Infeksi parasit pada diare dan gejala penyerta yang ditimbulkannya pada balita di Kelurahan Pondok Ranji periode Juni - Juli 2009

INFEKSI PARASIT PADA DIARE DAN GEJALA
PENYARTA YANG DITIMBULKANNYA PADA
BALITA DI KELURAHAN PONDOKRANJI
PERIODE JUNI _ JULI 2OO9
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARIANA KEDOKTERAN

rlln

I IIN

Universltas lslam ilegeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OLEH:
Khairunnisa
NIM: 106103003723

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEIIATAN

UNIYERSITAS ISLAM I{EGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009

M

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1

di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.


2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

3.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 2 November 2009

tw

METERAI

TEMPEL

q€

859388
E@@

gWffi
Khairunnisa

INFEKSI PARASIT PADA DIARE
DAN GEJALA PEI\ITERTA YANG DITIMBULKANNYA, PADA BALITA
DI KELURATTAN PONDOK RANJI PERIODE JUNI _ JULI2OOg

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)

Oleh


Khairuunisa
NIM: 106103003723

Pembimbing

^0.
U\inrl/
A

S

ilvia r,,r,"J il*r'lr,on, M. biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA
1430 IV2009

ilt

M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul II\FEKSI PARASIT PADA DIARE DAI\
GEJALA PEI\IYERTA YAI\G DITIMBT'LKAI{NYA PADA BALITA DI
KELURAHAN PONDOK RANJI PERIODE JIINI - JULI 2009 yans
diajukan oleh Khairunnisa (NIM: 106103003723), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 2 November 2009. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satq syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokleran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Cinutl, 2 November 2009

DEWAN PENGUJI


-jry*

Penguji

w of . D qh#.M. E ladjudbrspAnd

dr.

(-/

tr'il{

Y anti Susianti, SpA

PIMPINAN T'AKULTAS

Dekan

FKIKUIN


Kaprodi PSPD

-f-

h

FKIK{IN

r$-

Dr. dr. Syarief Hasanlutfig SpKFR

SpAnd

IV

KATA PENGANTAR

As s alamu' al aikum


warahmatull ahi

w abarakatuh,

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan limpahan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan
salam semoga selalu tercurah ke haribaan nabi Muhammad SAW.
Penulisan laporan penelitian

ini

saya susun dalam rangka memenuhi salah

satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokleran pada Program

Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,


dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan penelitian ini, sangatlah

sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu,

saya

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1)

Prof. Dr(hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan.

2) Dr. dr. Syarief

Hasan Lutfie. SpKFR. selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan

Dokter.

3) Ibu Silvia Fitrina


Nasution, M.Biomed. selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

4) Staff dan keluarga besar kelurahan Pondok Ranji

yang telah membantu

terlaksananya penelitian ini.

5) Staff

pekerja laboratorium yang telah mengizinkan dan meminjamkan

peralatan untuk menunjang penelitian ini.

6)

Dosen-dosen


di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah

memberikan banyak ilmu dan pembelajaran kepada saya

7) Ayah, ibu dan kedua saudara saya yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan untuk saya.

8) Teman-teman satu kelompok

dalam penelitian

ini yaitu Gianisa Adisaputri,

Gita Ruryatesa, Santi Muria Dini, dan Zvhriyah Rosa.

9) Teman-teman

sejawat dalam Program Studi Pendidikan Dokter.

10) Terakhir, kepada semua pihak yang

tidak sempat saya sebutkan satu per satu,

yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses penyusunan laporan penelitian ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan penelitian

ini

membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.
Was s alamu'

alaikum

w

ar

ahmatullahi

w ab

ar akatuh.

I akarta, 2 Novembe r 2009

Penulis

VI

ABSTRAK
Khairunnisa. Program Studi Pendidikan Dokter. Infeksi parasit pada diare dan
gejala penyerta yang ditimbulkannya pada balita di Kelurahan Pondok Ranji
periode Juni - Juli 2009.

Lutar belakang Sejumlah patogen baru memperlihatkan agen penyebab diare
yang sering ditemukan, diantaranya adalah oleh infeksi parasit. Belum banyak
disebutkan tentang spesies parasit yang berperan sebagai penyebab utama
timbulnya gejala diare terutama pada balita yang sangat rentan akan infeksi
parasit. Untuk infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus, merupakan penyebab
diare yang cukup tinggi di Indonesia. Entamuba histolytica menyebabkan diare
sekitar I0-I8% kejadian, Entamuba coli 8-T8o/o, dan Giardia lamblia 4,4Yo.
Demikian pula halnya pada infeksi cacing tambang dan jenis nematoda lainnya
pada saluran pencernaan bisa terjadi tanpa gejala yang spesifik dari
gastrointestinal, seperli nyeri, mual, dan diare
Metodologi Penelitan dilakukan secara cross-sectional simple rqndom sampling
pada 52 subyek balita. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner
dan pemeriksaan sampel feses di laboratorium. Uji laboratorium dan analisis data
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara gqalapenyerta diare dengan infeksi
parasit yang menyertainya.

