Kerangka Analisis: Posisi Alquran dalam Kehidupan Sehari-hari
3. Kerangka Analisis: Posisi Alquran dalam Kehidupan Sehari-hari
Selaras dengan landasan teori (baca; living Qur’ân/menghidupkan Alquran) serta kerangka teori yang digunakan berdasarkan pada pemikiran tokoh struktural antropologi di atas, maka penulis mengasumsikan jika; pertama, dalam upaya untuk menghidupkan Alquran dalam kehidupan masyarakat diperlukan cara pandang realistis terhadap fenomena yang berkembang, kemudian memberikan makna yang terkandung di balik Alquran itu sesuai fungsi-fungsinya dan lebih nampak di dalam kehidupan masyarakat. Jadi, realist-interpretation yang penulis maksudkan ialah makna Alquran disampaikan dan diobjektifasikan kepada ruang yang berdialektika dengan sendirinya di lingkup dinamika masyarakat. Di Probolinggo misalnya, disaat masyarakatnya masih memiliki ketaatan
A Rafiq Zainul Mun’im: Tafsir Realis terhadap Makna dan Simbol Alquran
terhadap nilai-nilai Qurani, maka Alquran harus para pengrajin kaligrafi Arab, atau sebagai wujud hadir dan mewarnai kehidupan mereka sesuai
permintaan keselamatan dan kesaktian seperti dengan intense masyarakat sekitar. Alquran
yang dibungkus berbentuk serta amalan dihadirkan sebagai manifestasi ‘wujud tampak’
rutin dalam kehidupan sehari-hari itu. Kedua, nilai bentindak dan bersosialisasi. Alquran hadir
tentu, temuan unik ini, memberikan dimensi sebagai ornament nilai yang memiliki daya mistis.
lain bahwa diskursus living Qur’ân tidak sekedar Alquran hadir sebagai bagian dari peribadatan,
berhubungan dengan aktor dan mufasir yang semisal ayat-ayat yang dirangkum oleh ustaz
memahami Alquran. Melainkan juga masyarakat Masduki sebagai amal baik yang dilipat gandakan,
biasa yang memiliki skill untuk mengkapitalisasi dan lain sebagainya.
Alquran sehingga memiliki fungsi, mencetuskan Selanjutnya, interpretasi nyata terhadap
simbol baru, sekaligus termanifestasi terhadap Alquran melalui simbol dan pola interaksi, juga
kehidupan sehari-hari dalam bentuk ritus dan akan menghadirkan hikmah tersendiri terhadap
mitologi yang diyakini. Misalnya, semaan Alquran keberadaan Alquran. Alquran menjamin akan
yang diselenggarakan untuk menolong para adanya kedamaian jiwa bagi mereka yang mem-
pendahulu yang sudah meninggal di masyarakat baca, mendengarkan, dan berupaya menggali
Sidodadi Paiton Probolinggo. makna-makna yang terselubung di dalam Alquran.
Pada intinya, living Qur’ân berbasis pada Alquran yang dibacakan, dirituskan, serta di-
realist-anthropologist approach semakna seperti utamakan dalam acara-acara kemasyarakat harus
apa yang ditampilkan oleh Sayyid Hossen Nasr dimaknai sebagai upaya mengharap ma’ûnah
dalam Islamic Art and Spirituality, dimana dia dan syafaat Tuhan akan kehidupan yang lebih
mengatakan bahwa ada nilai terkandung dibalik diberkahi. Ketiga, menghadirkan penafsiran-
seni dan bangunan artifak keislaman. Hal yang penafsiran yang realis ini, secara tidak langsung,
paling sederhana untuk menginterpretasikan menjauhkan masyarakat dari mal-interpretasi
ialah dengan cara melihat spiritualisasi dibalik terhadap Alquran yang digunakan sebagai
bingkai gambar, tulisan indah, hingga pada landasan melakukan terorisme, penyebaran
bangunan nyata yang dihasilkan. 43 Dari sisi pemahaman radikalisme, sekaligus alat politik
penafsiran, kerangka berfikir ini memberikan untuk menghegemoni masyarakat untuk me-
pola baru dimana seorang mufasir perlu milih/tidak memilih calon tertentu. Kendati, di
me mahami dinamika yang berkembang di kalangan masyarakat awam hal tersebut masih
masyarakat. Mereka tidak perlu memaksakan sangat sering digunakan. Maka solusi keluar
apa yang tidak dipahami masyarakat terkait dari itu, selain kecenderungan membincangkan
dengan Alquran. Mereka tidak pelu juga manfaat dan fadhâîl al ´amal dalam membaca
menghadirkan diskursus yang muluk untuk dan memahami Alquran, para tokoh-tokoh
menghidupkan Alquran. Cara interpretasi masyarakat harus bisa memberikan pemahaman
seperti ini, diungkapkan oleh Hasan Hanafi yang benar dan utuh berdasarkan pada keilmuan-
bahwa pemaknaan objektif terhadap Alquran keilmuan yang dimiliki.
sangat tergantung pada pemahaman seorang Adapun terkait posisi penelitian ini terhadap
mufasir itu sendiri. Karena, sejatinya, tafsir riset-riset terdahulu, bagi penulis, memiliki dua
(interpretasi) tidak selalu berhubungan dengan kontribusi pasti—berasaskan pada kondisi
sumber pemaknaan terhadapnya, me lainkan masyarakat di Probolinggo. Pertama, penelitian
terhadap isi yang berhubungan dengan konteks. ini menemukan bahwa selain konsepsi penafsiran 44 Maka tidak salah jika para kiai-kiai
yang realis dan disusun berdasarkan dialectical tension antara makna dan kebutuhan masyarakat,
43 Sayyid Hossen Nasr, Islamic Art and Spirituality, (New
terdapat kelompok masyarakat Probolinggo yang
York; State University of New York Press, 1987), h.xi
44 juga menyadari pentingnya keberadaan Alquran Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, Tradition
Revolution and Culture, (Kairo: Anglo, 1995), h. 416.Menurut
di dalam kehidupan merekan; baik itu sebagai
Hasan Hanafi, penafsiran itu perlu memihak pada realitas demi
sumber ekonomi seperti yang ditmapilkan oleh melakukan perubahan sosial, yakni tafsir harus bersifat solutif
dan transformatif. Mengenai hal ini, Hanafi merumuskan
MADANIA Vol. 21, No. 2, Desember 2017
di lingkungan Pondok Pesantren di Kabupaten Probolinggo lebih mengedepankan nilai-nilai kemuliaan hidup bersama Alquran dibandingkan menghadirkan diskursus baru yang coba dibaca oleh masyarakat urban.