Kajian Perencanaan Dan Pemanfaatan Ruang Di Kawasan Cagar Biosfer Cibodas

KAJIAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG
DI KAWASAN CAGAR BIOSFER CIBODAS

RIZA EFENDY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Perencanaan dan
Pemanfaatan Ruang di Kawasan Cagar Biosfer Cibodas adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

September 2015
Riza Efendy
NIM A156130354

RINGKASAN
RIZA EFENDY. Kajian Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Cagar
Biosfer Cibodas. Dibimbing oleh BABA BARUS dan ERNAN RUSTIADI.
Cagar biosfer merupakan salah satu konsep pengelolaan kawasan yang
mengintegrasikan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya. Cagar Biosfer
Cibodas (CBC) merupakan salah satu dari sepuluh cagar biosfer yang ada di
Indonesia. Cagar Biosfer Cibodas berada di kawasan Gunung Gede Pangrango
dan sekitarnya. Secara administratif berada di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten
Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas dibagi dalam
tiga zona yaitu area inti, zona penyangga dan area transisi. Area inti berupa
kawasan konservasi dan sebagian besar wilayahnya merupakan hutan hujan tropis.
Pada zona penyangga dan transisi merupakan wilayah pemanfaatan dan
pemukiman penduduk. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar

Biosfer Cibodas, telah terjadi penurunan fungsi lindung kawasan yang ditandai
dengan semakin banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar
kawasan CBC maupun didaerah hilir yang sering dikaitkan dengan kerusakan
lingkungan di kawasan CBC.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis penggunaan/ penutupan
lahan di Kawasan CBC, (2) menganalisis perencanaan pola ruang di Kawasan
CBC, (3) menganalisis tingkat perkembangan desa dan tingkat kemiskinan di
Kawasan CBC, (4) menyusun tipologi pemanfaatan ruang, dan (5) menyusun
arahan kebijakan pengelolaan Kawasan Cagar Biosfer Cibodas. Metode yang
digunakan untuk menganalisis penggunaan/penutupan lahan dengan interpretasi
visual citra Landsat TM 8 Tahun 2014. Analisis perencanaan pola ruang dengan
analisis SIG yaitu overlay antara peta penggunaan/penutupan lahan dengan peta
rencana pola ruang Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Cianjur dan
Sukabumi. Analisis tingkat perkembangan wilayah desa menggunakan analisis
skalogram berdasarkan variabel kelompok data aksesibilitas, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan dan fasilitas ekonomi. Tipologi pemanfaatan ruang disusun
berdasarkan parameter-parameter sosial ekonomi wilayah yaitu tingkat
perkembangan wilayah dan tingkat kemiskinan dan aspek fisik lahan yaitu
penggunaan/penutupan lahan dan kemiringan lereng di setiap desa. Kedua
parameter tersebut masing-masing dikelompokkan dengan analisis klaster

berhirarki dengan metode Ward’s dan K’means cluster sehingga dihasilkan klaster
desa sosial ekonomi wilayah dan klaster desa fisik lahan. Arahan kebijakan
pengelolaan disusun menggunakan analisis deskriptif dari hasil-hasil analisis
tujuan sebelumnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan/penutupan lahan di Cagar
Biosfer Cibodas didominasi oleh kelas hutan dengan luas 25 738.66 ha atau 29.38
% dari luas wilayah. Selanjutnya berturut-turut adalah tanaman pertanian lahan
kering dengan luas (23 092.10 ha. 26.36 %), tanaman pertanian lahan basah (16
997.81 ha, 19.40 %), lahan terbangun (12 066.22 ha, 13.77 %), perkebunan (4
910.32 ha, 5.61 %), belukar/ semak (4 060.54 ha, 4.64 %), rumput/tanah kosong
(663.49 ha, 0.76 %) dan tubuh air (73.95 ha, 0.08 %). Berdasarkan proporsi setiap
kelas penggunaan/ penutupan lahan masih menunjukkan kondisi yang baik karena

persentase penggunaan/ penutupan lahan berupa vegetasi masih dominan dan
sebaran lahan terbangun lebih banyak berada pada area transisi. Salah satu
permasalahan penggunaan/penutupan lahan di kawasan CBC adalah adanya
penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi area inti dan perlu
segera diselesaikan.
Hasil analisis perencanaan pola ruang di Kawasan CBC menunjukkan
bahwa beberapa penggunaan/penutupan lahan saat ini tidak sesuai dengan alokasi

rencana pola ruang yang telah dibuat dan dapat menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaannya. Permasalahan ini terdapat di semua Kabupaten. Selain itu,
diantara dokumen perencanaan pola ruang Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor,
Cianjur dan Sukabumi terdapat penggunaan nomenklatur yang tidak sama dalam
penamaan fungsi kawasan sehingga dapat menimbulkan perbedaan persepsi dalam
memahami dokumen perencanaan.
Pada analisis skalogram dihasilkan Indeks Perkembangan Desa (IPD) yang
menggambarkan tingkat perkembangan desa tersebut. Nilai IPD tertinggi adalah
66.95 dan nilai IPD terendah adalah 3.70 dengan nilai rataan 15.83. Berdasarkan
perkembangan wilayahnya desa-desa yang ada di Cagar Biosfer Cibodas terbagi
menjadi desa hirarki I sebanyak 18 desa (12.41 %), desa hirarki II sebanyak 31
desa (21.38 %) dan desa hirarki III sebanyak 96 desa (66.21 %). Berbanding
terbalik dengan tingkat kemiskinan dimana desa dengan tingkat kemiskinan tinggi
sebanyak 22 desa (15.17 %), tingkat kemiskinan sedang sebanyak 41 desa (28.28
%) dan tingkat kemiskinan rendah sebanyak 82 desa (56.55 %).
Berdasarkan skenario penyusunan tipologi, di kawasan Cagar Biosfer
Cibodas terdapat sembilan tipologi desa. Tipologi pada zona penyangga
didominasi oleh tipologi desa S1 F3 sedangkan pada area transisi didominasi oleh
tipologi desa S3 F1. Pembuatan tipologi merupakan salah satu pendekatan dalam
penyusunan arahan kebijakan pengelolaan yang spesifik dan sesuai dengan

kondisi yang ada. Arahan kebijakan pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas dengan
membagi kawasan CBC menjadi empat wilayah pengelolaan yaitu Wilayah
Pengelolaan Area Inti, Wilayah Pengelolaan Bogor, Wilayah Pengelolaan Cianjur
dan Wilayah Pengelolaan Sukabumi. Arahan kebijakan difokuskan pada
penyelesain permasalahan yang terkait dengan penggunaan/ penutupan lahan,
tingkat perkembangan desa, tingkat kemiskinan, topografi dan perencanaan pola
ruang yang prioritas penanganannya disesuaikan dengan tipologi desa.
Kata kunci : Cagar Biosfer Cibodas, rencana pola ruang, tingkat perkembangan
desa, tipologi desa, wilayah pengelolaan

SUMMARY
RIZA EFENDY. Study of Planning and Spatial Utilization in Cibodas Biosphere
Reserve Area. Supervised by BABA BARUS and ERNAN RUSTIADI.
Biosphere reserve is a management concept that harmonize between society
and nature. Cibodas Biosphere Reserve (CBR) is one of ten biosphere reserves in
Indonesia. Cibodas Biosphere Reserve is in the region of Mount Gede-Pangrango
and surroundings. Administratively CBR is located in Bogor, Cianjur and
Sukabumi Regency. Cibodas Biosphere Reserve is divided into three zones: the
core areas, buffer zones and transition areas. Core areas are conservation areas
which dominated by tropical rain forest. The population growth and increase of

economic activities in its surrounding areas have an impact on land use/cover
changes in the CBR. This land use/cover changes have been followed by a decline
in the protective function of CBR which is marked by the increasing number of
environmental problems in the CBR as well as its downstream area.
The objectives of this study were to: (1) analyze the land use/cover in the
area of CBR, (2) analyzing the planning of spatial patterns in the area of CBR, (3)
analyze the level of rural development and poverty levels in the area of CBR, (4)
develop a typology of villages in the area of CBR, and (5) developing policy
directives management of CBR. The method used to analyze the land use/cover
with a visual interpretation of Landsat TM 8 2014. To analyze the spatial-pattern
plan, we employed GIS analysis that overlay the map of land use/cover with
spatial plan maps of West Java province as well as Bogor, Cianjur and Sukabumi
Regencies. A schallogram analysis, which based on accessibility as well as
education, health, and economic facilities data set was employed to analyze the
level of village development. The typology of villages was developed based on
socioeconomic characteristics (regional economic growth and poverty level) and
some physical aspects (land use/cover and slope) in each village. Each of the
parameters grouped by hierarchical clustering analysis using Ward's method and
K' means clustering. Direction of management policy was compiled using
descriptive analysis of the results of previous objectives.

The analysis showed that the land use/cover classes are dominated by forest
with an area of 25 738.66 ha or 29.38% of the total area, followed by dry-land
agriculture (23 092.10 ha, 26.36%), ricefield (16 997.81 ha, 19.40%), built-up
area (12 066.22 ha, 13.77%), plantations (4 910.32 ha, 5.61%), shrub/bush (4
060.54 ha, 4.64%), grassland/ abandon land (663.49 ha, 0.76%) and water body
(73.95 ha, 0.08%). Based on the proportion of each land use/ cover class still
showed a good condition due to the percentage of vegetation are still the dominant
form and distribution of constructed land more are in the transition area. One of
the main issues in CBR is the presence of land use/cover that is not consistent
with the function of the core of biosphere reserve area
Results of the analysis on the existing spatial pattern of CBR showed that
some land use/cover was currently not in accordance with the spatial plan. and can
cause problems in implementation. These conditions can cause problems in their
implementation and controlling. This problem is present in all districts. Moreover,
the different spatial plan documents are not using consistence nomenclature in

naming area function so that can make a difference of perception in understanding
the planning documents.
Schallogram analysis generates Village Development Index (VDI), which
describes the level of development of the village. Based on the level of

development, the villages are divided into 3 hierarchical. The hierarchy I have 18
villages (12.41 %) with high level of development, the hierarchy II has 31
villages (21.38 %) with moderate level of development and the hierarchy III have
96 villages (66.21 %) with a low level of development. It's inversely proportional
to the level of poverty in which village with high poverty levels, as many as 22
villages (15.17%), intermediate poverty rates as much as 41 villages (28.28%) and
lower poverty rates as much as 82 villages (56.55%).
Based on scenario of typology, there are nine village types in CBR. The
buffer zone is dominated by S1-F3 village type while in the transition area is
dominated by S3-F1 type. The management policy of CBR focused to solve of
socioeconomic and physical land problems. Making the typology is one approach
in the preparation of specific management policy directives and in accordance
with the conditions of the CBR. Directives on management policy of CBR by
dividing the CBR region into four regions, namely the Core Management Area,
Bogor Management Area, Cianjur Management Area and Sukabumi Management
Area. Policy focused on completion of the land use/cover problems, the level of
rural development, poverty, topography and planning the spatial use which
handling priority adapted to the rural typology.