Hasil Dali 52 orang subyek penelitian didapatkan infeksi Oxyuris vermicularis
3,8o , Ascaris lumbricoides 9,60/o, Giardia lamblia l,906, dan Entamuba coli 3,8o/o
yang diduga sebagai infeksi penyerta yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala
penyerta pada diare. Setelah dibandingkan dengan gejala penyerta berupa demam,
mual muntah, dan lemah lesu, didapatkan nilai p>0,005 yang berarti bahwa infeksi
parasit tersebut tidak mempengaruhi timbulnya gejala-gejala penyerta diare.

Kesimpalan Gejala penyerta diare berupa demam, mual muntah, dan lemah lesu
pada penderita diare tidak dipengaruhi oleh infeksi Oxyuris vermicularis , Ascaris
lumbricoides, Giardia lamblia, ataupun Entamoeba coli.

Kata kunci : Diare, infeksi parasit, gejala penyerta, Oxyuris vermicularis
Ascaris lumbricoides, Giardia lamblia, Entamoeba coli.

vil

,

ABSTRACT
Khairunnisa. Departement of Medicine. Parasitic infections to diarrhea and
accompanying symptoms are caused in infants in Kelurahan Pondok Ranji period
from June to July 2009.
Background Some of pathogens recently shows their role of causing diarrhea that
is commonly found, for example, the parasitic infection. Not much is mentioned
about the species of parasite that becomes the main cause diarrhea, especially in
children who are highly susceptible for infection by parasites. Infections by
intestinal protozoa, is a cause of diarrhea which is quite common in Indonesia.
Entamubo histolytica causes approximately 10-18% incidence of diarrhea,S-l9Yo
Entamuba coli, and Giardia lamblia 4.4%. Likewise on hookworm infection and
other nematode species in the gastrointestinal tract can occur without specific
gastrointestinal symptoms, such as pain, nausea, and dianhea.

Methodology This research is a cross-sectional study using random sampling in
52 subjects under the age of five. Data was collected by distributing
questionnaires and examination of stool samples in the laboratory. Laboratory
tests and analysis were conducted to determine the relationship between
symptoms accompanying dianhea with parasitic infections that accompanies it.
Results From the 52 subjects, Oxyuris vermiculans infection was found 3.8yo,
Ascaris lumbricoides infection 9.6yo, Giardia lamblia infection 1.9yo, and 3.8o/o
Entamuba coli infection suspected as an accompanying infection that causes
symptoms of diarrhea accompanying. After compared with accompanying
symptoms include fever, nausea, vomiting, lethargic and weak, the p value was )
0.005, which means that the parasite infection does not affect the onset of
symptoms accompanying dianhea.

Conclusions The symptoms accompanying diarrhea include fever, nausea,
vomiting, lethargy and weakness in patients with diarrhea is not affected by
Oxyuris vermicularis, Ascaris lumbricoides, Giardia lamblia, or Entamoeba coli
infection
Keywords: Diarrhea, parasitic infections, accompanying symptoms, Oxyuris
vermicularis, As caris lumbricoides, Giardia lamblia, Entamoeba coli.

vilt

DAFTAR ISI

Lembar Judul
Lembar Pernyataan Keaslian Karya
Lembar Persetujuan Pembimbing ..............
Lembar Pengesahan
Kata pengantar .............

v

Abstrak

..............:.

Daftar isi..............
Daftar Gambar
Daftar Tabel

BAB

1

BAB 2

PENDAHULUAN

1

I.I.Latar Belakang

1

1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Hipotesis ............
1.5. Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

2
2
2

2
J
a

J

..........

4

2.1. Deflrnisi Diare
2.2.KIasifrkasi Diare

2.3. Infeksi Parasit Penyerta Pada Gejala Diare

BAB

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Karakteristik Subjek
4.1.2. Hasil Analisa Statistik
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
4.1 .1 .

BAB 5

Serta
5
5

9

I4
I4
t6
I6
t6
I6
t7
t7
t7

BAHAN DAN CARA KERJA
3.1. Bahan dan Alat
3.2. CaraKerja

Sampel

4

4
4

Mekanisme Patofi siologinya
2.3.1. Nematode usus .........
2.3.2. Golongan protozoausus .........
2.4. Respon Imun Terhadap parasit
2. 5 . P enatalaksanaan Diare

3.2.1. Pemeriksaan Sampel
3 .2.2. Desain Penelitian
3.2.3. Waktu dan Tempat Penelitian
3 .2.4. Pengambilan Sampel
3 .2.5. Kriteria Penelitian
3.2.6. Alur Penelitian .........
3 .2.7 . Pengambilan/Pengumpulan Data
3.2.8. Pemilihan
3.2.9. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

BAB

vii
ix
xi
xii

IX

17
18
18

...;...............

18

t9
20
20
20

2t
31
31

5.2. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

31

32
35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus Hidup As:caris Lumbricoides
Gambar 2.2. Siklus Hidup cacing

...............

tambang

Gambar 2.3. Siklus Hidup Oxyuris vermicularls
Gambar 2.4. Entamoeba Histolitika

.........

Gambar 2.5. Siklus Hidup Giardia Lamblia

XI

.......... 6
.................

..............

8

............ 9
11

DAFTAR TABEL
Tabel 4.l.Karakteristik

subjqkpenelitian

................. 20

uji Mann_Withney arfara Ascaris Lumbricoides
dengan gejalademam
Tabel.43 Hasil uji Mann_Withney antara Ascaris Lumbricoides
dengan gejala mual, muntah
Tabel.4.4 Hasil uji Mann_Withney arfiara Ascaris Lumbricoides
dengan gejala lemah lesu ..........
Tabel.4.2 Hasil

............. 22
...,................. 23
................ 23

Tabel.4.5 Hasil uji Mann_Withney antara Oxyuris vermiculans dengan

gqalademam

........24

Tabel.4.6 Hasil uji Mann*Withney antara Oxyuris vermicularls dengan
gejala mual muntah .............

....

Tabel.4.7 Hasil uji Mann_Withney antara Oxyuris vermicularls dengan
gejala lemah lesu .........

........... 25

Tabe1.4.8 Hasil

uji Mann_Withney

gejalademam

antara Entamoeba

coli

25

dengan

........ 26

Tabel.4.9 Hasil uji Mann_Withney antara Entamoeba
gejalamual ........

coli

Tabel.4.10 Hasil uji Mann_Withney arftara Entamoeba
gejala lemah lesu .........

coli

qi Mann_Withney arfiara Giardia
gejala demam

Tabel.4.ll Hasil

dengan

.... 26
dengan

........... 27

lamblia dengan
........ 28

Tabel.4.l2 Hasil uji Mann_Withney antara Giardia lamblia dengan
gejalamual muntah

TabeI.4.l3 Hasil

.............

uji Mann_Withney

gejala lemah lesu

.........

.... 2g

antaru Giardia lamblia dengan

........... 2g

xil

BAB

1

PENDAHULUAN

I.LLatar Belakang
Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak

di

seluruh dunia

setelah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hasil survei program
Pemberantasan diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di
Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan episode diare

balita adalah 1,0

-

1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini

meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan merupakan penyakit dengan

frekuensi kejadian luar biasa kedua tertinggi setelah demam berdarah. Survei
Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor

dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur.
Kejadian diare pada golongan balita yakni sebesar 55 persen secara proporsional
lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur (Ratnawati
D, Wibowo TA, Solikhah,2009)
Sejumlah patogen baru memperlihatkan agen penyebab diare yang sering
ditemukan, diantaranya adalah oleh infeksi parasit (putra DS, 200g). Menurut
Sheral S. Patel dan James W. Kazura, banyak orang memiliki risiko yang rendah
terhadap cacing dan tidak memiliki gejala. Infeksi cacing tambang pada saluran
pencernaan bisa terjadi tanpa gejala yang spesifik dari gastrointestinal, seperti

nyeri, mual, dan diare (Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB; 2004). pada
cacing tambang, selama perlekatan ke mukosa usus halus, dapat dirasa nyeri
abdomen, diare, dan kehilangan berat badan. Komplikasi serius juga terjadi pada

infeksi Ascaris lumbricoides yaitu obstruksi pada usus halus, gejalanya mirip
dengan obstruksi pencernaaan akut dengan muntah, distensi abdomen, dan kram.

(Hrikelek M, 2008).

untuk infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus, merupakan penyebab
diare yang cukup tinggi di Indonesia. Entamuba histolytica menyebabkan diare
sekitar 10-18% kejadian, Entamuba

coli

B-r9yo, dan Giardia lamblia

'(Sutanto I, Ismid I.S, Sjarifuddin P.K, Sungkar S, 2008).

4,4o/o

Belum banyak disebutkan tentang spesies parasit yang berperan sebagai
penyebab utama timbulnya gejala diare terutama padabalita yang sangat rentan
akan infeksi parasit tersebut. Pada bagian lain dari penelitian

ini ditemukan bahwa

Cacing tambang dat Entamuba histolytica berpengaruh nyata terhadap timbulnya

geiala utama pada diare. Penemuan beberapa spesies parasit lain (Ascaris
lumbricoides, oxyuris vermicularis, Entamuba coli, dan Giardia lamblia), belum
diketahui peranannya terhadap timbulnya gejala-gejala penyerta pada penderita
diare.
1.2. Rumusan Masalah

Beberapa spesies parasit nematoda dan protozoa usus ditemukan pada

balita yang menderita diare

di

Indonesia. Namun, belum banyak disebutkan

tentang spesies parasit tersebut yang berperan sebagai penyebab utama timbulnya

gejala diare ataukah sebagai gejala penyerta. Untuk

itu

dalam penelitian ini

dilaporkan beberapa spesies parasit yang diidentifikasi sebagai penyebab gejala
penyerta diare serta berapa prevalensi gejala penyerta diare yang ditimbulkannya
pada anak balita di Kelurahan Pondok Ranji?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi gejala penyerta diare serta hubungannya dengan
infeksi parasit nematoda dan protozoa usus pada balita di kelurahan Pondok Ranji
1.3.2. Tujuan Khusus

1.

Mengetahui spesies parasit serta prevalensinya sebagai penyebab
gejala penyerta diare pada balita di kelurahan Pondok Ranji periode

Juni-Juli Tahun 2009.

2.

Mengetahui prevalensi gejala penyerta diare yang ditimbulkan akibat
infeksi parasit tersebut.

3. Mengetahui

hubungan infeksi parasit dengan gejala penyerta diare

1.4. Hipotesis

l.

