pengaruh religiusitas dan family support terhadap happiness pada lansia di panti werdha

(1)

PENGARUH RELIGIUSITAS DAN

FAMILY

SUPPORT

TERHADAP

HAPPINESS

PADA

LANSIA

DI PANTI WERDHA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Inayah Mardiah

107070001499

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(2)

PENGARUH RELIGIUSITAS DAN

FAMILY SUPPORT

TERHADAP

HAPPINESS

PADA LANSIA

DI PANTI WERDHA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi

Di bawah bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Netty Hartati, M.Si Nia Tresniasari, M. Si

NIP: 19531002 198303 2001 NIP : 19841026 200912 2004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH RELIGIUSITAS DAN FAMILY SUPPORT TERADAP HAPPINESS PADA LANSIA DI PANTI WERDHA”

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 9 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si

NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001

Anggota:

Yufi Adriani, M. Psi Dra. Netty Hartati, M.Si

NIP: 19820918 200901 2006 NIP: 19531002 198303 2001

Nia Tresniasari, M. Si NIP : 19841026 200912 2004


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Inayah Mardiah NIM : 107070001499

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH RELIGIUSITAS DAN FAMILY SUPPORT TERADAP HAPPINESS PADA LANSIA DI PANTI WERDHA”adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 1 Desember 2011

Inayah Mardiah .


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Dalam hidup ini janganlah terpaku hanya

dengan 1 hal saja, karena waktu terus

bergulir.

Jalanilah dan isilah hidup ini dengan hal-hal

yang bermakna.


(6)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk Mama dan

Papa serta adikku tersayang..

Yang tanpa pernah lelah selalu memberikan

dukungan, nasehat, dan kebahagiaan tanpa henti.

Kalianlah penyemangat dan penghiburku dalam

menyelesaikan ini


(7)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) November 2011

(C) Inayah Mardiah

(D) xvi + 84 halaman + lampiran

(E) Pengaruh Religiusitas danFamily Supportterhadap Happinesspada Lansia di Panti Werdha

(F) Ketika orang berada pada periode akhir (lansia), terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikis. Masalah-masalah psikologis pun dirasakan oleh para lansia pada periode ini yaitu tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi disekitarnya. Di antaranya dikarenakan kurangnya perhatian atau ditinggalkan oleh keluarga dan kerabat terdekatnya, sehingga para lansia tersebut merasakan kesepian, stress, bahkan depresi yang pada akhirnya mereka tidak bisa merasakan kebahagiaan dalam hidup mereka. Dalam hal ini, religiusitas dan family support mempunyai pengaruh untuk menumbuhkan atau meningkatkan happiness terutama pada lansia di panti werdha.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh religiusitas dan family support terhadaphappinesslansia di PSTW Budi Mulia 3 Ciracas dan PSTW Budi Mulia 4 Margaguna. Adapun variabel dalam penelitian ini berjumlah sebelas variabel yaitu sepuluh independent variable (keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan, konsekuensi, dukungan konkrit, dukungan emosional, dukungan informatif, dukungan penghargaan, dan jenis kelamin) dan satu dependent variable (happiness). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini non-probability sampling dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 110 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara religiusitas, family support,dan jenis kelamin terhadap happinesspada lansia di panti werdha, dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 atau sig < 0,05. Adapun R Square dari semua variabel yang diujikan sebesar 0,567 atau 56,7 %, yang berarti variasi dari happiness (DV) dijelaskan oleh 10 IV dalam penelitian ini sebesar 56,7 %, sisanya 43,3 % dipengaruhi oleh IV lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari kesepuluh IV yang diujikan hanya ada dua IV yang berpengaruh secara signifikan terhadap happiness yaitu variabel pengalaman dan konsekuensi dengan taraf signifikansi sebesar 0,015 (sig < 0,05). Dalam uji proporsi varians masing-masing IV, hanya enam IV yang berkontribusi secara signifikan yaitu variabel keyakinan (0,000), pengalaman (0,000), pengalaman (0,000), konsekuensi (0,010), dukungan konkrit (0,027), dan dukungan emosional (0,014).

Hasil penelitian ini merupakan masukan yang positif bagi pihak panti werdha, agar dapat lebih meningkatkan kegiatan keberagamaan para lansia di panti. Selain itu, juga lebih mempererat ikatan kekeluargaan tidak hanya pihak


(8)

keluarga lansia dengan lansia tetapi juga melibatkan pihak panti (petugas dan perawat).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH RELIGIUSITAS DAN FAMILY SUPPORT TERHADAP HAPPINESS PADA LANSIA DI PANTI WERDHA”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi kita semua, Nabi Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabatnya.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk sumbangan pikiran, materi, tenaga, dan waktu yang tidak terukur dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Netty Hartati, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan, sumbangan pikiran, dan telah meluangkan waktunya untuk peneliti dalam penulisan, serta saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Nia Tresniasari, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas perhatiannya, bimbingan, saran, tempat berbagi cerita, dan telah meluangkan waktunya untuk memberikan materi setiap minggunya, serta motivasinya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Abdul Mujib, MA, selaku pembimbing seminar proposal. Terima kasih atas arahan dan bantuan bapak memberikan bahan-bahan materi hingga akhirnya peneliti bisa membawa judul seminar proposal ini menjadi skripsi hingga selesai sekarang ini.

5. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M. Si., Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingannya dan semangatnya selama peneliti menjalani perkuliahan.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada peneliti.


(10)

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu peneliti dalam menjalani perkuliahan.

8. Bapak Nuzul, pihak dari Dinas Sosial DKI Jakarta yang telah memberikan izin peneliti untuk mengambil data di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

9. Ibu Farah, pihak dari PSTW Budi Mulia 4 Margaguna dan Ibu Ira, pihak dari PSTW Budi Mulia 3 Ciracas yang telah membantu dan memberikan arahan pada peneliti selama pengambilan data di panti.

10. Kedua orangtuaku tercinta, Masrul Huda dan Haniah Hanafie yang merupakan sumber inspirasi bagi peneliti dan senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai peneliti, kasih sayang, cinta, motivasi, bantuan dan materi yang tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun.

11. Adikku tersayang, Saifudin Nur terima kasih telah menjadi tempat berbagi cerita, penghibur, dan menjadi adik yang sabar dalam menghadapi kakakmu yang cerewet ini.

12. Fitra Maulana, terima kasih telah menjadi orang yang paling sabar mendengarkan keluhan-keluhan peneliti dan memberikan semangat di saat peneliti merasa jenuh.

13. Terima kasih untuk sahabatku Puri yang telah mandampingi peneliti selama kurang lebih 4 tahun, memberikan semangat, berbagi cerita dan canda terutama selama pengerjaan skripsi ini.

14. Sahabat-sahabatku tersayang lainnya, Nuran, Icha, Iki, Siro, Linda, Nyun, Risna, Rifah, Weni dan Kamel. Terima kasih untuk semua persahabatan kita selama ini, untuk berbagi cerita, gosip-gosip ria,dan saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan masalah ataupun tugas kuliah.

15. Terima kasih kepada Kak Ndes yang telah memberikan saran-saran dan sebagai tempat konsultasi untuk judul skripsi ini.

16. Teman satu perjuangan Ami dan Kak Lukem, kita bertiga akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini tepat waktu dan bersama-sama pula. Serta Mala dan Tia yang telah membantu peneliti dalam mengolah data dan sebagai tempat bertanya.


(11)

17. Seluruh teman-teman kelas D angkatan 2007 yang unik dan membuat peneliti rindu akan kegaduhan kalian semua. Terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita, dan pengalaman yang luar biasa serta diskusi-diskusi yang menegangkan dan seru dalam menyelesaikan masalah kelas.

18. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Jakarta, 1 Desember 2011


(12)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing ... i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... ii

Lembar Orisinalitas ... iii

Motto dan Persembahan ... iv

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ... 8

1.2.1. Batasan Masalah ... 8

1.2.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 11

1.4.2. Manfaat Praktis ... 12

1.5. Sistematika Penulisan 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Lansia ... 15

2.1.1. Pengertian Lansia ... 15

2.1.2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia ... 16

2.1.3. Lansia di Panti Werdha ... 22

2.2. Happiness... 24

2.2.1. PengertianHappiness... 24

2.2.2. Aspek-aspekHappiness... 25

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhiHappiness... 29

2.2.4. PengukuranHappiness... 32


(13)

2.3.1. Pengertian Religiusitas ... 33

2.3.2. Aspek-aspek Religiusitas ... 34

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 36

2.3.4. Pengukuran Religuisitas ... 37

2.4. Family Support... 38

2.4.1. PengertianFamily Support... 38

2.4.2. Jenis-jenisFamily Support... 39

2.4.3. KualitasFamily Support... 41

2.4.4. PengukuranFamily Support... 42

2.5. Kerangka Berpikir ... 43

2.6. Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 49

3.1.1. Populasi Penelitian ... 49

3.1.2. Sampel Penelitian ... 50

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 50

3.2. Variabel Penelitian ... 50

3.2.1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 50

3.2.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 51

3.3. Pengumpulan Data ... 52

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.3.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 53

3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 62

3.4.1. Teknik Pengolahan Data ... 62

3.4.2. Teknik Analisis Data ... 63

3.4.2.1. Uji Validitas ... 63

3.4.2.2. Uji Reliabilitas ... 64


(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 66

4.2. Uji Hipotesis Penelitian ... 67

4.2.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 67

4.2.2. Uji Koefisien Masing-masingIndependent Variable(IV) .... 68

4.2.3. Uji Proporsi Varians Masing-masingIndependent Variable..75

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Diskusi ... 80

5.3. Saran ... 83

5.3.1. Saran Metodelogis ... 83

5.3.2. Saran Praktis ... 84

DAFTAR PUSTAKA... 86


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Item Skala ... 48

Tabel 3.2 Blue Print Skala Religiusitas(Try Out)... 49

Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas(Field Test)... 50

Tabel 3.4 Blue Print SkalaFamily Support (Try Out)... 52

Tabel 3.5 Blue Print SkalaFamily Support (Field Test)... 53

Tabel 3.6 Blue Print SkalaHappiness (Try Out)... 54

Tabel 3.7 Blue Print SkalaHappiness (Field Test)... 56

Tabel 4.1 Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 4.2 R Square Pengaruh Religiusitas danFamily Support terhadapHappiness... 62

