Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia.
KEMIRIPAN GENETIK Kappaphycus alvarezii ASAL
BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA
LIDA PUSPANINGTYAS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
Lida Puspaningtyas. Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di
Indonesia. Dibawah bimbingan UTUT WIDYASTUTI dan SUHARSONO.
Kappaphycus alvarezii merupakan alga merah penghasil karaginan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri, seperti farmasi, makanan,
stabilizer dan kosmetik. Budidayanya saat ini telah banyak dilakukan di perairan Indonesia, seperti
di kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok dan di daerahdaerah lain di Indonesia. Namun, K. alvarezii merupakan alga yang mudah terserang penyakit iceice. Perbaikan genetik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan keragaman genetik
sangat diperlukan dalam perbaikan genetik. Analisis keragaman genetik dapat dilihat dari
kemiripan genetiknya. Analisis kemiripan genetik K. alvarezii di Indonesia sampai saat ini belum
banyak dilakukan. Salah satu metode analisis kemiripan genetik adalah Amplified Fragment
Length Polymorphism (AFLP). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kemiripan
genetik enam sampel K. alvarezii normal dan dua sampel terinfeksi penyakit ice-ice dari Balai
Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros dengan metode AFLP menggunakan enzim restriksi
PstI dan MseI. AFLP dengan primer forward P11 dan primer reverse M48, M49 dan M50 terhadap
Takalar (TKL), Bone (BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari
(KND), Takalar ice (TKL+) dan Mataram ice (MTR+) menghasilkan 519 fragmen dalam 122
lokus pada ukuran 50 - ~370 pb. Kemiripan genetik delapan sampel hasil analisis AFLP
menunjukkan hasil yang tinggi dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.7951-0.9210.
Kemiripan genetik sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice menurun jika dibandingkan dengan
sampel sehat. Kemiripan antara TKL-TKL+ adalah 0.8176 dan MTR-MTR+ adalah 0.8033.
Kemiripan tertinggi yaitu antara TKL -TMB dan tingkat kemiripan terendah adalah MTR - TKL+.
kata kunci : Kemiripan genetik, Kappaphycus alvarezii, penyakit ice-ice, AFLP.
ABSTRACT
Lida Puspaningtyas. Genetic Similarity of Kappaphycus alvarezii from Several Territories in
Indonesia. Supervised by UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO.
Red algae Kappaphycus alvarezii produced high economic value karageenan and used in
the many industries such as pharmaceutical industry, food industry, stabilizer, and cosmetics.
Recently, many cultivations of K. alvarezii has been done in Indonesian seas, such as in sea region
Teluk Banten, North seashore of Java, Sulawesi, Bali, Lombok and the other seas area in
Indonesia. However, K. alvarezii is one that easily infected by ice-ice disease. Genetic
improvement is indispensable to increase productivity and genetic diversity needed on it. Genetic
diversity analysis can be seen from genetic similarity. Genetic similarity analysis of K. alvarezii
have not been done yet until recent time. One method to analyse genetic similarity is Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP). This study aimed to determine the similarity of six
normal K. alvarezii and two samples infected by ice-ice disease collected from Research Group of
Naval and Fishery (BRKP) Maros used AFLP with PstI and MseI as restriction enzyme. AFLP
with P11 as forward primer and M48, M49, M50 as reverse primer treated to Takalar (TKL), Bone
(BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari (KND), Takalar ice
(TKL+) and Mataram ice (MTR+) amplified 519 fragments in 122 loci in the size of 50 - ~370 bp.
Genetic similarity of eight samples based on AFLP product showed high result with similarity
coefficient range from 0.7951-0.9210. Genetic similarity of ice-ice infected algae was decrease
compared to the normal samples. The similarity between TKL-TKL+ was 0.8176 and MTRMTR+ was 0.8033. The highest similarity was between TKL and TMB, then the lowest was
between MTR and TKL+.
keywords : Genetic similarity, Kappaphycus alvarezii, ice-ice disease, AFLP.
KEMIRIPAN GENETIK Kappaphycus alvarezii ASAL BEBERAPA
DAERAH DI INDONESIA
LIDA PUSPANINGTYAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa
Daerah di Indonesia.
Nama
: Lida Puspaningtyas
NIM
: G34070062
Menyetujui,
Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
Ketua Departemen Biologi
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Kemiripan Genetik
Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia” ini dilakukan mulai Februari 2011
sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium BIORIN PPSHB, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai oleh proyek kerjasama Pusat Pengembangan Sumber daya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)
Maros yang diberikan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. dan Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan juga kepada Dr. Ir. Tatik
Chikmawati, M.Si. atas sarannya sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Ungkapan terimakasih
juga disampaikan kepada keluarga besar laboratorium BIORIN, teman-teman di PPSHB, Mba
Pepi, Pa Ulung, Pa Radit, Bu Hanum, Bu Dini, Ratna, Mba Nurul, Mba Opi, Ka Davis, Ka Fajri,
Ka Lita, Ka Indah, Ka Iin, Ka Ila, Ka Nikson serta teman seperjuangan Rian Pratiwi dan Seztifa
Miyasiwi atas bantuan, saran serta semangat yang telah diberikan selama penulis melakukan
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta yang selalu
memberi doa dan dukungan, serta teman-teman biologi khususnya BIOPAT, Eko Riana, Afticha
Fauzana, Hetti Kurniasih, Ganisa K, Bisri Mustofa, sahabat BEM G 2009-2010 dan BEM KM
2011 yang telah memberi bantuan, doa, dan semangat yang sangat berarti bagi penulis.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Maret 2012
Lida Puspaningtyas
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada tanggal 14 September 1989 dari
pasangan Daden Abidin dan Lilis Rosyulaika. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, kakak dari Ayuningtyas. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di
SDN 1 Nagrak pada tahun 2001, SMPN 1 Cibadak pada tahun 2004, dan SMAN 1 Cibadak pada
tahun 2007. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB.
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi Dasar
pada tahun 2011, serta Genetika Molekuler pada tahun 2011. Penulis juga pernah aktif dalam
organisasi kemahasiswaan di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam tahun 2009 sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi, dan pada
tahun 2010 sebagai Sekretaris Umum. Penulis juga berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
keorganisasian Himpunan Mahasiswa Biologi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis juga
pernah melakukan penelitian dalam studi lapang mengenai Tumbuhan sebagai Bahan Obat
Antidiabetes yang ditemukan di Wana Wisata Cangkuang Sukabumi pada tahun 2009 dan praktik
lapangan di Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kelompok Tani Agribisnis Bunga Potong
Seruni Cita Resmi Cianjur mengenai Budidaya dan Pasca Panen Bunga Krisan Potong tahun
2010.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. viii
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
Latar Belakang.......................................................................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................................................................
1
1
2
METODE PENELITIAN............................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian................................................................................................
Bahan.....................................................................................................................................
Metode...................................................................................................................................
2
2
2
2
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................................
4
SIMPULAN ................................................................................................................................
7
SARAN .......................................................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................
7
LAMPIRAN................................................................................................................................
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi
primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda
ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB,
(4) TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE ..............................................................
2
Dendogram kemiripan delapan sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
3
6
Dendogram kemiripan enam sampel nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
4
5
6
Dendogram kemiripan empat sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii........
10
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel). .................. 15
3
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel). ...................... 15
4
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (empat sampel). ..................... 15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kappaphycus
alvarezii
(Eucheuma
cottoni) merupakan alga merah penghasil
karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan banyak dimanfaatkan oleh berbagai
industri. Industri kertas, tekstil, fotografi,
pasta juga pengalengan ikan menggunakan
karaginan sebagai bahan dasarnya (Suryati et
al. 2010). Selain itu, karaginan diolah menjadi
agar-agar, ice cream, dan digunakan sebagai
stabilizer, bahan kosmetik dan memainkan
peran penting dalam industri farmasi
(Guerrero 2001). Budidaya K. alvarezii
pertama kali dilakukan di Bali menggunakan
bibit yang berasal dari Tambalang-Filipina
sebagai negara yang pertama kali mengekspor
alga merah jenis ini, kemudian bibit tersebut
dikembangkan di daerah-daerah lain di
Indonesia (Parenrengi & Sulaeman 2007).
Menurut
Astuty
dan
Diana
(2003)
budidayanya sekarang telah berkembang di
kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara
Jawa.
Budidaya K. alvarezii secara komersil
dilakukan di Indonesia sejak tahun 1985
setelah teknologi budidaya alga diperkenalkan
di Filipina sejak tahun 1971 (Parenrengi &
Sulaeman
2007).
Penelitian
tentang
keragaman genetik alga ini telah dilakukan di
Sulawesi Selatan (Polmas, Pinrang, Takalar
dan Bantaeng) dengan menggunakan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA
tingkat
(RAPD)
dan
menunjukkan
polimorfisme yang relatif rendah (Parenrengi
et al. 2004). Menurut Suryati et al. (2010)
keragaman mutu genetik serta varietas yang
ada di Indonesia belum tertata dan dilestarikan
dengan baik sebagai kekayaan milik bangsa
Indonesia. Penggunaan bibit dari satu daerah
ke daerah lain dan perbedaan kondisi
lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya
pencampuran
jenis
bibit,
sehingga
berpengaruh pada produksi.
Kappaphycus alvarezii merupakan salah
satu alga yang mudah terserang penyakit,
salah satunya adalah penyakit ice-ice.
Menurut Ganzon-Fortes et al. (1993) penyakit
pigmen
ini
menyebabkan
konsentrasi
fotosintesis pada alga menurun sehingga
proses pertumbuhannya akan terhambat,
selain itu Mendoza et al. (2002) menjelaskan
bahwa penyakit ice-ice dapat menurunkan
bobot molekul karaginan sehingga kualitas
alga pun menurun. Trono (1993) melaporkan
terjadi penurunan kadar karaginan sekitar 2540% dari thalli yang terinfeksi sehingga
menyebabkan gagal panen dalam budidaya
alga merah ini.
Penyakit ini menyerang saat alga
mengalami cekaman yang disebabkan oleh
faktor lingkungan, seperti perubahan suhu
drastis, salinitas rendah, dan dipengaruhi juga
oleh intensitas cahaya (Largo et al. 1999). Iceice ditandai oleh memutih/memudarnya warna
batang (thalli), permukaan yang berlendir dan
diselimuti oleh kotoran seperti tepung putih,
kulit luar atau epidermisnya terkelupas
sehingga terlihat jaringan dalam/medulla pada
thalli (Yulianto 2001). Penelitian Largo et al.