Ascaris lumbricoides, Oxyuris vermicularis, Entamuba coli, dan Giardia

lamblia merupakan spesies parasit penyerta yang ditemukan pada balita
penderita diare di kelurahan Pondok Ranji
2. Infeksi parasit mempengaruhi timbulnya gejala penyerta diare

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian
masyarakat

ini

dapat digunakan sebagai informasi kesehatan bagi

di kelurahan Pondok Ranji

sebagai upaya program pemberantasan

diare dan penyakit oleh infeksi parasit, sefta berguna sebagai penelitian awal yang

memberikan data tambahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
diare.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.I.Diare
Berdasarkan defisini WHO, diare adalah buang air besar dalam bentuk
cafuart

lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua

hari atau lebih (who.org, 2009). Menurut Luszy A, 2006 diare adalah

suatu

kondisi dimana seseorang buang air besar 3 kali atau lebih dalam satu hari dan

tinja atau feses yang keluar berupa curan encer atau sedikit berampas,

kadang

juga disertai darah atau lendir. Kematian akibat diare umumnya disebabkan oleh
mencret yang terjadi tak berkesudahan sehingga penderita kehilangan cairan dan

elektrolit dalam tubuh yang menyebabkan dehidrasi (Irianto J, 2000).

Diare adalah kebalikan status penyerapan normal cairan dan elektrolit
yang semestinya diserap justru dikeluarkan. Berbagai gangguan bisa
menyebabkan gaya osmotik yang bekerja di lumen membawa air ke usus atau
status sekretori aktif yang diinduksi oleh enterosit. (Guandalini S, 2009)
Pada anak kurang

dari2 tahun, diare didefinisikan sebagai buang air besar

harian dengan volume lebih dari 10 ml/kg. Sedangkan pada anak di atas 2 tahun

didefinisikan sebagai buang air besar harian dengan massa lebih dari 200

g.

Dengan kata lain, kehilangan cairan lewat buang air besar sampai 4 kali atau lebih
perhari. (Guandalini S, 2009)

Pada beberapa diare dengan infeksi enterik biasanya memiiliki gqala
sistemik seperti nyeri abdomen, muntah, dan demam. (Stefano Guandalini,2009)

2.2.Klasifrkasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut dan
diare persisten/kronis (Shoff WH, 2008).

a.

Diare Akut

Diare akut adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang berbentuk

cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Penyebab diare akut
pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis, keracunan

makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Sebagian besar diare akut
disebabkan oleh infeksi (Irianto J, 2000).

b.

Diare persisten/kronis

Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama

14

hari atau lebih.

2.3. Infeksi parasit penyerta pada gejala diare serta mekanisme patofisiologinya
2.3.1. Golongan nematoda usus
a. Ascaris Lumbricoides

Askariasis paling umum pada anak-anak

di

negara-negara tropis dan

berkembang, dimana mereka terus-menerus terkontaminasi tanah dengan feses
manusia atau menggunakan feses yang tak terjaga sebagai pupuk. Prevalensi
askariasis tertinggi pada anak usia 2-10 tahun (Haburchak DR, 2008). Prevalensi

Ascaris lumbricoides sebesar l6,8yo di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada
tahun 1994 turun menjadi 4,9Yo pada tahun 2000. (Gandahusada S, Ilahude HHD,
Pribadi W,2004)
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva. Gangguan larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang

yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan
pada paru yang disertai dengan batuk, demam, dan eosinofilia. Pada toraks tampak

infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Kadang-kadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperli mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. (Gandahusada S, Ilahude HHD, Pribadi W, 2004)

Cacing dewasa bergerak sepanjang saluran pencernaan dan keluar melalui

orifisium (seperti saluran empedu, apendiks) dan dapat terperangkap,

menyebabkan obstruksi patologik. Cacing tersebut mungkin mati, menyebabkan

inflamasi, nekrosis, infeksi, dan pembentukan abses. Jika cacing bermigrasi keluar
akan meninggalkan perforasi di dinding usus. Larva selama migrasi menyebabkan

pembentukan granuloma, inflamasi, atau infeksi. (Shoff WH,2008)

Nyeri abdomen, distensi, kolik, nausea, anoreksia, dan diare intermiten
bisa merupakan manifestasi obstruksi usus parsial atau komplit oleh cacing
dewasa. Jaundice, nausea, muntah, demam dan nyeri abdomen berat dapat
memberi kesan adanya kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis. (Haburchak DR,
2008).

A*
iL,"

*r

lnf*etn*s

stas*

{:tug*o*r* gtuc*

ffi

Gambar 2.1. Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides
(sumber: www. dod. cdc. gov, th 2009)

b. Cacing tambang (Necator Americanus, Ancylostoma duodenale)
Berdasarkan prevalensi diindikasikan bahwa Ancylostoma duodenale dan

Necator Americanus menginfeksi 576-740 juta orang dan menyebabkan anemia

kira-kira l}Yo dari mereka yang terinfeksi. (Haburchak DR, 2003). Infeksi cacing
tambang endemik terutama di negara-negara berkembang. A duodenale adalah
spesies predominan

di region

Mediterania, region utara India dan China, dan

Afrika Utara. N Americanus adalah spesies predominan di China selatan, Asia
Tenggara, Amerika, kebanyakan Afrika, dan sebagian Australia. Distribusi ini
tidak absolut, dan infeksi camprran dapat terjadi pada satu individu. (Dhawan

vK,2008).
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis menurut Gandahusada S, Ilahude

HHD dan Pribadi W (2004) berupa

o

:

Stadium larva:

Bila banyak larva filariform
perubahan

sekaligus menembus

kulit yang disebut ground icth.

kulit, maka

terjadi

Pentbahan pada paru biasanya

ringan.

o

Stadium dewasa:
Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizipenderita
(Fe dan Protein).
Setelah mencapai usus halus proksimal, larva berkembang menjadi cacing

dewasa. Cacing dewasa menempel dengan mulutnya pada mukosa usus halus dan

mulai menghisap. cacing tambang mencerna jaringan dengan kapsul buccal,
menggunakan giginya, otot esofagus, dan enzimhidrolitik. pada waktu yang sama

cacing mengeluarkan antikoagulan poten yang menyebabkan perdarahan dari
kapiler di lamina propria. (Dhawan VK, 2008)
Setiap cacing Necator menghisap 0,03

mL darah per hari, dan setiap

cacing Ancylostoma menghisap 0,2 mL darah perhari (Haburchak DR, 2009).
Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer (Gandahusada S, Ilahude HHD,

Pribadi W, 2004). Anemia yang berat mempengaruhi perkembangan intelektual
dan fisik pada anak-anak. (Haburchak DR, 2008).

Infeksi berat cacing tambang dapat menyebabkan pneumonitis dengan
manifestasi batuk, demam, dan lemah. Jika cacing dewasa berada di jejunum,
pasien dapat mengalami diare, nyeri abdomen, kolik, dan/atau muntah. Gejala ini

lebih umum pada eksposur awal dibandingkan eksposur berikutnya. (Haburchak
DR, 2008; Dhawan VK, 2008).

6

,*@:''' ffiffi
?#t:
,,.
,*

t.r__-

,.**-,,,r:

A
}ru. :kss

;

'itel r!t* *!h1!qstr

'i:.li

"3,

l'
t&'

r'a*ru*t*a*w

i}**'*'**

c**o*

Gambar 2.2. Siklus Hidup cacing tambang
(sumber: www.dpd.cdc.gov, th 2009)

c.

O xyur i s v er mi cul ar i s (Ent er ob ius v ermi cul ar i s)

Infeksi Oxyuris paling sering

di area kosmopolitan pada daerah yang

dingin. Prevalensi paling tinggi pada anak usia 5-9 tahun, tapi semua usia bisa
terinfeksi. (Wolfram W, 2007)
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.

Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi

di sekitar

anus, perineum dan

vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina

sehingga menyebabkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah

anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar
anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan

ini sering terjadi pada

waktu malam hari hingga penderita lerganggu tidurnya dan menjadi

lemah.

(Gandahusada S, Ilahude HHD, Pribadi W,2004).

Cacing yang tinggal di sekum danarea yang berdekatan secara khas tidak
menyebabkan gejala. Diare mengacu pada inflamasi dinding usus yang dapat
terjadi selama infeksi akut. (Huh S,2008)

AE**r**r*t***
*rrgd$Ld
hsol$a
by

{E}

:r$

J,isnxe

dgt

r.,r9r

*{}Bt$tldx

#:lffi,TH**

A

eooor

#roFtnu

LeY{* flsld€

tt}6

An ults rn i.ffra.fi
of c*euft

s€q*

tfialsr* sthrn a rt! E hosfe

1f,w htugiw sho*
11L* *ug"*o,rc $ugo

Gambar 2.3. Siklus Hidup Oxyuris vermicularis
(sumber: www.dpd.cdc. gov, th 2009)

2.3.2. Golongan protozoa usus
a. Entamub a H istolyt

ica

Pada sebuah studi disebutkan rasio diare amuba akut mulai l,5o/o pada
pelancong yang kembali dari Asia Tenggata sampai 3,60/o pada mereka yang
kembali dari Amerika Tengah. Insiden amubiasis tinggi pada negara berkembang.

10

Sebuah studi

di

Bangladesh mengindikasikan bahwa pada anak prasekolah

ditemukan 0,09 episode diare yang berhubungan dengan E histolytica dan 0,03
episode disentri setiap tahun. (Dhawan

VK, 2008).

Entamuba histolytica adalah parasit protozoa nonflagellata yang
menyebabkan proteolisis dan lisis jaringan dan dapat menginduksi apoptosis sel

host. Penyakit mungkin bisa terjadi hanya dengan sedikit kista. Perlekatan
trofozoit pada sel epitel kolon seperlinya dimediasi dengan galaktosaA{acetylgalaktosamin (GAl/GalNac)-lectin spesifik. Respon Immunoglobulin A

(IgA) mukosa melawan lektin dapat menyebabkan beberapa infeksi rekuren.
(Lacasse A,2009)
Disentri amuba mempunyai gejala yang khas, yaitu sindrom disentri yang
merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare (berak-berak encer) dengan tinja

yang berlendir dan berdarah serta tenesmus anus (nyeri pada waktu buang air
besar). Terdapat juga rasa tidak enak di perut dan mules. Perdarahan rektal tanpa
diare dapat terjadi, khususnya pada anak-anak. Hanya l0-30Yo yang mengalami
demam pada kolitis amuba. Faktor predisposisi termasuk gizi kurang, kehamilan,
penggunaan kortikosteroid, dan usia sangat muda. (Lacasse

A,2009)

