Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik Cacing Lumbricus rubellus

PENGARUH METODE PENGERINGAN
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM FIBRINOLITIK
CACING Lumbricus rubellus

EKO SETIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

2

ABSTRAK
EKO SETIAWAN. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik
Cacing Lumbricus rubellus. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI dan IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Tepung cacing Lumbricus rubellus diyakini sangat berkhasiat untuk
menyembuhkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan trombosis. Metode
pengeringan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan tepung cacing yang berdaya

fibrinolitik tinggi belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan mencari metode
pengeringan cacing L. rubellus yang efektif dan efisien serta menghasilkan enzim
fibrinolitik yang optimum.
Cacing dikeringkan dengan metode kering-matahari, kering-oven vakum pada
50°C; 0.73 bar, dan kering-beku pada –80°C; 1 kbar. Rendemen tertinggi dihasilkan oleh
metode kering-oven vakum, yaitu 11.42% dan biaya produksinya lebih murah 71%
terhadap kering-beku. Kering-oven vakum menghasilkan tepung dengan kadar air
terendah, yaitu 9.76%. Untuk mengisolasi enzim, tepung cacing (10% b/v) disentrifus
pada laju 6000 G dan suhu 4°C selama 10 menit lalu aktivitas proteasenya ditentukan
dengan modifikasi metode Bergmeyer. Hasilnya, aktivitas protease metode kering-oven
vakum lebih rendah 0.93% terhadap kering-beku. Kadar protein contoh dari kering-oven
vakum lebih rendah 24.53% terhadap kering-beku. Bobot molekul protein yang
ditetapkan dengan analisis elektroforesis menunjukkan bahwa kering-beku memiliki 5
pita protein dengan bobot molekul 12.7, 42, 48, 58.6, dan 103 kD. Uji aktivitas
fibrinolitik secara in vitro menunjukkan aktivitas enzim yang tinggi pada metode keringoven vakum dan kering-beku. Simpulannya adalah metode kering-oven vakum lebih
efektif dan efisien bila dibandingkan dengan kering-matahari dan kering-beku serta enzim
proteasenya masih memiliki aktivitas fibrinolitik yang cukup tinggi.

ABSTRACT
EKO SETIAWAN. Influence of Drying Methods on Fibrinolytic Enzymes Activity in

Lumbricus rubellus. Supervised by DONDIN SAJUTHI and IRMA HERAWATI
SUPARTO.
Lumbricus rubellus earthworm powder is believed to be effective to heal various
diseases which related to thrombosis. The effective and efficient drying method to
produce powered earthworm powder of high fibrinolytic activity has not been reported.
The objective of this research is to evaluate the most effective and efficient drying
method of earthworm L. rubellus which have the optimum fibrinolytic enzymes.
Earthworms were dried by sun, vacuum oven at 50°C; 0.73 bar, and freeze drying
methods at –80°C; 1 kbar. The highest yield was produced by vacuum oven drying
method that is 11.42% and its production cost was 71% cheaper than freeze drying.
Vacuum oven drying produced the lowest water content of powder that is 9.76%. To
isolate enzymes, the earthworm powder (10% b/v) was sentrifused at 6000 G in 4°C for
10 minute then its protease activity was determined by Bergmeyer method modification.
The result, protease activity of vacuum oven was 0.93% lower than freeze drying. Protein
content of sample from vacuum oven was 24.53% lower than freeze drying. Molecular
weight of protein which specified by electrophoresis analysis indicating that freeze drying
has 5 protein ribbon with molecular weight 12.7, 42, 48, 58.6, and 103 kD. The highest in
vitro fibrinolytic activity were shown by the vacuum oven and freeze drying. The
conclusions were vacuum oven drying method more effective and efficient if compared to
sun and freeze drying and also its protease enzymes still has high fibrinolytic activity.


3

PENGARUH METODE PENGERINGAN
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM FIBRINOLITIK
CACING Lumbricus rubellus

EKO SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008


4

Judul

: Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik Cacing
Lumbricus rubellus
Nama : Eko Setiawan
NIM : G44203069

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D
NIP 131 536 684

Dr. dr. Irma H Suparto, MS
NIP 131 606 776


Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal Lulus :

5

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada manusia termulia, Muhammad SAW. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini mengambil judul “Pengaruh Metode Pengeringan
terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik Cacing Lumbricus rubellus”.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D. dan Ibu
Dr. dr. Irma H Suparto, MS. selaku pembimbing atas kesabaran dan pengarahannya

selama menyusun rencana dan pelaksanaan penelitian serta penulisan skripsi. Di samping
itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia
Anorganik (Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca) dan staf Laboratorium Mikrobiologi Pusat
Studi Satwa Primata atas pelayanannya selama pelaksanaan penelitian. Penghargaan
penulis terhadap Agus Saputra, SSi dan Ibu Nenah yang telah memberi masukan secara
teknis selama penelitian berlangsung.
Teristimewa ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam penulis sampaikan
kepada Ayah dan almarhumah Ibu tercinta, serta kakak-kakakku atas segala doa dan kasih
sayangnya. Tak lupa, rasa terima kasih kepada sahabat-sahabatku seperjuangan di
Laboratorium Kimia Anorganik (Ono, Mario, dan Uti) atas kebersamaan selama
melakukan penelitian. Terima kasih kepada rekan-rekan Kimia-Q yang selalu membawa
keceriaan di setiap kebersamaan, terutama Ichan, Dicky, Rani, dan Julia yang bersedia
membantu dalam menyelesaikan masalah yang penulis hadapi. Ucapan terima kasih juga
tidak lupa kepada Mas Heri atas bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang
membacanya.

Bogor, Maret 2008

Eko Setiawan


6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1984 dari ayah Sumardi dan ibu
almarhumah Samini. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2003, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 47 Jakarta dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru, kemudian diterima pada Program Studi Kimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Dasar tahun ajaran 2005/2006, 2006/2007, dan alih semester 2007 serta
mata kuliah Kimia Organik berbasis kompetensi pada tahun ajaran 2006/2007.
Pelaksanaan praktik lapangan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan Bogor selama dua bulan, yakni Juli–Agustus 2006 dengan judul “Isolasi Asam
Sinamat dari Kemenyan Durame (Styrax benzoin Dryand) Tapanuli Utara pada Berbagai
Mutu”.

7


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................

vii

PENDAHULUAN .....................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Lumbricus rubellus ...............................................................................

Protease Cacing .................................................................................................
Metode Pengeringan ..........................................................................................
Spektrofotometri UV/Vis ..................................................................................
Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ..
Fibrinolisis ........................................................................................................

1
2
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ..................................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................................

6
6


HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Tepung ............................................................................................
Kadar Air ...........................................................................................................
Penentuan Aktivitas Protease ............................................................................
Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode Elektroforesis SDS-PAGE
Uji Aktivitas Fibrinolitik ...................................................................................

8
9
10
11
11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................
Saran ..................................................................................................................

13
13


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

13

LAMPIRAN ................................................................................................................

16

8

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2

Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE ..............................
Kadar protein ekstrak kasar L. rubellus pada tiap metode pengeringan ..............

8
11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

8

Cacing Lumbricus rubellus ..................................................................................
Rendemen tepung cacing pada tiap metode pengeringan ....................................
Rerata kadar air pada tiap metode pengeringan ...................................................
Rerata aktivitas enzim pada tiap metode pengeringan ........................................
Pita protein hasil SDS-PAGE 15% tiap metode pengeringan: (M) marker;
(KM) kering-oven vakum; (KM) kering-matahari; (KB) kering-beku ................
Produk degradasi fibrin oleh enzim (a) 10%; (b) 5%; (c) 2.5% dengan
perbesaran 40x .....................................................................................................
Perbandingan produk degradasi fibrin oleh enzim 10% (b/v) dengan perbesaran
40x: (KB) kering-beku; (KO) kering-oven vakum; (KM) kering-matahari;
(K) kontrol (tanpa enzim) ....................................................................................
Pengaruh konsentrasi substrat (a) 0.01 g dan (b) 0.02 g pada produk degradasi
fibrin oleh enzim 2.5%; perbesaran 40x ..............................................................

2
8
9
10
11
12

12
13

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3

Prosedur pembuatan pereaksi kimia ....................................................................
Bagan alir penelitian ............................................................................................
Rendemen tepung cacing yang dihasilkan dengan metode kering-matahari,
kering-oven vakum, dan kering-beku ..................................................................
4 Biaya produksi tepung cacing dengan metode kering-matahari, kering-oven
vakum, dan kering-beku ......................................................................................
5 Kadar air tepung cacing dari metode kering-matahari, kering-oven vakum,
dan kering-beku ...................................................................................................
6 Data penentuan aktivitas enzim protease pada λmaks = 578 nm ...........................
7 Penentuan panjang gelombang maksimum pada kisaran 560–580 nm ...............
8 Pembuatan kurva standar Bradford dan penentuan kadar protein contoh ...........
9 Kurva standar SDS-PAGE 15% dan penentuan BM protein contoh ...................
10 Data kualitatif aktivitas fibrinolitik dari ekstrak kasar enzim protease
cacing L. rubellus ................................................................................................

17
19
20
21
22
24
26
27
28
29

PENDAHULUAN
Cacing Lumbricus rubellus sering
dianggap sebagai hewan yang sangat
menjijikkan, padahal cacing tersebut memiliki
manfaat dalam dunia pengobatan yang tidak
dapat diabaikan begitu saja. Khasiat L.
rubellus sudah diketahui sejak dahulu kala
oleh negara-negara bagian timur, seperti
Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea sebagai
pengobatan tradisional untuk penyakit tifus
dan demam. Seiring dengan kemajuan
teknologi, cacing ini mulai digunakan untuk
pengobatan modern seperti antitrombosis,
hipotensi, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi,
antipiretik, dan analgesik (Ishii et al. 1992).
Ekstrak enzimnya pertama kali ditemukan
oleh Mihara et al. (1991), yaitu enam fraksi
protease fibrinolitik yang diberi nama generik
lumbrokinase, sedangkan Yanti (2003)
melaporkan bahwa ekstraknya memiliki tiga
fraksi enzim dengan aktivitas optimum pada
suhu 60°C dan pH 8.0. Enzim lumbrokinase
yang dihasilkan memiliki daya proteolitik dan
fibrinolitik yang tinggi sehingga berpotensi
untuk
dikembangkan
sebagai
obat
antitrombosis (Mihara et al. 1991; Yanti
2003).
Lumbrokinase merupakan kelompok
enzim protease fibrinolitik dari ekstrak L.
rubellus yang bekerja secara ganda dalam
menghidrolisis fibrin atau fibrinogen dan
sekaligus menstimulasi plasminogen menjadi
plasmin (Mihara et al. 1991; Nakajima et al.
1993). Kelebihan lumbrokinase dibandingkan
enzim fibrinolitik komersial lainnya ialah
dapat dikonsumsi secara oral, aman, tidak
toksik, dan tidak menimbulkan efek samping
terhadap fungsi jantung, hati, ginjal, sistem
respirasi, dan sistem saraf (Suhartono et al.
2004). Oleh karena itu, lumbrokinase sangat
menjanjikan untuk dikembangkan sebagai
obat antitrombosis yang berdaya fibrinolitik
tinggi sehingga dapat berkompetisi dengan
obat trombolitik komersial lainnya yang telah
ada di Indonesia.
Obat berbahan baku cacing dijual dalam
bentuk tepung yang dikemas, seperti kapsul.
Kelebihan tepung cacing adalah lebih tahan
lama, karakteristik sifat tetap dan seimbang,
tidak mempengaruhi penampakan fisik (warna
dan bau), kandungan bakteri kontaminan
minim, dan tidak mengalami degradasi selama
proses penyimpanan (Yanti 2003). Nakajima
et al. (2000) menyatakan bahwa protease
cacing dari tepung cukup stabil (aktivitas
relatif >80%) pada penyimpanan suhu ruang
hingga lima tahun.

Usaha untuk mendapatkan produk tepung
cacing yang efektif dan efisien belum banyak
dilakukan oleh kalangan industri. Proses
pengeringan dengan cahaya matahari telah
dilakukan oleh industri kecil. Walaupun biaya
yang dikeluarkan relatif rendah, metode ini
membutuhkan waktu yang lama karena suhu
udara yang tidak stabil. Kelebihan dari metode
ini adalah mudah dan murah. Sementara,
metode kering-beku baru beberapa industri
yang sudah mulai melakukannya, terutama
industri besar. Namun, biaya produksi yang
relatif tinggi mengakibatkan harga jual produk
ikut melonjak. Keuntungan dari metode ini
adalah enzim yang terdapat dalam cacing
tidak terganggu aktivitasnya akibat panas
(Widodo & Suwondo 2006). Di sisi lain,
metode pengeringan dengan oven vakum bisa
menjadi pilihan alternatif dalam usaha
memproduksi tepung cacing. Kelebihan
metode ini dibandingkan dengan oven biasa
(tanpa vakum) adalah sirkulasi udara yang
terjadi selama proses pemanasan lebih baik
karena menggunakan pompa vakum sehingga
pengeringan merata (Thomas & Holly 1997).
Penelitian ini bertujuan mencari metode
pengeringan cacing yang efektif dan efisien
serta menghasilkan enzim dengan aktivitas
fibrinolitik yang optimum. Adapun metode
pengeringan yang dipilih adalah metode
kering-matahari, kering-oven vakum, dan
kering-beku.

TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Lumbricus rubellus
Di Indonesia, cacing L. rubellus sering
disebut juga dengan nama cacing Jayagiri.
Cacing ini mampu menghasilkan kompos dan
bahan organik dalam jumlah besar.
Perkembangbiakannya dapat berlangsung
pada media yang rendah nutrisi dengan daya
reproduksi yang tinggi, yaitu 106 kokon per
tahun (Rukmana 1999).
Cacing jenis ini hidup di tanah yang
lembab dan kaya akan zat organik seperti di
bawah pohon atau tumpukan sampah organik.
Jika musim hujan, cacing hidup di dekat
permukaan tanah. Ketika kondisi sangat
kering, cacing ini hidup di dalam tanah,
menyelubungi diri dengan bahan berlendir dan
mengalami dorman. Habitat alaminya adalah
tanah dengan suhu 15–25°C, kelembapan
hingga 15–50%, dan pH netral atau sekitar 7.2
(Rukmana 1999). Secara umum, cacing ini

2

memiliki sifat hermaprodit biparental, peka
terhadap cahaya, sentuhan, dan getaran, tidak
memiliki gigi, serta rentan pada berbagai
minyak dan detergen (Palungkun 1999).
Hegner
dan
Engemann
(1968)
mengklasifikasikan cacing L. rubellus sebagai
berikut:
Dunia :
Animalia
Divisi :
Vermes
Filum :
Annelida
Kelas :
Oligochaeta
Ordo
:
Opisthopora
Famili :
Lumbricidae
Genus :
Lumbricus
Spesies :
rubellus

dan valin) dan 4 asam amino non-esensial
(sistein, glisin, serin, dan tirosin) (Palungkun
1999).

Cacing ini memiliki ciri-ciri tubuh gilig
ventral pipih, panjang 7.5–10 cm, warna
tubuh bagian punggung cokelat cerah sampai
ungu kemerahan, warna tubuh bagian ventral
krem, dan bagian ekor kekuningan. Jumlah
segmen 95–100, klitelium berbentuk sadel
dan menonjol, jumlah segmen pada klitelium
antara 6–7 segmen yang berada pada segmen
ke-27 sampai 32. Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen ke-14, sedangkan lubang
kelamin betina pada segmen ke-13, bergerak
kurang aktif, dan kadar air berkisar antara 70–
80% (Edward dan Lofty 1977; Minnich 1977;
Rukmana 1999).
Cacing jenis ini mempunyai peran yang
penting bagi umat manusia. Selain sebagai
obat-obatan, cacing juga berperan sebagai
dekomposer dan membantu pengolahan tanah
dan taman. Sebagai obat, cacing ini diyakini
ampuh menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti tifus, demam, antitrombosis,
hipotensi, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi,
antipiretik, dan analgesik (Ishii et al. 1992).
Ekstraknya juga mengandung berbagai enzim
dan asam amino esensial yang potensial untuk
menghaluskan dan melembutkan kulit
sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan
baku kosmetik. Sebagai dekomposer, cacing
dapat menguraikan dan merombak bendabenda yang sudah lapuk menjadi tanah. Di
dalam pertamanan, cacing ini dapat membantu
membawa udara dan mengalirkan air hujan ke
dalam tanah, serta mencampur mineralmineral (Rukmana 1999).
Secara umum, kandungan gizi pada
cacing sebagai berikut: protein (64–76%),
lemak (7–10%), kalsium (0.55%), fosfor
(1%), dan serat kasar (1.08%). Komposisi
asam amino cacing tanah terdiri atas 9 asam
amino esensial (arginin, histidin, leusin,
isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,

Protease
merupakan
enzim
yang
menghidrolisis ikatan peptida pada protein
dengan bantuan molekul air. Sumber protease
berasal dari hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Enzim
ini
dapat
diproduksi
secara
ekstraseluler maupun intraseluler. Cacing
tanah
mensekresikan
protease
secara
intraseluler (Ward 1985).
Mihara et al. (1991) pertama kali berhasil
mengekstrak dan memurnikan enam fraksi
protease dari cacing L. rubellus yang diberi
nama generik lumbrokinase. Nakajima et al.
(2000) menyatakan bahwa enzim protease L.
rubellus memiliki aktivitas proteolitik dan
fibrinolitik yang potensial dan tahan terhadap
pelarut organik, termasuk toluena dan nheksana. Selain itu, enzim ini juga mampu
mendigesti berbagai substrat protein, seperti
kasein, elastin, hemoglobin, kolagen, albumin,
dan keratin serta dapat mengkatalisis
hidrolisis ester, terutama etil asetat dan
bioplastik poli (R)3-hidroksibutirat.
Lumbrokinase dikelompokkan dalam
proteinase yang bekerja menghidrolisis
protein menjadi fragmen-fragmen polipeptida.
Berdasarkan pemecahan ikatan peptidanya,
enzim ini termasuk endopeptidase karena
menguraikan ikatan peptida pada rantai dalam
protein secara acak sehingga didapatkan
produk peptida dan polipeptida (Nakajima et
al. 1996). Bila ditinjau dari sifat kimia sisi
aktifnya, lumbrokinase tergolong ke dalam
protease serin yang memiliki asam amino
serin pada sisi aktifnya dan memotong ikatan
peptida secara acak. Protease serin umumnya
bekerja aktif pada kondisi pH netral dan alkali
(pH 7–11) serta dihambat spesifik oleh
senyawa fenilmetilsulfonilfluorida (PMSF),
diisopropil fluorofosfat (DFP), Nα-p-tosil-Llisinklorometilketon (TLCK), soybean trypsin
inhibitor (SBTI), dan lima bean trypsin
inhibitor (LBTI) atau aprotinin. Khusus

Gambar 1 Cacing Lumbricus rubellus.

