4
saing  secara  internasionasional,  warganegara  Indonesia  yang  memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
b.Dinamika Internal Bangsa Indonesia
Dalam  kurun  dasa  warsa  terakhir  ini,  Indonesia  mengalami percepatan perubahan yang luar biasa. Misalnya, loncatan demokratisasi,
transparansi  yang  hampir  membuat  tak  ada  lagi  batas  kerahasiaan  di negara  kita,  bahkan  untuk  hal-hal  yang  seharusnya  dirahasiakan.
Liberalisasi  bersamaan  dengan  demokratisasi  di  bidang  politik, melahirkan sistem  multi partai  yang cenderung tidak efektif, pemilihan
presiden  –  wakil  presiden  secara  langsung  yang  belum  diimbangi kesiapan  infrastruktur  sosial  berupa  kesiapan  mental  elit  politik  dan
masyarakat yang kondusif bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat. Kekuasaan  DPR-DPRD  yang  sangat  kuat  seringkali  disalahgunakan
sebagai  ajang  manuver  kekuatan  politik  yang  berdampak  timbulnya ketegangan-ketegangan suasana politik nasional, dan hubungan eksekutif
dan  legeslatif.  Pengembangan  otonomi  daerah  berekses  pada  semakin bermunculan daerah otonomi khusus,  pemekaran  wilayah  yang  kadang
tidak  dilandasi  asas-asas  kepentingan  nasional  sehingga  sistem ketatanegaraan  dan  sistem  pemerintahan  terkesan  menjadi  ”chaos”
Siswono Yudohusodo, 2004:5.
Situasi  lain  yang  saat  ini  muncul  yaitu  melemahnya  komitmen masyarakat  terhadap  nilai-nilai  dasar  yang  telah  lama  menjadi  prinsip
dan  bahkan  sebagai  pandangan  hidup,  mengakibatkan      sistem  filosofi bangsa  Indonesia  menjadi  rapuh.  Ada  dua  faktor  penyebabnya,  yaitu
faktor  eksternal  dan  faktor  internal.  Faktor  eksternal,  berupa  pengaruh globalisasi yang di   semangati liberalisme mendorong  lahirnya sistem
kapitalisme di  bidang ekonomi dan demokrasi liberal di  bidang politik. Dalam  praktiknya  sistem  kapitalisme  dan  demokrasi  liberal  yang
disponsori oleh negara-negara maju seperti Amerika, mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia baru yang
5
bersifat  global  mondial.  Bahkan  mampu  menyusup dan  mempengaruhi tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang
memicu ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara  keinginan  untuk  mempertahankan  sistem  nilai  sendiri  yang
menjadi identitas bangsa, dengan adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah  dikemas  melalui  teknologinya  Iriyanto  Widisuseno,  2004:  4.
Sejauh  mana kekuatan setiap  bangsa  termasuk  bangsa  Indonesia  untuk mengadaptasi nilai-nilai asing tersebut. Bagi negara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia sangat rentan terkooptasi nilai-nilai asing yang  cenderung  berorientasi  praktis  dan  pragmatis  dapat  menggeser
nilai-nilai dasar kehidupan.  Kecenderungan munculnya situasi semacam ini  sudah  mulai  menggejala  di  kalangan  masyarakat  dan  bangsa
Indonesia saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan bahkan para  elit  yang  sudah  semakin  melupakan  peran  nilai-nilai  dasar  yang
wujud  kristalisasinya  berupa  Pancasila  dalam  perbincangan  lingkup ketatanegaraan  atau  bahkan  kehidupan  sehari-hari.  Pancasila  sudah
semakin tergeser dari perannya dalam praktik ketatanegaraan dan produk kebijakan-kebijakan
pembangunan. Praktik
penyelenggaraan ketatanegaraan  dan  pembangunan  sudah  menjauh  dan  terlepas  dari
konsep  filosofis  yang  seutuhnya.  Eksistensi  Pancasila  nampak  hanya dalam status formalnya yaitu sebagai dasar negara, tetapi sebagai sistem
filosofi  bangsa  sudah  tidak  memiliki  daya  spirit  bagi  kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah
rapuh.  Masyarakat  dan  bangsa  Indonesia  kehilangan  dasar,  pegangan dan arah pembangunan.
Faktor  internal,  yaitu  bersumber  dari  internal  bangsa  Indonesia sendiri.  Kenyataan  seperti  ini  muncul  dari    kesalahan  sebagian
masyarakat  dalam  memahami  Pancasila.  Banyak  kalangan  masyarakat memandang    Pancasila  tidak dapat  mengatasi  masalah  krisis.  Sebagian
lagi masyarakat menganggap bahwa Pancasila merupakan alat legitimasi kekuasaan  Orde  Baru.  Segala  titik  kelemahan  pada  Orde  Baru  linier
6
dengan  Pancasila.  Akibat  yang  timbul  dari  kesalahan  pemahaman tentang  Pancasila  ini  sebagian  masyarakat  menyalahkan  Pancasila,
bahkan  anti  Pancasila.  Kenyataan  semacam  ini  sekarang  sedang menggejala pada sebagian masyarakat Indonesia. Kesalahan pemahaman
epistemologis  ini  menjadikan  masyarakat  telah  kehilangan  sumber dan sarana orientasi nilai.
Disorientasi nilai dan distorsi nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia  dewasa  ini.  Disorientasi  nilai  terjadi  saat  masyarakat
menghadapi  masa  transisi  dan  transformasi.  Dalam  masa  transisi terdapat  peralihan  dari  masyarakat  pedesaan  menjadi  masyarakat
perkotaan,  masyarakat  agraris  ke  masyarakat  industri  dan  jasa,  dari tipologi  masyarakat  tradisional  ke  masyarakat  modern,  dari  mayarakat
paternalistik ke arah  masyarakat demokratis, dari  masyarakat feodal ke masyarakat  egaliter,  dari  makhluk  sosial  ke  makhluk  ekonomi.  Dalam
proses  transisi  ini  menyebabkan  sebagian  masyarakat  Indonesia mengalami  kegoyahan  konseptual  tentang  prinsip-prinsip  kehidupan
yang  telah  lama  menjadi  pegangan  hidup,  sehingga  timbul  kekaburan dan  ketidakpastian  landasan  pijak  untuk  mengenali  dan  menyikapi
berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi.
Dalam  masa  transformasi,  terjadi  pergeseran  tata  nilai  kehidupan sebagian  masyarakat  Indonesia  sebagai  dampak  dari  proses  transisi,
misal  beralihnya  dari  kebiasaan  cara  pandang  masyarakat  yang mengapresiasi  nilai-nilai  tradisional  ke  arah  nilai-nilai  modern  yang
cenderung  rasional  dan  pragmatis,  dari  kebiasaan  hidup  dalam  tata pergaulan masyarakat yang konformistik bergeser ke arah tata pergaulan
masyarakat yang dilandasi cara pandang individualistik.
Distorsi  nasionalisme,  suatu  fenomena  sosial  pada  sebagian
masyarakat  Indeonesia  yang  menggambarkan  semakin  pudar  rasa kesediaan  mereka  untuk  hidup  eksis  bersama,  menipisnya  rasa  dan
kesadaran  akan  adanya  jiwa  dan  prinsip  spiritual  yang  berakar  pada kepahlawanan  masa  silam  yang  tumbuh  karena  kesamaan  penderitaan
7
dan kemuliaan di masa lalu. Hilangnya rasa saling percaya trust antar sesama  baik  horizontal  maupun  vertikal.  Fenomena  yang  kini
berkembang  adalah rasa  saling curiga, dan menjatuhkan  sesama. Inilah tanda-tanda  melemahnya  kohesivitas  sosial  kemasyarakatan  di  antara
kita sekarang ini.
B.  Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan