Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku
PENGUATAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU TRADISIONAL
UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN
DI MALUKU
INTA P. N. DAMANIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penguatan Kapasitas
Pengolah Sagu Tradisional untuk Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Inta P. N. Damanik
NIM I361090101
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
INTA P. N. DAMANIK. Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk
Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku. Dibimbing oleh SITI AMANAH,
SITI MADANIJAH, dan PRABOWO TJITROPRANOTO.
Pengolah sagu tradisional berperan penting dalam pengembangan sagu di
Maluku yang bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan pengolah
sagu, tetapi lebih luas lagi untuk mendukung diversifikasi pangan di Maluku dan
di Indonesia. Pengolah sagu tradisional masih memiliki berbagai hambatan untuk
menghasilkan produk-produk olahan sagu yang sesuai dengan perkembangan
selera konsumen. Produk yang dihasilkan umumnya produk-produk tradisional
yang sudah dikenal sejak dulu, diantaranya sagu lempeng, bagea, dan serut yang
kurang dapat berkompetisi dengan produk pangan lainnya terutama yang berbahan
dasar terigu yang berkembang pesat. Menyikapi hal ini, diperlukan upaya untuk
meningkatkan kemampuan pengolah sagu tradisional mengelola usaha melalui
penguatan kapasitas diri dan kapasitas usaha. Penguatan kapasitas dapat tercapai
jika dilakukan sesuai dengan kondisi nyata pengolah sagu tradisional itu sendiri,
baik kondisi sosial ekonomi maupun kondisi kapasitas yang dimiliki saat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan profil sosial ekonomi
dan tingkat kapasitas pengolah sagu tradisional, (2) menganalisis hubungan
kapasitas pengolah sagu tradisional dengan produktivitas dan pendapatan usaha,
dan (3) merumuskan strategi penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional. Penelitian dilakukan di 2 sentra sagu di Maluku, yaitu Kabupaten
Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian lapang
berlangsung mulai bulan Januari 2012 hingga April 2012. Jumlah responden
adalah 204 rumah tangga pengolah sagu tradisional mewakili 416 rumah tangga
sebagai populasi. Besar sampel ditentukan menggunakan formula Slovin dengan
derajat kesalahan 5%. Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana
menggunakan daftar nama pengolah sagu tradisional yang diperoleh dari kantor
desa setempat. Penjelasan profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah
sagu tradisional dilakukan secara deskriptif didukung statistik sederhana, yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan persentase. Korelasi Spearman
digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah, sedangkan analisis
structural equation modeling (SEM) digunakan untuk menganalisis faktor
dominan yang mempengaruhi kapasitas serta melihat kecocokan model empirik
penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengolah sagu
tradisional berumur produktif, memiliki motivasi berusaha yang tinggi, dan masih
memegang tinggi nilai sosial serta nilai budaya sagu. Profil ini sangat mendukung
bagi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional. Kapasitas diri pengolah sagu
tradisional dengan indikator meliputi kemampuan menyusun perencanaan usaha,
mengidentifikasi dan memecahkan masalah, mencari dan memanfaatkan peluang,
serta menjaga keberlanjutan usaha tergolong sedang. Hal ini dicirikan dari belum
ada perencanaan usaha, masih banyak masalah yang tidak terpecahkan, belum
mampu menyesuaikan produk dengan keinginan konsumen/pasar, dan tidak
pernah melakukan promosi produk. Kapasitas usaha pengolah sagu tradisional
juga masih tergolong sedang. Tiga dari empat indikator kapasitas usaha, yaitu
kemampuan menyediakan modal usaha, tenaga kerja, dan akses pasar berada
dalam kategori sedang, dan indikator teknologi berada pada kategori rendah.
Keadaan ini dicirikan dari tidak adanya sumber modal usaha selain modal sendiri,
keuangan usaha tidak terpisah dengan keuangan rumah tangga yang berakibat
modal usaha sering terpakai untuk kebutuhan lain. Penggunaan tenaga kerja luar
keluarga dilakukan jika tenaga kerja dalam keluarga tidak mencukupi dan lebih
memilih tenaga kerja yang murah. Pengolah sagu tradisional lebih mengandalkan
kebiasaan-kebiasaan lama dan kurang memperhatikan mutu produk. Kesulitan
modal sering menyebabkan kesulitan mengganti peralatan-peralatan yang sudah
tidak layak pakai. Pemasaran hasil umumnya tidak memiliki kendala, namun
jangkauan pemasaran hanya mencapai pasar kabupaten. Meskipun volume
penjualan relatif stabil, namun upaya memperluas pasar masih sulit dilakukan.
Analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa kapasitas diri berhubungan
secara positif dan nyata dengan kapasitas usaha, produktivitas dan pendapatan.
Kapasitas usaha berhubungan positif dan sangat nyata dengan produktivitas dan
pendapatan. Analisis lebih lanjut menggunakan SEM menunjukkan bahwa profil
sosial ekonomi pengolah sagu tradisional (umur, lama berusaha, motivasi, nilai
fungsi sosial dan budaya sagu) berpengaruh positif dan nyata terhadap kapasitas
diri, dan kapasitas diri berpengaruh positif dan nyata terhadap kapasitas usaha.
Dukungan kelembagaan penyuluhan pertanian berpengaruh positif dan nyata
terhadap kapasitas diri dan kapasitas usaha pengolah sagu tradisional. Dengan
demikian, peningkatan kapasitas diri dan kapasitas usaha merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam meningkatkan produktivitas usaha
(kuantitas dan kualitas produk) dan pendapatan usaha pengolah sagu tradisional di
Maluku.
Strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional dilakukan melalui 3
tahap mengacu kepada teori belajar Thorndike. Tahap 1 (hukum kesiapan)
menyiapkan pengolah sagu tradisional. Tahap ini diawali dengan merubah
pandangan pengolah sagu tradisional yang memandang usaha pengolahan sagu
sebagai usaha yang sulit berkembang dan hanya mengisi kebutuhan masyarakat
akan produk-produk olahan sagu tradisional. Pandangan ini mempengaruhi
perilaku usaha yang dijalankan. Sebenarnya, usaha pengolahan sagu yang
dimiliki pengolah sagu tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan karena
didukung ketersediaan bahan baku (tepung sagu), sagu merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat Maluku, dan pasar yang terbuka luas jika dapat
menyesuaikan dengan perubahan selera konsumen. Tahap I juga diisi dengan
meningkatkan mutu karakteristik pribadi pengolah sagu tradisional dan penguatan
kapasitas kelompok. Pada tahap II (hukum latihan) dilakukan penguatan kapasitas
diri dan tahap III (hukum akibat) dilakukan penguatan kapasitas usaha. Pada
tataran pengambil kebijakan, strategi dilakukan dengan menyamakan pikiran dan
tindakan dalam memandang perlunya penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan masyarakat,
melestarikan salah satu budaya daerah, meningkatkan pemanfaatan dan nilai
tambah sagu sebagai komoditi khas daerah, dan mendukung pencapaian
diversifikasi pangan,.
Kata kunci: diversifikasi pangan, kelembagaan penyuluhan, pengolah sagu
tradisional, strategi penguatan kapasitas
SUMMARY
INTA P. N. DAMANIK. Capacity Strengthening of Traditional Sago Processors
to Support Food Diversification in Maluku. Supervised by SITI AMANAH, SITI
MADANIJAH, and PRABOWO TJITROPRANOTO.
Traditional sago processors have an important role in the development of
sago in Maluku which aims not only to increase income of sago processors, but
also to support food diversification in Maluku and Indonesia. In fact, traditional
sago processors still have many problems to produce sago products which suited
for consumer. Sago products are generally traditional products that have been
known for a long time, such as sagu lempeng, bagea , and serut that less able to
compete with other food products primarily made from wheat. It caused sago
consumption declining day by day. For this, efforts are needed to improve
capabilities of the traditional sago processors by strengthening their capacity.
Strengthening the capacity could be achieved if it is really in accordance with
their actual conditions, both their socio-economic conditions and capacities level
at this time.
Research objectives were: (1) to describe socio economic profile and
capacities level of traditional sago processors, (2) to analyze the relationship
between capacities and productivity and income of traditional sago processors,
and (3) to make a design of extension strategy for strengthening capacity of
traditional sago processors. Research was conducted in the Districts of Central
Maluku and West Seram from January 2012 until April 2012. Sample size was
204 households of sago starch processing which determined from population (416
households) by Slovin formula with degree of error 5% and drawn by simple
random sampling method using name list of traditional sago processor. Socio
economic profile and level of capacities of traditional sago processor were
described with descriptive and simple statistic. Spearman correlation was used to
analyze the relation between variables, and structural equation modeling (SEM)
was used to analyze the dominant factors influencing the capacity and to know fit
empirical research model.
The result showed that social economic profile of traditional sago
processors were in good conditions to support capacity strengthening; their
generally in productive age, high motivation to do business, and still have social
and culture values of sago. Personal capacity was in medium category where no
business plan, still have many unsolved problems, didn’t have a good match with
consumer’s taste, and promotion never been done. Business capacity was in
medium category too where there was no capital resource except their own,
business financial was mix with household financial, primarily used cheaper labor
if needed. They counted on oldest habitual more and less attention to product
quality. Often, capital problems made them couldn’t replace broken tools. There
was no problem with marketing, but they could reach district market only.
Although selling volume was relatively stable, but difficult to expand market.
Spearman correlation analysis showed that personal capacity has positive
and significant influence on business capacity, productivity, and income.
Business capacity has positive and very significant influence on productivity and
income. Further analysis with SEM showed that social economic profile (age,
length of time in business, motivation and individual beliefs about the social and
cultural values of sago) have positive and significant influence on personal
capacity. In the next term, personal capacity has positive and significant influence
on business capacity. Agricultural extension institution has positive influence on
personal and business capacity. So, strengthening personal and business capacities
couldn’t be separate each other in order to increase productivity and income of
traditional sago processors in Maluku.
Strategy of capacity strengthening of traditional sago processor can be done
through 3 steps based on Thorndike’s theory. Step 1 (law of readiness) prepare
traditional sago processors. This step starts with changing their thought about
sago processing. According to them, traditional sago processing is a business that
hard to develop and only to meet people’s need about traditional sago product,
and these influences their business behavior. Actually, business of traditional
sago processing is very potential to develop because supported by availability of
sago starch; sago is a part of live of people in Maluku; and market guarantee if
good match with consumer’s taste. Step 1 also to improve characteristic quality
of traditional sago processors and strengthening group capacity. Step 2 (law of
exercises) is a step to increase business capacity. At the level of policy makers,
this strategy can be done by making same opinion and actions to see the
importance of traditional sago processing as an effort to increase community
income, to preserve one of the local culture, to support the achievement of food
diversification, to increase utilization and value-added of sago as typical
commodities of Maluku.
Key words:
extension institution, food diversification, strategy of capacity
strengthening, traditional sago processor
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGUATAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU TRADISIONAL
UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN
DI MALUKU
INTA P. N. DAMANIK
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Drajat Martianto, MSi
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
2. Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
Penguji pada Ujian Terbuka
:
1. Dr Ir Mei Rochjat Darmawiredja, MEd
Sekretaris Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian RI
2. Prof (R) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
Judul Disertasi: Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk
Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku
Nama
: Inta P. N. Damanik
NIM
: I361090101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua
Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
Anggota
Dr Prabowo Tjitropranoto, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 20 Desember 2013
Tanggal Lulus: 20 Januari 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas
segala kasih dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis
memilih tema penguatan kapasitas terkait dengan diversifikasi pangan dengan
judul Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk Mendukung
Diversifikasi Pangan di Maluku. Dasar pemilihan tema ini adalah di satu sisi
Maluku memiliki potensi sagu yang dapat dikembangkan untuk mendukung
diversifikasi pangan, di sisi lain, para pengolah sagu tradisional yang jumlahnya
dominan di Maluku masih memiliki berbagai hambatan untuk mengembangkan
usahanya. Penelitian berlangsung sejak bulan Januari 2012 hingga April 2012.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc; Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS;
dan Bapak Dr Prabowo Tjitropranoto, MSc selaku Komisi Pembimbing yang
telah mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal
penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Kepada Bapak Dr Ir Drajat Martianto,
MSi dan Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku Penguji Luar Komisi pada ujian
tertutup; Bapak Dr Ir Mei Rochjat Darmawiredja, MEd dan Bapak Prof(R) Dr Ign
Djoko Susanto, SKM selaku Penguji Luar Komisi pada ujian terbuka; dan Ibu Dr
Ir Anna Fatchiya, MSi mewakili Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
pada ujian tertutup dan terbuka, diucapkan terima kasih atas segala pertanyaan,
saran dan kritik yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan disertasi ini.
Terima kasih disampaikan kepada pihak Nuffic melalui Project of Agriculture
(NPT-IDN 250) bekerjasama dengan Universitas Pattimura (UNPATTI) selaku
pemberi dana beasiswa studi bagi penulis. Tidak lupa kepada pemerintah desa,
kecamatan, dan kabupaten yang terpilih sebagai lokasi penelitian serta Pemerintah
Provinsi Maluku atas ijin yang diberikan kepada penulis melakukan penelitian
diucapkan terima kasih. Kepada seluruh responden dan enumerator yang telah
membantu sehingga seluruh data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan diucapkan
terima kasih. Kepada teman-teman mahasiswa Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2009 yang turut mendukung penyelesaian
disertasi ini diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada seluruh keluarga penulis, terutama suami tercinta Meilvis E. Tahitu dan
putri tersayang, Pricillia Karlini atas segala doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
Penulis tetap membuka diri untuk semua saran dan kritik yang membangun
demi penyempurnaan disertasi ini. Harapan penulis, kiranya karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Inta P. N. Damanik
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
1
1
5
8
9
2 PROFIL SOSIAL EKONOMI DAN TINGKAT KAPASITAS
PENGOLAH SAGU TRADISIONAL DI MALUKU .................................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan ...........................................................................
Simpulan ................................................................................................
11
11
11
14
15
34
3 HUBUNGAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU TRADISIONAL
DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA .................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan ...........................................................................
Simpulan ................................................................................................
36
36
36
39
40
52
4 STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU
TRADISIONAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
USAHA DI MALUKU ..................................................................................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan .........................................................................1
Simpulan ................................................................................................
53
53
53
57
60
79
5 PEMBAHASAN UMUM ............................................................................. 81
6 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 90
Simpulan ................................................................................................ 90
Saran ...................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 93
LAMPIRAN ...................................................................................................... 99
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 116
DAFTAR TABEL
1
Eksplorasi beberapa penelitian pengembangan sagu di Maluku dan
Indonesia ....................................................................................................
6
2
Lokasi penelitian, sebaran populasi, dan sebaran responden ..................... 10
3
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, lama berusaha dan motivasi berusaha ................. 16
4
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut jumlah anggota keluarga,
jumlah tanggungan, dan pendapatan rumah tangga ................................... 18
5
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut akses terhadap informasi,
nilai fungsi sosial dan budaya sagu ............................................................ 20
6
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut penilaian tingkat dukungan
pemerintah dan swasta .............................................................................. 21
7
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut penilaian pelaksanaan
fungsi penyuluh .......................................................................................... 22
8
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut kategori kapasitas diri .......... 24
9
Masalah utama pengolah sagu tradisional menurut jenis produk yang
dihasilkan ................................................................................................... 25
10 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut kategori kapasitas usaha ....... 27
11 Nilai hubungan antara profil sosial ekonomi pengolah sagu tradisional
dengan kapasitas diri dan kapasitas usaha ................................................. 30
12 Nilai hubungan antara dukungan kelembagaan dengan kapasitas diri
dan kapasitas usaha .................................................................................... 32
13 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat produktivitas usaha .. 43
14 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut besar pendapatan usaha ........ 44
15 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas diri dan
kapasitas usaha ........................................................................................... 44
16 Nilai hubungan antara kapasitas diri pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 45
17 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas diri,
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 46
18 Hubungan antara kapasitas usaha pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 47
19 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas usaha,
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 47
20 Rantai pemasaran produk olahan sagu di setiap desa penelitian ............... 50
21 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat produktivitas dan
pendapatan usaha ....................................................................................... 51
22 Potensi sagu di Maluku .............................................................................. 54
23 Dekomposisi pengaruh antar peubah penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional (standardized, n = 204) .................................................... 61
24 Jumlah penyuluh pertanian PNS di desa-desa penelitian tahun 2012 ......6 464
25 Komponen-komponen penyuluhan untuk penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional ........................................................................... 72
26 Rancangan strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional
di Maluku ................................................................................................... 75
27 Kapasitas pengolah sagu tradisional kini dan yang diharapkan .................. 84
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional ...................................................................................................
3
2
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut jangkauan pemasaran
terjauh produk usaha .................................................................................. 29
3
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat komponen
kapasitas diri ................................................................................................ 40
4
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat komponen
kapasitas usaha ............................................................................................. 41
5
Berbagai rantai pemasaran sagu di lokasi penelitian ................................... 49
6
Hubungan antar peubah penelitian ............................................................... 56
7
Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ............................ 59
8
Estimasi parameter hybrid model penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional (standardized) .......................................................................... 62
9
Skema strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional ............... 71
10 Skema strategi penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional ................................................................................................... 78
11 Faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi kapasitas diri dan
kapasitas usaha ........................................................................................... 82
DAFTAR LAMPIRAN
1
Posisi lokasi penelitian terhadap Kota Ambon (Ibukota Provinsi
Maluku) ...................................................................................................... 99
2
Definisi operasional dan pengukuran peubah ............................................ 100
3
Hubungan antar indikator profil sosial ekonomi pengolah sagu
tradisional
106
Makna setiap kategori komponen kapasitas diri pengolah sagu
tradisional
107
Makna setiap kategori komponen kapasitas usaha pengolah sagu
tradisional
109
4
5
6
Beberapa dokumentasi penelitian ............................................................... 111
7
Nilai hubungan antara kapasitas diri dengan kapasitas usaha
pengolah sagu tradisional ........................................................................... 112
8
Contoh kartu pengujian produk olahan sagu oleh BPOM Ambon .............. 113
9
Nilai hubungan antara kapasitas diri pengolah sagu tradisional
dengan produktivitas dan pendapatan usaha ................................................ 114
10 Nilai hubungan antara kapasitas usaha pengolah sagu tradisional
dengan produktivitas dan pendapatan usaha ................................................ 115
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sagu merupakan salah satu pangan lokal masyarakat Maluku yang
berpotensi dikembangkan guna mendukung diversifikasi pangan di Maluku
khususnya dan Indonesia umumnya. Pengembangan sagu di Maluku bertujuan
menguatkan kembali peran sagu sebagai bahan pangan yang semakin menurun
dari waktu ke waktu. Menurunnya konsumsi sagu di Maluku antara lain
disebabkan segi kepraktisan dalam mengonsumsi beras, yaitu mudah dimasak,
terlebih dengan alat penanak nasi elektrik; tetap enak dikonsumsi meskipun sudah
dingin; lebih mudah menyediakan lauk yang sesuai; dan mudah dibeli di kioskios terdekat (Damanik 2008), sedangkan produk olahan sagu masih didominasi
bentuk-bentuk olahan tradisional sehingga belum mampu meningkatkan nilai
tambah sagu serta memenuhi selera konsumen, khususnya generasi muda.
Atapary (2010) menemukan beberapa jenis produk olahan tradisional sagu di
Maluku seperti kue kering bagea dan serut dari tahun ke tahun mengalami
penurunan penjualan sekitar 40% karena konsumen lebih memilih produk sagu
dengan bentuk dan rasa yang berbeda.
Saat ini sekitar 59% total konsumsi karbohidrat tiap penduduk/tahun di
Maluku dipenuhi dari beras dan terigu, sisanya sebanyak 41% dipenuhi dari
pangan lokal berupa sagu. Dengan demikian, Maluku membutuhkan beras sekitar
120 ribu ton/tahun, sedangkan produksi beras di Maluku sekitar 70 ribu ton, dan
sekitar 50 ribu ton harus didatangkan dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur
(Sabirin 2011). Kebutuhan beras akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk, padahal secara umum peningkatan permintaan beras akan
semakin sulit dipenuhi karena 2 faktor penghambat utama, yaitu: laju konversi
lahan sawah ke non pertanian yang cukup tinggi, sekitar 110 ribu ha/tahun
(Abubakar 2008) dan semakin banyak masyarakat yang sebelumnya
mengonsumsi umbi-umbian kini beralih ke beras (Apriyantono 2007). Di samping
itu, faktor perubahan iklim, bencana alam yang menggagalkan panen, serta
meningkatnya lahan sawah yang mengalami metafora juga menghambat
ketersediaan beras.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku pada tahun 2011 telah
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan
Pelestarian Sagu (disebut Perda Sagu) yang diantaranya bertujuan menjamin
ketersediaan sumber bahan makanan penghasil karbohidrat seperti diatur dalam
Pasal 3 Perda Sagu tersebut (Pemerintah Provinsi Maluku 2011). Ini berarti sagu
dapat diandalkan sebagai pangan masa depan meskipun pada saat ini peran sagu
sebagai bahan pangan di Maluku mengalami penurunan.
Dikaitkan dengan potensi sagu yang ada saat ini, peran pengolah sagu
tradisional menjadi semakin penting mengingat jumlahnya yang mendominasi
pengolah sagu di Maluku. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu
sentra pengolahan sagu dengan lebih kurang 500 rumah tangga pengolah sagu
tradisional. Sentra terbesar terdapat di Kecamatan Saparua dengan 437 rumah
tangga (Timisela et al. 2009). Sentra pengolahan sagu lainnya adalah Kabupaten
Seram Bagian Barat, di daerah ini terdapat sekitar 150 rumah tangga pengolah
2
sagu tradisional. Keberadaan pengolah sagu tradisional ini ternyata belum mampu
meningkatkan pemanfaatan potensi sagu dan permintaan produk olahan sagu.
Keterbatasan pengolah sagu tradisional dalam berusaha menyebabkan produkproduk sagu yang dihasilkan masih didominasi jenis-jenis produk tradisional
seperti sagu lempeng, bagea, dan serut sehingga belum dapat memenuhi selera
konsumen yang senantiasa berubah. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka
produk dari pengolah sagu tradisional akan semakin sulit berkompetisi dengan
produk-produk pangan olahan lainnya. Keadaan ini akan berdampak terhadap
pendapatan pengolah sagu tradisional mengingat usaha ini merupakan salah satu
sumber pendapatan rumah tangga di sentra-sentra sagu. Nilai tambah sagu
sebagai bahan pangan juga tidak akan meningkat jika tidak ada produk-produk
pangan sagu inovatif yang dihasilkan.
Salah satu cara meningkatkan peran pengolah sagu tradisional dalam
memanfaatkan potensi sagu adalah merubah perilaku usaha dari sekedar
menjalankan usaha menjadi perilaku usaha yang senantiasa ingin berkembang.
Perubahan perilaku diharapkan terjadi secara terencana (planned change) dengan
fokus kegiatan menghilangkan hambatan-hambatan terjadinya perubahan (Lippitt
et al. 1958). Perubahan perilaku usaha perlu dilakukan mengingat sebagian besar
pengolah sagu tradisional menjalankan usaha menurut cara-cara yang diperoleh
dari orang tua, termasuk dalam mengelola usaha. Perubahan perilaku usaha
diharapkan dapat mendorong pengembangan usaha yang tidak hanya diukur dari
kuantitas produk, tetapi juga kualitas produk sehingga dapat meningkatkan daya
saing produk tersebut. Dengan demikian, pengembangan usaha pengolahan sagu
tradisional tidak hanya meningkatkan pendapatan rumah tangga pengolah sagu,
tetapi juga dapat mendukung tercapainya diversifikasi pangan di Maluku
khususnya dan di Indonesia umumnya.
Konsep diversifikasi pangan telah banyak dibahas para pakar, diantaranya
Kasryno et al. 1993 (Aswar 2011) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya
yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat yang
mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Sehubungan
dengan itu, Madanijah et al. (2004) menekankan pentingnya implementasi
diversifikasi konsumsi pangan pokok di tingkat masyarakat. Syah (2009)
menjelaskan bahwa diversifikasi pangan adalah usaha yang terkait dengan
penyediaan berbagai ragam produk pangan, baik dalam jenis maupun bentuknya
sehingga konsumen memiliki berbagai pilihan menu makanan harian. Sejalan
dengan itu, konsep diversifikasi pangan mencakup tiga hal, yaitu: (1) diversifikasi
horizontal; yaitu usaha mengubah usahatani yang berbasis padi menjadi usahatani
berbasis tanaman pangan lainnya, (2) diversifikasi vertikal; yaitu pengembangan
produksi setelah panen, dan (3) diversifikasi regional; yaitu penganekaragaman
komoditas pangan berdasarkan pendekatan wilayah dan keragaman sosial budaya.
Ditinjau dari sudut sosial budaya, sagu tidak asing lagi bagi masyarakat
Maluku. Sagu memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Maluku sejak
dahulu dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Fungsi sosial dan budaya
sagu menjadi bukti bahwa sagu dapat menjadi alat pemersatu bagi masyarakat
(Soselisa 2008). Ada kecenderungan nilai-nilai tersebut mulai menurun, terutama
pada generasi muda. Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan yang
kurang mendekatkan generasi muda dengan sagu. Produk-produk sagu yang
3
inovatif merupakan peluang untuk kembali meningkatkan kecintaan masyarakat,
khususnya generasi muda terhadap sagu.
Kemampuan menghasilkan produk-produk olahan sagu yang inovatif sesuai
permintaan konsumen/pasar juga mencerminkan kemampuan melakukan salah
satu bentuk diversifikasi vertikal terhadap sagu. Sehubungan dengan itu,
penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional menjadi penting. Secara skematis,
kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional
disajikan pada Gambar 1.
DIVERSIFIKASI PANGAN
MENUJU KETAHANAN
PANGAN
Kebutuhan Pangan
Ketersediaan Pangan
Lokal (Sagu)
PENGOLAH
SAGU
TRADISIONAL
Penguatan Kapasitas
Budaya Masyarakat
Setempat
Dukungan terhadap
Diversifikasi Pangan
Kapasitas Diri dan
Kapasitas Usaha
Pengolah Sagu
Tradisional
Hasil Usaha
Pengolahan Sagu
Pendapatan Pengolah
Sagu Tradisional
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional
Landasan Teori
Setiap individu secara alamiah memiliki kapasitas yang melekat pada
dirinya. Kapasitas berkaitan dengan kinerja yang dicapai seseorang atau
organisasi (Liou 2004; Syahyuti 2006). Kapasitas yang tinggi berarti adanya
kemampuan dan kapabilitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsi
terkait dengan keberadaan seseorang atau organisasi. Dengan demikian, kapasitas
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi dan sebaliknya. Besarnya
peran kapasitas dalam meningkatkan kinerja mendorong orang atau organisasi
untuk selalu meningkatkan atau menguatkan kapasitas (capacity building).
Eade (2003) mendefinisikan capacity building (penguatan kapasitas)
sebagai upaya menguatkan kapasitas masyarakat sehingga mampu menentukan
nilai-nilai dan prioritas serta mengorganisir diri untuk bertindak. Kemampuan ini
merupakan dasar dari pembangunan dan merupakan respon yang berkelanjutan
terhadap proses perubahan yang multidimensi. Ada berbagai cara menguatkan
kapasitas masyarakat, diantaranya dengan meningkatkan kemampuan sains,
teknologi dan inovasi (STI). Melalui STI, penguatan kapasitas dilakukan pada 4
tingkatan yang berbeda, yaitu: (1) pemerintah sebagai pembuat kebijakan, (2)
4
keterampilan tenaga kerja, (3) inovasi perusahaan, (4) lembaga pendidikan dan
pelatihan serta lembaga riset yang semua bertujuan mengurangi kemiskinan (The
World Bank 2008). Artinya penguatan kapasitas tidak akan bermanfaat jika tidak
dilakukan pada seluruh komponen sistem yang ada.
Penguatan kapasitas dapat dilakukan melalui berbagai bentuk pendidikan
non formal, diantaranya penyuluhan. Penyuluhan yang dibutuhkan menurut
Tjitropranoto (2005) adalah penyuluhan yang tidak hanya terbatas pada perubahan
pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga dengan menimbulkan sikap, rasa
percaya diri, dan rasa tanggung jawab atau komitmen. Sehubungan dengan itu,
persepsi tentang penyuluhan pembangunan juga perlu diluruskan. Sumardjo
(2008) menjelaskan beberapa persepsi yang kurang tepat tentang penyuluhan
pembangunan, yaitu penyuluhan identik dengan penerangan dengan proses yang
non dialogis, bersifat top down, identik sebagai proses indoktrinasi, dogmatis dan
menggurui, merupakan proses rekayasa sosial yang dilakukan pihak luar, dan
hanya berorientasi target pemerintah. Pada intinya penyuluhan berupaya
membangun struktur masyarakat melalui proses yang bersifat konvergen, dialogis,
demokratis, dan partisipatis. Agar proses ini dapat berjalan, dalam melaksanakan
tugasnya penyuluh perlu tetap memegang filosofi penyuluhan yang terdiri dari
(Asngari 2008): (1) falsafah mendidik/pendidikan, (2) falsafah pentingnya
individu, (3) falsafah demokrasi, (4) falsafah bekerjasama, (5) falsafah membantu
klien membantu diri sendiri, (6) falsafah kontinu/berkelanjutan, dan (7) falsafah
membakar sampah (secara tradisional, baik individual maupun kelompok).
Adanya falsafah penyuluhan menunjukkan bahwa proses perubahan perilaku
dalam penyuluhan dilakukan dengan menghargai individu (klien) yang oleh
Slamet (2003) disebut dengan pendekatan humanistik-egaliter. Pendekatan
humanistik-egaliter menimbulkan sikap saling menghargai antara penyuluh
dengan kliennya sehingga mempercepat tercapainya tujuan penyuluhan.
Lahirnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UUSP3K) memberikan landasan yang kuat
dan jelas terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian secara luas. UUSP3K
mengatur sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam suatu
pengaturan yang terpadu dan serasi antara penyuluhan yang dilaksanakan
pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan swadaya kepada pelaku utama
dan pelaku usaha (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian 2008).
Pelaksanaan penyuluhan terkait erat dengan teori-teori belajar, terutama
teori belajar perilaku, diantaranya teori belajar Thorndike yang diperkenalkan
E. L. Thorndike. Teori ini disebut dengan istilah hukum pengaruh yang
memandang perilaku sebagai respons terhadap stimulus-stimulus di sekitar
lingkungan. Respons akan kembali diulang dan ditingkatkan jika diikuti
perubahan yang memuaskan dalam lingkungan. Sebaliknya, jika tidak terjadi
perubahan yang memuaskan atau tidak terjadi perubahan dalam lingkungan, maka
tidak akan terjadi pengulangan respon (Dahar 1989). Pengulangan respon
menyebabkan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku untuk menguatkan kapasitas bertujuan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Susanto (2008) menjelaskan bahwa seseorang
dikatakan memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika tahu, mau, dan
mampu memberi reaksi yang benar terhadap berbagai rangsangan yang berasal
5
dari dalam dan luar dirinya. Perkataan benar artinya paling mendekati atau paling
sesuai harapan sumber rangsangan. Dengan memberikan reaksi yang benar,
seseorang akan dapat meningkatkan kualitas usaha dan hidupnya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ife dan Tesoriero (2008) yang menyatakan bahwa tujuan akhir
dari pengembangan masyarakat adalah menjadikan masyarakat yang berswadaya.
Dalam bidang pangan, pengembangan masyarakat bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu mengelola pangan lokal untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan menjaga ketersediaan pangan. Penetapan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberikan
penguatan dan landasan pentingnya peran pangan lokal untuk menjamin
ketersediaan pangan. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
ketersediaan pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal (Pasal
12 Ayat 1 dan 2). Selanjutnya dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa pengembangan
potensi produksi pangan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber
pendanaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana pangan, serta
kelembagaan pangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2012).
Perumusan Masalah
Profil sosial ekonomi yang berbeda sering menjadi faktor penyebab
perbedaan kapasitas seseorang dalam mengembangkan usaha. Nurfazreen et al.
(2013) menemukan bahwa umur, tingkat pendidikan, skala usaha, pengalaman
dalam dunia usaha, lama menekuni usaha, dan tingkat pendapatan mempengaruhi
motivasi kaum perempuan dalam mengembangkan kapasitas berusaha. Mani
(2013) juga menemukan faktor pengalaman berusaha menjadi salah satu faktor
yang menentukan kesuksesan berusaha.
Pengolah sagu tradisional dengan profil sosial ekonomi yang berbeda satu
sama lain juga mengalami kesulitan mengembangkan usaha. Hal ini menjadi
menarik dikaitkan dengan pentingnya meningkatkan peran pengolah sagu
tradisional dalam mendukung diversifikasi pangan di Maluku. Terkait dengan
keadaan ini, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah sagu
tradisional saat ini?
2. Bagaimanakah hubungan antara kapasitas pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha sehingga penguatan kapasitas perlu
dilakukan?
3. Bagaimana strategi alternatif penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memberikan pemecahan terhadap permasalahan
penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional untuk mengembangkan sagu di
Maluku. Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini adalah:
6
1.
2.
3.
Mendeskripsikan profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah sagu
tradisional
Menganalisis hubungan kapasitas pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha
Merumuskan strategi alternatif penyuluhan untuk penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional.
Kebaruan Penelitian
Tingkat pemanfaatan tepung sagu di Maluku berkisar 24% (28.6 ribu ton)
sedangkan potensi produksi tepung kering per ha mencapai 119 168 ton per tahun.
Sisanya sekitar 90.6 ribu ton tepung sagu kering terbuang di hutan setiap tahun
(Pemerintah Provinsi Maluku 2006). Potensi ini akan semakin meningkat karena
berbagai upaya revitalisasi sagu yang telah, sedang, dan akan dilakukan lebih
difokuskan pada aspek budidaya sagu dan produksi tepung sagu.
Kebaruan penelitian ini terletak pada aspek penelitian yang dipilih, yaitu
kapasitas diri dan kapasitas usaha pengolah sagu tradisional. Penelitian terhadap
kapasitas pengolah sagu tradisional merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan pengembangan sagu di Maluku di
samping berbagai penelitian terdahulu dengan pendekatan yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 1 Eksplorasi beberapa penelitian pengembangan sagu
di Maluku dan Indonesia
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
1.
Tejoyuwono N dan
JE. Louhenapessy,
1992, Makalah
pada Simposium
Sagu Nasional di
Ambon
2.
3.
Judul penelitian
Topik penelitian
Kontribusi
penelitian
Potensi Sagu dalam
Penganekaragaman
Bahan Pangan Pokok
Ditinjau dari
Persyaratan Lahan
Kesesuaian lahan
untuk pengembangan
sagu
Cara
menyusun
sistem
pengharkatan
kesesuaian
lahan sagu
Natelda R.
Timisela, et al.,
2009 dan 2010,
Penelitian Hibah
Bersaing
Marginalisasi Pekerja
Wanita dan
Industrialisasi di
Pedesaan (Kasus pada
Home Industri Pangan
Sagu di Kecamatan
Saparua Provinsi
Maluku)
Kesiapan wanita
masuk dalam
industrialisasi
pedesaan
Potensi
industrialisasi
pedesaan
Steven FW Thenu,
2004, Thesis
Penguatan Kapasitas
Kelembagaan Lokal
dalam Pengelolaan
Sumber Daya Alam
Sagu untuk
Pembangunan
Berkelanjutan di
Kabupaten Maluku
Tengah Provinsi
Maluku
- Pola konsumsi
masyarakat pada
sentra sagu
Strategi
Pengelolaan
Sumber Daya
Alam Sagu di
Desa Hatusua
Kecamatan
Kairatu
Kabupaten
Maluku
Tengah
- Peran kelembagaan
lokal dalam
pengelolaan
sumber daya alam
sagu
7
Tabel 1 (lanjutan)
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
Judul penelitian
Topik penelitian
Kontribusi
penelitian
4.
Hengky Novarianto
dan Meldy Hosang,
2008, Jurnal
Arah Pengembangan
Sagu (Metroxylon) di
Indonesia
Peluang
pengembangan
sistem agribisnis
sagu
Pengembangan
agribisnis sagu
5.
S. Palijama, et al.,
2009, Penelitian
Hibah Bersaing
Pengelolaan dan
Pemanfaatan Ulat Sagu
(Rhyzophorrus
ferrugeneus Oliver)
Sebagai Bahan
Pembuatan Biskuit
dalam Memperbaiki
Status Gizi Anak Usia
Balita di Kabupaten
Seram Bagian Barat
Status gizi anak
pada masyarakat
di kawasan sentra
sagu
Pengembangan
ulat sagu
sebagai bahan
pangan
berprotein tinggi
dalam
memperbaiki
status gizi anak
usia balita
6.
Ketzia Ch Atapary,
2010, Thesis
Strategi Pengembangan
Teknologi dan Investasi
Usaha Pengolahan Sagu
di Pulau Ambon
Kelompok
pengolah empulur
sagu menjadi
tepung sagu
Rumusan
alternatif
strategi
teknologi dan
inovasi bagi
kelompok
pengolah sagu
untuk
memaksimalkan
kinerjanya.
7.
Natelda R, et al.
2011, Prosiding the
10th International
Sago Symposium
Characteristics of Sago
Food Home-Industry in
Mamala Village,
Subdistrict of leihitu,
Central Maluku Regency
Karakteristik
rumah tangga
pangan sagu
Karakteristik
industri rumah
tangga pangan
sagu, saluran
distribusi sagu,
dan profitabilita
sagu.
8.
Wardis Girsang, et
al. 2011, Prosiding
the 10th
International Sago
Symposium
Sago Revitalization for
Food Security in small
Islands: Socio Economic
Factors to Influence the
Declining of Sago
Consumption in Small
Islands Maluku
Pendapatan rumah
tangga petani dari
sagu dan
pengeluaran untuk
konsumsi sagu
Rekomendasi
revitalisasi sago
sebagai
kebijakan
ketahanan
pangan
9.
Sjahrul Bustaman
dan Andriko Noto
Susanto, tanpa
tahun, artikel online
Prospek dan Strategi
Pengembangan Sagu
untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Lokal
di Provinsi Maluku
- Potensi lahan
aktual dan
potensial sagu
Maluku
- Produksi dan
produktivitas
sagu
- Kebutuhan
tepung sagu
Strategi
pengembangan
sagu untuk
mendukung
ketahanan
pangan lokal
8
Tabel 1 (lanjutan)
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
Judul penelitian
10
Inta P. N. Damanik,
2014 (Disertasi)
Penguatan
Kapasitas Pengolah
Sagu Tradisional
untuk Mendukung
Diversifikasi
Pangan di Maluku
Topik penelitian
- Kapasitas diri
dan kapasitas
usaha pengolah
sagu tradisional
- Dukungan
kelembagaan
pemerintah,
swasta, dan
penyuluhan
Kontribusi
penelitian
- Faktor penentu
kapasitas
pengolah sagu
tradisional
- Strategi alternatif
penyuluhan untuk
penguatan
kapasitas
pengolah sagu
tradisinal
Melalui penelitian ini akan terungkap potensi yang sebenarnya dimiliki
pengolah sagu tradisional. Pengungkapan potensi ini dapat menjadi pedoman atau
arahan meningkatkan peran pengolah sagu tradisional dalam menghasilkan
produk-produk olahan sagu yang lebih inovatif dan kompetitif melalui perubahan
terencana dan bertahap. Dalam hal ini, peningkatan kapasitas dilakukan dengan
mendorong pengolah sagu tradisional mengembangkan potensi yang dimiliki dan
bukan berdasarkan kebutuhan pihak luar. Peran pengolah sagu tradisional dinilai
strategis karena jumlahnya yang dominan sehingga terkait dengan peningkatan
pendapatan masyarakat di sentra-sentra sagu di Maluku.
Secara umum, penelitian pengembangan sagu lebih banyak berfokus pada
aspek produk industri dari tepung sagu, diantaranya penelitian dari: W. J. Wang,
et al. (1996) tentang Sago Starch as A Biomass Source: Raw Sago Starch
Hydrolysis by Commercial Enzymes; Abd-Aziz dan Suraini (2002) tentang Sago
Starch and Its Utilisation; Roy Ellen (2004) tentang Processing Metroxylon Sagu
Rottboell (Arecaceae) as a Technological Complex: A Case Study from South
Central Seram, Indonesia; Rekha S. Singhal et al., (2004) tentang Industrial
Production, Processing, and Utilization of Sago Palm-Derived Products;
Fridayani (2006) tentang Produksi Sirup Glukosa dari Pati sagu yang Berasal dari
Beberapa Wilayah di Indonesia; M. H. Bintoro (2011) tentang Proggress of Sago
Research in Indonesia; Yoshinori Yamamoto (2011) tentang Starch Productivity
of Sago Palm and The Related Factors; and Kopli Bujang (2011) tentang
Potential of Sago for Commercial Production of Sugars.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan proses pembelajaran dalam menghasilkan suatu
desain strategi penyuluhan untuk meningkatkan kapasitas pengolah sagu
tradisional di Maluku. Penelitian didasarkan atas kajian teoritik dan empirik.
Lebih jelasnya, manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis:
a. Sebagai sumbangan informasi bagi peneliti lain yang tertarik pada
pengembangan sagu di Maluku dan di daerah lain yang memiliki
kesamaan.
9
b.
2.
Sebagai bahan informasi dan pengayaan dalam pengembangan Ilmu
Penyuluhan Pembangunan, terutama aspek perilaku dalam kaitannya
dengan penguatan kapasitas pengolah pangan lokal.
Manfaat praktis
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Maluku, Pemerintah
Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat, daerah lain yang
memiliki kesamaan dengan daerah penelitian, dan pihak-pihak terkait dalam
menyusun strategi pengembangan sagu untuk mendukung diversifikasi
pangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini
UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN
DI MALUKU
INTA P. N. DAMANIK
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penguatan Kapasitas
Pengolah Sagu Tradisional untuk Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Inta P. N. Damanik
NIM I361090101
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
INTA P. N. DAMANIK. Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk
Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku. Dibimbing oleh SITI AMANAH,
SITI MADANIJAH, dan PRABOWO TJITROPRANOTO.
Pengolah sagu tradisional berperan penting dalam pengembangan sagu di
Maluku yang bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan pengolah
sagu, tetapi lebih luas lagi untuk mendukung diversifikasi pangan di Maluku dan
di Indonesia. Pengolah sagu tradisional masih memiliki berbagai hambatan untuk
menghasilkan produk-produk olahan sagu yang sesuai dengan perkembangan
selera konsumen. Produk yang dihasilkan umumnya produk-produk tradisional
yang sudah dikenal sejak dulu, diantaranya sagu lempeng, bagea, dan serut yang
kurang dapat berkompetisi dengan produk pangan lainnya terutama yang berbahan
dasar terigu yang berkembang pesat. Menyikapi hal ini, diperlukan upaya untuk
meningkatkan kemampuan pengolah sagu tradisional mengelola usaha melalui
penguatan kapasitas diri dan kapasitas usaha. Penguatan kapasitas dapat tercapai
jika dilakukan sesuai dengan kondisi nyata pengolah sagu tradisional itu sendiri,
baik kondisi sosial ekonomi maupun kondisi kapasitas yang dimiliki saat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan profil sosial ekonomi
dan tingkat kapasitas pengolah sagu tradisional, (2) menganalisis hubungan
kapasitas pengolah sagu tradisional dengan produktivitas dan pendapatan usaha,
dan (3) merumuskan strategi penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional. Penelitian dilakukan di 2 sentra sagu di Maluku, yaitu Kabupaten
Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian lapang
berlangsung mulai bulan Januari 2012 hingga April 2012. Jumlah responden
adalah 204 rumah tangga pengolah sagu tradisional mewakili 416 rumah tangga
sebagai populasi. Besar sampel ditentukan menggunakan formula Slovin dengan
derajat kesalahan 5%. Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana
menggunakan daftar nama pengolah sagu tradisional yang diperoleh dari kantor
desa setempat. Penjelasan profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah
sagu tradisional dilakukan secara deskriptif didukung statistik sederhana, yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan persentase. Korelasi Spearman
digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah, sedangkan analisis
structural equation modeling (SEM) digunakan untuk menganalisis faktor
dominan yang mempengaruhi kapasitas serta melihat kecocokan model empirik
penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengolah sagu
tradisional berumur produktif, memiliki motivasi berusaha yang tinggi, dan masih
memegang tinggi nilai sosial serta nilai budaya sagu. Profil ini sangat mendukung
bagi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional. Kapasitas diri pengolah sagu
tradisional dengan indikator meliputi kemampuan menyusun perencanaan usaha,
mengidentifikasi dan memecahkan masalah, mencari dan memanfaatkan peluang,
serta menjaga keberlanjutan usaha tergolong sedang. Hal ini dicirikan dari belum
ada perencanaan usaha, masih banyak masalah yang tidak terpecahkan, belum
mampu menyesuaikan produk dengan keinginan konsumen/pasar, dan tidak
pernah melakukan promosi produk. Kapasitas usaha pengolah sagu tradisional
juga masih tergolong sedang. Tiga dari empat indikator kapasitas usaha, yaitu
kemampuan menyediakan modal usaha, tenaga kerja, dan akses pasar berada
dalam kategori sedang, dan indikator teknologi berada pada kategori rendah.
Keadaan ini dicirikan dari tidak adanya sumber modal usaha selain modal sendiri,
keuangan usaha tidak terpisah dengan keuangan rumah tangga yang berakibat
modal usaha sering terpakai untuk kebutuhan lain. Penggunaan tenaga kerja luar
keluarga dilakukan jika tenaga kerja dalam keluarga tidak mencukupi dan lebih
memilih tenaga kerja yang murah. Pengolah sagu tradisional lebih mengandalkan
kebiasaan-kebiasaan lama dan kurang memperhatikan mutu produk. Kesulitan
modal sering menyebabkan kesulitan mengganti peralatan-peralatan yang sudah
tidak layak pakai. Pemasaran hasil umumnya tidak memiliki kendala, namun
jangkauan pemasaran hanya mencapai pasar kabupaten. Meskipun volume
penjualan relatif stabil, namun upaya memperluas pasar masih sulit dilakukan.
Analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa kapasitas diri berhubungan
secara positif dan nyata dengan kapasitas usaha, produktivitas dan pendapatan.
Kapasitas usaha berhubungan positif dan sangat nyata dengan produktivitas dan
pendapatan. Analisis lebih lanjut menggunakan SEM menunjukkan bahwa profil
sosial ekonomi pengolah sagu tradisional (umur, lama berusaha, motivasi, nilai
fungsi sosial dan budaya sagu) berpengaruh positif dan nyata terhadap kapasitas
diri, dan kapasitas diri berpengaruh positif dan nyata terhadap kapasitas usaha.
Dukungan kelembagaan penyuluhan pertanian berpengaruh positif dan nyata
terhadap kapasitas diri dan kapasitas usaha pengolah sagu tradisional. Dengan
demikian, peningkatan kapasitas diri dan kapasitas usaha merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam meningkatkan produktivitas usaha
(kuantitas dan kualitas produk) dan pendapatan usaha pengolah sagu tradisional di
Maluku.
Strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional dilakukan melalui 3
tahap mengacu kepada teori belajar Thorndike. Tahap 1 (hukum kesiapan)
menyiapkan pengolah sagu tradisional. Tahap ini diawali dengan merubah
pandangan pengolah sagu tradisional yang memandang usaha pengolahan sagu
sebagai usaha yang sulit berkembang dan hanya mengisi kebutuhan masyarakat
akan produk-produk olahan sagu tradisional. Pandangan ini mempengaruhi
perilaku usaha yang dijalankan. Sebenarnya, usaha pengolahan sagu yang
dimiliki pengolah sagu tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan karena
didukung ketersediaan bahan baku (tepung sagu), sagu merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat Maluku, dan pasar yang terbuka luas jika dapat
menyesuaikan dengan perubahan selera konsumen. Tahap I juga diisi dengan
meningkatkan mutu karakteristik pribadi pengolah sagu tradisional dan penguatan
kapasitas kelompok. Pada tahap II (hukum latihan) dilakukan penguatan kapasitas
diri dan tahap III (hukum akibat) dilakukan penguatan kapasitas usaha. Pada
tataran pengambil kebijakan, strategi dilakukan dengan menyamakan pikiran dan
tindakan dalam memandang perlunya penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan masyarakat,
melestarikan salah satu budaya daerah, meningkatkan pemanfaatan dan nilai
tambah sagu sebagai komoditi khas daerah, dan mendukung pencapaian
diversifikasi pangan,.
Kata kunci: diversifikasi pangan, kelembagaan penyuluhan, pengolah sagu
tradisional, strategi penguatan kapasitas
SUMMARY
INTA P. N. DAMANIK. Capacity Strengthening of Traditional Sago Processors
to Support Food Diversification in Maluku. Supervised by SITI AMANAH, SITI
MADANIJAH, and PRABOWO TJITROPRANOTO.
Traditional sago processors have an important role in the development of
sago in Maluku which aims not only to increase income of sago processors, but
also to support food diversification in Maluku and Indonesia. In fact, traditional
sago processors still have many problems to produce sago products which suited
for consumer. Sago products are generally traditional products that have been
known for a long time, such as sagu lempeng, bagea , and serut that less able to
compete with other food products primarily made from wheat. It caused sago
consumption declining day by day. For this, efforts are needed to improve
capabilities of the traditional sago processors by strengthening their capacity.
Strengthening the capacity could be achieved if it is really in accordance with
their actual conditions, both their socio-economic conditions and capacities level
at this time.
Research objectives were: (1) to describe socio economic profile and
capacities level of traditional sago processors, (2) to analyze the relationship
between capacities and productivity and income of traditional sago processors,
and (3) to make a design of extension strategy for strengthening capacity of
traditional sago processors. Research was conducted in the Districts of Central
Maluku and West Seram from January 2012 until April 2012. Sample size was
204 households of sago starch processing which determined from population (416
households) by Slovin formula with degree of error 5% and drawn by simple
random sampling method using name list of traditional sago processor. Socio
economic profile and level of capacities of traditional sago processor were
described with descriptive and simple statistic. Spearman correlation was used to
analyze the relation between variables, and structural equation modeling (SEM)
was used to analyze the dominant factors influencing the capacity and to know fit
empirical research model.
The result showed that social economic profile of traditional sago
processors were in good conditions to support capacity strengthening; their
generally in productive age, high motivation to do business, and still have social
and culture values of sago. Personal capacity was in medium category where no
business plan, still have many unsolved problems, didn’t have a good match with
consumer’s taste, and promotion never been done. Business capacity was in
medium category too where there was no capital resource except their own,
business financial was mix with household financial, primarily used cheaper labor
if needed. They counted on oldest habitual more and less attention to product
quality. Often, capital problems made them couldn’t replace broken tools. There
was no problem with marketing, but they could reach district market only.
Although selling volume was relatively stable, but difficult to expand market.
Spearman correlation analysis showed that personal capacity has positive
and significant influence on business capacity, productivity, and income.
Business capacity has positive and very significant influence on productivity and
income. Further analysis with SEM showed that social economic profile (age,
length of time in business, motivation and individual beliefs about the social and
cultural values of sago) have positive and significant influence on personal
capacity. In the next term, personal capacity has positive and significant influence
on business capacity. Agricultural extension institution has positive influence on
personal and business capacity. So, strengthening personal and business capacities
couldn’t be separate each other in order to increase productivity and income of
traditional sago processors in Maluku.
Strategy of capacity strengthening of traditional sago processor can be done
through 3 steps based on Thorndike’s theory. Step 1 (law of readiness) prepare
traditional sago processors. This step starts with changing their thought about
sago processing. According to them, traditional sago processing is a business that
hard to develop and only to meet people’s need about traditional sago product,
and these influences their business behavior. Actually, business of traditional
sago processing is very potential to develop because supported by availability of
sago starch; sago is a part of live of people in Maluku; and market guarantee if
good match with consumer’s taste. Step 1 also to improve characteristic quality
of traditional sago processors and strengthening group capacity. Step 2 (law of
exercises) is a step to increase business capacity. At the level of policy makers,
this strategy can be done by making same opinion and actions to see the
importance of traditional sago processing as an effort to increase community
income, to preserve one of the local culture, to support the achievement of food
diversification, to increase utilization and value-added of sago as typical
commodities of Maluku.
Key words:
extension institution, food diversification, strategy of capacity
strengthening, traditional sago processor
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGUATAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU TRADISIONAL
UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN
DI MALUKU
INTA P. N. DAMANIK
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Drajat Martianto, MSi
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
2. Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
Penguji pada Ujian Terbuka
:
1. Dr Ir Mei Rochjat Darmawiredja, MEd
Sekretaris Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian RI
2. Prof (R) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
Judul Disertasi: Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk
Mendukung Diversifikasi Pangan di Maluku
Nama
: Inta P. N. Damanik
NIM
: I361090101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua
Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
Anggota
Dr Prabowo Tjitropranoto, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 20 Desember 2013
Tanggal Lulus: 20 Januari 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas
segala kasih dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis
memilih tema penguatan kapasitas terkait dengan diversifikasi pangan dengan
judul Penguatan Kapasitas Pengolah Sagu Tradisional untuk Mendukung
Diversifikasi Pangan di Maluku. Dasar pemilihan tema ini adalah di satu sisi
Maluku memiliki potensi sagu yang dapat dikembangkan untuk mendukung
diversifikasi pangan, di sisi lain, para pengolah sagu tradisional yang jumlahnya
dominan di Maluku masih memiliki berbagai hambatan untuk mengembangkan
usahanya. Penelitian berlangsung sejak bulan Januari 2012 hingga April 2012.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc; Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS;
dan Bapak Dr Prabowo Tjitropranoto, MSc selaku Komisi Pembimbing yang
telah mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal
penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Kepada Bapak Dr Ir Drajat Martianto,
MSi dan Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku Penguji Luar Komisi pada ujian
tertutup; Bapak Dr Ir Mei Rochjat Darmawiredja, MEd dan Bapak Prof(R) Dr Ign
Djoko Susanto, SKM selaku Penguji Luar Komisi pada ujian terbuka; dan Ibu Dr
Ir Anna Fatchiya, MSi mewakili Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
pada ujian tertutup dan terbuka, diucapkan terima kasih atas segala pertanyaan,
saran dan kritik yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan disertasi ini.
Terima kasih disampaikan kepada pihak Nuffic melalui Project of Agriculture
(NPT-IDN 250) bekerjasama dengan Universitas Pattimura (UNPATTI) selaku
pemberi dana beasiswa studi bagi penulis. Tidak lupa kepada pemerintah desa,
kecamatan, dan kabupaten yang terpilih sebagai lokasi penelitian serta Pemerintah
Provinsi Maluku atas ijin yang diberikan kepada penulis melakukan penelitian
diucapkan terima kasih. Kepada seluruh responden dan enumerator yang telah
membantu sehingga seluruh data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan diucapkan
terima kasih. Kepada teman-teman mahasiswa Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2009 yang turut mendukung penyelesaian
disertasi ini diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada seluruh keluarga penulis, terutama suami tercinta Meilvis E. Tahitu dan
putri tersayang, Pricillia Karlini atas segala doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
Penulis tetap membuka diri untuk semua saran dan kritik yang membangun
demi penyempurnaan disertasi ini. Harapan penulis, kiranya karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Inta P. N. Damanik
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
1
1
5
8
9
2 PROFIL SOSIAL EKONOMI DAN TINGKAT KAPASITAS
PENGOLAH SAGU TRADISIONAL DI MALUKU .................................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan ...........................................................................
Simpulan ................................................................................................
11
11
11
14
15
34
3 HUBUNGAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU TRADISIONAL
DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA .................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan ...........................................................................
Simpulan ................................................................................................
36
36
36
39
40
52
4 STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS PENGOLAH SAGU
TRADISIONAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
USAHA DI MALUKU ..................................................................................
Abstrak ..................................................................................................
Pendahuluan ..........................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Hasil dan Pembahasan .........................................................................1
Simpulan ................................................................................................
53
53
53
57
60
79
5 PEMBAHASAN UMUM ............................................................................. 81
6 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 90
Simpulan ................................................................................................ 90
Saran ...................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 93
LAMPIRAN ...................................................................................................... 99
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 116
DAFTAR TABEL
1
Eksplorasi beberapa penelitian pengembangan sagu di Maluku dan
Indonesia ....................................................................................................
6
2
Lokasi penelitian, sebaran populasi, dan sebaran responden ..................... 10
3
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, lama berusaha dan motivasi berusaha ................. 16
4
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut jumlah anggota keluarga,
jumlah tanggungan, dan pendapatan rumah tangga ................................... 18
5
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut akses terhadap informasi,
nilai fungsi sosial dan budaya sagu ............................................................ 20
6
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut penilaian tingkat dukungan
pemerintah dan swasta .............................................................................. 21
7
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut penilaian pelaksanaan
fungsi penyuluh .......................................................................................... 22
8
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut kategori kapasitas diri .......... 24
9
Masalah utama pengolah sagu tradisional menurut jenis produk yang
dihasilkan ................................................................................................... 25
10 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut kategori kapasitas usaha ....... 27
11 Nilai hubungan antara profil sosial ekonomi pengolah sagu tradisional
dengan kapasitas diri dan kapasitas usaha ................................................. 30
12 Nilai hubungan antara dukungan kelembagaan dengan kapasitas diri
dan kapasitas usaha .................................................................................... 32
13 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat produktivitas usaha .. 43
14 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut besar pendapatan usaha ........ 44
15 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas diri dan
kapasitas usaha ........................................................................................... 44
16 Nilai hubungan antara kapasitas diri pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 45
17 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas diri,
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 46
18 Hubungan antara kapasitas usaha pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 47
19 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat kapasitas usaha,
produktivitas dan pendapatan usaha .......................................................... 47
20 Rantai pemasaran produk olahan sagu di setiap desa penelitian ............... 50
21 Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat produktivitas dan
pendapatan usaha ....................................................................................... 51
22 Potensi sagu di Maluku .............................................................................. 54
23 Dekomposisi pengaruh antar peubah penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional (standardized, n = 204) .................................................... 61
24 Jumlah penyuluh pertanian PNS di desa-desa penelitian tahun 2012 ......6 464
25 Komponen-komponen penyuluhan untuk penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional ........................................................................... 72
26 Rancangan strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional
di Maluku ................................................................................................... 75
27 Kapasitas pengolah sagu tradisional kini dan yang diharapkan .................. 84
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional ...................................................................................................
3
2
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut jangkauan pemasaran
terjauh produk usaha .................................................................................. 29
3
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat komponen
kapasitas diri ................................................................................................ 40
4
Sebaran pengolah sagu tradisional menurut tingkat komponen
kapasitas usaha ............................................................................................. 41
5
Berbagai rantai pemasaran sagu di lokasi penelitian ................................... 49
6
Hubungan antar peubah penelitian ............................................................... 56
7
Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ............................ 59
8
Estimasi parameter hybrid model penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional (standardized) .......................................................................... 62
9
Skema strategi penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional ............... 71
10 Skema strategi penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah sagu
tradisional ................................................................................................... 78
11 Faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi kapasitas diri dan
kapasitas usaha ........................................................................................... 82
DAFTAR LAMPIRAN
1
Posisi lokasi penelitian terhadap Kota Ambon (Ibukota Provinsi
Maluku) ...................................................................................................... 99
2
Definisi operasional dan pengukuran peubah ............................................ 100
3
Hubungan antar indikator profil sosial ekonomi pengolah sagu
tradisional
106
Makna setiap kategori komponen kapasitas diri pengolah sagu
tradisional
107
Makna setiap kategori komponen kapasitas usaha pengolah sagu
tradisional
109
4
5
6
Beberapa dokumentasi penelitian ............................................................... 111
7
Nilai hubungan antara kapasitas diri dengan kapasitas usaha
pengolah sagu tradisional ........................................................................... 112
8
Contoh kartu pengujian produk olahan sagu oleh BPOM Ambon .............. 113
9
Nilai hubungan antara kapasitas diri pengolah sagu tradisional
dengan produktivitas dan pendapatan usaha ................................................ 114
10 Nilai hubungan antara kapasitas usaha pengolah sagu tradisional
dengan produktivitas dan pendapatan usaha ................................................ 115
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sagu merupakan salah satu pangan lokal masyarakat Maluku yang
berpotensi dikembangkan guna mendukung diversifikasi pangan di Maluku
khususnya dan Indonesia umumnya. Pengembangan sagu di Maluku bertujuan
menguatkan kembali peran sagu sebagai bahan pangan yang semakin menurun
dari waktu ke waktu. Menurunnya konsumsi sagu di Maluku antara lain
disebabkan segi kepraktisan dalam mengonsumsi beras, yaitu mudah dimasak,
terlebih dengan alat penanak nasi elektrik; tetap enak dikonsumsi meskipun sudah
dingin; lebih mudah menyediakan lauk yang sesuai; dan mudah dibeli di kioskios terdekat (Damanik 2008), sedangkan produk olahan sagu masih didominasi
bentuk-bentuk olahan tradisional sehingga belum mampu meningkatkan nilai
tambah sagu serta memenuhi selera konsumen, khususnya generasi muda.
Atapary (2010) menemukan beberapa jenis produk olahan tradisional sagu di
Maluku seperti kue kering bagea dan serut dari tahun ke tahun mengalami
penurunan penjualan sekitar 40% karena konsumen lebih memilih produk sagu
dengan bentuk dan rasa yang berbeda.
Saat ini sekitar 59% total konsumsi karbohidrat tiap penduduk/tahun di
Maluku dipenuhi dari beras dan terigu, sisanya sebanyak 41% dipenuhi dari
pangan lokal berupa sagu. Dengan demikian, Maluku membutuhkan beras sekitar
120 ribu ton/tahun, sedangkan produksi beras di Maluku sekitar 70 ribu ton, dan
sekitar 50 ribu ton harus didatangkan dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur
(Sabirin 2011). Kebutuhan beras akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk, padahal secara umum peningkatan permintaan beras akan
semakin sulit dipenuhi karena 2 faktor penghambat utama, yaitu: laju konversi
lahan sawah ke non pertanian yang cukup tinggi, sekitar 110 ribu ha/tahun
(Abubakar 2008) dan semakin banyak masyarakat yang sebelumnya
mengonsumsi umbi-umbian kini beralih ke beras (Apriyantono 2007). Di samping
itu, faktor perubahan iklim, bencana alam yang menggagalkan panen, serta
meningkatnya lahan sawah yang mengalami metafora juga menghambat
ketersediaan beras.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Maluku pada tahun 2011 telah
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan
Pelestarian Sagu (disebut Perda Sagu) yang diantaranya bertujuan menjamin
ketersediaan sumber bahan makanan penghasil karbohidrat seperti diatur dalam
Pasal 3 Perda Sagu tersebut (Pemerintah Provinsi Maluku 2011). Ini berarti sagu
dapat diandalkan sebagai pangan masa depan meskipun pada saat ini peran sagu
sebagai bahan pangan di Maluku mengalami penurunan.