Protease Cacing

PENGARUH METODE PENGERINGAN
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM FIBRINOLITIK
CACING Lumbricus rubellus

EKO SETIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

2

ABSTRAK
EKO SETIAWAN. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik
Cacing Lumbricus rubellus. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI dan IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Tepung cacing Lumbricus rubellus diyakini sangat berkhasiat untuk
menyembuhkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan trombosis. Metode
pengeringan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan tepung cacing yang berdaya
fibrinolitik tinggi belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan mencari metode
pengeringan cacing L. rubellus yang efektif dan efisien serta menghasilkan enzim
fibrinolitik yang optimum.
Cacing dikeringkan dengan metode kering-matahari, kering-oven vakum pada
50°C; 0.73 bar, dan kering-beku pada –80°C; 1 kbar. Rendemen tertinggi dihasilkan oleh
metode kering-oven vakum, yaitu 11.42% dan biaya produksinya lebih murah 71%
terhadap kering-beku. Kering-oven vakum menghasilkan tepung dengan kadar air
terendah, yaitu 9.76%. Untuk mengisolasi enzim, tepung cacing (10% b/v) disentrifus
pada laju 6000 G dan suhu 4°C selama 10 menit lalu aktivitas proteasenya ditentukan
dengan modifikasi metode Bergmeyer. Hasilnya, aktivitas protease metode kering-oven
vakum lebih rendah 0.93% terhadap kering-beku. Kadar protein contoh dari kering-oven
vakum lebih rendah 24.53% terhadap kering-beku. Bobot molekul protein yang
ditetapkan dengan analisis elektroforesis menunjukkan bahwa kering-beku memiliki 5
pita protein dengan bobot molekul 12.7, 42, 48, 58.6, dan 103 kD. Uji aktivitas
fibrinolitik secara in vitro menunjukkan aktivitas enzim yang tinggi pada metode keringoven vakum dan kering-beku. Simpulannya adalah metode kering-oven vakum lebih
efektif dan efisien bila dibandingkan dengan kering-matahari dan kering-beku serta enzim
proteasenya masih memiliki aktivitas fibrinolitik yang cukup tinggi.

ABSTRACT
EKO SETIAWAN. Influence of Drying Methods on Fibrinolytic Enzymes Activity in
Lumbricus rubellus. Supervised by DONDIN SAJUTHI and IRMA HERAWATI
SUPARTO.
Lumbricus rubellus earthworm powder is believed to be effective to heal various
diseases which related to thrombosis. The effective and efficient drying method to
produce powered earthworm powder of high fibrinolytic activity has not been reported.
The objective of this research is to evaluate the most effective and efficient drying
method of earthworm L. rubellus which have the optimum fibrinolytic enzymes.
Earthworms were dried by sun, vacuum oven at 50°C; 0.73 bar, and freeze drying
methods at –80°C; 1 kbar. The highest yield was produced by vacuum oven drying
method that is 11.42% and its production cost was 71% cheaper than freeze drying.
Vacuum oven drying produced the lowest water content of powder that is 9.76%. To
isolate enzymes, the earthworm powder (10% b/v) was sentrifused at 6000 G in 4°C for
10 minute then its protease activity was determined by Bergmeyer method modification.
The result, protease activity of vacuum oven was 0.93% lower than freeze drying. Protein
content of sample from vacuum oven was 24.53% lower than freeze drying. Molecular
weight of protein which specified by electrophoresis analysis indicating that freeze drying
has 5 protein ribbon with molecular weight 12.7, 42, 48, 58.6, and 103 kD. The highest in
vitro fibrinolytic activity were shown by the vacuum oven and freeze drying. The
conclusions were vacuum oven drying method more effective and efficient if compared to
sun and freeze drying and also its protease enzymes still has high fibrinolytic activity.

3

PENGARUH METODE PENGERINGAN
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM FIBRINOLITIK
CACING Lumbricus rubellus

EKO SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

4

Judul

: Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik Cacing
Lumbricus rubellus
Nama : Eko Setiawan
NIM : G44203069

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D
NIP 131 536 684

Dr. dr. Irma H Suparto, MS
NIP 131 606 776

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131 578 806

Tanggal Lulus :

5

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada manusia termulia, Muhammad SAW. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini mengambil judul “Pengaruh Metode Pengeringan
terhadap Aktivitas Enzim Fibrinolitik Cacing Lumbricus rubellus”.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D. dan Ibu
Dr. dr. Irma H Suparto, MS. selaku pembimbing atas kesabaran dan pengarahannya
selama menyusun rencana dan pelaksanaan penelitian serta penulisan skripsi. Di samping
itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia
Anorganik (Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca) dan staf Laboratorium Mikrobiologi Pusat
Studi Satwa Primata atas pelayanannya selama pelaksanaan penelitian. Penghargaan
penulis terhadap Agus Saputra, SSi dan Ibu Nenah yang telah memberi masukan secara
teknis selama penelitian berlangsung.
Teristimewa ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam penulis sampaikan
kepada Ayah dan almarhumah Ibu tercinta, serta kakak-kakakku atas segala doa dan kasih
sayangnya. Tak lupa, rasa terima kasih kepada sahabat-sahabatku seperjuangan di
Laboratorium Kimia Anorganik (Ono, Mario, dan Uti) atas kebersamaan selama
melakukan penelitian. Terima kasih kepada rekan-rekan Kimia-Q yang selalu membawa
keceriaan di setiap kebersamaan, terutama Ichan, Dicky, Rani, dan Julia yang bersedia
membantu dalam menyelesaikan masalah yang penulis hadapi. Ucapan terima kasih juga
tidak lupa kepada Mas Heri atas bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang
membacanya.

