PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST) TERMODIFIKASI

(1)

ABSTRACT

EXAMINING OF SEVERAL HIDROPONICS NUTRIENTS FOR LETTUCE ON MODIFIED FLOATING SYSTEM

HIDROPONIC TECHNOLOGY

By

JURENI SIREGAR

This research aimed to find out the best nutrition for lettuce cultivated in a modified floating system hydroponic technology. Experiment used in this research was Randomized Complete Block (RBC) with factorial arrangement. Single factor treatments were five different brand nutrients (N1, N2, N3, N4, and N5), each consisted of four replicates. Data was analyzed by using Analysis of Variance (ANOVA), followed by Least Significant Difference (LSD) multiple comparasion 5%.

The result showed that the better nutrition for lettuce were Goodplant (N1) and Nutri mix (N5). Those were indicated by the better performance of all parameters measured, such as plant height, number of leaves, root length, biomass weight with upper part and lower part.


(2)

ABSTRAK

PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM

TERAPUNG (THST) TERMODIFIKASI

Oleh

JURENI SIREGAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nutrisi terbaik pada selada (Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST) termodifikasi. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan lengkap (RAL) dengan perlakuan satu faktor yaitu perbedaan beberapa merk nutrisi. Nutrisi yang digunakan diberi simbol N1, N2, N3, N4, dan N5, dengan empat kali ulangan. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata (BNT) 5%.

Hasil pengujian beberapa nutrisi menunjukkan bahwa larutan nutrisi Goodplant (N1) dan Nutri mix (N5) memberikan hasil terbaik yang dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas dan bobot brangkasan bawah.


(3)

PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK

SISTEM TERAPUNG (THST) TERMODIFIKASI

Oleh Jureni Siregar

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK

SISTEM TERAPUNG (THST) TERMODIFIKASI

(Skripsi)

Oleh

JURENI SIREGAR

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

l.

MENGESAHKAIY

:

Ir.

Sugeng Triyono, M.Sc. Tim Penguji

Ketua

Sekretaris

Penguji

t

. 'o ,1,

rarl#-h,

BukanPembimbing

.-.+tr,S=-

d

9610826 t98702 I


(6)

Judul Skripsi

NamaMahasiswa

No. Pokok Malrasiswa Jurusan

Fakultas

$tlr,.wr'/"

$ire6or

I014071066

Teknik Pertanian

PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lac'tuco

sdivat)

DENGAN

TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPT]NG

(rHsT) TERMODTflKASI

.r.+,

ffi

Dr.Ir.

Sugeng Triyono,

M.Sc.

--

Ut

fifriirg

Suhandy' S.TP., M.Agr.

NIP 196r

l2lt

198703 I 004 NrP 19780303 2001 12

l

00t

2. KetuaJurusan Teknik Pertanian

Dr.Ir.

dgor

Hf,ryalto,

M.P. NrP 19650527 199303

|

002


(7)

PERI\TYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA

Saya adalatr Jureni Siregar NPM 1014071066. Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiatr ini adalah hasil karya saya yang dibimbing oleh komisi pembimbing 1) Dr.

Ir.

Sugeng Triyono, M.Sc dan 2) Dr. Diding Suhandy, S.TP., M. Agr berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telatr saya dapatkan. Karya ilmiah

ini berisi

material yang dibuat sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain (buktr, jurnal

dll)

yang telah dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagtatkarya orang lain.

flemikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungiawabkan. Apabila

di

kemudian

hali

terdapat kecurangan dalam karya

ini,

maka saya siap

mempertanggungiawabkannYa.

i

Bandar [ampung, 13 Februari 2015 Yang membuat PernYataan

(Jureni Siregar) NPM: 1014071066


(8)

MOTO

Pendidikan adalah rangkaian pelajaran yang semakin lama akan semakin tinggi nilainya

(The Adventure of Red Circle)

Selalu lakukan hal yang baik

kapanpun, dimanapun dengan siapapun , karena melakukan kebaikan tidak ada kata sia-sia dihadapan Allah

(Jureni Siregar)

Jadilah diri sendiri untuk mendapatkan sesuatu hal, yakin pada potensi diri yang kita miliki bahwa kesuksesan akan kita gapai


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1991, anak kedua dari tiga bersaudara dari buah kasih pasangan Bapak Abdul Latif Siregar dan Ibu Nurmalawati

Pandiangan.

Penulis menempuh pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK) di TK Mustika Bangsa pada tahun 1998. Sekolah Dasar di SD Negri Binong 1 Kelurahan Binong Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang pada tahun 1999 sampai dengan 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP PGI 400 Kota Tangerang diselesaikan pada tahun 2007 dan selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negri 1 Kelapa Dua Kabupaten Tangerang di selesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur tes Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif di unit kegiatan mahasiswa Universitas Lampung sebagai Anggota Departemen Dana dan Usaha (Danus) pada periode 2011-2012 dan sebagai Anggota Departemen Keprofesian (Keprof) Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian Unila Periode 2012-2013.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Kebun Sayur

Segar Parung Farm Bogor dengan judul “Mempelajari sistem produksi dan


(10)

Farm Bogor” selama 40 hari kerja. Pada tahun 2014, penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di periode I Tahun 2013/2014 di Desa Bengkunat Belimbing Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat selama 40 hari.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1991, anak kedua dari tiga bersaudara dari buah kasih pasangan Bapak Abdul Latif Siregar dan Ibu Nurmalawati

Pandiangan.

Penulis menempuh pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK) di TK Mustika Bangsa pada tahun 1998. Sekolah Dasar di SD Negri Binong 1 Kelurahan Binong Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang pada tahun 1999 sampai dengan 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP PGI 400 Kota Tangerang diselesaikan pada tahun 2007 dan selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negri 1 Kelapa Dua Kabupaten Tangerang di selesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur tes Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif di unit kegiatan mahasiswa Universitas Lampung sebagai Anggota Departemen Dana dan Usaha (Danus) pada periode 2011-2012 dan sebagai Anggota Departemen Keprofesian (Keprof) Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian Unila Periode 2012-2013.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Kebun Sayur

Segar Parung Farm Bogor dengan judul “Mempelajari sistem produksi dan


(12)

Farm Bogor” selama 40 hari kerja. Pada tahun 2014, penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di periode I Tahun 2013/2014 di Desa Bengkunat Belimbing Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat selama 40 hari.


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada allah swt, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam penyusunan skripsi ini

yang berjudul “Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik Pada Selada (Lactuca sativa L.) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)

Termodifikasi” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Pembimbing I dan

Pembimbing Akademik, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta kesabaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr., selaku Pembimbing II yang telah memebrikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ahmad Tusi, S.TP., M.Si., selaku pembahas yang telah banyak

memberikan kritik dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku ketua Jurusan Teknik


(14)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas Pertanian yang telah membantu dalam administrasi skripsi ini.

6. Seluruh dosen Jurusan Teknik Pertanian dan semua jurusan atas pengetahuan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan selama ini. 7. Mas Sapto Prayitno, S.P., M.Sc Hidroponik selaku owner dari salah satu

pemilik nutrisi dalam penelitian ini. Terimakasih atas arahan, bimbingan serta bersedia memberikan bahan untuk penelitian ini.

8. Bapak Achmad Shaleh, Bapak Ryan Farm dan Ibu Bertha selaku owner Nutrisi yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama

menyelesaikan skripsi ini.

9. Papah (Abdul Manaf Siregar) dan Mamah (Nurmalawati Pandiangan) untuk kasih sayang, materi serta dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya dalam memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Kakakku (Efrida Nursanti Siregar) dan adikku (Rizqi Salam H.H.Siregar) terimakasih untuk motivasi, dukungan dan doanya dalam penyusunan skripsi ini.

10.Tanteku Kamisah Delilawati Pandiangan, S.Si., M.Si., untuk motivasi dan dukungannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang selalu menjadi motivasi dan dorongan dalam menjalankan kuliah. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

12.Seluruh karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Serta keluarga besar jurusan Teknik Pertanian angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013.