(1995) membuktikan adanya bakteri patogen
yang menginfeksi alga sehingga menyebabkan
penyakit ini. Vibrio sp. dilaporkan memiliki
aktifitas patogen yang menyebabkan bagian
permukaan dari cabang Kappaphycus sp.
memutih dan mengeras seperti es. Penyakit
ice-ice akan mulai terlihat pada hari ke-7
setelah bakteri patogen Vibrio sp. dan
Cythopaga sp. menginfeksi thalli. Vibrio sp.
dapat mulai berkoloni pada permukaan luar
alga pada 24 jam pertama lalu kemudian
berkembang hingga menimbulkan gejala iceice. Namun, Cythopaga sp. yang memiliki
kemampuan untuk menginfeksi lebih cepat
juga memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam melawan bakteri lain yang berada
secara alami pada alga (Largo 1999).
Alga penghasil karaginan selain K.
alvarezii yang juga banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah Eucheuma denticulatum. E.
denticulatum lebih dikenal dengan nama
komersil
Eucheuma
spinosum,
dalam
budidayanya juga mengalami kendala yang
sama yaitu penyakit ice-ice. Namun, menurut
Tisera dan Naguit (2009) K. alvarezii dan E.
denticulatum menunjukkan tingkat resistensi
yang berbeda terhadap penyakit ice-ice
berdasarkan waktu (bulan) terinfeksi. E.
denticulatum lebih resisten dan tidak mudah
terinfeksi. Hal ini terjadi karena K. alvarezii
mempunyai permukaan thalli yang lebih kasar
parasit,
sehingga
memudahkan epifit,
mikroorganisme termasuk bakteri patogen
menempel dan akhirnya menyebabkan
penyakit ice-ice. K. alvarezii dan E.
denticulatum memiliki perbedaan tipe
karaginan dan pola susunan genetik yang
memungkinkan E. denticulatum lebih resisten.
Analisis kemiripan genetik perlu dilakukan
sebagai landasan perbaikan genetik K.
alvarezii. Amplified Fragment Length
Polymorphism (AFLP) merupakan teknik
penandaan dengan DNA berbasis amplifikasi
PCR selektif atas fragmen DNA hasil
pemotongan menggunakan enzim restriksi.
2
AFLP dapat digunakan untuk melihat
keragaman genetik antar tanaman dengan
memperhatikan
fragmen-fragmen
hasil
amplifikasi yang dihasilkan dari pemotongan
enzim restriksi (Vos et al. 1995). Informasi
keragaman genetik dapat digunakan untuk
melihat kemiripan genetiknya.
AFLP telah digunakan untuk menganalisis
keragaman genetik nenas Ananas comosus
(L.) Merr. (Surtiningsih 2008), identifikasi
genetik monokarion jamur tiram Pleurotus sp.
(Zaelani 2010), menganalisis genotipe normal
dan abnormal pada klon kelapa sawit Elaeis
guineensis Jacq. (Toruan et al 2005). Menurut
Spooner et al. (2005), hasil AFLP berupa
fragmen DNA yang terseleksi, kurang lebih
20-100 fragmen per reaksi. Fragmen tersebut
dihasilkan dari pemotongan DNA genom
dengan enzim restriksi yang diikuti dengan
ligasi adaptor dan amplifikasi selektif. AFLP
mampu mendeteksi polimorfisme dalam
jumlah besar (Mueller & Wolfenbarg 1999),
sehingga AFLP menjadi penanda lokus paling
efisien untuk mengidentifikasi genotipe
individu. AFLP pada penerapannya dapat
digunakan pula untuk mengidentifikasi
keragaman genetik intraspesies seperti yang
dilakukan oleh Pancadewi (2008) pada jarak
pagar dan Jusuf (2010) pada Pleurotus sp.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemiripan genetik K. alvarezii normal dan
terinfeksi penyakit ice-ice dari alga koleksi
BRKP Maros dengan menggunakan metode
AFLP.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Februari 2011
sampai dengan Juli 2011, di Laboratorium
Biorin Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati
dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Kappaphycus alvarezii koleksi dari
Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)
Maros yang terdiri dari dua K. alvarezii
terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar iceice (TKL+) dan Mataram ice-ice (MTR+)
serta enam K. alvarezii normal yang tidak
terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar
(TKL), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB),
Mataram (MTR), Kendari (KND), dan Bone
(BNE). BNE dan TKL berasal dari Sulawesi
Selatan, KND dari Sulawesi Tengah, GRL
dari Sulawesi Utara, TMB dari TambalangFilipina dan MTR dari Nusa Tenggara Barat.
Buffer CTAB (Cetylmethilammonium
bromida) ditambah dengan Polyvinilpolypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol
digunakan untuk isolasi DNA total. Primer
P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan P02
(5’GATGAGTCCTGAGTAAC3’) digunakan
sebagai primer untuk pre-amplifikasi hasil
ligasi antara fragmen DNA yang telah
dipotong dengan enzim restriksi PstI dan MseI
dengan adaptor PstI dan MseI. Adaptor yang
digunakan untuk ligasi dengan fragmen DNA
memiliki susunan nukleotida sebagai berikut:
Adaptor PstI:
5’CCTCGTAGACTGCGTACA3’
3’CATCTGACGCATGTACGT5’
Adaptor MseI:
5’ GACGATGAGTCCTGAG 3’
3’ TACTCAGGACTCAT 5’
Metode
Isolasi DNA
K. alvarezii yang diuji disimpan dalam
botol berisi air laut. DNA genom diisolasi
dengan menggunakan metode isolasi DNA
Doyle dan Doyle (1987) yang dimodifikasi
dengan langkah sebagai berikut: 0.5 gram
sampel digerus dengan menambah nitrogen
cair, kemudian serbuk dimasukan kedalam
tabung yang berisi 700 µl larutan penyangga
[CTAB 2% (b/v), 75 mM Tris HCL, 15 mM
EDTA, 0.5 M NaCl pH 8.0]. Selanjutnya
suspensi diinkubasi di penangas air dengan
shaker pada kecepatan 120 getaran/menit pada
suhu 37 oC selama 30 menit. Suspensi
kemudian disentrifugasi pada kecepatan
10,000 rpm selama 15 menit, supernatan
dicampur dengan 20 µl RNAse (10 mg/ml)
lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30
menit. Supernatan kemudian didiamkan dalam
es selama 30 menit lalu disentrifugasi kembali
pada kecepatan 10,000 rpm di suhu 4 oC
selama 15 menit. Supernatan ditambahkan
dengan 700 µl isopropanol kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama satu
malam. Supernatan kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 10,000 rpm pada suhu 4 oC
selama 30 menit, lalu supernatan dibuang.
Pelet kemudian dibersihkan dengan cara
menambahkan 500 µl etanol 70% (v/v) dan
disentrifugasi pada kecepatan 3,000 rpm
selama 10 menit. Proses pembersihan ini
dilakukan sebanyak tiga kali kemudian pelet
dikeringkan menggunakan vakum selama
kurang lebih satu jam. DNA ditambahkan
3
dengan ddH2O sebanyak kurang lebih 20 µl
dan disimpan pada suhu 4°C.
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Elektroforesis dilakukan untuk melihat
keutuhan DNA hasil isolasi dan selanjutnya
dilakukan uji kualitas dan kuantifikasi DNA
dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.
Analisis AFLP
Analisis AFLP menggunakan metoda Vos
et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan
primer.
Analisis
AFLP
terdiri
dari
pemotongan DNA genom dan ligasi dengan
adaptor, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif,
visualisasi hasil amplifikasi dan analisis data.
DNA genom dipotong dengan enzim PstI dan
MseI. Proses ligasi menggunakan adaptor PstI
(CTGCAG) dan MseI (TTAA). Reaksi
restriksi dan Ligasi untuk satu kali reaksi
adalah: 10 µl (100 ng/μl) DNA, 2.5 µl buffer
reaksi Restriksi Ligasi (50 mM Tris-HCl pH
7.5, 5 mM Mg-Asetat, 250 mM K-Asetat)
10x, enzim restriksi 0.25 μl Pst1 (20 U/μl),
enzim restriksi 0.25 Mse1 (5 U/μl), 0.5 µl PstI
adaptor (5 pMol/μl), 0.5 µl MseI adaptor (50
pMol/μl), 0.5 µl ATP 10 nM, 0.16 µl T4
Ligase (3 U/μl) dan 10,34 µl ddH2O hingga
total volume reaksi menjadi 25 µl. Campuran
diinkubasi semalam pada 37 0C sehingga
diperoleh diluted RL.
Pre-amplifikasi. Sebanyak 10 µl hasil
R/L dicampur dengan 1.2 µl primer P00 (PstI)
30 ng/µl, 1.2 µl primer M02 (MseI) 30 ng/µl,
0.8 µl dNTP 10 Nm, 2 µl PCR buffer 10x, 0.2
µl super Tag 5 unit/µl dan 22.4 µl ddH2O,
sehingga total volume campuran menjadi 40
µl. Semua campuran tersebut di amplifikasi
menggunakan alat PCR PTC-100TM MJ
Research. Amplifikasi dilakukan sebanyak 24
siklus pada suhu 94 oC selama 30 detik
(denaturasi), 56 oC selama 60 detik
(penempelan primer) dan 72 oC selama 60
detik (pemanjangan). Produk dari Amplifikasi
ini disebut diluted pre-amp. Hasil preamplifikasi yang baik ditunjukan dengan hasil
elektroforesis berupa fragmen yang smear
(usapan) sebagai bukti bahwa DNA telah
terpotong.
Hasil
preAmplifikasi
Selektif.
amplifikasi, diamplifikasi pada daerah tertentu
dengan menggunakan tiga kombinasi primer
pada tahap amplifikasi selektif, yaitu primer
P00+AA (P11) sebagai primer forward dan
M02+AC (M48), M02+AG (M49), M02+AT
(M50) sebagai primer reverse. Primer P11
diberi label IRD 700 sebagai penanda Ultra
Violet. Diluted pre-amp sebanyak 10 µl
dicampur
dengan
0.6
µl
primer
M48/M49/M50 (50 ng/ μl), 1 µl primer P11
berlabel IRD 700 (1 pmol/µl), 0.4 µl dNTP 10
nM, 2 µl super buffer 10x, 5.92 µl ddH2O,
0.08 µl Tag NA polymerase (5 unit/µl),
sehingga volume total menjadi 20 µl.
Campuran
bahan
tersebut
kemudian
diamplifikasi dengan program PCR LI-COR
sebanyak 13 siklus dengan kondisi: siklus
pertama proses denaturasi pada suhu 95 oC
selama 30 detik, penempelan primer pada
suhu 65 oC selama 30 detik, proses
pemanjangan pada suhu 72 oC selama 60
detik. Siklus kedua hingga siklus ke-13 suhu
denaturasi dan ekstensi tetap, tapi suhu
penempelan primer diturunkan 0.7 oC setiap
siklus. Proses selanjutnya adalah 24 siklus
lanjutan pada suhu 94 oC selama 30 detik
(denaturasi), 56 oC selama 30 detik
(penempelan primer) dan 72 oC selama 30
detik (pemanjangan).
