Genetic Diversity Of Breeds Rabbit Based On D-Loop Region Marker Analysis.

KERAGAMAN GENETIK KELINCI RAS BERDASARKAN
ANALISIS PENANDA DAERAH D-LOOP

NINING MAULANA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
NINING MAULANA. Keragaman Genetik Kelinci Ras Berdasarkan Analisis Penanda Daerah DLoop. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan BRAM BRAHMANTIYO.
Persilangan antara kelinci Rex yang memiliki rambut halus dengan kelinci Satin yang
memiliki rambut mengkilap menghasilkan kelinci Reza yang memiliki rambut halus mengkilap.
Kelinci Medium Reza adalah hasil persilangan kelinci Flemish Giant dengan kelinci Reza untuk
mendapatkan kelinci yang memiliki bobot medium dan rambut yang halus dan mengkilap.
Identifikasi keragaman genetik melalui DNA mitokondria dilakukan untuk mempertahankan
keragaman genetik yang tetap tinggi. Daerah D-loop dalam DNA mitokondria digunakan untuk
penelaahan keragaman genetik dan hubungan kekerabatan di antara spesies hewan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan beberapa ras kelinci berdasarkan sekuens DNA

mitokondria pada daerah d-loop (non-coding). Sampel DNA yang diisolasi berasal dari sampel
darah kelinci jantan ras Rex, Satin, Reza, dan Medium Reza yang kemudian digunakan dalam
proses amplifikasi. Hasil amplifikasi berupa pita tunggal berukuran 510 bp. Delapan sampel
berhasil diamplifikasi, tetapi hanya tujuh sampel yang berhasil dirunutkan dan dianalisis. Analisis
hubungan kekerabatan genetik ras kelinci menunjukan ras kelinci Satin, Reza dan Medium Reza
memiliki kekerabatan yang dekat. Kelinci Rex berada terpisah dari kelompok kelinci Satin, Reza,
dan Medium Reza. Persilangan ini telah menghasilkan kelinci yang memiliki rambut halus
mengkilap dan ukuran luas permukaan rambut yang lebih lebar.
Kata kunci : Rex, Satin, Reza, Medium Reza, DNA Mitokondria, Daerah D-Loop

ABSTRACT
NINING MAULANA. Genetic Diversity Of Breeds Rabbit Based On D-Loop Region Marker
Analysis. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and BRAM BRAHMANTIYO.
Reza rabbit with soft and shiny fur was developed by crossing Rex rabbit (soft fur) and
Satin rabbit (shiny fur). Cross breed Medium Reza was developed to produce Reza with higher
body weight and wider fur. Identification of genetic diversity through mitochondrial DNA was
conducted to maintain high genetic diversity. D-loop Region in a mitochondrial DNA used to
study the genetic diversity and genetic relationship between species. This research is aimed at
observing genetic relationship among several rabbit breeds based on mitochondrial DNA on DLoop regions (non-coding). Samples of DNA isolated from rabbit blood of Rex, Satin, Reza, and
Medium Reza were then applied for amplification. The amplification developed a single band

product of 510 bp. Eight samples were amplified and only seven samples were successfully
aligned and analyzed. Phylogenetic analysis of rabbit breed denoted that Satin, Reza and Medium
Reza were closely related. Rex breed was separeted from the others. This crossing produced soft
shiny fur of rabbit that has wider fur.
Keywords: Rex, Satin, Reza, Medium Reza, mitochondrial DNA, D-Loop region

KERAGAMAN GENETIK KELINCI RAS BERDASARKAN
ANALISIS PENANDA DAERAH D-LOOP

NINING MAULANA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2012

Judul penelitian

: Keragaman Genetik Kelinci Ras Berdasarkan Analisis
Penanda Daerah D-Loop

Nama
NRP

: Nining Maulana
: G34061743

Disetujui :

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA

NIP : 19561102 198403 1003

Dr. Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si
NIP : 19650506 199003 1002

Diketahui :
Ketua Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP : 19641002 198903 1002

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini adalah Analisis
Keragaman Genetik Kelinci Ras Berdasarkan Analisis Penanda Daerah D-Loop. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Febuari 2011- Juni 2012 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan

Bapak Dr. Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan dukungan
selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, serta Ibu Dr. Nisa
Rachmania, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran bagi perbaikan karya
ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Butet atas bimbingan dan dukungannya,
Pak Hery dan teman-teman di Laboratium Biologi Molekuler PPSHB IPB (Dini, Gita, Ratna,
Dewi, Feri) atas dukungan dan kerjasamanya.
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada papi dan mami tercinta, kakak
Cory Maulana, abang Nazarudin, adik Iqbal Maulana atas kasih sayang, doa, semangat dan
motivasi yang tiada henti kepada penulis, serta Uda Rizal, Om Jasmi dan seluruh keluarga besar
atas dukungannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat kekeh (Eka, Mely, Ade, Mutia,
Arius, Imam, Farid) atas segala dukungan, doa dan saat suka duka bersama yang tak terlupakan,
terutama Eka Sumaryadi atas segala dukungan, bantuan, semangat dan doa yang tiada henti.
Terima kasih kepada teman-teman Biologi 43 terutama Diana, Isnita, Christine, Sarah, dan Risya,
serta teman-teman Wisma Arini (Aronika, Mila, Tutia, Sarlita) yang selalu memberikan dukungan,
bantuan dan doa.
Penulis berharap semoga karya ilmiah dapat bermanfaat.
Bogor, November 2012

Nining Maulana


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pariaman tanggal 16 april 1988 dari ayah Indra Utama dan ibu Efri
Yetti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMUN 109 Jakarta Selatan dan pada tahun yang sama
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan kegiatan studi lapang di
Sukabumi dengan judul Keanekaragaman Mikroalga di situ Gunung, Jawa Barat. Penulis juga
mengikuti kegiatan praktik lapang di PT Frisian Flag Indonesia dengan judul Proses Pengolahan
Susu Murni Menjadi Susu Evaporasi di PT. Frisian Flag Indonesia pada tahun 2009.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ..................................................................................................................
Bahan ......................................................................................................................................
Pengambilan Sampel ...............................................................................................................
Isolasi dan Purifikasi DNA Total ............................................................................................
Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah D-Loop .....................................................................
Perunutan Produk PCR (Sekuensing) DNA Kelinci Daerah D-loop ........................................
Analisis Filogeni .....................................................................................................................

2
2
2
2
3
3
4

HASIL
Isolasi DNA Total ...................................................................................................................

Amplifikasi Daerah D-Loop ....................................................................................................
Perunutan Produk PCR (Sekuensing) DNA Kelinci Daerah D-Loop ......................................
Analisis Filogeni .....................................................................................................................

4
4
4
4

PEMBAHASAN
Amplifikasi Daerah D-Loop .................................................................................................... 5
Analisis Filogeni ..................................................................................................................... 6

SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 6
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 8

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

2
3
4
5
6
7
8

Kelinci ras Rex ......................................................................................................................
Kelinci ras Satin ....................................................................................................................
Kelinci ras Reza ....................................................................................................................
Kelinci ras Flemish Giant dan Medium Reza ........................................................................
Posisi penempelan primer .....................................................................................................
Hasil isolasi DNA total darah kelinci pada gel agarosa 1.2% ................................................
Hasil amplifikasi daerah d-loop pada gel agarosa 1.2% ..........................................................
Konstruksi pohon filogeni dengan metode boostrapped Neighboor Joining (NJ) 1000x
pengulangan, berdasarkan p-distance dari runutan daerah d-loop (476 bp) .........................

1
1

1
1
3
4
4
5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2

Persilangan antara kelinci flemish Giant (FG) dengan reza (RS) ......................................... 10
Persejajaran berganda nukleotida (476 bp) pada daerah D-loop mitokondria kelinci ............ 11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelinci pada umumnya merupakan
satwa herbivora yang sejak dahulu telah
dikenal dan digunakan dalam bidang

pendidikan kedokteran dan penelitian sebagai
hewan percobaan, terutama untuk pengujian
obat-obatan atau yang berkaitan dengan
penyakit manusia. Kelinci termasuk ke dalam
kingdom Animalia, phyllum Chordata, subphyllum Vertebrata, class Mamalia, Ordo
Lagomorpha, family Leporidae, genus
Oryctolagus, spesies Oryctolagus cuniculus
(Cheeke 1987). Kelinci merupakan hewan
prolifik artinya menghasilkan anak lebih dari
satu per kelahiran yaitu sekitar 6 ekor
tergantung dari ras dan ketersediaan pakan
yang diberikan. Sebagai salah satu hewan
peliharaan yang banyak digemari masyarakat,
kelinci memiliki ragam ras yang berbedabeda. Terdapat beberapa jenis ras pada
kelinci, di antaranya Rex, Satin, Angora,
Lyon, American Chinchilla, Dutch, English
Spot, dan Himalayan (Sarwono 2001).

Gambar 1 Kelinci ras Rex.
Kelinci Rex (RR) (Gambar 1)
memiliki rambut yang halus seperti beludru,
tumbuh tegak dan rambutnya sama panjang
(Cheeke 1987). Menurut Brahmantiyo (2010)
kelinci Rex (RR) didatangkan dari Amerika
pada tahun 1988 melalui importasi oleh Balai
Penelitian Ternak (BPT) – Ciawi dalam
rangka introduksi jenis kelinci baru di
Indonesia dan untuk produksi rambut kelinci.

Gambar 2 kelinci ras Satin.
Kelinci Satin (SS) (Gambar 2)
memiliki rambut mengkilap (Lukefahr 1981).
Ciri lain dari rambut kelinci Satin yaitu halus,
padat, tebal, dan lembut. Kelinci Satin (SS)
didatangkan dari Amerika pertama kali ke
Indonesia (Balitnak-Ciawi) pada tahun 1996.
Kelinci Reza (RS) (Gambar 3) merupakan

kelinci hasil persilangan Rex (RR) dan Satin
(SS) untuk mendapatkan kelinci yang
memiliki rambut yang halus kilap (Prasetyo
1999).

Gambar 3 Kelinci ras Reza.

(a)

(b)

Gambar 4 Kelinci ras Flemish Giant (a) dan
Medium Reza (b).
Kelinci Medium Reza (FZRS)
(Gambar 4b) adalah hasil persilangan kelinci
Flemish Giant (FG) (Gambar 4a) yang
memiliki bobot badan besar (7-9 kg) dengan
kelinci Reza (RS) yang memiliki bobot 2,5-3
kg. Hasil persilangan awal antara Flemish
Giant (FG) dengan Reza (RS) menghasilkan
keturunan pertama F1 (FZ) yang memiliki
peningkatan bobot, namun rambut yang
dihasilkan masih normal. Oleh karena itu
keturunan pertama F1 (FZ) tersebut
disilangkan kembali dengan Reza (RS)
sehingga dihasilkan kelinci Medium Reza
(FZRS) yang memiliki bobot medium dan
rambut yang halus kilap (Lampiran 1)
(Brahmantiyo 2011).
Usaha budidaya dan pemuliaan
kelinci dilakukan dengan metode persilangan
antar ras yang ada, sesuai dengan tujuan serta
kriteria seleksi. Salah satu kendala dalam
proses tersebut yaitu mempertahankan
keragaman genetik yang tetap tinggi dan hasil
persilangan sesuai harapan/tujuan pemuliaan.
Oleh karena itu identifikasi keragaman
genetik kelinci harus dilakukan sejak dini
agar tujuan pemuliaan tercapai. Salah satu
cara yang digunakan untuk melihat
keragaman genetik adalah dengan analisis
genom mitokondria (Muladno 2006). Genom
mitokondria memperlihatkan pewarisan sifat
genetik melalui garis maternal, artinya
mtDNA hanya diwariskan dari garis
keturunan induk betina. Selain itu mtDNA
tidak
mengalami
rekombinasi
dan
mempunyai laju mutasi yang cepat. Oleh

karena itu mtDNA banyak digunakan sebagai
penanda molekuler genetik pada hewan
(MacHugh & Bradley 2001).
Keragaman genetik mtDNA dapat
diketahui dengan cara mengamplifikasi
mtDNA pada sekuen tertentu secara in vitro.
Metode tersebut dikenal sebagai Polymerase
Chain Reaction (PCR) pada fragmen target.
PCR adalah reaksi untuk memperbanyak ruas
DNA tertentu secara in vitro menggunakan
sepasang pemancing oligonukleotida yang
disebut primer. Masing-masing primer ini
komplemen terhadap salah satu ujung DNA
target (Dawson 1996). Di dalam genom
mitokondria
terdapat
fragmen-fagmen
penyandi protein dan bukan penyandi protein
(Faizah 2008). Fragmen bukan penyandi
protein (non–coding) di dalam genom
mitokondria yang sering digunakan dalam
penelaahan keragaman genetik dan hubungan
kekerabatan di antara spesies hewan adalah
daerah D-loop (Widayanti 2006). Genom
mitokondria hewan relatif berukuran kecil
dan terdapat dalam jumlah banyak maka
eksplorasi dan penelaahannya lebih mudah
(Solihin
1994).
Hal
inilah
yang
melatarbelakangi diadakannya penelitian ini,
guna mengetahui dan mendapatkan kajian
juga informasi yang lebih spesifik mengenai
keragaman genetik pada kelinci di Indonesia,
khususnya di Balai Penelitian Ternak (BPT)
Ciawi berdasarkan marka D-Loop.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan kekerabatan beberapa
ras kelinci berdasarkan
sekuens DNA
mitokondria pada daerah d-loop (noncoding).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Februari 2011 – Juni 2012 di
Laboratorium Biologi Molekuler Pusat
Penelitian
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah sampel darah kelinci
jantan ras Rex (RR), Satin (SS), Reza (RS)
dan Mediun Reza (FZRS), larutan TrisEDTA (ethylenediaminetetra-acetic acid)
konsentrasi rendah (Low TE) (1 mM EDTA
pH 8.0, 10 mM Tris-HCl pH 8.0), alkohol
absolut, larutan digestion buffer (200 mM

NaCl, 50 mM Tris HCl pH 9.0, 100 mM
EDTA pH 8.0, 1% (v/v) SDS (Sodium
Dodecyl Sulphate), 0.1 mg/ml RNAse, 0.5
mg/ml Proteinase K), larutan fenol (0,5 M
Tris pH 8.0, 0,1 M Tris pH 8.0, 0,25 g
Hydroxyquinoline), larutan CIAA (Cloroform
: Isoamil Alkohol = 24 : 1), alkohol 70%,
larutan TE (0,5 M Tris-HCL, 1 M EDTA, pH
8.0), Gel agarosa, larutan 1xTAE (Tris-asetat
40 mM, EDTA 1 mM), ethidium bromide
(0.8 g/ml).
Pengambilan Sampel
DNA yang diisolasi berasal dari
sampel darah kelinci jantan ras Rex (RR),
Satin (SS), Reza (RS) (Rex x Satin) dan
Medium Reza (FZRS) yang diperoleh dari
Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi
(Lampiran 2). Sampel darah kelinci diambil
dari tiga individu yang berbeda dari setip ras
masing-masing satu kali pengambilan.
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi
hari, hal ini untuk mengurangi tingkat stres
pada kelinci. Sampel darah kelinci diambil
sebanyak 0,3-0,5 ml dengan menggunakan
jarum suntik berukuran 1 ml, darah diambil
melalui pembuluh darah vena auricularis
pada bagian telinga kelinci. Sampel darah
kelinci yang telah diambil dimasukkan ke
tabung mikro 1,5 ml yang sudah ditambahkan
alkohol absolut sebanyak 0,8 ml sebagai
pengawet. Campuran kemudian dikocok
hingga tercampur. Sampel kemudian
disimpan pada suhu ruangan.
Isolasi dan Purifikasi DNA Total
Isolasi DNA dilakukan dengan
modifikasi metode Solihin (1997). Sampel
darah kelinci yang telah dicampur dengan
alkohol absolut diambil sebanyak 200 µl, lalu
dimasukkan ke dalam tabung mikro (1,5 ml).
Sampel kemudian ditambahkan 1000 µl
larutan low TE. Setelah itu dikocok dengan
vortex sampai larutan tercampur. Campuran
kemudian disentrifugasi dengan mesin
mikrosentrifus (Eppendorf Centrifuge 5415
C) pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit
dan supernatannya dibuang. Hal ini dilakukan
sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk
menghilangkan kandungan alkohol yang
terdapat di dalam sampel darah kelinci.
Setelah itu endapan darah yang terbentuk
dikeringkan pada kertas saring selama 15
menit, kemudian dimasukkan ke tabung
mikro baru dan ditambahkan 400µl larutan
digestion buffer. Sampel kemudian diinkubasi
pada suhu 55 ºC selama 2 jam sambil dikocok
setiap 10 menit sekali. Suspensi yang telah

3

diinkubasi pada suhu 55 ºC selama 2 jam
kemudian ditambahkan 400 µl fenol, 400 µl
CIAA dan 40 µl NaCl 5M, lalu dikocok
dengan tangan (membentuk angka delapan)
selama 30 menit dan disentrifugasi dengan
kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit pada
mesin
mikrosentrifus.
Supernatan
dipindahkan ke tabung mikro baru, ditambah
800 µl etanol absolut dan 40 µl NaCl 5M
kemudian dikocok sampai terlihat endapan
putih (DNA) dan disimpan dalam freezer
selama semalam (freezing overnight). Setelah
itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13.000 rpm selama 5 menit pada mesin
mikrosentrifus dan supernatan dibuang.
Endapan sampel ditambahkan 800 µl alkohol
70%. Sampel kemudian disentrifugasi
kembali dengan mesin mikrosentrifus pada
kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit, lalu
supernatan dibuang. DNA (endapan putih)
selanjutnya
dikeringkan
dengan
cara
mendiamkan dalam keadaan terbuka selama
15-30 menit sampai alkohol hilang, kemudian
ditambah larutan TE 35 µl dan dikocok
dengan vortex selama 3 menit. Sampel
kemudian diinkubasi dengan inkubator pada
suhu 37 ºC selama 15 menit lalu disimpan
dalam freezer untuk digunakan pada tahap
selanjutnya.
Kualitas DNA dilihat dengan
dimigrasikan pada gel agarosa 1,2 % dengan
menggunakan buffer 1xTAE. Gel agarosa
diberi ethidium bromide (0,8 g/ml) untuk
pewarnaan DNA, sehingga DNA akan
berpendar ketika diberi sinar UV. Sampel
hasil purifikasi diambil sebanyak 5 µl,
kemudian ditambahkan loading dye 1 µl.
Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke
sumur gel agarosa, dimigrasikan selama 30
menit dengan voltase 85 volt pada mesin
Mini Submarine Electrophoresis. Hasil
elektroforesis diamati dan difoto di bawah
sinar UV (Ultra Violet, 400 nm).
Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah DLoop
Amplifikasi mtDNA fragmen d-loop
menggunakan sepasang primer koleksi Dr. Ir.
Dedy Duryadi Solihin, DEA yaitu primer
forward DHF 5’-TAG CCC CAC CAT CAG
CAC CCA AAG C-3’ dengan
posisi
penempelan pada urutan basa ke 16 di daerah
t-RNA prolin (panjang t-RNA prolin adalah
66 bp) dan primer reverse DHR 5’-AAT
GGG CCC GGA GCG AGA AGA GGT A3’ dengan posisi penempelan pada urutan
basa ke ke 459 didaerah d-loop (Gambar 5).
Panjang daerah d-loop kelinci ialah 1800 bp.

Produk PCR 510 bp

16 bp

tRNAPro
Forward
tRNAPro 66 bp

459 bp

D-Loop
Reverse
D-loop 1800 bp

Gambar 5 Posisi penempelan primer.
Amplifikasi fragmen d-loop dari
DNA mitokondria dilakukan dengan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR) pada
mesin
Thermocycler
Veriti
(Applied
Biosystem Veriti TM 96-well Thermal Cycler).
Kondisi PCR diawali dengan predenaturasi
94oC selama 5 menit. Siklus PCR dilakukan
sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi
94oC selama 30 detik, penempelan primer
(annealing) pada suhu 53oC selama 45 detik,
elongasi pada suhu 72oC selama 45 detik.
Setelah itu post ekstensi 72oC selama 5
menit, dan penyimpanan pada suhu 15oC
selama 5 menit. Komposisi PCR yang
digunakan yaitu 12,5 µl 2x master mix green
Taq polymerase, 6,5 µl ddH 2 O, 2 µl
enhancer, 0,5 µl primer masing–masing
forwad dan reverse 10 pmol/µl dan 3 µl DNA
template. Pengecekan hasil PCR dilakukan
dengan elektroforesis pada gel agarose 1,2%
dengan menggunakan buffer 1xTAE. Gel
agarosa diberi ethidium bromide (0,8 g/ml)
untuk pewarnaan DNA. Sampel hasil PCR
diambil sebanyak 3 µl, kemudian dimasukkan
ke sumur gel agarosa, dimigrasikan selama
60 menit dengan voltase 85 volt. Hasil
elektroforesis diamati dan difoto di bawah
sinar UV (Ultra Violet, 400 nm). Hasil PCR
yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
proses perunutan DNA.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
DNA Kelinci Daerah D-Loop
Pembacaan sekuen DNA sebagai
produk PCR menjadi alat penting dan utama
dalam biologi molekular karena dapat
mengetahui komposisi nukleotida dan asam
amino suatu gen, juga menganalisis
kekerabatan dan jalur evolusinya (Albert et
al. 1994). Produk PCR fragmen d-loop dari
penelitian ini berupa pita tunggal berukuran
510 bp. Analisis perunutan fragmen d-loop
(sekuensing) dilakukan di PT Genetika
Science, Jakarta. Terdapat dua metode
sekuensing
yang dikembangkan, yaitu
metode Maxam-Gillbert dan metode sanger

yang keduanya diperkenalkan pada tahun
1977. Karena lebih mudah dan praktis
metode Sanger lebih sering digunakan.
Prinsip
sekuensing
metode
Sanger
menggunakan pendekatan sintesis molekul
DNA baru dan pemberhentian sintesis
tersebut pada basa tertentu (Muladno 2002).
Analisis Filogeni
Runutan nukleotida yang telah diedit
kemudian disejajarkan (alignment) dengan
menggunakan program Clustal W yang
terdapat pada software MEGA 4.0 (Tamura et
al 2007). Konstruksi pohon filogeni
dilakukan dengan menggunakan program
MEGA 4.0 (Moleculer Evolutionary Genetic
Analysis) berdasarkan nilai p-distance yaitu
jumlah nukleotida yang berbeda dibagi
dengan jumlah total nukleotida yang
dibandingkan. Konstruksi pohon filogeni
menggunakan
metode
bootstrapped
Neighbour-Joinning (NJ) dengan 1000 kali
pengulangan (Nei & Kumar 2000).
HASIL
Isolasi DNA Total
Penelitian ini menggunakan 8
sampel darah dari kelinci ras Rex (RR), Satin
(SS), Reza (RS), dan Medium Reza (FZRS)
yang bersal dari Balai Penelitian Ternak
(BPT) Ciawi. Hasil purifikasi DNA total
yang telah dimigrasikan pada gel agarosa 1,2
% dan dilihat dengan UV transilluminator
disajikan pada Gambar 6. DNA hasil
purifikasi selanjutnya digunakan sebagai
cetakan untuk amplifikasi daerah D-loop
dengan teknik PCR.
1

2

3

4

5

6

7

8

Gambar 6 Hasil isolasi DNA total darah
kelinci pada gel agarosa 1.2%.
Keterangan : kolom 1-2= DNA
total kelinci rex (RR1 dan RR3),
kolom 3-4 = DNA total kelinci
satin (SS2 dan SS3), kolom 5 =
DNA total kelinci reza (RS3),
kolom 6-8 = DNA total kelinci
medium reza (FZRS1, FZRS2
dan FZRS3).

Amplifikasi Daerah D-Loop
Amplifikasi daerah d-loop pada
kelinci Rex (RR), Satin (SS), Reza (RS), dan
Medium Reza (FZRS) menggunakan
sepasang primer DHF dan DHR yang
menghasilkan pita tunggal berukuran 510 bp
(Gambar 7). Produk PCR tersebut selanjutnya
digunakan pada proses sekuensing.
1

2

3

4

5

6

7

8

9

510 bp

Gambar 7 Hasil amplifikasi daerah D-Loop
pada
gel
agarosa
1.2%.
Keterangan : kolom 1 = marker
100 bp, kolom 2-3= kelinci rex
(RR1 dan RR3), kolom 4-5 =
kelinci satin (SS2 dan SS3),
kolom 6 = kelinci reza (RS3),
kolom 7-9 = kelinci medium reza
(FZRS1, FZRS2 dan FZRS3).
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
DNA Kelinci Daerah D-Loop
Perunutan DNA dilakukan dua arah,
yaitu forward dan reverse. Berdasarkan hasil
amplifikasi panjang nukleotida pada tiap
sampel ialah 510 bp. Panjang DNA hasil
perunutan setelah diedit yaitu sepanjang 476
bp. Hal ini disebabkan oleh panjang
nukleotida pada setiap sampel pada hasil
perunutan berbeda, sehingga ketika di
alignment menghasilkan ukuran nukleotida
yang lebih pendek. Sampel medium reza
(FZRS3) menunjukan hasil yang kurang baik,
karena memiliki banyak kesalahan pada
pembacaaan basa nukleotida sehingga tidak
diikutkan pada proses analisis. Berdasarkan
hasil persejajaran berganda (multiple
alignment) diperoleh susunan perbedaan basa
nukleotida pada fragmen d-loop dengan nilai
conserved sebanyak 391 dan nilai variable
sebanyak 85 (Lampiran 2).
Analisis Filogeni
Hubungan kekerabatan ras kelinci
Rex, Satin, Reza dan Medium Reza dapat
dibandingkan berdasarkan jarak genetik p-

distance dari basa-basa nukleotidanya. Jarak
genetik digunakan untuk melihat kedekatan
hubunga genetik antar sampel yang
dianalisis. Matriks jarak genetik antar ras
kelinci yang berkisar antara 0.023-0.149
(Tabel 1). Jarak genetik yang paling besar
ialah antara kelinci rex (RR3) dengan satin
(SS2) yaitu 14,9%. Perbedaan susunan
nukleotida hasil persejajaran berganda

fragmen d-loop dapat dilihat pada Lampiran
2. Data matriks Tabel 1 diolah dengan
program MEGA 4.0 sehingga dihasilkan
diagram pohon filogeni seperti pada Gambar
8. Gambar 8 menunjukkan konstruksi pohon
filogeni kelinci berdasarkan metode pdistance dari basa-basa nukleotida fragmen dloop.

Tabel 1 Matriks perbedaan rata-rata nukleotida p-distance berdasarkan metode pairwaise distance
daerah d-loop mitokondria pada kelinci ra Rex, Satin, Reza dan Medium reza (476 bp).
No

Sampel

1

2

3

4

1

Sekuen RR1

2

Sekuen RR3

0.086

3

Sekuen SS2

0.0101

0.149

4

Sekuen SS3

0.023

0.103

0.082

5

Sekuen RS3

0.086

0.137

0.050

0.067

Sekuen FZRS1

0.059

0.113

0.071

0.040

6

5

6

7

0.044

0.061
0.126
0.065 0.042
0.038
0.023
7 Sekuen FZRS2
Keterangan : RR1 dan RR3 = Rex; SS2 dan SS3 = Satin; RS3 = Reza; FZRS1 dan FZRS2 =
Medium Reza
Konstruksi pohon filogeni yang
dihasilkan menunjukan bahwa ras kelinci
membentuk dua cabang utama. Kelinci Satin
(SS2 dan SS3), Reza (RS3) dan Medium
Reza (FZRS1 dan FZRS2) berada pada
kelompok yang sama, sedangkan kelinci rex
(RR1 dan RR3) berada pada kelompok yang
terpisah. Hal ini menunjukan keragaman pada
ras kelinci.
Sekuen SS2

98
80
100

Sekuen RS3
Sekuen FZRS2
sekuen FZRS1

Sekuen SS3
Sekuen RR1
Sekuen RR3

87

0.01

Gambar 8 Konstruksi pohon filogeni dengan
metode
Neighboor-Joining
bootsrapped 1000x pengulangan
berdasarkan model p-distance
dari runutan fragmen d-loop (476
bp) pada kelinci ras.
PEMBAHASAN
Amplifikasi Daerah D-loop
Amplifikasi daerah d-loop pada
semua sampel kelinci menghasilkan pita tebal
yang berukuran 510 bp. Keberhasilan

amplifikasi daerah d-loop sangat ditentukan
oleh kondisi penempelan primer pada DNA
genom, komposisi bahan pereaksi PCR, dan
kemurnian DNA hasil purifikasi. Kondisi
penempelan primer pada saat amplifikasi
ialah 53oC. Suhu penempelan primer sangat
penting dalam proses amplifikasi, karena
pada tahap ini primer akan menempel secara
spesifik pada DNA target (Nugroho 2011).
Menurut Newton & Graham (1997) jika suhu
penempelan primer terlalu tinggi dari suhu
optimum, menyebabkan primer tidak
menempel dengan cetakan DNA. Sebaliknya,
jika suhu penempelan primer terlalu rendah
dari
suhu
penempelan
optimum
menyebabkan mispriming, yaitu penempelan
primer pada tempat yang salah pada DNA
cetakan sehingga dihasilkan produk non
spesifik. Oleh karena itu dilakukan optimasi
terlebih dahulu terhadap suhu penempelan
primer.
Terdapat beberapa hambatan yang
sering terjadi selama proses amplifikasi pada
penelitian ini yaitu hasil pita DNA yang
dihasilkan terlalu tebal dan multistrand
(terdapat banyak pita yang bukan target). Hal
ini diatasi dengan melakukan modifikasi pada
komposisi PCR dan kondisi PCR. Modifikasi
pada komposisi PCR dilakukan dengan
menurunkan volume MgCl 2 dan volume
primer yang digunakan.
Sedangkan
modifikasi yang dilakukan pada kondisi PCR

adalah dengan menaikan suhu anealing
(penempelan primer) dan mengubah waktu
pada proses PCR sehingga didapatkan pita
tunggal yang sesuai dengan target. Hal ini
sesuai dengan yang telah dijelaskan oleh
Newton dan Graham (1997).
Analisis Filogeni
Ras kelinci Satin (SS2, SS3), Reza
(RS3) dan Medium Reza (FZRS1 dan
FZRS2) berada dalam kelompok yang sama.
Sedangkan sampel kelinci Rex (RR1 dan
RR3) berada pada kelompok yang berbeda.
Hal ini dapat disebabkan oleh persilangan
yang dilakukan antara kelinci Rex (RR) dan
Satin (SS) yang menghasilkan kelinci Reza
(RS), sehingga kelinci Reza berada dekat
degan Satin (SS2). Sampel kelinci Rex (RR1
dan RR3) berada terpisah dari kelompok
sampel kelinci Reza (RS3) karena sampel
kelinci Rex (RR1 dan RR3) diduga berasal
dari induk betina yang berbeda dengan
kelinci Reza (RS3). Sampel kelinci Satin
(SS2) berada dekat dengan sampel kelinci
Reza (RS3), hal ini membuktikan bahwa
sampel kelinci Satin (SS2) dan kelinci Reza
(RS3) berasal dari induk betina yang sama.
Sesuai dengan teori Machugh & Bradley
(2001) bahwa pewarisan sifat genetik pada
genom mitokondria melalui garis maternal,
artinya mtDNA hanya diwariskan dari garis
keturunan induk betina. Sampel kelinci satin
(SS3) berada terpisah dari sampel kelinci
satin (SS2). Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan induk betina antara sampel kelinci
SS2 dan SS3, sehingga kedua kelinci ini
berada terpisah.
Sampel kelinci Medium Reza
(FZRS1 dan FZRS2) adalah hasil persilangan
antara kelinci Flemish Giant (FG) dengan
kelinci Reza (RS). Berdasarkan konstruki
pohon filogeni Sampel kelinci Medium Reza
(FZRS1 dan FZRS2) berada pada kelompok
yang sama dengan sampel kelinci Reza (RS3)
dan Satin (SS2 dan SS3). Hal ini dapat
disebabkan oleh sampel kelinci Medium
Reza (FZRS1 dan FZRS2) berasal dari induk
betina Reza (RS) yang memiliki kekerabatan
melalui garis maternal dengan kelinci Reza
(RS3). Kedekatan ini kemungkinan dapat
terjadi karena adanya aliran gen yang terjadi
akibat persilangan pada ras kelinci yang
berada di Balai Penelitian Ternak (BPT)
Ciawi. Nilai boostrap menjadi tolak ukur
penentu tingkat kepercayaan pohon filogeni.
Semakin besar nilai bootstrap, maka semakin
tinggi pula tingkat kepercayaan topologi
pohon hasil rekonstruksi tersebut (Nei &

Kumar 2000). Analisis filogenik memiliki
beberapa tujuan di antaranya membantu
dalam menentukan keputusan program
pemuliaan, pelestarian, persilangan bangsabangsa, dan pola migrasi (Kidd & Pirchner
1974). Identifikasi gen-gen dari individu
ternak akan membantu program pemuliaan
(genetik) ternak, yang membedakan dari
penampilan (fenotipe) yang tampak, yang
dapat menentukan proses pemilihan tetua
untuk generasi yang akan datang (seleksi
buatan). Jika gen-gen untuk sifat produksi
dapat diidentifikasi, ternak-ternak tersebut
dapat diseleksi walaupun tidak diekspresikan
oleh individu ternak yang bersangkutan.
Pelestarian keragaman genetik ternak akan
selalu diperlukan dalam pemuliaan di masa
mendatang. Tanpa adanya keragaman
genetik, pemuliaan ternak tidak mungkin
dilaksanakan untuk mengantisipasi keperluan
di masa mendatang (Subandriyo & Setiadi
2003).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil sekuen DNA
daerah d-loop keempat ras kelinci yang
digunakan pada penelitian ini menunjukkan
hubungan kekerabatan yang cukup dekat. Ras
kelinci yang memiliki hubungan paling dekat
berdasarkan konstruksi pohon filogeni ialah
kelinci satin (SS2) dengan reza (RS3).
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai ras kelinci dengan susunan
induk dan tetua jantan yang jelas dan jumlah
ras yang lebih banyak sehingga dapat
diperoleh hasil dan informasi yang lebih
lengkap. Hal ini akan mempermudah
penentuan
keragaman
dan
hubungan
kekerabatan pada setiap ras kelinci.
DAFTAR PUSTAKA
Albert J, Wahlberg J, Leitner T, Escamilla D,
Uhlen M. 1994. Analysis of a rape
case by direct sequencing of the
human immunodeficiency virus type
1 pol and gag genes. J Virol 68:
5018-24.
Brahmantiyo B, Raharjo YC, Martojo H dan
Mansjoer SS. 2010. Performa
produksi kelinci rex, satin dan
persilangannya. JITV 15: 131-137.

7

Brahmantiyo B, Raharjo YC. 2011.
Peningkatan produktivitas kelinci
rex, satin dan persilangannya
melalui seleksi. JITV 16: 243-252.
Cheeke PR, Patton NM, Lukefahr SD,
McNitt JI. 1987. Rabbit Production.
6th Ed. Danville: Interstate Pr.
Dawson MT, R Powel, F Gannon. 1996.
Gene Technology. Oxford: BIOS
Scientific Publisher.
Faizah U. 2008. Karakteristik marka genetik
DNA mitokondria sebagai acuan
konservasi genetik harimau sumatera
[disertasi].
Bogor:
Program
Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Kidd KK, Osterhoff D, ErhardL, Stone WH.
1974. The
use
of
genetic
relationships among cattle breeds in
the formulation of rational breeding
policies: an example with South
Devon (South Africa) and Gelbvieh
(Germany). Anim Blood Groups
Biochem Gen 5: 21-28.
Lukefahr SD. 1981. Coat color genetics of
rabbit: The satin breed. J Appl
Rabbit Res 4:106-114.
MacHugh DE, Bradley DG. 2001. Livestock
genetic origins: goat buck the trend.
Proc Nact Acad Sci 98:5382-5384.
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetik.
Bogor : Pustaka Wirausaha Muda.
Muladno.
2006.
Aplikasi
Teknologi
Molekuler
dalam
Upaya
Peningkatan Produktivitas Hewan.
Materi Pelatihan Teknik Diagnostik
Molekuler
untuk
Peningkatan
Produksi Peternakan dan Perikanan
di Kawasan Timur Indonesia. Bogor:
Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga
Penelitian
dan
Pemberdayaan
Masyarakat Institut Pertanian Bogor
dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Depdiknas.
Nei M and S Kumar. 2000. Molecular
Evolution and Phylogenetics. New
York: Oxford University Press Inc.
Newton CR, Graham A. 1997. PCR
Introduction to BIOtechnique. Ed
ke- 2. Oxford: Bios Scientific
Publisher Ltd.
Nugroho C. 2011. Variasi gen cytochrome
oxidase subunit I (COI) DNA
mitokondria pada lebah Apis cerana
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