Keywords : Cibodas Biosphere Reserve, level of village development,

management area, village tipology, spatial pattern plan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG
DI KAWASAN CAGAR BIOSFER CIBODAS

RIZA EFENDY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Omo Rusdiana, MScForestTrop

Judul Tesis : Kajian Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Cagar
Biosfer Cibodas
Nama
: Riza Efendy
NIM
: A156130354

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr
Anggota

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Juni 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai
dengan Januari 2015 ini ialah pengelolaan kawasan yang mengintegrasikan antara
fungsi lindung dan fungsi budidaya pada kawasan dengan status internasional
yang ditetapkan oleh UNESCO yaitu Cagar Biosfer. Adapun judul tesis ini adalah
Kajian Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Cagar Biosfer Cibodas.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada:
1. Dr Ir Baba Barus, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Ernan
Rustiadi, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, saran dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Omo Rusdiana, MScForestTrop selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Ketua Program Studi serta segenap dosen pengajar dan staf pada Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
4. Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan
(Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional beserta
jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.
5. Ayah Usman Iskandar (alm) dan ibu tercinta Narti Sunarti, Abah Apandi
Nurdin dan Amih Neni serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan
dan memberikan dukungan bagi penulis.
6. Istri tercinta Ika Sartika dan anak-anakku tersayang Putri Azka F. Nizma,
Ayudhia Shazia H. Nizma dan Davian Alif Haafidz untuk segala doa,
dukungan, kesabaran dan kasih sayangnya.
7. Teman-teman PWL 2013 Kelas Bappenas untuk kebersamaan, diskusi, canda
tawa dan semangatnya.
8. Kang Heri Suheri dan Kang Ade Bagja dari BBTNGGP yang telah membantu
dalam pengumpulan data dan diskusi-diskusi yang menarik, serta semua
pihak yang berperan dalam proses penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

September 2015
Riza Efendy

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cagar Biosfer
Perencanaan Ruang Wilayah
Pengembangan Wilayah
Hirarki Wilayah
Penggunaan dan Penutupan Lahan
Penginderaan Jauh
Sistem Informasi Geografis

5
5
6
8
10
10
11
12

3 METODE
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Metode dan Teknik Analisis
Analisis Penggunaan/Penutupan Lahan
Analisis Perencanaan Pola Ruang di Cagar Biosfer Cibodas
Analisis Perkembangan Wilayah dan Tingkat Kemiskinan
Tipologi Pemanfaatan Ruang di Cagar Biosfer Cibodas
Arahan Kebijakan Pengelolaan

15
15
18
18
19
20
20
22
22
25
26

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Cagar Biosfer Cibodas
Administrasi
Iklim
Hidrologi
Topografi
Perkembangan Batas dan Zonasi Cagar Biosfer Cibodas

27
27
27
28
28
28
29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas
Analisis Perencanaan Pola Ruang di Kawasan CBC

33
33
45

Analisis Perkembangan Wilayah
Perkembangan Wilayah dan Tingkat Kemiskinan
Tipologi Pemanfaatan Ruang di Cagar Biosfer Cibodas
Arahan Kebijakan Pengelolaan

52
58
62
65

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

76
76
78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

83

RIWAYAT HIDUP

93

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Dan Keluaran
Rincian wilayah administratif kabupaten, kecamatan dan desa di Cagar
Biosfer Cibodas
Kemiringan lereng di kawasan Cagar Biosfer Cibodas
Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas
Luas Penggunaan/Penutupan Lahan berdasarkan Kemiringan Lereng
Struktur penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas per
Kabupaten
Penggunaan/Penutupan Lahan di Setiap Zona Cagar Biosfer Cibodas
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi Area Inti di setiap
Kabupaten
Penggunaan/penutupan lahan aktual di kawasan CBC pada rencana pola
ruang Provinsi Jawa Barat
Penggunaan/penutupan lahan aktual di kawasan CBC pada rencana pola
ruang Kabupaten Bogor
Penggunaan/penutupan lahan aktual di kawasan CBC pada rencana pola
ruang Kabupaten Cianjur
Penggunaan/penutupan lahan aktual di kawasan CBC pada rencana pola
ruang Kabupaten Sukabumi
Perbandingan nomenklatur fungsi kawasan dalam Rencana Pola Ruang
Provinsi, Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi di kawasan CBC
Parameter Hirarki Wilayah
Rincian jumlah desa berdasarkan tingkat perkembangan desa di
kawasan CBC
Rekapitulasi jumlah desa di Cagar Biosfer Cibodas berdasarkan tingkat
hirarkinya di setiap Kabupaten
Jumlah Hirarki Desa di Setiap Zona
Proporsi jumlah penduduk miskin setiap Kabupaten
Perbandingan tingkat perkembangan desa dengan tingkat kemiskinan
Perbandingan tingkat perkembangan desa dengan tingkat kemiskinan
per Kabupaten
Sebaran tingkat kemiskinan berdasarkan zonasi cagar biosfer
Jumlah desa berdasarkan tipologi desa di setiap Kabupaten
Tipologi desa di setiap wilayah pengelolaan Bogor, Cianjur dan
Sukabumi
Arahan kebijakan pengelolaan kawasan CBC

