ISOLASI DAN PENENTUAN AKTIVITAS ANTIMIKROBIAISOLAT Streptomyces TERHADAP Staphylococcus aureus SERTA UJI BIOAUTOGRAFI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit akibat infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang
kesehatan yang terus berkembang. Masalah penyakit akibat infeksi ini terutama
terjadi di negara berkembang dimana tingkat pengetahuan dan kesadaran
pentingnya kesehatan masih rendah (Gibson, 1996). Sebagian besar penyakit
infeksi di Indonesia disebabkan oleh bakteri. Pertumbuhan dan reproduksi bakteri
relatif cepat, yaitu antara 20 menit sampai 15 jam secara eksponensial (Anonim,
1993).
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi.
Dalam keadaan normal S. aureus
terdapat di saluran pernapasan atas, kulit,
saluran cerna, dan vagina. Infeksi kulit S. aureus termasuk penyakit infeksi yang
paling sering, misalnya lebih dari 1,5 juta kasus furunkulosis terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya (Shulman dkk., 1994).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat
yaitu
dengan
mengendalikan
populasi
bakteri
yang
dapat
menimbulkan infeksi atau gangguan kesehatan dengan menggunakan antibiotik.
Penggunaan antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi di Indonesia mencapai
90%. Untuk mengimpor bahan baku antibiotik, pemerintah Indonesia harus
mengeluarkan dana antara Rp 18,6–Rp 122,4 milyar (Akmal, 1996). Harga salah
satu produk antibiotik mencapai Rp 22.000,00 per kaplet (Santini, 2008).
1
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri banyak terjadi, sehingga
saat ini diperlukan eksplorasi galur-galur mikroba baru yang dapat menghasilkan
antibiotik dengan potensi yang lebih tinggi dalam mematikan bakteri penyebab
infeksi seperti Streptomyces. Sampai akhir tahun 1974 kurang lebih 95%
antibiotik dihasilkan oleh Actinomycetes yang berasal dari genus Streptomyces,
misalnya streptomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol (Goodfellow et al., 1988
dalam Hasim 2003).
Oktalia (2009), telah melakukan isolasi dan skrining primer Streptomyces
dari tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum
Schumach dan Digitaria microbachne (Presl.) Henr. Hasil penelitian tersebut,
mendapatkan 8 isolat Streptomyces murni. Masing-masing isolat diujikan pada
S. aureus dan diketahui terdapat 2 isolat yang berpotensi sebagai antimikrobia
terhadap S. aureus, yaitu isolat dengan kode strain ALSK 5 yang berpotensi kuat
(zona radikal 20 mm) dan KBSK 11 berpotensi sangat kuat (zona radikal 25 mm)
terhadap bakteri gram positif S. aureus. Isolat Streptomyces ALSK 5 diperoleh dari
rizosfer rumput alang-alang di daerah Sukoharjo, sedangkan KBSK 11 diperoleh
dari rizosfer rumput kembangan di daerah Sukoharjo.
Dari hasil tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
isolasi dan penentuan aktivitas antimikrobia dari isolat Streptomyces yang telah
diperoleh dan uji bioautografinya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui senyawa
yang mempunyai potensi antibakteri terhadap S. Aureus yang terkandung dalam
isolat Streptomyces tersebut.
2
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana aktivitas senyawa antimikrobia hasil ekstraksi dari isolat
Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan ALSK 5 terhadap S. aureus ?
2. Berapa Kadar Bunuh Minimum (KBM) senyawa antimikrobia hasil ekstraksi
dari isolat Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan ALSK 5 terhadap S.
aureus ?
3. Bercak manakah yang mempunyai aktivitas antimikrobia terhadap S. aureus?
3
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, 1996, Isolasi Mikroba Tanah Penghasil Antibiotika dan Sampel Tanah pada Lokasi
Penumpukan Sampah, (online), (http://www.majalah-farmacia.com, diakses 23
Februari 2008).
Anonim, 1993, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, 18, 20, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Atalan, E., Manfio, G. P., Ward, A. C., Kroppenstedt, R. M., and Goodfellow, M.,
2000, Biosystematic Studies on Novel Streptomycetes from Soil, Antonie
van Leeuwenhoek.
Gibson, J. M., 1996, Mikrobiologi dan Patologi Modern Untuk Perawat, Cetakan
Pertama, Alih Bahasa IKG Somaprasada, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Goodfellow, Williams, and Mordarski, 1988, The Biology of the Actinomycetes,
Academyc Press, London.