Dikaitkan dengan potensi sagu yang ada saat ini, peran pengolah sagu
tradisional menjadi semakin penting mengingat jumlahnya yang mendominasi
pengolah sagu di Maluku. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu
sentra pengolahan sagu dengan lebih kurang 500 rumah tangga pengolah sagu
tradisional. Sentra terbesar terdapat di Kecamatan Saparua dengan 437 rumah
tangga (Timisela et al. 2009). Sentra pengolahan sagu lainnya adalah Kabupaten
Seram Bagian Barat, di daerah ini terdapat sekitar 150 rumah tangga pengolah
2
sagu tradisional. Keberadaan pengolah sagu tradisional ini ternyata belum mampu
meningkatkan pemanfaatan potensi sagu dan permintaan produk olahan sagu.
Keterbatasan pengolah sagu tradisional dalam berusaha menyebabkan produkproduk sagu yang dihasilkan masih didominasi jenis-jenis produk tradisional
seperti sagu lempeng, bagea, dan serut sehingga belum dapat memenuhi selera
konsumen yang senantiasa berubah. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka
produk dari pengolah sagu tradisional akan semakin sulit berkompetisi dengan
produk-produk pangan olahan lainnya. Keadaan ini akan berdampak terhadap
pendapatan pengolah sagu tradisional mengingat usaha ini merupakan salah satu
sumber pendapatan rumah tangga di sentra-sentra sagu. Nilai tambah sagu
sebagai bahan pangan juga tidak akan meningkat jika tidak ada produk-produk
pangan sagu inovatif yang dihasilkan.
Salah satu cara meningkatkan peran pengolah sagu tradisional dalam
memanfaatkan potensi sagu adalah merubah perilaku usaha dari sekedar
menjalankan usaha menjadi perilaku usaha yang senantiasa ingin berkembang.
Perubahan perilaku diharapkan terjadi secara terencana (planned change) dengan
fokus kegiatan menghilangkan hambatan-hambatan terjadinya perubahan (Lippitt
et al. 1958). Perubahan perilaku usaha perlu dilakukan mengingat sebagian besar
pengolah sagu tradisional menjalankan usaha menurut cara-cara yang diperoleh
dari orang tua, termasuk dalam mengelola usaha. Perubahan perilaku usaha
diharapkan dapat mendorong pengembangan usaha yang tidak hanya diukur dari
kuantitas produk, tetapi juga kualitas produk sehingga dapat meningkatkan daya
saing produk tersebut. Dengan demikian, pengembangan usaha pengolahan sagu
tradisional tidak hanya meningkatkan pendapatan rumah tangga pengolah sagu,
tetapi juga dapat mendukung tercapainya diversifikasi pangan di Maluku
khususnya dan di Indonesia umumnya.
Konsep diversifikasi pangan telah banyak dibahas para pakar, diantaranya
Kasryno et al. 1993 (Aswar 2011) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya
yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat yang
mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Sehubungan
dengan itu, Madanijah et al. (2004) menekankan pentingnya implementasi
diversifikasi konsumsi pangan pokok di tingkat masyarakat. Syah (2009)
menjelaskan bahwa diversifikasi pangan adalah usaha yang terkait dengan
penyediaan berbagai ragam produk pangan, baik dalam jenis maupun bentuknya
sehingga konsumen memiliki berbagai pilihan menu makanan harian. Sejalan
dengan itu, konsep diversifikasi pangan mencakup tiga hal, yaitu: (1) diversifikasi
horizontal; yaitu usaha mengubah usahatani yang berbasis padi menjadi usahatani
berbasis tanaman pangan lainnya, (2) diversifikasi vertikal; yaitu pengembangan
produksi setelah panen, dan (3) diversifikasi regional; yaitu penganekaragaman
komoditas pangan berdasarkan pendekatan wilayah dan keragaman sosial budaya.
Ditinjau dari sudut sosial budaya, sagu tidak asing lagi bagi masyarakat
Maluku. Sagu memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Maluku sejak
dahulu dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Fungsi sosial dan budaya
sagu menjadi bukti bahwa sagu dapat menjadi alat pemersatu bagi masyarakat
(Soselisa 2008). Ada kecenderungan nilai-nilai tersebut mulai menurun, terutama
pada generasi muda. Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan yang
kurang mendekatkan generasi muda dengan sagu. Produk-produk sagu yang
3
inovatif merupakan peluang untuk kembali meningkatkan kecintaan masyarakat,
khususnya generasi muda terhadap sagu.
Kemampuan menghasilkan produk-produk olahan sagu yang inovatif sesuai
permintaan konsumen/pasar juga mencerminkan kemampuan melakukan salah
satu bentuk diversifikasi vertikal terhadap sagu. Sehubungan dengan itu,
penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional menjadi penting. Secara skematis,
kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional
disajikan pada Gambar 1.
DIVERSIFIKASI PANGAN
MENUJU KETAHANAN
PANGAN
Kebutuhan Pangan
Ketersediaan Pangan
Lokal (Sagu)
PENGOLAH
SAGU
TRADISIONAL
Penguatan Kapasitas
Budaya Masyarakat
Setempat
Dukungan terhadap
Diversifikasi Pangan
Kapasitas Diri dan
Kapasitas Usaha
Pengolah Sagu
Tradisional
Hasil Usaha
Pengolahan Sagu
Pendapatan Pengolah
Sagu Tradisional
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional
Landasan Teori
Setiap individu secara alamiah memiliki kapasitas yang melekat pada
dirinya. Kapasitas berkaitan dengan kinerja yang dicapai seseorang atau
organisasi (Liou 2004; Syahyuti 2006). Kapasitas yang tinggi berarti adanya
kemampuan dan kapabilitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsi
terkait dengan keberadaan seseorang atau organisasi. Dengan demikian, kapasitas
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi dan sebaliknya. Besarnya
peran kapasitas dalam meningkatkan kinerja mendorong orang atau organisasi
untuk selalu meningkatkan atau menguatkan kapasitas (capacity building).
Eade (2003) mendefinisikan capacity building (penguatan kapasitas)
sebagai upaya menguatkan kapasitas masyarakat sehingga mampu menentukan
nilai-nilai dan prioritas serta mengorganisir diri untuk bertindak. Kemampuan ini
merupakan dasar dari pembangunan dan merupakan respon yang berkelanjutan
terhadap proses perubahan yang multidimensi. Ada berbagai cara menguatkan
kapasitas masyarakat, diantaranya dengan meningkatkan kemampuan sains,
teknologi dan inovasi (STI). Melalui STI, penguatan kapasitas dilakukan pada 4
tingkatan yang berbeda, yaitu: (1) pemerintah sebagai pembuat kebijakan, (2)
4
keterampilan tenaga kerja, (3) inovasi perusahaan, (4) lembaga pendidikan dan
pelatihan serta lembaga riset yang semua bertujuan mengurangi kemiskinan (The
World Bank 2008). Artinya penguatan kapasitas tidak akan bermanfaat jika tidak
dilakukan pada seluruh komponen sistem yang ada.
Penguatan kapasitas dapat dilakukan melalui berbagai bentuk pendidikan
non formal, diantaranya penyuluhan. Penyuluhan yang dibutuhkan menurut
Tjitropranoto (2005) adalah penyuluhan yang tidak hanya terbatas pada perubahan
pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga dengan menimbulkan sikap, rasa
percaya diri, dan rasa tanggung jawab atau komitmen. Sehubungan dengan itu,
persepsi tentang penyuluhan pembangunan juga perlu diluruskan. Sumardjo
(2008) menjelaskan beberapa persepsi yang kurang tepat tentang penyuluhan
pembangunan, yaitu penyuluhan identik dengan penerangan dengan proses yang
non dialogis, bersifat top down, identik sebagai proses indoktrinasi, dogmatis dan
menggurui, merupakan proses rekayasa sosial yang dilakukan pihak luar, dan
hanya berorientasi target pemerintah. Pada intinya penyuluhan berupaya
membangun struktur masyarakat melalui proses yang bersifat konvergen, dialogis,
demokratis, dan partisipatis. Agar proses ini dapat berjalan, dalam melaksanakan
tugasnya penyuluh perlu tetap memegang filosofi penyuluhan yang terdiri dari
(Asngari 2008): (1) falsafah mendidik/pendidikan, (2) falsafah pentingnya
individu, (3) falsafah demokrasi, (4) falsafah bekerjasama, (5) falsafah membantu
klien membantu diri sendiri, (6) falsafah kontinu/berkelanjutan, dan (7) falsafah
membakar sampah (secara tradisional, baik individual maupun kelompok).
Adanya falsafah penyuluhan menunjukkan bahwa proses perubahan perilaku
dalam penyuluhan dilakukan dengan menghargai individu (klien) yang oleh
Slamet (2003) disebut dengan pendekatan humanistik-egaliter. Pendekatan
humanistik-egaliter menimbulkan sikap saling menghargai antara penyuluh
dengan kliennya sehingga mempercepat tercapainya tujuan penyuluhan.
Lahirnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UUSP3K) memberikan landasan yang kuat
dan jelas terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian secara luas. UUSP3K
mengatur sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam suatu
pengaturan yang terpadu dan serasi antara penyuluhan yang dilaksanakan
pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan swadaya kepada pelaku utama
dan pelaku usaha (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian 2008).
Pelaksanaan penyuluhan terkait erat dengan teori-teori belajar, terutama
teori belajar perilaku, diantaranya teori belajar Thorndike yang diperkenalkan
E. L. Thorndike. Teori ini disebut dengan istilah hukum pengaruh yang
memandang perilaku sebagai respons terhadap stimulus-stimulus di sekitar
lingkungan. Respons akan kembali diulang dan ditingkatkan jika diikuti
perubahan yang memuaskan dalam lingkungan. Sebaliknya, jika tidak terjadi
perubahan yang memuaskan atau tidak terjadi perubahan dalam lingkungan, maka
tidak akan terjadi pengulangan respon (Dahar 1989). Pengulangan respon
menyebabkan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku untuk menguatkan kapasitas bertujuan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Susanto (2008) menjelaskan bahwa seseorang
dikatakan memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika tahu, mau, dan
mampu memberi reaksi yang benar terhadap berbagai rangsangan yang berasal
5
dari dalam dan luar dirinya. Perkataan benar artinya paling mendekati atau paling
sesuai harapan sumber rangsangan. Dengan memberikan reaksi yang benar,
seseorang akan dapat meningkatkan kualitas usaha dan hidupnya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ife dan Tesoriero (2008) yang menyatakan bahwa tujuan akhir
dari pengembangan masyarakat adalah menjadikan masyarakat yang berswadaya.