Visualisasi Fragmen Hasil Amplifikasi.
Elektroforesis hasil amplifikasi selektif
dilakukan menggunakan LI-COR 4300 DNA
Analyzer. Gel yang digunakan adalah gel
poliakrilamida 6 % yang dibuat dengan
mencampurkan 20 ml KB plus 6.5% gel
matrix, 15 µl TEMED dan 150 µl Ammonium
Persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut
dimasukan ke dalam plat kaca dan didiamkan
selama kurang lebih satu jam hingga gel
terpolimerasi atau membeku. Plat kaca yang
berisi gel kemudian dimasukan pada wadah
elektroforesis, kemudian pada bagian atas
ditambahkan buffer TBE 1x yang dibuat dari
TBE 10x (1 M Tris-HCL pH 8.3, 0.83 M
asam boraks, 10 mM EDTA). Preelektroforesis dilakukan selama 20 menit
dengan daya 20 watt untuk menaikan suhu
hingga 50 oC. Produk amplifikasi selektif
sebanyak 20 µl dicampur dengan loading
buffer formamid 2x [98% formamid (b/v), 10
mM EDTA, 0.025% bromofenol biru (b/v)
dan 0.025% silen sianol (b/v)] dengan volume
yang sama yaitu 20 µl, sehingga total
campuran menjadi 40 µl. Total campuran
divortex dan dipanaskan pada selama 5 menit
pada suhu 94 oC pada hotblock denaturasi, lalu
didinginkan di dalam es selama kurang lebih
satu jam. Pembuatan marker dilakukan
dengan mencampurkan 1 µl DNA ladder 100
pb, 19 µl H2O dan 20 µl loading buffer
formamid 2x dan sebanyak 1.5 µl marker
masing-masing campuran sampel dengan
loading buffer dimasukan pada sumur gel.
Selanjutnya dilakukan elektroforesis selama
kurang lebih tiga jam dengan daya 40 watt
4
dan tegangan 1500 volt. Hasil elektroforesis
langsung divisualisasikan melalui layar
komputer yang dihubungkan dengan mesin
LI-COR 4300 DNA Analyzer.
Analisis Data
Analisis data dari hasil AFLP dilakukan
menggunakan program Numerical Taxonomy
and Multivariate Analysis System (NTSYS)pc
versi 2.02. Fragmen yang dihasilkan dari
analisis AFLP yang tampak sebagai fragmen
DNA diterjemahkan dalam data biner
berdasarkan keberadaan fragmen yang
dimiliki secara bersama oleh individu rumput
laut yang dianalisis. Setiap pita yang
dihasilkan dianggap sebagai lokus, nilai satu
(1) diberikan untuk lokus yang memiliki
fragmen dan nilai nol (0) untuk lokus yang
tidak memiliki fragmen. Data biner digunakan
untuk menyusun matriks kemiripan genetik
dan dendogram kemiripan dengan metode
UPGMA (Unweighted Pair Group Method
Aritmetic) dan simple matching coefficient
pada SIMQUAL program NTSYSpc 2.02.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA dengan AFLP
Total fragmen yang teramplifikasi hasil
analisis AFLP dengan semua kombinasi
primer dibatasi pada ukuran 50- ~370 pb
(Tabel 1), meskipun fragmen positif nampak
pada ukuran lebih kecil dari 50 pb dan lebih
besar dari 370 pb. Fragmen dibawah 50 pb
terlihat sangat rapat dan fragmen diatas 370
pb sangat jarang (Gambar 1). Jumlah total
fragmen DNA dari delapan sampel dengan
tiga kombinasi primer adalah sebanyak 519
fragmen yang berukuran 50- ~370 pb.
Tabel 1
Sampel
TKL
GRL
TKL+
MTR
MTR+
TMB
KND
BNE
Total
Fragmen-fragmen tersebut terdapat di dalam
122 lokus (lampiran 1).
Pasangan primer P11-M48 menghasilkan
lebih
banyak
fragmen
amplifikasi
dibandingkan pasangan primer yang lainnya
yaitu sebanyak 299 fragmen. Hal ini
mengindikasi bahwa pasangan primer ini lebih
banyak mengenali nukleotida sampel sehingga
DNA genom yang terampifikasi lebih banyak.
Pasangan primer P11-M49 menghasilkan 141
fragmen dari total 122 lokus dan pasangan
P11-M50 menghasilkan 79 fragmen.
Analisis kemiripan genetik dilakukan
berdasarkan total 122 lokus karena pada
kisaran lokus ini semua pasangan primer
memiliki fragmen yang teramplifikasi.
Analisis kemiripan ini kemudian ditampilkan
dalam bentuk dendogram kemiripan genetik.
Fragmen-fragmen dari hasil AFLP lebih
banyak teramplifikasi pada ukuran 50-145 pb
yaitu sebanyak 401 fragmen dengan rata-rata
jumlah
terbanyak
diamplifikasi
oleh
kombinasi primer P11-M48. Fragmenfragmen yang teramplifikasi pada ukuran 145300 pb berjumlah 94 fragmen, dan pada
ukuran 300-370 pb berjumlah 24 fragmen.
Sampel-sampel yang dianalisis dengan AFLP
ini umumnya memiliki ukuran yang kecil
dengan susunan DNA yang pendek antara 50145 pb. Analisis kemiripan genetik sampel
dibagi menjadi dua tipe, yaitu analisis
kemiripan genetik delapan sampel ice-nonice
K. alvarezii (BNE, TKL, TKL+, KND, GRL,
TMB, MTR, MTR+) dan analisis kemiripan
genetik enam sampel nonice K. alvarezii
(BNE, TKL, KND, GRL, TMB, MTR) serta
analisis kemiripan genetik empat sampel ice
dan nonice yang berasal dari daerah yang
sama (TKL, TKL+, MTR, MTR+).
Jumlah dan sebaran fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing sampel dari 122
lokus
50-145pb
145-300pb
300-370pb
P11P11P11P11P11P11P11P11P11M48
M49
M50
M48
M49
M50
M48
M49
M50
32
5
5
2
1
1
0
1
0
32
14
5
2
0
0
1
0
0
31
8
3
4
0
0
1
0
0
27
26
7
9
13
1
2
1
0
37
15
10
13
4
1
2
1
1
27
18
14
10
4
3
1
3
2
12
6
12
5
3
1
1
1
0
31
13
11
14
2
1
3
1
1
401
94
24
5
490 pb
400 pb
364 pb
350 pb
300 pb
255 pb
200 pb
145 pb
100 pb
50 pb
1 2 3
4 5
6 7 8
A
1 2
3 4 5
B
6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8
C
Gambar 1 Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi
primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda
ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB, (4)
TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE
Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus
alvarezii dari enam wilayah
Dendogram kemiripan delapan sampel K.
alvarezii dianalisis berdasarkan total 122
lokus (Gambar 2). Persamaan dan perbedaan
dalam fragmen DNA yang teramplifikasi hasil
analisis AFLP menyebabkan delapan sampel
membentuk tiga kelompok pada koefisien
kemiripan 0.84. Kelompok pertama terdiri
dari lima sampel yaitu TKL, TMB, GRL,
KND, BNE dan MTR+. Kelompok kedua
beranggotakan MTR dan TKL+ pada
kelompok ketiga. Kelompok I terpisah dengan
kelompok II sesuai dengan asal wilayah
sampel. Kelompok I merupakan sampel asal
Sulawesi dan kelompok II dari Nusa Tenggara
Barat. Variasi genetik TKL+ di kelompok III
memiliki perbedaan dengan sampel lain
karena merupakan salah satu sampel yang
terinfeksi penyakit ice-ice. Total fragmen
teramplifikasi yang dimiliki oleh TKL+ ialah
47
fragmen
yang
diasumsikan
menyebabkannya terpisah dari kelompok I
dan II. Beberapa karakter dalam fragmen yang
berperan dalam pengelompokan kemungkinan
berada di beberapa fragmen yang dimiliki
oleh TKL+ sehingga cukup membedakannya
dari kelompok lain.
Dendogram kemiripan delapan sampel
menunjukkan TKL dan TMB dengan asal
daerah berbeda memiliki koefisien kemiripan
paling tinggi yaitu 0.92 sedangkan TKL dan
6
BNE dengan asal daerah sama (Sulawesi
Selatan) memiliki koefisien kemiripan yang
lebih rendah sebesar 0.86 (lampiran 2). Hal ini
disebabkan perbanyakan alga jenis ini lebih
umum menggunakan cara vegetatif dengan
stek dari thallus yang masih muda.
Perbanyakan vegetatif menyebabkan variasi
genetik tidak berbeda jauh dengan induknya
sehingga jarak genetik akan rendah.
Kemiripan genetik yang tinggi akan seiring
dengan keragaman genetik yang rendah.
bakal sel sperma atau sel telur sangat
dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya
berkembang. Hal inilah yang menyebabkan
individu seperti BNE dan TKL yang
merupakan hasil perbanyakan vegetatif tetap
dapat terpisah dalam pengelompokan genetik
karena respon individu terhadap lingkungan
berbeda sebagai bentuk adaptasi yang
mempengaruhi variasi genetik individu
tersebut.
TKL
TKL
TMB
TMB
GRL
GRL
I
I
KND
KND
BNE
BNE
II
MTR
MTR+
II
MTR
0.84
0.86
0.90
0.92
TKL+
0.87
Coefficient
0.89
0.92
Gambar
3
koefisien kemiripan
Gambar 2
0.88
Coefficient
koefisien kemiripan
III
0.81
0.84
Dendogram kemiripan delapan
sampel ice-nonice berdasarkan
122 lokus data AFLP (50~370pb)
Koefisien kemiripan paling rendah
dimiliki oleh MTR dan TKL+ yaitu sebesar
0.79 (lampiran 2), hal ini sesuai dengan asal
daerah masing-masing sampel yaitu MTR
yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan
TKL+ yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Dendogram kemiripan enam sampel K.
alvarezii berdasarkan total 122 lokus (Gambar
3) juga membentuk dua kelompok pada
koefisien
0.84 berdasarkan daerah asal
sampel. Kelompok pertama terdiri dari lima
sampel yang berasal dari Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara yaitu
TKL, TMB, GRL, KND, BNE. Kelompok
kedua beranggotakan MTR asal Nusa
Tenggara Barat.
Perbanyakan secara vegetatif umumnya
sering dilakukan dalam usaha budidaya, hal
ini mengakibatkan keragaman genetik
individu rendah sehingga peluang untuk
menghasilkan kultivar baru hasil persilangan
sangat kecil. Reproduksi rumput laut secara
generatif terjadi secara alami apabila kondisi
lingkungan
memenuhi
syarat
untuk
membentuk zigot dari sperma rumput laut
jantan dan sel telur rumput laut betina
(Parenrengi
&
Sulaeman
2007).