Bogor, Maret 2008

Eko Setiawan

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1984 dari ayah Sumardi dan ibu
almarhumah Samini. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2003, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 47 Jakarta dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru, kemudian diterima pada Program Studi Kimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Dasar tahun ajaran 2005/2006, 2006/2007, dan alih semester 2007 serta
mata kuliah Kimia Organik berbasis kompetensi pada tahun ajaran 2006/2007.
Pelaksanaan praktik lapangan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan Bogor selama dua bulan, yakni Juli–Agustus 2006 dengan judul “Isolasi Asam
Sinamat dari Kemenyan Durame (Styrax benzoin Dryand) Tapanuli Utara pada Berbagai
Mutu”.

7

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................

vii

PENDAHULUAN .....................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Lumbricus rubellus ...............................................................................
Protease Cacing .................................................................................................
Metode Pengeringan ..........................................................................................
Spektrofotometri UV/Vis ..................................................................................
Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ..
Fibrinolisis ........................................................................................................

1
2
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ..................................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................................

6
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Tepung ............................................................................................
Kadar Air ...........................................................................................................
Penentuan Aktivitas Protease ............................................................................
Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode Elektroforesis SDS-PAGE
Uji Aktivitas Fibrinolitik ...................................................................................

8
9
10
11
11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................
Saran ..................................................................................................................

13
13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

13

LAMPIRAN ................................................................................................................

16

8

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2

Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE ..............................
Kadar protein ekstrak kasar L. rubellus pada tiap metode pengeringan ..............

8
11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

8

Cacing Lumbricus rubellus ..................................................................................
Rendemen tepung cacing pada tiap metode pengeringan ....................................
Rerata kadar air pada tiap metode pengeringan ...................................................
Rerata aktivitas enzim pada tiap metode pengeringan ........................................
Pita protein hasil SDS-PAGE 15% tiap metode pengeringan: (M) marker;
(KM) kering-oven vakum; (KM) kering-matahari; (KB) kering-beku ................
Produk degradasi fibrin oleh enzim (a) 10%; (b) 5%; (c) 2.5% dengan
perbesaran 40x .....................................................................................................
Perbandingan produk degradasi fibrin oleh enzim 10% (b/v) dengan perbesaran
40x: (KB) kering-beku; (KO) kering-oven vakum; (KM) kering-matahari;
(K) kontrol (tanpa enzim) ....................................................................................
Pengaruh konsentrasi substrat (a) 0.01 g dan (b) 0.02 g pada produk degradasi
fibrin oleh enzim 2.5%; perbesaran 40x ..............................................................

2
8
9
10
11
12

12
13

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3

Prosedur pembuatan pereaksi kimia ....................................................................
Bagan alir penelitian ............................................................................................
Rendemen tepung cacing yang dihasilkan dengan metode kering-matahari,
kering-oven vakum, dan kering-beku ..................................................................
4 Biaya produksi tepung cacing dengan metode kering-matahari, kering-oven
vakum, dan kering-beku ......................................................................................
5 Kadar air tepung cacing dari metode kering-matahari, kering-oven vakum,
dan kering-beku ...................................................................................................
6 Data penentuan aktivitas enzim protease pada λmaks = 578 nm ...........................
7 Penentuan panjang gelombang maksimum pada kisaran 560–580 nm ...............
8 Pembuatan kurva standar Bradford dan penentuan kadar protein contoh ...........
9 Kurva standar SDS-PAGE 15% dan penentuan BM protein contoh ...................
10 Data kualitatif aktivitas fibrinolitik dari ekstrak kasar enzim protease
cacing L. rubellus ................................................................................................

17
19
20
21
22
24
26
27
28
29

PENDAHULUAN
Cacing Lumbricus rubellus sering
dianggap sebagai hewan yang sangat
menjijikkan, padahal cacing tersebut memiliki
manfaat dalam dunia pengobatan yang tidak
dapat diabaikan begitu saja. Khasiat L.
rubellus sudah diketahui sejak dahulu kala
oleh negara-negara bagian timur, seperti
Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea sebagai
pengobatan tradisional untuk penyakit tifus
dan demam. Seiring dengan kemajuan
teknologi, cacing ini mulai digunakan untuk
pengobatan modern seperti antitrombosis,
hipotensi, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi,
antipiretik, dan analgesik (Ishii et al. 1992).
Ekstrak enzimnya pertama kali ditemukan
oleh Mihara et al. (1991), yaitu enam fraksi
protease fibrinolitik yang diberi nama generik
lumbrokinase, sedangkan Yanti (2003)
melaporkan bahwa ekstraknya memiliki tiga
fraksi enzim dengan aktivitas optimum pada
suhu 60°C dan pH 8.0. Enzim lumbrokinase
yang dihasilkan memiliki daya proteolitik dan
fibrinolitik yang tinggi sehingga berpotensi
untuk
dikembangkan
sebagai
obat
antitrombosis (Mihara et al. 1991; Yanti
2003).
Lumbrokinase merupakan kelompok
enzim protease fibrinolitik dari ekstrak L.
rubellus yang bekerja secara ganda dalam
menghidrolisis fibrin atau fibrinogen dan
sekaligus menstimulasi plasminogen menjadi
plasmin (Mihara et al. 1991; Nakajima et al.
1993). Kelebihan lumbrokinase dibandingkan
enzim fibrinolitik komersial lainnya ialah
dapat dikonsumsi secara oral, aman, tidak
toksik, dan tidak menimbulkan efek samping
terhadap fungsi jantung, hati, ginjal, sistem
respirasi, dan sistem saraf (Suhartono et al.
2004). Oleh karena itu, lumbrokinase sangat
menjanjikan untuk dikembangkan sebagai
obat antitrombosis yang berdaya fibrinolitik
tinggi sehingga dapat berkompetisi dengan
obat trombolitik komersial lainnya yang telah
ada di Indonesia.
Obat berbahan baku cacing dijual dalam
bentuk tepung yang dikemas, seperti kapsul.
Kelebihan tepung cacing adalah lebih tahan
lama, karakteristik sifat tetap dan seimbang,
tidak mempengaruhi penampakan fisik (warna
dan bau), kandungan bakteri kontaminan
minim, dan tidak mengalami degradasi selama
proses penyimpanan (Yanti 2003). Nakajima
et al. (2000) menyatakan bahwa protease
cacing dari tepung cukup stabil (aktivitas
relatif >80%) pada penyimpanan suhu ruang
hingga lima tahun.

Usaha untuk mendapatkan produk tepung
cacing yang efektif dan efisien belum banyak
dilakukan oleh kalangan industri. Proses
pengeringan dengan cahaya matahari telah
dilakukan oleh industri kecil. Walaupun biaya
yang dikeluarkan relatif rendah, metode ini
membutuhkan waktu yang lama karena suhu
udara yang tidak stabil. Kelebihan dari metode
ini adalah mudah dan murah. Sementara,
metode kering-beku baru beberapa industri
yang sudah mulai melakukannya, terutama
industri besar. Namun, biaya produksi yang
relatif tinggi mengakibatkan harga jual produk
ikut melonjak. Keuntungan dari metode ini
adalah enzim yang terdapat dalam cacing
tidak terganggu aktivitasnya akibat panas
(Widodo & Suwondo 2006). Di sisi lain,
metode pengeringan dengan oven vakum bisa
menjadi pilihan alternatif dalam usaha
memproduksi tepung cacing. Kelebihan
metode ini dibandingkan dengan oven biasa
(tanpa vakum) adalah sirkulasi udara yang
terjadi selama proses pemanasan lebih baik
karena menggunakan pompa vakum sehingga
pengeringan merata (Thomas & Holly 1997).
Penelitian ini bertujuan mencari metode
pengeringan cacing yang efektif dan efisien
serta menghasilkan enzim dengan aktivitas
fibrinolitik yang optimum. Adapun metode
pengeringan yang dipilih adalah metode
kering-matahari, kering-oven vakum, dan
kering-beku.

TINJAUAN PUSTAKA
Cacing Lumbricus rubellus
Di Indonesia, cacing L. rubellus sering
disebut juga dengan nama cacing Jayagiri.
Cacing ini mampu menghasilkan kompos dan
bahan organik dalam jumlah besar.
Perkembangbiakannya dapat berlangsung
pada media yang rendah nutrisi dengan daya
reproduksi yang tinggi, yaitu 106 kokon per
tahun (Rukmana 1999).
Cacing jenis ini hidup di tanah yang
lembab dan kaya akan zat organik seperti di
bawah pohon atau tumpukan sampah organik.
Jika musim hujan, cacing hidup di dekat
permukaan tanah. Ketika kondisi sangat
kering, cacing ini hidup di dalam tanah,
menyelubungi diri dengan bahan berlendir dan
mengalami dorman. Habitat alaminya adalah
tanah dengan suhu 15–25°C, kelembapan
hingga 15–50%, dan pH netral atau sekitar 7.2
(Rukmana 1999). Secara umum, cacing ini

2

memiliki sifat hermaprodit biparental, peka
terhadap cahaya, sentuhan, dan getaran, tidak
memiliki gigi, serta rentan pada berbagai
minyak dan detergen (Palungkun 1999).
Hegner
dan
Engemann
(1968)
mengklasifikasikan cacing L. rubellus sebagai
berikut:
Dunia :
Animalia
Divisi :
Vermes
Filum :
Annelida
Kelas :
Oligochaeta
Ordo
:
Opisthopora
Famili :
Lumbricidae
Genus :
Lumbricus
Spesies :
rubellus

dan valin) dan 4 asam amino non-esensial
(sistein, glisin, serin, dan tirosin) (Palungkun
1999).

Cacing ini memiliki ciri-ciri tubuh gilig
ventral pipih, panjang 7.5–10 cm, warna
tubuh bagian punggung cokelat cerah sampai
ungu kemerahan, warna tubuh bagian ventral
krem, dan bagian ekor kekuningan. Jumlah
segmen 95–100, klitelium berbentuk sadel
dan menonjol, jumlah segmen pada klitelium
antara 6–7 segmen yang berada pada segmen
ke-27 sampai 32. Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen ke-14, sedangkan lubang
kelamin betina pada segmen ke-13, bergerak
kurang aktif, dan kadar air berkisar antara 70–
80% (Edward dan Lofty 1977; Minnich 1977;
Rukmana 1999).
Cacing jenis ini mempunyai peran yang
penting bagi umat manusia. Selain sebagai
obat-obatan, cacing juga berperan sebagai
dekomposer dan membantu pengolahan tanah
dan taman. Sebagai obat, cacing ini diyakini
ampuh menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti tifus, demam, antitrombosis,
hipotensi, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi,
antipiretik, dan analgesik (Ishii et al. 1992).
Ekstraknya juga mengandung berbagai enzim
dan asam amino esensial yang potensial untuk
menghaluskan dan melembutkan kulit
sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan
baku kosmetik. Sebagai dekomposer, cacing
dapat menguraikan dan merombak bendabenda yang sudah lapuk menjadi tanah. Di
dalam pertamanan, cacing ini dapat membantu
membawa udara dan mengalirkan air hujan ke
dalam tanah, serta mencampur mineralmineral (Rukmana 1999).
Secara umum, kandungan gizi pada
cacing sebagai berikut: protein (64–76%),
lemak (7–10%), kalsium (0.55%), fosfor
(1%), dan serat kasar (1.08%). Komposisi
asam amino cacing tanah terdiri atas 9 asam
amino esensial (arginin, histidin, leusin,
isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,

Protease
merupakan
enzim
yang
menghidrolisis ikatan peptida pada protein
dengan bantuan molekul air. Sumber protease
berasal dari hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Enzim
ini
dapat
diproduksi
secara
ekstraseluler maupun intraseluler. Cacing
tanah
mensekresikan
protease
secara
intraseluler (Ward 1985).
Mihara et al. (1991) pertama kali berhasil
mengekstrak dan memurnikan enam fraksi
protease dari cacing L. rubellus yang diberi
nama generik lumbrokinase. Nakajima et al.
(2000) menyatakan bahwa enzim protease L.
rubellus memiliki aktivitas proteolitik dan
fibrinolitik yang potensial dan tahan terhadap
pelarut organik, termasuk toluena dan nheksana. Selain itu, enzim ini juga mampu
mendigesti berbagai substrat protein, seperti
kasein, elastin, hemoglobin, kolagen, albumin,
dan keratin serta dapat mengkatalisis
hidrolisis ester, terutama etil asetat dan
bioplastik poli (R)3-hidroksibutirat.
Lumbrokinase dikelompokkan dalam
proteinase yang bekerja menghidrolisis
protein menjadi fragmen-fragmen polipeptida.
Berdasarkan pemecahan ikatan peptidanya,
enzim ini termasuk endopeptidase karena
menguraikan ikatan peptida pada rantai dalam
protein secara acak sehingga didapatkan
produk peptida dan polipeptida (Nakajima et
al. 1996). Bila ditinjau dari sifat kimia sisi
aktifnya, lumbrokinase tergolong ke dalam
protease serin yang memiliki asam amino
serin pada sisi aktifnya dan memotong ikatan
peptida secara acak. Protease serin umumnya
bekerja aktif pada kondisi pH netral dan alkali
(pH 7–11) serta dihambat spesifik oleh
senyawa fenilmetilsulfonilfluorida (PMSF),
diisopropil fluorofosfat (DFP), Nα-p-tosil-Llisinklorometilketon (TLCK), soybean trypsin
inhibitor (SBTI), dan lima bean trypsin
inhibitor (LBTI) atau aprotinin. Khusus

Gambar 1 Cacing Lumbricus rubellus.

Protease Cacing

3

mikroba, protease serin terbagi dalam
beberapa jenis, antara lain protease serin
serupa tripsin, alkali, α-litik Myxobacter, dan
stafilokokal (Suhartono 1992).
Mihara et al. (1991) melaporkan bahwa
ekstrak lumbrokinase dari L. rubellus
dihambat spesifik oleh senyawa DFP, LBTI,
dan SBTI. Adanya reaksi antara DFP dengan
gugus hidroksil dari residu serin pada sisi aktif
enzim menyebabkan enzim mengalami
inaktivasi. Lumbrokinase juga dihambat oleh
TLCK, tapi tidak dipengaruhi oleh
etilenadiamina tetraasetat (EDTA) dan ε-asam
amino kaproat. Hal ini membuktikan bahwa
enzim tersebut tergolong protease serin serupa
tripsin (Park et al. 1998). Umumnya, ciri-ciri
protease serin serupa tripsin, yaitu aktif pada
pH 8, bobot molekul sekitar 20 kD, nilai pI
sekitar 4, dan sensitif terhadap inhibitor DFP
dan TLCK (Suhartono 1989). Selain itu, uji
sekuen N-terminal asam amino pada protease
cacing tersebut menunjukkan bahwa enzim
memiliki similaritas lokal dengan protease
serin lainnya seperti plasmin, tripsin,
kimotripsin, elastase, dan faktor koagulan IX
(Nakajima et al. 1993, 1996).
Yanti (2003) menyatakan bahwa enzim
lumbrokinase L. rubellus memiliki aktivitas
optimum pada suhu 60°C dan pH 8 serta
termasuk dalam kelompok protease serin
karena dihambat sempurna oleh PMSF pada
konsentrasi total 1 mM. Sementara, Prasetiya
(2005)
melaporkan
bahwa
enzim
lumbrokinase memiliki aktivitas optimum
pada suhu 65°C dan pH 9, tergolong protease
serin, serta bersifat termostabil.
Struktur protease cacing L. rubellus
berupa satu rantai polipeptida tunggal yang
tersusun atas 282 asam amino dengan ukuran
molekul 30 kD (Choi et al. 1996). Hasil
analisis SDS-PAGE menunjukkan bahwa
protease murni L. rubellus terdiri atas enam
fraksi dengan bobot molekul 23.5, 27, 27.4,
28.5, 34, dan 34.2 kD (Mihara et al. 1991)
serta 24, 27, 36, 38, 40, dan 43 kD (Nakajima
et al. 1993). Sementara, Park et al. (1998)
hanya mendapatkan dua fraksi dengan bobot
molekul 34 dan 34.2 kD. Komposisi
asam
aminonya
memperlihatkan
bahwa
lumbrokinase kaya akan asam amino
asparagin dan asam aspartat, tetapi miskin
akan lisin dan prolin (Mihara et al. 1991;
Nakajima et al. 1993). Selain itu,
lumbrokinase tidak mengandung gula
(Nakajima et al. 1993).