Tabel 4.3 Signifikansi Religiusitas danFamily Support(IV) terhadapHappiness(DV) ... 63

Tabel 4.4 Koefisien Regresi Religiusitas danFamily Support(IV) terhadapHappiness(DV) ... 63


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Izin Penelitian

Surat Persetujuan Penelitian dari Dinas Sosial DKI Jakarta Skala Penelitian

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Religiusitas Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas SkalaFamily Support

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas SkalaHappiness

Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

R Square Pengaruh Religiusitas danFamily SupportterhadapHappiness

Signifikansi Religiusitas danFamily Support(IV) terhadapHappiness(DV) Koefisien Regresi Religiusitas danFamily Support(IV) terhadapHappiness(DV) Proporsi Varians Masing-masingIndependent Variable


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh religiusitas danfamily supportterhadaphappinesspada lansia di panti werdha, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami dan setiap orang akan mengalaminya, karena hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Papalia (2008) membagi lanjut usia (lansia) menjadi tiga kelompok yaitu lansia muda(young old)usia antara 65 - 74 tahun, lansia tua (old-old)rentang usia 75 - 84 tahun, dan lansia tertua (oldest old)berusia 85 tahun ke atas. Di Indonesia batasan usia untuk lansia berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut adalah di atas 60 tahun (Depsos, 1999). Pada periode ini akan terjadi perubahan fisik dan psikologis maupun kondisi sosial yaitu dalam berhubungan dengan orang lain.

Perubahan fisik merupakan perubahan yang dapat dilihat secara langsung, seperti adanya kerutan-kerutan di wajah, mulai terlihat bungkuk, sendi-sendi pergelangan terasa linu, otot tangan dan kaki mulai cepat terasa pegal, sehingga kemampuan untuk membawa barang-barang yang berat mulai berkurang, dan lain-lain. Papalia (2008) juga menjelaskan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi seperti kulit menjadi menua, memucat, kurang elastis, dan berkerut


(18)

dikarenakan mengkerutnya lemak dan otot. Selain itu perubahan fisik lainnya yaitu rambut menjadi putih dan semakin tipis, para lansia menjadi lebih pendek dikarenakan melemahnya tulang vertebrae dan postur bungkuk menjadikan mereka semakin kecil. (Papalia, 2008)

Permasalahan lain yang dialami lansia yaitu permasalahan psikologis. Dimana para lansia tidak bisa menyesuaikan dirinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, salah satunya karena telah memasuki masa pensiun. Adanya persepsi negatif dari masyarakat bahwa orang yang berusia lanjut dianggap kurang berkontribusi, tidak produktif lagi, sakit-sakitan, dan lain-lainnya. Menurut Kim dan Moen (dalam Papalia, 2008) orang-orang yang telah pensiun merasakan kehilangan peran pekerjaannnya sehingga berpengaruh pada identitas diri mereka. Hal tersebut menyebabkan kepercayaan dirinya menjadi rendah dan dapat terjadi peningkatan gejala depresi terutama pada pria (Papalia, 2008).

Masalah lainnya yang terjadi pada lansia diantaranya kurang perhatian dari orang-orang terdekatnya (keluarga), ditinggal oleh orang-orang terdekat seperti suami, istri, orang tua, atau anak yang telah meninggal sebelumnya,bahkan sengaja ditinggalkan oleh keluarganya karena tidak mampu mengurus anggota keluarganya yang sudah lansia. Akibatnya para lansia tersebut merasa kesepian karena tidak mempunyai teman untuk mengobrol. Akhirnya banyak lansia merasa kurang nyaman, kesulitan dalam menjalani hidupnya, dan tidak bisa merasakan kebahagiaan yang seharusnya mereka bisa merasakannya seperti orang lain pada umumnya. Dikarenakan pada umumnya di Indonesia, orang yang sudah memasuki periode lansia semakin hari semakin membutuhkan keluarganya.


(19)

Para lansia pun akhirnya tinggal di panti werdha dengan tujuan mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan sebelum mereka masuk panti. Untuk itulah, peneliti ingin meneliti happiness pada lansia yang tinggal di panti werdha karena happiness yang dirasakan oleh lansia yang tinggal di panti berbeda dengan happiness yang dirasakan oleh lansia yang tidak tinggal di panti. Ditambah lagi dengan permasalahan, lansia yang tinggal di panti werdha jauh dari keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian O’Connor dan Vallerand (Papalia, 2008), sekitar 129 penghuni yang tinggal di panti werdha dengan tingkat perawatan cukup baik, merasa memiliki harga diri yang tinggi, tingkat depresi lebih rendah, dan lebih puas akan kebermaknaan dalam hidup.

Sehingga mendapatkan motivasi yang berasal dari keluarga merupakan salah satu hal yang penting bagi para lansia untuk tetap bersemangat dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah walaupun mereka tidak tinggal bersama. Selain itu, cara lainnya yaitu dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengikuti pengajian, aktif mengikuti kegiatan sosial yang di lingkungan mereka dan mengembangkan hobi yang dimiliki seperti menjahit, merajut, berkebun, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini juga dapat mengurangi rasa kesepian atau kekosongan, putus asa, stress, dapat menambah harapan, tujuan hidup, kebermaknaan dan kepuasan hidup, sehingga para lansia dapat merasakan

happiness.

Happiness adalah suatu keadaan pikiran maupun perasaan yang ditandai dengan adanya kesenangan, kenikmatan, kebermakanaan, dan kepuasan dalam menjalani hidup. Menurut Seligman (2002) happiness ialah kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan,


(20)

dan sekarang. Bagian-bagian darihappinessitu sendiri adalah kepuasan masa lalu, kebahagiaan pada masa sekarang dan optimis masa depan. Menurut Seligman (2002), faktor-faktor yang mempengaruhihappinessialah uang, kehidupan sosial, emosi negatif, perkawinan, jenis kelamin, kesehatan, usia, dan agama.

Happinessdapat mempengaruhi diri seseorang untuk ke arah yang positif, baik secara kognitif maupun tingkah laku. Sebagaimana Gloaguen dan kawan-kawan (dalam Lyubomirsky, 2005) menjelaskan bahwa manfaat dari happiness

secara kognitif dan tingkah laku dapat mengatasi perasaan-perasaan negatif dan depresi. Selain itu, rasa optimis juga merupakan salah satu bagian terpenting bagi para lansia dalam menjalani hidup ini seperti bisa menerima dengan ikhlas dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang ada, sehingga dapat menjalani hidupnya dengan tenang dan merasakan kenyamanan dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Sebagaimana yang dijelaskan Charles dan kawan-kawan (dalam Lyubomirsky, 2005) bahwa orang tua yang memiliki rasa optimis akan lebih bahagia dalam menjalani hidupnya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para lansia untuk mendapatkan

happiness serta mengatasi masalah-masalah psikologis dalam hidupnya melalui keberagamaan (religiusitas) yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu, religiusitas dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga akan pentingnya kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Daaleman, Perera, & Studenski, 2004; Fry, 1999; Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock, 2006; dalam psikomedia.com)


(21)

Glock dan Stark (1968) mengartikan religiusitas yang berasal dari kata

religi yaitu sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi. Aspek-aspek religiusitas menurut Glock dan Stark (1968) ialah keyakinan (the belief), peribadatan atau praktik agama (religious practice), pengalaman (the experience), pengetahuan agama (the knowledge), konsekuensi (the consequences).

Khalek (2006) menjelaskan bahwa tingkat religiusitas dan kebahagian yang dimiliki antara pria dan wanita berbeda. Dimana pria merasa lebih bahagia dan kesehatannya secara mental lebih baik dibandingkan wanita, sedangkan untuk tingkat religiusitas lebih tinggi wanita dibandingkan pria. Koenig (dalam Khalek, 2006) juga menyatakan bahwa seseorang yang beriman serta tulus dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan aturan agamanya maka ia akan lebih menikmati dan kesehatannnya secara fisik dan psikis lebih baik.

Manfaat dari religiusitas secara psikologis bagi lansia adalah memberikan keyakinan dan pikiran positif. Contohnya yaitu para lansia bisa menentukan keputusan yang tepat bagi dirinya, mengontrol dirinya untuk berperilaku, mampu memilih dengan baik apa yang seharusnya dilakukan, dapat mengalihkan stress ke hal yang positif, dan lain-lain. Seperti yang dijelaskan David dan kawan-kawan (2009) bahwa seseorang yang percaya pada Tuhan dapat mengurangi tingkat keputusasaan, depresi, stress, kecemasan, serta bisa meningkatkan happiness, kepuasan hidup, dan kesejahteraan pada dirinya.

Selain dengan agama, para lansia juga bisa mendapatkan happiness


(22)

ini melalui family support. Family support yang akan diteliti terdiri dari dari dua macam yaitu dukungan yang berasal dari keluarga dan dari orang-orang terdekat, dalam hal ini orang-orang terdekat yang dimaksud adalah petugas, perawat, dokter, dan sesama lansia yang berada di panti dan sudah sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh lansia tersebut. Pengertian family support itu sendiri menurut Thompson (2006) adalah pemberian bantuan yang merupakan suatu kewajiban untuk membantu anggota keluarga yang mengalami suatu masalah yang bersifat sukarela dan sosial. Jenis-jenis family support menurut Thompson (2006) adalah dukungan konkrit (concrete support), dukungan emosional

(emotional support), dukungan informatif (advice support), dukungan penghargaan (esteem support).

Family support merupakan salah satu cara untuk menjaga hidup tetap sehat dan bahagia khususnya para lansia. Selain itu, dengan adanyafamily support

bagi lansia membuat mereka lebih termotivasi dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, menghadapi suatu masalah, lebih optimis dan percaya diri dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya perhatian dari anggota keluarganya. Menurut Taylor (dalam Sharma, 2010), seseorang yang mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya lebih berani untuk mengatasi stress yang mereka alami.

Bagi para lansia yang tinggal di panti werdha, family support yang dibutuhkan adalah dukungan yang berasal dari orang-orang terdekatnya (perawat, petugas sosial, dokter, dan antar lansia) terutama yang berada di panti. Dimana mereka saling memberikan saran, nasehat, dan berbagi cerita satu sama lain. Dukungan dari anggota keluarga juga dibutuhkan, walaupun keluarga mereka jauh


(23)

dan tidak tinggal bersama. Adanya kunjungan dari keluarga untuk menjenguk para lansia atau sekedar berkomunikasi lewat telepon merupakan bentuk perhatian yang dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para lansia.

Family support dapat menciptakan suatu komunikasi yang lebih baik antara satu sama lain, saling membantu dalam memmecahkan masalah dan berbagi cerita antara satu sama lain. Menurut Boyles (2008), seseorang merasa bahagia dikarenakan adanya family support dibandingkan dengan pendapatan yang mereka dapatkan tiap tahunnya, karena dengan adanyafamily support dapat membuat kualitas hubungan keluarga menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian di panti werdha karena banyak lansia yang tinggal di sana dengan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik sehingga menjadi stress, putus asa, depresi, dan lain-lain. Selain itu, para lansia yang tinggal di panti jauh dari keluarganya, karena mereka tidak sanggup mengurus, dan keadaan di panti jauh berbeda dengan keadaan tempat tinggal mereka sebelumnya.

Berdasarkan fenomena-fenomena dan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti ingin melihat lebih jauh bagaimana religiusitas danfamily support dapat berpengaruh terhadap happinesskhususnya pada lansia di panti werdha. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian yang berjudul ”Pengaruh Religiusitas dan Family Support terhadap Happiness pada Lansia di Panti Werdha.”


(24)

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah

1.2.1. Batasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

1. Happiness (kebahagiaan) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan, dan sekarang. Aspek dari happiness itu sendiri kepuasan masa lalu, kebahagiaan pada masa sekarang, dan optimis masa depan. Faktor-faktor yang mempengaruhi happiness ialah uang, kehidupan sosial, emosi negatif, perkawinan, jenis kelamin, kesehatan, usia, dan agama. (Seligman, 2002).

2. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi. Aspek-aspeknya ialah keyakinan (the belief), peribadatan atau praktik agama (religious practice), pengalaman (the experience), pengetahuan agama (the knowledge), konsekuensi (the consequences) (Glock & Stark, 1968).

3. Family support yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan yang berasal dari orang-orang terdekatnya (perawat, petugas sosial, dokter, dan antar lansia di panti) terutama yang berada di panti. Dimana mereka saling memberikan saran, nasehat, dan berbagi cerita satu sama lain. Dukungan dari anggota keluarga juga dibutuhkan oleh para lansia walaupun keluarga mereka jauh dan tidak tinggal bersama. Adanya kunjungan dari keluarga untuk


(25)

menjenguk para lansia atau sekedar berkomunikasi lewat telepon merupakan bentuk perhatian yang dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para lansia. Jenis-jenis dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan konkrit

(concrete support) yaitu menjaganya dan merawat para lansia ketika sakit, memberikan bantuan materi berupa uang atau barang untuk kebutuhan sehari-hari, menemaninya jika ingin pergi, dan lain-lain. Dukungan emosional

(emotional support) berupa empati maupun simpati ketika para lansia menghadapi masalah, dukungan informatif (advice support)berupa saran atau nasehat yang diberikan sebagai solusi dari suatu permasalahan. Dukungan penghargaan (esteem support) dapat berupa rasa hormat atau menghargai atas kemampuan atau jasa yang dilakukan oleh para lansia, melalui pujian maupun tingkah laku. (Thompson, 2006).

4. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang sehat berumur 60-75 tahun (sesuai Undang-Undang No. 13 tahun 1998 mengenai kesejahteraan usia lanjut bahwa batasan usia lansia di atas 60 tahun) baik pria maupun wanita (Khalek, 2006) yang tinggal di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

1.2.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan


(26)

1. Apakah ada pengaruh keyakinan (the belief) religiusitas terhadap happiness

pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

2. Apakah ada pengaruh peribadatan atau praktik agama (religious practice)

religiusitas terhadaphappinesspada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

3. Apakah ada pengaruh pengalaman (the experience) religiusitas terhadap

happinesspada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ? 4. Apakah ada pengaruh pengetahuan agama(the knowledge)religiusitas terhadap

happinesspada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ? 5. Apakah ada pengaruh konsekuensi (the consequences) religiusitas terhadap

happinesspada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ? 6. Apakah ada pengaruh dukungan konkrit (concrete support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

7. Apakah ada pengaruh dukungan emosional (emotional support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

8. Apakah ada pengaruh dukungan informatif (advice support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

9. Apakah ada pengaruh dukungan penghargaan (esteem support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?


(27)

10. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran pengaruh religiusitas danfamily support terhadaphappinesspada lansia yang ada di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk pengembangan ilmu psikologi terutama dalam bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Perkembangan. Dalam penelitian ini juga terdapat nuansa keagamaan yaitu religiusitas yang ada pada lansia di panti werdha sehingga dapat mengetahui seberapa jauh perkembangan keagamaan pada lansia khususnya di panti werdha.

1.4.2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk perencanaan program sosial seperti pendirian yayasan atau lembaga-lembaga sosial,


(28)

penyuluhan, seminar, dan informasi lainnya. Selain itu, menambah informasi mengenai pentingnya religiusitas dan family support terhadap

happiness pada lansia, serta dapat memberikan saran bagi orang-orang yang memerlukan bantuan terhadap keluarganya yang telah memasuki periode dewasa akhir (lansia).

1.5. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai pengaruh religiusitas danfamily supportterhadaphappinesspada lansia di panti werdha, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Teori

Menguraikan dan menjelaskan beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ialah penjelasan mengenai lansia, penjelasan mengenai pengertian, aspek-aspek, serta faktor-faktor yang mempengaruhi

happiness. Pengertian, jenis-jenis, dan kualitas dari family support itu sendiri. Pengertian, aspek-aspek serta faktor-faktor religiusitas, kerangka berpikir, dan gambar bagannya serta hipotesis dari penelitian ini.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini berisi mengenai penguraian mengenai variabel-variabel penelitian, pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, definisi operasional dari variabel


(29)

penelitian, pengumpulan data, instrument pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data.

Bab IV : Analisa Data

Pada bab ini menguraikan mengenai pengolahan data yang terkumpul dari penelitian ini. Data yang terkumpul meliputi gambaran umum subyek penelitian, pengaruh religiusitas danfamily supportterhadaphappiness.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bagian kesimpulan berisi jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis dan interpretasi data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Pada bagian diskusi akan dibahas hasil penelitian, selain itu juga akan diberikan pembahasan mengapa suatu hipotesis penelitian ditolak atau diterima, serta keterbatasan-keterbatasan penelitian. Bagian saran berisi saran-saran teoritis untuk keperluan penelitian dan saran-saran praktis sesuai dengan permasalahan dan hasil penelitian.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Lansia

2.1.2. Pengertian Lansia

Lansia merupakan masa dewasa akhir yang dimulai pada usia 60-an hingga 120-an, memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan (Santrock, 2002). Menurut Papalia (2008) pada masa ini terjadi penuaan primer yaitu proses kemunduran tubuh yang bersifat gradual dan tidak terhindarkan sepanjang rentang usia. Selain itu juga terjadi penuaan sekunder yaitu proses penuaan yang terjadi akibat penyakit atau tidak menjaga tubuh dengan baik, yang sebenarnya dapat dicegah sebelum terjadi. (Busse, 1987; dalam Papalia, 2008)

Di Indonesia batasan usia lansia menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia adalah 60 tahun ke atas. Sedangkan Santrock (2002) membagi masa dewasa akhir dibagi menjadi 2 sub-periode yaituorang tua muda (usia tua)dari 65-74 tahun danorang tua yang tua (usia tua akhir)75 tahun ke atas.

Papalia (2008) membagi kelompok lansia menjadi 3 kelompok yaitu lansia muda (young old) antara 65-74 tahun, lansia tua (old-old) berusia antara 75-84 tahun, sedangkan lansia tertua (oldest old) berusia 85 tahun ke atas. Akan tetapi dilihat secara usia fungsional Papalia (2008) membedakannya menjadi 2 yaitu lansia muda (young old) adalah lansia yang masih aktif, sehat, dan bugar.


(31)

Sedangkan lansia tua (old-old) dan lansia tertua (oldest old) adalah lansia yang cenderung lemah, tidak bugar serta memiliki kesulitan dalam mengelola aktivitas sehari-hari.

Dari penjelasan di atas, batasan usia lansia yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang sehat berumur 60-75 tahun (sesuai Undang-Undang No. 13 tahun 1998 mengenai kesejahteraan usia lanjut bahwa batasan usia lansia di atas 60 tahun) baik pria maupun wanita, yang tinggal di panti werdha binaan Kementerian Sosial wilayah Jakarta Selatan.