Perkembangan spora haploid yang merupakan
Dendogram kemiripan enam
sampel nonice berdasarkan 122
lokus data AFLP (50-~370pb)
Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus
alvarezii normal dan terinfeksi penyakit
ice-ice
I
TKL
MTR
II
MTR+
III
0.81
0.82
0.83
Coefficient
0.84
TKL+
0.85
koefisien kemiripan
Gambar 4 Dendogram kemiripan empat
sampel ice-nonice berdasarkan
122 lokus data AFLP (50~370pb)
Analisis kemiripan genetik sampel ice-ice
dibandingkan dengan sampel nonice yang
berasal dari daerah yang sama membentuk
tiga kelompok pada koefisien 0.84 (gambar
4). Kelompok pertama tersusun dari TKL dan
MTR, kelompok kedua adalah MTR+ dan
kelompok ketiga adalah TKL+. Sampel
normal berada dalam satu kelompok dan
memiliki koefisien kemiripan terbesar yaitu
0.85
(lampiran
4).
Dendogram
ini
menunjukkan adanya perbedaan variasi
7
genetik yang mengindikasi adanya perbedaan
susunan genetik pada keadaan normal dan
terinfeksi penyakit. Koefisien kemiripan yang
rendah
menunjukkan
cukup
adanya
keragaman pada sampel yang terinfeksi
penyakit ice-ice jika dibandingkan sampel
sehat. Keragaman ini dapat terjadi sebagai
bagian dari adaptasi sampel terhadap serangan
penyakit.
SIMPULAN
Total fragmen yang teramplifikasi dari tiga
kombinasi primer P11 dan M48/M49/M50
untuk analisis kemiripan ialah 519 fragmen
pada ukuran 50 - ~370 pb sebanyak 122 lokus.
Jumlah fragmen pada masing–masing sampel
dari tiga kombinasi primer adalah: Takalar (47
fragmen),
Tambalang
(82
fragmen),
Gorontalo (54 fragmen), Kendari (41
fragmen), Bone (77 fragmen), Mataram (86
fragmen), Mataram ice-ice (84 fragmen),
Takalar ice-ice (47 fragmen). Kemiripan
genetik delapan sampel menunjukkan hasil
yang tinggi dengan koefisien kemiripan
berkisar antara 0.7951-0.9210. Kemiripan
genetik sampel yang terinfeksi penyakit iceice menurun jika dibandingkan dengan sampel
sehat. Kemiripan antara Takalar-Takalar ice
adalah 0.8176 dan Mataram-Mataram ice
adalah 0.8033.
Dendogram kemiripan delapan sampel K.
alvarezii membagi delapan sampel menjadi
tiga kelompok pada koefisien 0.84 sesuai
daerah asal sampel dan pengaruh penyakit iceice. Kelompok pertama terdiri dari lima
sampel yaitu Takalar, Tambalang, Gorontalo,
Kendari, Bone, Mataram ice-ice yang berasal
Sulawesi. Kelompok kedua beranggotakan
Mataram yang berasal dari Nusa Tenggara
Barat dan kelompok ketiga beranggotakan
Takalar ice-ice yang merupakan salah satu
sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice.
Kemiripan tertinggi adalah antara Takalar dan
Tambalang dan tingkat kemiripan terendah
adalah Mataram dan Takalar ice.
SARAN
Pada penelitian selanjutnya diharapkan
dapat mendeteksi dan mengidentifikasi
perbedaan antar lokus dari setiap individu K.
alvarezii yang telah dianalisis keragamannya,
sehingga dapat ditentukan bagian lokus yang
memiliki peran dalam mengatur resistensi
terhadap penyakit, khususnya penyakit iceice.
DAFTAR PUSTAKA
Astuty S, Diana S. 2003. Budidaya makroalga
Kappaphycus alvarezii di perairan pulau
Panjang serta analisis ekonominya. J
Agric 14: 166-170.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. Isolation of plant
DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15.
Ganzon-Fortes ET, Azanza-Corrales R, Aliaza
T. 1993. Comparison of photosynthesis
responses of healthy and ‘diseases’
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty
using P vs I curve. Bot Mar 36: 503-506.
RD.
2001.
Farming
of
Guerrero
Carrageenophytes in the Philippines: A
Success Story of Red Seaweeds
Cultivation.
Bangkok:
APAARI
Publication.
Jusuf M. 2010. Amplified Fragment Length
Polymorfism diversity of cultivated
white oyster mushroom Pleurotus
ostreatus. HAYATI J Biosci 17: 21-26.
Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1995.
Occasional
pathogenic
bacteria
promoting ice-ice disease in the
red
algae
carrageenan-producing
Kappaphycus alvarezii and Euchema
denticulatum (Solieriaceae, Gigartinales,
Rhodophyta). J Appl Phycol 7: 545-554.
Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1999.
Time-dependent attachment mechanism
of bacterial pathogen during ice-ice
infection in Kappaphycus alvarezii
(Gigartinales, Rhodophyta). J Appl
Phycol 11: 129-136.
Mendoza G, Montano NE, Ganzon-Fortez ET,
Villanueva RD. 2002. Chemical and
gelling profile of ice-ice infected
carrageenan from Kappaphycus striatum
“Sacol”
strain
(Schmitz)
Doty
(Solieriaceae, Gigartinales, Rhodophyta).
J Appl Phycol 14: 409-418.
Mueller UG, Wolfenbarger LL. 1999. AFLP
genotyping and fingerprinting. Trends
Ecol Evol 14: 389-394.
Pancadewi K. 2008. Identifikasi Keragaman
Genetik Jarak Pagar (Jatropa curcas L.)
Berdasarkan Karakter Bunga dan DNA
Menggunakan
Teknik
Amplified
Fragment Length Polymorfism (AFLP)
[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Parenrengi A, Sulaeman E, Suryati, Tenriulo
A. 2004. Variasi Genetika Rumput Laut
yang
Kappaphycus
alvarezii
8
dibudidayakan di Sulawesi Selatan
[laporan hasil penelitian]. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Pusat
Riset Perikanan Budidaya, Kementrian
Kelautan dan Perikanan.
Parenrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal
rumput laut Kappaphycus alvarezii.
Akuakultur 2 (1): 142-146.
Surtiningsih P. 2008. Keragaman Genetik
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)
berdasarkan Penanda Morfologi dan
Length
Amplified
Fragment
Polymorphism (AFLP) [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Suryati E, Tenriulo A, Tampangalo BR. 2010.
Pelestarian Plasma Nutfah Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii (Doty) melalui
Induksi Kalus dan Embriogenesis Secara
In Vitro [laporan hasil penelitian]. Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau,
Pusat Riset Perikanan Budidaya,
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Spooner J, Van Treuren R, De Vicente MC.
2005. Molecular marker for genebank
management. IPGRI Tech Bull 10: 1-14.
Tisera WL, Naguit MRA. 2009. Ice-ice
disease occurrence in seaweed farms in
Bais Bay Negros Oriental and
Zamboanga Del Norte. The Thres 4: 116.
Toruan N, Yuniastuti E, Setiamiharja R,
Karmana MH. 2005. Analisis normal
dan abnormal pada klon kelapa sawit
(Elaesis guineensis Jacq.) dengan AFLP.
M Perkeb 73 (1): 12-35.
Trono GC Jr. 1993. Effect of biological,
physical and socio-ecomonomic factors
on
productivity
of
Euchema/Kappaphycus
farming
industry. In: Calumpong HP and Menez
EG proc. Second RP-USA Phycology
Symp/Workshop. Cebu City and
Dumaguete City, Philippines, pp 239245.
Vos P et al. 1995. AFLP: A new technique for
DNA fingerprinting. Nucl Acids Res 23:
4407-4414.
Yulianto K. 2001. Pengamatan penyakit iceice dan alga kompetitor: fenomena
penyebab kegagalan panen budidaya
rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di
Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Di dalam:
Prosiding Seminar Riptek Kelautan
Nasional; Jakarta, 2001. hlm 100-103.
Zaelani FA. 2010. Isolasi dan Identifikasi
Genetik Monokarion Jamur Tiram
(Pleurotus sp.) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
9
LAMPIRAN
10
Lampiran 1. Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii
lokus
TKLM48
GRLM48
TMBM48
TKL+M48
MTRM48
MTR+
-M48
KNDM48
BNEM48
TKLM49
GRLM49
TMBM49
TKL+M49
MTRM49
MTR+
-M49
KNDM49
BNEM49
TKLM50
GRLM50
TMBM50
TKL+M50
MTRM50
MTR+
-M50
KNDM50
BNEM50
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
2
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
5
1
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
6
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
8
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
9
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
10
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
11
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
12
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
13
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
14
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
15
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
16
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
17
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
18
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
20
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
21
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
22
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
23
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
11
24
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
26
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
27
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
28
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
29
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
31
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
32
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
33
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
34
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
35
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
36
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
37
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
38
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
39
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
41
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
43
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
44
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
45
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
47
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
48
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
49
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
12
50
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
51
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
52
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
53
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
54
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
55
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
56
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
57
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
58
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
59
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
61
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
62
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
63
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
64
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
65
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
66
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
67
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
68
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
69
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
71
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
72
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
73
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
74
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
75
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
76
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
77
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
78
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
79
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
81
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
82
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
83
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
84
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
85
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
86
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
87
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
88
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
89
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
90
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
91
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
92
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
93
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
94
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
95
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
96
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
97
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
98
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
99
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
101
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
102
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
103
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
104
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
105
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
106
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
107
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
108
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
109
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
110
111
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
112
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
113
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
114
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
115
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
116
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
117
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
118
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
119
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
120
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
121
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
122
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
Lampiran 2 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel)
TKL
GRL
TMB
TKL+
MTR
MTR+
KND
TKL
1.0000
GRL
0.9057
1.0000
TMB
0.9037
1.0000
TKL+
0.9201
0.8176
0.8258
0.8238
1.0000
MTR
0.8504
0.8463
0.8607
MTR+
0.8504
0.8668
0.8402
0.7951
0.8074
0.8033
1.0000
KND
0.8893
0.8730
0.8832
0.8053
0.8258
0.8299
1.0000
BNE
0.8668
0.8504
0.8607
0.8156
0.8238
0.8361
0.8504
BNE
1.0000
1.0000
Lampiran 3 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel)
TKL
GRL
TMB
MTR
KND
TKL
1.0000
GRL
0.9057
1.0000
TMB
0.9201
0.8504
0.9037
MTR
0.8463
0.8607
KND
0.8893
0.8730
0.8832
0.8258
1.0000
BNE
0.8668
0.8504
0.8607
0.8238
0.8504
BNE
1.0000
1.0000
1.0000
Lampiran 4 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (empat sampel)
TKL
TKL
TKL+
MTR
MTR+
1.0000
TKL+
0.8176
1.0000
MTR
0.8504
MTR+
0.8504
0.7951
0.8074
1.0000
0.8033
1.0000
BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA
LIDA PUSPANINGTYAS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
Lida Puspaningtyas. Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di
Indonesia. Dibawah bimbingan UTUT WIDYASTUTI dan SUHARSONO.