Hasim,
2003,
Menanam
(http://www.kompas.
Rumput,
Memanen
Antibiotik,
(online),
com/kompas-cetak/0311/03/inspirasi/663220.htm,
diakses 26 Februari 2008)
Jawetz, E., Melnick, L. L., dan Adelberg’s, E. A., 1991, Mikrobiologi Untuk
Profesi Kesehatan, 16,12-23, diterjemahkan oleh Bonang, G., Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Jawetz, E., Melnick, L. L., dan Adelberg’s, E. A., 2001, Medical Mikrobiology,
29-39 dan 249-250, diterjemahkan oleh Fakulas Kedokeran Universitas
Airlangga, Salemba Medika, Jakara.
23
Lay, dan Bibiana, W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Edisi 5, PT. Raja
Grafindopersada, Jakarta.
Madigan, M. T., Martinko, J. M., and Parker, J., 1997, Biology of Microorganism,
8th Edition, Prentice Hall Int, Inc.
Oktalia, D. A., 2009, Isolasi Streptomyces yang Berpotensi Antibiotik terhadap
Staphylococcus aureus dari Rizosfer Familia Poaceae, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988, Dasar–Dasar Mikrobiologi, diterjemahkan
oleh Ratna, S. H., Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rao, dan Subba, N. S., 1994, Mikrobiologi Tanah dan Pertumbuhan Tanaman,
diterjemahkan oleh Susilo, H., PT. Unilever Indonesia Press, Jakarta.
Santini, S., 2008, Wawancara Pribadi di Apotek “Sumber Sehat”, Jl. Dr Soetomo 19,
Trenggalek, Jawa Timur.
Sastrapradja, dan Afriastini, 1980, Jenis Rumput Dataran Rendah, LIPI, Bogor.
Shulman, S. T., Phair, J. P., dan Sommers, H. M., 1994, Dasar Biologi dan Klinis
Penyakit Infeksi, diterjemahkan oleh Wahab, S., Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
24
Ringkasan
ISOLASI DAN PENENTUAN AKTIVITAS ANTIMIKROBIAISOLAT
Streptomyces TERHADAP Staphylococcus aureus SERTA UJI
BIOAUTOGRAFI
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri banyak terjadi, sehingga
saat ini diperlukan eksplorasi galur-galur mikroba baru yang dapat menghasilkan
antibiotik dengan
potensi yang lebih tinggi dalam mematikan bakteri penyebab
infeksi seperti Streptomyces. Sampai akhir tahun 1974 kurang lebih 95% antibiotik
dihasilkan oleh Actinomycetes yang berasal dari genus Streptomyces, misalnya
streptomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol (Goodfellow et al., 1988 dalam Hasim
2003).
Oktalia (2009), telah melakukan isolasi dan skrining primer Streptomyces dari
tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum
Schumach dan Digitaria microbachne (Presl.) Henr. Hasil penelitian tersebut,
mendapatkan 8 isolat Streptomyces murni. Masing-masing isolat diujikan pada
S. aureus dan diketahui terdapat 2 isolat yang
berpotensi sebagai antimikrobia
terhadap S. aureus, yaitu isolat dengan kode strain ALSK 5 yang berpotensi kuat (zona
radikal 20 mm) dan KBSK 11 berpotensi sangat kuat (zona radikal 25 mm) terhadap
bakteri gram positif S. aureus. Isolat Streptomyces ALSK 5 diperoleh dari rizosfer
1
rumput alang-alang di daerah Sukoharjo, sedangkan KBSK 11 diperoleh dari rizosfer
rumput kembangan di daerah Sukoharjo.
Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan penentuan aktivitas
antimikrobia dari isolat Streptomyces yang telah diperoleh dan uji bioautografinya.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang mempunyai potensi antibakteri
terhadap S. Aureus yang terkandung dalam isolat Streptomyces tersebut. Penentuan
aktivitas antimikrobia dari isolat Streptomyces tersebut dilakukan dengan metode
agar block. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa isolat Streptomyces KBSK 11
dan ALSK 5 mempunyai aktivitas sebagai antimikrobia ”sangat kuat”dengan diameter
hambat berturut-turut 35,5 mm dan 32,5 mm.
Selanjutnya untuk memperbanyak isolat Streptomyces dengan kode strain
KBSK 11 dan ALSK 5 dilakukan dengan metode fermentasi dengan media fermentasi
adalah 2% manitol,
2% pepton, 1% glukosa, pH 7,2. Media dituang ke dalam
erlenmeyer dan diinokulasi dengan isolat Streptomyces, kemudian diinkubasi pada
suhu 280 C dengan kecepatan goyangan 80 rpm selama 5 hari. Setelah itu isolat
diekstraksi dengan menggunakan pelarut etil asetat. Dengan ekstraksi ini diharapkan
senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh isolat akan tersari dengan etil asetat.
Selanjutnya ekstrak etil asetat tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan
menggunakan metode dilusi cair dilanjutkan dengan penggoresan pada media padat
MH untuk menentukan nilai KBM nya. Hasil uji menunjukkan bahwa KBM ekstrak
Streptomyces KBSK 11 adalah 0,125%; dan ALSK 5 adalah 0,5%.
2
Ekstrak etil asetat dari isolat Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan
ALSK 5 kemungkinan besar tidak hanya mengandung satu senyawa, dan hal itu juga
terbukti dari hasil pemisahan dengan menggunakan KLT yang menunjukkan bahwa
kedua ekstrak tersebut mengandung lebih dari satu senyawa. Selanjutnya untuk
mengetahui senyawa mana dari kandungan ekstrak tersebut yang mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus maka dilakukan uji bioautografi. Hasil uji
bioatugrafi menunjukkan bahwa pada ekstrak etil asetat isolat KBSK 11 terdapat zona
hambatan pada senyawa dengan Rf 0,14 (3 mm); 0,34 (11 mm); 0,72 (4,25 mm)
sedangkan pada isolat ALSK 5 terdapat zona hambatan pada senyawa dengan Rf 0,20
(5,5 mm); 0,24 (2,75 mm); 0,82 (9,5 mm). Zona hambat yang dihasilkan lebih kecil
dari uji aktivitas antimikrobia dengan menggunakan isolat. Hal ini mungkin
disebabkan karena kerja dari senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam isolat
Streptomyces berefek secara sinergis sehingga setelah dilakukan pemisahan dengan
KLT efek dari masing-masing senyawa jadi lebih kecil atau mungkin juga karena
konsentrasi ekstrak Streptomyces yang ditotolkan pada silika gel GF 254 kecil.
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit akibat infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang
kesehatan yang terus berkembang. Masalah penyakit akibat infeksi ini terutama
terjadi di negara berkembang dimana tingkat pengetahuan dan kesadaran
pentingnya kesehatan masih rendah (Gibson, 1996). Sebagian besar penyakit
infeksi di Indonesia disebabkan oleh bakteri. Pertumbuhan dan reproduksi bakteri
relatif cepat, yaitu antara 20 menit sampai 15 jam secara eksponensial (Anonim,
1993).
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi.
Dalam keadaan normal S. aureus
terdapat di saluran pernapasan atas, kulit,
saluran cerna, dan vagina. Infeksi kulit S. aureus termasuk penyakit infeksi yang
paling sering, misalnya lebih dari 1,5 juta kasus furunkulosis terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya (Shulman dkk., 1994).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat
yaitu
dengan
mengendalikan
populasi
bakteri
yang
dapat
menimbulkan infeksi atau gangguan kesehatan dengan menggunakan antibiotik.
Penggunaan antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi di Indonesia mencapai
90%. Untuk mengimpor bahan baku antibiotik, pemerintah Indonesia harus
mengeluarkan dana antara Rp 18,6–Rp 122,4 milyar (Akmal, 1996). Harga salah
satu produk antibiotik mencapai Rp 22.000,00 per kaplet (Santini, 2008).
1
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri banyak terjadi, sehingga
saat ini diperlukan eksplorasi galur-galur mikroba baru yang dapat menghasilkan
antibiotik dengan potensi yang lebih tinggi dalam mematikan bakteri penyebab
infeksi seperti Streptomyces. Sampai akhir tahun 1974 kurang lebih 95%
antibiotik dihasilkan oleh Actinomycetes yang berasal dari genus Streptomyces,
misalnya streptomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol (Goodfellow et al., 1988
dalam Hasim 2003).
Oktalia (2009), telah melakukan isolasi dan skrining primer Streptomyces
dari tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum
Schumach dan Digitaria microbachne (Presl.) Henr. Hasil penelitian tersebut,
mendapatkan 8 isolat Streptomyces murni. Masing-masing isolat diujikan pada
S. aureus dan diketahui terdapat 2 isolat yang berpotensi sebagai antimikrobia
terhadap S. aureus, yaitu isolat dengan kode strain ALSK 5 yang berpotensi kuat
(zona radikal 20 mm) dan KBSK 11 berpotensi sangat kuat (zona radikal 25 mm)
terhadap bakteri gram positif S. aureus. Isolat Streptomyces ALSK 5 diperoleh dari
rizosfer rumput alang-alang di daerah Sukoharjo, sedangkan KBSK 11 diperoleh
dari rizosfer rumput kembangan di daerah Sukoharjo.
Dari hasil tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
isolasi dan penentuan aktivitas antimikrobia dari isolat Streptomyces yang telah
diperoleh dan uji bioautografinya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui senyawa
yang mempunyai potensi antibakteri terhadap S. Aureus yang terkandung dalam
isolat Streptomyces tersebut.
2
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana aktivitas senyawa antimikrobia hasil ekstraksi dari isolat
Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan ALSK 5 terhadap S. aureus ?
2. Berapa Kadar Bunuh Minimum (KBM) senyawa antimikrobia hasil ekstraksi
dari isolat Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan ALSK 5 terhadap S.
aureus ?
3. Bercak manakah yang mempunyai aktivitas antimikrobia terhadap S. aureus?
3
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, 1996, Isolasi Mikroba Tanah Penghasil Antibiotika dan Sampel Tanah pada Lokasi
Penumpukan Sampah, (online), (http://www.majalah-farmacia.com, diakses 23
Februari 2008).
Anonim, 1993, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, 18, 20, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Atalan, E., Manfio, G. P., Ward, A. C., Kroppenstedt, R. M., and Goodfellow, M.,
2000, Biosystematic Studies on Novel Streptomycetes from Soil, Antonie
van Leeuwenhoek.
Gibson, J. M., 1996, Mikrobiologi dan Patologi Modern Untuk Perawat, Cetakan
Pertama, Alih Bahasa IKG Somaprasada, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Goodfellow, Williams, and Mordarski, 1988, The Biology of the Actinomycetes,
Academyc Press, London.
Hasim,
2003,
Menanam
(http://www.kompas.
Rumput,
Memanen
Antibiotik,
(online),
com/kompas-cetak/0311/03/inspirasi/663220.htm,
diakses 26 Februari 2008)
Jawetz, E., Melnick, L. L., dan Adelberg’s, E. A., 1991, Mikrobiologi Untuk
Profesi Kesehatan, 16,12-23, diterjemahkan oleh Bonang, G., Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Jawetz, E., Melnick, L. L., dan Adelberg’s, E. A., 2001, Medical Mikrobiology,
29-39 dan 249-250, diterjemahkan oleh Fakulas Kedokeran Universitas
Airlangga, Salemba Medika, Jakara.
23
Lay, dan Bibiana, W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Edisi 5, PT. Raja
Grafindopersada, Jakarta.
Madigan, M. T., Martinko, J. M., and Parker, J., 1997, Biology of Microorganism,
8th Edition, Prentice Hall Int, Inc.
Oktalia, D. A., 2009, Isolasi Streptomyces yang Berpotensi Antibiotik terhadap
Staphylococcus aureus dari Rizosfer Familia Poaceae, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988, Dasar–Dasar Mikrobiologi, diterjemahkan
oleh Ratna, S. H., Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rao, dan Subba, N. S., 1994, Mikrobiologi Tanah dan Pertumbuhan Tanaman,
diterjemahkan oleh Susilo, H., PT. Unilever Indonesia Press, Jakarta.
Santini, S., 2008, Wawancara Pribadi di Apotek “Sumber Sehat”, Jl. Dr Soetomo 19,
Trenggalek, Jawa Timur.
Sastrapradja, dan Afriastini, 1980, Jenis Rumput Dataran Rendah, LIPI, Bogor.
Shulman, S. T., Phair, J. P., dan Sommers, H. M., 1994, Dasar Biologi dan Klinis
Penyakit Infeksi, diterjemahkan oleh Wahab, S., Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
24
Ringkasan
ISOLASI DAN PENENTUAN AKTIVITAS ANTIMIKROBIAISOLAT
Streptomyces TERHADAP Staphylococcus aureus SERTA UJI
BIOAUTOGRAFI
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri banyak terjadi, sehingga
saat ini diperlukan eksplorasi galur-galur mikroba baru yang dapat menghasilkan
antibiotik dengan
potensi yang lebih tinggi dalam mematikan bakteri penyebab
infeksi seperti Streptomyces. Sampai akhir tahun 1974 kurang lebih 95% antibiotik
dihasilkan oleh Actinomycetes yang berasal dari genus Streptomyces, misalnya
streptomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol (Goodfellow et al., 1988 dalam Hasim
2003).
