Correlation between Individual characteristics and communication activities among young and adult addicts, with their healing motivations
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRACT
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI. Correlation between Individual
characteristics and communication activities among young and adult addicts, with
their healing motivations. Under the direction of
Syahrun Hamdani Nasution,
Maksum, Farida Rohadj i.
The research was conducted on February
-
May 2002 at Rumah Perawatan
Ketergantungan Narkotik (Rurnwattik) Pamardisiwi Jakarta to study the correlation
between individual characteristics and communication activities among young and
adult addicts, with their healing motivations. Prior to this research a preliminay study
was conducted, to 10 addicted patients at Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa Marzuki
Mahdi Bogor resulted in a score of 0,8765.
The correlations of variables were analyzed with Chi-Square, to examine the
differences in motivation low or high between the two age groups the tagged rank
Wilcoxon was used. Of the respondent's characteristics, from the two age groups,
jobs of parent is the only significant factor that correlate with healing motivation,
whereas the respondent's duration being a patient correlate significantly with healing
motivation, but only in young age patiens. On the result of communication activities
only physical program that significantly correlate with healing motivation and this is
time only in adult patients.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan infonnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,, September 2002
Marhaeni Faiar Kumiawati
NRP : 99510
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
PAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Perdesm
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul
Tesis : Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi Penderita
Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan Usia Pasien
Terhadap Faktor-Faktor Motivasi untuk Pemulihan
( Kasus di Rumwattik Pamardisiwi Jakarta )
Narna
: Marhaeni Fajar Kurniawati
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (KMP)
Menyetujui,
Drh. S. Harndani Nasution. Ph. D.
Ketua Komisi
n
Drs. Maksum, M. Si '
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Perdesaan
w.
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, MS
Tanggal Lulus : 13 September 2002
Program Pascasarjana
\
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro Jawa Timur pada tanggal 3 September 1971
sebagai putri sulung dari pasangan Wisnu Sunarko dan Sumiyati. Pendidikan sarjana
ditempuh di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi,
lulus pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada Program Pascasarjana IPB,
diperoleh penulis pada tahun 1999.
Penulis pernah bekerja di PT Indomobil Jakarta pada tahun 1996. Kemudian
penulis bekerja di Universitas Mercu Buana Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi sejak
tahun 1997. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bagian staf
pengajar tetap di jurusan hubungan masyarakat. Penulis menikah pada tanggal 14 Juni
1997 di Jakarta dengan pria asal Purworejo Jawa Tengah bernama Kuwat Riyanto.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2002 adalah "Hubungan Karakteristik Individu dan
Aktivitas Komunikasi Penderita Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan
Usia Pasien terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan pada Rurnah Perawatan
Ketergantungan Narkotika (Rumwattik) Pamardisiwi Jakarta".
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh. Syahrun Hamdani Nasution,
Ph. D.
Bapak Drs. Maksum, M. Si. Serta Ibu Dra. Farida Rohadji, MS. Selaku
pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada POLDA Metro Jaya, Bapak Irjen
Pol Hardiman dan Dr Ricardo (LSM Bersama), Ibu Delfita, Ibu Evi dan seluruh personel
serta para dokter di Rumwattik Pamardisiwi, Bapak Ari dari Badan Narkotika Nasional,
serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada suami tercinta mas Kuwat Riyanto atas segala
pengertiannya, ayah dan ibu yang tak henti-hentinya selalu berdoa untuk penulis, serta
teman-teman atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. Semoga ALLAH SWT
memberi balasan yang setimpal.
Bogor, September 2002
Marhaeni Fajar Kurniawati
DAFTAR IS1
Hal
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tuj uan Penelitian ......................................................................................
Kegunaan Penelitian .................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia ...................................
Jenis-Jenis Narkoba dan Zat Aditif .......................................................
Pengaruh Penggunaan NAZA ...............................................................
Studi Tentang Komunikasi ....................................................................
Motivasi .................................................................................................
Hubungan antara Karakteristik Individu dan Motivasi .........................
Hubungan antara Aktivitas Komunikasi dan Motivasi .........................
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran ..............................................................................
Hipotesis ................................................................................................
METODOLQGI PENELITIAN
Populasi dan Contoh Penelitian .............................................................
Rancangan Penelitian ...........................................................................
Definisi Operasional .............................................................................
Validitas dan Reliabilitas .....................................................................
Pengumpulan Data ................................................................................
Analisis Data ........................................................................................
HASIL PEMBAHASAN
Keadaan Umum Rumwattik Pamardisiwi ............................................
34
Proses Pembinaan di Rumwattik Pamardisiwi .....................................
35
Aktivitas Komunikasi Responden
........................................................
40
Hubungan Karakteristik lndividu dan Aktivitas ~ o m h k a s i
dengan Pengelompokkan Usia Muda dan Dewasa terhadap
Motivasi untuk Pemulihan .................................................................
44
Hubungan Karakteristik Individu dan Motivasi untuk Pemulihan
dari Ketergantungan NAZA pada Usia Muda dan Usia Dewasa ..........
46
Hubungan Aktivitas Komunikasi Responden dengan
Pengelompokkan Usia terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk
Pemulihan dari Ketergantungan NAZA ................................................
55
Hubungan antara Pengelompokkan Usia Responden
dengan Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan
Keteragntungan NAZA .........................................................................
61
Faktor-faktor motivasi Pemulihan dari Ketergantungan
Terhadap NAZA ....................................................................................
72
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran
...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER
LAMPIRAN - LAMPIRAN
76
78
DAFTAR TABEL
Hal
1. Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi .................................... 35
2 . Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Individu ........................ 37
3 . Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Komunikasi
.....................
41
4 . Hubungan Antara Pengelompokkan Usia Responden dengan
Motivasi untuk Pemulihan .......................................................................
65
5. Peringkat Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan .................................. 72
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika .......................
24
2. Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Konlunikasi
Penderita Ketergantungan NAZA dengan Pengelompokkan
Usia Pasien Terhadap Faktor-faktor Motivasi Untuk Pemulihan ............
26
3. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan
Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Muda
dengan Motivasi Pemulihan Ketergantungan NAZA ..............................
44
4. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan
Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Dewasa
dengan Motivasi Pemulihan Ketergantungan NAZA .............................
45
Daftar Lampiran
1. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Profil
Penderita tahun 200 1 - 2002.
2. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Jenis
Narkoba yang digunakan tahun 200 1 - 2002.
3. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Identitas, Status Kepemilikan dan Fasilitas.
4. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Kepengurusan, SDM Pengurus, Program dan Keadaan
Lingkungan Sekitar.
5. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Daya Tampung, Pelayanan Diklat dan Mortalitas.
6. Hasil analisis Chi-Square (X2)hubungan antara peubah penelitian
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyalahgunaan serta ketergantungan Narkotika dan Zat Aditif (NAZA) dari tahun
ke tahun semakin bertambah. BAKOLAK INPRES no 6 tahun 1971, dalam Hawari,
(2000) inenyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan (penderita atau pasien) NAZA
sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama dengan
130.000 orang.
Penelitian yang dilakukan Hawari (2000) menunjukkan bahwa angka sebenarnya
adalah sepuluh kali lipat dari angka resmi. Fenomena NAZA merupakan fenomena
gunung es (ice berg) artinya yang tampak diperrnukaan lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak tampak, atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang penyalahgunan
NAZA artinya ada sepuluh orang penderita lainnya yang tidak terdata secara resmi.
Dengan demikian
jumlah atau ketergantungan pada NAZA di Indonesia dapat
diasumsikan berjumlah 130.000 x 10
=
1,3 juta orang. Bila diasumsikan setiap
penyalahguna atau ketergantungan NAZA mengeluarkan uang paling sedikit Rp.
100.000,- per hari untuk mengkonsumsi NAZA; maka biaya yang harus dikeluarkan
minimal Rp. 130 milyar perhari.
Pergaulan bebas merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi adanya
peningkatan pemakaian NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh
orang tua, oleh karena itu lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan
faktor yang mempengaruhi pemakaian NAZA.
Faktor lain yang meinpengaruhi meningkatnya pengguna NAZA adalah
perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang
dari luar negeri, leinahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan hukuman yang
ineinberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalain prakteknya
inasih lemah.
Penderita ketergantungan NAZA, ~nerupakailinalapetaka bagi keluarganya, karena
penderita sulit untuk sembuh secara total, seineiltara dana yang harus dikeluarkan cukup
besar. Terlebih jika sudah menjadi urusan pihak berwajib jika si anak sainpai pada taraf
pengedar NAZA.
Rehabilitas untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Ruinah
Perawatan Ketergantungan Narkotik (Ruinwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak
tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita
NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil
inemulihkan banyak penderita ketergantungan NAZA.
Adapun faktor-faktor yang mendorong pasien untuk pulih antara lain keinginan
pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan untuk berkeluarga, keinginan hidup normal,
kondisi lingkungan pasien, dorongan dari orang tua, status orang tua dan nasehat dokter.
Metode pengobatan yang dilakukan antara lain pasien yang dirawat dikelompokkan
dalam suatu griya-griya berdasarkan usia, jenis kelamin dan lanjutan. Pasien wanita
ditempatkan secara khusus dalam griya Sinta. Untuk pasien yang berusia dibawah 20
tahun ditempatkan dalam griya Sadewa. Untuk usia 20 tahun keatas ditempat dalam dua
griya yaitu masing-masing griya Nakula dan griya Krisna. Sedangkan untuk tingkat
pemantapan ditempatkan ke griya Yudistira.
Cara pengobatan yang dilakukan oleh
petugas dengan memberikan pembinaan secara fisik, rohani dan medis. Kecepatan pulih
seorang pasien sangat tergantung dari motivasinya. Jika seseorang penderita disiplin
dalain mengikuti setiap perlakuan yang dianjurkan, maka tingkat pemulihan semakin
cepat.
Untuk mengetahui apakah pengelompokan usia tersebut bei-pengaruh terhadap
inotivasi untuk peinulihan dari ketergantungan NAZA, penelitian ini difokuskan terhadap
variabel-variabel yang diduga berhubungan kuat dengan motivasi untuk pemulihan yaitu
karakteristik individu dan aktivitas komunikasi.
Perurnusan Masalah
Pengedar dan penderita ketergantungan terhadap NAZA merupakan beban
masyarakat, pemerintah dan keluarga. Karena secara langsung maupun tidak langsung
para penderita tersebut telah menghambat pembangunan. Oleh sebab itu seluruh
komponen masyarakat dihimbau untuk melakukan pencegahan terhadap pengedaran
NAZA, karena jika seseorang sudah ketergantungan pada NAZA sulit untuk
dikembalikan, terlebih jika sudah menjadi penderita.
Upaya pemulihan penderita NAZA yang dilakukan secara medis dan terapi oleh
pemerintah dan swasta ternyata telah menunjukkan hasilnya. Salah satu metode
pemulihan penyembuhan penderita NAZA yang dilakukan oleh Rumwattik Pamardisiwi
dengan cara pengelompokkan pasien. Setiap kelompok pasien diberi perlakuan
pengobatan dengan cara fisik, rohani dan medis.