Kappaphycus alvarezii merupakan alga merah penghasil karaginan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri, seperti farmasi, makanan,
stabilizer dan kosmetik. Budidayanya saat ini telah banyak dilakukan di perairan Indonesia, seperti
di kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok dan di daerahdaerah lain di Indonesia. Namun, K. alvarezii merupakan alga yang mudah terserang penyakit iceice. Perbaikan genetik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan keragaman genetik
sangat diperlukan dalam perbaikan genetik. Analisis keragaman genetik dapat dilihat dari
kemiripan genetiknya. Analisis kemiripan genetik K. alvarezii di Indonesia sampai saat ini belum
banyak dilakukan. Salah satu metode analisis kemiripan genetik adalah Amplified Fragment
Length Polymorphism (AFLP). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kemiripan
genetik enam sampel K. alvarezii normal dan dua sampel terinfeksi penyakit ice-ice dari Balai
Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros dengan metode AFLP menggunakan enzim restriksi
PstI dan MseI. AFLP dengan primer forward P11 dan primer reverse M48, M49 dan M50 terhadap
Takalar (TKL), Bone (BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari
(KND), Takalar ice (TKL+) dan Mataram ice (MTR+) menghasilkan 519 fragmen dalam 122
lokus pada ukuran 50 - ~370 pb. Kemiripan genetik delapan sampel hasil analisis AFLP
menunjukkan hasil yang tinggi dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.7951-0.9210.
Kemiripan genetik sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice menurun jika dibandingkan dengan
sampel sehat. Kemiripan antara TKL-TKL+ adalah 0.8176 dan MTR-MTR+ adalah 0.8033.
Kemiripan tertinggi yaitu antara TKL -TMB dan tingkat kemiripan terendah adalah MTR - TKL+.
kata kunci : Kemiripan genetik, Kappaphycus alvarezii, penyakit ice-ice, AFLP.
ABSTRACT
Lida Puspaningtyas. Genetic Similarity of Kappaphycus alvarezii from Several Territories in
Indonesia. Supervised by UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO.
Red algae Kappaphycus alvarezii produced high economic value karageenan and used in
the many industries such as pharmaceutical industry, food industry, stabilizer, and cosmetics.
Recently, many cultivations of K. alvarezii has been done in Indonesian seas, such as in sea region
Teluk Banten, North seashore of Java, Sulawesi, Bali, Lombok and the other seas area in
Indonesia. However, K. alvarezii is one that easily infected by ice-ice disease. Genetic
improvement is indispensable to increase productivity and genetic diversity needed on it. Genetic
diversity analysis can be seen from genetic similarity. Genetic similarity analysis of K. alvarezii
have not been done yet until recent time. One method to analyse genetic similarity is Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP). This study aimed to determine the similarity of six
normal K. alvarezii and two samples infected by ice-ice disease collected from Research Group of
Naval and Fishery (BRKP) Maros used AFLP with PstI and MseI as restriction enzyme. AFLP
with P11 as forward primer and M48, M49, M50 as reverse primer treated to Takalar (TKL), Bone
(BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari (KND), Takalar ice
(TKL+) and Mataram ice (MTR+) amplified 519 fragments in 122 loci in the size of 50 - ~370 bp.
Genetic similarity of eight samples based on AFLP product showed high result with similarity
coefficient range from 0.7951-0.9210. Genetic similarity of ice-ice infected algae was decrease
compared to the normal samples. The similarity between TKL-TKL+ was 0.8176 and MTRMTR+ was 0.8033. The highest similarity was between TKL and TMB, then the lowest was
between MTR and TKL+.
keywords : Genetic similarity, Kappaphycus alvarezii, ice-ice disease, AFLP.
KEMIRIPAN GENETIK Kappaphycus alvarezii ASAL BEBERAPA
DAERAH DI INDONESIA
LIDA PUSPANINGTYAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa
Daerah di Indonesia.
Nama
: Lida Puspaningtyas
NIM
: G34070062
Menyetujui,
Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
Ketua Departemen Biologi
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Kemiripan Genetik
Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia” ini dilakukan mulai Februari 2011
sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium BIORIN PPSHB, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai oleh proyek kerjasama Pusat Pengembangan Sumber daya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)
Maros yang diberikan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. dan Prof. Dr. Ir.
Suharsono, DEA atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan juga kepada Dr. Ir. Tatik
Chikmawati, M.Si. atas sarannya sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Ungkapan terimakasih
juga disampaikan kepada keluarga besar laboratorium BIORIN, teman-teman di PPSHB, Mba
Pepi, Pa Ulung, Pa Radit, Bu Hanum, Bu Dini, Ratna, Mba Nurul, Mba Opi, Ka Davis, Ka Fajri,
Ka Lita, Ka Indah, Ka Iin, Ka Ila, Ka Nikson serta teman seperjuangan Rian Pratiwi dan Seztifa
Miyasiwi atas bantuan, saran serta semangat yang telah diberikan selama penulis melakukan
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta yang selalu
memberi doa dan dukungan, serta teman-teman biologi khususnya BIOPAT, Eko Riana, Afticha
Fauzana, Hetti Kurniasih, Ganisa K, Bisri Mustofa, sahabat BEM G 2009-2010 dan BEM KM
2011 yang telah memberi bantuan, doa, dan semangat yang sangat berarti bagi penulis.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Maret 2012
Lida Puspaningtyas
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada tanggal 14 September 1989 dari
pasangan Daden Abidin dan Lilis Rosyulaika. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, kakak dari Ayuningtyas. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di
SDN 1 Nagrak pada tahun 2001, SMPN 1 Cibadak pada tahun 2004, dan SMAN 1 Cibadak pada
tahun 2007. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB.
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi Dasar
pada tahun 2011, serta Genetika Molekuler pada tahun 2011. Penulis juga pernah aktif dalam
organisasi kemahasiswaan di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam tahun 2009 sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi, dan pada
tahun 2010 sebagai Sekretaris Umum. Penulis juga berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
keorganisasian Himpunan Mahasiswa Biologi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis juga
pernah melakukan penelitian dalam studi lapang mengenai Tumbuhan sebagai Bahan Obat
Antidiabetes yang ditemukan di Wana Wisata Cangkuang Sukabumi pada tahun 2009 dan praktik
lapangan di Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kelompok Tani Agribisnis Bunga Potong
Seruni Cita Resmi Cianjur mengenai Budidaya dan Pasca Panen Bunga Krisan Potong tahun
2010.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. viii
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
Latar Belakang.......................................................................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................................................................
1
1
2
METODE PENELITIAN............................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian................................................................................................
Bahan.....................................................................................................................................
Metode...................................................................................................................................
2
2
2
2
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................................
4
SIMPULAN ................................................................................................................................
7
SARAN .......................................................................................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................
7
LAMPIRAN................................................................................................................................
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi
primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda
ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB,
(4) TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE ..............................................................
2
Dendogram kemiripan delapan sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
3
6
Dendogram kemiripan enam sampel nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
4
5
6
Dendogram kemiripan empat sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP
(50-~370pb).............................................................................................................................
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii........
10
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel). .................. 15
3
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel). ...................... 15
4
Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (empat sampel). ..................... 15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kappaphycus
alvarezii
(Eucheuma
cottoni) merupakan alga merah penghasil
karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan banyak dimanfaatkan oleh berbagai
industri. Industri kertas, tekstil, fotografi,
pasta juga pengalengan ikan menggunakan
karaginan sebagai bahan dasarnya (Suryati et
al. 2010). Selain itu, karaginan diolah menjadi
agar-agar, ice cream, dan digunakan sebagai
stabilizer, bahan kosmetik dan memainkan
peran penting dalam industri farmasi
(Guerrero 2001). Budidaya K. alvarezii
pertama kali dilakukan di Bali menggunakan
bibit yang berasal dari Tambalang-Filipina
sebagai negara yang pertama kali mengekspor
alga merah jenis ini, kemudian bibit tersebut
dikembangkan di daerah-daerah lain di
Indonesia (Parenrengi & Sulaeman 2007).
Menurut
Astuty
dan
Diana
(2003)
budidayanya sekarang telah berkembang di
kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara
Jawa.
Budidaya K. alvarezii secara komersil
dilakukan di Indonesia sejak tahun 1985
setelah teknologi budidaya alga diperkenalkan
di Filipina sejak tahun 1971 (Parenrengi &
Sulaeman
2007).
Penelitian
tentang
keragaman genetik alga ini telah dilakukan di
Sulawesi Selatan (Polmas, Pinrang, Takalar
dan Bantaeng) dengan menggunakan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA
tingkat
(RAPD)
dan
menunjukkan
polimorfisme yang relatif rendah (Parenrengi
et al. 2004). Menurut Suryati et al. (2010)
keragaman mutu genetik serta varietas yang
ada di Indonesia belum tertata dan dilestarikan
dengan baik sebagai kekayaan milik bangsa
Indonesia. Penggunaan bibit dari satu daerah
ke daerah lain dan perbedaan kondisi
lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya
pencampuran
jenis
bibit,
sehingga
berpengaruh pada produksi.
Kappaphycus alvarezii merupakan salah
satu alga yang mudah terserang penyakit,
salah satunya adalah penyakit ice-ice.
Menurut Ganzon-Fortes et al. (1993) penyakit
pigmen
ini
menyebabkan
konsentrasi
fotosintesis pada alga menurun sehingga
proses pertumbuhannya akan terhambat,
selain itu Mendoza et al. (2002) menjelaskan
bahwa penyakit ice-ice dapat menurunkan
bobot molekul karaginan sehingga kualitas
alga pun menurun. Trono (1993) melaporkan
terjadi penurunan kadar karaginan sekitar 2540% dari thalli yang terinfeksi sehingga
menyebabkan gagal panen dalam budidaya
alga merah ini.
Penyakit ini menyerang saat alga
mengalami cekaman yang disebabkan oleh
faktor lingkungan, seperti perubahan suhu
drastis, salinitas rendah, dan dipengaruhi juga
oleh intensitas cahaya (Largo et al. 1999). Iceice ditandai oleh memutih/memudarnya warna
batang (thalli), permukaan yang berlendir dan
diselimuti oleh kotoran seperti tepung putih,
kulit luar atau epidermisnya terkelupas
sehingga terlihat jaringan dalam/medulla pada
thalli (Yulianto 2001). Penelitian Largo et al.
(1995) membuktikan adanya bakteri patogen
yang menginfeksi alga sehingga menyebabkan
penyakit ini. Vibrio sp. dilaporkan memiliki
aktifitas patogen yang menyebabkan bagian
permukaan dari cabang Kappaphycus sp.
memutih dan mengeras seperti es. Penyakit
ice-ice akan mulai terlihat pada hari ke-7
setelah bakteri patogen Vibrio sp. dan
Cythopaga sp. menginfeksi thalli. Vibrio sp.
dapat mulai berkoloni pada permukaan luar
alga pada 24 jam pertama lalu kemudian
berkembang hingga menimbulkan gejala iceice. Namun, Cythopaga sp. yang memiliki
kemampuan untuk menginfeksi lebih cepat
juga memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam melawan bakteri lain yang berada
secara alami pada alga (Largo 1999).
Alga penghasil karaginan selain K.
alvarezii yang juga banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah Eucheuma denticulatum. E.
denticulatum lebih dikenal dengan nama
komersil
Eucheuma
spinosum,
dalam
budidayanya juga mengalami kendala yang
sama yaitu penyakit ice-ice. Namun, menurut
Tisera dan Naguit (2009) K. alvarezii dan E.
denticulatum menunjukkan tingkat resistensi
yang berbeda terhadap penyakit ice-ice
berdasarkan waktu (bulan) terinfeksi. E.
denticulatum lebih resisten dan tidak mudah
terinfeksi. Hal ini terjadi karena K. alvarezii
mempunyai permukaan thalli yang lebih kasar
parasit,
sehingga
memudahkan epifit,
mikroorganisme termasuk bakteri patogen
menempel dan akhirnya menyebabkan
penyakit ice-ice. K. alvarezii dan E.
denticulatum memiliki perbedaan tipe
karaginan dan pola susunan genetik yang
memungkinkan E. denticulatum lebih resisten.
Analisis kemiripan genetik perlu dilakukan
sebagai landasan perbaikan genetik K.
alvarezii. Amplified Fragment Length
Polymorphism (AFLP) merupakan teknik
penandaan dengan DNA berbasis amplifikasi
PCR selektif atas fragmen DNA hasil
pemotongan menggunakan enzim restriksi.
2
AFLP dapat digunakan untuk melihat
keragaman genetik antar tanaman dengan
memperhatikan
fragmen-fragmen
hasil
amplifikasi yang dihasilkan dari pemotongan
enzim restriksi (Vos et al. 1995). Informasi
keragaman genetik dapat digunakan untuk
melihat kemiripan genetiknya.
AFLP telah digunakan untuk menganalisis
keragaman genetik nenas Ananas comosus
(L.) Merr. (Surtiningsih 2008), identifikasi
genetik monokarion jamur tiram Pleurotus sp.
(Zaelani 2010), menganalisis genotipe normal
dan abnormal pada klon kelapa sawit Elaeis
guineensis Jacq. (Toruan et al 2005). Menurut
Spooner et al. (2005), hasil AFLP berupa
fragmen DNA yang terseleksi, kurang lebih
20-100 fragmen per reaksi. Fragmen tersebut
dihasilkan dari pemotongan DNA genom
dengan enzim restriksi yang diikuti dengan
ligasi adaptor dan amplifikasi selektif. AFLP
mampu mendeteksi polimorfisme dalam
jumlah besar (Mueller & Wolfenbarg 1999),
sehingga AFLP menjadi penanda lokus paling
efisien untuk mengidentifikasi genotipe
individu. AFLP pada penerapannya dapat
digunakan pula untuk mengidentifikasi
keragaman genetik intraspesies seperti yang
dilakukan oleh Pancadewi (2008) pada jarak
pagar dan Jusuf (2010) pada Pleurotus sp.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemiripan genetik K. alvarezii normal dan
terinfeksi penyakit ice-ice dari alga koleksi
BRKP Maros dengan menggunakan metode
AFLP.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Februari 2011
sampai dengan Juli 2011, di Laboratorium
Biorin Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati
dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Kappaphycus alvarezii koleksi dari
Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP)
Maros yang terdiri dari dua K. alvarezii
terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar iceice (TKL+) dan Mataram ice-ice (MTR+)
serta enam K. alvarezii normal yang tidak
terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar
(TKL), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB),
Mataram (MTR), Kendari (KND), dan Bone
(BNE). BNE dan TKL berasal dari Sulawesi
Selatan, KND dari Sulawesi Tengah, GRL
dari Sulawesi Utara, TMB dari TambalangFilipina dan MTR dari Nusa Tenggara Barat.
Buffer CTAB (Cetylmethilammonium
bromida) ditambah dengan Polyvinilpolypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol
digunakan untuk isolasi DNA total. Primer
P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan P02
(5’GATGAGTCCTGAGTAAC3’) digunakan
sebagai primer untuk pre-amplifikasi hasil
ligasi antara fragmen DNA yang telah
dipotong dengan enzim restriksi PstI dan MseI
dengan adaptor PstI dan MseI. Adaptor yang
digunakan untuk ligasi dengan fragmen DNA
memiliki susunan nukleotida sebagai berikut:
Adaptor PstI:
5’CCTCGTAGACTGCGTACA3’
3’CATCTGACGCATGTACGT5’
Adaptor MseI:
5’ GACGATGAGTCCTGAG 3’
3’ TACTCAGGACTCAT 5’
Metode
Isolasi DNA
K. alvarezii yang diuji disimpan dalam
botol berisi air laut. DNA genom diisolasi
dengan menggunakan metode isolasi DNA
Doyle dan Doyle (1987) yang dimodifikasi
dengan langkah sebagai berikut: 0.5 gram
sampel digerus dengan menambah nitrogen
cair, kemudian serbuk dimasukan kedalam
tabung yang berisi 700 µl larutan penyangga
[CTAB 2% (b/v), 75 mM Tris HCL, 15 mM
EDTA, 0.5 M NaCl pH 8.0]. Selanjutnya
suspensi diinkubasi di penangas air dengan
shaker pada kecepatan 120 getaran/menit pada
suhu 37 oC selama 30 menit. Suspensi
kemudian disentrifugasi pada kecepatan
10,000 rpm selama 15 menit, supernatan
dicampur dengan 20 µl RNAse (10 mg/ml)
lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30
menit. Supernatan kemudian didiamkan dalam
es selama 30 menit lalu disentrifugasi kembali
pada kecepatan 10,000 rpm di suhu 4 oC
selama 15 menit. Supernatan ditambahkan
dengan 700 µl isopropanol kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama satu
malam. Supernatan kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 10,000 rpm pada suhu 4 oC
selama 30 menit, lalu supernatan dibuang.
Pelet kemudian dibersihkan dengan cara
menambahkan 500 µl etanol 70% (v/v) dan
disentrifugasi pada kecepatan 3,000 rpm
selama 10 menit. Proses pembersihan ini
dilakukan sebanyak tiga kali kemudian pelet
dikeringkan menggunakan vakum selama
kurang lebih satu jam. DNA ditambahkan
3
dengan ddH2O sebanyak kurang lebih 20 µl
dan disimpan pada suhu 4°C.
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Elektroforesis dilakukan untuk melihat
keutuhan DNA hasil isolasi dan selanjutnya
dilakukan uji kualitas dan kuantifikasi DNA
dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.
Analisis AFLP
Analisis AFLP menggunakan metoda Vos
et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan
primer.
Analisis
AFLP
terdiri
dari
pemotongan DNA genom dan ligasi dengan
adaptor, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif,
visualisasi hasil amplifikasi dan analisis data.
DNA genom dipotong dengan enzim PstI dan
MseI. Proses ligasi menggunakan adaptor PstI
(CTGCAG) dan MseI (TTAA). Reaksi
restriksi dan Ligasi untuk satu kali reaksi
adalah: 10 µl (100 ng/μl) DNA, 2.5 µl buffer
reaksi Restriksi Ligasi (50 mM Tris-HCl pH
7.5, 5 mM Mg-Asetat, 250 mM K-Asetat)
10x, enzim restriksi 0.25 μl Pst1 (20 U/μl),
enzim restriksi 0.25 Mse1 (5 U/μl), 0.5 µl PstI
adaptor (5 pMol/μl), 0.5 µl MseI adaptor (50
pMol/μl), 0.5 µl ATP 10 nM, 0.16 µl T4
Ligase (3 U/μl) dan 10,34 µl ddH2O hingga
total volume reaksi menjadi 25 µl. Campuran
diinkubasi semalam pada 37 0C sehingga
diperoleh diluted RL.
Pre-amplifikasi. Sebanyak 10 µl hasil
R/L dicampur dengan 1.2 µl primer P00 (PstI)
30 ng/µl, 1.2 µl primer M02 (MseI) 30 ng/µl,
0.8 µl dNTP 10 Nm, 2 µl PCR buffer 10x, 0.2
µl super Tag 5 unit/µl dan 22.4 µl ddH2O,
sehingga total volume campuran menjadi 40
µl. Semua campuran tersebut di amplifikasi
menggunakan alat PCR PTC-100TM MJ
Research. Amplifikasi dilakukan sebanyak 24
siklus pada suhu 94 oC selama 30 detik
(denaturasi), 56 oC selama 60 detik
(penempelan primer) dan 72 oC selama 60
detik (pemanjangan). Produk dari Amplifikasi
ini disebut diluted pre-amp. Hasil preamplifikasi yang baik ditunjukan dengan hasil
elektroforesis berupa fragmen yang smear
(usapan) sebagai bukti bahwa DNA telah
terpotong.
Hasil
preAmplifikasi
Selektif.
amplifikasi, diamplifikasi pada daerah tertentu
dengan menggunakan tiga kombinasi primer
pada tahap amplifikasi selektif, yaitu primer
P00+AA (P11) sebagai primer forward dan
M02+AC (M48), M02+AG (M49), M02+AT
(M50) sebagai primer reverse. Primer P11
diberi label IRD 700 sebagai penanda Ultra
Violet. Diluted pre-amp sebanyak 10 µl
dicampur
dengan
0.6
µl
primer
M48/M49/M50 (50 ng/ μl), 1 µl primer P11
berlabel IRD 700 (1 pmol/µl), 0.4 µl dNTP 10
nM, 2 µl super buffer 10x, 5.92 µl ddH2O,
0.08 µl Tag NA polymerase (5 unit/µl),
sehingga volume total menjadi 20 µl.
Campuran
bahan
tersebut
kemudian
diamplifikasi dengan program PCR LI-COR
sebanyak 13 siklus dengan kondisi: siklus
pertama proses denaturasi pada suhu 95 oC
selama 30 detik, penempelan primer pada
suhu 65 oC selama 30 detik, proses
pemanjangan pada suhu 72 oC selama 60
detik. Siklus kedua hingga siklus ke-13 suhu
denaturasi dan ekstensi tetap, tapi suhu
penempelan primer diturunkan 0.7 oC setiap
siklus. Proses selanjutnya adalah 24 siklus
lanjutan pada suhu 94 oC selama 30 detik
(denaturasi), 56 oC selama 30 detik
(penempelan primer) dan 72 oC selama 30
detik (pemanjangan).