Prasetyo RS. 1999. Kajian pembentukan
bangsa kelinci berbulu halus kilap
melalui persilangan bangsa kelinci
rex dan satin [disertasi]. Bogor:
Program
Pascasajana,
Institut
Pertanian Bogor.
Sarwono B. 2001. Kelinci Potong dan Hias.
Jakarta : Agro Media Pustaka.
Solihin DD. 1994. Ulas balik peran DNA
mitokondria (mtDNA) dalam studi
keragaman genetik dan biologi
populasi pada hewan. Hayati 1 : 1-4.
Solihin DD. 1997. Isolasi dan Purifikasi
Mitokondria (mtDNA). Bogor: Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi
Institut
Pertanian
Bogor.
Subandriyo, Setiadi B. 2003. Pengelolaan
plasma nutfah hewani sebagai aset
dalam
pemenuhan
kebutuhan
manusia. Lokakarya Pemantapan
Pengelolaan
Database
dan
Pengenalan Jejaring Kerja Plasma
Nutfah Pertanian, Bogor, 21-28 Juli,
2003, Komisi Nasional Plasma
Nutfah.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007.
MEGA 4: Molecular evolutionary
genetics analysis software version 4.
J Mol Biol Evol 24: 1596-1599
Widayanti R. 2006. Kajian penanda genetik
gen cytochrome b dan daerah d-loop
pada tarsius sp. [disertasi]. Bogor:
Program
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

9

Lampiran 1 Persilangan antara kelinci Flemish Giant (FG) dengan kelinci Reza (RS)

Flemish Giant (FG) dengan Reza (RS)
x

FG

F1

FZ

RS

x

RS

FZRS

Keterangan gambar : FG = Flemish Giant
RS = Reza
FZ = keturunan pertama hasil persilangan FG dan RS (50% FG, 50% RS)
FZRS = Medium Reza (25% FG, 75% RS)

Lampiran 2 Persejajaran berganda nukleotida (476 bp) pada daerah D-loop mitokondria kelinci
#MEGA
!Title mega compare;
!Format
DataType=Nucleotide
NSeqs=7 NSites=476
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

CTTAAACTAC
...T......
..........
..........
..........
..........
..........

CCTCTGCTCT
..........
T.........
..........
TT........
T.........
T.........

TTTACTTTAA
..........
..........
..........
.........C
.........C
.........C

TAAAACTCAA
..........
C....T....
..........
.........G
.........G
.........G

GTACTTCATC
..........
..G.C.TG..
..........
.G........
..........
..........

AGTACTGACA
..........
....TCA.T.
..........
..........
..........
..........

AAACTTACTA
........AG
......TT.T
..........
......TT.T
......TT.T
......TT.T

ACACACTATG
GA.TC.A.AA
..TTC.....
..........
..TTC.....
..TTC...C.
..TTC.....

#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

TAATTCGTGC
A....TT..T
..T.......
..........
..T.......
..T.......
..T.......

ATTAATGCTC
.C.TCG.T.G
....G..T..
..........
....G..T..
..AGGG.T..
....G.....

GTCCCCATTA
..TTTTCGGG
C...A....T
.C........
C...A..A..
C.........
C...A.....

AAATGTATTA
.....GG..C
GC...AC...
..........
TC........
..........
..........

CAACAATAAA
..C.C.C...
G.T.C....G
..........
G.T.C.A..G
..........
..........

TTCATAACCA
...T......
..T..G....
..........
..T..G....
..........
..........

ACATTCAACA
.....TC.A.
.....T....
.....T....
.....T....
.....T....
.....T....

TATTATGCTT
.T.....A..
..C....T..
..C....T..
..C....T..
..C....T..
..C....T..

#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

AATCGTACAT
...T......
......G...
......G...
......G...
......G...
......G...

AAATTCCTCA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TCCCCATGAA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TAATAAGCTA
..........
.........T
..........
......T..T
..........
......T...

GTACATTACT
..........
..C.....GC
..........
..C.....G.
..........
........GC

GCTTGATTGG
..........
..........
..........
..........
..........
T.........

ACATAATCCA
..........
G.........
..........
..........
..........
..........

CTTAATACAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

10

Lampiran 2 Lanjutan
#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

CACACATAAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TCAACAAAAA
..........
C.........
C.........
C.........
C.........
C.........

ATCGACCCAA
..........
..T.......
..T.......
..T.......
..T.......
..T.......

ACATGAATAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TCTCACCAAA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

AATCTAATGA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TTGACTTGAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........

ATTGGACATT
..........
..CA.....C
..CA.....C
..CA.....C
..CA.....C
..CA.....C

#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

AATTCCATAA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TTAAACATAG
..........
..........
..........
..........
..........
..........

ACCATCAAAT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CTACACACAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CACTCAACCC
..........
........T.
........T.
........T.
........T.
........T.

TTACCCATAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........

GACTATCCCT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CTCCCCCAGT
..........
..........
..........
..........
..........
..........

#Sekuen_RR1
#Sekuen_RR3
#Sekuen_SS2
#Sekuen_SS3
#Sekuen_RS3
#sekuen_FZRS1
#Sekuen_FZRS2

CCTCTCACAA
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CTTACCATCC
..........
..........
..........
..........
..........
..........

TCCGTGAAAC
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CAACAACCCG
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CCCACCAAGG
..........
..........
..........
..........
..........
......C...

ATACCTCTAC
..........
..........
..........
........T.
........T.
........T.

TCGCTCCGGG
..........
..........
..........
..........
..........
..........

CCCATT
......
......
......
......
......
......

Urutan nukleotida dibaca secara vertikal/kolom. Angka-angka menunjukan situs nukleotida.
(.) adalah nukleotida identik
Nilai nukleotida conserved (C) yaitu 391 dan nilai nukleotida variabel (V) yaitu 85 nukleotida

11