(15)

Penulis berharap Allah SWT yang akan membalas segala semua kebaikan Saudara-saudara. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 13 Februari 2015 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Hipotesa ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Selada (Lactuca sativa L) ... 5

2.1.1 Klasifikasi Selada... 5

2.1.2 Morfologi Tanaman Selada... 6

2.1.3 Manfaat Tanaman Selada ... 7

2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Selada ... 7

2.2 Hidroponik ... 8

2.3 Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) ... 9

2.4 Larutan Nutrisi ... 10

2.4.1 pH Larutan Nutrisi ... 16

2.4.2 Electrical conductivity (EC) Larutan Nutrisi ... 17

III. METODE PENELITIAN... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 21

3.4.1 Pembuatan Sitem Hidroponik Terapung ... 22

3.4.2 Uji Pendahuluan ... 22


(17)

ii

3.4.4 Pembuatan Larutan Hara ... 24

3.4.5 Penanaman ... 24

3.4.6 Pemeliharaan Tanaman ... 25

3.5 Variabel Pengamatan ... 25

3.5.1 Pengamatan Harian ... 25

3.5.2 Pengamatan Mingguan ... 25

3.5.3 Pengamatan Saat Panen ... 26

3.6 Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Uji Pendahuluan ... 28

4.1.1 Penentuan Takaran Nilai EC ... 28

4.1.2 Uji Pengendapan Larutan Nutrisi... 29

4.2 Analisis Karakteristik Larutan Nutrisi ... 30

4.3 Pengamatan Lingkungan ... 31

4.4 Pengamatan Larutan Nutrisi ... 33

4.4.1 Suhu Larutan (°C) ... 33

4.4.2 Electrical Conductivity (EC) Larutan ... 34

4.4.3 pH Larutan ... 36

4.5 Pertumbuhan Vegetatif ... 37

4.5.1 Evapotranspirasi ... 38

4.5.2 Tinggi Tanaman ... 40

4.5.3 Jumlah Daun ... 42

4.6 Hasil Panen (Generatif) ... 44

4.6.1 Panjang Akar ... 45

4.6.2 Brangkasan Total ... 47

4.6.3 Brangkasan Atas ... 49

4.6.4 Brangkasan Bawah... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(18)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Gambar Halaman

1. Denah tata letak penelitian ... 20

2. Diagam alir penelitian ... 21

3. Uji pengendapan larutan nutrisi ... 29

4. Contoh larutan nutrisi yang mengendap ... 30

5. Intensitas cahaya harian ... 33

6. Nilai electrical conductivity (EC) setiap perlakuan ... 35

7. pH larutan nutrisi ... 36

8. Evapotranspirasi kumulatif harian ... 39

9. Hubungan larutan nutrisi terhadap tinggi (cm) selada ... 41

10. Hubungan larutan nutrisi terhadap jumlah daun selada (Helai) ... 43

11. Daun yang mengalami klorosis (a) Nutrisi Ryan farm (N2) dan (b) AB mix (N4) ... 44

12. Hubungan larutan nutrisi terhadap panjang akar (cm) selada ... 46

13. Hubungan larutan nutrisi terhadap brangkasan total (g)selada ... 48

14. Hubungan larutan nutrisi terhadap brangkasan atas (g) selada ... 50

15. Hubungan larutan nutrisi terhadap brangkasan bawah (g) selada ... 51

16. Box penanaman selada ... 91

17. Pengukuran tinggi tanaman selada ... 91

18. Pengukuran intensitas cahaya ... 92

19. Penimbangan brangkasan ... 92

20. Hasil panen dari larutan nutrisi Goodplant (N1) ... 93

21. Hasil panen dari larutan nutrisi Ryan farm (N2) ... 94

22. Hasil panen dari larutan nutrisi Zoro mix (N3) ... 95

23. Hasil panen dari larutan nutrisi AB mix (N4) ... 96


(19)

DAFTAR TABEL

Teks

Tabel Halaman

1. Komposisi larutan hara pada THST... 11

2. Garam pupuk untuk tanaman hidroponik ... 12

3. Batas maksimum konsentrasi unsur hara untuk tanaman selada ... 16

4. Nilai pH dan EC untuk beberapa jenis sayuran ... 18

5. Electrical conductivity (EC) larutan (ml) dalam 1 L air ... 28

6. Analisis larutan nutrisi ... 30

7. Pengukuran electrical conductivity (EC) (mS/cm) ... 34

8. pH larutan nutrisi ... 36

9. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap laju evapotranspirasi selada ... 38

10. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap tinggi (selada) ... 40

11. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap jumlah daun selada (helai) ... 42

12. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap panjang akar (cm) selada ... 45

13. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap brangkasan total (g) selada ... 48

14. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap brangkasan atas (g) selada ... 49

15. Pengaruh beberapa nutrisi terhadap brangkasan bawah (g) selada. ... 51

16. Pengamatan suhu greenhouse (°C) ... 58

17. Pengamatan intensitas cahaya (Lux) ... 59

18. Pengamatan suhu larutan nutrisi Goodplant (N1) (°C) ... 60

19. Pengamatan suhu larutan nutrisi Ryan Farm (N2) (°C) ... 62


(20)

iv

21. Pengamatan suhu larutan nutrisi AB Mix (N4) (°C) ... 66

22. Pengamatan suhu larutan nutrisi Nutri mix (N5) (°C) ... 68

23. Evapotranspirasi rata-rata harian (mm/box/hari) ... 70

24. Evapotranspirasi kumulatif (mm/box/hari) ... 71

25. Analisis beberapa nutrisi terhadap evapotranspirasi (mm/box/hari) tanaman selada minggu ke-1... 72

26. Analisis beberapa nutrisi terhadap evapotranspirasi (mm/box/hari) tanaman selada minggu ke-2... 73

27. Analisis beberapa nutrisi terhadap evapotranspirasi (mm/box/hari) tanaman selada minggu ke-3... 74

28. Analisis beberapa nutrisi terhadap evapotranspirasi (mm/box/hari) tanaman selada minggu ke-4... 75

29. Analisis beberapa nutrisi terhadap evapotranspirasi (mm/box/hari) tanaman selada minggu ke-5... 76

30. Analisis beberapa nutrisi terhadap tinggi (cm) tanaman selada minggu ke-1 ... 77

31. Analisis beberapa nutrisi terhadap tinggi (cm) tanaman selada minggu ke-2 ... 78

32. Analisis beberapa nutrisi terhadap tinggi (cm) tanaman selada minggu ke-3 ... 79

33. Analisis beberapa nutrisi terhadap tinggi (cm) tanaman selada minggu ke-4 ... 80

34. Analisis beberapa nutrisi terhadap tinggi (cm) tanaman selada minggu ke-5 ... 81

35. Analisis beberapa nutrisi terhadap jumlah daun (helai) tanaman selada minggu ke-1 ... 82

36. Analisis beberapa nutrisi terhadap jumlah daun (helai) tanaman selada minggu ke-2 ... 83


(21)

v

37. Analisis beberapa nutrisi terhadap jumlah daun (helai) tanaman selada

minggu ke-3 ... 84

38. Analisis beberapa nutrisi terhadap jumlah daun (helai) tanaman selada minggu ke-4 ... 85

39. Analisis beberapa nutrisi terhadap jumlah daun (helai) tanaman selada minggu ke-5 ... 86

40. Analisis beberapa nutrisi terhadap panjang akar (cm) selada ... 87

41. Analisis beberapa nutrisi terhadap brangkasan total (g) selada ... 88

42. Analisis beberapa nutrisi terhadap brangkasan atas (g) selada ... 89


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah dingin maupun tropis. Selada memiliki daun yang bergerigi dan berombak, berwarna hijau segar dan ada juga yang berwarna merah (Supriati dan Herliana, 2014). Selada biasa disajikan dalam keadaan mentah (sayuran penyegar) dan termasuk salah satu bahan utama pembuatan salad. Sebagai komponen utama dalam pembuatan salad, selada memiliki kandungan air yang tinggi, tetapi

kandungan karbohidrat dan proteinnya rendah, selain itu selada juga mengandung sumber mineral, pro-vitamin A, vitamin C, dan serat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Selada memiliki khasiat antara lain dapat memperbaiki organ dalam, mencegah panas dalam, melancarkan metabolisme, membantu menjaga kesehatan rambut, mencegah, kulit menjadi kering, dan dapat mengobati insomnia (Supriati dan Herliana, 2014).