Visualisasi Fragmen Hasil Amplifikasi.
Elektroforesis hasil amplifikasi selektif
dilakukan menggunakan LI-COR 4300 DNA
Analyzer. Gel yang digunakan adalah gel
poliakrilamida 6 % yang dibuat dengan
mencampurkan 20 ml KB plus 6.5% gel
matrix, 15 µl TEMED dan 150 µl Ammonium
Persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut
dimasukan ke dalam plat kaca dan didiamkan
selama kurang lebih satu jam hingga gel
terpolimerasi atau membeku. Plat kaca yang
berisi gel kemudian dimasukan pada wadah
elektroforesis, kemudian pada bagian atas
ditambahkan buffer TBE 1x yang dibuat dari
TBE 10x (1 M Tris-HCL pH 8.3, 0.83 M
asam boraks, 10 mM EDTA). Preelektroforesis dilakukan selama 20 menit
dengan daya 20 watt untuk menaikan suhu
hingga 50 oC. Produk amplifikasi selektif
sebanyak 20 µl dicampur dengan loading
buffer formamid 2x [98% formamid (b/v), 10
mM EDTA, 0.025% bromofenol biru (b/v)
dan 0.025% silen sianol (b/v)] dengan volume
yang sama yaitu 20 µl, sehingga total
campuran menjadi 40 µl. Total campuran
divortex dan dipanaskan pada selama 5 menit
pada suhu 94 oC pada hotblock denaturasi, lalu
didinginkan di dalam es selama kurang lebih
satu jam. Pembuatan marker dilakukan
dengan mencampurkan 1 µl DNA ladder 100
pb, 19 µl H2O dan 20 µl loading buffer
formamid 2x dan sebanyak 1.5 µl marker
masing-masing campuran sampel dengan
loading buffer dimasukan pada sumur gel.
Selanjutnya dilakukan elektroforesis selama
kurang lebih tiga jam dengan daya 40 watt
4
dan tegangan 1500 volt. Hasil elektroforesis
langsung divisualisasikan melalui layar
komputer yang dihubungkan dengan mesin
LI-COR 4300 DNA Analyzer.
Analisis Data
Analisis data dari hasil AFLP dilakukan
menggunakan program Numerical Taxonomy
and Multivariate Analysis System (NTSYS)pc
versi 2.02. Fragmen yang dihasilkan dari
analisis AFLP yang tampak sebagai fragmen
DNA diterjemahkan dalam data biner
berdasarkan keberadaan fragmen yang
dimiliki secara bersama oleh individu rumput
laut yang dianalisis. Setiap pita yang
dihasilkan dianggap sebagai lokus, nilai satu
(1) diberikan untuk lokus yang memiliki
fragmen dan nilai nol (0) untuk lokus yang
tidak memiliki fragmen. Data biner digunakan
untuk menyusun matriks kemiripan genetik
dan dendogram kemiripan dengan metode
UPGMA (Unweighted Pair Group Method
Aritmetic) dan simple matching coefficient
pada SIMQUAL program NTSYSpc 2.02.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA dengan AFLP
Total fragmen yang teramplifikasi hasil
analisis AFLP dengan semua kombinasi
primer dibatasi pada ukuran 50- ~370 pb
(Tabel 1), meskipun fragmen positif nampak
pada ukuran lebih kecil dari 50 pb dan lebih
besar dari 370 pb. Fragmen dibawah 50 pb
terlihat sangat rapat dan fragmen diatas 370
pb sangat jarang (Gambar 1). Jumlah total
fragmen DNA dari delapan sampel dengan
tiga kombinasi primer adalah sebanyak 519
fragmen yang berukuran 50- ~370 pb.
Tabel 1
Sampel
TKL
GRL
TKL+
MTR
MTR+
TMB
KND
BNE
Total
Fragmen-fragmen tersebut terdapat di dalam
122 lokus (lampiran 1).
Pasangan primer P11-M48 menghasilkan
lebih
banyak
fragmen
amplifikasi
dibandingkan pasangan primer yang lainnya
yaitu sebanyak 299 fragmen. Hal ini
mengindikasi bahwa pasangan primer ini lebih
banyak mengenali nukleotida sampel sehingga
DNA genom yang terampifikasi lebih banyak.
Pasangan primer P11-M49 menghasilkan 141
fragmen dari total 122 lokus dan pasangan
P11-M50 menghasilkan 79 fragmen.
Analisis kemiripan genetik dilakukan
berdasarkan total 122 lokus karena pada
kisaran lokus ini semua pasangan primer
memiliki fragmen yang teramplifikasi.
Analisis kemiripan ini kemudian ditampilkan
dalam bentuk dendogram kemiripan genetik.
Fragmen-fragmen dari hasil AFLP lebih
banyak teramplifikasi pada ukuran 50-145 pb
yaitu sebanyak 401 fragmen dengan rata-rata
jumlah
terbanyak
diamplifikasi
oleh
kombinasi primer P11-M48. Fragmenfragmen yang teramplifikasi pada ukuran 145300 pb berjumlah 94 fragmen, dan pada
ukuran 300-370 pb berjumlah 24 fragmen.
Sampel-sampel yang dianalisis dengan AFLP
ini umumnya memiliki ukuran yang kecil
dengan susunan DNA yang pendek antara 50145 pb. Analisis kemiripan genetik sampel
dibagi menjadi dua tipe, yaitu analisis
kemiripan genetik delapan sampel ice-nonice
K. alvarezii (BNE, TKL, TKL+, KND, GRL,
TMB, MTR, MTR+) dan analisis kemiripan
genetik enam sampel nonice K. alvarezii
(BNE, TKL, KND, GRL, TMB, MTR) serta
analisis kemiripan genetik empat sampel ice
dan nonice yang berasal dari daerah yang
sama (TKL, TKL+, MTR, MTR+).
Jumlah dan sebaran fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing sampel dari 122
lokus
50-145pb
145-300pb
300-370pb
P11P11P11P11P11P11P11P11P11M48
M49
M50
M48
M49
M50
M48
M49
M50
32
5
5
2
1
1
0
1
0
32
14
5
2
0
0
1
0
0
31
8
3
4
0
0
1
0
0
27
26
7
9
13
1
2
1
0
37
15
10
13
4
1
2
1
1
27
18
14
10
4
3
1
3
2
12
6
12
5
3
1
1
1
0
31
13
11
14
2
1
3
1
1
401
94
24
5
490 pb
400 pb
364 pb
350 pb
300 pb
255 pb
200 pb
145 pb
100 pb
50 pb
1 2 3
4 5
6 7 8
A
1 2
3 4 5
B
6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8
C
Gambar 1 Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi
primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda
ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB, (4)
TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE
Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus
alvarezii dari enam wilayah
Dendogram kemiripan delapan sampel K.
alvarezii dianalisis berdasarkan total 122
lokus (Gambar 2). Persamaan dan perbedaan
dalam fragmen DNA yang teramplifikasi hasil
analisis AFLP menyebabkan delapan sampel
membentuk tiga kelompok pada koefisien
kemiripan 0.84. Kelompok pertama terdiri
dari lima sampel yaitu TKL, TMB, GRL,
KND, BNE dan MTR+. Kelompok kedua
beranggotakan MTR dan TKL+ pada
kelompok ketiga. Kelompok I terpisah dengan
kelompok II sesuai dengan asal wilayah
sampel. Kelompok I merupakan sampel asal
Sulawesi dan kelompok II dari Nusa Tenggara
Barat. Variasi genetik TKL+ di kelompok III
memiliki perbedaan dengan sampel lain
karena merupakan salah satu sampel yang
terinfeksi penyakit ice-ice. Total fragmen
teramplifikasi yang dimiliki oleh TKL+ ialah
47
fragmen
yang
diasumsikan
menyebabkannya terpisah dari kelompok I
dan II. Beberapa karakter dalam fragmen yang
berperan dalam pengelompokan kemungkinan
berada di beberapa fragmen yang dimiliki
oleh TKL+ sehingga cukup membedakannya
dari kelompok lain.
Dendogram kemiripan delapan sampel
menunjukkan TKL dan TMB dengan asal
daerah berbeda memiliki koefisien kemiripan
paling tinggi yaitu 0.92 sedangkan TKL dan
6
BNE dengan asal daerah sama (Sulawesi
Selatan) memiliki koefisien kemiripan yang
lebih rendah sebesar 0.86 (lampiran 2). Hal ini
disebabkan perbanyakan alga jenis ini lebih
umum menggunakan cara vegetatif dengan
stek dari thallus yang masih muda.
Perbanyakan vegetatif menyebabkan variasi
genetik tidak berbeda jauh dengan induknya
sehingga jarak genetik akan rendah.
Kemiripan genetik yang tinggi akan seiring
dengan keragaman genetik yang rendah.
bakal sel sperma atau sel telur sangat
dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya
berkembang. Hal inilah yang menyebabkan
individu seperti BNE dan TKL yang
merupakan hasil perbanyakan vegetatif tetap
dapat terpisah dalam pengelompokan genetik
karena respon individu terhadap lingkungan
berbeda sebagai bentuk adaptasi yang
mempengaruhi variasi genetik individu
tersebut.
TKL
TKL
TMB
TMB
GRL
GRL
I
I
KND
KND
BNE
BNE
II
MTR
MTR+
II
MTR
0.84
0.86
0.90
0.92
TKL+
0.87
Coefficient
0.89
0.92
Gambar
3
koefisien kemiripan
Gambar 2
0.88
Coefficient
koefisien kemiripan
III
0.81
0.84
Dendogram kemiripan delapan
sampel ice-nonice berdasarkan
122 lokus data AFLP (50~370pb)
Koefisien kemiripan paling rendah
dimiliki oleh MTR dan TKL+ yaitu sebesar
0.79 (lampiran 2), hal ini sesuai dengan asal
daerah masing-masing sampel yaitu MTR
yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan
TKL+ yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Dendogram kemiripan enam sampel K.
alvarezii berdasarkan total 122 lokus (Gambar
3) juga membentuk dua kelompok pada
koefisien
0.84 berdasarkan daerah asal
sampel. Kelompok pertama terdiri dari lima
sampel yang berasal dari Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara yaitu
TKL, TMB, GRL, KND, BNE. Kelompok
kedua beranggotakan MTR asal Nusa
Tenggara Barat.
Perbanyakan secara vegetatif umumnya
sering dilakukan dalam usaha budidaya, hal
ini mengakibatkan keragaman genetik
individu rendah sehingga peluang untuk
menghasilkan kultivar baru hasil persilangan
sangat kecil. Reproduksi rumput laut secara
generatif terjadi secara alami apabila kondisi
lingkungan
memenuhi
syarat
untuk
membentuk zigot dari sperma rumput laut
jantan dan sel telur rumput laut betina
(Parenrengi
&
Sulaeman
2007).