19
27
29
33
36
37
39
41
46
48
49
50
51
52
53
54
58
59
59
60
61
64
69
72

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Kerangka Pemikiran Penelitian
Diagram Alir Tahapan Penelitian
Peta Lokasi Cagar Biosfer Cibodas
Peta kemiringan lereng di Cagar Biosfer Cibodas
Peta Cagar Biosfer Cibodas Batas Lama (1977-2012)
Peta Cagar Biosfer Cibodas saat ini (2012 – sekarang)
Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas
Peta Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas
Grafik Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas di setiap
Kabupaten
Grafik Penggunaan/Penutupan Lahan di Setiap Zona CBC
Peta Penggunaan/Penutupan Lahan di Area Inti Cagar Biosfer Cibodas
Peta Penggunaan/Penutupan Lahan di Zona Penyangga CBC
Peta Penggunaan/Penutupan Lahan di Area Transisi CBC
Peta rencana pola ruang Provinsi Jawa Barat di Kawasan CBC
Peta rencana pola ruang Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi di
Kawasan CBC
Grafik komposisi hirarki desa di setiap Kabupaten
Peta Tingkat Perkembangan Desa di Cagar Biosfer Cibodas
Struktur penggunaan/penutupan lahan di setiap tingkatan hirarki
Grafik perbandingan tingkat perkembangan desa dan tingkat
kemiskinan di Kawasan CBC
Peta sebaran tingkat kemiskinan dan perkembangan wilayah di CBC
Diagram penyusunan tipologi desa di Cagar Biosfer Cibodas
Peta tipologi desa di Cagar Biosfer Cibodas
Peta pembagian wilayah pengelolaan di kawasan CBC
Peta desa prioritas penanganan permasalahan perkembangan wilayah
Peta desa prioritas penanganan permasalahan tingkat kemiskinan
Peta desa prioritas penanganan permasalahan ancaman konversi lahan
Peta desa prioritas penanganan permasalahan fungsi resapan air

16
17
18
29
31
32
34
34
38
40
41
43
44
47
47
55
56
57
60
62
63
65
66
74
74
75
75

DAFTAR LAMPIRAN
1 Confussion matrix hasil verifikasi uji akurasi hasil klasifikasi
2 Variabel awal analisis skalogram
3 Variabel terkoreksi analisis faktor untuk analisis skalogram
4 Hasil Analisis Skalogram pada desa-desa di Cagar Biosfer Cibodas
5 Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Area Inti
6 Tingkat Kemiskinan dan Perkembangan Wilayah di Setiap Desa

83
83
84
85
88
89

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar Biosfer merupakan suatu kawasan yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
UNESCO melalui program Man and Biosphere (MAB). Program MAB dibentuk
untuk meningkatkan kualitas hubungan antara manusia dengan lingkungannya
yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya adalah
untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan sumber daya hayati yang dirasakan
dampaknya serta menimbulkan “biodiversity lost”, kemunduran kualitas
lingkungan dan tidak terencananya tata guna lahan.
Pengelolaan cagar biosfer menggunakan sistem zonasi dimana wilayah
cagar biosfer dibagi menjadi tiga zona yaitu (1) Area Inti adalah kawasan
konservasi atau kawasan lindung dengan luas yang memadai, mempunyai
perlindungan hukum jangka panjang, untuk melestarikan keanekaragaman hayati
beserta ekosistemnya; (2) Zona Penyangga, adalah wilayah yang mengelilingi
atau berdampingan dengan area inti dan teridentifikasi, untuk melindungi area inti
dari dampak negatif kegiatan manusia. Hanya kegiatan-kegiatan yang sesuai
dengan tujuan konservasi yang dapat dilakukan, dan (3) Area Transisi adalah
wilayah terluar dan terluas yang mengelilingi atau berdampingan dengan zona
penyangga. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan
model-model pembangunan berkelanjutan dipromosikan dan dikembangkan
(MAB-LIPI 2010). Cagar biosfer merupakan kawasan yang tepat untuk
mengimplementasikan pendekatan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dengan membangun tiga pilar yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan
(BBTNGGP 2012). Cagar biosfer merupakan salah satu konsep pengelolaan
kawasan yang mengintegrasikan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya.
Cagar Biosfer Cibodas (CBC) merupakan salah satu dari sepuluh cagar
biosfer yang ada di Indonesia dengan ekosistem terbesar merupkan hutan hujan
pegunungan. Kawasan CBC memiliki berbagai fungsi penting, salah satunya
adalah fungsi ekologis seperti pengendali banjir, erosi, pencemaran, dan
pengendalian iklim global. Kawasan CBC merupakan kawasan yang amat penting
dalam fungsi hidrologis bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Kawasan ini
menjadi bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang amat penting dan
merupakan daerah tangkapan air bagi sungai Ciliwung, Citarum, Cimandiri dan
Cisadane.
Sejak ditetapkannya sebagai cagar biosfer pada tahun 1977, penggunaan/
penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terutama pada zona penyangga dan
area transisi banyak mengalami perubahan. Peningkatan jumlah penduduk
merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya konversi lahan karena dengan
bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan lahan semakin bertambah pula.
Kepentingan banyak pihak untuk memanfaatkan potensi kawasan cagar biosfer
turut mempercepat laju konversi lahan. Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang
dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup diantaranya adalah kegiatan
pertanian, pemukiman, perkebunan, dan kegiatan lainnya. Penelitian Hesaki
(2012) menunjukkan adanya pertambahan luasan permukiman sebesar 3 207.04

2
ha atau 4.22 % di kawasan Cagar Biosfer Cibodas (dengan batas lama) dalam
kurun waktu 12 tahun (1999-2011).
Tingkat kesejahteraan yang rendah pada masyarakat di sekitar hutan juga
sering dikaitkan sebagai penyebab kerusakan hutan. Aji et al. (2011) menyatakan
jumlah penduduk miskin di sekitar hutan di Indonesia sangat besar bahkan
diperkirakan lebih besar dari jumlah penduduk miskin di desa-desa di luar hutan
dan di daerah perkotaan. Salim (1991) menyatakan bahwa masalah lingkungan
yang dihadapi negara-negara berkembang banyak ditimbulkan oleh kemiskinan
yang memaksa rakyat merusak lingkungan alam. Hutan ditebangi terutama untuk
memperoleh tanah yang dirasakan semakin langka di negara berkembang yang
banyak penduduk. Kayu bakar adalah energi utama bagi rakyat kecil di pedesaan
untuk memasak dan pemanasan. Selama pilihan lain bagi sumber energi tidak
tersedia dalam jangkauan daya beli rakyat maka masyarakat terpaksa membabat
hutan untuk memperoleh kayu bakar.
Untuk melestarikan fungsi kawasan CBC perlu dilakukan pengelolaan
secara bijaksana dengan memperhatikan keseimbangan ekologis dan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang. Pendekatan pembangunan berkelanjutan
merupakan pendekatan yang paling sesuai. Namun demikian, pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Lokasinya
yang strategis di dekat ibukota negara serta keindahan panoramanya, kawasan ini
lebih banyak dikembangkan untuk pembangunan ekonomi dan seringkali masalah
sosial dan lingkungan banyak diabaikan. Kan perencanaan dan pemanfaatan ruang
di kawasan Cagar Biosfer Cibodas diperlukan untuk mendapatkan gambaran
tipologi pemanfaatan ruang yang ada di kawasan Cagar Biosfer Cibodas saat ini.
Dinamika pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya yang ada, hal ini terutama disebabkan oleh terus
meningkatnya kebutuhan ruang sejalan dengan perkembangan kegiatan budidaya
sementara keberadaan ruang bersifat terbatas.
Berbagai teknik analisis seperti teknik penginderaan jauh dan sistem
informasi geografi (SIG) dapat digunakan untuk memberikan gambaran
penggunaan lahan. Informasi spasial memberikan data atau informasi yang
komplek dan lebih akurat. Informasi spasial yang akurat dapat diperoleh melalui
integrasi antara teknologi penginderaan jauh yang menghasilkan peta lokasi suatu
wilayah dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu
alternatif informasi spasial yang up to date. Kemajuan teknologi ini mengantarkan
kita lebih mudah dalam menganalisis kondisi tata ruang di suatu wilayah dan
menunjang proses perencanaan terutama pengumpulan dan penyediaan data
spasial. Analsis terhadap kondisi perkembangan wilayah dan tingkat kemiskinan
digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi sosial ekonomi wilayah. Untuk
mendapatkan informasi secara keruangan, hasil analisis pada kondisi sosial
ekonomi wilayah juga disajikan secara spasial. Selanjutnya, berpedoman pada
hasil kajian ini dapat dibentuk tipologi setiap desa sehingga dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam membuat perencanaan kebijakan pengeloaan
di kawasan Cagar Biosfer Cibodas.

3
Perumusan Masalah
Kawasan CBC memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir,
erosi, pencemaran dan pengendalian iklim global. Selain itu, berfungsi sebagai
penyangga kehidupan secara langsung, seperti sumber air minum dan habitat
beranekaragam makhluk hidup. Kawasan CBC merupakan kawasan yang amat
penting dalam fungsi hidrologis bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya.
Kawasan ini menjadi bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang amat penting
dan merupakan daerah tangkapan air bagi sungai Ciliwung, Citarum, Cimandiri,
dan Cisadane.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan
perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas, telah terjadi
penurunan fungsi lindung kawasan. Terjadinya penurunan fungsi lindung di
kawasan CBC salah satunya ditandai dengan semakin seringnya terjadi bencana
banjir pada wilayah hilir (Jakarta) yang sering dihubungkan dengan kerusakan
lingkungan pada daerah hulunya yaitu daerah Puncak dan sekitarnya. Tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan CBC yang rendah juga sering
dituding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Oleh karena itu kehidupan
masyarakat di kawasan CBC harus sejahtera melalui berbagai aktivitas ekonomi
namun dengan tetap menjaga kelestarian kawasan CBC. Informasi tentang kondisi
aktual penggunaan/ penutupan lahan, perencanaan pola ruang, perkembangan
wilayah, tingkat kemiskinan dan tipologi pemanfaatan ruang di Cagar Biosfer
Cibodas merupakan hal penting untuk diketahui untuk membuat perencanaan dan
arahan kebijakan pengelolaan yang sesuai dengan kondisi setempat.
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan
penelitian (research question) sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi penggunaan/penutupan lahan di kawasan Cagar Biosfer
Cibodas saat ini?
2. Bagaimana perencanaan pola ruang di kawasan Cagar Biosfer Cibodas?
3. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah desa dan tingkat kemiskinan yang
ada di kawasan Cagar Biosfer Cibodas?
4. Bagaimana tipologi pemanfaatan ruang di kawasan Cagar Biosfer Cibodas ?
5. Bagaimana kebijakan pengelolaan di Kawasan Cagar Biosfer Cibodas?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Menganalisis penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas
Menganalisis perencanaan pola ruang di Cagar Biosfer Cibodas
Menganalisis tingkat perkembangan desa dan tingkat kemiskinan di wilayah
sekitar Cagar Biosfer Cibodas
Menyusun tipologi pemanfaatan ruang di Cagar Biosfer Cibodas
Menyusun arahan kebijakan pengelolaan Cagar Biosfer Cibodas

4
Manfaat Penelitian
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dan Balai Besar KSDA Jawa Barat dalam membuat rencana
pengelolaan kawasan area inti Cagar Biosfer Cibodas.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten
Bogor, Cianjur dan Sukabumi dalam menyusun perencanaan di wilayahwilayah yang masuk dalam kawasan Cagar Biosfer Cibodas
3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitianpenelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan penekanan pada kajian aspek
fisik lahan dan sosial ekonomi wilayah pada desa-desa di kawasan Cagar Biosfer
Cibodas. Oleh karena itu, batasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Aspek fisik lahan yang dikaji meliputi penggunaan/penutupan lahan dan
tingkat kemiringan lereng. Pemggunaan/penutupan lahan diperoleh melalui
interpretasi Citra Satelit resolusi rendah hingga menengah, sedangkan
kemiringan lereng dari hasil pengolahan data SRTM.
2. Aspek sosial ekonomi wilayah terdiri dari tingkat perkembangan wilayah dan
tingkat kemiskinan. Tingkat perkembangan wilayah di analisis melalui
jumlah dan jenis fasilitas yang dimiliki pada unit desa-desa yang berada
dalam kawasan Cagar Biosfer Cibodas, sedangkan tingkat kemiskinan
diperoleh dari proporsi jumlah penduduk miskin di setiap desa.
3. Arahan kebijakan pengelolaan dibatasi pada sintesis hasil analisis sebelumnya.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cagar Biosfer
Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui
kerjasama program Man and Biosphere (MAB-UNESCO) untuk mempromosikan
konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan
pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai
kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan
ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui
kemitraan antara manusia dan alam, cagar biosfer adalah kawasan yang ideal
untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah
kepada pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional. Usulan penetapan
cagar biosfer diajukan oleh pemerintah nasional. Setiap calon cagar harus
memenuhi kriteria tertentu dan sesuai dengan persyaratan minimum sebelum
dimasukan kedalam jaringan dunia (MAB-LIPI). Dalam Undang-undang No 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
definisi cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli,
ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang
keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan
penelitian dan pendidikan.
Cagar Biosfer menjadi kawasan yang konsepnya menggambarkan
keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pengembangan sosial
melalui pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan, dimana
keseimbangan hubungan manusia dan alam tetap dijaga, sehingga cagar biosfer
merupakan kawasan yang sempurna untuk mengimplementasikan pendekatan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan membangun tiga
pilar yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan secara selaras dan seimbang, pada
tingkat lokal (tapak).
Konsep cagar biosfer dijelaskan dalam Seville Strategy (UNESCO 1996)
bahwa keunggulan dari penerapan konsep cagar biosfer terletak pada perpaduan
tiga fungsi yang dimilikinya yaitu:
1) fungsi konservasi, untuk melestarikan sumber daya genetik, jenis, ekosistem
dan lansekap;
2) fungsi pembangunan, untuk memacu pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan manusia, dan
3) fungsi pendukung logistik, untuk mendukung proyek percontohan,
pendidikan dan pelatihan lingkungan, dan penelitian dan pemantauan yang
berhubungan dengan masalah-masalah konservasi dan pembangunan
berkelanjutan di tingkat lokal, nasional dan dunia.
Dalam rangka mengintegrasikan ketiga fungsi tersebut, maka penerapannya
diatur dengan sistem pembagian wilayah atau zonasi di wilayah cagar biosfer
yaitu di bagi menjadi 3 zonasi berdasarkan fungsi dan perannya yaitu (Purwanto
2012):
(a) Area inti (core area): sebagai area untuk pelestarian dan harus mempunyai
perlindungan hukum jangka panjang untuk melestarikan keanekaragaman
hayati, memantau ekosistem yang tidak terganggu dan melakukan penelitian

6
yang tidak merusak serta kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya pasif seperti
pendidikan dan pelatihan. Area inti dari 6 Cagar Biosfer yang ada di
Indonesia berupa Taman Nasional yang kepemilikan lahannya berada di
Negara. Hal ini bukan berarti area inti cagar biosfer harus berupa Taman
Nasional. Area inti kawasan cagar biosfer dapat juga berupa kawasan milik
pribadi, milik organisasi non pemerintah, tanah masyarakat, kawasan milik
swasta atau dapat juga milik masyarakat adat yang diperuntukkan untuk
kawasan konservasi. Pada prinsipnya area inti harus berupa kawasan
konservasi atau kawasan lindung yang dilindungi secara formal oleh aturan
pemerintah atau secara informal oleh masyarakat adat (lembaga adat).
(b) Zona penyangga (buffer zone) yaitu wilayah yang mengelilingi atau
berdampingan atau bersebelahan dengan area inti dan jelas fungsinya adalah
untuk melindungi area inti dari dampak kegiatan manusia. Wilayah zona
penyangga dapat berupa suatu kawasan milik masyarakat baik individu atau
suatu lembaga, swasta dan lain-lainnya. Pengelolaan kawasan penyangga
tetap berada pada pemiliknya dan cara-cara pengelolaannya harus mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Sehingga
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di zona ini adalah kegiatan yang
secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan seperti penelitian, pendidikan,
pelatihan, ekoturisme dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang
berkelanjutan atau yang dapat diperbaruhi (renewable resources).
(c) Area transisi adalah kawasan terluas yang merupakan kawasan untuk
kerjasama dengan masyarakat lokal. Kawasan ini berdampingan dengan zona
penyangga. Area transisi adalah milik masyarakat baik secara individual,
organisasi, lembaga swasta, atau badan hukum lainnya. Area ini merupakan
tempat melaksanakan kegiatan pengembangan berbagai model pembangunan
berkelanjutan, dimana berbagai pihak pemilik kawasan ini bersama-sama
dengan pemangku kepentingan lainnya mengembangkan pengelolaan
sumberdaya alam di kawasan tersebut.
Zona penyangga dan area transisi berfungsi sebagai koridor yang fungsinya
adalah melindungi dan menjamin fungsi area inti sebagai kawasan konservasi
sumber daya alam hayati. Agar pengelolaan kawasan cagar biosfer memiliki
efektivitas tinggi, maka setiap zonasi harus memiliki batas yang jelas. Kepastian
tentang batas zonasi kawasan cagar biosfer diperlukan dalam implementasi
pengembangan setiap zona atau area di kawasan cagar biosfer.

Perencanaan Ruang Wilayah
Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukaan bumi termasuk apa yang
ada di atasnya dan yang ada di bawahnya sepanjang manusia masih dapat
menjangkaunya (Tarigan 2005). Definisi ruang menurut UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya. Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap sedangkan
aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan
ketersediaan ruang untuk beraktivitas yang senantiasa berkembang setiap hari. Hal

7
ini mengakibatkan kebutuhan akan ruang semakin tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan ruang yang ada harus ditata sedemikian rupa dan melalui
perencanaan ruang wilayah yang baik sehingga dapat mewujudkan ruang
kehidupan yang nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Tarigan (2005) menjelaskan bahwa perencanaan ruang wilayah adalah
perencanaan penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah
perencanaan penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan
pada ruang tersebut. Perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah
menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang dengan tegas diatur
penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian-bagian wilayah yang
kurang diatur/tidak diatur penggunaannya. Dalam prakteknya perencanaan ruang
wilayah diimplementasikan dalam bentuk tata ruang wilayah.
Purwanto (2012) menerangkan bahwa pemahaman tentang tata ruang dalam
arti luas mencakup keterkaitan dan keserasian tata guna lahan, tata guna air, tata
guna udara serta alokasi sumber daya melalui koordinasi dan upaya penyelesaian
konflik antar kepentingan yang berbeda. Asas penataan ruang menurut undangundang penataan ruang adalah sebagai berikut, pertama, pemanfaatan ruang bagi
semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi dan
seimbang dan berkelanjutan; dan kedua, keterbukaan, persamaan, keadilan dan
perlindungan hukum.
Asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus
diperhatikan dalam penataan ruang. Pertama, aspek lingkungan hidup fisik
umumnya dan sumber daya alam khususnya yang dimanfaatkan; kedua, aspek
masyarakat termasuk aspirasi sebagai pemanfaat; ketiga, aspek pengelola
lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu masyarakat, yang mengatur
pengelolaannya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan
potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan ruang
tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial
dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara
lebih spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai : (1) Optimasi pemanfaatan
sumberdaya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna terpenuhinya
efisiensi dan produktifitas, (2) Alat dan wujud distribusi sumberdaya guna
terpenuhinya prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta (3) Menjaga
keberlanjutan (sustainability) pembangunan. Selain itu, tujuan penataan ruang
adalah upaya (4) menciptakan rasa aman dan (5) kenyamanan ruang (Rustiadi et
al. 2011).
Selanjutnya Rustiadi et al. (2011) menjelaskan bahwa proses penataan
ruang mempunyai landasan-landasan penting yang perlu diperhatikan sebagai
falsafah yakni (1) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat
untuk melakukan perubahan atau upaya mencegah terjadinya perubahan yang
tidak diinginkan; (2) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di
masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), (3)
disesuaikan
dengan
kapasitas
pemerintah
dan
masyarakat
untuk
mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) upaya melakukan
perubahan yang lebih baik secara terencana, (5) sebagai suatu sistem yang
meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan

8
ruang dan (6) dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola
pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak.
Penataan ruang secara prinsip harus didasarkan pada karakteristik, daya
dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga dapat dicapai keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan subsistemnya. Mengacu pada Pasal (17) ayat (3)
bahwa Rencana Pola Ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Menurut ayat (4) peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Kemudian pada ayat (5) disebutkan dalam
rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam
rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.