Metode Pengeringan
Pengeringan zat padat adalah pemisahan
sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair
di dalam zat padat itu sampai suatu nilai
rendah yang dapat diterima. Ada beberapa
metode pengeringan yang lazim dilakukan,
yaitu sun drying (kering-matahari), oven
drying (kering-oven), dan freeze drying
(kering-beku) (Thomas & Holly 1997).
Kering-matahari
adalah
metode
pengeringan yang paling mudah dan murah.
Metode ini sangat tergantung pada cuaca,
kelembaban, dan suhu lingkungan sekitar. Jika
lingkungan sangat panas dan kering, metode
ini tidak memerlukan waktu yang lama. Akan
tetapi, jika kondisi lingkungan dingin dan
lembab, metode ini cukup merugikan karena
prosesnya memerlukan waktu yang sangat
lama sehingga kurang efisien (Thomas &
Holly 1997). Selain itu, kerugian metode
kering-matahari lainnya adalah pengeringan
yang relatif lama di udara terbuka membuat
contoh rentan terkontaminasi oleh bakteri dan
cendawan
sehingga
aktivitas
enzim
proteolitiknya akan berkurang hingga 70%
(Widodo & Suwondo 2006).
Kering-oven adalah metode pengeringan
yang mengandalkan panas dari energi listrik
sehingga membutuhkan asupan energi yang
lebih
besar daripada kering-matahari.
Kelebihan dari metode ini ialah suhu yang
dihasilkan konstan dan dapat diatur sesuai
kebutuhan, waktu pengeringan relatif lebih
singkat, serta kontaminan dapat dieliminasi
sekecil mungkin. Modifikasi dari metode
kering-oven adalah kering-oven vakum yang
menggunakan pengatur tekanan sehingga
tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi
dalam prosesnya. Metode ini sangat cocok
untuk contoh yang sensitif terhadap suhu,
seperti enzim. Tekanan dapat disesuaikan
untuk mengatur kekuatan vakum dalam
menyedot uap air yang lepas dari contoh
(Thomas & Holly 1997).
Prinsip utama kering-beku adalah
sublimasi, perubahan wujud zat dari padat
manjadi gas. Sublimasi terjadi jika molekul air
memiliki cukup energi untuk melepaskan diri
dari ikatan molekul lainnya. Mesin keringbeku terdiri atas ruang pengering berupa gelas
untuk menyimpan contoh dan ruang utama.
Ruang pengering dan pompa vakum
dihubungkan dengan sebuah pipa. Radiator
energi untuk mempercepat proses sublimasi
terdapat pada ruang utama. Contoh yang akan
dikeringkan, dimasukkan ke sebuah gelas.

4

Setelah gelas terhubung dan terkunci oleh
pipa, alat pendingin diaktifkan. Suhu ruang
menurun hingga di bawah –50°C sehingga
contoh membeku (Widodo & Suwondo 2006).
Pompa vakum segera menyedot udara di
ruang pengering dengan tekanan tertentu
sehingga tekanan di ruang pengering menjadi
di bawah 1 atm, lalu radiator energi juga
diaktifkan. Saat itulah, air yang sudah
berbentuk kristal mengalami proses sublimasi.
Tekanan udara sangat rendah menyebabkan
kristal es berubah menjadi uap air. Energi
berupa udara panas itu memacu molekul air
untuk melepaskan diri dari molekul contoh
yang mengikatnya. Mesin vakum menyedot
uap air dan membuang ke luar ruang
pengering melewati alat pendingin. Uap air
terkumpul dan berubah menjadi butiran es
kembali pada alat pendingin ini (Thomas &
Holly 1997; Widodo & Suwondo 2006).
Aktivitas enzim proteolitik contoh hasil
proses kering-beku tetap tinggi sehingga dapat
menentukan kualitas contoh tersebut. Contoh
perlu disterilkan dari bakteri dan cendawan
terlebih dahulu sebelum dikeringbekukan,
biasanya dengan cara dicuci dengan alkohol.
Kekurangan dari metode ini adalah harga
peralatan yang relatif mahal sehingga biaya
produksi tinggi dan mengakibatkan harga jual
produk yang relatif tinggi (Hu et al. 2008).

Spektrofotometri UV/Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu
teknik analisis kualitatif dan kuantitatif yang
cukup andal karena sederhana dan mudah
dioperasikan. Dasar penggunaan metode ini
dalam analisis kimia adalah interaksi antara
radiasi
elektromagnetik
dan
contoh.
Spektrofotometri serapan sinar tampak dan
ultraviolet memanfaatkan sinar dengan
panjang gelombang 400–750 nm untuk daerah
sinar tampak dan 100–400 nm untuk daerah
sinar ultraviolet (Khopkar 1990).
Peralatan spektrofotometri dinamakan
spektrofotometer yang pada prinsipnya terdiri
atas sumber radiasi, monokromator, sel,
fotosel, dan detektor. Sumber radiasi dalam
spektrofotometri serapan mempunyai dua
fungsi. Pertama, memberikan energi radiasi
pada daerah panjang gelombang yang tepat
untuk pengukuran. Kedua, mempertahankan
intensitas sinar yang tetap selama pengukuran.
Sinar yang dikeluarkan oleh sumber
radiasi merupakan sinar polikromatis, yaitu
mengandung berbagai panjang gelombang.
Sementara itu, untuk pengukuran zat

diperlukan sinar tertentu yang khas dan
sebaiknya monokromatis. Monokromator
berfungsi untuk mendapatkan dan melewatkan
sinar monokromatis ke zat yang akan diukur.
Monokromator ini bisa berupa prisma maupun
kisi difraksi. Cara kerja kedua jenis
monokromator tersebut tidak sama, yaitu
prisma berdasarkan prinsip pembiasan,
sedangkan
kisi
difraksi
berdasarkan
pemantulan sinar.
Sel merupakan tempat zat yang akan
diukur penyerapannya. Wadah yang biasa
digunakan untuk pengukuran dan ditempatkan
pada bagian sel tersebut biasa disebut kuvet.
Sinar yang dilewatkan oleh monokromator
tidak seluruhnya diserap oleh zat tetapi
sebagian ada yang diteruskan. Bagian sinar
yang diteruskan tersebut kemudian mencapai
fotosel dan di sini energi sinar diubah menjadi
energi listrik. Penggandaan sinar terjadi pada
bagian ini agar dihasilkan energi listrik yang
cukup. Energi listrik yang dihasilkan dalam
fotosel memberikan sinyal pada detektor.
Berdasarkan sinyal itu kemudian dapat terbaca
besarnya serapan ataupun transmisi radiasi
oleh zat tersebut (Suradikusumah et al. 2004).
Spektrofotometer ada yang memiliki
berkas
tunggal
dan
berkas
ganda.
Spektrofotometer berkas ganda memiliki
kelebihan, yaitu pembacaan serapan contoh
tidak dipengaruhi oleh perubahan tegangan
listrik karena blanko dan contoh diukur pada
saat yang bersamaan. Spektrofotometer berkas
ganda juga ada yang dilengkapi perekam. Hal
ini memudahkan pembuatan spektrum
absorpsi suatu contoh bila diperlukan.
Pengukuran
berdasarkan
pada
perbandingan antara intensitas cahaya yang
melalui zat (I) dan sebelum mengenai zat (I0).
Rasio I / I0 disebut transmitans dan biasanya
dituliskan dalam persen (%T). Hubungan
antara ab