Khusyu’

B I N A

A K I D A H

Khusyu’
MOHAMMAD DAMAMI

fsp

pd

w.

htt
p:/
/w
w

De
mo
(


40

10 - 25 SHAFAR 1432 H

muatan shalat pada hakikatnya adalah doa
yang memerlukan penghayatan.
Keempat, paham terjemahan bacaan.
Bacaan dalam shalat bagian terbesar
adalah pujian dan doa. Semuanya dalam
bahasa Arab. Karena itu, agar orang yang
melakukan shalat memahami apa isi dari
pujian dan doa tersebut, maka perlu
dipahami apa terjemahan dari ucapan
pujian dan doa tersebut. Dengan
memahami muatan bacaan, maka makin
mantaplah shalat seseorang.
Sebab, bacaan dalam shalat bukanlah
pengucapan yang bersifat mekanis tanpa
pesan, makna, dan tujuan yang jelas.

Melainkan sebuah pengungkapan batin
yang bersifat fungsional dan dihayati secara
mendalam. Karena itu, apa saja yang
dibaca seharusnya sudah dipahami isinya.
Keharusan membaca teks yang
berbahasa Arab dalam shalat tidak
seharusnya menipiskan keinginan untuk
memahami isi bacaannya.
Kelima, hadir hati. Artinya, hati perlu
dikonsentrasikan penuh dalam menghayati
gerakan dan bacaan shalat seluruhnya.
Bahwa antara gerak shalat dan bacaan
shalat ada ikatan yang saling menali (talitemali). Isi bacaan sangat mungkin dapat
lebih ditangkap dengan pemahaman
simbolik terhadap gerak shalat. Bacaan
ruku’, misalnya, dapat lebih dipahami dan
dihayati kalau orang makin mendalami
makna simbolik dari gerak ruku’ yang
dilakukannya. Di situlah hati akan hadir dan
hati tidak akan terganggu oleh faktor-faktor

lainnya.
Jadi, khusyu’ itu merupakan kondisi atau
derajat batin yang disuasanai rasa tunduk
dan merendah diri di hadapan Allah SwT.
Untuk meraihnya dapat dipakai cara-cara
yang bersifat teknis yang 5 (lima)
macamnya di atas. Insya Allah, kalau kelima
macam cara tersebut sungguh-sungguh
dijalankan sebagaimana mestinya, rasa
khusyu’ akan sangat mungkin diraih.
Wallaahu a’lam bishshawaab.l

litm
erg
er.
co
m)

menjawab: “Shalat pada waktunya”. Aku
bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Rasulullah

saw menjawab: “Berbuat kebajikan kepada
kedua orangtua”. Aku bertanya lagi:
Kemudian apa lagi? Rasulullah saw
menjawab: “Berjuang di jalan Allah”, (Hadits
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Secara psikologis dapat ditebak, bahwa
siapa saja peka-waktu terhadap pekerjaan
yang dihadapi, maka berarti dia
menampakkan kesungguh-sungguhannya
dan menunjukkan penghargaan terhadap
apa yang akan dikerjakannya itu. Karena
itu, rumah dekat masjid/musholla/langgar,
kalender waktu shalat, alarm HP waktu
shalat, dan membawa arloji sungguh
diutamakan bagi seorang Mukmin.
Kedua, berjamaah. Kata orang-orang
bijak, bahwa beras menjadi putih karena
antara butir-butir beras tersebut saling
bergesekan satu dengan lain secara intensif
ketika ditumbuk atau ketika dimasukkan ke

dalam mesin slep beras. Kondisi berjamaah
demikian juga. Dalam berjamaah diatur shaf/
baris dan kerekatannya. Setiap imam shalat
sebelum takbir mulai shalat selalu
mengatakan “shawwuu shufuufakum fa
inna tashfiyata-’sh-shufuufi min tamaami’sh-shalaah” = Luruskan shaf-shafmu
karena sesungguhnya lurusnya shaf-shaf
itu dari tanda kesempurnaan shalat. Dengan
berjamaah, satu orang; Mukmin dengan
Mukmin lainnya bisa saling belajar dan
meniru tentang kefasihan bacaan,
ketenangan shalat, ketertiban shalat,
kerapihan pakaian shalat, disiplin waktu
shalat, dan sebagainya. Dengan demikian,
setiap orang Mukmin akan dapat menutup
kekurangannya dalam melaksanakan
shalat. Itulah antara lain sebabnya pahala
shalat berjamaah berlipat 27 (dua puluh
tujuh) kali.
Ketiga, thuma’ninah. Artinya, shalat

dilakukan dengan penuh ketenangan, tidak
tergesa-gesa, tidak terburu-buru. Cukup
waktu. Khususnya, ketika ruku’, sujud, dan
duduk di antara dua sujud. Seperti diketahui,

Vi
sit

S

alah satu tanda keberuntungan
orang beriman adalah jika dalam
shalatnya dapat dilaksanakan
dengan khusyu’. Dalam Al-Qur’an
ditegaskan (Q.s. Al-Mu’minun [23]: 1-2):
qad aflaha-‘l-mu’minuuna alladziina hum
fii shalaatihim khaasyi’uuna = Sungguh
beruntung orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalat mereka. Lalu banyak orang

bertanya, apa dan bagaimana yang disebut
khusyu’ dalam shalat? Jawabannya
memang bisa beragam. Salah satunya
seperti yang dituliskan di bawah ini.
Dari segi bahasa, kata “khusyu’” berarti
“tunduk” atau “merendah diri”. Artinya,
perlakuan tunduk dan merendah diri
tersebut didasarkan pada kesadaran bahwa
dirinya memang dalam posisi lebih lemah
dan lebih banyak kekurangan, sedangkan
yang dihadapi adalah pihak yang kuat dan
jauh lebih sempurna. Dalam Al-Qur’an kata
“khusyu’” ini selalu dikaitkan dengan
masalah ketuhanan. Karena itu arti dari
“khusyu’” adalah tunduk dan merendah diri
secara penuh kesadaran. Sebab yang
dihadapi adalah Tuhan Yang Maha Kuat dan
Maha Sempurna.
Bagaimana seseorang dapat mencapai
derajat khusyu’ dalam shalatnya? Ada

beberapa syarat yang bersifat teknis yang
perlu dilakukan kalau seseorang ingin
mencapai derajat khusyu’ dalam shalat.
Pertama, sadar peka-waktu. Artinya, shalat
segera dikerjakan kalau memang waktu
shalat telah masuk dan diusahakan awal
waktu. Dalam sebuah Hadits dituliskan
sebagai berikut: ‘an ‘abdillaahi-’bni
mas’uudin radliya-’llaahu ‘anhu qaala saaltu rasuula-’llaahi shalla-’llaahu ‘alaihi wa
sal-lama ayyu-’l-’amali ahabbu ila-‘llaahi
qaala ash-shalaatu ’alaa waqtihaa qultu
tsumma ayyun qaala al-jihaadu fii sabiili‘lllahi = Dari Abdullah bin Mas’ud ra
(diceritakan bahwa) dia berkata: “Aku
bertanya kepada Rasulullah saw: Amal apa
yang paling disukai Allah?” Rasulullah saw