2.1.2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

Menurut Papalia (2008) perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya ialah :

1. Perubahan Fisik

Perubahan fisik yang bisa dapat dilihat secara langsung adalah bagian luar tubuh. Salah satunya kulit yang sudah menua terlihat memucat dan kurang elastis, seiring dengan mengkerutnya lemak dan otot kulit tersebut dapat menjadi mengkerut. Selain itu, rambut menjadi putih dan semakin tipis disertai dengan rambut-rambut pada bagian tubuh lainnya makin jarang. Banyak juga para lansia yang menjadi semakin kecil dan bungkuk dikarenakan melemahnya tulangvertebrae.

Perubahan yang tidak terlalu tampak secara kasat mata yang terjadi pada organ dalam sistem tubuh adalah :


(32)

 Otak dan Sistem Saraf

Setelah usia 30 tahun, otak akan kehilangan beratnya secara sedikit demi sedikit, kemudian menjadi cepat. Pada usia 90 tahun, otak kehilangan 10 persen dari beratnya karena mengecilnya neuron (sel saraf) di cerebral cortex. Ukuran neuron yang mengecil karena seiring bertambahnya usia paling cepat terjadi pada frontal cortex, yang merupakan bagian penting dari fungsi kognitif dan ingatan. Hal ini merupakan penyebab menurunnya daya ingat pada lansia.

 Fungsi Sensoris dan Psikomotoris

Kerusakan pada fungsi ini dan cenderung lebih parah terjadi pada kelompok lansia tua (old-old). Kerusakan-kerusakan yang terjadinya diantaranya adalah:

o Penglihatan menjadi terganggu dikarenakan hilangnya sensitivitas

penglihatanan sehingga menyebabkan kesulitan dalam membaca sesuatu yang halus atau melihat cetakan yang amat halus. Selain itu, dikarenakan berkurangnya cahaya yang masuk ke mata, lebih sensitif terhadap kilauan, pemrosesan visual yang lambat sehingga reaksi dalam melihat sesuatu menjadi lambat.

o Kerusakan lainnya terjadi pada pendengaran yang disebabkan oleh

presbycusis yaitu menurunnya kemampuan mendengar suara bernada tinggi yang berkaitan dengan usia (O’Neil, 1999; dalam Papalia, 2008).


(33)

lain terutama jika ada suara lain yang berasal dari radio, televisi, atau beberapa orang berbicara bersamaan. Penyebab lain menurunnya fungsi pendengaran dikarenakan merokok, sebelumnya pernah terkena infeksi telinga, keracunan bahan kimia dalam jangka waktu cukup lama, dan lain-lain (Desai, 2001; dalam Papalia, 2008). Berkurangnya fungsi pendengaran memberikan pengaruh secara psikologis pada lansia yaitu adanya kesalahan persepsi sehingga mereka menjadi cepat marah, mudah terganggu, absentminded (pelupa, linglung, melamun). Dalam hal ini, pria lebih berpeluang besar menderita masalah pendengaran dibandingkan wanita.

o Rasa dan bau, kehilangan kedua indra ini merupakan bagian normal

dari proses penuaan. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan hilangnya rasa dan bau adalah berbagai macam penyakit yang diderita, obat-obatan, operasi bedah, atau keracunan materi-materi yang berada di lingkungan sekitar. Ketika para lansia mengeluh mengenai makanan mereka yang tidak terasa enak lagi biasanya terjadi karena ujung perasa di lidah menjadi lebih sedikit atau penerima rasa di lidah tidak bekerja dengan benar. Hal tersebut juga bisa disebabkan rusaknya struktur otak di bagian olfactory bulb yaitu organ otak yang bertanggung jawab terhadap penciuman dan bau (Schiffman, 1997; dalam Papalia, 2008). Dalam hal ini, wanita lebih baik dalam mempertahankan indra perasa dan pembaunya dibandingkan pria (Ship & Weiffenbach, 1993; dalam Papalia, 2008).


(34)

o Kekuatan, daya tahan, dan keseimbangan. Kekuatan yang dimiliki

lansia sudah banyak jauh berkurang dibandingkan ketika mereka masih muda. Sehingga kemampuannya terbatas dalam menjalani aktivitas yang berkaitan dengan daya tahan tubuh dan untuk membawa beban berat. Biasanya ketika mencapai usia 70 tahun, 10-20 % kekuatan akan berkurang terutama pada otot tubuh bagian bawah. Hal tersebut membuat para lansia cenderung lebih besar untuk jatuh dan patah tulang. Selain itu, alasan lain mengapa lansia lebih rapuh dan mudah jatuh, karena adanya penurunan sel reseptor yang memberikan informasi kepada otak mengenai posisi tubuh dalam ruangan yang dibutuhkan guna mempertahankan keseimbangan.

 Fungsi Seksual

Perubahan seksual lebih terlihat pada pria, dimana pria membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi dan ejakulasi serta membutuhkan stimulasi manual yang lebih banyak. Bagi wanita sendiri, ketika memasuki usia lanjut gairah seksual menjadi berkurang.

2. Kesehatan Fisik dan Mental

Ketika seseorang semakin tua, mereka cenderung atau berpotensi mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan ketidakberfungsian. Dalam kasus lansia kondisi kronis (ketidakberdayaan fisik) dan kehilangan kemampuan untuk menyembuhkan diri, sehingga penyakit atau cedera ringan dapat memberikan dampak yang serius. Ada beberapa penyakit


(35)

yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental pada lansia, diantaranya ialah :

 Arthritis (Radang Sendi)

Arthritis atau paling sering disebut dengan radang sendi adalah kondisi kesehatan kronis yang paling umum dialami oleh para lansia. Gangguan ini menyebabkan rasa sakit dan ketidakmampuan untuk bergerak, seringkali disertai dengan peradangan sendi. Bagian yang terparah dari arthritis ini disebut dengan osteoarthritis atau penyakit degenaratif sambungan sendi. Pada umumnya osteoarthritis mempengaruhi sambungan weight bearingpada bagian pinggul dan lutut. Selain itu, juga mempengaruhirheumatoid arthritis yang berakibat kesulitan bergerak dan secara progresif menghancurkan jaringan sambungan.

 Penyakit Alzheimer

Penyakit ini merupakan penyakit paling umum dan paling ditakuti di kalangan lansia terutama di negara maju. Penyakit ini secara perlahan merampas kecerdasan, kesadaran, bahkan kemampuan untuk menggerakkan fungsi tubuh dan akhirnya membunuh si penderita. Penyakit Alzheimer biasanya mulai pada usia 60-an dan risikonya meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia. Gejala awal yang menonjol adalah ketidakmampuan mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau menyerap informasi baru. Setelah itu, muncul simtom-simtom seperti mudah marah, gelisah, depresi, delusi, delirium (gangguan mental akut), dan melamun.


(36)

Akibatnya, memori jangka panjang, konsentrasi penilaian, orientasi, dan kemampuan berbicara menjadi rusak. Selain itu, keterampilan yang dimiliki hilang, tidak mengenali anggota keluarga, tidak dapat makan kecuali dengan bantuan, tidak dapat mengontrol usus besar dan kandung kemih, dan kehilangan kemampuan berjalan, duduk, serta menelan makanan padat. Biasanya kematian akan muncul dalam delapan hingga sepuluh tahun, setelah gejala penyakit tersebut muncul.

 Depresi

Depresi yang maksud di sini adalah gangguan otak yang disebabkan karena lansia merasa tertekan dan adanya penurunan baik secara fisik maupun emosional. Depresi ini seringkali dianggap remeh karena dianggap sebagai hal yang wajar dalam proses penuaan. Hal-hal lain yang dapat memicu depresi yaitu kurangnya olahraga, terjadi peristiwa yang membuat lansia menjadi tertekan, kesendirian, dan penggunaan obat-obatan tertentu. Beberapa cara untuk mengatasi depresi ini dengan dukungan yang kuat dari keluarga dan teman, psikoterapi perilaku kognitif, terapi interpersonal, obat antiderpressant dapat mengembalikan keseimbangan kimia dalam otak, dan terapielectroconvulsive(ECT) untuk kasus yang berat.


(37)

2.1.3. Lansia di Panti Werdha

Hampir di seluruh negara, para lansia yang tinggal di panti werdha(nursing home) dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Para lansia yang biasanya tinggal di panti werdha dikarenakan mereka hidup sendirian, kurang berpartisipasi di lingkungan sosialnya, ketidakmampuan fisik sehingga tidak bisa menjalani aktivitas sehari-hari, dan lain-lainnya.

Banyak juga para lansia yang tinggal di panti werdha memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan sebelum tinggal di panti. Berdasarkan hasil penelitian O’Connor dan Vallerand (dalam Papalia 2008), sekitar 129 penghuni yang tinggal di panti werdha dengan tingkat perawatan cukup baik, merasa memiliki harga diri yang tinggi, tingkat depresi lebih rendah, dan lebih puas akan kebermaknaan dalam hidup .

Santrock (2002) membagi 3 jenis pelayanan yang disediakan oleh panti werdha, yang pertama fasilitas perawatan yang terampil (skilled) merupakan perawatan yang diperiksa dan diawasi oleh pemerintah. Kedua, perawatan menengah (intermediate) atau biasa (ordinary) yaitu perawatan fasilitasnya di bawah perawatan yang terampil (skilled). Ketiga, perawatan di rumah

(residential)yaitu perawatan yang standar-standar kualifikasinya kurang ketat dan biayanya pun lebih murah dibandingkan perawatan yang terampil dan perawatan menengah.

Panti werdha yang baik adalah panti yang memiliki staf professional yang berpengalaman, memiliki program asuransi pemerintah yang memadai, strukturnya terkoordinasi dengan baik dan dapat memberikan berbagai macam


(38)

pelayanan. Selain itu, pihak panti juga menawarkan aktivitas yang bisa merangsang para lansia untuk melakukannya secara bersama-sama baik pria maupun wanita semua usia. Panti werdha yang baik juga menyediakan ruangan tersendiri bagi para penghuninya jika mereka sedang dikunjungi oleh keluarganya, serta menyediakan juga pelayanan sosial, terapi, dan rehabilitasi. (Papalia, 2008)

Panti werdha yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah panti yang memiliki fasilitas perawatan yang terampil (skilled) (Santrock, 2002). Dimana fasilitas, perawatan-perawatan yang dilakukan hingga petugasnya berasal dari pemerintah yaitu melalui Dinas Sosial DKI Jakarta. Fasilitas-fasilitas yang ada di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta cukup lengkap.

Sarana fisik yang ada di panti ini diantaranya ada poliklinik, dapur umum, mushola, aula terbuka, sarana olahraga, ruangan keterampilan, ruangan isolasi, dan lain-lain. Sedangkan untuk program kegiatan yang ada pun cukup bervariasi diantaranya bimbingan rohani bagi agama Islam dan Kristen, olahraga dan senam lansia, bimbingan keterampilan, pelayanan kesehatan, kesenian, rekreasi, dan lain-lain. Selain itu, petugas-petugas yang ada di panti ini dibantu oleh perawat-perawat yang merupakan mahasiswa dari perguruan tinggi baik swasta maupun negri yang sedang praktek di panti tersebut.

Sarana-sarana yang ada di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tempat tinggal para lansia sebelumnya. Selain itu, di panti ini setiap harinya ada petugas dan para perawat yang mengontrol para lansia setiap saat, melayani mereka ketika makan, mengajak mereka untuk mengobrol satu sama lain sehingga para lansia tidak merasa


(39)

kesepian, mengadakan kegiatan-kegiatan seperti keterampilan atau olahraga agar mereka bersemangat dan tidak bosan menjalani kehidupannya setiap hari karena ada kegiatan yang mereka kerjakan. Hal-hal ini yang dapat membuat para lansia menjadi betah, nyaman, dan merasa bahagia sehingga dapat mengurangi stress atau depresi yang mereka rasakan.

2.2.Happiness

2.2.1. PengertianHappiness

Menurut Seligman (2002) happiness ialah kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan, dan sekarang. Sedangkan menurut Diener dan kawan-kawan (dalam Carr, 2004) happiness dan

subjective well-being sebagai gabungan dari perasaan positif dan kepuasan hidup. Menurut Diener dan kawan-kawan (dalam Carr, 2004) kebahagiaan merupakan evaluasi seseorang terhadap kehidupan yang mereka alami, lebih spesifik lagi kebahagiaan meliputi pengalaman yang menyenangkan seseorang dan apresiasinya terhadap kehidupan.

Carr (2004) mengartikan happiness dan subjective well-being mengarah pada perasaan positif yaitu sebagai perasaan bahagia atau ketenangan maupun keadaan positif. Carlson (1984, dalam Manz, 2003) mendefinisikan happiness

adalah perasaan yang dialami sebagai bagian dari pembawaan fungsi psikologis yang sehat.


(40)

Dari pengertian di atas mengenai definisi happiness, maka penulis memilih pengertian happiness menurut Seligman (2002) yang mengartikan

happiness sebagai kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan, dan sekarang

2.2.2. Aspek-aspekHappiness

Seligman (2002) membagi aspek-aspek happiness menjadi tiga aspek yaitu:

1. Kepuasan Masa Lalu

Macam-macam emosi dari masa lalu seperti kelegaan, kedamaian, kebanggaan, kepuasan, rasa kesal yang tak pernah hilang atau rasa marah yang penuh dendam pada seseorang semuanya dipendam dalam memori. Emosi yang selalu timbul pada diri seseorang faktor pemicunya adalah kenangan masa lalu yang tersimpan pada memori masing-masing. Suatu interpretasi, kenangan, atau pemikiran dapat mengintervensi dan mengendalikan apa yang dihasilkan emosi. Hal ini merupakan suatu kunci untuk memahami perasaan kita sendiri mengenai masa lalu.

Bagaimana individu membuang kenangan masa lalu yang menyakitkan dan emosi negatif pada dirinya menurut Seligman (2002) dengan cara bersyukur, memaafkan, melupakan atau menekan kenangan buruk. Akan tetapi, hingga saat ini belum ditemukan cara untuk meningkatkan secara langsung proses melupakan dan menekan kenangan (memori) buruk tersebut. Jika seseorang melakukan suatu upaya untuk melupakan pikiran atau kenangan masa lalu yang buruk


(41)

dengan cara yang salah, kemungkinan kenangan buruk tersebut tidak hilang malah sebaliknya akan selalu terbayang-bayang dalam pikirannya.

Jadi upaya yang efektif agar seseorang bisa terbebas dari masa lalu yang kelam yaitu dengan cara memaafkan dan bersyukur. Memaafkan menurut Seligman adalah suatu strategi membiarkan memori-memori itu tetap utuh dan menghilangkan rasa kepedihan yang ada pada memori tersebut. Sedangkan bersyukur dapat menambah kepuasan hidup karena dapat menambah intensitas kesan dari kenangan yang baik tentang masa lalu.

2. Kebahagiaan pada Masa Sekarang

Kebahagiaan masa sekarang terdiri dari dua hal yang sangat berbeda yaitu kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification). Pertama, kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen inderawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat, yang disebut oleh para filosof sebagai “perasaan-perasaan dasar”(raw feels)seperti : ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria, dan nyaman. Semua perasaan ini bersifat sementara dan sedikit yang melibatkan dengan pikiran atau bahkan tidak melibatkan pikiran sama sekali.

Kenikmatan (pleasure) dibagi menjadi dua, yang pertama kenikmatan ragawi(bodily pleasure).Kesenangan jenis ini datang segera, melalui indera, dan bersifat sementara. Kesenangan ini tidak membutuhkan atau hanya butuh sedikit interpretasi, disebabkan oleh evolusi, organ-organ pengindra menjadi terkait langsung dengan emosi positif, seperti : meraba, mengecap, membaui, menggerakkan tubuh, melihat, dan mendengar secara langsung yang dapat menimbulkan kenikmatan. Contoh yang ada pada kehidupan sehari-hari adalah


(42)

air susu ibu bagi seorang anak bayi dimana ia merasakan sensasinya. Sama seperti anak kecil yang menyukai es krim, rasa es krim vanilanya yang membuat ia merasakan sensasi dan si anak tersebut merasakan kesenangan pada saat memakannya. Kenikmatan ragawi ini dapat memudar dengan cepat karena rangsangan eksternalnya menghilang (air susu dan es krim vanila) dan setelah itu kita dengan cepat dapat merasa terbiasa terhadap rangsangan tersebut.

Kedua, kenikmatan yang lebih tinggi (high pleasures). Kenikmatan ini memiliki banyak persamaan dengan kenikmatan ragawi yaitu memiliki “perasaan dasar” yang positif, bersifat sementara, cepat memudar, dan mudah terbiasa. Namun, pada kenikmatan ini memerlukan rangsangan eksternal yang lebih besar dan cukup rumit. Kenikmatan ini juga bersifat kognitif dan lebih banyak variasinya dibandingkan kenikmatan ragawi.

Faktor lain yang mempengaruhi kebahagiaan pada masa sekarang selain kenikmatan adalah gratifikasi. Gratifikasi berasal dari kegiatan-kegiatan yang sangat disukai, tetapi tidak disertai oleh “perasaan dasar”. Gratifikasi lebih bertahan lama dibandingkan kenikmatan dan lebih banyak berhubungan dengan pemikiran serta interpretasi.

3. Optimisme akan Masa Depan

Emosi positif mengenai masa depan mencakup keyakinan (faith),

kepastian (confidence), harapan dan optimisme. Menurut Seligman, optimisme dan harapan memberikan daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi depresi ketika masalah melanda seseorang, kinerja akan menjadi lebih tinggi di tempat


(43)

kerja terutama pada tugas-tugas yang menantang, dan kesehatan fisik dapat menjadi lebih baik dengan adanya kedua hal ini.

Dalam konsep optimisme terdapat 2 aspek, yaitu permanen dan pervasif.

Pertama, permanen menjelaskan berapa lama seseorang terpengaruh terhadap setiap kejadian yang mereka alami (masalah waktu). Pada aspek ini dibagi menjadi dua bagian lagi yaitu tipe permanen (pesimistis) dan tipe temporer

(optimistis). Orang-orang yang termasuk ke dalam tipe permanen adalah orang-orang yang percaya bahwa setiap kejadian yang mereka alami bersifat permanen dan akan terus mempengaruhi sepanjang kehidupan mereka. Sedang orang-orang dengan tipe temporer percaya bahwa setiap kejadian buruk yang terjadi baik sebab akibatnya hanya bersifat sementara.

Kedua, pervasif yaitu mengenai masalah ruang, ruang disini maksudnya ialah seberapa besar kondisi yang dialami oleh seseorang mempengaruhi kehidupannya. Pada aspek ini sama seperti permanen dibagi menjadi dua bagian pula yaitu universal dan spesifik. Seseorang dengan tipe universal ketika mengalami suatu kejadian dalam hidupnya, hal tersebut akan mempengaruhinya di segala aspek kehidupannya. Sedangkan seseorang dengan tipe spesifik pada saat suatu masalah atau kejadian menimpa dirinya, hanya aspek tertentu saja yang terpengaruh tidak keseluruhannya.

2.2.3. Faktor-faktor yang MempengaruhiHappiness

Faktor-faktor yang mempengaruhi happiness menurut Seligman (2002) ialah :


(44)

Banyak data tentang pengaruh kekayaan dan kemiskinan terhadap kebahagiaan. Pada tingkatan yang paling umum, terlihat uang mempengaruhi kesejahteraan subjektif rata-rata orang yang tinggal di negara kaya dengan orang-orang yang tinggal di negara miskin. Penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaan dibandingkan uang itu sendiri.