Keberhasilan pulih seorang pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu
untuk pemulihan. Sementara motivasi untuk pemulihan itu sendiri diduga dipengaruhi
faktor dari dalam dan dari luar. Dari dalam didorong oleh karakteristik individu, dan dari
luar adanya aktivitas komunikasi pasien. Diantaranya melihat, mendengar, berbicara
dengan orang lain, serta membaca informasi maupun berita.
Sehubungan dengan ha1 tersebut, karakteristik individu dan aktivitas komunikasi
pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu
untuk sembuh. Untuk itu
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA
di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
2. Apakah ada hubungan antara aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA
di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
3. Bagaimana hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
4. Faktor-faktor motivasi apa saja yang paling dominan dalam pemulihan terhadap
ketergantungan NAZA?
Tujuan Penelitian
Mengacu pada pertanyaan dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
tnengetahui :
1. Hubungan karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik
Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk
pemulihan.
2. Hubungan aktivitas komunikasi penderita ketergantungan N A Z A di Rumwattik
Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk
pemulihan.
3. Hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktor-faktor
motivasi untuk pemulihan.
4. Faktor-faktor
motivasi
apa saja yang paling
dominan
dalam pemulihan
ketergantungan terhadap NAZA.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat luas
khususnya para orang tua agar lebih berhati-hati terhadap segala kegiatan anaknya
sehingga tidak terjerumus dalam bahaya NAZA. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka
penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Orang tua, guru, pengurus lembaga sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan
pemerintah sebagai pengetahuan dan bahan rumusan guna mengembangkan model
penyembuhan penderita NAZA.
2. Para aparat khususnya jaksa, polisi, dan penegak hukum lainnya sebagai inforrnasi
yang dapat digunakan untuk inengambil keputusan berkaitan dengan inasalah NAZA
3. Bagi para peneliti dan ilmuwan guna mengembangkan illnu pengetahuan dan
penelitian lanjutan di bidang komunikasi.
4. Para praktisi komunikasi, sebagai sumbangan pengembangan ilinu kornunikasi
pedesaail dan pertanian.
TINJAUAN PUSTAKA
b
Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia
Dalam buku Undang-Undang Psikotropika dijelaskan pada mulanya di Indonesia
hanya mengenal jenis candu yang dibawa oleh pedagang Cina. Candu yang digunakan
dengan memakai cangklong, di Jawa disebut "nyeret", dan dikonsuinsi oleh Cina-Cina
tua (singkhek) dan orang-orang kaya. Candu lalu berkembang dan diproyeksi untuk
kepentingan kedokteran sebagai obat penenang, penghilang rasa sakit dan diproduksi
untuk berbagai jenis morfin, heroin dan kokain.
Memasuki awal orde baru, jenis-jenis zat yang seharusnya untuk kepentingan
kedokteran atau penelitian kesehatan, pemanfaatannya inulai disalahgunakan dan
diperdagangkan secara luas. Padahal penyalahgunaan zat-zat tersebut sangatlah
berbahaya bagi kehidupan manusia.
Kemudian pada era tahun 90-an hingga sekarang, terasa sekali bahwa peredaran
NAZA/NARKOBA semakin berkembang, dengan jenis-jenis dan tingkat efektifitas yang
meningkat. Hal ini diperlihatkan dengan maraknya kasus-kasus peredaran NAZAI
NARKOBA, dan juga memperlihatkan tingkatan konsumen yang menyeluruh, mulai dari
tingkat usia, ekonomi, profesi ataupun status sosial. Ironisnya, peredarannya mulai
merambah ke pedesaan.
Selain itu, para pengedar NAZA/NARKOBA tersebut saat ini terlihat
seolah
mereka memiliki kekebalan hukum, bebas melakukan transaksi di tempat-tempat hiburan
malam, bahkan di lingkungan sekolah.
Meningkatnya jumlah penyalahgunaan NAZAINARKOBA sedikitnya dipengaruhi
oleh adanya segmentasi yang terkait dengan pasar, barang, suplier (pemasok) dan
konsumen.
Berbagai inforinasi seperti trend barang (NAZA) yang dikonsumsi, tingkatan
konsumen, daerah-daerah strategis pemasaran, pemegang kekuasaan, atau informasi
lainnya, akan menjadi masukan bagi suplier (pemasok), dalam memperluas jaringannya.
Mengenai jaringan dan kapasitas distribusi NAZAINARKOBA, khususnya yang
berasal dari luar negeri, dapat beredar di Indonesia dengan cara diselundupkan. Karena
itu maka jalur-jalur transportasi dengan berbagai elemen yang ada didalarnnya, menjadi
faktor yang cukup vital.
Apabila tidak ada tindakan tegas, maka terjadinya peredaran dan penyeludupan
narkoba dan sejenisnya di Indonesia akan semakin mudah, meskipun hukum dan
perundang-undangnya telah ditingkatkan.
Berhasil tidaknya peranan Pemerintah dalam mengatur segi-segi hukum, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, keagamaan, dan segi-segi lain melalui
departemen-departemen atau instansi-instansi yang ada, secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh pada kepribadian masyarakat. Sebagai contoh kurikulum
pendidikan pemerintah, khususnya yang mengajarkan tentang dimensi moral, keimanan
dan ketaqwaan
serta budi pekerti luhur, baik berupa pendidikan
agama maupun
pendidikan pancasila yang diajarkan sejak sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi
belum maksimal. Padahal pendidikan moral ini merupakan salah satu yang menjadi
dasar dalam menepis segala bentuk perilaku negatif dalam diri setiap manusia.
Jenis-jenis Narkoba dan Zat Aditif
Berbagai jenis zat NAZA yang sering digunakan menurut Undang-undang
Psikotropika antara lain :
a.
Ganja atau Mariyuana adalah jenis tanaman perdu yang tingginya sekitar satu
setengah meter. Daun ganja memiliki helai daun yang menjari dengan bentuk yang
inemanjang, pinggirnya bergerigi dengan ujung daun yang lancip. Pemakaian ganja
uinuinnya dengan melinting daun, batang ataupun bunganya yang sudah
dikeringkan
inirip dengan tembakau. Cara pemakaian dengan
dihisap seperti
inenghisap rokok, disebut rokok ganja atau tembakau ganja. Selain daunnya, biji
ganja dapat dibuat minyak ganja, cara pemakaiannya diteteskan atau dioleskan pada
rokok, yang efeknya sama dengan menghisap rokok ganja. Pengaruh penggunaan
ganja cukup besar terhadap keinampuan berpikir. Hal ini dikarenakan ganja
ineinpengaruhi konsentrasi dan daya ingat pemakai. Akhirnya melemahkan
kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Sedangkan kondisi sakaw pada
pencandu ganja adalah meningkatnya denyut nadi, rasa takut yang berlebihan,
panik, depresi, kebingungan serta timbul halusinasi (khayalan).
b.
Serbuk heroin ("putaw") berasal dari getah bunga tanaman candu dan setelah inelalui
proses ekstraksi menghasilkan bubuk atau serbuk bentuknya ada yang benvarna
putih adapula kecoklat-coklatan (brown sugar). Diperjual belikan dalain paket-paket
yang dibungkus dalam kantong plastik atau kertas biasa yag dilipat-lipat sampai
bungkusan yang terkecil selebar kuku jari.
c.
Kokain berasal dari ekstrak daun coca, berbentuk kristal, serbuk dan bubuk sehalus
tepung. Cara pemakaian dihisap inelalui hidung. Kokain mempunyai pengaruh
ketergantungan dan berdainpak tinggi, terhadap fisik dan mental, sehingga ciri-ciri
fisik dan phsikologi pemakainya hampir serupa dengan kondisi peinakai NAZA
jenis lainnya. Kokain biasanya berbentuk tablet dengan warna putih, cairan dengan
warna beninglputih, tepung dengan warna putih dan berbentuk bubuk kristal.
d. Alkohol, terdapat dalam berbagai kadar dalam minuman keras (dari 1 hingga 45%
atau lebih). Minuman keras ini diperjual belikan dalam kemasan botol berbagai
bentuk besar atau kecil, yang diproduksi oleh pabrik, industri lokal (tradisional) dan
ada pula yang dimport.
e.
Amphetamine (MDMA = 3,4-MethyleneDioxy-Meth-Amphetamine),yang dipasaran
disebut dengan nama "shabu-shabu" (berbentuk kristal), ekstasi (berbentuk tablet
benvarna-warni). Cara pemakaian dihisap melalui suatu alat yang disebut "bong".
Sedangkan ekstasi atau inex cara pemakaiannya dengan ditelan. NAZA jenis ini
merusak syaraf otak, jantung dan otot
yang pada gilirannya bila tidak segera
dihentikan pemakaiannya akan mendatangkan kematian. Dampak peinakaian shabushabu menjurus kepada perilaku kekerasan. Efek lain pada tubuh adalah impotensi,
berat badan menurun, kejang-kejang, paranoid, kerusakan pada usus, ginjal, jantung
yang berakhir dengan kematian. Efek lain yang sangat berbahaya walaupun tanpa
sebab yang jelas adalah timbulnya keinginan untuk bunuh diri, mencelakakan orang
lain dan bahkan keinginan untuk membunuh orang lain.
f.
Sedativa/hipnotika, jenis ini berupa tablet atau pil, bentuknya seperti obat-obatan
resep dokter lainnya, ada yang dalam bentuk kemasan (papan) yang berisi 10 tablet
atau tanpa kemasan (lepas).
g.
Morphine, Moiphin berasal dari candu inentah yang diolah dengan bahan-bahan
kiinia lainnya. Morphine sebenai-nya dipakai sebagai obat penenang (obat bius),
namun seringkali disalahgunakan, sehingga berakibat buruk bagi si pemakai.
Adapun bentuk-bentuk inorplline yaitu bubuk atau serbuk benvai~laputih yang
mudah larut dalain air. Penggunaannya dengan cara menyuntikkannya di urat
lengan, dicampur dengall rokok. dicampur dengan rninuinan dan juga sering
ditaburkan pada luka sayatan yang dibuat ole11 pemakainya. Berupa cairan berwarna
putih yang disimpan dalaln sampul atau botol dan cara peinakaiannya dengan
disuntikkan. Berbentuk balok kecil dengan ukuran. warna dan inerk yang berbeda
sepei-ti "999 (triple nine), OK, AA, IA". Serta dalam bentuk kecil-kecil dan
berwai-na putih..
Pengaruh Penggunaan NAZA
Mereka yang mengkonsuinsi NAZA akan mengalanli gangguan nlental dan
perilaku, sebagai akibat terganggunya sisteln pada sel-sel susunan saraf pusat diotak.
Gangguan pada sisteln sel-sel susunan saraf pusat tadi mengakibatkan terganggunya
fungsi kognitif, fungsi afektif dan psikoinotor.
