Peningkatan efisiensi transformasi gen xyloglucanase pada berbagai eksplan acacia mangium wild

PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI
GEN XYLOGLUCANASE'
PADA BERBAGAI EKSPLAN Acacia mangium Willd

NELLY ANNA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Efisiensi
Transformasi Gen Xyloglucanase pada berbagai Eksplan Acacia mangium Willd
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks clan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007


Nelly Anna
NRP E05 1050251

RINGKASAN
NELLY ANSA. Peningkatan Efisiensi Transformasi Gel1 Xyloglucanase pada
berbagai Eksplan Acacia rnangium Willd. Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI
SZREGAR dan EWJY SUDARMONOWATI
Salah satu us&a untuk memperoleh tanarnan transgenik Acacia mangium
Willd, merupakan species cepat tumbuh, dengan kualitas kayu yang tinggi, dapat
dilakukan dengan teknik transfonnasi.
Transformasi dilakukan dengan
menginduksi gen xyloglucanase melalui Agrobucterium tumefaciens, strain
LBA4404 yang mengandung gen XEG , gen nptII, dan promotor 35 S. Eksplan
yang digunakan untuk transformasi adalah pucuk, batang, kalus, tunas majemuk,
dan daun Acacia mangium Willd. Sebagai seleksi sel tanaman transgenik,
digunakan media seleksi MS yang mengandung zat pengatu tumbuh 0,25 mg/l
IAA dan 1 mdl TDZ, ditambah dengan antibiotik Carbenicilliri 225 mg/l dan
Kanamisin sebagai penyeleksi dengan konsentrasi 400 mgll. Eksplan yang telah
ditransformasi dapat beregenerasi, pada eksplan pucuk sebesar 5,5% dan pada

eksplan batang sebesar 8,3%. Sementara pada kaius, tunas majemuk, dan daun
belum terlihat beregenerasi. Dari sepuluh planlet yang resisten Kanamisin tidak
ada yang menunjukkan ekspresi XEG berdasarkan Western blot, namun demikian
hasil masih akan dikonfinnasi lebih lanjut.

ABSTRACT
NELLY ANNA. Increasing Efficiency of Xyloglucanase Gene Transformation
in Acacia mangium Willd Explants. Under the direction of ULFAH JUNIARTI
SIREGAR and ENNY SUDARMONOWATI
An effort to obtain transgenic Acacia mangium Willd, a fast growing
species with high wood quality was done through transformation techniques.
Transformation was performed by introducting xyloglucanase gene using
Agrobacterium tumefaciens, strain LBA4404 harboring pAaXEG300 which
contains XEG gene, nptII gene, and 35 S promoter. Different types of explants i.e.
bud, stem, callus, multiple adventious shoots, and leaf pieces of Acacia mangium
Willd were used as target tissues. The selection for transgenic was performed
through MS medium supplemented with 1 mg/l thidiadzuron, 0,25 mg/l indole-3acetac acid, 225 mg/l carbenicillin, and concentrations of canamysin 400 mgll.
Although the transformation experiment have not yet produced transgenic plants,
adventious shoots could be obtained at 8,3% from transformed stem, and 5,5%
from bud as explants. Confirmation of transgenic plants expressing xyloglucanase

gene using Western blot is still on going.
Key words: Transformation,Acacia mannium Willd , xyloglucanase gene.

O Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
I. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan
karya ilmiah, penyusunan Iaporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan clan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalarn bentuk apapun tanpa seizin IPB

PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI GEN
XYLOGLUCANASE PADA BERBAGAI EKSPLAN
Acacia mangium Willd

NELLY ANNA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis

: Peningkatan Efisiensi Transformasi Gen Xyloglucanase

Nama
NRP

: Nelly Mna
: E05 105025 1


pada berbagai Eksplan Acacia mangium Willd

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ennv s&annonowati. APU

Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar. M.Aw

Anggota

Ketua

Diketahui,

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan


.

C

u

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.

Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007

Tanggal lulus: 0 5 S E P 2007

PRAKATA
Puji clan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilrniah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalarn
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini adalah transformasi
gen, dengan judul Peningkatan Efisiensi Transformasi Gen Xyloglucanase pada
berbagai Eksplan Acacia mangium Willd.
Terirna kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar,
M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Enny Sudarmonowati, APU selaku pembimbing. Di
sarnping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Research Institute for

Sustainable Huymanosphere, Kyoto University, Jepang atas kerja samanya
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Sri Hartati dan semua
s M Laboratorium Biologi Molekuler Bioteknologi-LIPI, yatlg telah membantu
selama penelitian ini berjalan serta teman-teman yang telah membantu dan
memberi motivasi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilrniah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

Nelly Anna

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Binjai, Surnatera Utara pada tanggal 10 Juni 1981
dari ayah Agustarni Piliang dan ibu Hj. Nurani Koto. Penulis merupakan putri ke
sepuluh dari sepuluh orang bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh mulai
September 2000 di Program Studi Budidaya Hutan, Departernen Kehutanan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan lulus pada tanggal 12 Maret
2005,

Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis berkesempatan
mendapatkan beasiswa dari PERTAMINA pada tahun 2002. Selain itu, penulis
juga pernah menjadi asisten laboratorium Silvikultur pada tahun 2003 dan
Teknologi Benih pada tahun 2004.
Pada tahun 2005, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang Pascasarjana di Program Magister Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut
Fei-tdan Bogof.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi

..

DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xi1

PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................... 1
Perurnusan Masalah .................................................................... 3

Tujuan Penelitian ..........................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
Botani Acasia mangium Willd ....................................................... 4
Pemuliaan Tanaman secara Konvensional dan
Peranan Bioteknologi..................................................................... 5
Pertumbuhan dan Perkembangan Kayu ......................................... 6
Gen Xyloglucanase ..................................................................... 7
Transformasi Genetik Tanaman..................................................... 8
Seleksi Tanaman Transgenik .........................................................10
Regenerasi In vitro ......................................................................... 10
Kultur Jaringan ............................................................................ 1 1
Eksplan ...................................................................................... 1 1
Media......................................................................................... 12
. . .
Kondisi Fisik Kultur..................................................................13
Kondisi Lingkungan Kultur ...................................................... 13
Induksi Embrio Somatik ................................................................ 14
Analisis Tanaman Transgenik ....................................................... 15
..
Uji GUS..................................................................................... 15

Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) ............................16
Southern Blot ............................................................................ 16
Northern Blot ............................................................................17
Western Blot.............................................................................. 17
..
Uji Hayati .................................................................................. 18
BAHAN DAN METODE ................................................................... 19
Tempat dan Waktu ...................................................................... 19
Bahan dan Alat ...............................................................................19
Metode Penelitian .......................................................................... 19
Persiapan eksplan ............................................................... 19
Optimasi media seleksi.......................................................2 1
Kultur Agrobacterium tumefaciens ......................................21
Transforrnasi dan regenerasi...............................................21
Uji ekspresi Western blot .....................................................22
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................24
Sterilisasi d m penanaman biji Acacia mangium Willd............. 24

X


Induksi embriosomatikAcacia mangium Willd ........................ 25
Seleksi terhadap resistensi Kanamisin pada
eksplan yang belum ditransformasi...........................................28
Penentuan nilai ODbo0Apbacferium tumefaciens ................. 30
Transformasi berbagai eksplan Acacia mangium Willd ..........31
Regenerasi tanaman Acacia mangium Willd
yang telah ditransformasi ..........................................................34
Seleksi eksplan Acacia mangium Willd yang telah
ditrmfonnasi pada beberapa konsentrasi Kanamisin .............. 37
Uji Ekspresi Western Blot ......................................................... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 43
Kesimpulan ....................................................................................43
Saran ..............................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................44

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase biji Acacia mangium Willd
yang berkecambah pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh .........24

2 Persentase embrio dari biji Acacia mangium Willd yang berkalus
Dan tumbuh tunas majemuk pada media MS + 0,25 mg/l IAA
+ 1 mg/l TDZ................................................................................... 26
3 Uji konsentrasi Kanamisin pada berbagai eksplan
Acacia mangium Willd yang tidak ditransfomasi ............................. 29
4 Persentase eksplan Acacia mangium Willd yang hidup
setelah direndam pada Agrobacterium tumefaciens
selama 5 menit pada beberapa nilai OD600........................................ 3 1
5 Persentase hidup eksplan Acacia mangium Willd yang telah

ditransformasi pada minggu ke 8 pada media seleksi (0,25 mgll IAA

+ 1 mg/l TDZ + 225 Carbenicillin + 400 mg/l Kanamisin) .............. 32
6 Persentase regenerasi eksplan pucuk dan batang
yang telah ditransformasi setelah 8 minggu pada media seleksi
dan 5 minggu pada media regenerasi ...............................................3 5

7 Persentase hidup kontrol clan eksplan yang telah ditransformasi
pada media seleksi yang mengandung 100 mg/l
dan 200 mg/l Kanamisin pada minggu ke 8 setelah tanam .................38

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram integrasi bioteknologi ........................................................... 6

2 Peta plasmid pAaXEG300 RB (batas kanan) dan LB (batas kiri) ...... 19
3 Eksplan Acacia mangium Willd berumur 3 bulan pada media MS
(material untuk transformasi) ........................................................... 25
4 Kalus yang berasal dari embrio Acacia mangium Willd pada media
(MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ) .................................................. 27
5 Eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi
pada media seleksi (0,25 mgA IAA + 1 mg/l TDZ +
225 mg/l Carbenicillin + 400 mg/l Kanamisin) pada minggu ke 8 .....34
6 Eksplan yang telah ditransformasi pada media regenerasi..................36

7 Eksplan Acacia mangium Willd setelah 8 minggu
pada media seleksi (0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ +
225 mg/l Carbenicillin + 400 mg/l Kanamisin) .................................. 39

8 Regenerasi eksplan Acacia mangium Willd yang telah
ditransformasi, setelah 8 minggu pada media seleksi (100 mg/l dan
200 mgA Kanamisin) dan 5 minggu pada media regenerasi ...............40

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kerusakan hutan dam dewasa ini semakin meningkat, sedangkan
kebutuhan kayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman.
Laju penambahan hutan tanaman baru setiap tahun diperkirakan 4,5 juta
ha. Dari pertumbuhan hutan tanaman tersebut, Asia terutama China, Indonesia,
Malaysia, dan Vietnam memberikan kontribusi 70% terhadap pertumbuhan itu.
Melalui reboisasi lahan alang-alang dan hutan sekunder, lebih dari 9,9 juta ha
hutan tanaman telah dapat dibangun, terrnasuk f juta ha hutan tanaman jati dan
1,4 juta ha hutan tanaman Acacia mangium Willd di Sumatra dan Kalimantan.

Dengan dernikian, pada masa mendatang diharapkan Indonesia akan menjadi
negara terkemuka di dunia dalam produksi pulp dari hutan tanaman Acacia
mangium Willd (Kedu dun Diy, 2005). Bagi Indonesia yang kehilangan banyak
kayu berkualitas akibat illegal logging, kayu jenis Acacia mangium Willd dapat
menjadi alternatif devisa negara dan bisa bersaing di pasaran dunia.
Peningkatan produksi hutan tanaman dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
manipulasi f&or lingkungan dan peningkatan kualitas genetik melalui program
pemuliaan tanaman. Seiring dengan waktu dan perkembangan zaman, pemuliaan
tanaman telah menghadapi sejumlah kendala dalam operasionalnya, misalnya
aplikasi seleksi pada lahan yang terbatas, kondisi iklim dan tanah yang sangat
beragam, terbahsnya dana dan tenaga, serta memerlukan waktu yang lama untuk
memperoleh hasil persilangan. Selain itu, tujuan program pemuliaan tanaman
sekarang ini juga semakin kompleks, sehingga semakin terasa diperlukan teknikteknik tertentu untuk menciptakan keragaman, pendeteksian, dan penyeleksian
terhadap keragaman tersebut.

Kehadiran bioteknologi dipandang akan

memberikan harapan dalam menutup celah kelemahan dan kekurangan dalam
pemuliaan tanaman.

Dengan demikian bioteknologi bersifat komplementer

dengan pemuliaan tanaman dalam memperbaiki suatu karakter tanaman
(Nasir, 2001).

Beberapa tahun terakhir, program bioteknologi telah terbukti memberikan
sejumlah manfaat u n W mengatasi berbagai keterbatasan &lam

metoda

pemuliaan secara konvensional. Salah satunya adalah upaya transformasi genetik
tanaman dengan pemanfaatm sejurnlah gen yang bermanfaat dari berbagai species
untuk diekspresikan pada tanaman target.
Penerapan teknik transformasi genetik terbukti sangat membantu ddam
perakitan spesies tahan (herbisida, virus, dan penyakit) atau spesies unggul,
terutama jika ti& memunglunkan dilakukan dengan teknik konvensiond. Selain
itu juga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman
(Gunawan, 1992).

Tanaman cepat tumbuh, contohnya adalah Acacia mangium Willd yang
dikembangkan dengan penerapan teknik transfonnasi genetik dapat digunakan
sebagai solusi untuk meningkatkan produksi hutan. Kemajuan semacam itu dapat
menguntungkan dunia industri kayu, karena dalarn waktu yang relatif singkat
dapat menebang kayu untuk keperluan usahanya. Tanaman kayu yang biasanya
memerlukan wakh 10

hingga 12

t&un untuk bisa ditebang, dengan

transformasi genetik pohon tersebut sudah layak tebang dalam waktu 3 hingga 5
tahun dari waktu tanam.
Selain waktu tumbuh yang singkat, batang kayu juga bisa dibuat lurus
sehingga dapat menghemat areal hutan tanaman yang pada akhinya hasil
produksi kayu dapat ditingkatkan. Selain itu, kualitas kayu dapat ditingkatkan
karena proses tramformasi genetik dalam pohon tersebut dapat meningkatkan
berat jenis kayu sehingga kayu yang dihasilkan semakin bagus. Peningkatan berat
jenis pohon juga berarti peningkatan kandungan gula atau karbohidrat (C&I1206)
dalam pohon.

Kandungan zat ini akan membuat semakin banyak gas

karbondioksida (C02)yang diserap oleh pohon. Sehingga adanya tanaman hail
transformasi genetik ini juga dapat digunakan mtuk mengurangi pencemaran
udara yang diakibatkan oleh gas C 0 2 .
Hartati et,al. (2005) menunjukkan bahwa pada beberapa eksplan yang telah
ditransformasi menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan
kontrol. Eksplan yang memberikan nilai tertinggi adalah pada eksplan pucuk
(63,63%) dan terendah addah pada kdus yang berasal dari embrio (3,35%).

Berdasarkan atas penelitian Hartati et.al. (2005) maka perlu dilakukan percobaan
selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi transformasi pada berbagai eksplan
Acacia mangium Willd.
Sistem transformasi genetik yang paling umum digunakan adalah dengan
menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Sistem ini telah banyak digunakan
karena efisien, sederhana dan stabil dalam mengintroduksikan suatu gen.

Perurnusan Masalah
Transforrnasi

gen

xyloglucanase

menggunakan

Agrobacterium

tumefaciens dapat merupakan salah satu solusi untuk memperoleh bahan tanaman
Acacia mangium Willd yang unggul, tetapi ha1 yang harus diperhatikan adalah
bagian eksplan apa yang dapat memberikan hasil transformasi yang terbaik.
Dengan demikian pertanyaan yang muncul pada penelitian ini adalah: apakah
dengan membandingkan berbagai eksplan Acacia mangium Willd dapat
menghasilkan metoda transformasi gen xyloglucanase yang lebih efisien?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metoda yang efektif untuk
mengintroduksikan gen xyloglucanase ke dalam tanaman dan regenerasi tanman
Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Acacia mangium Willd

Acacia mangium Willd jenis legurn yang termasuk dalam famili
Leguminosae, sub-famili Mimosoideae. Acacia mangium Willd secara umum
dikenal sebagai brown salwood, black wattle, hickory wattle (di Australia).

Manggae hutan, tongke hutan, nak, laj, jerri (di Indonesia). Di Papua New
Guinea dikenal sebagai arr, di Malaysia dikenal sebagai nama mangium, kayu
sofada.

Di Thailand dikenal sebagai kra thin tepa.

Mangium mempunyai

beberapa nama lain, diantaranya adalah : Mangium montanum Rump dan Acasia

glaucescena, serta Rancosperma mangium (Willd) (Awang dan Taylor, 1993).
Buahnya berupa polong kering yang merekah dan melingkar ketika masak,
agak keras dengan panjang 7.8 cm dan lebar 3-5 rnrn. Biji berwarna hitam
mengkilat, lonjong, funicle berwarna oranye. Daun besar, panjangnya mencapai
25 cm, lebar 3-10 cm, berwarna hijau gelap dengan empat urat longitudinal (tiga
pada Acasia auriculiformis), daun majemuk.

Secara umum Acacia mangium

Willd mencapai tinggi 25-35 m dengan bebas cabang melebihi setengah dari total
tinggi. Diameternya dapat mencapai lebih dari 60 cm. Pada lahan yang miskin,
pohon biasanya lebih kecil, dengan rata-rata tinggi antara 7 dan 10 m. Pohon
yang masih muda berwarna hijau, kulit kasar dan beralur, berwma abu-abu atau
coklat (Awang dan Taylor, 1993).
Pada tempat tumbuh yang baik, pohon berumur 9 tahun tingginya mencapai
23 m, dengan mta-rata riap diameter 2-3 c d t h dan produksi kayunya 41.5 m3/ha.
Acacia mangium Willd tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Jenis

ini dapat tumbuh pada tanah miskin hara, padang alang-alang, bekas tebangan,
tanah tererosi, tanah berbatu dan juga tanah aluvial. Acacia mangium Willd dapat
beradaptasi dengan tanah asam (pH 4.5-6.5) di dataran tropis yang lembab
(Awang dan Taylor, 1993).

Acacia mangium Willd termasuk jenis yang tumbuh cepat, tidak
memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh
jenis tanahnya. Faktor lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat
perturnbuhan yang cepat. Pada areal yang diturnbuhi alang-alang, umur 13 tahun
mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi

rata-rata 20 m3/ha/tahun. Acacia mangium Willd termasuk dalam kelas kuat IIIIV, berat 0,56-0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara 4800-4900 k.cal/kg
(Dephut, 1994).

Kegunaan kayu Acacia mangium Willd

sebagai bahan

konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga
(a.1. lemari), lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya,
pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan
partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas. Selain itu baik juga
untuk kayu bakar dan arang (Mandang dun Pandit, 1997).