2. Perkawinan

Pusat Riset Opini Nasional Amerika Serikat mensurvei 35.000 warga Amerika selama 30 tahun terakhir. Hasilnya, 40 % dari orang-orang yang menikah mengatakan mereka “sangat bahagia” sedangkan hanya 24 % dari orang yang tidak menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang mengatakan mereka bahagia. Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjangnya usia dan besarnya penghasilan, ini berlaku baik pada pria maupun wanita.

3. Kehidupan Sosial

Orang yang sangat bahagia jauh berbeda dengan orang rata-rata dan orang yang tidak bahagia, yaitu mereka menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan. Orang-orang yang sangat bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Kemampuan bersosialisasi meningkat pada orang yang sedang bahagia kemungkinan sebenarnya merupakan temuan positif dari penyebab mengapa orang ingin menikah.


(45)

Kegembiraan tertinggi terkadang datang setelah seseorang bebas dari ketakutan terburuknya. Menurut Bradburn (dalam Seligman, 2002) orang yang memiliki emosi negatif bukan berarti tidak memiliki kehidupan yang bahagia. Sama halnya dengan seseorang yang memiliki emosi positif belum tentu ia terhindar dari kesedihan. Wanita mengalami depresi dua kali lipat dibandingkan pria dan umumnya mereka lebih banyak memiliki emosi negatif. Tetapi, wanita juga cenderung lebih bahagia dan banyak mengalami hal-hal yang bahagia dibandingkan pria. Hal ini menunjukkan bahwa emosi negatif mempunyai kaitan dengan emosi positif, dalam hal ini adalah kebahagiaan.

5. Usia

Kebahagiaan pada orang dewasa biasanya terdiri dari kepuasan hidup, perasaan menyenangkan, dan perasaan tidak menyenangkan. Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, perasaan menyenangkan sedikit meningkat, dan perasaan negatif tidak berubah, yang berubah ketika seseorang bertambah tua adalah intensitas emosinya. Perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” menjadi berkurang seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman.

6. Kesehatan

Banyak orang yang mengira dengan kesehatan yang baik adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan karena kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting. Tetapi sebenarnya kesehatan yang objektif tidak terlalu berkaitan dengan kebahagiaan. Bagaimana kesehatan dapat membawa diri kita kepada


(46)

kebahagiaan tergantung persepsi subjektif individu sendiri seberapa baik (sehat) dirinya. Walaupun individu sedang mengalami sakit yang parah atau kronis, tetapi jika persepsinya terhadap penyakit tersebut positif maka kebahagiaan yang dirasakan tidak akan berkurang, mungkin sebaliknya akan semakin bertingkat karena adanya penyakit tersebut.

7. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan yang mengherankan berkaitan dengan suasana hati. Tingkat emosi pria dan wanita rata-rata tidak banyak berbeda, yang membedakannya ialah wanita cenderung lebih bahagia, cepat merasa sedih, dan lebih mudah terkena depresi dibandingkan dengan pria.

8. Agama

Menurut Seligman (2002), orang yang religius jelas lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat obat-obatan terlarang, melakukan kejahatan, bercerai, dan bunuh diri. Mereka juga secara fisik lebih sehat dan berumur panjang. Sebaliknya orang yang memiliki tingkat religiusitasnya rendah takut terhadap perceraian, pengangguran, penyakit, dan kematian. Relevansi langsung yang paling terlihat pada fakta bahwa data survei secara konsisten menunjukkan bahwa orang-orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan dibandingkan orang-orang yang tidak religius. Hubungan yang kausal antara agama dan kebahagiaan yang lebih besar terlihat dengan tingkat depresi yang rendah, dan kelenturan menghadapi tragedi tidak seperti garis lurus. Menurut Seligman (2002), agama mengisi


(47)

manusia dengan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup.

2.2.4. PengukuranHappiness

Pengukuran happiness pada penelitian ini menggunakan teori Seligman (2002) yang berdasarkan bukuAutentic Happiness. Aspek-aspekhappiness

yang diukur pada penelitian ini adalah kepuasan masa lalu, kebahagiaan masa sekarang, dan optimis akan masa depan. Indikator yang digunakan berdasarkan aspek-aspekhappinessyaitu :

 Kepuasan masa lalu mencakup merasa puas terhadap suatu pencapaian, merasakan ketenangan dalam diri, mempunyai penilaian diri yang positif, memaafkan kesalahan di masa lalu, dan mensyukuri apa yang telah didapat.

 Kebahagiaan masa sekarang mencakup menikmati kegiatan-kegiatan yang disukai dan merasakan kenikmatan inderawi.

 Optimis akan masa depan mencakup percaya bahwa harapan akan tercapai, yakin bahwa setiap masalah baik masalah besar maupun kecil dapat terselesaikan, mempunyai keyakinan bahwa hidup akan menjado lebih baik, dan percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki.

2.3. Religiusitas


(48)

Anshori (1980) mengartikan religiusitas adalah aspek religi yang telah dihayati seseorang dalam hati. Pengertian religiusitas menurut Nashori (2002) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya.

Glock dan Stark (1968, dalam Nashori, 2002) mengartikan religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi. Menurut Thouless (1995, dalam Jalaluddin, 2000) religius adalah sikap atau cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terkait ruang dan waktu.

Dari pengertian di atas, peneliti memilih pengertian religiusitas menurut Glock dan Stark (1968, dalam Nashori, 2002) yang mengartikan religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi.


(49)

Aspek-aspek religiusitas yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu menurut Glock dan Stark (1968). Aspek-aspek tersebut dibagi menjadi lima aspek yaitu :

1. Keyakinan(the belief)

Keyakinan (the belief)adalah tingkatan sejauh mana seseorang berpegang teguh, menerima, dan mengakui ajaran-ajaran dalam agamanya. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan untuk taat.

2. Peribadatan atau praktik agama(religious belief)

Pada aspek ini melihat sejauh mana tingkatan seseorang dalam menunaikan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Aspek ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dalam menjalani kewajiban agama, dan hal-hal yang menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Peribadatan atau praktik agama terdiri dari dua hal yaitu ritual dan ketaatan. Ritual mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan agama, seperti menghadiri pengajian bagi umat Muslim, mengadakan baptis dan sekolah minggu bagi umat Kristiani. Sedangkan ketaatan mencakup hal-hal utama dan merupakan suatu kewajiban untuk menjalankannya, seperti shalat, membaca Al-Qur’an atau alkitab, menyanyikan puji-pujian, dan lain-lain.


(50)

Pengalaman (the experience) adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tenteram saat berdoa, tersentuh mendengar atau membaca ayat-ayat kitab, merasa senang doanya dikabulkan, dan lain-lain. Setiap agama memiliki penilaian yang berbeda-beda dan biasanya bersifat subyektif dalam menilai feeling atau penghayatan yang pernah dirasakan oleh tiap orang.

4. Pengetahuan agama(the knowledge)

Aspek ini melihat seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya yang terdiri dari dasar-dasar keyakinan, ritual atau tradisi terutama yang ada dalam kitab suci, hadis, paritta, dan lain-lain.

5. Konsekuensi(the consequence)

Konsekuensi (the consequence) mengenai implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial. Selain itu, mengacu pada identifikasi komitmen terhadap agama dari keyakinan agama, praktik, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thouless (1995) menyatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi religiusitas, diantaranya adalah :

1. Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai dari pendidikan yang diterima sejak kecil pada masa anak-anak,


(51)

berbagai macam pendapat hingga sikap dari orang-orang disekitar. Semua hal tersebut mempengaruhi sikap keagamaan seseorang beserta dengan tradisi yang diterimanya dari masa lampau. Hal ini terjadi, karena tidak ada seorang pun yang dapat mengembangkan sikap-sikap keagamaan dengan keadaan terisolasi dari lingkungan masyarakat.

2. Faktor Emosional

Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam taraf tertentu sesuai dengan agamanya. Namun ada beberapa orang yang pernah merasakan pengalaman-pengalaman agama disertai dengan kekuatan dan komitmen agama yang luar biasa sehingga berbeda dengan orang lain. Hal ini terjadi karena beberapa orang menilai dirinya sendiri hanya terpengaruh oleh persepsi yang bersifat visual sedangkan yang lainnya menganggap hanya sebagai kesibukan biasa.

Pendapat orang-orang beragama umumnya membawa pengaruh penting bagi kesadaran beragama, yaitu dorongan untuk taat sesuai dengan ajaran agamanya, dan berperilaku baik terhadap sesama manusia. Nilai emosi dari keagamaan itu sendiri harus dilihat dari keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuannya.

3. Faktor Intelektual

Faktor intelektual mencakup kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai alat untuk membedakan mana yang benar atau salah. Jika faktor intelektual berhasi digunakan sebagai alat tersebut, maka diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan sikap


(52)

keagamaan. Beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan (sosial) dan emosional tidak diverbalisasikan, namun keduanya dapat menjadi lebih kuat jika menggunakan intelektual.

2.3.4. Pengukuran Religiusitas

Pengukuran religiusitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Glock dan Stark (1968) yang berdasarkan pada bukuAmerican Piety : The Nature of Religious Commitment. Aspek-aspek yang diukur dalam penelitian ada lima yaitu keyakinan (the belief), praktik agama (religious practice), pengalaman (the experience), pengetahuan agama (the knowledge), dan konsekuensi (the consequence). Untuk mengukur religiusitas dibuat indikator-indikator berdasarkan kelima aspek di atas yaitu :

 Keyakinan (the belief) mencakup keyakinan terhadap Tuhan, mikjizat (keajaiban) dari Tuhan, kehidupan setelah kematian, kepastian dan kepercayaan mengenai keyakinan.

 Praktik agama (religious practice) mencakup menghadiri kegiatan agama, mengikuti siraman rohani dari media elektronik, ikut serta dalam organisasi keagamaan, dan ibadah malam hari.

 Pengalaman (the experience) mencakup pengalaman yang memperkuat dan pengalaman responsif.


(53)

 Pengetahuan(the knowledge)mencakup pengetahuan tentang ajaran dan dasar-dasar agama yang dianut dan pengetahuan terhadap isi kitab suci.

 Konsekuensi (the consequence) mencakup sabar, jujur, ikhlas, dan memaafkan.

2.4. Family Support

2.4.1. PengertianFamily Support

Family support merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Tamher, 2009; dalam Furiyah, 2010). Menurut Friedman (1998, dalam Furiyah, 2010),

family support adalah pemberian bantuan berupa suatu perilaku, materi, atau membina hubungan sosial yang baik (akrab) sehingga individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

Sedangkan pengertian family support itu sendiri menurut Thompson (2006) adalah pemberian bantuan yang merupakan suatu kewajiban untuk membantu anggota keluarga yang mengalami suatu masalah yang bersifat sukarela dan sosial. Gardner (2003, dalam Thompson, 2006) mengartikan family support sebagai suatu pendekatan yang melibatkan dukungan dari anggota keluarga dan bertujuan untuk menghindari intervensi lebih lanjut dari pihak luar.


(54)

Berdasarkan pengertian family supportdiatas, peneliti memilih pengertian

family support menurut Thompson (2006) yaitu pemberian bantuan yang merupakan suatu kewajiban untuk membantu anggota keluarga yang mengalami suatu masalah yang bersifat sukarela dan sosial. Dimana family support pada penelitian ini tidak hanya mencakup anggota keluarga lansia saja tetapi juga orang-orang panti (sesama lansia, petugas, perawat, dan dokter) yang merupakan orang-orang terdekat lansia selama ada di panti.

2.4.2. Jenis-jenisFamily Support

Jenis-jenis family support yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu menurut Thompson (2006), yang membagi jenis-jenis family support menjadi empat macam, yaitu :

 Dukungan Konkrit(concrete support)

Bantuan yang terlihat secara real atau nyata yaitu berupa tingkah laku. Bantuan ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja kepada anggota keluarga yang membutuhkannya dukungan ini dapat berupa pemberian materi yaitu uang untuk membantu memenuhi kehidupan lansia sehari-hari. Selain itu dukungan konkrit yang dapat diberikan berupa dukungan non-materi yaitu menjaga, merawat ketika sakit, menemai dan mengantar ketika akan keluar rumah, dan lain-lain. Contohnya yang paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, apabila ibu sedang pergi ke luar, maka kita sebagai kakak yang berada di rumah yang menggantikan ibu untuk menjaga adik yang masih kecil (Cochran 1993; Dolan and Holt 2002; Jack 2001, dalam Thompson, 2006).


(55)

 Dukungan Emosional(emotional support)

Dukungan yang berupa emosional untuk anggota keluarga yang membutuhkannya. Dimana dukungan yang diberikan berupa empati atau simpati pada anggota keluarga yang membutuhkannya yaitu dengan cara selalu ada ketika mereka membutuhkannya. Jenis dukungan ini dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan, selain itu dukungan ini paling mudah digunakan. Menurut Cutrana (1996, dalam Thompson, 2006) dukungan ini juga merupakan salah satu alternatif yang baik, bermanfaat, dan mempunyai pengaruh yang kuat.

 Dukungan Informatif(advice support)

Dukungan ini berupa saran atau nasehat dan biasanya agak lebih rumit untuk disampaikan kepada anggota keluarga yang membutuhkan. Jenis dukungan ini dapat membuat seseorang akan merasa lebih nyaman dan merasa tenang (Cotterell, 1996; dalam Thompson, 2006). Contohnya, jika ada salah satu anggota keluarga yang terkena penyakit kanker, maka sebagai keluarganya memberikan nasehat atau saran-saran positif yang dapat meyakinkan mereka untuk tetap bertahan dan terus melakukan usaha yang terbaik. (Aymanns, Sigrun and Klaur 1995; dalam Thompson, 2006)

 Dukungan Penghargaan(esteem support)

Dukungan ini berupa pengakuan atas kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Burleson (1990, dalam Thompson, 2006), bentuk dukungan ini merupakan batu fondasi yang kuat dalam sebuah keluarga. Dimana para anggota keluarga percaya akan kemampuan seseorang tersebut


(56)

serta memotivasinya untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri dalam menghadapi masalahnya.

2.4.3. KualitasFamily Support

Menurut Thompson (2006), kualitas dalam family support adalah suatu hubungan yang mempunyai makna penting bagi si penerima melalui dukungan yang ia terima. Untuk itu Thompson (2006) membagi tiga macam kualitas dalam

family support, yaitu :

1. Kedekatan (closeness), tidak hanya dengan anggota keluarga tetapi juga dengan orang lain. Pada penelitian di Irlandia dan Amerika Serikat (Cutrona dan Cole 2000; Riordan 2002; dalam Thompson, 2006) menunjukkan bahwa, seseorang akan lebih responsif kepada seseorang yang ia rasa dekat dengan dirinya. Hal ini terutama terjadi antara remaja dan orang tua.

2. Reciprocity, hubungan timbal balik antar anggota keluarga dalam membantu satu sama lain, dimana dengan adanya dukungan ini berarti tiap anggota keluarga bersedia memberikan dukungan atau pertolongan. Adanya hubungan ini akan timbul rasa kenyamanan satu sama lain dalam keluarga.

3. Durability, lebih mengarah pada siapa individu ingin mendapatkan dukungan atau pertolongan dari anggota keluarganya. Biasanya individu lebih terbuka mengenai masalahnya kepada anggota keluarganya yang sudah ia kenal cukup lama, sering berkomunikasi satu sama lain, dan anggota keluarganya tidak pernah mengganggu individu tersebut (Tracy & Biegel 1994;dalam Thompson, 2006)


(57)

2.4.4. PengukuranFamily Support

Pengukuran family support yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Thompson (2006) yang berdasarkan pada bukuFamily Support as Reflective Practice.Jenis-jenisfamily supportyang diukur dalam penelitian ada empat jenis yaitu dukungan konkrit (concrete support),

dukungan emosional (emotional support), dukungan informatif (advice support), dan dukungan penghargaan (esteem support). Indikator-indikator yang digunakan berdasarkan keempat jenisfamily supportini yaitu :

 Dukungan konkrit (concrete support) mencakup membantu secara finansial, menemani dan membantu dalam melakukan suatu aktivitas.

 Dukungan emosional (emotional support) mencakup empati, perhatian, dan simpati.

 Dukungan informatif (advice support) mencakup nasehat, saran, dan kritik.

 Dukungan penghargaan (esteem support) mencakup memberikan motivasi yang positif dan memberikan kepercayaan untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya.

2.5. Kerangka Berpikir

Setiap orang pasti akan memasuki usia lanjut dan menjadi tua, ketika menjadi tua banyak permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi baik secara fisik maupun psikis. Banyak para lansia yang tidak bisa menyesuaikan dirinya


(58)

dengan perubahan-perubahan atau permasalahan yang ada sehingga menjadi cemas, stress, bahkan depresi. Selain itu, dikarenakan kurangnya perhatian dari keluarga atau orang-orang terdekatnya, ditinggal meninggal oleh suami, saudara, atau anaknya terlebih dahulu, bahkan sengaja ditinggalkan oleh keluarganya karena tidak mampu mengurus anggota keluarganya yang sudah lansia, sehingga para lansia merasa kesepian karena tidak mempunyai teman untuk mengobrol, tidak bisa merasakan kebermaknaan dan kepuasan dalam hidupnya, sehingga tidak bisa merasakan happiness seperti orang lain pada umumnya. Akhirnya banyak lansia yang tinggal di panti werdha dengan tujuan untuk kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan sebelum mereka di panti.

Beberapa faktor yang mempengaruhi happiness menurut Seligman (2002) diantaranya ialah uang, perkawinan, usia, kehidupan sosial, agama, jenis kelamin, kesehatan, dan emosi negatif. Selain beberapa faktor diatas, religiusitas juga merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi bahkan meningkatkan

happiness. Religiusitas memberikan pengaruh positif yang dapat membuat para lansia berani menghadapi masalahnya, mengatasi rasa cemas, stress atau depresi yang sedang dialami. Khalek (2006) pun menjelaskan semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang, maka ia akan semakin lebih bahagia, kesehatan pun secara mental maupun fisik menjadi lebih baik. Aspek-aspek dari religiusitas (Glock & Stark, 1968) yang dapat memberikan pengaruh terhadap happiness khususnya pada lansia di panti werdha diantarannya adalah keyakinan(belief), praktik agama

(religious practice), pengalaman (the experience), pengetahuan agama (the knowledge), dan konsekuensi(the consequence).


(59)

Selain religiusitas, family support juga dapat mempengaruhi dan meningkatkan

happiness pada lansia. Menurut Boyles (2008), seseorang bisa merasakan

happiness dikarenakan adanya family support, yang dapat membuat kualitas hubungan keluarga menjadi lebih baik. Family support yang dibutuhkan oleh para lansia yang berada di panti werdha tidak hanya dari anggota keluarganya sendiri tetapi juga berasal dari orang-orang terdekatnya yang berada di panti yaitu petugas, perawat, dokter, dan antar lansia satu sama lain. Dikarenakan para lansia yang tinggal di panti jauh dari keluarganya sehingga mereka memerlukan orang-orang yang dapat memberikan dukungan dan orang-orang-orang-orang terdekat itu adalah para petugas panti, perawat, dokter, dan sesama lansia yang merupakan keluarga baru bagi para lansia. Dimana mereka saling memberikan saran, nasehat, dan berbagi cerita satu sama lain.