Hawari (2000), menjelaskan bahwa penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA
akan nlengakibatkan terjadinya adiksi (ketagihan) hingga dependensi (ketergantungan)
NAZA yang dikenal dengan dua istilah, yaitu gangguan mental organik atau sindrom
otak organik, yaitu kegelisahan dan kekacauan dala~n fungsi kognitif, afektif dan
psikotnotor. Orang yang mengkonsunlsi
narkoba akan mengalami kecenlasan dan
depresi. Menurut Hawari (2000) kecemasan adalah gangguan dalam alam perasaan yang
ditandai dengan perasaan ketakutan
atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, depresi adalah gangguan dalam alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kegairahan hidup
menui-un, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Kaplan dan Sadock (1 982) menyatakan bahwa penyalahguilaan dan ketergantungan
NAZA terjadi pada mereka yang mengalami gangguan psikologis (kejiwaan) yaitu
berupa ketegangan, kecemasan, depresi, perasaan ketidakwajaran, dan hal-ha1 lain yang
tidak menyenangkan. Selain dari gangguan afektif, ada pula faktor kepribadian yang
digambarkan sebagai kepribadian pasif-agresif yaitu ciri kepribadian yang ditandai
dengan adanya dorongan agresivitas namun dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan
yang pasif, dan pasif dependen yaitu ciri kepribadian yang ditandai dengan sikap
ketergantungan pada orang lain yang dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan yang
pasif (tidak inelakukan sesuatu).
Studi Tentang Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris "communication berasal dari bahasa
"
Latin "communicatio" yang bersumber dari kata "communis" yang berarti "sama
makna", Ruben dalam Muhamad (1995) menyatakan komunikasi manusia adalah suatu
proses melalui mana individu dalam hubungannya dengan kelompok, dalam organisasi
dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk
mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain.
Sementara itu Sendjaja (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah
tindakan untuk berbagi inforrnasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan
koinunikasi yang terlibat di dalarnnya guna mencapai kesamaan inakna. Tindakan
komuiiikasi tersebut dapat dilakukan dalam beragam konteks yaitu komunikasi antar
pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Pengei-tian kolnunikasi sebagai sebuah proses u~itukmerubah perilaku orang lain
dinyatakan oleh Hovland dalam Effendy (1986) bahwa seseorang akan dapat merubah
sikap, pendapat, atau perilaku orang lain, apabila koinunikasi tersebut terjalin dengan
efektif.
Tubbs dan Moss (1996) mendefinisikan komunikasi sebagai proses mencipatakan
makna diantara dua orang atau lebih. Konteks koinunikasi tersebut terdiri dari
komunikasi dua arah, wawancara, komunikasi keloinpok kecil, komunikasi publik,
komunikasi organisasional, komunikasi massa, dan komunikasi antar budaya.
Selanjutnya dikatakan bahwa kriteria komunikasi yang efektif secara sederhana
digambarkan sebagai keberhasilan orang menyampaikan apa yang dimaksudkannya.
Secara uinum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disainpaikan dan yang
dimaksucikan ole11 pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang
ditangkap dan dipahami oleh penerima, untuk keberhasilan suatu komunikasi yang
efektif, maka diperlukan suatu strategi dalam komunikasi.
Effendy (1993) menyatakan bahwa peran penting strategi komunikasi yang
merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam ha1 ini, strategi
komunikasi dituntut hams mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis
dengan pendekatan yang sewaktu-waktu dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi dan
kondisi. Strategi komunikasi dalam pengelompokkan pasien bertujuan untuk memastikan
bahwa komunikan (pasien ketergantungan NAZA) mengerti akan pesan yang diterima
sehingga terbina dengan baik yang pada akhirnya akan termotivasi untuk sembuh dari
ketergantungan NAZA.
Faktor kemampuan menjadi faktor penting untuk membentuk aktivitas komunikasi.
Kemampuan disini mencakup ke~nampuanpribadi dalam beraktivitas komunikasi, dalam
penelitian misalnya kemampuan mengikuti kegiatan rohani, kemampuan melakukan
kegiatan jasmani, melakukan tatap muka dengan
orang tua,
berpartisipasi dalam
kegiatan komunikasi kelompok.
Individu yang satu umumnya berbeda dengan individu yang lainnya dalam ha1
kemampuannya. Perbedaan itu bersumber kepada berbagai kombinasi karakteristik
individu. Dalam penelitian ini perbedaan karakteristik individu yaitu pendidikan, status
sekolah, pekerjaan orang tua dan lamanya menjadi pasien di Rumwattik Pamardisiwi,
menjadi indikator-indikator yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan motivasi
pemulihan.
Motivasi
Soewarno (1980) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang
berarti sesuatu pernyataan batin yang benvujud daya kekuatan untuk bertindak atau
bergerak, baik secara langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap
sasaran. Dari dasar kata motive inilah lahir kata "motivasi" yang berarti dorongan yang
ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Surya Brata
(197 1) menyebutkan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivtas tertentu guna mencapai suatu sasaran.
Keller (1 948) mengatakan bahwa tnotivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya
dapat diarnati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhnn
kebutuhan atau pencapaian tujuan yang dikehendaki. Motivasi dapat inenjelaskan tentang
alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi inerupakan daya
pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna
~nencapaitujuan yang diinginkan.
Handoko (1995) mendefinisikan bahwa "motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor
yang
terdapat
dalaln
mengorganisasikan
diri
manusia
tingkah lakunya."
yang
menimbulkan,
inenggerakkan
dan
Motif adalah suatu alasallldorongan yang
rnenyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan. Dalam suatu
niotif terdapat dua unsur pokok yaitu unsur dorongan dan unsur tujuan yang ingin
dicapai. Proses interaksi antar kedua unsur ini di dalam diri manusia dipengaruhi oleh
faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (ekstemal) diri manusia sehingga
menimbulkan inotivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi
dapat terjadi dalam waktu relatif singkat, apabila inotivasi yang pertama mendapat
hambatan atau tidak mungkin dipenuhi. Jadi, inotivasi adalah sesuatu keadaan siap
terjadinya suatu perbuatan.
Young P.T dalam Budianti (1983) berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu
proses yang dapat menimbulkan suatu tingkahlaku, dimana tingkah laku itu diatur
sedeinikian rupa sehingga dapat mencapai suatu keberhadilan. Jadi untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, harus mempunyai motivasi dalam mengarahkan tingkah lakunya.
Young P.T dalam Budianti (1 983) menyatakan :
......"the
process of arousing
action, sustaining the activity in progress, and regulating the pattern of activity". Selain
itu Kamlesh (1983) mengatakan : "Motivation is a process by which an individual is
inspired, goaded or coaxed to do something". ''In other words, it is that psychophysiological condition of organism which causes an individual to work or stive to fulfil
his need" .
Mendukung
pendapat dari Young dalam Budianti (1983), Kamlesh lebih
menekankan bahwa motivasi itu juga
merupakan suatu proses yang dapat
membangkitkan, merangsang serta memikat seseorang untuk bertingkah laku sehingga
ada stimulus dari luar diri yang dapat menimbulkan motivasi pada seseorang. Tapi
disamping itu perlu adanya kekeuatan dari dalam diri seseorang yang berupa kondisi
jiwa.
Keadaan ini dapat menimbulkan keinginan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, sehingga ia akan bertingkah laku serta berjuang untuk mencapainya.
Motivasi tidak akan pernah berakhir. Motivasi itu akan menetap, bahkan merupakan
sesuatu yang kompleks ada dalam diri seseorang.
Motivasi yang ada dalam diri pasien membangkitkan, merangsang serta memikat
penderita ketergantungan narkoba untuk mencapai petnulihan. Disini memang hams ada
motivasi yang kuat dalam diri pasien, karena itu merupakan yang paling penting mtuk
mencapai pemulihan pasien sendiri. Orangtua pun tidak dapat mengatasi kalau tidak dari
dalam diri pasien itu sendiri. Sepanjang kehidupannya seseorang selalu mempunyai
motivasi untuk bertingkah laku, sehingga motivasi itu sendiri harnpir merupakan suatu
karakteristik umurn bagi seseorang. Dalam ha1 ini Maslow mengatakan : ". ...assume that
motivation is constant, never ending fluctuating, and complex and that it is an almost
universal characteristic of practically every organismic state of affairl'..Seperti yang
telah dijelaskan sebelurnnya bahwa untuk mencapai tingkat kesembuhan pada pasien
perlu adanya kekuatan dalam diri seseorang yang berupa kondisi jiwa. Kondisi jiwa
antara pasien yang satu dengan pasien yang yang lain berbeda-beda, sesuai dengan
karakteristiknya masing-masing, misalnya, pekerjaan orang tua, pendidikan pasien,
lamanya menjadi pasien dan status sekolah pasien.
Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Motivasi
Kerangka pengalaman komunikan yang harus dimengerti oleh komunikator antara
lain : kondisi kepribadian dan kondisi fisik komunikan yang terdiri dari pengetahuan
komunikan mengenai pokok persoalan, kemampuan komunikan untuk inenerima pesanpesan lewat media yang digunakan, pengetahuan komunikan terhadap perbendaharaan
kata-kata yang digunakan. Selanjutnya Sendjaja, (1994) mengatakan bahwa
sebagai
individu, komunikan mempunyai karakterustik sosial ekonomi dan psikologis.
Karakteristik sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan, kemampuan bahasa asal
daerah, agama dan pekejaan. Sedangkan karakteristik psikologi meliputi aspirasi cita-cita
hidup, sikap dan tingkah laku individu, yang menyangkut keterbukaan komunikasi dan
kebiasaan berkomunikasi.
Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik
individu memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelompokan pasien terhadap
motivasi untuk sembuh dari ketergantungan NAZA Proses penyembuhan bagi pasien
penderita ketergantungan NAZA juga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri.
Pasien yang berada dalam rumah perawatan ketergantungan Narkotika "Pamardisiwi"
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan ini di duga mempengaruhi motivasi si
pasien untuk sembuh dari ketergantungan narkotika.
Menurut Kartona dan Gulo (1987) menyatakan bahwa motivasi inerupakan (1)
kontrol batiniah dari tingkah laku seperti yang diwakili oleh kondisi-kondisi fisiologis,
ininat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap dan aspirasi-aspirasi; dan (2)
kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipenuhi
oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan. Menurut
Siagian (1989) motivasi merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau
dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan waktunya untuk mencapai tujuan. Jadi
motivasi pasien untuk sembuh dari ketergantungan NAZA merupakan daya pendorong
yang mengakibatkan pasien mau dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan
waktunya untuk mengikuti semua kegiatan di Rumwattik Pamardisiwi.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara
sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya
dijelaskan, motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan ole11 faktor di dalam
diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor diluar diri yang disebut faktor
ekstrinsik. Faktor dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan, berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan faktor
luar dapat ditimbulkan oleh berbagai surnber, yaitu lingkungan, kegiatan penyuluhan atau
faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi faktor dari dalam maupun faktor dari luar
motivasi timbul karena adanya rangsangan.
Motivasi untuk pulih bagi pasien ketergantungan NAZA juga ditentukan dari
dalam diri antara lain sikap, pengalaman, berbagai harapannya dimasa yang akan datang
saerta cita-cita yang menjangkau masa depannya. Sedangkan motivasi yang ditentukan
oleh faktor dari luar timbul dari lingkungan di Rumwattik Pamardisiwi, kegiatan
penyuluhan dan pengobatan. Maka dengan menggunakan pengeloinpokkan pasien
tersebut maka perlakuan yang dilakukan oleh pihak Rumwattik Pamardisiwi terhadap
kelompok-kelompok pasien penderita ketergantungan NAZA berbeda-beda.
Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Motivasi
Wibowo dalam Pudjiati (1992) mengatakan komunikasi yang efektif bukan
sekedar menyusun kata atau mengeluarkan bunyi yang berupa kata-kata, tetapi
menyangkut bagaimana agar orang lain mau tertarik perhatiannya, dapat mendengar,
mengerti, dan melakukan sesuai dengan pesan yang disampaikan. Sedangkan Schramm
dalam Effendy (1993) inenyebutkan bahwa kondisi yang harus dipenuhi agar suatu
pesan dapat membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, adalah (a) pesan harus
dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian
komunikan; (b) pesan hams menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dengan komunikan sehingga sama-sama mengerti; (c)
pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa
cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut; dan (d) pesan harus menyarankan suatu jalan
untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan
berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Aktivitas komunikasi pasien adalah aktivitas yang dilakukan pasien dalam usaha
memperoleh informasi sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan untuk
pulih dari ketergantungan NAZA. Aktivitas komunikasi dapat berarti tindakan atau
respon seseorang terhadap sumber dan pesan bila ditinjau dari pengertian model
komunikasi linier. Pada pendekatan komunikasi interpersonal, dimana komunikasi
ditekankan pada konsep saling membagi pengalaman (Tubbs and Moss, 1996), maka
tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai perilaku komunikasi.
Aktivitas komunikasi seseorang pada umurnnya dimotivasi oleh keinginan untuk
memperoleh tujuan. Motivasi dapat membangkitkan, merangsang serta memikat
seseorang untuk bertingkah laku. Sigmund Freud (1927) menyatakan bahwa orang-orang
tidak selamanya menyadari hal-ha1 yang diinginkannya, dan karenanya kebanyakan
aktivitasnya dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Jadi motivasi sangat
berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas seseorang.
Efektifitas komunikasi interpersonal didapatkan dari berbagai peluang individu
untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut
R a b a t (1985), komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif
bila pertemuan
komunikasi merupakan ha1 yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang
efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan
sendiri. Komunikasi
interpersonal, seperti bentuk komunikasi tatap muka, pada beberapa ha1 dapat mengatasi
keterbatasan-keterbatasan seperti kesulitan menangkap dan memahami materi suatu
pesan. Pada bentuk komunikasi ini, ketidak jelasan dapat langsung dinyatakan kepada
sumbernya. Komunikasi tatap muka mampu menimbulkan kesadaran, membangkitkan
minat dan mampu menyentuh tahap persuasi.
Pada kebanyakan orang, aktivitas komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan
mereka
berkomunikasi.
Dalam
mengamati
aktivitas
komunikasi,
seyogyanya
dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan komunikasi sesuai
dengan tujuan dan kebutuhannya berdasarkan
penalaran sendiri. Menurut Kincaid
(1985), tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah inenentukan dan inemahami realitas
agar tujuan-tujuan yang lain dapat diseieksi dan dicapai, setiap komunikator maupun
penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri, tetapi mereka
tidak bisa puas dengan penjelasan itu. Aktivitas komunikasi lebih banyak persamaailnya
dari perbedaannya.
Partisipasi melakukan kegiatan koinunikasi kelompok inerupakan salah satu
suinber informasi. Partisipasi merupakan salah satu diinensi dalain efek koinunikasi yang
dipengaruhi oleh komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.
Sebagaimana dikemukakan oleh Gonzales dalam Jahi (1988) terdapat tiga efek
komunikasi, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuanlpemahaman. Efek afektif berhubungan
dengan emosi, perasaan dan sikap. Efek konatif berhubungan dengan perilaku yang
nampak. Keith Davis mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mentallpikiran dan
emosilperasaan
seseorang di dalain situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberi sumbangan kepada kelompok, dalam mencapai tujuan serta turut bertanggung
jawab terhadap yang dilakukannya.
Keith Davis menjabarkan partisipasi atas pengertian : (1) Partisipasi/keikutsertaan
/keterlibatan/peranserta, sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan
perasaan, lebih dari pada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah, (2)
Makna kesediaan memberi sesuatu sumbangan dalam mencapai tujuan kelompok, baik
berupa rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok, dan (3) Makna tanggung
jawab sebagai anggota (pasien), untuk merasa memiliki. Bila pasien berparsipasi dengan
serius mengikuti kegiatan komunikasi kelompok yang dilaksanakan dirurnah perawatan
ketergantungan narkotika "pamardisiwi" maka akan termotivasi untuk sembuh dari
ketergantungan narkotika. Dengan demikian motivasi sangat berbengaruh dalain
meniinbulkan aktivitas komunikasi seseorang.
Bila tujuan yang akan dicapainya tidak jelas, inaka motivasi untuk beraktivitas
inencapai tujuan tidak pernah ada. Dengan demikian motivasi akan timbul bila tujuan
yang akan dicapai itu jelas dan yakin dapat dicapainya.
Kamlesh (1983) menyatakan : "Motivation is purposive: without the presence of
goals this process may not start at all". Biasanya bila seseorang telah mencapai
tujuannya serta dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan merasa puas serta merasa telah
berhasil. Demikian pula halnya dengan motivasi, aktivitas yang didasari oleh adanya,
motivasi dan telah mencapai tujuannya, akan merupakan suatu kepuasan bagi seseorang,
Berkaitan dengan penelitian ini, pasien penderita ketergantungan Narkoba
mempunyai motivasi kuat untuk sembuh dari ketergantungannya NAZA akan aktif
berkomunikasi untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas komunikasi pasien diantaranya
dapat dilihat dari fiekwensi pasien dalam mengikuti kegiatan-kegiatan rohaniah atau
mental selama mengikuti rehabilitas di rumah perawatan ketergantungan narkotika,
frekuei~sitatap mukz dengan orang tua, fiekwensi pasien dalam mengkuti kegiatankegiatan jasmani atau fisik yang diikuti selama rehabilitas serta berpartisipasi dalam
mengikuti kegiatan komunikasi kelompok yang ada di rehabilitas perawatan
ketergantungan narkotika. Dalam aktivitas komunikasi tersebut pasien dikelompokan
agar mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda, misalnya untuk pasien yang berjenis
kelamin wanita mendapatkan porsi olah raga yang berbeda dengan laki-laki, pasien yang
baru juga mendapatkan porsi olah raga yang berbeda dari pasien yang lama.
KERANGKA PEMIKIRAN
Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal
seperti keadaan semula, walaupun secara fisik daapat dilakukan pengobatan. Pergaulan
bebas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya peningkatan pemakain
NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh orang tua, oleh karena itu
lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan faktor yang
mempengaruhi NAZA. Faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya pengguna NAZA
adalah perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri
maupun yang dari luar negeri, lemahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan
hukuman yang memberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalam
prakteknya masih lemah. Hawari (2000) menyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan
NAZA sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama
dengan 130.000 orang.
Indikator yang dialternatifkan mempunyai pengaruh terhadap pasien adalah
kemampuan pribadi dalam beraktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi dalam
penelitian ini seperti kemauan mengikuti pembinaan rohani, kemauan mengikuti
pembinaan jasmani, intensitas komunikasi dengan orang tua, serta kemauan mengikuti
kegiatan komunikasi kelompok yang diselenggarakan di Rumwattik Pamardisiwi.
Rehabilitasi untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Rumah
Perawatan Ketergantungan Narkotik (Rumwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak
tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita
NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil
menyembuhkan banyak penderita ketergantungan NAZA. Pasien yang dirawat di
Rumwattik Pamardisiwi untuk saat ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 56 orang
laki-laki dan 4 orang wanita.
Alur pelayanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba
Rumwattik Pa~nardisiwi (gambar 1):
Penyalah
gunaan
1. Keluarga
2. Polisi
F[
s
1
fl
1
Diagnosis
1. Rik Fisik
2. Radiologis
3' babKlinis
b. Narkoba
1
Medis
1. Eniergensi
2. Non
Emergensi
Spesimen
/ ~ aDetox
Pid
Rehab
Sosial
MENT
Rehab
II
I
I
I
Detoxifikasi
4
I
~ ~ ~ ~ T e n c i ~ I
\-,
NonRapid
Detox (1 0 hari)
u
144
Gambar 1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika
Pemulilian bagi penderita sangat ditentukan oleh niotivasi penderita untuk pulili
atau tidak. Motivasi pasien merupakan
ukuran reaksi terhadap keinginan untuk
pemulihan dari ketergantungan NAZA dimana ada dua ukuran motivasi pada pasien,
yaitu motivasi pasien tinggi, dan inotivasi pasien rendah untuk pulih dari ketergantungan
NAZA.
Motivasi pasien untuk pulih dari ketergantungan NAZA dapat dilihat dari
pengelompokan usia pasien. Pengelompokkan usia penderita ketergantungan NAZA di
Ruinwattik Pamardisiwi terdiri dari keloinpok usia inuda yang berusia dibawah 2 1 tahun
dan usia pasien dewasa yang berusia diatas 2 1 tahun.
Adapun faktor-faktor motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA
dikarenakan keinginan pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan pasien untuk
berkeluarga, keinginan pasien untuk hidup normal, kondisi lingkungan, status orang tua,
dorongan keluarga dm nasehat-nasehat dari dokter.
Oleh karena itu kerangka pemikiran penelitian ini ingin mengetahui hubungan
karakteristik individu dm aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA di
Rurnwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap motivasi
untukpemulihan . (gambar 2) :
Karakteristik Individu
-------------------------------
- Pendidikan
- Status Sekolah
J
- Lama menjadi Pasien
- Pekerjaan orang tua
-
Aktivitas Komunikasi
Pengelompok
kan Usia
Pasien
- Usia Muda
- Usia
Dewasa
Faktor-faktor Motivasi
untuk Pemulihan
- Keinginan meneruskan
sekolah
- Keinginan berkeluarga
- Keinginan untuk hidup
normal
- Kondisi lingkungan
- Status orang tua
- Dorongan keluarga
- Nasehat dokter
-----------------
-
Frekwensi mengikuti
pembinaan rohani
- Frekwensi mengikuti
pembinaan jasmani
- Intensitas komunikasi
dengan orang tua
- Partisipasi dalam
komunikasi kelompok
L
Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi penderita
Ketergantungan NAZA dengan pengelompokan usia pasien terhadap
faktor-faktor motivasi untuk pemulihan.
HIPOTESA
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesa penelitian adalah :
1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan
NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap
f
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
OLEH :
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRACT
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI. Correlation between Individual
characteristics and communication activities among young and adult addicts, with
their healing motivations. Under the direction of
Syahrun Hamdani Nasution,
Maksum, Farida Rohadj i.
The research was conducted on February
-
May 2002 at Rumah Perawatan
Ketergantungan Narkotik (Rurnwattik) Pamardisiwi Jakarta to study the correlation
between individual characteristics and communication activities among young and
adult addicts, with their healing motivations. Prior to this research a preliminay study
was conducted, to 10 addicted patients at Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa Marzuki
Mahdi Bogor resulted in a score of 0,8765.
The correlations of variables were analyzed with Chi-Square, to examine the
differences in motivation low or high between the two age groups the tagged rank
Wilcoxon was used. Of the respondent's characteristics, from the two age groups,
jobs of parent is the only significant factor that correlate with healing motivation,
whereas the respondent's duration being a patient correlate significantly with healing
motivation, but only in young age patiens. On the result of communication activities
only physical program that significantly correlate with healing motivation and this is
time only in adult patients.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan infonnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,, September 2002
Marhaeni Faiar Kumiawati
NRP : 99510
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS
KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA
DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP
PAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN
( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )
MARHAENI FAJAR KURNIAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Perdesm
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul
Tesis : Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi Penderita
Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan Usia Pasien
Terhadap Faktor-Faktor Motivasi untuk Pemulihan
( Kasus di Rumwattik Pamardisiwi Jakarta )
Narna
: Marhaeni Fajar Kurniawati
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (KMP)
Menyetujui,
Drh. S. Harndani Nasution. Ph. D.
Ketua Komisi
n
Drs. Maksum, M. Si '
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Perdesaan
w.
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, MS
Tanggal Lulus : 13 September 2002
Program Pascasarjana
\
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro Jawa Timur pada tanggal 3 September 1971
sebagai putri sulung dari pasangan Wisnu Sunarko dan Sumiyati. Pendidikan sarjana
ditempuh di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi,
lulus pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada Program Pascasarjana IPB,
diperoleh penulis pada tahun 1999.
Penulis pernah bekerja di PT Indomobil Jakarta pada tahun 1996. Kemudian
penulis bekerja di Universitas Mercu Buana Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi sejak
tahun 1997. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bagian staf
pengajar tetap di jurusan hubungan masyarakat. Penulis menikah pada tanggal 14 Juni
1997 di Jakarta dengan pria asal Purworejo Jawa Tengah bernama Kuwat Riyanto.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2002 adalah "Hubungan Karakteristik Individu dan
Aktivitas Komunikasi Penderita Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan
Usia Pasien terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan pada Rurnah Perawatan
Ketergantungan Narkotika (Rumwattik) Pamardisiwi Jakarta".
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh. Syahrun Hamdani Nasution,
Ph. D.
Bapak Drs. Maksum, M. Si. Serta Ibu Dra. Farida Rohadji, MS. Selaku
pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada POLDA Metro Jaya, Bapak Irjen
Pol Hardiman dan Dr Ricardo (LSM Bersama), Ibu Delfita, Ibu Evi dan seluruh personel
serta para dokter di Rumwattik Pamardisiwi, Bapak Ari dari Badan Narkotika Nasional,
serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada suami tercinta mas Kuwat Riyanto atas segala
pengertiannya, ayah dan ibu yang tak henti-hentinya selalu berdoa untuk penulis, serta
teman-teman atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. Semoga ALLAH SWT
memberi balasan yang setimpal.
Bogor, September 2002
Marhaeni Fajar Kurniawati
DAFTAR IS1
Hal
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tuj uan Penelitian ......................................................................................
Kegunaan Penelitian .................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia ...................................
Jenis-Jenis Narkoba dan Zat Aditif .......................................................
Pengaruh Penggunaan NAZA ...............................................................
Studi Tentang Komunikasi ....................................................................
Motivasi .................................................................................................
Hubungan antara Karakteristik Individu dan Motivasi .........................
Hubungan antara Aktivitas Komunikasi dan Motivasi .........................
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran ..............................................................................
Hipotesis ................................................................................................
METODOLQGI PENELITIAN
Populasi dan Contoh Penelitian .............................................................
Rancangan Penelitian ...........................................................................
Definisi Operasional .............................................................................
Validitas dan Reliabilitas .....................................................................
Pengumpulan Data ................................................................................
Analisis Data ........................................................................................
HASIL PEMBAHASAN
Keadaan Umum Rumwattik Pamardisiwi ............................................
34
Proses Pembinaan di Rumwattik Pamardisiwi .....................................
35
Aktivitas Komunikasi Responden
........................................................
40
Hubungan Karakteristik lndividu dan Aktivitas ~ o m h k a s i
dengan Pengelompokkan Usia Muda dan Dewasa terhadap
Motivasi untuk Pemulihan .................................................................
44
Hubungan Karakteristik Individu dan Motivasi untuk Pemulihan
dari Ketergantungan NAZA pada Usia Muda dan Usia Dewasa ..........
46
Hubungan Aktivitas Komunikasi Responden dengan
Pengelompokkan Usia terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk
Pemulihan dari Ketergantungan NAZA ................................................
55
Hubungan antara Pengelompokkan Usia Responden
dengan Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan
Keteragntungan NAZA .........................................................................
61
Faktor-faktor motivasi Pemulihan dari Ketergantungan
Terhadap NAZA ....................................................................................
72
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran
...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER
LAMPIRAN - LAMPIRAN
76
78
DAFTAR TABEL
Hal
1. Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi .................................... 35
2 . Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Individu ........................ 37
3 . Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Komunikasi
.....................
41
4 . Hubungan Antara Pengelompokkan Usia Responden dengan
Motivasi untuk Pemulihan .......................................................................
65
5. Peringkat Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan .................................. 72
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika .......................
24
2. Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Konlunikasi
Penderita Ketergantungan NAZA dengan Pengelompokkan
Usia Pasien Terhadap Faktor-faktor Motivasi Untuk Pemulihan ............
26
3. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan
Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Muda
dengan Motivasi Pemulihan Ketergantungan NAZA ..............................
44
4. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan
Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Dewasa
dengan Motivasi Pemulihan Ketergantungan NAZA .............................
45
Daftar Lampiran
1. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Profil
Penderita tahun 200 1 - 2002.
2. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Jenis
Narkoba yang digunakan tahun 200 1 - 2002.
3. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Identitas, Status Kepemilikan dan Fasilitas.
4. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Kepengurusan, SDM Pengurus, Program dan Keadaan
Lingkungan Sekitar.
5. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba
Berdasarkan Daya Tampung, Pelayanan Diklat dan Mortalitas.
6. Hasil analisis Chi-Square (X2)hubungan antara peubah penelitian
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyalahgunaan serta ketergantungan Narkotika dan Zat Aditif (NAZA) dari tahun
ke tahun semakin bertambah. BAKOLAK INPRES no 6 tahun 1971, dalam Hawari,
(2000) inenyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan (penderita atau pasien) NAZA
sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama dengan
130.000 orang.
Penelitian yang dilakukan Hawari (2000) menunjukkan bahwa angka sebenarnya
adalah sepuluh kali lipat dari angka resmi. Fenomena NAZA merupakan fenomena
gunung es (ice berg) artinya yang tampak diperrnukaan lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak tampak, atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang penyalahgunan
NAZA artinya ada sepuluh orang penderita lainnya yang tidak terdata secara resmi.
Dengan demikian
jumlah atau ketergantungan pada NAZA di Indonesia dapat
diasumsikan berjumlah 130.000 x 10
=
1,3 juta orang. Bila diasumsikan setiap
penyalahguna atau ketergantungan NAZA mengeluarkan uang paling sedikit Rp.
100.000,- per hari untuk mengkonsumsi NAZA; maka biaya yang harus dikeluarkan
minimal Rp. 130 milyar perhari.
Pergaulan bebas merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi adanya
peningkatan pemakaian NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh
orang tua, oleh karena itu lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan
faktor yang mempengaruhi pemakaian NAZA.
Faktor lain yang meinpengaruhi meningkatnya pengguna NAZA adalah
perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang
dari luar negeri, leinahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan hukuman yang
ineinberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalain prakteknya
inasih lemah.
Penderita ketergantungan NAZA, ~nerupakailinalapetaka bagi keluarganya, karena
penderita sulit untuk sembuh secara total, seineiltara dana yang harus dikeluarkan cukup
besar. Terlebih jika sudah menjadi urusan pihak berwajib jika si anak sainpai pada taraf
pengedar NAZA.
Rehabilitas untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Ruinah
Perawatan Ketergantungan Narkotik (Ruinwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak
tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita
NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil
inemulihkan banyak penderita ketergantungan NAZA.
Adapun faktor-faktor yang mendorong pasien untuk pulih antara lain keinginan
pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan untuk berkeluarga, keinginan hidup normal,
kondisi lingkungan pasien, dorongan dari orang tua, status orang tua dan nasehat dokter.
Metode pengobatan yang dilakukan antara lain pasien yang dirawat dikelompokkan
dalam suatu griya-griya berdasarkan usia, jenis kelamin dan lanjutan. Pasien wanita
ditempatkan secara khusus dalam griya Sinta. Untuk pasien yang berusia dibawah 20
tahun ditempatkan dalam griya Sadewa. Untuk usia 20 tahun keatas ditempat dalam dua
griya yaitu masing-masing griya Nakula dan griya Krisna. Sedangkan untuk tingkat
pemantapan ditempatkan ke griya Yudistira.
Cara pengobatan yang dilakukan oleh
petugas dengan memberikan pembinaan secara fisik, rohani dan medis. Kecepatan pulih
seorang pasien sangat tergantung dari motivasinya. Jika seseorang penderita disiplin
dalain mengikuti setiap perlakuan yang dianjurkan, maka tingkat pemulihan semakin
cepat.
Untuk mengetahui apakah pengelompokan usia tersebut bei-pengaruh terhadap
inotivasi untuk peinulihan dari ketergantungan NAZA, penelitian ini difokuskan terhadap
variabel-variabel yang diduga berhubungan kuat dengan motivasi untuk pemulihan yaitu
karakteristik individu dan aktivitas komunikasi.
Perurnusan Masalah
Pengedar dan penderita ketergantungan terhadap NAZA merupakan beban
masyarakat, pemerintah dan keluarga. Karena secara langsung maupun tidak langsung
para penderita tersebut telah menghambat pembangunan. Oleh sebab itu seluruh
komponen masyarakat dihimbau untuk melakukan pencegahan terhadap pengedaran
NAZA, karena jika seseorang sudah ketergantungan pada NAZA sulit untuk
dikembalikan, terlebih jika sudah menjadi penderita.
Upaya pemulihan penderita NAZA yang dilakukan secara medis dan terapi oleh
pemerintah dan swasta ternyata telah menunjukkan hasilnya. Salah satu metode
pemulihan penyembuhan penderita NAZA yang dilakukan oleh Rumwattik Pamardisiwi
dengan cara pengelompokkan pasien. Setiap kelompok pasien diberi perlakuan
pengobatan dengan cara fisik, rohani dan medis.
Keberhasilan pulih seorang pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu
untuk pemulihan. Sementara motivasi untuk pemulihan itu sendiri diduga dipengaruhi
faktor dari dalam dan dari luar. Dari dalam didorong oleh karakteristik individu, dan dari
luar adanya aktivitas komunikasi pasien. Diantaranya melihat, mendengar, berbicara
dengan orang lain, serta membaca informasi maupun berita.
Sehubungan dengan ha1 tersebut, karakteristik individu dan aktivitas komunikasi
pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu
untuk sembuh. Untuk itu
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA
di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
2. Apakah ada hubungan antara aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA
di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
3. Bagaimana hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktorfaktor motivasi untuk pemulihan?
4. Faktor-faktor motivasi apa saja yang paling dominan dalam pemulihan terhadap
ketergantungan NAZA?
Tujuan Penelitian
Mengacu pada pertanyaan dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
tnengetahui :
1. Hubungan karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik
Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk
pemulihan.
2. Hubungan aktivitas komunikasi penderita ketergantungan N A Z A di Rumwattik
Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk
pemulihan.
3. Hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktor-faktor
motivasi untuk pemulihan.
4. Faktor-faktor
motivasi
apa saja yang paling
dominan
dalam pemulihan
ketergantungan terhadap NAZA.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat luas
khususnya para orang tua agar lebih berhati-hati terhadap segala kegiatan anaknya
sehingga tidak terjerumus dalam bahaya NAZA. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka
penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Orang tua, guru, pengurus lembaga sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan
pemerintah sebagai pengetahuan dan bahan rumusan guna mengembangkan model
penyembuhan penderita NAZA.
2. Para aparat khususnya jaksa, polisi, dan penegak hukum lainnya sebagai inforrnasi
yang dapat digunakan untuk inengambil keputusan berkaitan dengan inasalah NAZA
3. Bagi para peneliti dan ilmuwan guna mengembangkan illnu pengetahuan dan
penelitian lanjutan di bidang komunikasi.
4. Para praktisi komunikasi, sebagai sumbangan pengembangan ilinu kornunikasi
pedesaail dan pertanian.
TINJAUAN PUSTAKA
b
Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia
Dalam buku Undang-Undang Psikotropika dijelaskan pada mulanya di Indonesia
hanya mengenal jenis candu yang dibawa oleh pedagang Cina. Candu yang digunakan
dengan memakai cangklong, di Jawa disebut "nyeret", dan dikonsuinsi oleh Cina-Cina
tua (singkhek) dan orang-orang kaya. Candu lalu berkembang dan diproyeksi untuk
kepentingan kedokteran sebagai obat penenang, penghilang rasa sakit dan diproduksi
untuk berbagai jenis morfin, heroin dan kokain.
Memasuki awal orde baru, jenis-jenis zat yang seharusnya untuk kepentingan
kedokteran atau penelitian kesehatan, pemanfaatannya inulai disalahgunakan dan
diperdagangkan secara luas. Padahal penyalahgunaan zat-zat tersebut sangatlah
berbahaya bagi kehidupan manusia.
Kemudian pada era tahun 90-an hingga sekarang, terasa sekali bahwa peredaran
NAZA/NARKOBA semakin berkembang, dengan jenis-jenis dan tingkat efektifitas yang
meningkat. Hal ini diperlihatkan dengan maraknya kasus-kasus peredaran NAZAI
NARKOBA, dan juga memperlihatkan tingkatan konsumen yang menyeluruh, mulai dari
tingkat usia, ekonomi, profesi ataupun status sosial. Ironisnya, peredarannya mulai
merambah ke pedesaan.
Selain itu, para pengedar NAZA/NARKOBA tersebut saat ini terlihat
seolah
mereka memiliki kekebalan hukum, bebas melakukan transaksi di tempat-tempat hiburan
malam, bahkan di lingkungan sekolah.
Meningkatnya jumlah penyalahgunaan NAZAINARKOBA sedikitnya dipengaruhi
oleh adanya segmentasi yang terkait dengan pasar, barang, suplier (pemasok) dan
konsumen.
Berbagai inforinasi seperti trend barang (NAZA) yang dikonsumsi, tingkatan
konsumen, daerah-daerah strategis pemasaran, pemegang kekuasaan, atau informasi
lainnya, akan menjadi masukan bagi suplier (pemasok), dalam memperluas jaringannya.
Mengenai jaringan dan kapasitas distribusi NAZAINARKOBA, khususnya yang
berasal dari luar negeri, dapat beredar di Indonesia dengan cara diselundupkan. Karena
itu maka jalur-jalur transportasi dengan berbagai elemen yang ada didalarnnya, menjadi
faktor yang cukup vital.
Apabila tidak ada tindakan tegas, maka terjadinya peredaran dan penyeludupan
narkoba dan sejenisnya di Indonesia akan semakin mudah, meskipun hukum dan
perundang-undangnya telah ditingkatkan.
Berhasil tidaknya peranan Pemerintah dalam mengatur segi-segi hukum, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, keagamaan, dan segi-segi lain melalui
departemen-departemen atau instansi-instansi yang ada, secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh pada kepribadian masyarakat. Sebagai contoh kurikulum
pendidikan pemerintah, khususnya yang mengajarkan tentang dimensi moral, keimanan
dan ketaqwaan
serta budi pekerti luhur, baik berupa pendidikan
agama maupun
pendidikan pancasila yang diajarkan sejak sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi
belum maksimal. Padahal pendidikan moral ini merupakan salah satu yang menjadi
dasar dalam menepis segala bentuk perilaku negatif dalam diri setiap manusia.
Jenis-jenis Narkoba dan Zat Aditif
Berbagai jenis zat NAZA yang sering digunakan menurut Undang-undang
Psikotropika antara lain :
a.
Ganja atau Mariyuana adalah jenis tanaman perdu yang tingginya sekitar satu
setengah meter. Daun ganja memiliki helai daun yang menjari dengan bentuk yang
inemanjang, pinggirnya bergerigi dengan ujung daun yang lancip. Pemakaian ganja
uinuinnya dengan melinting daun, batang ataupun bunganya yang sudah
dikeringkan
inirip dengan tembakau. Cara pemakaian dengan
dihisap seperti
inenghisap rokok, disebut rokok ganja atau tembakau ganja. Selain daunnya, biji
ganja dapat dibuat minyak ganja, cara pemakaiannya diteteskan atau dioleskan pada
rokok, yang efeknya sama dengan menghisap rokok ganja. Pengaruh penggunaan
ganja cukup besar terhadap keinampuan berpikir. Hal ini dikarenakan ganja
ineinpengaruhi konsentrasi dan daya ingat pemakai. Akhirnya melemahkan
kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Sedangkan kondisi sakaw pada
pencandu ganja adalah meningkatnya denyut nadi, rasa takut yang berlebihan,
panik, depresi, kebingungan serta timbul halusinasi (khayalan).
b.
Serbuk heroin ("putaw") berasal dari getah bunga tanaman candu dan setelah inelalui
proses ekstraksi menghasilkan bubuk atau serbuk bentuknya ada yang benvarna
putih adapula kecoklat-coklatan (brown sugar). Diperjual belikan dalain paket-paket
yang dibungkus dalam kantong plastik atau kertas biasa yag dilipat-lipat sampai
bungkusan yang terkecil selebar kuku jari.
c.
Kokain berasal dari ekstrak daun coca, berbentuk kristal, serbuk dan bubuk sehalus
tepung. Cara pemakaian dihisap inelalui hidung. Kokain mempunyai pengaruh
ketergantungan dan berdainpak tinggi, terhadap fisik dan mental, sehingga ciri-ciri
fisik dan phsikologi pemakainya hampir serupa dengan kondisi peinakai NAZA
jenis lainnya. Kokain biasanya berbentuk tablet dengan warna putih, cairan dengan
warna beninglputih, tepung dengan warna putih dan berbentuk bubuk kristal.
d. Alkohol, terdapat dalam berbagai kadar dalam minuman keras (dari 1 hingga 45%
atau lebih). Minuman keras ini diperjual belikan dalam kemasan botol berbagai
bentuk besar atau kecil, yang diproduksi oleh pabrik, industri lokal (tradisional) dan
ada pula yang dimport.
e.
Amphetamine (MDMA = 3,4-MethyleneDioxy-Meth-Amphetamine),yang dipasaran
disebut dengan nama "shabu-shabu" (berbentuk kristal), ekstasi (berbentuk tablet
benvarna-warni). Cara pemakaian dihisap melalui suatu alat yang disebut "bong".
Sedangkan ekstasi atau inex cara pemakaiannya dengan ditelan. NAZA jenis ini
merusak syaraf otak, jantung dan otot
yang pada gilirannya bila tidak segera
dihentikan pemakaiannya akan mendatangkan kematian. Dampak peinakaian shabushabu menjurus kepada perilaku kekerasan. Efek lain pada tubuh adalah impotensi,
berat badan menurun, kejang-kejang, paranoid, kerusakan pada usus, ginjal, jantung
yang berakhir dengan kematian. Efek lain yang sangat berbahaya walaupun tanpa
sebab yang jelas adalah timbulnya keinginan untuk bunuh diri, mencelakakan orang
lain dan bahkan keinginan untuk membunuh orang lain.
f.
Sedativa/hipnotika, jenis ini berupa tablet atau pil, bentuknya seperti obat-obatan
resep dokter lainnya, ada yang dalam bentuk kemasan (papan) yang berisi 10 tablet
atau tanpa kemasan (lepas).
g.
Morphine, Moiphin berasal dari candu inentah yang diolah dengan bahan-bahan
kiinia lainnya. Morphine sebenai-nya dipakai sebagai obat penenang (obat bius),
namun seringkali disalahgunakan, sehingga berakibat buruk bagi si pemakai.
Adapun bentuk-bentuk inorplline yaitu bubuk atau serbuk benvai~laputih yang
mudah larut dalain air. Penggunaannya dengan cara menyuntikkannya di urat
lengan, dicampur dengall rokok. dicampur dengan rninuinan dan juga sering
ditaburkan pada luka sayatan yang dibuat ole11 pemakainya. Berupa cairan berwarna
putih yang disimpan dalaln sampul atau botol dan cara peinakaiannya dengan
disuntikkan. Berbentuk balok kecil dengan ukuran. warna dan inerk yang berbeda
sepei-ti "999 (triple nine), OK, AA, IA". Serta dalam bentuk kecil-kecil dan
berwai-na putih..
Pengaruh Penggunaan NAZA
Mereka yang mengkonsuinsi NAZA akan mengalanli gangguan nlental dan
perilaku, sebagai akibat terganggunya sisteln pada sel-sel susunan saraf pusat diotak.
Gangguan pada sisteln sel-sel susunan saraf pusat tadi mengakibatkan terganggunya
fungsi kognitif, fungsi afektif dan psikoinotor.
Hawari (2000), menjelaskan bahwa penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA
akan nlengakibatkan terjadinya adiksi (ketagihan) hingga dependensi (ketergantungan)
NAZA yang dikenal dengan dua istilah, yaitu gangguan mental organik atau sindrom
otak organik, yaitu kegelisahan dan kekacauan dala~n fungsi kognitif, afektif dan
psikotnotor. Orang yang mengkonsunlsi
narkoba akan mengalami kecenlasan dan
depresi. Menurut Hawari (2000) kecemasan adalah gangguan dalam alam perasaan yang
ditandai dengan perasaan ketakutan
atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, depresi adalah gangguan dalam alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kegairahan hidup
menui-un, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Kaplan dan Sadock (1 982) menyatakan bahwa penyalahguilaan dan ketergantungan
NAZA terjadi pada mereka yang mengalami gangguan psikologis (kejiwaan) yaitu
berupa ketegangan, kecemasan, depresi, perasaan ketidakwajaran, dan hal-ha1 lain yang
tidak menyenangkan. Selain dari gangguan afektif, ada pula faktor kepribadian yang
digambarkan sebagai kepribadian pasif-agresif yaitu ciri kepribadian yang ditandai
dengan adanya dorongan agresivitas namun dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan
yang pasif, dan pasif dependen yaitu ciri kepribadian yang ditandai dengan sikap
ketergantungan pada orang lain yang dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan yang
pasif (tidak inelakukan sesuatu).
Studi Tentang Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris "communication berasal dari bahasa
"
Latin "communicatio" yang bersumber dari kata "communis" yang berarti "sama
makna", Ruben dalam Muhamad (1995) menyatakan komunikasi manusia adalah suatu
proses melalui mana individu dalam hubungannya dengan kelompok, dalam organisasi
dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk
mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain.
Sementara itu Sendjaja (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah
tindakan untuk berbagi inforrnasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan
koinunikasi yang terlibat di dalarnnya guna mencapai kesamaan inakna. Tindakan
komuiiikasi tersebut dapat dilakukan dalam beragam konteks yaitu komunikasi antar
pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Pengei-tian kolnunikasi sebagai sebuah proses u~itukmerubah perilaku orang lain
dinyatakan oleh Hovland dalam Effendy (1986) bahwa seseorang akan dapat merubah
sikap, pendapat, atau perilaku orang lain, apabila koinunikasi tersebut terjalin dengan
efektif.
Tubbs dan Moss (1996) mendefinisikan komunikasi sebagai proses mencipatakan
makna diantara dua orang atau lebih. Konteks koinunikasi tersebut terdiri dari
komunikasi dua arah, wawancara, komunikasi keloinpok kecil, komunikasi publik,
komunikasi organisasional, komunikasi massa, dan komunikasi antar budaya.
Selanjutnya dikatakan bahwa kriteria komunikasi yang efektif secara sederhana
digambarkan sebagai keberhasilan orang menyampaikan apa yang dimaksudkannya.
Secara uinum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disainpaikan dan yang
dimaksucikan ole11 pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang
ditangkap dan dipahami oleh penerima, untuk keberhasilan suatu komunikasi yang
efektif, maka diperlukan suatu strategi dalam komunikasi.
Effendy (1993) menyatakan bahwa peran penting strategi komunikasi yang
merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi dapat
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam ha1 ini, strategi
komunikasi dituntut hams mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis
dengan pendekatan yang sewaktu-waktu dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi dan
kondisi. Strategi komunikasi dalam pengelompokkan pasien bertujuan untuk memastikan
bahwa komunikan (pasien ketergantungan NAZA) mengerti akan pesan yang diterima
sehingga terbina dengan baik yang pada akhirnya akan termotivasi untuk sembuh dari
ketergantungan NAZA.
Faktor kemampuan menjadi faktor penting untuk membentuk aktivitas komunikasi.
Kemampuan disini mencakup ke~nampuanpribadi dalam beraktivitas komunikasi, dalam
penelitian misalnya kemampuan mengikuti kegiatan rohani, kemampuan melakukan
kegiatan jasmani, melakukan tatap muka dengan
orang tua,
berpartisipasi dalam
kegiatan komunikasi kelompok.
Individu yang satu umumnya berbeda dengan individu yang lainnya dalam ha1
kemampuannya. Perbedaan itu bersumber kepada berbagai kombinasi karakteristik
individu. Dalam penelitian ini perbedaan karakteristik individu yaitu pendidikan, status
sekolah, pekerjaan orang tua dan lamanya menjadi pasien di Rumwattik Pamardisiwi,
menjadi indikator-indikator yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan motivasi
pemulihan.
Motivasi
Soewarno (1980) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang
berarti sesuatu pernyataan batin yang benvujud daya kekuatan untuk bertindak atau
bergerak, baik secara langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap
sasaran. Dari dasar kata motive inilah lahir kata "motivasi" yang berarti dorongan yang
ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Surya Brata
(197 1) menyebutkan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivtas tertentu guna mencapai suatu sasaran.
Keller (1 948) mengatakan bahwa tnotivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya
dapat diarnati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhnn
kebutuhan atau pencapaian tujuan yang dikehendaki. Motivasi dapat inenjelaskan tentang
alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi inerupakan daya
pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna
~nencapaitujuan yang diinginkan.
Handoko (1995) mendefinisikan bahwa "motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor
yang
terdapat
dalaln
mengorganisasikan
diri
manusia
tingkah lakunya."
yang
menimbulkan,
inenggerakkan
dan
Motif adalah suatu alasallldorongan yang
rnenyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan. Dalam suatu
niotif terdapat dua unsur pokok yaitu unsur dorongan dan unsur tujuan yang ingin
dicapai. Proses interaksi antar kedua unsur ini di dalam diri manusia dipengaruhi oleh
faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (ekstemal) diri manusia sehingga
menimbulkan inotivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi
dapat terjadi dalam waktu relatif singkat, apabila inotivasi yang pertama mendapat
hambatan atau tidak mungkin dipenuhi. Jadi, inotivasi adalah sesuatu keadaan siap
terjadinya suatu perbuatan.
Young P.T dalam Budianti (1983) berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu
proses yang dapat menimbulkan suatu tingkahlaku, dimana tingkah laku itu diatur
sedeinikian rupa sehingga dapat mencapai suatu keberhadilan. Jadi untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, harus mempunyai motivasi dalam mengarahkan tingkah lakunya.
Young P.T dalam Budianti (1 983) menyatakan :
......"the
process of arousing
action, sustaining the activity in progress, and regulating the pattern of activity". Selain
itu Kamlesh (1983) mengatakan : "Motivation is a process by which an individual is
inspired, goaded or coaxed to do something". ''In other words, it is that psychophysiological condition of organism which causes an individual to work or stive to fulfil
his need" .
Mendukung
pendapat dari Young dalam Budianti (1983), Kamlesh lebih
menekankan bahwa motivasi itu juga
merupakan suatu proses yang dapat
membangkitkan, merangsang serta memikat seseorang untuk bertingkah laku sehingga
ada stimulus dari luar diri yang dapat menimbulkan motivasi pada seseorang. Tapi
disamping itu perlu adanya kekeuatan dari dalam diri seseorang yang berupa kondisi
jiwa.
Keadaan ini dapat menimbulkan keinginan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, sehingga ia akan bertingkah laku serta berjuang untuk mencapainya.
Motivasi tidak akan pernah berakhir. Motivasi itu akan menetap, bahkan merupakan
sesuatu yang kompleks ada dalam diri seseorang.
Motivasi yang ada dalam diri pasien membangkitkan, merangsang serta memikat
penderita ketergantungan narkoba untuk mencapai petnulihan. Disini memang hams ada
motivasi yang kuat dalam diri pasien, karena itu merupakan yang paling penting mtuk
mencapai pemulihan pasien sendiri. Orangtua pun tidak dapat mengatasi kalau tidak dari
dalam diri pasien itu sendiri. Sepanjang kehidupannya seseorang selalu mempunyai
motivasi untuk bertingkah laku, sehingga motivasi itu sendiri harnpir merupakan suatu
karakteristik umurn bagi seseorang. Dalam ha1 ini Maslow mengatakan : ". ...assume that
motivation is constant, never ending fluctuating, and complex and that it is an almost
universal characteristic of practically every organismic state of affairl'..Seperti yang
telah dijelaskan sebelurnnya bahwa untuk mencapai tingkat kesembuhan pada pasien
perlu adanya kekuatan dalam diri seseorang yang berupa kondisi jiwa. Kondisi jiwa
antara pasien yang satu dengan pasien yang yang lain berbeda-beda, sesuai dengan
karakteristiknya masing-masing, misalnya, pekerjaan orang tua, pendidikan pasien,
lamanya menjadi pasien dan status sekolah pasien.
Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Motivasi
Kerangka pengalaman komunikan yang harus dimengerti oleh komunikator antara
lain : kondisi kepribadian dan kondisi fisik komunikan yang terdiri dari pengetahuan
komunikan mengenai pokok persoalan, kemampuan komunikan untuk inenerima pesanpesan lewat media yang digunakan, pengetahuan komunikan terhadap perbendaharaan
kata-kata yang digunakan. Selanjutnya Sendjaja, (1994) mengatakan bahwa
sebagai
individu, komunikan mempunyai karakterustik sosial ekonomi dan psikologis.
Karakteristik sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan, kemampuan bahasa asal
daerah, agama dan pekejaan. Sedangkan karakteristik psikologi meliputi aspirasi cita-cita
hidup, sikap dan tingkah laku individu, yang menyangkut keterbukaan komunikasi dan
kebiasaan berkomunikasi.
Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik
individu memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelompokan pasien terhadap
motivasi untuk sembuh dari ketergantungan NAZA Proses penyembuhan bagi pasien
penderita ketergantungan NAZA juga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri.
Pasien yang berada dalam rumah perawatan ketergantungan Narkotika "Pamardisiwi"
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan ini di duga mempengaruhi motivasi si
pasien untuk sembuh dari ketergantungan narkotika.
Menurut Kartona dan Gulo (1987) menyatakan bahwa motivasi inerupakan (1)
kontrol batiniah dari tingkah laku seperti yang diwakili oleh kondisi-kondisi fisiologis,
ininat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap dan aspirasi-aspirasi; dan (2)
kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipenuhi
oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan. Menurut
Siagian (1989) motivasi merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau
dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan waktunya untuk mencapai tujuan. Jadi
motivasi pasien untuk sembuh dari ketergantungan NAZA merupakan daya pendorong
yang mengakibatkan pasien mau dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan
waktunya untuk mengikuti semua kegiatan di Rumwattik Pamardisiwi.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara
sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya
dijelaskan, motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan ole11 faktor di dalam
diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor diluar diri yang disebut faktor
ekstrinsik. Faktor dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan, berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan faktor
luar dapat ditimbulkan oleh berbagai surnber, yaitu lingkungan, kegiatan penyuluhan atau
faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi faktor dari dalam maupun faktor dari luar
motivasi timbul karena adanya rangsangan.
Motivasi untuk pulih bagi pasien ketergantungan NAZA juga ditentukan dari
dalam diri antara lain sikap, pengalaman, berbagai harapannya dimasa yang akan datang
saerta cita-cita yang menjangkau masa depannya. Sedangkan motivasi yang ditentukan
oleh faktor dari luar timbul dari lingkungan di Rumwattik Pamardisiwi, kegiatan
penyuluhan dan pengobatan. Maka dengan menggunakan pengeloinpokkan pasien
tersebut maka perlakuan yang dilakukan oleh pihak Rumwattik Pamardisiwi terhadap
kelompok-kelompok pasien penderita ketergantungan NAZA berbeda-beda.
Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Motivasi
Wibowo dalam Pudjiati (1992) mengatakan komunikasi yang efektif bukan
sekedar menyusun kata atau mengeluarkan bunyi yang berupa kata-kata, tetapi
menyangkut bagaimana agar orang lain mau tertarik perhatiannya, dapat mendengar,
mengerti, dan melakukan sesuai dengan pesan yang disampaikan. Sedangkan Schramm
dalam Effendy (1993) inenyebutkan bahwa kondisi yang harus dipenuhi agar suatu
pesan dapat membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, adalah (a) pesan harus
dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian
komunikan; (b) pesan hams menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dengan komunikan sehingga sama-sama mengerti; (c)
pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa
cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut; dan (d) pesan harus menyarankan suatu jalan
untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan
berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Aktivitas komunikasi pasien adalah aktivitas yang dilakukan pasien dalam usaha
memperoleh informasi sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan untuk
pulih dari ketergantungan NAZA. Aktivitas komunikasi dapat berarti tindakan atau
respon seseorang terhadap sumber dan pesan bila ditinjau dari pengertian model
komunikasi linier. Pada pendekatan komunikasi interpersonal, dimana komunikasi
ditekankan pada konsep saling membagi pengalaman (Tubbs and Moss, 1996), maka
tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai perilaku komunikasi.
Aktivitas komunikasi seseorang pada umurnnya dimotivasi oleh keinginan untuk
memperoleh tujuan. Motivasi dapat membangkitkan, merangsang serta memikat
seseorang untuk bertingkah laku. Sigmund Freud (1927) menyatakan bahwa orang-orang
tidak selamanya menyadari hal-ha1 yang diinginkannya, dan karenanya kebanyakan
aktivitasnya dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Jadi motivasi sangat
berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas seseorang.
Efektifitas komunikasi interpersonal didapatkan dari berbagai peluang individu
untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut
R a b a t (1985), komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif
bila pertemuan
komunikasi merupakan ha1 yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang
efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan
sendiri. Komunikasi
interpersonal, seperti bentuk komunikasi tatap muka, pada beberapa ha1 dapat mengatasi
keterbatasan-keterbatasan seperti kesulitan menangkap dan memahami materi suatu
pesan. Pada bentuk komunikasi ini, ketidak jelasan dapat langsung dinyatakan kepada
sumbernya. Komunikasi tatap muka mampu menimbulkan kesadaran, membangkitkan
minat dan mampu menyentuh tahap persuasi.
Pada kebanyakan orang, aktivitas komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan
mereka
berkomunikasi.
Dalam
mengamati
aktivitas
komunikasi,
seyogyanya
dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan komunikasi sesuai
dengan tujuan dan kebutuhannya berdasarkan
penalaran sendiri. Menurut Kincaid
(1985), tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah inenentukan dan inemahami realitas
agar tujuan-tujuan yang lain dapat diseieksi dan dicapai, setiap komunikator maupun
penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri, tetapi mereka
tidak bisa puas dengan penjelasan itu. Aktivitas komunikasi lebih banyak persamaailnya
dari perbedaannya.
Partisipasi melakukan kegiatan koinunikasi kelompok inerupakan salah satu
suinber informasi. Partisipasi merupakan salah satu diinensi dalain efek koinunikasi yang
dipengaruhi oleh komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.
Sebagaimana dikemukakan oleh Gonzales dalam Jahi (1988) terdapat tiga efek
komunikasi, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuanlpemahaman. Efek afektif berhubungan
dengan emosi, perasaan dan sikap. Efek konatif berhubungan dengan perilaku yang
nampak. Keith Davis mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mentallpikiran dan
emosilperasaan
seseorang di dalain situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberi sumbangan kepada kelompok, dalam mencapai tujuan serta turut bertanggung
jawab terhadap yang dilakukannya.
Keith Davis menjabarkan partisipasi atas pengertian : (1) Partisipasi/keikutsertaan
/keterlibatan/peranserta, sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan
perasaan, lebih dari pada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah, (2)
Makna kesediaan memberi sesuatu sumbangan dalam mencapai tujuan kelompok, baik
berupa rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok, dan (3) Makna tanggung
jawab sebagai anggota (pasien), untuk merasa memiliki. Bila pasien berparsipasi dengan
serius mengikuti kegiatan komunikasi kelompok yang dilaksanakan dirurnah perawatan
ketergantungan narkotika "pamardisiwi" maka akan termotivasi untuk sembuh dari
ketergantungan narkotika. Dengan demikian motivasi sangat berbengaruh dalain
meniinbulkan aktivitas komunikasi seseorang.
Bila tujuan yang akan dicapainya tidak jelas, inaka motivasi untuk beraktivitas
inencapai tujuan tidak pernah ada. Dengan demikian motivasi akan timbul bila tujuan
yang akan dicapai itu jelas dan yakin dapat dicapainya.
Kamlesh (1983) menyatakan : "Motivation is purposive: without the presence of
goals this process may not start at all". Biasanya bila seseorang telah mencapai
tujuannya serta dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan merasa puas serta merasa telah
berhasil. Demikian pula halnya dengan motivasi, aktivitas yang didasari oleh adanya,
motivasi dan telah mencapai tujuannya, akan merupakan suatu kepuasan bagi seseorang,
Berkaitan dengan penelitian ini, pasien penderita ketergantungan Narkoba
mempunyai motivasi kuat untuk sembuh dari ketergantungannya NAZA akan aktif
berkomunikasi untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas komunikasi pasien diantaranya
dapat dilihat dari fiekwensi pasien dalam mengikuti kegiatan-kegiatan rohaniah atau
mental selama mengikuti rehabilitas di rumah perawatan ketergantungan narkotika,
frekuei~sitatap mukz dengan orang tua, fiekwensi pasien dalam mengkuti kegiatankegiatan jasmani atau fisik yang diikuti selama rehabilitas serta berpartisipasi dalam
mengikuti kegiatan komunikasi kelompok yang ada di rehabilitas perawatan
ketergantungan narkotika. Dalam aktivitas komunikasi tersebut pasien dikelompokan
agar mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda, misalnya untuk pasien yang berjenis
kelamin wanita mendapatkan porsi olah raga yang berbeda dengan laki-laki, pasien yang
baru juga mendapatkan porsi olah raga yang berbeda dari pasien yang lama.
KERANGKA PEMIKIRAN
Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal
seperti keadaan semula, walaupun secara fisik daapat dilakukan pengobatan. Pergaulan
bebas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya peningkatan pemakain
NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh orang tua, oleh karena itu
lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan faktor yang
mempengaruhi NAZA. Faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya pengguna NAZA
adalah perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri
maupun yang dari luar negeri, lemahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan
hukuman yang memberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalam
prakteknya masih lemah. Hawari (2000) menyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan
NAZA sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama
dengan 130.000 orang.
Indikator yang dialternatifkan mempunyai pengaruh terhadap pasien adalah
kemampuan pribadi dalam beraktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi dalam
penelitian ini seperti kemauan mengikuti pembinaan rohani, kemauan mengikuti
pembinaan jasmani, intensitas komunikasi dengan orang tua, serta kemauan mengikuti
kegiatan komunikasi kelompok yang diselenggarakan di Rumwattik Pamardisiwi.
Rehabilitasi untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Rumah
Perawatan Ketergantungan Narkotik (Rumwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak
tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita
NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil
menyembuhkan banyak penderita ketergantungan NAZA. Pasien yang dirawat di
Rumwattik Pamardisiwi untuk saat ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 56 orang
laki-laki dan 4 orang wanita.
Alur pelayanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba
Rumwattik Pa~nardisiwi (gambar 1):
Penyalah
gunaan
1. Keluarga
2. Polisi
F[
s
1
fl
1
Diagnosis
1. Rik Fisik
2. Radiologis
3' babKlinis
b. Narkoba
1
Medis
1. Eniergensi
2. Non
Emergensi
Spesimen
/ ~ aDetox
Pid
Rehab
Sosial
MENT
Rehab
II
I
I
I
Detoxifikasi
4
I
~ ~ ~ ~ T e n c i ~ I
\-,
NonRapid
Detox (1 0 hari)
u
144
Gambar 1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika
Pemulilian bagi penderita sangat ditentukan oleh niotivasi penderita untuk pulili
atau tidak. Motivasi pasien merupakan
ukuran reaksi terhadap keinginan untuk
pemulihan dari ketergantungan NAZA dimana ada dua ukuran motivasi pada pasien,
yaitu motivasi pasien tinggi, dan inotivasi pasien rendah untuk pulih dari ketergantungan
NAZA.
Motivasi pasien untuk pulih dari ketergantungan NAZA dapat dilihat dari
pengelompokan usia pasien. Pengelompokkan usia penderita ketergantungan NAZA di
Ruinwattik Pamardisiwi terdiri dari keloinpok usia inuda yang berusia dibawah 2 1 tahun
dan usia pasien dewasa yang berusia diatas 2 1 tahun.
Adapun faktor-faktor motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA
dikarenakan keinginan pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan pasien untuk
berkeluarga, keinginan pasien untuk hidup normal, kondisi lingkungan, status orang tua,
dorongan keluarga dm nasehat-nasehat dari dokter.
Oleh karena itu kerangka pemikiran penelitian ini ingin mengetahui hubungan
karakteristik individu dm aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA di
Rurnwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap motivasi
untukpemulihan . (gambar 2) :
Karakteristik Individu
-------------------------------
- Pendidikan
- Status Sekolah
J
- Lama menjadi Pasien
- Pekerjaan orang tua
-
Aktivitas Komunikasi
Pengelompok
kan Usia
Pasien
- Usia Muda
- Usia
Dewasa
Faktor-faktor Motivasi
untuk Pemulihan
- Keinginan meneruskan
sekolah
- Keinginan berkeluarga
- Keinginan untuk hidup
normal
- Kondisi lingkungan
- Status orang tua
- Dorongan keluarga
- Nasehat dokter
-----------------
-
Frekwensi mengikuti
pembinaan rohani
- Frekwensi mengikuti
pembinaan jasmani
- Intensitas komunikasi
dengan orang tua
- Partisipasi dalam
komunikasi kelompok
L
Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi penderita
Ketergantungan NAZA dengan pengelompokan usia pasien terhadap
faktor-faktor motivasi untuk pemulihan.
HIPOTESA
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesa penelitian adalah :
1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan
NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap
f