DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) DENGAN MEKANISME SPECTRUM SENSING BERBASIS PENDETEKSIAN KANAL DAN BANDWIDTH UNTUK EFISIENSI SPEKTRUM

(1)

ABSTRAK

DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) DENGAN MEKANISME SPECTRUM SENSING BERBASIS PENDETEKSIAN KANAL DAN

BANDWIDTH UNTUK EFISIENSI SPEKTRUM

Oleh

MARIA ULFA MUTHMAINAH

Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan bertambahnya permintaan akses layanan yang semakin cepat menyebabkan kebutuhan spektrum meningkat. Pada mekanisme Static Spectrum Access (SSA) meningkatnya kebutuhan spektrum tidak diimbangi dengan alokasi spektrum yang ada sehingga terdapat kanal yang tidak digunakan (idle) yang menyebabkan spektrum perlu diefisiensikan. Cara untuk mengelola spektrum agar lebih efisien dapat dilakukan dengan prinsip Dynamic Spectrum Access (DSA). Mekanisme spectrum sensing berbasis pendeteksian kanal dan bandwidth menjadi bahasan dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini penentuan kanal idle ditentukan dengan algoritma pendeteksian kanal dan bandwidth. Perhitungan dilakukan dengan menghitung parameter pendeteksian yaitu daya transmit. Besar daya threshold (Pth) dibandingkan dengan besar daya noise (Pnoise). Jika daya threshold lebih besar dari daya noise (Pth > Pnoise) maka kanal idle dinyatakan terdeteksi, sementara sebaliknya kanal idle tidak terdeteksi.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kanal idle terdeteksi pada keseluruhan bandwidth apabila user lain terdeteksi dengan bit rate yang rendah. Bandwidth 5 MHz memiliki ketersedian kanal idle lebih besar dibandingkan 3 MHz, dan 1,4 MHz. Dengan terdeteksinya kanal idle pada suatu bandwidth menjadikan penggunaan spektrum dengan mekanisme spectrum sensing menjadi efisien. Jarak maksimum user untuk dapat melakukan pendeteksian kanal idle sejauh 250 meter (n=3) dan 15 meter (n=4).


(2)

ABSTRACT

DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) WITH SPECTRUM SENSING BASED ON CHANNEL AND BANDWIDTH DETECTION FOR

SPECTRUM EFFICIENCY

By

Maria Ulfa Muthmainah

The fast development of technology and the increase of service access demand affect the increase of spectrum requirement also increases. In the Static Spectrum Access (SSA) mechanism, the requirement is not equal to available spectrum allocation, thus there are channels which are not used (idle) which allow the spectrum to be more effieciently allocated. The method to overcome the scarcity is by applying Dynamic Spectrum Access (DSA) mechanism. Spectrum Sensing mechanism based on channel and bandwidth detection is conducted in this research.

In this research, the idle channel determination was determined by channel and bandwidth detection algorithm. The value of threshold power (Pth) is compared to the value of noise power (Pnoise). If threshold power is greater than noise power, idle channel will be declared as detected, otherwise channel idle will not be detected.

The result of calculation show that idle channel is detected on the overall bandwidth if it is detected by another user at a low bit rate. 5 MHz bandwidth has the availability of idle channel greater than 3 MHz, and 1,4 MHz. Detection of idle channel at a bandwidth makes use of spectrum to be more efficient. The user maximum distance to detect the idle channel is as far as 250 meter (n=3) and 15 meter (n=4).


(3)

DYNAMIC SPECTRUM ACCESS

(DSA) DENGAN

MEKANISME

SPECTRUM SENSING

BERBASIS

PENDETEKSIAN KANAL DAN

BANDWIDTH

UNTUK

EFISIENSI SPEKTRUM

Oleh

MARIA ULFA MUTHMAINAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 13 Maret 1993. Anak pertama dari pasangan Bapak Ajib, S.Pd dan Ibu Sutijah. Penulis diberi nama Maria Ulfa Muthmainah.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 3 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kotagajah diselesaikan pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Lampung melalui program Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Assiten Praktikum Laboratorium Pengukuran Besaran Elektrik (PBE) pada tahun 2011-2014 dan aktif di Himpunan Teknik Elektro (HIMATRO). Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Kerja Praktik di kantor Regional Cabang Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) PT. Aplikanusa Lintasarta, Bandar

Lampung. Judul laporan Kerja Praktik yaitu “Konfigurasi Frame Relay sebagai


(8)

viii PERSEMBAHAN

Skripsi ini Ananda persembahkan kepada

Ayahanda dan Ibunda tercinta Ajib, S.Pd dan Sutijah, S.Pd

Adinda


(9)

ix MOTTO

Robbisyrohlisodri wayassirlii’amri wahlul’uqdatamminllisani yafqohuqouli” -Q.S Thaaha : 25-28-

“Fa’innama’al’usriyusraa ’innama’al’usriyusraa”

-Q.S. Al-Inshirah: 5-6-

Anyone who has never made a mistake has never tried anything knew” -Albert Einsten-


(10)

x SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya berupa kesehatan akal, jasmani, maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir

dengan judul “Dynamic Spectrum Access dengan Mekanisme Spektrum Sensing Berbasis Pendeteksian Kanal dan Bandwidth Untuk Efisiensi Spektrum”. Laporan Tugas Akhir ini dipersembahkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

Laporan Tugas Akhir ini tidak akan ada tanpa adanya dukungan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Agus Trisanto, S.T., M.T., Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro.


(11)

xi 4. Ibu Dr. Ing. Melvi, S.T., M.T., sebagai dosen Penguji yang telah memberikan masukan, saran serta kritikan yang bersifat membangun dalam Tugas Akhir ini.

5. Bapak Dr. Ing. Ardian Ulvan, S.T., M.Sc. sebagai dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan motivasi selama Tugas Akhir berlangsung.

6. Bapak Ing. Heri Dian Septama, S.T. sebagai dosen Pembimbing pembantu yang telah memberikan ilmu, dukungan, selama Tugas Akhir berlangsung. 7. Ibu Dr. Eng. Dikpride Despa, S.T., M.T. sebagai Kepala Laboratorium

Pengukuran Besaran Elektrik.

8. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung, atas pengajaran dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa Teknik Elektro.

9. Mbak Ning dan Mas Daryono sebagai Staff Administrasi Jurusan Teknik Elektro yang membantu dalam proses administrasi Tugas Akhir.

10. Ayah, Ibu, dan Adik penulis yang tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk terus maju sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini.

11. Bagus Gilang Pratama, S.T., terima kasih atas waktu dan dukungan untuk penulis.

12. Jie Dewi Sartika, S.T., Kak M. Thaha, S.T., Mahendra,S.T., Kak Al Ihsan, S.T., yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dalam pengerjaan Tugas Akhir.


(12)

xii 13. Ibnea Sosipater Ginting dan Reynold Andika Sembiring, sebagai Tim Tugas Akhir, terima kasih atas kerjasama yang kita bangun, motivasinya, dan suka dukanya, serta kerja kerasnya.

14. Derry Ferdians, Anwar Solihin, Ahmad Surya, Budi WN, Kiki Apriliya, Novia Malinda, Ayu Sintianingrum, Dian Ninda, Devy Andini, atas semangat yang luar biasa.

15. Komti, Fendi Antoni dan All crews Amubaubau 2010.

16. Ibu dan Bapak Muslim, Rizki Amalia, S.Pd, Jureni Siregar, S.TP, Desi Ratna, Ambar, Tari, Noni, Badi, Mila.

17. All laboran of PBE laboratorium.

Penulis meminta maaf atas segala kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan dan kemajuan di masa mendatang. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Bandar Lampung, 28 April 2015 Penulis,


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 3

1.3Manfaat Penenlitian ... 3


(14)

xiv

1.5Batasan Masalah... 4

1.6Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. TINJAUN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ... 6

2.2 Dynamic Spectrum Access ... 8

2.3 Spectrum Sensing ... 9

2.4 Long Term Evolution (LTE) ... 11

2.5 Prosedur Registrasi User Equipment (UE) ... 12

2.6 Struktur Kanal LTE ... 13

2.6.1 Kanal Logikal ... 14

2.6.2 Kanal Transport ... 16

2.6.3 Kanal Fisikal ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 21

3.4 Tahapan Penelitian ... 21

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 23

3.6 Diagram Sistem ... 24

3.6.1 Model Sistem ... 24


(15)

xv BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Metrik-Metrik Pendeteksian Kanal ... 26

4.2 Penentuan Nilai Threshold (Th) dan Daya Noise (PNoise) ... 27

4.2.1 Nilai Daya Threshold ... 27

4.2.2 Penentuan Besar Daya Noise (PNoise) ... 28

4.3 Algoritma Pendeteksian Kanal ... 29

4.4 Besar Nilai Threshold Terhadap Besar Bandwidth (W) ... 30

4.5 Penentuan Terdeteksi Kanal Idle ... 30

4.6 Daya Terima (Pr) Secondary User (SU) pada kondisi LOS dan N-LOS . ... 33

4.7 Mekanisme Pendeteksian Kanal Idle . ... 38

4.8 Koordinasi eNodeB ... 39

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA


(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Spectrum sensing ... 9

2.2 Attach Procedure ... 11

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 22

3.2 Model Sistem ... 23

4.1 Perbandingan Nilai Threshold Tiap Bandwidth Pada Spektrum 1800 MHz, 1900 MHz, dan 2100 MHz. ... 30

4.2 Perbandingan Pnoise dan Pth Bandwidth 1,4 MHz tiap Spektrum Frekuensi ... 31

4.3 Perbandingan Pnoise dan Pth Bandwidth 3 MHz tiap Spektrum Frekuensi ... 31

4.4 Perbandingan Pnoise dan Pth Bandwidth 5 MHz tiap Spektrum Frekuensi ... 32

4.5 Grafik hubungan jarak terhadap daya terima (Pr) ... 35

4.6 Daya transmisi dari user berdasarkan daya transmit eNodeB tetap ... 36

4.7 Daya transmisi dari user berdasarkan daya transmit eNodeB yang semakin besar ... 37


(17)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 21 4.1 Besar bit rate maksimum ... 27


(18)

xviii

DAFTAR ISTILAH

Attach : Proses registrasi User Equipment (UE) ke dalam jaringan ketika UE menghidupkan power ON.

Bandwidth : Lebar cakupan frekuensi yang digunakan oleh sinyal dalam medium transmisi.

Bearer : Bearer adalah sebuah aliran paket IP yang mendefinisikan Quality of Service (QoS) antara gateway dan UE.

HSS : Home Subscriber Server, berisi data subcription user SAE seperti EPS-subcribed QoS profile dan pembatasan akses untuk roaming. Selain itu, berperan dalam informasi dinamis seperti mengidentifikasi MME ke user yang sedang melakukan attached atau registrasi. HSS juga mengintegrasikan authentication center (AUC).

LTE : Long Term Evolution adalah standar terbaru dalam teknologi jaringan mobile yang dikembangkan oleh 3rd Generation Partnership Project (3GPP) dan merupakan perkembangan dari teknologi jaringan seluler 3G yang menghasilkan teknologi jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSPA dengan kecepatan data hinggai 100 Mbps untuk downlink dan uplink di 50 MBps dengan bandwidth 20 MHz.

MME : Management Mobile Entity, mengendalikan UE yang memproses sinyal antara UE dan CN. Protokol yang bekerja antara UE dan CN disebut Non Access Stratum (NAS).

PCRF : Policy Control and Charging Rule Function bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan kontol polis, untuk mengendalikan


(19)

xix

aliran berdasarkan fungsionalitas beban dalam Policy Control Enforcement Function (PCEF). PCRF menyediakan authorization QoS (QoS class indentifier [QCI] dan bit rates) yang menentukan bagaimana aliran data akan diperlakukan dalan PCEF dan menjamin bahwa itu sesuai dengan profil subcription user.

Primary User : Pengguna berlisensi yang memiliki prioritas lebih tinggi dalam mengakses spektrum (user pascabayar)

P-GW : Packet Data Network-Gateway, bertanggung jawab untuk alokasi IP address untuk UE, QoS enforcement dan aliran beban data yang diatur PCRF, memfilter user downlink IP packet kedalam QoS-based bearer, QoS enforcement untuk menjamin bearer bit rate (GBR), dan melayani anchor mobilitas interworking teknologi non-3GPP seperti CDMA2000 dan WiMax.

QoS : Quality Of Service adalah kemampuan untuk memberikan prioritas yang berbeda untuk berbagai aplikasi, pengguna, atau aliran data, atau untuk menjamin tingkat tertentu kinerja ke aliran data.

Secondary User : Pengguna yang mengakses spektrum secara oportunistik (user prabayar).

Spektrum : Rentang panjang gelombang radiasi

elektromagnetik yang berbeda-beda. Spectrum hole : Bebas dari interferensi Radio Frequency. S-GW : Serving-Gateway. Seluruh IP Packet user

bertukar melalui S-GW, yang melayani anchor mobilitas lokal untuk bearer data saat UE berpindah antar eNB, menyimpan informasi bearer ketika UE dalam kondisi

“idle” dan secara sementara menyimpan data

downlink, sementara MME memulai melakukan paging UE untuk bearer re-establish, melakukan fungsi admistratif dalam jaringan yang dikunjungi seperti


(20)

xx

mengumpulkan informasi untuk pembebanan dan lawful interception, dan menyediakan layanan anchor mobilitas untuk interworking dengan teknologi 3GPP lain seperti GPRS dan UMTS.

SGSN : Sebuah node logikal memiliki fungsi

komunikasi paket dispesifikasikan oleh standar 3GPP.


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz – 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut dengan spektrum. Pada mekanisme Static Spectrum Access (SSA)[1], spektrum hanya akan ditempati oleh user baik digunakan untuk mengakses layanan ataupun tidak. Spektrum yang tidak digunakan oleh user untuk mengakses layanan dalam kondisi ON disebut spektrum idle.

Saat ini, perkembangan teknologi dan spesifikasi sistem komunikasi seluler sangat pesat seiring bertambahnya permintaan layanan akses yang semakin cepat. The 3rd Generation Partnership Project (3GPP) mengembangkan jaringan nirkabel Long Term Evolution (LTE) untuk memenuhi persyaratan International Telecommunication Union (ITU) melalui rekomendasi The International Mobile Telecommunication – Advanced (IMT-Advanced). LTE menjanjikan kecepatan transmisi data yang lebih tinggi dan mendukung bandwidth yang besar yaitu mencapai 20 Mhz [2] dan 100 Mbps untuk akses bergerak [3]. LTE merupakan pengembangan dari Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) dan hanya mendukung layanan Internet Protocol (IP) sehingga membutuhkan core


(22)

2

network dan access network yang lebih sederhana. Acces network LTE hanya terdiri dari eNodeB atau Base Station yang berfungsi untuk mengirimkan informasi ke user equipment (UE) dan saling terkoneksi antar eNodeB sedangkan Core network LTE berbasis Internet Protocol (IP) yang disebut Evolved Packet System (EPS).

Peningkatan kebutuhan permintaan layanan (bandwidth) yang tinggi menyebabkan kebutuhan spektrum meningkat. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan alokasi spektrum yang ada karena mekanisme SSA meninggalkan adanya spektrum idle. Hal ini menimbulkan masalah berupa kelangkaan alokasi spektrum yang menyebabkan spektrum frekuensi menjadi hal yang sangat kritikal untuk diefisiensikan.

Radio kognitif merupakan transceiver yang memiliki kemampuan mendeteksi kanal idle pada spektrum. Konsep radio kognitif ini membagi user menjadi dua kategori yaitu primary user (PU) dan secondary user (SU). Pembagian user ini berdasarkan prioritas penggunaan kanal, yaitu PU memiliki prioritas lebih tinggi dan ekslusif daripada SU. Dynamic Spectrum Access (DSA) bekerja berdasarkan prinsip radio kognitif dengan mengizinkan secondary user (SU) untuk secara otomatis mendeteksi spektrum yang bersifat idle. Kondisi idle ialah kondisi dimana PU tidak sedang mengakses layanan sehingga SU dapat mengaksesnya secara sementara [4]. Pada radio kognitif, perilaku yang harus dilakukan SU adalah mendeteksi dan menempati bagian spektrum mana yang tersedia, memilih kanal terbaik yang tersedia, dan mengosongkan kanal ketika keberadaan PU


(23)

3

terdeteksi [5]. Proses Spectrum sensing adalah langkah utama yang memungkinkan radio kognitif mencapai tujuan yaitu dapat memanfaatkan spectrum idle.

Terdapat beberapa metode spectrum sensing pada DSA, seperti Matched Filter, Cyclostationary Feature, dan deteksi energi [6]. Pada tugas akhir ini, implementasi radio kognitif dengan menggunakan DSA fokus pada mekanisme spectrum sensing berdasarkan pendeteksian kanal dan bandwidth. Cara kerja mekanisme ini yaitu dengan mendeteksi kanal idle PU berdasarkan deteksi energi sehingga SU dapat menggunakan kanal idle tersebut sementara waktu.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Menentukan kanal spektrum yang bersifat idle dengan menggunakan spectrum sensing.

2. Menentukan prosedur sensing SU antar eNodeB pada jaringan LTE.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatkan efisiensi spektrum melalui pemanfaatan kanal spektrum berlisensi yang idle untuk bisa digunakan oleh SU sementara waktu.

1.4Rumusan Masalah

Pada saat user baik SU maupun PU ingin mendapatkan layanan maka user akan melakukan proses sensing. Pada radio kognitif, SU hanya dapat mengakses


(24)

4

layanan apabila terdapat kanal yang idle sedangkan PU mempunyai hak khusus untuk menggunakan kanal secara ekslusif. Radio kognitif mengizinkan SU untuk dapat memanfaatkan kanal idle secara sementara sehingga dapat mengefisiensikan penggunaan spektrum dengan kanal idle tersebut. Pada penggunaan mekanisme ini maka permasalahan yang harus diperhitungkan adalah bagaimana SU dapat menentukan kanal yang idle tersebut dan bagaimana SU melakukan prosedur sensing untuk berkoordinasi antar eNodeB. Hal-hal tersebut menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian tugas akhir ini.

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diidentifikasi, maka dalam penelitian tugas akhir ini permasalahan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Spektrum yang akan di-sensing merupakan spektrum berlisensi yang bersifat idle.

2. Bandwidth yang diperhitungkan sebesar 1,4 MHz, 3 Mhz, dan 5 Mhz. 3. Mekanisme spectrum sensing terkoordinasi dibatasi hanya pada 3 (tiga)

eNodeB.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN

Memuat latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, dan sistematika penulisan.


(25)

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang penjelasan-penjelasan yang mendukung tujuan penelitian yang akan dibahas, yaitu tentang radio kognitif, spectrum sensing, kategori kanal LTE dan jaringan LTE.

BAB III. METODE PENELITIAN

Berisi tahapan-tahapan yang akan dilakukan guna menunjang penelitian ini, yaitu waktu dan tempat penelitian serta tahapan penelitian yang akan dilaksanakan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dari penelitian yang telah dilakukan disertai dengan analisis pembahasan.

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

Memuat kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran agar menjadi acuan untuk melakukan penelitian yang sama di masa mendatang.


(26)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Penulis [7] menggunakan mekanisme spectrum sensing berbasis deteksi energi, dengan membandingkan energi daya dan besar bandwidth pada masing-masing spektrum. Besar spektrum yaitu 1800 Mhz, 1900 Mhz, dan 2100 MHz sedangkan besar bandwidth yaitu 1.4 Mhz, 3 Mhz, 5 Mhz, 10 MHz, 15 Mhz dan 20 MHz. Hasilnya menunjukkan bahwa spektrum 1800 Mhz dengan bandwidth 1.4 Mhz merupakan spektrum yang efisien. Hal ini karena semakin rendah spektrum dan bandwidth yang digunakan maka energi yang digunakan atau diperlukan suatu user pun akan semakin rendah.

Penulis [6] menjelaskan terdapat beberapa teknik untuk melakukan spectrum sensing, yaitu baik secara non kooperatif maupun secara kooperatif. Pada teknik non kooperatif, dimana SU secara individu melakukan sensing terhadap keberadaan sinyal PU. Terdapat tiga metode non kooperatif yang biasa digunakan, yaitu matched filter, energy detection, dan cyclostationary. Spectrum sensing secara kooperatif merupakan mekanisme dimana SU akan berkoordinasi dengan SU lainnya untuk menentukan spektrum idle. Mekanisme ini memiliki kelebihan yaitu dapat meminimalisir waktu sensing namun harus mempertimbangkan adanya masalah-masalah seperti multipath fading, shadowing, dll. Sementara


(27)

7

untuk matched filter membutuhkan priori knowledge untuk mendukung kinerja yang lebih baik.