Peluang pemasaran selada meningkat seiring dengan berkembangnya jumlah hotel dan restoran asing yang banyak menggunakan selada sebagai bahan olahan seperti salad, hamburger, hot dog dan sebagainya. Hal tersebut dapat meningkatkan permintaan selada (Cahyono, 2014). Salah satu upaya untuk meningkatkan


(23)

2

Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah melainkan dapat menggunakan air atau bahan porous lainnya seperti kerikil, pecahan genteng, arang sekam, pasir, dan batu bata. Bertanam secara hidroponik dapat berkembang secara cepat karena memiliki kelebihan. Kelebihan yang utama adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin. Kelebihan lainnya adalah perawatan lebih praktis, pemakaian pupuk lebih hemat, tanaman dapat tumbuh dengan pesat dan tidak kotor, hasil produksi lebih kontinu, serta beberapa jenis tanaman dapat dibudidayakan diluar musim (Lingga, 2005). Tanaman yang dapat dibudidayakan pada hidroponik sistem terapung hanyalah sayuran yang memiliki bobot ringan seperti selada, pakchoy, kailan, caisim dan jenis sawi-sawian yang lain (Sutiyoso, 2006).

Teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah sistem hidroponik tanpa substrat yang dikembangkan dari sistem kultur air. Teknologi hidroponik sistem terapung dapat dioperasikan tanpa tergantung dengan adanya energi listrik karena tidak adanya re-sirkulasi pada larutan hara. Kesederhanaan teknologi hidroponik sistem terapung (THST) merupakan keunggulan teknologi ini untuk dapat secara mudah diaplikasikan oleh para petani (Susila dan Koerniawati, 2004).

Permasalahan utama dalam teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah terendamnya akar tanaman dalam larutan hara yang mengakibatkan rendahnya kadar oksigen di zona perakaran. Keberhasilan sistem kultur air dipengaruhi oleh beberapa faktor yang langsung berhubungan dengan perakaran tanaman

diantaranya yaitu sistem penopang tanaman yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak (Susila, 2013). Cara lain untuk mengatasi masalah kurangnya oksigen terlarut yaitu dengan cara memodifikasi sistem tersebut dengan menopang


(24)

3

berdirinya tanaman sehingga akar tanaman bagian atas tergantung di udara dan akar bagian bawah terendam di dalam larutan nutrisi. Lebih lanjut penelitian Krisnawati (2014), menyatakan bahwa teknologi hidroponik sistem terapung termodifikasi dengan styrofoam menggantung dapat mengatasi masalah

deoksigenasi perakaran karena tanaman mendapatkan oksigen dari akar bagian atas dan mendapat nutrisi dari akar bagian bawah.

Bercocok tanam dengan sistem hidroponik mutlak memerlukan pupuk sebagai sumber makanan bagi tanaman. Pupuk dalam sistem hidroponik disebut larutan nutrisi. Nutrisi merupakan hal yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik, sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi dan suhu. Pupuk diberikan dalam bentuk larutan yang harus mengandung unsur makro dan mikro. Unsur makro yaitu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) dan unsur mikro yaitu unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit tetapi keberadaanya harus tersedia seperti mangan (Mn), cuprum (Cu), molibdin (Mo), zincum (Zn) dan besi (Fe) (Tim karya tani mandiri, 2010). Sedangkan senyawa kimia dalam pembuatan pupuk hidroponik antara lain natrium (sodium) nitrat (NaNO3), amonium sulfat (NH4)2SO4, kalium (potassium) nitrat (KNO3), kalium nitrat (Ca(NO3)2), superfosfat (CaH4(PO4)2-H2O), amonium fosfat (NH4)2HPO4, dll (Lingga, 2005). Banyak merk nutrisi yang diperdagangkan dipasaran, namun kualitasnya berbeda-beda. Perbedaan kualitas nutrisi ini dipengaruhi banyak faktor. Perbedaan jenis, sifat, dan kelengkapan kimia bahan baku pupuk yang digunakan tentu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pupuk yang dihasilkan. Di sisi lain, THST adalah


(25)

4

sistem statik (nutrisi tidak mengalir), sehingga jika kualitas pupuk kurang bagus atau ada beberapa hara yang mengendap, maka penyerapan hara oleh tanaman juga akan terpengaruh.

Menurut Mas’ud (2009), menyatakan nutrisi hidroponik yang tepat akan

memberikan hasil yang optimal bagi pertumbuhan tanaman selada. Oleh karena itu dilakukannya penelitian tentang pengujian beberapa nutrisi hidroponik pada selada (Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST) termodifikasi.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nutrisi terbaik pada selada (Lactuca sativa L.) dengan menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) termodifikasi.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai nutrisi terbaik untuk budidaya selada (Lactuca sativa L.) dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) termodifikasi.

1.4 Hipotesa

Pengujian beberapa nutrisi diduga dapat mempengaruhi perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman selada pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) termodifikasi.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Selada (Lactuca sativa L)

Selada (Lactuca sativa L) adalah tanaman yang termasuk dalam famili

Compositae (Sunarjono, 2014). Sebagian besar selada dimakan dalam keadaan mentah. Selada merupakan sayuran yang populer karena memiliki warna, tekstur, serta aroma yang menyegarkan tampilan makanan. Tanaman ini merupakan tanaman setahun yang dapat di budidayakan di daerah lembab, dingin, dataran rendah maupun dataran tinggi. Pada dataran tinggi yang beriklim lembab produktivitas selada cukup baik. Di daerah pegunungan tanaman selada dapat membentuk bulatan krop yang besar sedangkan pada daerah dataran rendah, daun selada berbentuk krop kecil dan berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.1.1 Klasifikasi Selada

Kedudukan selada dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermathophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae


(27)

6

Species : Lactuca sativa L (Saparinto, 2013).

Menurut Cahyono, (2014) selada yang dibudidayakan dan dikembangkan saat ini memiliki banyak varietas diantaranya yaitu :

a. Selada kepala atau selada telur (Head lettuce)

Selada yang memiliki ciri-ciri membentuk krop yaitu daun-daun saling merapat membentuk bulatan menyerupai kepala.

b. Selada rapuh (Cos lettuce dan Romaine lettuce)

Selada yang memiliki ciri-ciri membentuk krop seperti tipe selada kepala. Tetapi krop pada tipe selada rapuh berbentuk lonjong dengan pertumbuhan meninggi, daunnya lebih tegak, dan kropnya berukuran besar dan kurang padat.

c. Selada daun (cutting lettuce atau leaf lettuce)

Selada yang memiliki ciri-ciri daun selada lepas, berombak dan tidak membentuk krop, daunnya halus dan renyah. Biasanya tipe selada ini lebih enak dikonsumsi dalam keadaan mentah.

d. Selada batang (Asparagus lettuce atau stem lettuce)

Selada yang memiliki ciri-ciri tidak membentuk krop, daun berukuran besar, bulat panjang, tangkai daun lebar dan berwarna hijau tua serta memiliki tulang daun menyirip.

2.1.2 Morfologi Tanaman Selada

Selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar serabut menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah pada kedalaman 20-50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam tergantung


(28)

7

varietasnya. Tinggi tanaman selada daun berkisar antara 30-40 cm dan tinggi tanaman selada kepala berkisar antara 20-30 cm (Saparinto, 2013).

Umur panen selada berbeda-beda menurut kultivar dan musim, umurnya berkisar 30-85 hari setelah pindah tanam. Bobot tanaman sangat beragam, mulai dari 100 g sampai 400 g. Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang rendah dan panen yang terlambat dapat menurunkan kualitas. Secara umum selada yang berkualitas bagus memiliki rasa yang tidak pahit, aromanya menyegarkan, renyah, tampilan fisik menarik serta kandungan seratnya rendah (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1998).

2.1.3 Manfaat Tanaman Selada

Selada memiliki banyak manfaat antara lain dapat memperbaiki organ dalam, mencegah panas dalam, melancarkan metabolisme, membantu menjaga kesehatan rambut, mencegah kulit menjadi kering, dan dapat mengobati insomia.

Kandungan gizi yang terdapat pada selada adalah serat, provitamin A (karotenoid), kalium dan kalsium (Supriati dan Herliana, 2014).

Sebagian besar selada dikonsumsi mentah dan merupakan komponen utama dalam pembuatan salad, karena mempunyai kandungan air tinggi tetapi karbohidrat dan protein rendah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Selada

Suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi adalah 15-25°C. Suhu yang lebih tinggi dari 30°C dapat menghambat pertumbuhan, merangsang tumbuhnya tangkai bunga (bolting), dan dapat menyebabkan rasa pahit. Sedangkan untuk tipe


(29)

8

selada kepala suhu yang tinggi dapat menyebabkan bentuk kepala longgar. Selada tipe daun longgar umumnya beradaptasi lebih baik terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi ketimbang tipe bentuk kepala (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Selada dapat tumbuh di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi

(pegunungan). Pada daerah pegunungan, daun dapat membentuk krop yang besar sedangkan didataran rendah daun dapat membentuk krop yang kecil, tetapi cepat berbunga. Syarat penting agar selada dapat tumbuh dengan baik yaitu memiliki derajat keasaman tanah pH 5-6.5 ( Sunarjono, 2014). Selada dapat tumbuh pada jenis tanah lempung berdebu, berpasir dan tanah yang masih mengandung humus. Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap tanah-tanah yang miskin hara dan ber-pH netral. Jika tanah asam, daun selada akan menjadi berwarna kuning. Karena itu, sebaiknya dilakukan pengapuran terlebih dahulu sebelum penanaman (Nazaruddin, 2000).

2.2 Hidroponik

Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin “hydro”(air) dan “ponous” (kerja),

disatukan menjadi “hydroponic” yang berarti bekerja dengan air. Jadi istilah hidroponik dapat diartikan secara ilmiah yaitu suatu budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah tetapi dapat menggunakan media seperti pasir, krikil, pecahan genteng yang diberi larutan nutrisi mengandung semua elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman (Lingga, 2005).

Budidaya dengan sistem hidroponik memiliki kelebihan tersendiri maka dapat berkembang lebih cepat. Kelebihan yang utama adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin. Selain itu, perawatan lebih praktis,


(30)

9

pemakaian pupuk lebih efisien, tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru, tidak diperlukan tenaga yang kasar karena metode kerja lebih hemat, tanaman lebih higienis, hasil produksi lebih kontinu dan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan secara konvensional, dapat dibudidayakan di luar musim, dan dapat dilakukan pada ruangan yang sempit (Lingga, 2005).

2.3 Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)

Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) merupakan modifikasi dari sistem kultur air yang memanfaatkan kolam dengan ukuran dan volume larutan nutrisi yang besar sehingga dapat menekan fluktasi konsentrasi larutan nutrisi. Kelebihan sistem THST dapat dioperasikan tanpa tergantung adanya energi listrik karena tidak memerlukan pompa untuk re-sirkulasi larutan hara (Susila dan Koerniawati, 2004). Menurut Susila (2013), keberhasilan sistem kultur air dipengaruhi oleh beberapa faktor yang langsung berhubungan dengan perakaran tanaman diantaranya adalah (1) aerasi di zona perakaran, (2) kondisi perakaran, dan (3) sistem penopang tanaman yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis tanaman yang cocok dibudidayakan dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah caisim (Tosakan), Pakchoy (Write tropical type), Kailan (BBT 35), Kangkung (Bangkok LP1), Selada

(Panorama, Gand rapids, red lettuce, minetto) dan Seledri (Amigo). Kendala utama dalam Teknologi Hidroponik Sistem Terapung adalah

terendamnya akar tanaman dalam larutan nutrisi sehingga ketersediaan oksigen di sekitar perakaran berkurang. Soffer and Burger (1988), menyatakan bahwa Dissolved Oxygen (DO) sangat penting untuk formasi dan pertumbuhan akar.


(31)

10

Tanaman dengan sistem perakaran dalam air (water culture) memerlukan DO (Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm untuk dapat hidup normal. Larutan dinilai sangat baik bila konsentrasi O2 terlarut sekitar 8 ppm. Batas O2 terlarut tertinggi sekitar 10 ppm pada temperatur 24-25°C. Karena diatas 10 ppm, O2 akan terlepas ke udara. Tanaman yang mengalami kekurangan O2 terlarut dalam air akan menampakkan gejala layu walaupun akar terjuntai ke dalam air. Bila defisiensi O2 berlanjut, proses respirasi untuk menghasilkan energi akan terhambat dan tampak gejala lain, yaitu defisiensi hara tertentu seperti pertumbuhan terhambat diiringi malformasi bentuk tanaman, bercak putih kekuningan dan penampilan tanaman kurang menarik. Bahkan tanaman dapat mengalami kematian akibat de-oksigenasi (Purnomo, 2006).

2.4 Larutan Nutrisi

Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik pemberian air dan pupuk memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maximum (Susila, 2006).

Tanaman membutuhkan 16 unsur hara/nutrisi untuk pertumbuhan yang berasal dari udara, air dan pupuk. Unsur-unsur tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), boron (B), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo) dan khlorin (Cl). Unsur-unsur C, H dan O biasanya disuplai dari udara dan air dalam jumlah yang cukup. Unsur hara lainnya didapatkan


(32)

11

melalui pemupukan atau larutan nutrisi (Rosliani dan Sumarni, 2005). Larutan hara untuk pemupukan tanaman hidroponik diformulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan disesuaiakan dengan kebutuhan optimal tanaman. Program pemupukan tanaman melaui hidroponik walaupun kelihatannya sama untuk berbagai jenis tanaman sayuran, akan tetapi terdapat perbedaan kebutuhan setiap tanaman terhadap hara. Pupuk yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik harus mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi (Susila, 2006). Pada sistem budidaya hidroponik larutan hara merupakan hal yang sangat penting. Menurut Susila (2013), dalam teknologi hidroponik sistem terapung komposisi larutan hara yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi larutan hara pada THST

Larutan hara Komposisi larutan hara (ppm)

Ca2+ 177.00

Mg2+ 24.00

K+ 210.00

NH4+ 25.00

NO3- 233.00

SO4 113.00

PO4 60.00

Fe 2.14

B 1.20

Zn 0.26

Cu 0.048

Mn 0.18

Mo 0.046

(Sumber : Susila, 2013)

Hasil penelitian Sesmininggar (2006), menyatakan bahwa konsentrasi larutan hara optimum untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman pak choi yang


(33)

12

(EC) merupakan suatu kemampuan air sebagai penghantar listrik yang

dipengaruhi oleh jumlah ion atau garam yang terlarut di dalam air (Susila, 2006). Adapun garam-garam untuk tanaman hidroponik sebagi berikut :

Tabel 2. Garam pupuk untuk tanaman hidroponik

Nama Garam Pupuk Unsur Utama

Natrium (sodium) nitrat (NaNO3) Amonium sulfat (NH4)2SO4 Kalium (potasium) nitrat (KNO3) Kalium nitrat(Ca(NO3)2)

Superfosfat (CaH4(PO4)2-H2O) Amonium fosfat (NH4)2HPO4 Kalium sulfat (K2SO4)