Oktalia (2009), telah melakukan isolasi dan skrining primer Streptomyces dari
tanah rizosfer Familia Poaceae Imperata cylindrica L, Pennisetum purpureum
Schumach dan Digitaria microbachne (Presl.) Henr. Hasil penelitian tersebut,
mendapatkan 8 isolat Streptomyces murni. Masing-masing isolat diujikan pada
S. aureus dan diketahui terdapat 2 isolat yang
berpotensi sebagai antimikrobia
terhadap S. aureus, yaitu isolat dengan kode strain ALSK 5 yang berpotensi kuat (zona
radikal 20 mm) dan KBSK 11 berpotensi sangat kuat (zona radikal 25 mm) terhadap
bakteri gram positif S. aureus. Isolat Streptomyces ALSK 5 diperoleh dari rizosfer
1
rumput alang-alang di daerah Sukoharjo, sedangkan KBSK 11 diperoleh dari rizosfer
rumput kembangan di daerah Sukoharjo.
Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan penentuan aktivitas
antimikrobia dari isolat Streptomyces yang telah diperoleh dan uji bioautografinya.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang mempunyai potensi antibakteri
terhadap S. Aureus yang terkandung dalam isolat Streptomyces tersebut. Penentuan
aktivitas antimikrobia dari isolat Streptomyces tersebut dilakukan dengan metode
agar block. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa isolat Streptomyces KBSK 11
dan ALSK 5 mempunyai aktivitas sebagai antimikrobia ”sangat kuat”dengan diameter
hambat berturut-turut 35,5 mm dan 32,5 mm.
Selanjutnya untuk memperbanyak isolat Streptomyces dengan kode strain
KBSK 11 dan ALSK 5 dilakukan dengan metode fermentasi dengan media fermentasi
adalah 2% manitol,
2% pepton, 1% glukosa, pH 7,2. Media dituang ke dalam
erlenmeyer dan diinokulasi dengan isolat Streptomyces, kemudian diinkubasi pada
suhu 280 C dengan kecepatan goyangan 80 rpm selama 5 hari. Setelah itu isolat
diekstraksi dengan menggunakan pelarut etil asetat. Dengan ekstraksi ini diharapkan
senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh isolat akan tersari dengan etil asetat.
Selanjutnya ekstrak etil asetat tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan
menggunakan metode dilusi cair dilanjutkan dengan penggoresan pada media padat
MH untuk menentukan nilai KBM nya. Hasil uji menunjukkan bahwa KBM ekstrak
Streptomyces KBSK 11 adalah 0,125%; dan ALSK 5 adalah 0,5%.
2
Ekstrak etil asetat dari isolat Streptomyces dengan kode strain KBSK 11 dan
ALSK 5 kemungkinan besar tidak hanya mengandung satu senyawa, dan hal itu juga
terbukti dari hasil pemisahan dengan menggunakan KLT yang menunjukkan bahwa
kedua ekstrak tersebut mengandung lebih dari satu senyawa. Selanjutnya untuk
mengetahui senyawa mana dari kandungan ekstrak tersebut yang mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus maka dilakukan uji bioautografi. Hasil uji
bioatugrafi menunjukkan bahwa pada ekstrak etil asetat isolat KBSK 11 terdapat zona
hambatan pada senyawa dengan Rf 0,14 (3 mm); 0,34 (11 mm); 0,72 (4,25 mm)
sedangkan pada isolat ALSK 5 terdapat zona hambatan pada senyawa dengan Rf 0,20
(5,5 mm); 0,24 (2,75 mm); 0,82 (9,5 mm). Zona hambat yang dihasilkan lebih kecil
dari uji aktivitas antimikrobia dengan menggunakan isolat. Hal ini mungkin
disebabkan karena kerja dari senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam isolat
Streptomyces berefek secara sinergis sehingga setelah dilakukan pemisahan dengan
KLT efek dari masing-masing senyawa jadi lebih kecil atau mungkin juga karena
konsentrasi ekstrak Streptomyces yang ditotolkan pada silika gel GF 254 kecil.
3