TL

aatalr*tr.-H!qa'

lr.{g {r*nv*

ffi;r-

tl&R*

t*4.$&t cla?*

dgf f$e.*e".U*{,fu

rr"Efctt

kM-j;

lN.lnftttr* Sagr
lL'o"r:.*"tl: $tqle

{l1t lsFfrsao,4es
ta,rr*d ',n fccc*

ilyt.,n

+
,:'':L

*

l&nn"rllrru Cokr.i*tc,n
!r"rO* all l}lCagc

Gl " *"*"t*

s

i\

/\

utqta!+

fw

11ryg$;1rlri.lfi

\_ffi .*m*ffi -..w

Lt!rttF$4crlkl$

i

Er.r1*1*n 0|l

\\j\

A

cwer

A

AA

A

Gambar 2.4. Entamaeba Histolitika
(sumber: www.dpd.cdc. gov. th 2009)

b. Entamuba

Coli

Amuba ini ditemukan kosmopolit di Indonesia dengan frekuensi antara 8

-

l8 %. (Gandahusada

S, Ilahude

HIID, Pribadi w, 2004). Pada sebuah penelitian

si kepulauan seribu, diantara 101 sampel anak sekolah dasar ditemukan 5% infeksi
Entamuba histolytica dan Entamuba cali. (Sasongko A, Irawan HSJY, Tatang RS,

dkk,2002)

T2

siklus hidup E coli menyerupai E histolytica namurn tanpa adanya
penjalaran ekstraintestinal (Yulfi H, 2006). E coli tidak patogen, tetapi penting
dipelajari untuk membedakan dengan

E histolytica. (Gandahusada S, Ilahude

HHD, Pribadi W,2004).
c. Giardia lamblia
Giardiasis adalah infeksi protozoa paling umum pada pencernaan manusia.

G lamblia adalah salah satu dari agen penyebab paling umum epidemik

dan

endemik penyakit diare di dunia. Estimasi prevalensi infeksi berdasarkan temuan

kista sebesar 20-25%o pada anak dibawah 3 tahun. (Mukherjee S, 2009) Infeksi
lebih sering pada anak-anak dari pada dewasa. (Hokelek M, 2008)
Mekanisme kerusakan epitel masih belum jelas. Bagaimanapun, studi oleh
Panaro dkk menyebutkan bahwa tropozoit Giardia menginduksi apoptosis dengan

mengaktivasi

jalur

apoptosis instrinsik dan ekstrinsik, menurunkan protein

antiapoptosis Bcl-2, dan meningkatkan proapotosis Bax, kemungkinan yang
mengatur apoptosis dalam patogenesis giardiasis. (Mukherjee S, 2009)

Kebanyakan subjek yang terinfeksi asimtomatik. walaupun begitu, 50%
pasien yang terinfeksi Giardia dapat mengalami berbagai gejala, termasuk diare,

disertai steatore dengan gangguan absorbsi lemak. Selain daripada itu, juga ada
gangguan absorbsi karoten, folat dan vitamin B12. Produksi enzim mukosa juga

berkurang. Penyerapan bilirubin oleh Giardia menghambat aktivitas lipase
pankreatik. Kelainan fungsi usus kecil

ini disebut sindrom

malabsorbsi, yang

menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar dan tegang, mual anoreksia,

feses banyak dan berbau busuk dan mungkin penurunan berat
(Gandahusada S, Ilahude HHD, Pribadi

badan.

W,2004)

Diare akut adalah gejala paling umum dari infeksi Giardia, terladi

90o/o

pada subjek simptomatik. Patogenesis diare pada giardiasis belum diketahui.
Mekanisme yang diusulkan adalah oklusi mukosa oleh mikroorganisme dalam

jumlah banyak, kompetisi dengan host daram hal makanan, kerusakan epitel,
perubahan imun yang memediasi penyerapan, perubahan sekresi mukosa dan
pergerakan usus. (Mukherjee S, 2009). Tropozoit Giardia menempel pada epitel

13

dan mengubah mikrovili pada tempat

perlekatannya. Giardia mungkin

mengeluarkan substrat sitopatik yang merusak epitel usus. (Hrikelek M, 2003)
Kerusakan enterositik dimediasi oleh aktivasi limfosit T host. Patofisiologi

aktivasi limfosit adalah induksi sekunder dari Giardia yang merusak tautan epitel,

sehingga meningkatkan permeabilitas usus. Hilangnya fungsi barier epitel
disebabkan apoptosis enterosit yang diindvksi Giardia. (H0,005 yang

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan atau hubungan nyata dan bermakna antara
2 kelompok variabel.

A. Infeksi Ascaris lumbricoides dengan gejala penyerta diare
Tabel.4.2 Hasil

uji Mann_Withney

demam
Test Statisticsu
Ascaris
lumbricoides
Mann-Whitney U

281.000

Wilcoxon W

911.000

Z

-.630

Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping

Variable: demam

_325

antara Ascaris lumbricoides dengan gejala

23

uji

Tabel.4.3 Hasil

Mann_Withney antara Ascaris lumbricoides dengan gejala

mual, muntah
Test Statisticsb
Ascaris
lumbricoides
Mann-Whitney U

190.000

Wilcoxon W

235.000

Z

-.166

Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig.
a.

.B{rB

[2*(ltailed

Sig.)]

.943u

Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: mual, muntah

Tabel.4.4 Hasil

uji

Mann_Withney antara Ascaris lumbricoides dengan gejala

lemah lesu
Test Statistics"
Ascaris
lumbricoides
Mann-Whitney U

292.000

Wilcoxon W

853.000

Z

-.800

Asymp. Sig. (2-tailed)

.42.X

a. Grouping Variable: lemah, letih, lesu

Dari hasil analisa statistik didapatkan nilai p Mann_Whitney:0,529 yang
menyatakan bahwa

tidak ada

hubungan bermakna antara infeksi Ascaris

lumbricoide,s dengan gejala demam. Demikian pula antara infeksi

gejala mual, muntah (p:0,868) dan infeksi

Al

Al

dengan

dengan gejala lemah, lesu

(p:0,424). Dengan kata lain infeksi parasit tersebut tidak mempengaruhi gejala
lemah dan lesu.

Hal ini berarti bahwa gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh infeksi

Al, namun diduga merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi
kondisi lainnya

atau

24

Menurut Haburchak DR (2008) mual, muntah dan demam dapat terjadi
pada askariasis dengan komplikasi kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis. Pada

infeksi ringan tidak terjadi gejala tersebut.
Gejala demam pada subjek penelitian dapat disebabkan oleh infeksi lain
seperti spesies Campylobacter dan spesies Salmonella (Guandalini S, 2009) yang

tidak menjadi subjek dalam penelitian ini.
Gejala mual dan muntah yang terjadi bersamaan dengan diare juga dapat

terjadi pada penyakit gangguan mortalitas usus seperti obstruksi

usus.

(Kuwajerwala NK, 2CI07).

B. Infeksi Oxyuris vermiculans dengan gejala penyerta diare
Tabel.4.5 Hasil

uji Mann_Withney

demam
Test Statisticsa
Oxyuris
vermicularis
Mann-Whitney U

288.500

Wilcoxon W

441.500

Z

-.527

Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping

Variable: demam

..t98

antara Oxyuris vermiculans dengan gejala

25

Tabel.4.6 Hasil

uji Mann_Withney

antara Oxyuris vermiculans dengan gejala

mual muntah
Test Statisticsb
Oxyuris
vermicularis
Mann-Whitney U

184.500

Wilcoxon W

1

130.500

Z

-.653

Asymp. Sig. (2tailed)

..513

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a.

.831u

Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: mual, muntah

Tabel.4.7 Hasil

uji

Mann_Withney antara Oxyuris vermicularis dengan gejala

lemah lesu
Test Statistics"
Oxyuris
vermicularis
Mann-Whitney U

280.500

Wilcoxon W

470.500

Z

-1.882

Asymp. Sig. (2+ailed)

.06{}

a. Grouping Variable: lemah, letih, lesu

Dari hasil analisa statatistik didapatkan nilai p Mann_Witney :0,598
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara infeksi Oxyuris
vermicularls dengan gejala demam. Demikian pula antara infeksi Ov dengan
gejala mual, muntah (p:0,513) dan infeksi

Ov

dengan gejala lemah, lesu

(p:0,060). Dengan kata lain infeksi parasit tersebut tidak mempengaruhi gejala
lemah dan lesu.

Hal ini berarti bahwa gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh infeksi
Ov, namun diduga merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi
atau kondisi lainnya

26

Menurut Huh

s

(2008) cacing kremi

ov

yang tinggal di sekum dan area

yang berdekatan secara khas tidak menyebabkan gejala. Diare mengacu pada
inflamasi dinding usus yang dapat terjadi selama infeksi akut.
Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum
dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkan pruritus local dan penderita menjadi lemah. (Gandahusada

S,Ilahude HHD, Pribadi W,2004).
C. Infeksi Entamuba coli dengan gejala penyerta diare
Tabel.4.8 Hasil uji Mann_withney antara Entamuba coli dengan gejara demam
Test Statistics"
Entamoeba coli

Mann-Whitney U

280.500

Wilcoxon W

910.500

Z

-.995

1)rl

Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping

Variable: demam

Tabel.4.9 Hasil

uji Mann_withney antara Entamuba coli

muntah
Test Statisticsb
Entamoeba coli

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

84.500

I130.500
-.653

Asymp. Sig. (2tailed)
Exact Sig. [2*(l-tailed Sig.)]
a.

1

Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: mual, muntah

.5

t:i

.831u

dengan gejala mual

27

Tabel.4.10 Hasil

uji Mann_Withney antara Entamuba coli

dengan gejala lemah

lesu
Test Statisticsu
Entamoeba coli

Mann-Whitney U

294.500

Wilcoxon W

855.500

Z

-

1.084

Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping

Variable: lemah, letih, lesu

Dari hasil analisa statatistik didapatkan nilai p Mann_Witney:0,380 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara infeksi Entamuba coli

dengan gejala demam atau infeksi parasit tersebut tidak mempengaruhi gejala
demam. Demikian pula antara infeksi Ec dengan gejala mual, muntah (p:0,513)
dan infeksi Ec dengan gejala lemah, lesu (p:0,278).

Hal ini berarti bahwa gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh infeksi
Ec, namun diduga merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi atau
kondisi lainnya
Menurut Gandahusada S dkk (2004) infeksi E. coli tidak patogen. Gejala
demam pada subjek penelitian dapat disebabkan oleh infeksi lain seperti spesies

Campylobocter dan spesies Salmonella (Guandalini S, 2009; Thielman NM,
Guerrant RL, 2004) yang tidak menjadi subjek dalam penelitian ini.

28

D. Infeksi Giardia lamblia dengan gejala penyerta diare
Tabel.4.l 1 Hasil uji Mann_Withney arfiara Giardia lomblia dengan gejala demam
Test Statistics"
Giardia lamblia
Mann-Whitney U

289.000

Wilcoxon W

919.000

Z

-.697

Asymp. Sig. (2-tailed)

.486

a. Grouping Variable: demam

Tabel.4.l2 Hasil uji Mann_Withney antata Giardia lamblia dengan gejala mual
muntah
Test Statisticsb
Giardia lamblia
Mann-Whitney U

189.000

Wilcoxon W

I 135.000

Z

-.457

Asymp. Sig. (2-tailed)

.647

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a.

.9244

Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: mual, muntah

Tabel.4.13 Hasil uji Mann_Withney antara Giardia lamblia dengan gejala lemah
lesu
Test Statisticsu
Giardia lamblia
Mann-Whitney U

304.000

Wilcoxon W

865.000

Z

-.759

Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping

Variable: lemah, letih, lesu

.448

29

Dari hasil analisa statistik pada infeksi G. lamblia didapatkan nilai p
Mann_Whitney : 0,486 (p > 0,005) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna arftara infeksi G. Iamblia dengan gejala demam. Dengan kata lain

infeksi parasit tersebut tidak mempengaruhi gejala demam. Hal ini berarti bahwa
gejala demam pada diare bukan disebabkan oleh infeksi Gl, namun diduga
merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi lainnya.

Hasil yang sama juga didapatkan arftara infeksi Gl dengan gejala mual,
muntah (p:0,647) dan antara infeksi G/ dengan gelala lemah, lesu (p:0,488).
Maka dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala penyerta tersebut bukan disebabkan
oleh infeksi G/.

Menurut Mukherjee S (2009) lemah, mual dan muntah pada giardiasis
terjadi pada infeksi yang telah berlangsung kronik. Kira-kira

150%

kasus giardiasis

asimtomatik. Gejala demam pun sangat jatang terjadi (Hrikelek M, 2009) dan
hampir tidak ada (Guandalini S, 2009).

Gejala mual dan muntah yang terjadi bersamaan dengan diare juga dapat

terjadi pada penyakit gangguan mortalitas usus seperti obstruksi

usus.

(Kuwajerwala NK, 2007). Mual dan muntah yang tidak berhubungan dengan diare
lebih sering lagi terjadi.

Dari hasil analisa statatistik diatas dapat disimpulkan bahwa gejala
penyerta berupa demam, lemah dan lesu, serta mual dan muntah bukan
disebabkan oleh infeksi parasit golongan nematode dan protozoa usus tersebut
diatas. Infeksi parasit tersebut masih bersifat asimptomatik dan belum mencapai

tahap kronik yang dapat menimbulkan gejala-gejala tersebut diatas. Namun
dugaan kuat gejala utama pada diare lebih disebabkan oleh infeksi lain atau
disebabkan oleh mekanisme lain secara patogenesis.
Penemuan parasit sebagai hasil identifikasi secara mikroskopis, umumnya

sangat bersifat subyektif dan berbeda hasilnya antara peneliti satu dengan yang

lainnya. Hal ini dapat menimbulkanfalse positive dari hasil identifikasi tersebut.

Oleh sebab itu, dari sejumlah sampel yang diidentifikasi, hanya sebagian kecil
saja yang dapat ditemukan adanya parasit dalam sampel tersebut. Jumlah hasil

positif dari penemuan ini tidak cukup untuk menguatkan hasil analisa statistik
yang mendukung hipotesis (H6) untuk diterima. Sehingga belum cukup bukti yang

30

menunjukkan adanya hubungan bermakna atau pengaruh infeksi parasit tersebut
terhadap timbulnya gejala-gejala yang ada.

Namun demikian, hasil penemuan infeksi cacing tambang dan Entamuba
histolytica dikategorikan pada prevalensi yang cukup tinggi untuk penyebab diare,
menurut hasil

-

hasil penemuan yang pernah dilaporkan sebelumnya. Sehingga

hipotesis diterima yang berarti bahwa gelala utama pada diare disebabkan oleh
adanya infeksi cacing tambang (Necator americanus, Ancylostoma duodenale)
dan Ent amub a hi s t olyt

ic

a.

31

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

1. Infeksi cacing tambang dan Entamuba histolytica merupakan infeksi utama
penyebab gejala diare pada balita di kelurahan pondok Ranji

2. Infeksi Ascaris lumbricoides, Oxyuris vermicularis, Entamuba coli, dan
Giardia lamblia merupakan infeksi penyerta pada diare.

3. Gejala penyerta berupa demam,, mual muntah, dan lemah lesu (36,5%)
yang dialami subjek penelitian bukan disebabkan oleh infeksi parasitparasit penyerta tersebut.
5.2. Saran

1. Untuk penelitian

selanjutnya, hendaknya pengambilan dan pengujian

sampel dilakukan secara berulang atau lebih dafi2 kali dengan jarak waktu

yang berselang-seling..

2.

Pemeriksaan sampel feses hendaknya dilakukan segera dalam keadaan
feses segar terutama untuk diagnosis protozoa.

3.

Dalam pengambilan sampel sebaiknya diberikan instruksi yang jelas pada
respond