Evaluasi Teknik Penyajian Ikan NiIa (Oreochromis niloticus) Goreng Secara Organoleptik

EVALUASI TEKNIK PENYAJIAN
IKAN NILA (Oreoc~tromisiziloticus) GORENG
SECARA ORGANOLEPTIK

AN1 SUDARYANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

RINGKAS AN
AN1 SUDARYANI. C03400013. Evaluasi Teknik Penyajian Ikan NiIa
(Oreochromis niloticus) Goreng Secara Organoleptik. Dibawah bimbingan
RUDDY SUWANDI dan ELLA SALAMAH.
Pengolahan ikan dapat ditingkatkan dengan mengubah atau memberi nilai
tambah bagi produk perikanan. Oleh karena itu pengembangan usaha perikanm
hams terus diupayakan dan dikembangkan. Salah satu jenis hasil perikman di
Indonesia adalah ikan air tawar. Pengembangan produk ikan air tawar dapat
dilakukan dengan mengubah ikan segar menjadi ikan olahan yang melniliki bentuk
dan penampakan menarik. Ikan nila adalah salah satu jenis ikan air tawar yang

memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, harganya relatif murah dan dagingnya cukup
tebal. Pengolahan ikan nila biasanya sangat sederhana, salah satunya dengan cara
digoreng. Ikan goreng ini biasanya disajikan dalaln bentuk yang sederhana.
Peningkatan nilai tambah dari penyajian ikan nila goreng dapat dilakukan dengan
cara menyayat daging ikan nila dari berbagai tempat daging ikan. Untuk
meningkatkan tekstur pada daging hasil sayatan ditambahkan kapur sirih pada saat
perendaman. Kapur sirih merupakan bahan kimia yang bersifat higroskopis,
benvarna putih, lamt dalam asam dan sangat larut dalam air membentuk kalsium
hidroksida.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap ikan nila goreng yang disayat dagingnya dalam berbagai bentuk dan untuk
mengetahui pengaruh larutan kapur sirih terhadap penampakan ikan nila goreng
secara organoleptik.
Penelitian ini dilakukan pada bulan ~Mei sampai Juni 2004 bertempat di
Laboratorium Fisika-Kimia Hasil Perikanan dan Laboratorium Organoleptik,
Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilrnu Kelautan,
lnstitut Pertanian
Bogor. Bahan yang digunakan
adalah ikan nila
(Oreochromis izilotici~s)bemkwran 200-2513 gram, minyak goreng, garam, kapur sirih,

bawang putih, dan kunyit yang dibeli di Pasar Bogor. Parameter yang diamati adalah
uji organoleptik, dengan 30 orang panelis semi terlatih.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu ~enelitianpendahuluan dan pe~lelitian
utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan lama
ikan dalam larutan kapur sirih terpilih berdasarkan uji organoleptik. Parameter yang
diuji yaitu penampakan, aroma, rasa, wama, dan tekstur. Konsentrasi kapur sirih
yang digunakan 0 %, 0,s %, 1,O %, dan 1,s % (blv), sedangkan lama ikan dalam
larutan kapur sirih terdiri dari tiga waktu yaitu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap ikan nila
goreng yang disayat dagingnya dalam berbagai bentuk. Bentuk sayatan daging ikan
nila goreng ada empat yaitu penyayatan daging dari punggung ke perut (PlL2), perut
ke punggung (LIP2), ekor ke kepala (ElK2), dan kepala ke ekor ( ~ 1 ~ 2Pada
).
penelitian ini dilakukan uji organoleptik khususnya parameter penalnpaka~l dan
warna.

Dari Pengamatan organoleptik terhadap penampakan, aroma, rasa, wama d m
tekstur pads penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa ikan nila goreng dengan
kode perlakuan A4B3 (konsentrasi kapur sirih 1,5 % (b/v) dm lama ikan dalam
larutan kapur sirih selama 15 menit) paling disukai panelis. Hasil uji Kruskal Wallis

terhadap penampakan, rasa dan tekstur menunjukkan hasil bahwa perbedaan
konsentrasi kapur sirih dan lama ikan dalam lamtan kapur sirih dapat mempengamhi
kesukaan pantiis, sehingga dilanjutkan uji Multiple Con~parisot~s.
Penampakan ikan
nila goreng yang memakai kapur sirih memiliki tekstur yang keras dan renyah, ha1 ini
diduga ion kalsium yang terkandung dalam air kapur sirih dapat menarik air dari
daging ikan nila sehingga kadar aimya menjadi berkurang. Sedangkan hasil uji
Kr~rskal Wallis terhadap aroma dan wama menunjukkan hasil bahwa perbedaan
konsentrasi kapur sirih dan lama ikan dalam lamtan kapur sirih tidak mempengamhi
kesukaan panelis. Pencucian daging ikan nila sebelum digoreng diduga dapat
nienetralisir aroma dan wama dari kapur sirih.
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis terhadap penampakan dan wama ikan nila
goreng yang disayat dagingnya menunjukkan hasil bahwa perbedaan penyayatan ikan
nila goreng dapat mempengaruhi kesukaan panelis. Pada penampakan ikan nila
goreng yang disayat dagingnya, ikan nila goreng dengan penyayatan daging dari
punggung ke perut (PlL2) lebih disukai dibandingkan dengan ikan nila goreng
dengan bentuk penyayatan yang lain. Ikan nila goreng yang dapat berdiri di piring
penyajian adalah ikan nila goreng yang disayat dagingnya dari punggung ke p e n t
(PlL?), ekor ke kepala (ElK2) dan kepala ke ekor (KlE2), sedangkan ikan nila
goreng yang tidak dapat berdiri di piring penyajian adalah ikan nila goreng dengan

penyayatan daging dari p e n t ke punggung (LIKZ). Penggunaan kerangka bambu
sebagai penyangga pada waktu digoreng dan kapur sirih yang bersifat higroskopis
dapat memberikan bentuk pada ikan nila goreng yang disajikan.
Wama yang dihasilkan dari ikan nila goreng yang disayat dagingnya berkisar
antara kuning cerah sampai Lwning kecoklatan. Wama ikan niIa goreng yang disayat
dagingnya dari punggung ke perut (PlL2) lebih cerah dibandingkan ikan nila goreng
yang disayat dagingnya dari perut ke punggung (LlP2). Hal ini diduga disebabkan
daging ikan nila yang tipis di sekitar perut lebih cepat matang dibandingkan dengan
daging ikan nila yang tebal di sekitar punggung. Selain itu, suhu penggorengan yang
berfluktuasi menyebabkan tejadinya perbedaan wama.
Dan hasil penelitian disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai variasi bentuk penyajian dari jenis ikan yang berbeda seperti penyayatan
daging dari setengah punggung ke setengah perut dan penggorengan dalam minyak
yang banyak (deepfiying) dengan suhu yang terkontrol.