Pengembangan Wilayah
Wilayah menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional. Rustiadi et al. (2011) berpandangan
bahwa kerangka klasifikasi konsep wilayah yang mampu menjelaskan berbagai
konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform);
(2) wilayah sistem/fungsional; dan (3) wilayah perencanaan/ pengelolaan
(planning region atau programming region). Penetapan wilayah perencanaan/
pengelolaan salah satunya adalah pewilayahan komoditas, berdasarkan faktor
alamiah dan non alamiah.
Wilayah dapat dibagi menjadi tipologi-tipologi wilayah berdasarkan sifat
hubungannya, fungsi masing-masing komponennya atau berdasarkan
pertimbangan sosial, ekonomi, maupun politis lainnya. Diantara tipologi-tipologi
yang ada terdapat salah satu tipologi yang disebut dengan tipologi wilayah nodal,
yang merupakan pengembangan dari konsep sel hidup. Dalam penjabaran wilayah
nodal ini, wilayah diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti dan
plasma, yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung. Inti
dalam hal ini diasumsikan sebagai pusat kegiatan industri dan pusat pasar serta
pusat inovasi, sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat pemasok bahan
mentah, tenaga kerja, dan pusat pemasaran barang-barang hasil industri yang
diproduksi di pusat (inti) (Rustiadi et al. 2003).
Berdasarkan konsep wilayah nodal tersebut, pusat atau hinterland suatu
wilayah dapat ditentukan berdasarkan kelengkapan fungsi pelayanan dalam suatu
wilayah. Kelengkapan fungsi dalam suatu wilayah dapat diidentifikasi dengan
menggunakan parameter jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah
penduduknya. Parameter tersebut kemudian digunakan sebagai alat penentu dalam
menentukan hirarki atau tingkat perkembangan suatu wilayah. Semakin lengkap
jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan penduduk dengan kualitas dan
kuantitas yang tinggi maka semakin tinggi pula hirarki wilayah tersebut. Pusat
kota merupakan kawasan dengan jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan
penduduk dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi.

9
Glason dalam Tarigan (2005) mengklasifikasikan region/wilayah
berdasarkan fase kemajuan perekonomian menjadi:
1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/
homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam
menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosail dan
politik.
2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan
interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam
wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan
terdiri dari satuan-satuan yang heterogen seperti desa-kota yang secara
fungsional saling berkaitan.
3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Pengembangan wilayah tidak terlepas dari penggunaan/pemanfaatan
sumberdaya. Oleh karena itu, pengembangan wilayah memerlukan perencanaan
penggunaan lahan yang strategis agar dapat memberikan keuntungan ekonomi
wilayah (strategic land-use development planning). Perencanaan penggunaan
lahan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lahan. Tujuannya untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah
dan daya dukung wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian
keadaan/kondisi lahan, potensi dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu
(Djakapermana 2010). Pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan
memberdayakan masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan
administrasi pembangunan. Pengembangan wilayah dengan memperhatikan
potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado 2002). Pendekatan ini
mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau
dianggap seragam. Pendekatan kewilayahan dilakukan bertujuan melihat
pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah
sehingga terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.
Perbedaan fungsi tersebut terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan
perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk
bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan
seimbang.
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan
sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan
masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang
diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan
selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang
berkelanjutan (Rustiadi et al. 2011).

10
Hirarki Wilayah
Hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan
umum di masing-masing wilayah. Hirarki wilayah dapat membantu untuk
menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing
wilayah. Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi
juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya.
Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di seluruh wilayah, tetapi kapasitas dan
kualitas layanannya harus berbeda. Makin maju suatu wilayah, semakin beragam
fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan
2005). Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa secara teoritis hirarki wilayah
sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah yang ditunjukkan
oleh kapasitas secara totalitas yang tidak terbatas infrastruktur fisiknya saja tetapi
juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas
perekonomiannya. Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah
dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan
(sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas
pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari (1) jumlah sarana
pelayanan (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana
pelayanan (Rustiadi et al. 2011).
Hasil penelitian Muiz (2009) di Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan
analisis skalogram dihasilkan hirarki desa pada setiap kecamatan pada tahun 2006
yaitu desa dengan tingkat hirarki I adalah desa-desa dengan tingkat perkembangan
tinggi memiliki Indek Perkembangan Desa (IPD) > 128.7 sebanyak 26 desa dan
terdapat pada 20 kecamatan. Desa dengan hirarki II yaitu desa-desa yang memiliki
tingkat perkembangan sedang dengan tingkat IPD antara 89.5 sampai 128.67
sebanyak 107 desa dan tersebar di semua kecamatan di kabupaten Sukabumi
kecuali kecamatan Bantargadung, Cidahu, Curugkembar, Parakansalak dan
Waluran. Desa dengan tingkat hirarki III yaitu desa-desa yang memiliki tingkat
perkembangan rendah, dengan IPD