Pemuliaan Tanaman secara Konvensional dan Peranan Bioteknologi
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetik
tanaman secara tetap, sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan pelakunya. Pemuliaan tanaman umumnya mencakup
tindakan penangkaran, persilangan, dan seleksi. Produk pemuliaan tanaman
adalah kultivar dengan ciri-ciri yang khusus dan bermanfaat bagi penanamnya.
Dalam kerangka usaha pertanian (agribisnis), pemuliaan tanaman merupakan
bagian awalkulu dari mata rantai usaha tani dan memastikan tersedianya benih
atau bahan tanam yang baik dan bermutu tinggi (Anonim, 2007).
Pemuliaan bertujuan untuk memanfaatkan perbedaan genetika antar
individu dalam populasi, dengan maksud merubah rata-rata ekspresi sifat-sifat
yang penting secara ekonomi sehingga meningkatkan hasil. Kebanyakan dari sifat
yang dimuliakan dipengaruhi oleh faktor genetika dan faktor lingkungan
(Finkeldey, 2005). Strategi dalam pemuliaan tanaman masa kini adalah dengan
melakukan peningkatan variasi genetik yang diikuti kemudian dengan seleksi
pada keturunannya. Peningkatan variasi genetik dapat dilakukan melalui berbagai
cara: Introduksi, persilangan, manipulasi genom, manipulasi gen atau bagian
kromosom, dan transfer gen (Anonim, 2007).

Uji genetik

genotype
Materi
genetik
Hibridisasi

I
Pembiakan

vegetatif

Rekayasa genetika
Gambar 1 Diagram integrasi bioteknologi
Pertumbuhan dan Perkembangan Kayu

Kayu adalah bahan organik dengan susunan unsur 50% C, 6% H, 44% 0
(berdasar bobot), dan sedikit saja unsur lain. Kayu dapat juga disebut polimer
alami, mengingat 97-99% bobotnya berupa polimer (sekitar 90% pada kayu
tropis). Dari jumlah itu, sebesar 65-75% adalah golongan polisakarida. Dari
persfektif kimia, jaringan kayu (termasuk bahan sel dan zat antarsel) merupakan
bahan komposit yang dibangun dari berbagai polimer organik, yakni molekul
yang terbuat dari ribuan subunit atau monomer.

Struktur dasar atau materi

kerangka dari semua dinding sel kayu ialah selulosa, yaitu molekul gula linear
berantai panjang, termasuk dalam keluarga polisakarida (karbohidrat) yang

tersusun dari monomer glukosa. Untuk mengisi struktur selulosa ini, ada bahan
polisakarida lain yang berbobot molekul rendah dan memiliki rantai samping yang
pendek. Karbohidrat yang dimaksud umufnnya merupakan kombinasi-kombinasi
dari gula berkarbon 5 (xilosa dan arabinosa) dan gula berkarbon 6 (glukosa,
manosa, dan galaktosa). Kombinasi gula tersebut arnat berbeda dengan selulosa
(terutama dalam konformasi dan bobot molekul), dikenal dengan istilah
hemiselulosa (Achmadi, 1990).

Pertumbuhan kayu dalam dimensi memanjang dan melebar adalah berkat
aktivitas sel khusus yang disebut meristem. Meristem apikal terletak di bagian
ujung batang atau cabang, juga di ujung akar, dan berperan dalam pertumbuhan
memanjang (pertumbuhan primer) dari kayu. Setelah melewati tahun pertama,
mulailah kegiatan meristem lateral, atau lazim disebut kambium vaskuler. Semua
sel di dalam zone kambium adalah hidup. Pada waktu pembentukan xylem,
mulailah serangkaian transformasi yang mengubahnya menjadi unsur kayu
dewasa.

Sebagian dari turunan xylem dapat mengalami perusakan diri dan

modifikasi dinding sel, sehingga terbentuklah lumen. Selama fase pembelahan
dan pembesaran sel, dinding sel merupakan kantong yang tipis, lentur, dan dapat

melar, yang disebut dinding primer.

Menjelang akhir proses pembesaran,

mulailah pembentukan dinding sekunder ke arah lumen dari dinding primer. Serat
kayu, pembuluh, dan unsur xylem dan phloem tertentu yang tidak berfungsi
sebagai penyalur d d a t a u pendukung, biasanya membentuk dinding sekunder
(Haygreen et al., 2002).
Gen xyloglucanase

Xyloglucanase merupakan sejenis enzim yang mengkatalisis reaksi
hidrolisis xyloglucan (Irwin et al., 2003). Xyloglucan adalah penyusun utama
hemiselulosa polisakarida pada dinding sel tanaman dikotil termasuk di dalamnya
sel kayu, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mikrofibril selulosa dan
secara potensial membentuk ikatan silang dengan mikrofibril (Campbell dun
Braam, 1998; Valls et al., 2006). Xyloglucan terdapat pada 20 % berat kering
dinding sel primer (York dan Eberhard, 2003).
Overekspresi xyloglucanase pada tanaman poplar (Populus tremula)
berhasil menunjukkan perubahan fenotip yang berarti, yaitu tanaman lebih tinggi,
dam lebih lebar, pertambahan diameter batang, indeks volume kayu, berat kering
dan persentase selulosa dan hemiselulosa lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh

adanya keterlibatan xyloglucanase pada proses pemutusan ikatan xyloglucan
yang terjadi saat elongasi (pemanjangan) sel, menyebabkan melemahnya dinding
sel dan mempercepat proses elongasi serta meningkatkan deposisi selulosa pada
xylem sekunder sehingga kualitas kayu yang dihasilkan semakin baik (Park et al.,
2004). Aktivitas pemutusan ikatan rantai xyloglukan juga memberi kontribusi

untuk merperkuat hubungan antara dinding sel primer dan dinding sel sekunder
pada jaringan yang akan membentuk kayu (Kallas et al., 2005).
Transformasi Genetik Tanaman

Teknik transformasi genetik merupakan salah satu metode penting dalam
biologi tanaman.

Teknik transformasi genetik dapat dipergunakan untuk

mempelajari regulasi gen, identifikasi fhgsi gen, pengujian metabolisme,
mempelajari fisiologi serta perkembangan tanaman (Knight, 1992; Walkerpeach
dan Velten, 1994).