Perkembangan spora haploid yang merupakan
Dendogram kemiripan enam
sampel nonice berdasarkan 122
lokus data AFLP (50-~370pb)
Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus
alvarezii normal dan terinfeksi penyakit
ice-ice
I
TKL
MTR
II
MTR+
III
0.81
0.82
0.83
Coefficient
0.84
TKL+
0.85
koefisien kemiripan
Gambar 4 Dendogram kemiripan empat
sampel ice-nonice berdasarkan
122 lokus data AFLP (50~370pb)
Analisis kemiripan genetik sampel ice-ice
dibandingkan dengan sampel nonice yang
berasal dari daerah yang sama membentuk
tiga kelompok pada koefisien 0.84 (gambar
4). Kelompok pertama tersusun dari TKL dan
MTR, kelompok kedua adalah MTR+ dan
kelompok ketiga adalah TKL+. Sampel
normal berada dalam satu kelompok dan
memiliki koefisien kemiripan terbesar yaitu
0.85
(lampiran
4).
Dendogram
ini
menunjukkan adanya perbedaan variasi
7
genetik yang mengindikasi adanya perbedaan
susunan genetik pada keadaan normal dan
terinfeksi penyakit. Koefisien kemiripan yang
rendah
menunjukkan
cukup
adanya
keragaman pada sampel yang terinfeksi
penyakit ice-ice jika dibandingkan sampel
sehat. Keragaman ini dapat terjadi sebagai
bagian dari adaptasi sampel terhadap serangan
penyakit.
SIMPULAN
Total fragmen yang teramplifikasi dari tiga
kombinasi primer P11 dan M48/M49/M50
untuk analisis kemiripan ialah 519 fragmen
pada ukuran 50 - ~370 pb sebanyak 122 lokus.
Jumlah fragmen pada masing–masing sampel
dari tiga kombinasi primer adalah: Takalar (47
fragmen),
Tambalang
(82
fragmen),
Gorontalo (54 fragmen), Kendari (41
fragmen), Bone (77 fragmen), Mataram (86
fragmen), Mataram ice-ice (84 fragmen),
Takalar ice-ice (47 fragmen). Kemiripan
genetik delapan sampel menunjukkan hasil
yang tinggi dengan koefisien kemiripan
berkisar antara 0.7951-0.9210. Kemiripan
genetik sampel yang terinfeksi penyakit iceice menurun jika dibandingkan dengan sampel
sehat. Kemiripan antara Takalar-Takalar ice
adalah 0.8176 dan Mataram-Mataram ice
adalah 0.8033.
Dendogram kemiripan delapan sampel K.
alvarezii membagi delapan sampel menjadi
tiga kelompok pada koefisien 0.84 sesuai
daerah asal sampel dan pengaruh penyakit iceice. Kelompok pertama terdiri dari lima
sampel yaitu Takalar, Tambalang, Gorontalo,
Kendari, Bone, Mataram ice-ice yang berasal
Sulawesi. Kelompok kedua beranggotakan
Mataram yang berasal dari Nusa Tenggara
Barat dan kelompok ketiga beranggotakan
Takalar ice-ice yang merupakan salah satu
sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice.
Kemiripan tertinggi adalah antara Takalar dan
Tambalang dan tingkat kemiripan terendah
adalah Mataram dan Takalar ice.
SARAN
Pada penelitian selanjutnya diharapkan
dapat mendeteksi dan mengidentifikasi
perbedaan antar lokus dari setiap individu K.
alvarezii yang telah dianalisis keragamannya,
sehingga dapat ditentukan bagian lokus yang
memiliki peran dalam mengatur resistensi
terhadap penyakit, khususnya penyakit iceice.
DAFTAR PUSTAKA
Astuty S, Diana S. 2003. Budidaya makroalga
Kappaphycus alvarezii di perairan pulau
Panjang serta analisis ekonominya. J
Agric 14: 166-170.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. Isolation of plant
DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15.
Ganzon-Fortes ET, Azanza-Corrales R, Aliaza
T. 1993. Comparison of photosynthesis
responses of healthy and ‘diseases’
Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty
using P vs I curve. Bot Mar 36: 503-506.
RD.
2001.
Farming
of
Guerrero
Carrageenophytes in the Philippines: A
Success Story of Red Seaweeds
Cultivation.
Bangkok:
APAARI
Publication.
Jusuf M. 2010. Amplified Fragment Length
Polymorfism diversity of cultivated
white oyster mushroom Pleurotus
ostreatus. HAYATI J Biosci 17: 21-26.
Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1995.
Occasional
pathogenic
bacteria
promoting ice-ice disease in the
red
algae
carrageenan-producing
Kappaphycus alvarezii and Euchema
denticulatum (Solieriaceae, Gigartinales,
Rhodophyta). J Appl Phycol 7: 545-554.
Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1999.
Time-dependent attachment mechanism
of bacterial pathogen during ice-ice
infection in Kappaphycus alvarezii
(Gigartinales, Rhodophyta). J Appl
Phycol 11: 129-136.
Mendoza G, Montano NE, Ganzon-Fortez ET,
Villanueva RD. 2002. Chemical and
gelling profile of ice-ice infected
carrageenan from Kappaphycus striatum
“Sacol”
strain
(Schmitz)
Doty
(Solieriaceae, Gigartinales, Rhodophyta).
J Appl Phycol 14: 409-418.
Mueller UG, Wolfenbarger LL. 1999. AFLP
genotyping and fingerprinting. Trends
Ecol Evol 14: 389-394.
Pancadewi K. 2008. Identifikasi Keragaman
Genetik Jarak Pagar (Jatropa curcas L.)
Berdasarkan Karakter Bunga dan DNA
Menggunakan
Teknik
Amplified
Fragment Length Polymorfism (AFLP)
[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Parenrengi A, Sulaeman E, Suryati, Tenriulo
A. 2004. Variasi Genetika Rumput Laut
yang
Kappaphycus
alvarezii
8
dibudidayakan di Sulawesi Selatan
[laporan hasil penelitian]. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Pusat
Riset Perikanan Budidaya, Kementrian
Kelautan dan Perikanan.
Parenrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal
rumput laut Kappaphycus alvarezii.
Akuakultur 2 (1): 142-146.
Surtiningsih P. 2008. Keragaman Genetik
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)
berdasarkan Penanda Morfologi dan
Length
Amplified
Fragment
Polymorphism (AFLP) [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Suryati E, Tenriulo A, Tampangalo BR. 2010.
Pelestarian Plasma Nutfah Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii (Doty) melalui
Induksi Kalus dan Embriogenesis Secara
In Vitro [laporan hasil penelitian]. Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau,
Pusat Riset Perikanan Budidaya,
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Spooner J, Van Treuren R, De Vicente MC.
2005. Molecular marker for genebank
management. IPGRI Tech Bull 10: 1-14.
Tisera WL, Naguit MRA. 2009. Ice-ice
disease occurrence in seaweed farms in
Bais Bay Negros Oriental and
Zamboanga Del Norte. The Thres 4: 116.
Toruan N, Yuniastuti E, Setiamiharja R,
Karmana MH. 2005. Analisis normal
dan abnormal pada klon kelapa sawit
(Elaesis guineensis Jacq.) dengan AFLP.
M Perkeb 73 (1): 12-35.
Trono GC Jr. 1993. Effect of biological,
physical and socio-ecomonomic factors
on
productivity
of
Euchema/Kappaphycus
farming
industry. In: Calumpong HP and Menez
EG proc. Second RP-USA Phycology
Symp/Workshop. Cebu City and
Dumaguete City, Philippines, pp 239245.
Vos P et al. 1995. AFLP: A new technique for
DNA fingerprinting. Nucl Acids Res 23:
4407-4414.
Yulianto K. 2001. Pengamatan penyakit iceice dan alga kompetitor: fenomena
penyebab kegagalan panen budidaya
rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di
Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Di dalam:
Prosiding Seminar Riptek Kelautan
Nasional; Jakarta, 2001. hlm 100-103.
Zaelani FA. 2010. Isolasi dan Identifikasi
Genetik Monokarion Jamur Tiram
(Pleurotus sp.) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
9
LAMPIRAN
10
Lampiran 1. Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii
lokus
TKLM48
GRLM48
TMBM48
TKL+M48
MTRM48
MTR+
-M48
KNDM48
BNEM48
TKLM49
GRLM49
TMBM49
TKL+M49
MTRM49
MTR+
-M49
KNDM49
BNEM49
TKLM50
GRLM50
TMBM50
TKL+M50
MTRM50
MTR+
-M50
KNDM50
BNEM50
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
2
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
5
1
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
6
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
8
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
9
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
10
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
11
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
12
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
13
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
14
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
15
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
16
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
17
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
18
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
20
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
21
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
22
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
23
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
11
24
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
26
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
27
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
28
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
29
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
31
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
32
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
33
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
34
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
35
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
36
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
37
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
38
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
39
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
41
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
43
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
44
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
45
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
47
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
48
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
49
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
12
50
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
51
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
52
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
53
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
54
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
55
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
56
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
57
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
58
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
59
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
61
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
62
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
63
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
64
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
65
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
66
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
67
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
68
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
69
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
71
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
72
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
73
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
74
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
75
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
76
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
77
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
78
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
79
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
81
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
82
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
83
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
84
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
85
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
86
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
87
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
88
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
89
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
90
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
91
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
92
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
93
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
94
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
95
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
96
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
97
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
98
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
99
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
101
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
102
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
103
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
104
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
105
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
106
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
107
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
108
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
109
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
110
111
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
112
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
113
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
114
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
115
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
116
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
117
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
118
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
119
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
120
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
121
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
122
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
Lampiran 2 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel)
TKL
GRL
TMB
TKL+
MTR
MTR+
KND
TKL
1.0000
GRL
0.9057
1.0000
TMB
0.9037
1.0000
TKL+
0.9201
0.8176
0.8258
0.8238
1.0000
MTR
0.8504
0.8463
0.8607
MTR+
0.8504
0.8668
0.8402
0.7951
0.8074
0.8033
1.0000
KND
0.8893
0.8730
0.8832
0.8053
0.8258
0.8299
1.0000
BNE
0.8668
0.8504
0.8607
0.8156
0.8238
0.8361
0.8504
BNE
1.0000
1.0000
Lampiran 3 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel)
TKL
GRL
TMB
MTR
KND
TKL
1.0000
GRL
0.9057
1.0000
TMB
0.9201
0.8504
0.9037
MTR
0.8463
0.8607
KND
0.8893
0.8730
0.8832
0.8258
1.0000
BNE
0.8668
0.8504
0.8607
0.8238
0.8504
BNE
1.0000
1.0000
1.0000
Lampiran 4 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3
kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (empat sampel)
TKL
TKL
TKL+
MTR
MTR+
1.0000
TKL+
0.8176
1.0000
MTR
0.8504
MTR+
0.8504
0.7951
0.8074
1.0000
0.8033
1.0000