Dukungan dari anggota keluarga juga dibutuhkan, walaupun keluarga mereka jauh dan tidak tinggal bersama. Adanya kunjungan dari keluarga untuk menjenguk para lansia atau sekedar berkomunikasi lewat telepon merupakan bentuk perhatian yang dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para lansia. Jenis-jenis family support(Thompson, 2006) yang bisa diberikan oleh para lansia yang ada di panti werdha dan dapat memberikan pengaruh terhadai happiess

adalah dukungan konkrit (concrete support), dukungan emosional (emotional support), dukungan informatif (advice support), dan dukungan penghargaan


(60)

b

Keyakinan(the belief)

Peribadatan/praktik agama (religious

belief)

Pengalaman (the experience)

Religiusitas

Pengetahuan agama

(the knowledge)

Konsekuensi (the consequence)

Dukungan konkrit

(concrete support)

Dukungan emosional

(emotional support)

Dukungan penghargaan

(esteem support)

Dukungan informatif

(advice support)

Jenis

Kelamin

Family

Support


(61)

2.6. Hipotesis

Ho1 : Tidak ada pengaruh keyakinan(the belief)religiusitas terhadaphappiness

pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho2 : Tidak ada pengaruh praktik agama(religious belief) religiusitas terhadap

happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho3 : Tidak ada pengaruh pengalaman (the experience) religiusitas terhadap

happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho4 : Tidak ada pengaruh pengetahuan agama (the knowledge) religiusitas terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho5 : Tidak ada pengaruh konsekuensi (the consequence)religiusitas terhadap

happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho6 : Tidak ada pengaruh dukungan konkrit (concrete support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho7 : Tidak ada pengaruh dukungan emosional (emotional support) family support terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.


(62)

Ho8 : Tidak ada pengaruh dukungan informatif(advice support) family support

terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho9 : Tidak ada pengaruh dukungan penghargaan (esteem support) family support terhadap happiness pada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Ho10 : Tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadaphappinesspada lansia di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang terdiri dari lima subbab. Subbab tersebut adalah populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisa data, serta prosedur penelitian.

3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sedangkan untuk try out populasi diambil dari panti werdha yang berada di Tangerang yang memiliki karakteristik sama dengan populasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Adapun karakteristik dari populasi penelitian ini adalah :

1. Lansia yang sehat baik secara fisik maupun psikis, dimana informasi mengenai kesehatan lansia diperoleh dari petugas panti.

2. Berjenis kelamin baik pria maupun wanita yang tinggal di panti werdha binaan Dinas Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. 3. Berumur 60 - 75 tahun.

4. Bisa membaca dan menulis.


(64)

3.1.2. Sampel Penelitian

Dengan mempertimbangkan pada kenyataan akan besarnya jumlah populasi yang akan diteliti dan adanya berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian, maka peneliti dalam menentukan jumlah responden pada penelitian ini terdiri dari :

1. Jumlah sampel untuk try out sebanyak 30 lansia.

2. Jumlah sampel untuk penelitian sebanyak 80 lansia.

Try out dilaksanakan di panti werdha Yayasan Usaha Mulia Jaya dan Yayasan Bina Bhakti, sedangkan penelitian dilakukan di PSTW Budi Mulia 03 Ciracas dan PSTW Budi Mulia 04 Margaguna.

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling. Dimana setiap individu dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian karena peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, beberapa kendala mengapa peneliti tidak menggunakan teknik probability sampling

dikarenakan masalah efektivitas (waktu, jarak, tenaga) dan efisiensi.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Kerlinger (1990) variabel sesuatu yang bervariasi dan merupakan suatu sifat yang mempunyai nilai. Dalam penelitian ini terdapat 11 variabel yang terdiri dari :


(1)

VAR00025 104.6667 72.437 .568 .885

VAR00026 104.5667 73.289 .499 .886

VAR00027 104.9000 72.162 .504 .886

VAR00028 105.1333 73.844 .387 .888

VAR00029 105.0667 75.306 .426 .888

VAR00030 105.1000 74.645 .382 .888

VAR00031 104.9000 73.748 .448 .887

VAR00032 104.6667 73.195 .487 .886

HASIL

TRY OUT

SKALA

FAMILY SUPPORT

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.886 22

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 59.9000 67.197 .268 .887

VAR00002 59.7667 62.323 .558 .879

VAR00003 59.7667 62.047 .545 .880

VAR00004 59.7667 64.530 .371 .885

VAR00005 59.9000 61.886 .587 .878

VAR00006 59.7000 64.217 .556 .880

VAR00007 59.8000 67.269 .174 .890

VAR00008 59.5667 62.392 .688 .876

VAR00009 59.4000 66.110 .360 .885

VAR00010 59.6667 66.575 .446 .883

VAR00011 59.6000 65.766 .254 .889


(2)

VAR00013 59.8000 63.269 .499 .881

VAR00014 59.5000 62.948 .587 .879

VAR00015 59.9667 64.033 .500 .881

VAR00016 59.6333 62.930 .576 .879

VAR00017 59.7333 61.582 .745 .874

VAR00018 59.8333 63.592 .540 .880

VAR00019 60.1333 61.637 .661 .876

VAR00020 59.9667 64.171 .339 .887

VAR00021 59.9333 63.237 .540 .880

VAR00022 59.9667 66.033 .341 .885

HASIL

TRY OUT

SKALA

HAPPINESS

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.909 22

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 65.3000 65.045 .372 .908

VAR00002 65.8667 61.844 .549 .905

VAR00003 65.9000 62.576 .427 .908

VAR00004 65.5667 63.495 .425 .908

VAR00005 65.6333 61.482 .600 .904

VAR00006 65.8000 66.303 .249 .910

VAR00007 65.6000 62.317 .616 .904

VAR00008 66.0000 62.069 .592 .904

VAR00009 65.8667 60.809 .708 .901


(3)

VAR00011 65.8000 66.855 .119 .914

VAR00012 65.7000 61.666 .679 .902

VAR00013 66.1000 60.024 .642 .903

VAR00014 66.0667 61.926 .454 .908

VAR00015 65.6333 63.137 .539 .905

VAR00016 65.6000 63.834 .445 .907

VAR00017 65.7333 62.271 .635 .903

VAR00018 65.6667 62.851 .592 .904

VAR00019 65.6333 61.137 .773 .900

VAR00020 65.6667 62.437 .476 .907

VAR00021 65.7333 59.720 .592 .904

VAR00022 65.6000 60.317 .765 .900

Sex

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 36 45.0 45.0 45.0

Perempuan 44 55.0 55.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .753a .567 .504 6.82660

a. Predictors: (Constant), sex, R.konsekuensi, FS.informatif, R.pengalaman, FS.penghargaan, R.pengetahuan, R.keyakinan, R.praktikagama, FS.konkrit, FS.emosional


(4)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 4207.494 10 420.749 9.028 .000a

Residual 3215.571 69 46.602

Total 7423.065 79

a. Predictors: (Constant), sex, R.konsekuensi, FS.informatif, R.pengalaman, FS.penghargaan, R.pengetahuan, R.keyakinan, R.praktikagama, FS.konkrit, FS.emosional

b. Dependent Variable: happiness

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.516 7.398 -.205 .838

R.keyakinan .037 .125 .036 .297 .768

R.praktikagama -.011 .139 -.011 -.081 .936

R.pengalaman .224 .089 .225 2.503 .015

R.pengetahuan .112 .122 .097 .919 .361

R.konsekuensi .378 .151 .369 2.501 .015

FS.konkrit -.203 .164 -.207 -1.238 .220

FS.emosional .328 .174 .325 1.883 .064

FS.informatif -.101 .105 -.092 -.958 .341

FS.penghargaan .245 .153 .237 1.600 .114

Sex 1.907 1.659 .098 1.150 .254


(5)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .414a .171 .160 8.88182 .171 16.098 1 78 .000

2 .553b .305 .287 8.18257 .134 14.901 1 77 .000

3 .641c .411 .388 7.58161 .106 13.691 1 76 .000

4 .642d .412 .380 7.63013 .000 .037 1 75 .849

5 .680e .463 .427 7.33936 .051 7.061 1 74 .010

6 .706f .498 .457 7.14561 .035 5.067 1 73 .027

7 .734g .539 .494 6.89691 .041 6.360 1 72 .014

8 .738h .544 .493 6.90516 .005 .828 1 71 .366

a. Predictors: (Constant), R.keyakinan

b. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama

c. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman

d. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman, R.pengetahuan e. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman, R.pengetahuan, R.konsekuensi

f. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman, R.pengetahuan, R.konsekuensi, FS.konkrit

g. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman, R.pengetahuan, R.konsekuensi, FS.konkrit, FS.emosional

h. Predictors: (Constant), R.keyakinan, R.praktikagama, R.pengalaman, R.pengetahuan, R.konsekuensi, FS.konkrit, FS.emosional, FS.informatif


(6)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .738a .544 .493 6.90516 .544 10.585 8 71 .000

2 .747b .559 .502 6.84226 .015 2.312 1 70 .133

3 .753c .567 .504 6.82660 .008 1.321 1 69 .254

a. Predictors: (Constant), FS.informatif, R.keyakinan, R.pengalaman, FS.konkrit, R.pengetahuan, R.praktikagama, R.konsekuensi, FS.emosional

b. Predictors: (Constant), FS.informatif, R.keyakinan, R.pengalaman, FS.konkrit, R.pengetahuan, R.praktikagama, R.konsekuensi, FS.emosional, FS.penghargaan

c. Predictors: (Constant), FS.informatif, R.keyakinan, R.pengalaman, FS.konkrit, R.pengetahuan, R.praktikagama, R.konsekuensi, FS.emosional, FS.penghargaan, sex