Penulis [8] menggunakan metode continous spectrum sensing yang berbasis energi deteksi. Dimana secondary user (SU) dapat mendeteksi spektrum meskipun SU sedang melakukan transmisi data sehingga dapat mencapai efisiensi kanal. User kognitif melakukan sensing secara terus menerus dengan menentukan test statistic dan decision threshold untuk menentukan adanya sinyal primary terdeteksi. Test statistic dibangkitkan secara real time, yaitu jumlah sampel sinyal yang telah ditentukan kemudian akan dipangkatkan dan diakumulasikan. Apabila nilai test statistic lebih besar dari nilai threshold, maka dinyatakan dalam probability of false alarm (Pf) atau kemungkinan bahwa sinyal PU terdeteksi ada tetapi ternyata sinyal PU adalah tidak ada.

Hasil nilai Pf tersebut dijadikan sebagai nilai threshold untuk sensing berikutnya. Apabila nilai test statistic lebih besar dari nilai threshold, ini menunjukkan kemungkinan probability of detection (Pd) yang artinya sinyal PU terdeteksi ada. Metode continous spectrum sensing ini memiki kelebihan yaitu waktu sensing yang lebih cepat. Namun, metode ini digunakan untuk mendeteksi PU saat SU berada dalam kondisi sedang melakukan transmisi data atau dalam kata lain menduduki kanal. Sehingga ketika terdeteksi sinyal PU, metode ini harus didukung dengan kemampuan SU dalam hal priori knowledge untuk mendukung keandalan transmisi data.


(28)

8

Berdasarkan kajian literatur yang disebutkan di atas, mekanisme spectrum sensing dapat dilakukan dengan metode deteksi energi, matched filter, maupun cyclostationary feature. Pada tugas akhir ini, mekanisme spectrum sensing untuk menentukan kanal idle difokuskan pada metode deteksi energi.

2.2 Dynamic Spectrum Access

Dynamic Spectrum Access merupakan prinsip kerja dari radio kognitif untuk memecahkan isu kelangkaan spektrum dalam komunikasi nirkabel dengan cara yang lebih baik. DSA merupakan satu pokok syarat transmitter untuk mengadaptasi kualitas kanal yang berbeda, kemacetan jaringan, interferensi dan syarat layanan [9]. Prinsip DSA ini dapat mengenali frekuensi-frekuensi sisa dari sistem primer dan mengalokasinya agar dapat digunakan untuk komunikasi sistem sekunder sedemikian rupa sehingga sistem primer tidak akan terpengaruh. Radio kognitif adalah transceiver yang secara otomatis mendeteksi ketersedian kanal dalam spektrum nirkabel dan menyesuaikannya dengan mengganti parameter-parameter transmisi seperti bentuk gelombang, protokol, frekuensi operasi, dan lain-lain sehingga komunikasi nirkabel dapat berjalan secara bersamaan pada spektrum yang diberikan di tempat. Radio kognitif memiliki dua fitur yang membedakannya dengan radio konvensional yaitu kemampuan mengenali (cognition capability) dan kemampuan mengkonfigurasi ulang (reconfigurability).

Kemampuan kognisi radio kognitif adalah kemampuan transceiver radio kognitif untuk merasakan (sense) lingkungan sekitar radio dengan menganalisis informasi yang ditangkap dan memutuskan tindakan sesuai yang terbaik, spektrum mana


(29)

9

yang akan digunakan dan strategi terbaik mana yang akan digunakan. Kemampuan kognisi adalah kemampuan yang memungkinkan radio kognitif untuk terus menerus mengamati lingkungan sekitar radio yang berubah secara dinamis agar secara interaktif menyesuaikan dengan rencana transmisi yang digunakan. Ada tiga komponen utama radio kognitif pada siklus kognisi yaitu spectrum sensing, spectrum analysis, dan spectrum access decision [5].

2.3 Spectrum Sensing

Fitur paling berbeda dari jaringan radio kognitif adalah kemampuan untuk men-switch antar teknologi akses radio yaitu memungkinkan SU untuk melakukan transmisi pada bagian radio spektrum yang berbeda, seperti slot frekuensi yang bersifat idle. Spectrum sensing adalah langkah utama yang memungkinkan radio kognitif mencapai tujuan yaitu dapat memanfaatkan spectrum idle dengan kemampuan kognisi dengan mengadaptasi parameter yang sesuai [9]. Spectrum sensing adalah salah satu fungsi yang paling penting dari radio kognitif karena menyediakan informasi penggunaan spektrum di lingkungan sekitarnya. Informasi spektrum yang dirasakan seperti daya transmisi, modulasi, dan lain-lain harus cukup memadai untuk mencapai kesimpulan yang akurat mengenai lingkungan radio. Selain itu, spectrum sensing harus cepat untuk melacak variasi waktu dari lingkungan radio.


(30)

10

Gambar 2.1. Spectrum sensing [9]

Gambar 2.1 merupakan gambar mekanisme spectrum sensing. Dapat dilihat dari gambar di atas, spectrum sensing memiliki kemampuan untuk melakukan pendeteksian dalam frekuensi dan variasi waktu sehingga SU dapat memanfatkan spektrum idle (spectrum hole) tersebut.

2.3.1 Karakteristik Spectrum Sensing

Spectrum sensing ini didasarkan pada teknik deteksi sinyal. Deteksi sinyal dapat dideskripsikan sebagai metode untuk mengidentifikasi keberadaaan sinyal pada lingkungan yang ramai. Secara analitis, deteksi sinyal dapat diturunkan menjadi identifikasi masalah yang sederhana, diformulasikan sebagai tes hipotesa [9], yaitu

H1 x(n) = s(n) h + w(n) (2.1)

H0 x(n) = w(n) (2.2)

Dimana x(n) adalah sinyal yang diterima oleh SU yang ditransmisikan oleh PU, h adalah koefisien kanal, dan w (n) adalah Additive White Gaussian Noise (AWGN)

dengan variasi σ2 w .


(31)

11

H0 dan H1 adalah hipotesis yang menunjukkan keadaan sensing untuk kondisi sinyal PU ada dan tidak ada dari keadaan sinyal. Empat kemungkinan yang menyebabkan sinyal terdeteksi, yaitu:

1. Menerangkan H1 dalam hipotesis H1 yang menunjukkan probabilitas deteksi (Pd) yaitu kemungkinan terdeteksinya sinyal PU.

2. Menerangkan H0 dalam hipotesis H1 yang menunjukkan probability of missing (Pm) yaitu tidak terdeteksinya sinyal PU namun sinyal PU sebenarnya ada.

3. Menerangkan H1 dalam hipotesis H0 yang menunjukkan probability of false alarm (Pf) yaitu terdeteksinya sinyal PU namun sinyal PU sebenarnya tidak ada.

4. Menerangkan H0 dalam hipotesis H0 yaitu sinyal PU tidak terdeteksi.

2.4 Long Term Evolution (LTE)

LTE didesain untuk mendukung layanan packet switched. LTE bertujuan untuk menyediakan konektivitas internet protocol (IP) antara user equipment (UE) dan Packet Data Network (PDN) dalam keadaan bergerak.

LTE merupakan pengembangan dari radio akses Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) melalui Evolved-UTRAN (E-UTRAN), disertai sebuah evolusi dari aspek non radio yaitu System Architecture Evolution (SAE) yang digabungkan dengan jaringan Evolved Packet Core (EPC) membentuk sebuah Evolved Packet System (EPS).


(32)

12

2.5 Prosedur Registrasi User Equipement (UE)

Prosedur registrasi (attach) UE akan dilakukan jika power UE dalam kondisi On.

Gambar 2.2 Prosedur Registrasi (Attach Procedure) [10]

Gambar 2.2 merupakan proses attach user equipment, tahapannya yaitu sebagai berikut:

- Langkah 1 (1-4)

UE mengirimkan permintaan pesan “attach” ke MME. MME melakukan autentikasi user berdasarkan informasi autentikasi yang diterima dari Home Subscriber Server (HSS). Setelah UE menerima informasi autentikasi tersebut kemudian membangun bearer dengan mengatur informasi kontrak subscriber.

- Langkah 2 (5-11)

Berdasarkan informasi dari Access Point Name (APN) yang diterima dari UE, MME memilih S-GW dan P-GW. Pemilihan itu bertujuan untuk pembangunan bearer berdasarkan Domain Name System (DNS). MME juga


(33)

13

mengirimkan pesan permintaan “create session” ke GW yang terpilih. S-GW kemudian melakukan pembangunan proses bearer berdasarkan spesifikasi P-GW dalam pesan permintaan “create session”. P-GW menghubungkan ke PCRF untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan charging untuk diterapkan dan melakukan proses koneksi dengan PDN. Dalam proses kelengkapan bearer setup antara S-GW dan P-GW, S-GW mengirimkan ke MME informasi ke eNodeB. MME mengirimkan informasi yang diterima dari S-GW ke eNodeB dengan memulai “context setup request”, yang termasuk dalam pesan “accept attach” untuk UE. eNodeB telah membangun bearer radio dengan UE dan mengirimkan pesan “accept

attach”, dan kemudian menerima sebuah pesan “RRC connection

reconfiguration complete” dari UE dan melewati informasi dari S-GW ke MME.

- Langkah 3 (12-15)

Dengan menerima sebuah pesan “attach complete” dari UE, MME mengirimkan informasi dari eNodeB ke S-GW. Artinya pembangunan dari UE-eNodeB-(S-GW)-(P-GW) telah selesai [10].

2.6. Struktur Kanal LTE

LTE mengadopsi struktur kanal secara hierarki untuk mendukung berbagai macam layanan QoS secara efisien. Kanal tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu kanal logikal, kanal transport, dan kanal fisikal, masing-masing dihubungkan melalui Service Access Point (SAP) antara layer yang berbeda. Kanal-kanal ini digunakan oleh upper layer untuk menyediakan layanan ke higher layer. Kanal


(34)

14

logikal menyediakan layanan SAP antara layer Medium Access Control (MAC) dan Radio Link Control (RLC), sedangkan kanal transport menyediakan layanan SAP antara layer MAC dan physical (PHY). Kanal fisikal diimplementasikan oleh kanal transport melalui interface radio [11].

2.6.1 Kanal Logikal

Pada LTE, terdapat dua kategori kanal logikal yang tergantung pada layanan yang disediakan yaitu kanal logikal kontrol dan kanal logikal trafik.

2.6.1.1. Kanal Logikal Kontrol

Kanal logikal kontrol berfungsi untuk mentransfer informasi control plane. Jenis-jenis kanal logikal kontrol antara lain:

- Broadcast control channel (BCCH) merupakan kanal downlink yang digunakan untuk mem-broadcast informasi sistem kontrol ke UE dalam sebuah cell, termasuk downlink bandwidth sistem, konfigurasi antena, dan referensi power sinyal. Informasi yang dibawa oleh BCCH sangat besar sehingga data dipetakan menjadi dua kanal transport yang berbeda, yaitu Broadcast Channel (BCH) dan Downlink Shared Channel (DL-SCH).

- Mutlicast Control Channel (MCCH) merupakan kanal downlink point to multipoint yang digunakan untuk mentransmisikan informasi kontrol ke UE dalam sebuah cell. Kanal ini hanya digunakan oleh UE yang menerima layanan multicast atau broadcast.

- Paging Control Channel (PCCH) merupakan kanal downlink yang mentransfer informasi paging untuk mendaftarkan UE dalam cell, seperti UE saat melakukan sesion komunikasi.


(35)

15

- Common Control Channel (CCCH) merupakan kanal bi-directional untuk mentransmisikan informasi kontrol antar jaringan dan ketika UE tidak ada koneksi ke elemen Radio Resource Control (RRC), artinya UE tidak dapat melakukan attachment ke jaringan dalam keadaan idle. CCCH biasa digunakan selama proses akses random.

- Dedicated Control Channel (DCCH) merupakan kanal bi-directional yang bersifat point to point untuk mentransmisikan informasi kontrol dedicated antara sebuah UE dan jaringan. Kanal ini digunakan ketika koneksi ke RRC tersedia yaitu saat UE melakukan attachment ke jaringan.

2.6.1.2. Kanal Logikal Trafik

Kanal logikal trafik berfungsi untuk mentransfer informasi user plane. Kanal logikal trafik dibagi menjadi dua, yaitu:

- Dedicated Traffic Channel (DTCH) merupakan kanal bi-directional yang bersifat point to point, digunakan antara UE yang diberikan dan jaringan dapat digunakan untuk uplink maupun downlink.

- Multicast Traffic Channel (MTCH) merupakan kanal data point to multipoint dan unidirectional yang digunakan untuk mentransmisikan data trafik dari jaringan ke UE. Kanal ini digabungkan dengan layanan multicast dan broadcast.


(36)

16

2.6.2. Kanal Transport

LTE mendefinisikan dua entitas MAC, yaitu satu di UE dan satu di E-UTRAN yang bertanggung jawab dalam masing-masing kanal transport downlink atau uplink.

2.6.2.1. Kanal Transport Downlink

Downlink Shared Channel (DL-SCH) digunakan untuk mentransmisikan data downlink, termasuk kontrol dan data trafik, dan digabungkan dengan kedua logikal kontrol dan kanal logikal trafik. Pada kanal ini mendukung hybrid automatic repeat request (H-ARQ), dynamic link adaption, dynamic and semi-persistent resource allocation, UE discontinous reception, dan transmisi multicast/broadcast. Dengan melakukan sharing radio resource antara UE yang berbeda, DL-SCH mampu untuk memaksimalkan throughput dengan mengalokasikan resource untuk mengoptimalkan UE.

- Broadcast Channel (BCH) merupakan kanal downlink dihubungkan dengan BCCH dan digunakan untuk mem-broadcast informasi sistem melalui seluruh area jangkauan cell.

- Multicast Channel (MCH) merupakan kanal digunakan untuk layanan multicast/broadcast. Kanal ini dihubungkan dengan MCCH dan MTCH. MCH mendukung transmisi Multicast/Broadcast Single Frequency Network (MBSFN) yaitu mentransmisikan informasi yang sama pada radio resource yang sama dari multiple synchronized base stations ke beberapa UE.

- Paging Channel (PCH) merupakan kanal ini digunakan untuk melakukan broadcast ke seluruh area jangkauan cell. Kanal ini dihubungkan dengan


(37)

17

PCCH dan dipetakan secara dinamis untuk dialokasikan ke physical resource. Kanal ini ditransmisikan pada Physical Downlink Shared Channel (PDSCH) dan mendukung discontinous reception pada UE.

2.6.2.2. Kanal Transport Uplink

Kanal transport uplink dikategorikan menjadi dua, yaitu:

- Uplink Shared Channel (UL-SCH) merupakan kanal uplink dan bagian dari kanal DL-SCH. Kanal ini dapat dihubungkan dengan kanal logikal CCCH, DCCH, dan DTCH. UL-SCH mendukung H-ARQ, dynamic link adaption, dan dynamic and semi-persistent resource allocation.

- Random Access Channel (RACH) merupakan kanal transport yang spesifik, yang tidak memetakan ke kanal logikal apapun. Kanal ini mentransmisikan secara relatif sejumlah kecil data untuk melakukan akses awal (initial access), atau perubahan status dalam RRC.

2.6.3. Kanal Fisikal

Setiap kanal fisikal sesuai untuk setiap set elemen resource dalam grid time-frequency yang membawa informasi dari higher layer. Entitas-entitas dasar yang membuat sebuah fisikal kanal adalah elemen resource dan blok resource. Elemen resource merupakan subcarrier single melalui satu simbol OFDM secara tipikal dapat membawa satu (atau dua dengan multiplexing spatial) simbol modulasi. Blok resource merupakan kumpulan elemen resource dan dalam domain frekuensi mewakili kuantum terkecil dari resource yang dapat dialokasikan.


(38)

18

2.6.3.1. Kanal Fisikal Downlink

- Physical Downlink Control Channel (PDCCH) merupakan kanal yang membawa informasi format transport dan alokasi resource yang berhubungan dengan kanal transport DL-SCH dan PCH, serta informasi H-ARQ yang berhubungan dengan kanal DL-SCH. Kanal ini menginformasikan kepada UE seperti format transport, alokasi resource, dan informasi H-ARQ yang berhubungan dengan UL-SCH. Kanal ini dipetakan dari kanal transport Downlink Control Information (DCI).

- Physical Downlink Shared Channel (PDSCH) merupakan kanal yang membawa data-data user dan sinyal higher layer. Kanal ini tergabung dalam DL-SCH dan PCH.

- Physical Broadcast Channel (PBCH) merupakan kanal yang berhubungan dengan kanal transport BCH dan membawa informasi sistem.

- Physical Multicast Channel (PMCH) merupakan kanal yang membawa informasi multicast/broadcast dari layanan Multimedia Broadcast Multicast Service (MBMS).

- Physical Hybrid-ARQ Indicator Channel (PHICH) merupakan kanal yang membawa H-ARQ ACK/NAKs tergabung dengan transmisi data uplink. Kanal ini dipetakan dari kanal transport HI.

- Physical control Format Indicator Channel (PCFICH) merupakan k

- anal yang menginformasikan UE tentang nomor simbol OFDMA yang digunakan untuk PDCCH. Kanal ini dipetakan dari kanal transport Control Format Indicator (CFI).


(39)

19

2.6.3.2. Kanal Fisikal Uplink

- Physical Uplink ControlChannel (PUCCH) merupakan kanal yang membawa informasi kontrol uplink termasuk Channel Quality Indicators (CQI), ACK/NAKs untuk H-ARQ dalam respon untuk transmisi downlink, dan permintaan scheduling uplink.

- Physical Uplink Shared Channel (PUSCH) merupakan kanal yang membawa data user dan sinyal higher layer. Kanal ini tergabung dengan kanal transport UL-SCH.

- Physical Random Access Channel (PRACH) merupakan kanal yang membawa pembukaan akses random yang dikirim oleh UE.


(40)

20

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian “DYNAMIC SPECTRUM ACCESS (DSA) dengan Mekanisme

Spectrum Sensing Berbasis Pendeteksian Kanal dan Bandwidth untuk Efisiensi

Spektrum” dilakukan melalui studi pustaka yang mendukung penelitian, seperti DSA, mekanisme spectrum sensing, konsep Long Term Evolution (LTE), dan kanal komunikasi LTE. Selain itu juga dilakukan perhitungan matematis pendeteksian kanal idle yang ditentukan berdasarkan metrik-metrik yang telah diterapkan, seperti daya transmisi eNodeB dan analisa hasil perhitungan dan pembahasan dari analisa model matematis yang dilakukan. Selanjutnya diambil kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan pada: Waktu : Februari 2014 – Maret 2015

Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung


(41)

21

3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian

Adapun jadwal kegiatan penelitian akan dilakukan seperti pada Tabel 3.1. di bawah ini:

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian No. Uraian

Kegiatan

Bulan

Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar 1 Studi

Literatur

2 Seminar Usul 3 Perhitungan

Pendeteksian kanal idle 4 Mekanisme

spectrum sensing antar eNodeB 5 Analisa dan

Pembahasan 6 Seminar Hasil 7 Uji

Komprehensif

3.4 Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah:

1. Studi Pustaka

Pada tahap studi pustaka dilakukan pencarian informasi baik dari buku, jurnal, maupun dari internet yang berkaitan dan mendukung penelitian ini, yaitu:

a. Spectrum sensing,

b. Kanal komunikasi LTE, yang terdiri dari tiga kategori kanal yaitu kanal transport, kanal logikal, dan kanal fisikal,


(42)

22

c. Parameter dan metrik pendeteksian kanal dan bandwidth,dan d. Konsep LTE dan koordinasi eNodeB.

2. Menentukan pendeteksian kanal idle.

Penentuan mekanisme pendeteksian kanal idle dilakukan dengan melakukan perhitungan matematis berdasarkan metrik dan parameter yang telah diterapkan, yaitu daya transmisi eNodeB dan algoritma sensing [12].

3. Menentukan prosedur sensing SU antar eNodeB pada jaringan LTE. Pada tahapan ini dilakukan perancangan prosedur sensing pada sistem koordinasi antar eNodeB berdasarkan dari hasil analisa dari data perhitungan yang diperoleh.

4. Melakukan analisa dan pembahasan.

Dalam tahapan ini, dilakukan analisa dan pembahasan yang terkait mengenai pendeteksian kanal idle dan prosedur sensing terkoordinasi.

5. Menarik hasil dan simpulan.

Merupakan tahap akhir dalam penelitian, yaitu memperoleh simpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.


(43)

23

3.5 Diagram Alir Penelitian

Berikut diagram alir penelitian yang dilakukan:

Mulai

Studi pustaka

Perhitungan Penentuan Kanal

idle

Kanal idle dapat ditentukan?

Penentuan Mekanisme antar

eNodeB

Analisa hasil dan pembahasan

Selesai Ya

Tidak

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 merupakan gambar diagram alir penelitian yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir. Tugas akhir dilakukan dengan melakukan studi pustaka, melakukan perhitungan hingga memperoleh hasil perhitungan yaitu kanal idle dinyatakan terdeteksi dan jika tidak, melakukan perhitungan kembali. Langkah selanjutnya adalah penentuan mekanisme antar eNodeB. Menganalisa dan melakukan pembahasan dari hasil yang diperoleh.


