B. Rumusan Masalah
Apakah storytelling dapat digunakan untuk meningkatkan happiness pada
lansia yang tinggal di panti werdha?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan happiness pada lansia yang
tinggal di panti werdha melalui storytelling.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis.
1.

Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran atau
masukan positif bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya mengenai
pemberian storytelling untuk meningkatkan happiness pada lansia di panti
werdha.

2.

Manfaat praktis.
Melalui penelitian ini diharapkan storytelling dapat dijadikan salah satu
alternatif intervensi yang berguna untuk meningkatkan kebahagiaan (happiness)
pada lansia. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran
mengenai kondisi psikologis yang tekait dengan happiness pada lansia maupun
pihak yang terkait, seperti keluarga, perawat panti, ataupun pengurus panti
werdha, jika penelitian ini terbukti dapat meningkatkan happiness pada lansia di
panti werdha tersebut.