Keberhasilan dalam melakukan rekayasa genetika

memerlukan beberapa faktor yaitu : tersedianya gen yang diinginkan, tersedianya
cara untuk mentransfer dan mengintegrasikan gen tersebut ke dalam sel tanaman
dan cara untuk meregenerasikan tanaman transgenik, dan kemampuan tanaman
untuk mengekspresikan gen yang telah diintroduksikan. Metode transformasi
genetik untuk mengintroduksikan gen

terpilih ke dalam sel tanaman dapat

dilakukan dengan beberapa cara antara lain menggunakan Agrobacterium
(Sudarsono, 1994).
Terdapat dua spesies Agrobacterium yang bersifat pathogen, yaitu
Agrobacterium tumefaciens sebagai penyebab penyakit tumor (crown gall) dan
Agrobacterium rhizogenes sebagai penyebab penyakit akar rambut (hairy root)
pada berbagai tanaman dikotil (Armitage et al., 1987).

Agrobacterium

tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif yang hidup alami di
tanah, secara genetik dapat mentransformasi sel inang dan secara agronomi
merupakan penyakit yang penting menyerang tanaman dikotil. Interaksi antara
Agrobacterium dan sel tanaman adalah contoh alami yang diketahui dapat
mentransfer DNA (Deoxiribosa Nucleic Acid) antar kingdom. Pada proses ini,
DNA dipindahkan dari Agrobacterium ke dalam inti sel tanaman. Ekspresi dari
DNA yang ditransfer (T-DNA) mengakibatkan pertumbuhan tumor pada tanaman
inang. Gen yang dibawa T-DNA membawa gen-gen yang terlibat dalam sintesis
hormon pertumbuhan tanaman dan produksi opin (Sheng dan Citovsky, 1996).
Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan
adanya plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam
Agrobacterium. Dua daerah dalam Ti dan Ri yang penting untuk transformasi
yaitu T-DNA dan daerah vir. T-DNA merupakan bagian dari DNA yang terletak

dalam plasmid Ti yang berukuran 200 kb. Sedangkan daerah vir yang berukuran
35 kb terdiri dari tujuh lokus utarna (vir A, vir B, vir C, vir D, vir E, vir G, dan vir

H). Gen-gen vir mensintesis protein virulens yang berperan untuk menginduksi
terjadinya transfer T-DNA dan integrasi T-DNA ke tanaman. Gen vir berekspresi
jika terdapat inducer yang antara lain berupa senyawa monosiklik fenolik seperti
acetosyringone dan monosakarida seperti glukosa dan galaktosa. Disamping itu,
kondisi pH juga mempengaruhi ekspresi gen vir. Nilai pH yang sesuai berkisar
5,O-5,s. Senyawa fenolik dan monosakarida terbentuk pada saat tanaman dikotil
mengalami

luka

dan

proses

ini

jarang

terjadi

pada

monokotil

(Sheng dun Citovsky, 1996).
Interakasi antara Agrobacterium dengan sel tanaman didahului dengan
penginderaan (sensing) Agrobacterium terhadap sel rentan yang luka. Mekanisme
penginderaan ini terjadi secara kimiawi dimana sel tanaman yang luka
menghasilkan suatu metabolit yang berperan sebagai isyarat bagi Agrobacterium.
Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula, asam amino, atau senyawa fenol.
Dengan adanya isyarat tersebut maka Agrobacterium akan bergerak aktif menuju
sel tanaman target. Gerakan yang bersifat kemotaksis dipandu oleh senyawa yang
disekresikan oleh sel tanaman rentan yang luka (Schaad, 1988).

Interaksi

dilanjutkan dengan terjadinya kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman
target.

Untuk memperkuat kontak ini Agrobacterium mengeluarkan suatu

metabolit, yaitu

P- 1,2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium

diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai
senyawa glukan, yaitu chvA, chvB dan exoC. Gen lain pada kromosom yang
peranannya seperti ketiga gen tersebut adalah cel, yang berperan dalam sintesis
senyawa selulosa fibril (Douglas et al., 1985).
Proses transfer T-DNA dari Agrobacterium ke genom tanaman memerlukan
adanya sekuen DNA yang berupa dua T-DNA border dan trans acting factor
virulensi. Satu atau beberapa molekul T-DNA dapat ditransfer dan terintegrasi
dalam genom tanaman, sehingga dalam kromosom tanaman akan terdapat satu
atau beberapa utas T-DNA yang terintegrasi pada satu situs yang sama atau
terpisah-pisah pada situs yang berbeda. Situs integrasi T-DNA di dalam DNA
tanaman tampaknya bersifat acak (Armitage et al., 1987).

Dengan menggunakan satu plasmid Ti dari Agrobacterium, maka beberapa
transgen dapat digabung dan ditempatkan di antara T-DNA dan selanjutnya
diintegrasikan ke dalam genom tanaman. Hal penting dalam proses transformasi
melalui Agrobacterium tumefaciens ini adalah transfer T-DNA ke inti tanaman
target, integrasi T-DNA tersebut ke dalam genom tanaman target yang diinduksi
oleh ekspresi gen-gen vir serta ekspresi gen-gen yang tertransformasi
(Cheng et al., 1998). Selain itu integrasi T-DNA yang membawa transgen ke
dalam genom resipien, akan mengalami sedikit pengaturan kembali secara intra
dan intermolekul, untuk memulihkan sistem iranskripsi dan translasi genom
tanaman resipien.

Transformasi melalui Agrobacterium lebih menjamin

kestabilan genom tanaman resipien (Sheng dan Citovsky, 1996).

Seleksi Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik yang terseleksi dapat diamati dengan adanya
pembentukan tumor pada sel-sel tanaman yang mengalami transformasi atau dapat
juga diamati melalui adanya pertumbuhan dalam kultur yang bebas hormon.
Selain itu dapat juga digunakan penanda seleksi yang disisipkan pada T-DNA
pada sel-sel yang mengalami transformasi (Nakas dan Hagedors, 1990).
Salah satu contoh penanda seleksi adalah gen ketahanan terhadap
antibiotik yaitu gen resisten terhadap kanamisin yang telah berhasil digunakan
sebagai penanda seleksi yang dapat terekspresi pada fenotipe untuk transformasi
pada beberapa spesies tanaman. Resistensi terhadap kanamisin telah berhasil
digunakan sebagai penanda seleksi pada beberapa tanaman. Resistensi terhadap
kanamisin ini disebabkan adanya gen nptII yang diperoleh dari transposon Tn5.
Gen ini menyandi enzim neomisin fosfotransferase dan cara pewarisannya pada
tanaman transgenik mengikuti pewarisan hukum Mendel untuk gen-gen dominan
(Nakas dan Hagedors, 1990).

Regenerasi In vitro
Regenerasi tanaman rnerupakan suatu proses perkembangan yang sangat
kompleks. Regenerasi kultur in vitro terjadi melalui pembentukan organ langsung
dari eksplan, pembentukan embrioid langsung dari eksplan, pembentukan organ
melalui kalus serta pembentukan embrioid melalui kalus.

Upaya untuk

memperoleh regenerasi yang efisien sebagian besar dipusatkan pada pemilihan
bagian tanaman yang paling responsif serta penentuan jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang efektif. Perlakuan lain yang kadang-kadang perlu diuji
adalah cahaya, panjang penyinaran serta reaksi dalam sub kultur (Bhaskaran dan
Smith, 1990).
Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan,
1992). Selain untuk perbanyakan tanaman, teknik ini juga dapat digunakan untuk
memperbaiki tanaman, menghasilkan tanaman bebas virus, produksi metabolit
sekunder dan preservasi tanaman (Hartmann et al., 1990).
Teori yang mendasari teknik ini adalah konsep totipotensi yaitu sel yang
hidup memiliki kemampuan untuk berproduksi, membentuk organ dan
berkembang menjadi individu sempurna jika ditempatkan pada media dan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan (Pierik, 1987). Keberhasilan
menggunakan metode kultur jaringan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis, sangat tergantung pada jenis dan fisiologi eksplan yang dikulturkan
(seperti organ yang digunakan, umur fisiologi, umur saat diambil, dari tanaman
asal, ulcuran dan kualitas tanaman asal), media yang digunakan, dan kondisi fisik
kultur. Faktor-faktor tersebut dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Eksplan

Pada dasarnya setiap bagian tanaman dapat digunakan sebagai eksplan.
Pernilihan material eksplan yang tepat akan mempengaruhi kesuksesan kultur
jaringan, baik dari segi organ, ukuran, umur, dan cara mengkulturkannya
(George dan Sherrington, 1984).
Surnber eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenetiknya.
Eksplan yang berasal dari satu organ memiliki keragarnan kemampuan
regenerasinya.
eksplan.

Selain itu, morfogenetik juga dapat dipengaruhi oleh ukuran

Ukuran yang terlampau kecil, baik berupa pucuk tunas maupun

meristem, fiagmen atau keseluruhan bagian tanaman, atau bagian kalus h a n g

daya hidupnya bila dikulturkan, sementara jika terlalu besar akan mempersulit
untuk mendapatkan eksplan yang steril dan dalam proses manipulasinya
(George dan Sherrington, 1984).
Kepadatan eksplan yang ditanam dalam tiap botol juga mempengaruhi
diferensiasi sel.

Semakin banyak jumlah eksplan tiap botol, maka semakin

banyak jumlah sel yang tidak berdiferensiasi. Volume media kultur diduga ada
interaksinya dengan kepadatan eksplan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kultur.

Interaksi ini diduga berhubungan dengan menurunnya

senyawa inhibitor dalam media (George dun Sherrington, 1984).
Media
Media kultur jaringan pada prinsipnya harus bisa menyediakan unsur-unsur
hara yang diperlukan untuk pertumbuhan seperti tanamm dilapang. Keberhasilan
dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada media yang
digunakan. Pemilihan komposisi media dan jenis media tergantung pada jenis
tanaman yang dikulturkan, faktor aerasi, dan bentuk pertumbuhan dari
deferensiasi yang diinginkan (Pierik, 1987).
Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur hara
makro (N,P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Mn,B, Cu,dan Mo), tetapi juga
karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang
biasanya didapat dari atrnosfer melalui fotosintesis. Hasil yang lebih baik juga
akan diperoleh, bila ke dalam media tersebut ditambahkan vitarnin-vitamin, asam
amino, dan zat pengatur tumbuh. Pada keadaan tertentu media kultur jaringan
juga dilengkapi dengan arang aktif (Gunawan, 1992).
Interaksi dan keseirnbangan zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam
media (eksogen) dengan yang dihasilkan oleh sel secara endogen, menentukan
arah pertumbuhan dan perkembangan suatu kultur.

Pemilihan jenis dan

konsentrasi zat pengatur tumbuh tergantung pada : (1) tipe pertumbuhan dan
perkembangan yang dikehendaki (kalus, akar, tunas, regenerasi dinding sel), (2)

taraf zat pengatur endogen, (3) kemampuan jaringan mensintesis zat pengatur
turnbuh, dan (4) interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen
(Gunawan, 1992).

Dalam kultur jaringan terdapat dua zat pengatur tumbuh tanaman yang
penting yaitu auksin dan sitokinin.

Auksin berperan dalam merangsang

pembentukan kalus, pemanjangan sel, pembesaran

dan pembentukan akar.

Beberapa eksplan secara alamiah memproduksi cukup auksin. Pengaruh sitokinin
adalah merangsang pembelahan sel dan multiplikasi tunas (George dan
Sherrington, 1984). Keseirnbangan auksin dan sitokinin pada media tumbuh juga

akan menentukan arah perkembangan eksplan.

Tunas akan terbentuk bila

perbandingan konsentrasi auksin lebih tinggi dari sitokinin (Gunawan, 1992).
Kondisi fsik kultur

Kondisi fisik atau kepadatan media berpengaruh terhadap potensial air dan
tekanan osmotik, serta penyerapan hara tanaman. Kepadatan media ditentukan
oleh konsentrasi agar, pH media dan penambahan arang aktif. Konsentrasi agar
semakin tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan ke eksplan,
sehingga pengambilan hara dan zat pengatur tumbuh berkurang, sedangkan zat
penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan. Selain agar, ada
juga zat pemadat yang lain, yaitu gelrite yang dapat membentuk gel yang lebih
bening, pada konsentrasi 0,l-0,2% sudah dapat memadatkan media.
Derajat keasaman (pH) merupakan ha1 penting yang hams diperhatikan
dalam penyiapan media kultur jaringan tanaman. Karena pH dapat mempengaruhi
perturnbuhan dan perkembangan eksplan yaitu dapat mempengaruhi tersedianya
nutrisi dan hormon pada jaringan tanaman serta mempengaruhi fhgsi membran
sel dan pH sitoplasma.

Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan

fisiologi sel, juga hams memperhatikan : (1) kelarutan garam-garam penyusun
media, (2) pangaturan pengambilan zat-zat pengahu tumbuh dan gararn-garam
lainnya, dan (3) efisiensi pembekuan agar media (George & Sherrington, 1984).
Keasaman media pada umumnya berkisar antara 5,5-5,8 sebelum disterilisasi
(Gunawan, 1992).
Kondisi lingkungan kultur

Faktor lingkungan yang paling utarna mempengaruhi perturnbuhan dan
perkembangan kultur adalah cahaya dan suhu.
mempengaruhi

morfogenesis,

diferensiasi

dm

Cahaya diperlukan karena
embriogenesis

aseksual.

Kebutuhan cahaya dalam kultur meliputi kualitas cahaya, lama penyinaran, dan

intensitas cahaya (George dun Sherrington, 1984). Kualitas cahaya yang paling
baik untuk pertumbuhan kultur adalah putih. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan panjang penyinaran selama (14-16) jam memberikan hasil
yang baik. Intensitas cahaya dari lampu flourescent adalah antara (1000-4000)
lux dan ditempatkan dengan jumlah lampu dan kekuatan tertentu pada jarak
(40-50) cm dari tabung kultur, untuk luas area tertentu. Suhu di dalam ruang
kultur oleh banyak peneliti dilaporkan pada kisaran (25-28) OC memberikan
pengaruh yang baik untuk pertumbuhan tanaman in vitro. Suhu optimum untuk
pertumbuhan kultur jaringan tergantung dari jenis tanaman dan tempat turnbuh
alami dari tanaman tersebut (Gunawan, 1992).

Induksi Embrio somatik
Embriogenesis somatik yaitu suatu proses perkembangan nonseksual yang
menghasilkan suatu sel embrio bipolar yang berasal dari jaringan somatik. Tahaptahap perkembangannya serupa dengan embriogenesis normal dan menghasilkan
embrio tanpa hubungan vaskular dengan jaringan asalnya (Haccius, 1978).
Embriogenesis sornatik memiliki dua pola perkembangan yaitu embriogenesis
langsung (direct embriogenesis), yaitu embrio langsung terbentuk pada eksplan
tanpa melalui proses pengkalusan, dan embriogenesis tak langsung (indirect
embriogenesis), yaitu sebelum terbentuk embrio, eksplan membentuk kalus
terlebih dahulu. Embriogenesis langsung secara in vitro umurnnya terjadi pada
sel-sel eksplan yang masih muda Quvenil) sedangkan embriogenesis tak langsung
terjadi pada sel-sel yang telah mengalami diferensiasi, pembelahan sel,
transformasi menjadi sel embriogenik.
Embrio somatik dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu
mempunyai dua calon meristem, yaitu meristem akar dan meristem tunas.
Dengan memiliki struktur tersebut maka perbanyakan melalui embrio somatik
lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar.
Disarnping stdturnya, tahap perkembangan embrio somatik menyerupai embrio
zigotik. Secara spesifik tahap perkembangan tersebut dimulai dari fase globular,
fase hati, fase torpedo, dan planlet (Henry et.al., 1998 dalam Gaj, 2001).
Lingkungan kimia dan lingkungan fisik mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap embrio somatik. Faktor kimia terpenting yang terlibat dalam

proses munculnya embrio somatik adalah kandungan auksin pada media,
campuran nitrogen yang ditambahkan sebagai nutrisi.

Faktor fisik seperti

temperatur, intensitas cahaya, fotoperiode, udara, keadaan media dan kecepatan
pengocokan juga telah dilaporkan mempengaruhi embrio somatik. Temperatur
optimum adalah spesifik untuk setiap spesies clan tahap perkembangan. Perlakuan
panas atau dingin pada tahap tertentu dapat meningkatkan embriogenesis dan

perkecambahan dari embrio somatik dan propagul lain untuk perkembangan yang
lebih lengkap (Vajrabhaya, 1988).
Analisis Tanaman Transgenik
Analisis tanaman transgenik dalam proses transformasi genetik tanaman
dapat dilakukan pada berbagai tahapan, yaitu : introduksi gen, transkripsi,
translasi, dan pengujian efektifitas protein yang dihasilkan. Dewasa ini telah
dikenal berbagai teknik analisis tanaman transgenik seperti : Uji histokirnia

P-

glucuronidase (uji Gus), analisis Polymerase Chain Reaction (PCR), analisis
Sothern Blot, Northern, Western, ELISA dan lain-lain. Untuk gen ketahanan
terhadap serangga, pengujian efektifitas protein yang dihasilkan terhadap serangga
target dapat d i l w a n melalui uji hayati, uji pakan dan sebagainya.
Uji GUS
Uji histokimia P-glucuronidase (uji GUS) dapat dilakukan pada tahap awal
segera setelah ko-kultivasi maupun setelah gen terintegrasi dengan stabil di
kromosom. Warna biru yang muncul pada sel atau jaringan menunjukkan hasil
transformasi positif. Warna biru disebabkan oleh reaksi substrat X-gluc (5-bromo4-chrorno-3-irtdoZyZ-~-D-glucuronide)
dengan enzim P-glucuronidase menjadi

suatu senyawa perantara yang kemudian melalui reaksi dimerisasi oksidatif
membentuk senyawa dichloro-dibromoindigo (CIBr-Indigo) yang berwarna biru
(Stomp, 1992). Warna biru tersebut menunjukkan telah terekspresinya gen gus-A.
Pemakaian gen gus-A sebagai gen penanda pada proses transformasi genetik
sangat menguntungkan, karena produk gen ini dapat diarnati secara in vivo pada
irisan jaringan dengan menggunakan teknik histokirnia, sehingga gen gus-A sering
dipergunakan sebagai penanda dalam kondisi dimana pemakaian antibiotik tidak
memunglunkan bagi regenerasi tanaman (Lal dan Lal, 1993). Gen gus banyak