(44)

24

3.6 Diagram Sistem

Diagram sistem penelitian terdiri dari model sistem dan skenario perancangan mekanisme spectrum sensing, dijelaskan sebagai berikut:

3.6.1 Model Sistem

Gambar 3.2 Model Sistem

Gambar 3.2 merupakan gambar model sistem yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini. Model sistem ini terdiri dari tiga buah eNodeB yang saling terhubung dengan interface X2 dan terhubung dengan EPC dengan interface S1. eNodeB(1) sebagai eNodeB sumber sementara eNodeB(2) dan eNodeB(3) sebagai

eNodeB neighbour. User dikategorikan menjadi dua, yaitu secondary user (SU) dan primary user (PU). Jaringan yang diterapkan adalah jaringan nirkabel Long Term Evolution (LTE) dengan besar bandwidth 1,4 MHz, 3 MHz, dan 5 MHz.


(45)

25

3.6.2 Skenario

Dari model sistem diatas, diasumsikan pada jaringan LTE, SU akan mengakses permintaan layanan kepada eNodeB. Diasumsikan pula bandwidth yang tersedia besarnya adalah 1.4 Mhz, 3 MHz, dan 5 MHz.

Pertama, dimisalkan SU meminta layanan kepada satu eNodeB yaitu contohnya pada eNodeB(1) sebagai eNodeB penyedia, kemudian SU akan melakukan sensing

kanal, yaitu menentukan kanal yang idle terdapat pada eNodeB(1) setelah

melakukan sensing, apabila kanal idle terdeteksi SU akan dialokasikan pada kanal yang idle tersebut. Kemudian dari bandwidth yang tersedia maka eNodeB dapat menentukan alokasi kanal untuk diduduki oleh SU.

Kedua, dimisalkan SU meminta layanan kepada eNodeB(1), SU akan melakukan

sensing pada eNodeB(1), namun diasumsikan eNodeB(1) dalam keadaan busy

(terdapat sinyal PU). eNodeB(1) akan melakukan kooperatif pada eNodeB

terdekatnya bahwa eNodeB(1) tidak dapat memberi layanan kepada SU sehingga


(46)

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil perhitungan matematis serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pendeteksian kanal idle dengan radio kognitif dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mencapai efisiensi spektrum pada suatu eNodeB. 2. Penentuan pendeteksian kanal idle dapat dinyatakan dengan algoritma

pendeteksian kanal dan bandwidth yaitu membandingkan besar nilai daya noise terhadap nilai daya threshold (Pnoise < Pth).

3. Kenaikan daya threshold (Pth) atau daya transmisi sebanding dengan besar bit rate, bandwidth, dan frekuensi. Namun demikian besar daya threshold dalam system harus dibatasi tanpa harus mempengaruhi besar bit rate, bandwidth, dan alokasi frekuensi yang digunakan. Pembatasan daya threshold ini dapat dilakukan melalui mekanisme modulasi high rate dan/atau meningkatkan besar gain pada antenna pengirim dan penerima. Hal ini tidak termasuk dalam cakupan penelitian tugas akhir ini.

4. Peluang terdeteksi kanal idle semakin tinggi apabila bandwidth yang tersedia semakin besar. Bandwidth 5 MHz peluang terdeteksi kanal idle lebih besar dari 3 MHz dan 1,4 MHz.


(47)

42

5. Jarak maksimum user untuk mendapatkan kanal idle adalah 250 meter (n=3) dan 15 meter (n=4).

6. eNodeB dapat berkoordinasi dengan eNodeB lain melalui interface X2 apabila eNodeB penyedia tidak dapat menyediakan kanal idle.

5.2 Saran

Selama pengerjaan tugas akhir ini tentu tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan, baik dari segi sistem atau perancangan yang dilakukan. Untuk itu, demi kesempurnaan hasil untuk penelitian selanjutnya, disarankan:

1. Pendeteksian kanal idle untuk mencapai efisiensi spektrum dalam penelitian selanjutnya dapat dikembangkan kembali dengan menggunakan parameter-parameter lainnya, baik dalam domain frekuensi maupun waktu.

2. Agar dapat dikembangkan dengan melakukan simulasi berdasarkan algoritma yang telah dibuat.

3. Penelitian ini dapat dikembangkan salah satunya adalah perhitungan daya threshold yang dibatasi melalui penggunaan modulasi high rate dan peningkatan nilai gain pada antenna pengirim dan penerima. Sehingga efisiensi spektrum dapat dibarengi dengan efisiensi daya.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Buddhikot, Milind. 2007. Unserstanding Dynamic Spectrum Access: Models, Taxonomy and Challenges. Proceedings of IEEE DySPAN 2007: Dublin.

[2] Lucent, Alcatel. 2009. The LTE Network Architecture. Strategic White Paper: Alcatel Lucent

[3] Nohrborg, Magdalena. 2014. LTE. http://www.3gpp.org/technologies/ keywords-acronyms/98-lte diakses pada 3 Mei 2014

[4] Xin, Chunsheng, et al. 2010. Control-Free Dynamic Spectrum Access for Cognitive Radio Networks. IEEE ICC (proceedings)

[5] Akyildiz, F Ian, et al. 2008. A survey on Spectrum Management in Cognitive Radio Networks. IEEE Communications Magazine

[6] Mounika, Bodepudi, et al. 2013. Spectrum Sensing Techniques and Issues in Cognitive Radio. International Journal of Engineering Trends and Technology (IJETT) Volume4Issue4

[7] Dharmatanna, Dewi S. 2014. Efisiensi Energi Pada Jaringan Long Term Evolution (LTE) Dengan Skema Radio Kognitif Dan Kooperatif Base Station. Bandar Lampung: Universitas Lampung

[8] Ding, Hanqing, Zhao, Zhiyuan. 2012. Countinous Spectrum Sensing in Cognitive Radio Network. Second International Conference on Business Computing and Global Informatization

[9] Fatih, Refik. 2010. Spectrum sensing techniques for Cognitive radio systems with multiple Antennas. Electronics and Communication Engineering: Izmir Institute of Technology

[10] Suzuki, Keisuke, Morita, Takashi, et al. 2010. Core Network (EPC) for LTE. Core network Development Department, NTT Docomo Technical Journal Vol. 13 No.1


(49)

[11] Ghosh, Arunabha, Zhang, Jun, et al. 2010. Fundamentals of LTE.

http://my.safaribooksonline.com/book/electrical-engineering/communications-engineering/9780137033638 diakses pada mei 2014

[12] Yoon, Sungro, Li, Erran Li, et all. QuictSense: Fast and Energy-Efficient Channel Sensing For Dynamic Spectrum Access Networks. North Carolina State University

[13] LTE in Bullets. Downlink Bit Rates. www.lte-bulltes.com

[14] Umam Fahmi, Khotibul. 2014. Analisa Mekanisme Load Balancing Pada Fungsi Self-Organization Network (SON) Berbasis Long Term Evolution (LTE). Bandar Lampung: Universitas Lampung

[15] Rappaport, Theodore. 1996. Wireless Communication Principles and Practice. Prentice Hall. The Institute of Electrical and Electronics Engineer, New York. ISBN 0-13-461088-1


(1)

3.6 Diagram Sistem

Diagram sistem penelitian terdiri dari model sistem dan skenario perancangan mekanisme spectrum sensing, dijelaskan sebagai berikut:

3.6.1 Model Sistem

Gambar 3.2 Model Sistem

Gambar 3.2 merupakan gambar model sistem yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini. Model sistem ini terdiri dari tiga buah eNodeB yang saling terhubung dengan interface X2 dan terhubung dengan EPC dengan interface S1.

eNodeB(1) sebagai eNodeB sumber sementara eNodeB(2) dan eNodeB(3) sebagai

eNodeB neighbour. User dikategorikan menjadi dua, yaitu secondary user (SU) dan primary user (PU). Jaringan yang diterapkan adalah jaringan nirkabel Long


(2)

25

3.6.2 Skenario

Dari model sistem diatas, diasumsikan pada jaringan LTE, SU akan mengakses permintaan layanan kepada eNodeB. Diasumsikan pula bandwidth yang tersedia besarnya adalah 1.4 Mhz, 3 MHz, dan 5 MHz.

Pertama, dimisalkan SU meminta layanan kepada satu eNodeB yaitu contohnya pada eNodeB(1) sebagai eNodeB penyedia, kemudian SU akan melakukan sensing kanal, yaitu menentukan kanal yang idle terdapat pada eNodeB(1) setelah melakukan sensing, apabila kanal idle terdeteksi SU akan dialokasikan pada kanal yang idle tersebut. Kemudian dari bandwidth yang tersedia maka eNodeB dapat menentukan alokasi kanal untuk diduduki oleh SU.

Kedua, dimisalkan SU meminta layanan kepada eNodeB(1), SU akan melakukan

sensing pada eNodeB(1), namun diasumsikan eNodeB(1) dalam keadaan busy

(terdapat sinyal PU). eNodeB(1) akan melakukan kooperatif pada eNodeB terdekatnya bahwa eNodeB(1) tidak dapat memberi layanan kepada SU sehingga


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil perhitungan matematis serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pendeteksian kanal idle dengan radio kognitif dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mencapai efisiensi spektrum pada suatu eNodeB. 2. Penentuan pendeteksian kanal idle dapat dinyatakan dengan algoritma

pendeteksian kanal dan bandwidth yaitu membandingkan besar nilai daya

noise terhadap nilai daya threshold (Pnoise < Pth).

3. Kenaikan daya threshold (Pth) atau daya transmisi sebanding dengan besar

bit rate, bandwidth, dan frekuensi. Namun demikian besar daya threshold

dalam system harus dibatasi tanpa harus mempengaruhi besar bit rate,

bandwidth, dan alokasi frekuensi yang digunakan. Pembatasan daya

threshold ini dapat dilakukan melalui mekanisme modulasi high rate

dan/atau meningkatkan besar gain pada antenna pengirim dan penerima. Hal ini tidak termasuk dalam cakupan penelitian tugas akhir ini.

4. Peluang terdeteksi kanal idle semakin tinggi apabila bandwidth yang tersedia semakin besar. Bandwidth 5 MHz peluang terdeteksi kanal idle


(4)

42

5. Jarak maksimum user untuk mendapatkan kanal idle adalah 250 meter (n=3) dan 15 meter (n=4).

6. eNodeB dapat berkoordinasi dengan eNodeB lain melalui interface X2 apabila eNodeB penyedia tidak dapat menyediakan kanal idle.

5.2 Saran

Selama pengerjaan tugas akhir ini tentu tidak terlepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan, baik dari segi sistem atau perancangan yang dilakukan. Untuk itu, demi kesempurnaan hasil untuk penelitian selanjutnya, disarankan:

1. Pendeteksian kanal idle untuk mencapai efisiensi spektrum dalam penelitian selanjutnya dapat dikembangkan kembali dengan menggunakan parameter-parameter lainnya, baik dalam domain frekuensi maupun waktu.

2. Agar dapat dikembangkan dengan melakukan simulasi berdasarkan algoritma yang telah dibuat.

3. Penelitian ini dapat dikembangkan salah satunya adalah perhitungan daya

threshold yang dibatasi melalui penggunaan modulasi high rate dan

peningkatan nilai gain pada antenna pengirim dan penerima. Sehingga efisiensi spektrum dapat dibarengi dengan efisiensi daya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Buddhikot, Milind. 2007. Unserstanding Dynamic Spectrum Access:

Models, Taxonomy and Challenges. Proceedings of IEEE DySPAN 2007:

Dublin.

[2] Lucent, Alcatel. 2009. The LTE Network Architecture. Strategic White Paper: Alcatel Lucent

[3] Nohrborg, Magdalena. 2014. LTE. http://www.3gpp.org/technologies/ keywords-acronyms/98-lte diakses pada 3 Mei 2014

[4] Xin, Chunsheng, et al. 2010. Control-Free Dynamic Spectrum Access for

Cognitive Radio Networks. IEEE ICC (proceedings)

[5] Akyildiz, F Ian, et al. 2008. A survey on Spectrum Management in Cognitive

Radio Networks. IEEE Communications Magazine

[6] Mounika, Bodepudi, et al. 2013. Spectrum Sensing Techniques and Issues in

Cognitive Radio. International Journal of Engineering Trends and

Technology (IJETT) Volume4Issue4

[7] Dharmatanna, Dewi S. 2014. Efisiensi Energi Pada Jaringan Long Term

Evolution (LTE) Dengan Skema Radio Kognitif Dan Kooperatif Base Station.

Bandar Lampung: Universitas Lampung

[8] Ding, Hanqing, Zhao, Zhiyuan. 2012. Countinous Spectrum Sensing in

Cognitive Radio Network. Second International Conference on Business

Computing and Global Informatization

[9] Fatih, Refik. 2010. Spectrum sensing techniques for Cognitive radio systems with multiple Antennas. Electronics and Communication Engineering: Izmir Institute of Technology

[10] Suzuki, Keisuke, Morita, Takashi, et al. 2010. Core Network (EPC) for LTE.

Core network Development Department, NTT Docomo Technical Journal Vol. 13 No.1


(6)

[11] Ghosh, Arunabha, Zhang, Jun, et al. 2010. Fundamentals of LTE.

http://my.safaribooksonline.com/book/electrical-engineering/communications-engineering/9780137033638 diakses pada mei 2014

[12] Yoon, Sungro, Li, Erran Li, et all. QuictSense: Fast and Energy-Efficient

Channel Sensing For Dynamic Spectrum Access Networks. North Carolina

State University

[13] LTE in Bullets. Downlink Bit Rates. www.lte-bulltes.com

[14] Umam Fahmi, Khotibul. 2014. Analisa Mekanisme Load Balancing Pada Fungsi Self-Organization Network (SON) Berbasis Long Term Evolution

(LTE). Bandar Lampung: Universitas Lampung

[15] Rappaport, Theodore. 1996. Wireless Communication Principles and Practice. Prentice Hall. The Institute of Electrical and Electronics Engineer, New York. ISBN 0-13-461088-1