Luas Penampang Momen Statis Pusat Berat Penampang Momen Inersia

e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 5

1.5. Formulasi Umum Sifat Penampang Datar

Dalam analisis struktur, khususnya mekanika bahan sering kali muncul kebutuhan untuk mendefinisikan sifat-sifat geometris geometrical properties bidang datar yang digunakan. Misalnya, beban aksial yang bekerja pada suatu batang akan menimbulkan intensitas gaya tegangan yang dihitung sebagai besaran gaya per satuan luas penampang, sehingga muncul kebutuhan untuk menentukan luas tampang datar dalam perhitungan tegangan. Bahasan materi dalam bagian ini mencakup penyajian formulasi dan langkah penghitungan beberapa sifat geometris bidang datar. Sifat-sifat geometris tampang datar cross-sectional properties yang sering diterapkan dalam mekanika bahan di antaranya; luas, momen statis dan momen inersia. Semua besaran sifat tampang datar dapat diwakili oleh formulasi terpadu yang ada di bawah ini. ∫ = A m m x dA y M 1.1.a. ∫ = A n n y dA x M 1.1.b. ∫ = A n m n m x dA x y y M 1.1.c. ∫ ∫ + = = A A n n n r dA y x dA r M 2 2 2 1.1.d. di mana M x m merupakan momen ke-m dari tampang datar terhadap sumbu X, M y n momen ke-n terhadap sumbu Y dan M r n adalah momen ke-n dari tampang datar terhadap sumbu Z, sedangkan M x m y n merupakan momen sentrifugal tampang datar.

1.6. Luas Penampang

Luas tampang A merupakan luas bidang datar yang dihitung menurut fungsi sumbu X dan Y, mewakili luas tampang melintang elemen struktur yang menanggung beban di atasnya. Rumus untuk menghitung luas tampang e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 6 merupakan kasus paling khusus dari Persamaan 1.1. di mana m = n = 0, sehingga diperoleh Persamaan ∫ = A dA A 1.2. di mana dalam tata sumbu Kartesius misalnya, dapat digunakan bentuk diferensial luas dA = dx.dy. Y dA X Gambar. 1.1. Luasan Tampang datar

1.7. Momen Statis

Didefinisikan sebagai momen pertama luasan tampang yang dihitung berdasarkan jarak pusat berat luasan A terhadap sumbu yang ditinjau X dan Y. Rumus yang digunakan untuk menghitung momen statis ini didapatkan dengan menggunakan Persamaan 1.1.a dan 1.1.b dengan nilai m = 1 dan n = 1, sehingga diperoleh Persamaan berikut : ∫ = = A x x dA y M S 1 1.3.a. ∫ = = A y y dA x M S 1 1.3.b. dx x dy y e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 7

1.8. Pusat Berat Penampang

Titik berat suatu penampang dapat dipandang sebagai sebuah titik, yang jika seluruh permukaan dipusatkan lumped di sana, akan memberikan momen statis yang nilainya sama terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga, dengan kata lain momen statis suatu penampang terhadap semua garis yang melalui pusat berat penampang selalu bernilai nol. Koordinat pusat berat tampang dapat dihitung menggunakan Persamaan di bawah ini; ∫ ∫ = = A A y dA dA x A S X . 1.4.a. ∫ ∫ = = A A x dA dA y A S Y . 1.4.b. Y dA x X , Y Sy y X Sx Gambar. 1.2. Momen Statis Tampang datar dy dx e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 8

1.9. Momen Inersia

Momen Inersia Ix dan Iy merupakan momen kedua dari luasan tampang A yang dihitung menurut kwadrat jarak antara pusat berat luasan A dengan sumbu yang ditinjau X dan Y, sedangkan momen inersia J yang dihitung terhadap sumbu yang tegak lurus luasan tampang sumbu Z disebut sebagai momen inersia polar. Nilai ketiga jenis momen inersia tersebut Ix, Iy dan J selalu berharga positif. Momen sentrifugal Ixy yang dihitung berdasarkan jarak luasan tampang terhadap sumbu X dan Y dapat mengambil semua nilai real positif, negatif maupun nol. Rumus yang digunakan untuk menghitung momen statis ini didapatkan dengan menggunakan Persamaan 1.1.a dan 1.1.b dengan nilai m = 2 dan n = 2, nilai m = n = 1 pada Persamaan 1.1.c dan nilai n = 2 pada Persamaan 1.1.d, sehingga diperoleh Persamaan berikut : ∫ = = A x x dA y M I 2 2 1.5.a. ∫ = = A y y dA x M I 2 2 1.5.b. ∫ = = A x xy dA yx y M I 1 1 1.5.c. x y A A r I I dA y x dA r M J + = + = = = ∫ ∫ 2 2 2 2 1.5.d. Z Y r x dA y X Gambar. 1.3. Momen Inersia Tampang datar e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 9 Tabel 1.1. Momen Inersia Tampang yang Sering Digunakan Bentuk Tampang _ X _ Y Momen Inersia Tampang Empat Persegi Panjang h b b2 h2 Ix = b.h 3 12 Iy = h.b 3 12 Jo = b.h 3 + h.b 3 12 Ixy = 0 Segitiga Siku-Siku h b b3 h3 Ix = b.h 3 36 Iy = h.b 3 36 Jo = b.h 3 + h.b 3 36 Ixy = -b 2 .h 2 72 Lingkaran D = 2.R D2 D2 Ix = π.D 4 64 = π.R 4 4 Iy = π.D 4 64 = π.R 4 4 Jo = π.D 4 32 = π.R 4 2 Ixy = 0 Ellipse 2.h 2.b h b Ix = π.b.h 3 4 Iy = π.h.b 3 4 Jo = π.b.hh 2 + b 2 4 Ixy = 0 Setengah Lingkaran R D D2 4.R3.π Ix = π.R 4 .18 – 89π 2 Iy = π.R 4 8 Jo = π.R 4 .14 – 89π 2 Ixy = 0 Semi-ellippse h b b 4.h3.π Ix = π.b.h 3 .18 – 89π 2 Iy = π.h.b 3 8 Jo = π.b.hh 2 8 – 8h 2 9π 2 + b 2 8 Ixy = 0 e- m ai l: s w id od o un y. ac .id 10

1.10. Radius Girasi