Muriate/kalium klorida

Magnesium sulfat(Mg SO47H2O) Garam epsom

Kudada rock fosfat (CaHPO4) Bone meal

Nicifos Manurin Planttabs

Kalsium sulfat (CaSO4) Besi sulfat (FeSO4)

Magnesium klorida (MgCl2) Seng sulfat (CuSO4)

Tepung asam borat (H3BO3) Asam molibdat (H2Mo4)

Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) Triple superfosfat (CaH4(PO4)2H2O) Mangan klorida (MnCl2)

Nitrogen (N) Nitrogen (N)

Nitrogen (N), kalium (K) Nitrogen (N), kalsium (Ca) Fosfat (P), kalsium (Ca) Nitrogen (N), Fosfat (P) Kalium (K), blerang (S) Kalium (K)

Magnesium (Mg), sulfur (S) Magnesium (Mg)

Fosfat (P), kalsium (Ca) Nitrogen (N), fosfat (P), Nitrogen (N), fosfat (P),

Nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) Nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) Kalsium (Ca), sulfur (S)

Besi (Fe)

Magnesium (Mg) Cuprum (Cu) Borium (B)

(Lingga, 2005)

Garam-garam pupuk dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan. Adapun fungsi masing-masing dari garam tersebut adalah:

1. Nitrogen (N)

Fungsi nitrogen bagi tanaman adalah untuk memacu pertumbuhan daun dan batang, sehingga menguntungkan pada tanaman yang menghasilkan batang dan daun karena nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Kekurangan mineral nitrogen mengakibatkan warna daun menjadi hijau muda dan


(34)

13

berubah menjadi kuning, terdapat jaringan-jaringan kering berwarna coklat dan akhirnya daun mati.

2. Fosfor (P)

Fungsi fosfor bagi tanaman adalah berupa zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organik. Fosfor lebih digunakan kepada pembentukan bunga dan buah karena zat ini diserap oleh akar dalam bentuk H2PO4- dan HPO4. Kekurangan zat fosfor dapat mengakibatkan daun mengalami perubahan warna yang semula hijau menjadi hijau tua, daun yang tua menjadi kekuning-kuningan dan pertumbuhan akar pun terhambat.

3. Kalium (K)

Fungsi kalium bagi tanaman sangat penting karena berperan dalam asimilasi zat arang. Tidak adanya kalium dapat menyebabkan berhentinya asimilasi. Tanaman dapat mengasilkan daun yang banyak karena berlangsungnya proses asimilasi yang memerlukan kalium (K2O). Pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan akar lebih panjang sehingga kesuburannya tidak seimbang dengan kesuburan tanaman. Kekurangan zat kalium dapat mengakibatkan daun akan mengerut, kemudian tampak bercak-bercak cokelat sehingga daun mudah gugur. 4. Kalsium (Ca)

Fungsi kalium bagi tanaman adalah sebagai pengatur permeabilitas (daya serap) dinding sel. Kalsium juga dapat berpengaruh dalam pertumbuhan ujung akar dan pembentukan bulu-bulu akar. Kekurangan zat kalsium dapat mengakibatkan perubahan pada daun menjadi kekuningan, jaringan daun dibeberapa tempat mati.


(35)

14

5. Magnesium (Mg)

Fungsi magnesium bagi tanaman adalah sebagai penyebar fosfor. Magnesium merupakan bagian dari warna hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Kekurangan zat magnesium mengakibatkan pada tulang-tulang daun terlihat adanya klorosis yang menular dengan teratur.

6. Sulfur, belerang (S)

Fungsi sulfur bagi tanaman adalah untuk mempertinggi daya kerja unsur-unsur lain. Kekurangan zat sulfur mengakibatkan perubahan warna pada helai daun dan umumnya mengilat keputih-putihan. Adapula tanaman yang warnanya berubah menjadi kuning sehingga tanaman kelihatan kuning kehijauan.

7. Iron, besi (Fe)

Fungsi iron, besi bagi tanaman adalah pembentuk hijau daun. Selain itu, fungsi besi sebagai pembentuk enzim pernapasan yang mengoksidasi hidrat arang menjadi gas asam arang yang diserap dalam bentuk Fe. Kekurangan zat iron tanaman akan mengalami klorosis pada tulang daun. Tulang daun yang semula berwarna hijau berubah menjadi warna kuning sampai putih. Tetapi, tanaman yang kekurangan zat ini jarang terjadi.

8. Mangan (Mn)

Fungsi mangan bagi tanaman adalah sebagai pembentuk hijau daun, tanpa zat ini tanaman tidak dapat hidup. Selain itu, dapat mengatur proses pernapasan serta membantu menyerap nitrogen. Kekurangan zat mangan dapat menyebabkan tanaman mengalami klorosis dan susunan akar mati berwarna merah kecoklatan, mengalami perubahan warna dan di beberapa tempat jaringan ada yang mati.


(36)

15

9. Borium, boron (B)

Borium diserap dalam bentuk BO3. Kekurangan zat borium daun akan mengalami perubahan warna , jaringan di beberapa tempat akan mati, daun-daun yang baru tumbuh berukuran kecil (kerdil), bahkan ada yang mati dan berwarna hitam atau cokelat.

10. Seng (Zn)

Fungsi seng dalam tanaman adalah sebagai pendorong dalam perkembangan tanaman. Zat seng berfungsi dalam pembentukan hormon tubuh (Auxin) dan penting untuk keseimbangan fisiologis. Selain itu, berfungsi sebagai komponen penting dalam mentransfer energi keseluruh tubuh. Zat seng diserap oleh tanaman dalam bentuk Zn. Kekurangan zat seng tulang daun tanaman akan mengalami klorosis dan akhirnya daun mudah cepat mati dan gugur. Bila kelebihan zat seng akan menjadi racun bagi tanaman.

11. Molibdin (Mo)

Fungsi molibdin bagi tanaman sebagai pengikat nitrogen. Zat ini penting bagi tanaman buah dan sayur-sayuran. Molibdin diserap dalam bentuk ion molibdat (MoO4). Kekurangan zat molibdin mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada tanaman sayur, warna daun berubah, daun menjadi keriput, mengering, dan mati pucuk (die back) pada akhirnya tanaman akan mati (Lingga, 2005).

Hasil penelitian Setiawan (2007), pada konsentrasi hara kisaran 1.56-1.74 mS/cm dapat menghasilkan pertumbuhan dan produksi maksimum tanaman selada dengan teknologi hidroponik sistem terapung (THST). Menurut Untung (2004),


(37)

16

batas maksimum konsentrasi unsur hara untuk tanaman selada adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Batas maksimum konsentrasi unsur hara untuk tanaman selada

Unsur Hidroponik

sirkulasi (ppm)

Hidroponik non-sirkulasi (ppm)

Kalsium, calsium (Ca) 80 170

Magnesium (Mg) 25 50

Belerang, sulfur (S) 50 80

Mangan, manganium (Mn) 0.2 0.5

Boron (B) 0.2 0.3

Seng, zinc (Zn) 0.3 0.5

Tembaga, cupcurm (Cu) 0.03 0.1

Molibdenum (Mo) 0.01 0.05

(Untung, 2004).

2.4.1 pH Larutan Nutrisi

Kualitas air dapat ditentukan dari apa yang terkandung di dalam sumbernya (sumur atau sungai), juga tingkat kemasamannya. Air adalah pelarut yang dapat mengandung jumlah tertentu garam-garam terlarut. Salah satu garam terlarut tersebut adalah pupuk. Untuk menyediakan sumber hara yang cukup bagi tanaman pupuk perlu dilarutkan di dalam air (Susila, 2006).

Uji kualitas air dapat berupa pengukuran pH atau derajat keasamaan. Pada budidaya hidroponik kisaran derajat keasaman sekitar pH 5.5-6.5 dengan angka optimal 6.0. Di bawah angka 5.5 dan di atas angka 6.5 beberapa unsur mulai mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh akar dan akibatnya tanaman mengalami defisiensi unsur terkait. Pada pH optimal, semua unsur berada dalam kondisi kelarutan yang baik sehingga mudah diserap oleh akar (Sutiyoso, 2006).


(38)

17

2.4.2 Electrical conductivity (EC) Larutan Nutrisi

Hasil analisis air juga dilakukan terhadap Electrical conductivity atau EC air. Electrical conductivity (EC) merupakan suatu kemampuan air sebagai penghantar listrik yang dipengaruhi oleh jumlah ion atau garam yang terlarut di dalam air. Semakin banyak garam yang terlarut semakin tinggi daya hantar listrik yang terjadi. EC merupakan pengukuran tidak langsung terhadap konsentrasi garam yang dapat digunakan untuk menentukan secara umum kesesuaian air untuk budidaya tanaman dan untuk memonitor konsentrasi larutan hara. Pengukuran EC dapat digunakan untuk mempertahankan target konsentrasi hara di zona perakaran yang merupakan alat untuk menentukan pemberian larutan hara kepada tanaman. Satuan pengukuran EC adalah millimhos per centimeter (mmhos/cm),

millisiemens per centimeter (mS/cm) atau microsiemens per centimeter (Susila, 2006).

Electrical conductivity (EC) untuk sayuran daun berkisar 1.5-2.5 mS/cm. Pada EC yang terlampau tinggi, tanaman tidak dapat menyerap hara karena telah jenuh. Sehingga larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk

sayuran daun adalah EC 4.2 mS/cm. Pertumbuhan tanaman akan terhambat bila EC melebihi batas jenuh dan dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman (Sutiyoso, 2003). Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-beda. Kebutuhan EC disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih kecil, EC yang dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman semakin besar EC-nya. Kebutuhan EC juga


(39)

18

cuaca terlalu panas, sebaiknya digunakan EC rendah (Rosliani dan Sumarni, 2005). Hasil penelitian penelitian Wulan (2006), menyatakan konsentrasi larutan hara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi selada yang dibudidayakan dengan THST adalah EC 1.09-1.15 mS/cm. Rekomendasi tersebut didapatkan berdasarkan titik optimum pada bobot total (tajuk dan akar) dan bobot tajuk tanaman. Berikut ini tabel nilai pH dan EC untuk beberapa jenis sayuran.

Tabel 4. Nilai pH dan EC untuk beberapa jenis sayuran

Tanaman pH EC

Asparagus Brokoli 6.0-6.8 6.0-6.8 0.8-1.8 3.0-3.5

Brussel sprout 6.0-6.5 2.5-3.0

Kubis 6.5-7.0 2.5-5.0

Cabai 6.0-6.5 1.8-2.2

Kubis bunga 6.5-7.0 1.5-2.0

Seledri 6.0-6.5 2.5-3.0

Mentimun 5.5-6.0 1.0-2.5

Terung jepang Endive 5.8-6.2 5.5-6.0 2.5-3.5 0.8-1.5

Bawang daun 6.5-7.0 2.0-3.0

Lettuce 6.0-6.5 2.0-3.0

Lettuce head 6.0-6.5 0.9-1.6

Bawang merah 6.0-7.0 2.0-3.0

Pakcoi 6.5-7.0 1.5-2.0

Pumpkin Bayam 5.5-7.5 6.0-7.0 1.7-2.5 1.4-1.8

Jagung manis 6.0-6.5 1.6-2.5

Tomat 5.5-6.5 2.0-5.0

Turnip Zucchini 6.0-6.5 6.0-6.5 1.8-2.4 1.2-1.5

Kacang-kacangan 5.5-6.2 2.0-4.0

Sumber : Practical Hydroponic & Greenhouse, Issue 37, 1997 dalam (Untung, 2004).


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL) Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah wadah penyemaian, sprayer, rockwool, jellycup, greenhouse, box, styrofoam, plastik hitam, lakban hitam, pengaduk nutrisi, penggaris, timbangan, temperatur, TDS meter, pH meter, camera digital, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih selada keriting (Grand rapids), air dan larutan nutrisi yaitu Goodplant (N1), Ryan Farm (N2), Zoro Mix (N3), AB Mix (N4) dan Nutri mix (N5).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan yaitu :


(41)

20

 N1 = Goodplant

 N2 = Ryan Farm

 N3 = Zoro Mix

 N4 = AB Mix

 N5 = Nutri mix

Dengan demikian terdapat lima kombinasi perlakuan, setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak empat kali ulangan, sehingga terdapat dua puluh satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 4 tanaman, sehingga diperoleh total 80 tanaman. Denah petak penelitian ini adalah :

N2U1 N4U3 N1U2 N2U4

N5U2 N1U1 N3U4 N4U1

N5U4 N3U2 N2U2 N1U3

N3U2 N4U4 N5U3 N2U3

N4U1 N4U2 N5U1 N1U4

Gambar 1. Denah tata letak penelitian

Keterangan :

N1 : Nutrisi Goodplant N2 : Nutrisi Ryan Farm N3 : Nutrisi Zoro Mix N4 : Nutrisi AB Mix N5 : Nutrisi Nutri mix


(42)

21

Pembuatan sistem hidroponik terapung 3.4 Pelaksanaan Penelitian

Gambar 2. Diagam alir penelitian

Uji Pendahuluan (Penentuan takaran EC, Pengendapan larutan nutrisi dan Analisis karakteristik nutrisi)

Penyemaian benih selada

Penanaman selada Pembuatan larutan nutrisi

Pengamatan tanaman Mulai

Selesai Pemeliharaan selada

Analisis data

Persiapan alat dan bahan


(43)

22

3.4.1 Pembuatan Sitem Hidroponik Terapung

Pembuatan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) dibuat dalam bentuk kolam yang terbuat dari box styrofoam buah kemudian pada bagian atas box diletakkan Styrofoam sebagai tempat berdirinya tanaman. Box ini berukuran 39 cm x 32 cm x 13 cm dengan kedalaman larutan nutrisi sebesar 12 cm yang bagian dalamnya di lapisi plastik hitam. Pembuatan sistem terapung termodifikasi dengan cara meletakkan penopang tanaman (styrofoam) dengan ketebalan 2cm di atas box buah tersebut sehingga tidak langsung menyentuh larutan nutrisi

(menggantung). Pada celah antara box dengan penopang tanaman ada sedikit jarak sehingga udara dapat masuk ke dalam box. Berbeda halnya dengan

teknologi sistem terapung yang tidak dimodifikasi, pada sistem tersebut penopang berdirinya tanaman dibiarkan mengapung langsung di atas larutan nutrisi sehingga akar keseluruhan tanaman terendam. Jarak tanam pada styrofoam adalah 20 x 15 cm (Rohma, 2009) dengan diameter lubang tanam 4 cm, terdapat 4 tanaman untuk setiap boxnya. Total tanaman pada penelitian ini yaitu sebanyak 80 tanaman.

3.4.2 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan sebelum melakukan penelitian. Adapun uji pendahuluan yang dilakukan terdiri dari penentuan takaran EC, pengendapan larutan nutrisi dan analisis karakteristik nutrisi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui takaran nilai EC yang sesuai untuk masing-masing larutan nutrisi, untuk mengetahui nilai EC larutan nutrisi yang konstan dan untuk mengetahui karakteristik larutan nutrisi.


(44)

23

3.4.2.1 Penentuan Takaran Nilai EC

Penetuan takaran nilai EC dilakukan sebelum pembuatan larutan nutrisi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan takaran dari masing-masing larutan nutrisi yang sesuai dengan nilai EC diinginkan. Penentuan takaran nilai EC dengan cara menyiapkan alat dan bahan yang terdiri dari gelas ukur, air 1 L dan alat TDS meter, kemudian masing-masing larutan nutrisi dimasukkan dengan

memperkirakan masing-masing takaran nutrisi untuk dimasukkan kedalam air yang telah disiapkan sebanyak 1 liter kemudian diukur dengan alat TDS meter.

3.4.2.2 Pengendapan Larutan Nutrisi

Uji pengendapan dilakukan selama 1 minggu dari masing-masing larutan nutrisi (5 sampel). Nilai EC awal yang digunakan sebesar 1.3 mS/cm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui larutan nutrisi yang konstan.

3.4.2.3 Analisis Karakteristik Nutrisi

Analisis larutan nutrisi dilakukan pada semua larutan nutrisi dengan menganalisis unsur nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Analisis larutan nutrisi dianalisis dengan menggunakan 1 liter air dan masing-masing stock A dan B 5 ml.

3.4.3 Persemaian Tanaman

Persemaian dilakukan dengan menggunakan media arang sekam. Benih yang digunakan adalah selada (Gand rapids). Benih tersebut merupakan benih yang unggul dan biasa digunakan pada dataran rendah seperti di Lampung. Sebelum disemai benih tersebut direndam terlebih dahulu agar benih dapat tumbuh


(45)

24

serempak dan tumbuh lebih cepat. Benih yang telah direndam kemudian di sebar pada media arang sekam yang telah disiapkan. Persemaian dilakukan selama 2 minggu dengan dilakukan penyiraman menggunakan air. Setelah 2 minggu dilakukan pemilihan bibit dengan kualitas baik yaitu memiliki daun lebar dan batang yang tegak. Bibit dengan kualitas baik kemudian di balut dengan

rockwool lalu dilakukan penanaman pada teknologi hidroponik sistem terapung (THST) termodifikasi.

3.4.4 Pembuatan Larutan Hara

Pembuatan larutan nutrisi yaitu dengan perbandingan stok A dan stok B serta ditambahkan air. Pada awal pindah tanam Ec yang digunakan 1.3 mS/cm, minggu selanjutnya 1.5 mS/cm dan minggu berikutnya hingga panen 1.7 mS/cm. Pada saat penelitian cara mengamati larutan nutrisi dengan menggunakan alat TDS meter yang dilakukan dengan meletakkan alat tersebut kedalam larutan nutrisi.

3.4.5 Penanaman

Bibit yang telah disemai dan dibalut oleh media rockwool kemudian dimasukkan ke dalam jelly cup yang telah dilubangi sisi samping hingga kebawah. Jelly cup berfungsi sebagai penyanggah tanaman saat meletakkan bibit diatas styrofoam agar tanaman tetap berdiri kokoh. Dalam memasukkan bibit ke jelly cup, hal yang perlu diperhatikan adalah akar bibit. Akar bibit diharuskan menjulur keluar dari lubang jelly cup agar akar bibit tersebut menyentuh larutan nutrisi pada saat penanaman.


(46)

25

3.4.6 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan agar bibit yang telah ditanam pada sistem hidroponik dapat tumbuh dengan optimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengontrolan electrical conductivity (EC), pH, penyulaman, dan menjaga tanaman dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Nilai electrical

conductivity (EC) pada awal penanaman sebesar 1.3 mS/cm sedangkan untuk tanaman yang sudah dewasa electrical conductivity (EC) sebesar 1.5mS/cm dan hingga panen sebesar 1.7 mS/cm. Sedangkan untuk pengendalian terhadap OPT dilakukan secara manual tanpa menggunakan pestisida agar tanaman tidak terkontaminasi dengan bahan kimia lainnya.

3.5 Variabel Pengamatan

3.5.1 Pengamatan Harian

Pengamatan harian meliputi intensitas cahaya, suhu Greenhouse, suhu larutan, dan evapotranspirasi tanaman. Pengamatan harian dilakukan pada pagi (06.30-07.00 WIB), siang (12.30-13.00) dan sore (16.30-17.00 WIB).

3.5.2 Pengamatan Mingguan

Variabel tanaman yang di ukur meliputi : 1. Jumlah daun per tanaman (helai)

Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna.


(47)

26

2. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman di ukur dari permukaan styrofoam hingga ujung daun tertinggi menggunakan penggaris.

3. Potensial hydrogen (pH) larutan

Potensial hydrogen (pH) di ukur dengan menggunakan alat pH larutan dengan meletakkan alat tersebut kedalam larutan nutrisi.

4. Electrical conductivity (EC)

Electrical conductivity (EC) di ukur dengan menggunakan alat TDS meter dengan meletakkan alat tersebut kedalam larutan nutrisi.

3.5.3 Pengamatan Saat Panen

1. Panjang akar pertanaman (cm)

Panjang akar diukur dari pangkal akar hingga akar terpanjang pada saat akhir pengamatan (panen).

2. Bobot brangkasan total

Bobot total per tanaman diukur dengan cara menimbang tanaman seluruhnya beserta akar.

3. Bobot brangkasan atas

Bobot brangkasan atas diukur dengan cara memotong bagian akar tanaman, kemudian ditimbang berat tajuk tanaman.

4. Bobot brangkasan bawah

Bobot brangkasan bawah diukur dengan cara mengurangi bobot total per tanaman dengan bobot brangkasan atas.


(48)

27

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pengujian beberapa nutrisi menunjukkan bahwa larutan nutrisi Goodplant (N1) dan Nutri mix (N5) memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan nutrisi yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas dan bobot brangkasan bawah.

5.2 Saran

1. Pada proses pindah tanam teknologi hidroponik sistem terapung (THST) termodifikasi harus lebih hati-hati dalam meletakkan tanaman agar akar tanaman langsung menyentuh larutan nutrisi.

2. Pengukuran nilai EC dan pH sebaiknya dilakukan setiap hari agar lebih terkontrol.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. 2014. Teknik Budidaya Daya dan Analisis Usaha Tani Selada. CV. Aneka Ilmu. Semarang. 114 hal.

Koernawati, Y. 2003. Desain Panel Dan Jenis Media Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Tanaman. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Krisnawati, D. 2014. Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Dan Tanaman Baby Kalian (Brasicca Oleraceae Var. Achepala) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Di Dalam Dan Di Luar Greenhouse. Skripsi. Jurusan Teknik

Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Lingga, P. 2005. HIDROPONIK Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarata. 80 hal.

Mas’ud, H. 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda

Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Media Litbang Sulteng. 2 (2) : 131-136.

Mechram, S. 2007. Aplikasi Teknik Irigasi Tetes Dan Komposisi Media Tanam Pada Selada (Lactuca Sativa). Jurnal Teknologi Pertanian. 7 (1) 27-36 Moekasan, T. K dan L. Prabaningrum. 2011. Program Komputer Meramu Pupuk

Hidroponik Ab Mix Untuk Tanaman Paprika. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. 20 hal.

Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal.

Perwtasari, B. 2012. Pengaruh Media Tanam Dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica Juncea L.) Dengan Sistem Hidroponik. Agrovigor. 5 (1) : 14-25.

Primantoro, H dan Y. H. Indriani. 1999. Hidroponik Semusim Untuk Bisnis Dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.


(51)

55

Purnomo, A. 2006. Oksigen Terlarut (DO) 1 dan 2.

http://belajarhidroponik.blogspot.com/2006/10/oksigen-terlarut-do-1.html. Diakses pada 29 Mei 2014.

Riskiyah, J. 2014. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat

(Lycopersicum Esculentum Mill). Agroteknologi Studies Program. Faculty of Agriculture, University of Riau

Rohmah, N. 2009. Respon Tiga Kultivar Selada (Lactuca Sativa L.) Pada Tingkat Kerapatan Tanaman Yang Berbeda. Skripsi. Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya Pertanian. Malang.

Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran Dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 27 hal.

Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2, Prinsip, Produksi dan Gizi, Edisi Kedua. ITB Ganesha. Bandung. 292 hal.

Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 67 hal.

Saparinto, C. 2013. Gown Your Own Vegetables-Paduan Praktis Menenam Sayuran Konsumsi Populer di Pekaranagan. Lily Publisher. Yogyakarta. 180 hal. Sesmininggar, A. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Tanaman Pak Choi

(Brassica rapa L.cv goup pak choi) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Setiawan, L. 2007. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Pada Budidaya Selada (Lactuca Sativa L. Var Gand Rapids) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi. Progam Studi Hortikultura Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Soffer, H and D.W Burger. 1988. Effect Of Dissolved Oxygen Concentration In Aero-Hidroponics On The Formation And Gowth Of Adventitous Roots. Jornal of the American Society Horticultural Science. 113 (2) : 218-221. Sunarjono, H. 2014. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. 204

hal.

Supriati, Y dan E. Herlina. 2014. 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. 148 hal.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agonomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Modul. IPB. Bogor . 20 hal.


(52)

56

Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultutra. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Susila, A. D. 2003. Pengembangan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Untuk Sayuran Daun. Laporan penelitian. Proyek Due-Like. Progam Studi

Hortikultura. Departemen Budi Daya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Susila, A. D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam

pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agon. 32(3) : 16-21.

Sutiyoso, Y. 2003. Meramu pupuk hidroponik : tanaman sayur, tanaman buah, tanaman bunga. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.

Sutiyoso, Y. 2006. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal. Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budi Daya Secara Hidroponik. Nuansa

Aulia. Bandung. 160 hal.

Untung, O. 2001. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Widaryanto, E., M., Baskara dan R., Umiarti. 2005. Studi Pertumbuhan Dan Pembungaan Tiga Jenis (Impatiens Wallerana) Pada Berbagai Tingkat Naungan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wulan, E. R. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Pada Pertumbuhan Dan Produksi Selada (Lactuca Sativa Var. Crispa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi. Departemen Agonomi dan hortikultura. Yusuf, H. 2009. Pengaruh Naungan Dan Tekstur Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan

Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine Americana Merr). Departement Budidaya Pertanian. Skripsi. Fak. Pertanian. USU. Medan.


(1)

26

2. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman di ukur dari permukaan styrofoam hingga ujung daun tertinggi menggunakan penggaris.

3. Potensial hydrogen (pH) larutan

Potensial hydrogen (pH) di ukur dengan menggunakan alat pH larutan dengan meletakkan alat tersebut kedalam larutan nutrisi.

4. Electrical conductivity (EC)

Electrical conductivity (EC) di ukur dengan menggunakan alat TDS meter dengan meletakkan alat tersebut kedalam larutan nutrisi.

3.5.3 Pengamatan Saat Panen

1. Panjang akar pertanaman (cm)

Panjang akar diukur dari pangkal akar hingga akar terpanjang pada saat akhir pengamatan (panen).

2. Bobot brangkasan total

Bobot total per tanaman diukur dengan cara menimbang tanaman seluruhnya beserta akar.

3. Bobot brangkasan atas

Bobot brangkasan atas diukur dengan cara memotong bagian akar tanaman, kemudian ditimbang berat tajuk tanaman.

4. Bobot brangkasan bawah

Bobot brangkasan bawah diukur dengan cara mengurangi bobot total per tanaman dengan bobot brangkasan atas.


(2)

27

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pengujian beberapa nutrisi menunjukkan bahwa larutan nutrisi Goodplant (N1) dan Nutri mix (N5) memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan nutrisi yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas dan bobot brangkasan bawah.

5.2 Saran

1. Pada proses pindah tanam teknologi hidroponik sistem terapung (THST) termodifikasi harus lebih hati-hati dalam meletakkan tanaman agar akar tanaman langsung menyentuh larutan nutrisi.

2. Pengukuran nilai EC dan pH sebaiknya dilakukan setiap hari agar lebih terkontrol.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. 2014. Teknik Budidaya Daya dan Analisis Usaha Tani Selada. CV. Aneka Ilmu. Semarang. 114 hal.

Koernawati, Y. 2003. Desain Panel Dan Jenis Media Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Tanaman. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Krisnawati, D. 2014. Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan Dan Tanaman Baby Kalian (Brasicca Oleraceae Var. Achepala) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Di Dalam Dan Di Luar Greenhouse. Skripsi. Jurusan Teknik

Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Lingga, P. 2005. HIDROPONIK Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarata. 80 hal.

Mas’ud, H. 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Media Litbang Sulteng. 2 (2) : 131-136.

Mechram, S. 2007. Aplikasi Teknik Irigasi Tetes Dan Komposisi Media Tanam Pada Selada (Lactuca Sativa). Jurnal Teknologi Pertanian. 7 (1) 27-36 Moekasan, T. K dan L. Prabaningrum. 2011. Program Komputer Meramu Pupuk

Hidroponik Ab Mix Untuk Tanaman Paprika. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. 20 hal.

Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal.

Perwtasari, B. 2012. Pengaruh Media Tanam Dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica Juncea L.) Dengan Sistem Hidroponik. Agrovigor. 5 (1) : 14-25.

Primantoro, H dan Y. H. Indriani. 1999. Hidroponik Semusim Untuk Bisnis Dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.


(5)

55

Purnomo, A. 2006. Oksigen Terlarut (DO) 1 dan 2.

http://belajarhidroponik.blogspot.com/2006/10/oksigen-terlarut-do-1.html. Diakses pada 29 Mei 2014.

Riskiyah, J. 2014. Uji Volume Air Pada Berbagai Varietas Tanaman Tomat

(Lycopersicum Esculentum Mill). Agroteknologi Studies Program. Faculty of Agriculture, University of Riau

Rohmah, N. 2009. Respon Tiga Kultivar Selada (Lactuca Sativa L.) Pada Tingkat Kerapatan Tanaman Yang Berbeda. Skripsi. Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya Pertanian. Malang.

Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran Dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 27 hal.

Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2, Prinsip, Produksi dan Gizi, Edisi Kedua. ITB Ganesha. Bandung. 292 hal.

Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 67 hal.

Saparinto, C. 2013. Gown Your Own Vegetables-Paduan Praktis Menenam Sayuran Konsumsi Populer di Pekaranagan. Lily Publisher. Yogyakarta. 180 hal. Sesmininggar, A. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Tanaman Pak Choi

(Brassica rapa L.cv goup pak choi) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Setiawan, L. 2007. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Pada Budidaya Selada (Lactuca Sativa L. Var Gand Rapids) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi. Progam Studi Hortikultura Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Soffer, H and D.W Burger. 1988. Effect Of Dissolved Oxygen Concentration In Aero-Hidroponics On The Formation And Gowth Of Adventitous Roots. Jornal of the American Society Horticultural Science. 113 (2) : 218-221. Sunarjono, H. 2014. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. 204

hal.

Supriati, Y dan E. Herlina. 2014. 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. 148 hal.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agonomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Modul. IPB. Bogor . 20 hal.


(6)

56

Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultutra. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Susila, A. D. 2003. Pengembangan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Untuk Sayuran Daun. Laporan penelitian. Proyek Due-Like. Progam Studi

Hortikultura. Departemen Budi Daya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Susila, A. D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam

pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agon. 32(3) : 16-21.

Sutiyoso, Y. 2003. Meramu pupuk hidroponik : tanaman sayur, tanaman buah, tanaman bunga. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.

Sutiyoso, Y. 2006. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal. Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budi Daya Secara Hidroponik. Nuansa

Aulia. Bandung. 160 hal.

Untung, O. 2001. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Widaryanto, E., M., Baskara dan R., Umiarti. 2005. Studi Pertumbuhan Dan Pembungaan Tiga Jenis (Impatiens Wallerana) Pada Berbagai Tingkat Naungan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wulan, E. R. 2006. Optimasi Konsentrasi Larutan Hara Pada Pertumbuhan Dan Produksi Selada (Lactuca Sativa Var. Crispa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi. Departemen Agonomi dan hortikultura. Yusuf, H. 2009. Pengaruh Naungan Dan Tekstur Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan

Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine Americana Merr). Departement Budidaya Pertanian. Skripsi. Fak. Pertanian. USU. Medan.