dipergunakan sebagai penanda pada sistem transformasi tanaman dan seringkali
digunakan untuk mempelajari fimgsi promoter (Jefferson, 1987).
Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR merupakan teknik analisis tingkat DNA, yang menggunakan
penggandaan urutan basa DNA spesifik secara in vitro, seperti pada cara replikasi
DNA, dengan bantuan enzirn polimerase dan pemanfaatan perubahan sifat fisik
DNA terhadap suhu (Davis et al., 1994). Keuntungan teknik PCR diantamnya
adalah analisisnya cepat, tidak diperlukan DNA dalam jumlah banyak, dapat
dilakukan pada fase awal pertumbuhan dan metode ekstraksi DNAnya relatif
sederhana. Dalam transformasi genetik, teknik PCR dapat dipergunakan untuk
mengamplifikasikan gen yang telah diintroduksi ke sel tanaman target untuk
membuktikan keberadaannya.
Dengan reaksi PCR, DNA dapat diperbanyak dengan menggunakan enzim
polymerase yang dihasilkan oleh bakteri termofilik melalui serangkaian
pengaturan suhu yang berbeda selama waktu tertentu pada satu siklus
perbanyakan. Dalam satu siklus perbanyakan, terjadi penggandaan urutan basa
cetakan. Masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap yaitu tahap denaturasi DNA,
penempelan (annealing) dan sintesis DNA (Krawetz, 1989). Pada tahap pertama
DNA didenaturasi dengan meningkatkan suhu sehingga 95 O C selama 60-90 detik.
Tahap berikutnya suhu diturunkan hingga 55 "C atau antara 40-60 "C tergantung
panjang primer selama 30-60 detik untuk penempelan primer ke DNA target
secara spesifik. Pada tahap terakhir suhu dinaikkan kembali sekitar 72 OC untuk
sintesis DNA yang dimulai dari ujung 3' hidroksil pada masing-masing primer
(Krawetz, 1989; Cha dun Thilly, 1993). PCR merupakan metode yang sangat
sensitif sehingga dengan hanya satu molekul DNA dapat memperbanyak DNA
jutaan kali, sehingga sangat bermanfaat baik pada penelitian maupun penggunaan
komersial (Promega, 1996).
Southern Blot

Keuntungan analisis Southern blot selain dapat menunjukkan integrasi gen,
juga dapat mengetahui jumlah salinan DNA yang terintegrasi, serta galur
independent transgenik.

Analisis Southern blot dapat dipergunakan untuk

mengetahui jumlah salinan gen dan kejadian transformasi yang berbeda setelah

pemotongan DNA tanaman transgenik dengan enzim restriksi tertentu yang
memotong pada situs tunggal dalam DNA plasmid. Produk hibridisasi berasal

dari gen yang diintroduksikan dari hasil pemotongan DNA genomik sehingga
polimorfisme yang terbentuk menunjukkan sisi integrasi yang berbeda (Casas et
al., 1995).

Selain dipergunakan untuk membedakan kejadian transformasi,

analisis Southern blot dapat membedakan integrasi ekstra kromosomal dan
kromosomal (Davis et al., 1994). Kelemahan penerapan metode Southern blot
adalah memerlukan sejumlah DNA yang relatif banyak dengan kemurnian tinggi
dan waktu pelaksanaan relatif lama (Sambrook et al., 1989).

Northern Blot
Hibridisasi Northern merupakan suatu prosedur yang dipergunakan untuk
identifikasi dan analisis transkip RNA (Kafatos et al., 1979). RNA tidak dapat
berikatan secara efisien pada membran, sehingga dalam analisis northern
dipergunakan suatu membran spesifik dimana RNA dapat berikatan secara
kovalen. Ikatan RNA tersebut dapat dihibridisasi dengan menggunakan probe
RNA radioaktif atau DNA utas tunggal (Freifelder, 1995).
Dalam analisis Northern, sekuen RNA spesifik dideteksi menggunakan
teknik bloting yaitu RNA ditransfer dari agarose ke membran. Hasil bloting
dianalisis melalui proses hibridisasi dengan probe RNA. RNA merupakan bentuk
utas tunggal, sehingga dapat membentuk struktur sekunder melalui pasangan basa
intramolekul, sehingga hams dielektroforasi di bawah kondisi denaturasi.
Denaturasi dilakukan dengan penambahan formaldehid ke gel maupun loading

buHer, atau perlakuan glyoxal dan dimethyl sulfoxide (DMSO) pada loading
bufler. Berbagai bahan untuk denaturasi gel RNA telah dipergunakan termasuk

formaldehid, glyoxal dan methilmercuri klorida yang sangat toksik. Total RNA
dapat dipergunakan untuk proses hibridisasi northern, akan tetapi total RNA
biasanya memberikan hasil yang kurang memuaskan sebab terjadi hibridisasi
nonspesifik.

Meskipun sedikit, molekul rRNA akan menghasilkan signal

hibridisasi yang lebih kuat (Ausubel, 1995).

Western Blot
Western blot merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk
mendeteksi DNA-binding protein. Dalarn metode ini protein dipisahkan dengan

elektroforesis dan ditransfer ke suatu membran sehingga protein akan berikatan
secara kovalen. Sebagai probe dipergunakan utas ganda DNA radioaktif dengan
cara penggabungan dari radioaktivitas dengan pita-pita protein yang menunjukkan
bahwa protein tertentu merupakan DNA binding protein (Dale 1995;
Freifelder, 1995).
Prinsip dasar Western blot adalah identifikasi pemisahan protein yang tidak
terlabel dengan SDS gel elektroforesis polyacrilamide (PAGE) yang didasarkan
pada immunoradioaktivitasnya dengan menggunakan antibodi monoklonal.
Kemudian protein ditransfer ke membran dan diberi

perlakuan awal untuk

mereduksi ikatan nonspesifik dari antiserum ke membran. Inkubasi membran
dilakukan dengan antiserum spesifik, kemudian diinkubasi dengan antibodi yang
berkonjugasi dengan reagen pendeteksi dan berikatan pada antiserum primer.
Setelah itu diikuti deteksi dari immunoreaksi diantara antiserum primer dan target
protein spesifik (Davis et al., 1994).
Park et. al. (2004) telah melakukan uji ekspresi pada tanaman poplar yang
telah ditransformasi dengan menggunakan teknik Western blot.

Analisis

Polymerase Chain Reaction (PCR) juga telah dilakukan sebelum Western blot.
Hasil uji ekspresi memberikan nilai positif dengan munculnya pita-pita. Western
blot adalah teknik yang paling tepat untuk uji ekspresi protein pada tanaman yang
telah ditransformasi.
Uji Hayati

Untuk pengujian resistensi tanarnan terhadap serangga tersedia berbagai
teknik uji hayati baik yang dilakukan pada skala rumah kaca, laboratorium
maupun lapang.

Tahap perkembangan serangga yang diinfestasikan sangat

bervariasi baik dalam bentuk telur, larva maupun nirnfa, dan bagian tanaman yang
diinfestasikan juga beragam baik berupa daun, batang, bagian tanaman lain
mau