Dalam bidang pangan, pengembangan masyarakat bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu mengelola pangan lokal untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan menjaga ketersediaan pangan. Penetapan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberikan
penguatan dan landasan pentingnya peran pangan lokal untuk menjamin
ketersediaan pangan. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
ketersediaan pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal (Pasal
12 Ayat 1 dan 2). Selanjutnya dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa pengembangan
potensi produksi pangan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber
pendanaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana pangan, serta
kelembagaan pangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2012).
Perumusan Masalah
Profil sosial ekonomi yang berbeda sering menjadi faktor penyebab
perbedaan kapasitas seseorang dalam mengembangkan usaha. Nurfazreen et al.
(2013) menemukan bahwa umur, tingkat pendidikan, skala usaha, pengalaman
dalam dunia usaha, lama menekuni usaha, dan tingkat pendapatan mempengaruhi
motivasi kaum perempuan dalam mengembangkan kapasitas berusaha. Mani
(2013) juga menemukan faktor pengalaman berusaha menjadi salah satu faktor
yang menentukan kesuksesan berusaha.
Pengolah sagu tradisional dengan profil sosial ekonomi yang berbeda satu
sama lain juga mengalami kesulitan mengembangkan usaha. Hal ini menjadi
menarik dikaitkan dengan pentingnya meningkatkan peran pengolah sagu
tradisional dalam mendukung diversifikasi pangan di Maluku. Terkait dengan
keadaan ini, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah sagu
tradisional saat ini?
2. Bagaimanakah hubungan antara kapasitas pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha sehingga penguatan kapasitas perlu
dilakukan?
3. Bagaimana strategi alternatif penyuluhan untuk penguatan kapasitas pengolah
sagu tradisional?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memberikan pemecahan terhadap permasalahan
penguatan kapasitas pengolah sagu tradisional untuk mengembangkan sagu di
Maluku. Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini adalah:
6
1.
2.
3.
Mendeskripsikan profil sosial ekonomi dan tingkat kapasitas pengolah sagu
tradisional
Menganalisis hubungan kapasitas pengolah sagu tradisional dengan
produktivitas dan pendapatan usaha
Merumuskan strategi alternatif penyuluhan untuk penguatan kapasitas
pengolah sagu tradisional.
Kebaruan Penelitian
Tingkat pemanfaatan tepung sagu di Maluku berkisar 24% (28.6 ribu ton)
sedangkan potensi produksi tepung kering per ha mencapai 119 168 ton per tahun.
Sisanya sekitar 90.6 ribu ton tepung sagu kering terbuang di hutan setiap tahun
(Pemerintah Provinsi Maluku 2006). Potensi ini akan semakin meningkat karena
berbagai upaya revitalisasi sagu yang telah, sedang, dan akan dilakukan lebih
difokuskan pada aspek budidaya sagu dan produksi tepung sagu.
Kebaruan penelitian ini terletak pada aspek penelitian yang dipilih, yaitu
kapasitas diri dan kapasitas usaha pengolah sagu tradisional. Penelitian terhadap
kapasitas pengolah sagu tradisional merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan pengembangan sagu di Maluku di
samping berbagai penelitian terdahulu dengan pendekatan yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 1 Eksplorasi beberapa penelitian pengembangan sagu
di Maluku dan Indonesia
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
1.
Tejoyuwono N dan
JE. Louhenapessy,
1992, Makalah
pada Simposium
Sagu Nasional di
Ambon
2.
3.
Judul penelitian
Topik penelitian
Kontribusi
penelitian
Potensi Sagu dalam
Penganekaragaman
Bahan Pangan Pokok
Ditinjau dari
Persyaratan Lahan
Kesesuaian lahan
untuk pengembangan
sagu
Cara
menyusun
sistem
pengharkatan
kesesuaian
lahan sagu
Natelda R.
Timisela, et al.,
2009 dan 2010,
Penelitian Hibah
Bersaing
Marginalisasi Pekerja
Wanita dan
Industrialisasi di
Pedesaan (Kasus pada
Home Industri Pangan
Sagu di Kecamatan
Saparua Provinsi
Maluku)
Kesiapan wanita
masuk dalam
industrialisasi
pedesaan
Potensi
industrialisasi
pedesaan
Steven FW Thenu,
2004, Thesis
Penguatan Kapasitas
Kelembagaan Lokal
dalam Pengelolaan
Sumber Daya Alam
Sagu untuk
Pembangunan
Berkelanjutan di
Kabupaten Maluku
Tengah Provinsi
Maluku
- Pola konsumsi
masyarakat pada
sentra sagu
Strategi
Pengelolaan
Sumber Daya
Alam Sagu di
Desa Hatusua
Kecamatan
Kairatu
Kabupaten
Maluku
Tengah
- Peran kelembagaan
lokal dalam
pengelolaan
sumber daya alam
sagu
7
Tabel 1 (lanjutan)
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
Judul penelitian
Topik penelitian
Kontribusi
penelitian
4.
Hengky Novarianto
dan Meldy Hosang,
2008, Jurnal
Arah Pengembangan
Sagu (Metroxylon) di
Indonesia
Peluang
pengembangan
sistem agribisnis
sagu
Pengembangan
agribisnis sagu
5.
S. Palijama, et al.,
2009, Penelitian
Hibah Bersaing
Pengelolaan dan
Pemanfaatan Ulat Sagu
(Rhyzophorrus
ferrugeneus Oliver)
Sebagai Bahan
Pembuatan Biskuit
dalam Memperbaiki
Status Gizi Anak Usia
Balita di Kabupaten
Seram Bagian Barat
Status gizi anak
pada masyarakat
di kawasan sentra
sagu
Pengembangan
ulat sagu
sebagai bahan
pangan
berprotein tinggi
dalam
memperbaiki
status gizi anak
usia balita
6.
Ketzia Ch Atapary,
2010, Thesis
Strategi Pengembangan
Teknologi dan Investasi
Usaha Pengolahan Sagu
di Pulau Ambon
Kelompok
pengolah empulur
sagu menjadi
tepung sagu
Rumusan
alternatif
strategi
teknologi dan
inovasi bagi
kelompok
pengolah sagu
untuk
memaksimalkan
kinerjanya.
7.
Natelda R, et al.
2011, Prosiding the
10th International
Sago Symposium
Characteristics of Sago
Food Home-Industry in
Mamala Village,
Subdistrict of leihitu,
Central Maluku Regency
Karakteristik
rumah tangga
pangan sagu
Karakteristik
industri rumah
tangga pangan
sagu, saluran
distribusi sagu,
dan profitabilita
sagu.
8.
Wardis Girsang, et
al. 2011, Prosiding
the 10th
International Sago
Symposium
Sago Revitalization for
Food Security in small
Islands: Socio Economic
Factors to Influence the
Declining of Sago
Consumption in Small
Islands Maluku
Pendapatan rumah
tangga petani dari
sagu dan
pengeluaran untuk
konsumsi sagu
Rekomendasi
revitalisasi sago
sebagai
kebijakan
ketahanan
pangan
9.
Sjahrul Bustaman
dan Andriko Noto
Susanto, tanpa
tahun, artikel online
Prospek dan Strategi
Pengembangan Sagu
untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Lokal
di Provinsi Maluku
- Potensi lahan
aktual dan
potensial sagu
Maluku
- Produksi dan
produktivitas
sagu
- Kebutuhan
tepung sagu
Strategi
pengembangan
sagu untuk
mendukung
ketahanan
pangan lokal
8
Tabel 1 (lanjutan)
No.
Peneliti, tahun dan
jenis penelitian
Judul penelitian
10
Inta P. N. Damanik,
2014 (Disertasi)
Penguatan
Kapasitas Pengolah
Sagu Tradisional
untuk Mendukung
Diversifikasi
Pangan di Maluku
Topik penelitian
- Kapasitas diri
dan kapasitas
usaha pengolah
sagu tradisional
- Dukungan
kelembagaan
pemerintah,
swasta, dan
penyuluhan
Kontribusi
penelitian
- Faktor penentu
kapasitas
pengolah sagu
tradisional
- Strategi alternatif
penyuluhan untuk
penguatan
kapasitas
pengolah sagu
tradisinal
Melalui penelitian ini akan terungkap potensi yang sebenarnya dimiliki
pengolah sagu tradisional. Pengungkapan potensi ini dapat menjadi pedoman atau
arahan meningkatkan peran pengolah sagu tradisional dalam menghasilkan
produk-produk olahan sagu yang lebih inovatif dan kompetitif melalui perubahan
terencana dan bertahap. Dalam hal ini, peningkatan kapasitas dilakukan dengan
mendorong pengolah sagu tradisional mengembangkan potensi yang dimiliki dan
bukan berdasarkan kebutuhan pihak luar. Peran pengolah sagu tradisional dinilai
strategis karena jumlahnya yang dominan sehingga terkait dengan peningkatan
pendapatan masyarakat di sentra-sentra sagu di Maluku.
Secara umum, penelitian pengembangan sagu lebih banyak berfokus pada
aspek produk industri dari tepung sagu, diantaranya penelitian dari: W. J. Wang,
et al. (1996) tentang Sago Starch as A Biomass Source: Raw Sago Starch
Hydrolysis by Commercial Enzymes; Abd-Aziz dan Suraini (2002) tentang Sago
Starch and Its Utilisation; Roy Ellen (2004) tentang Processing Metroxylon Sagu
Rottboell (Arecaceae) as a Technological Complex: A Case Study from South
Central Seram, Indonesia; Rekha S. Singhal et al., (2004) tentang Industrial
Production, Processing, and Utilization of Sago Palm-Derived Products;
Fridayani (2006) tentang Produksi Sirup Glukosa dari Pati sagu yang Berasal dari
Beberapa Wilayah di Indonesia; M. H. Bintoro (2011) tentang Proggress of Sago
Research in Indonesia; Yoshinori Yamamoto (2011) tentang Starch Productivity
of Sago Palm and The Related Factors; and Kopli Bujang (2011) tentang
Potential of Sago for Commercial Production of Sugars.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan proses pembelajaran dalam menghasilkan suatu
desain strategi penyuluhan untuk meningkatkan kapasitas pengolah sagu
tradisional di Maluku. Penelitian didasarkan atas kajian teoritik dan empirik.
Lebih jelasnya, manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis:
a. Sebagai sumbangan informasi bagi peneliti lain yang tertarik pada
pengembangan sagu di Maluku dan di daerah lain yang memiliki
kesamaan.
9
b.
2.
Sebagai bahan informasi dan pengayaan dalam pengembangan Ilmu
Penyuluhan Pembangunan, terutama aspek perilaku dalam kaitannya
dengan penguatan kapasitas pengolah pangan lokal.
Manfaat praktis
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Maluku, Pemerintah
Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat, daerah lain yang
memiliki kesamaan dengan daerah penelitian, dan pihak-pihak terkait dalam
menyusun strategi pengembangan sagu untuk mendukung diversifikasi
pangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini