ANALISIS MAKNA PUISI AME NI MO MAKEZU DAN KETERKAITANNYA DENGAN CERPEN DEKUNOBOU KARYA MIYAZAWA KENJI (Melalui Pendekatan Semiotik)

(1)

ANALISIS MAKNA PUISI AME NI MO MAKEZU DAN KETERKAITANNYA DENGAN CERPEN DEKUNOBOU

KARYA MIYAZAWA KENJI (Melalui Pendekatan Semiotik)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana pada Jurusan Sastra Jepang

Fakultas Sastra

Universitas Komputer Indonesia

MERRY RISMAWATI NIM. 63802029

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA JEPANG BANDUNG


(2)

LEMBAR PENGESAHAAN PERNYATAAN

ABSTRAK

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi ...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...5

1.3. Pembatasan Masalah ...5

1.4. Tujuan Penelitian ...6

1.5. Manfaat Penelitian ...7

1.6. Sistematika Penulisan ...7

BAB II LANDASAN TEORI...9

2.1. Pengertian Puisi ...9

2.2. Struktur Puisi...11

2.2.1. Struktur Fisik...11

2.2.2. Struktur Batin ...15

2.3. Pengertian Semiotik ...19

2.4. Pengertian Makna...22

2.5. Pengertian Cerpen ...24


(3)

2.6. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen...26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...29

3.1. Metodelogi Penelitian ...29

3.2. Sumber Data...29

3.3. Teknik Pengumpulan Data...30

3.4. Teknik Pengolahan Data ...30

3.4.1. Pembacaan Heuristik...30

3.4.2. Pembacaan Hermeneutik...31

3.5. Tahapan Penelitian ...33

3.5.1. Persiapan ...33

3.5.2. Pengolahan Data ...34

3.5.3. Penyusunan Laporan ...35

BAB IV ANALISIS MAKNA PUISI AME NI MO MAKEZU KARYA MIYAZAWA KENJI DAN KETERKAITANYA DENGAN CERPEN DEKUNOBOU...36

4.1. Analisis Makna Puisi Ame Ni Mo Makezu...36

4.2. Struktur Fisik Puisi...45

4.2.1. Diksi...45

4.2.2. Gaya Bahasa ...46

4.2.3. Pencitraan (Pengimajinasian) ...48

4.2.4. Bunyi ...50

4.3. Struktur Batin Puisi ...52

4.3.1. Tema ...52


(4)

4.4. Makna yang Terkandung dalam Puisi Ame ni mo makezu ...54

4.5. Ringkasan Cerpen Dekunobou...56

4.6. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen...58

4.6.1. Tema ...58

4.6.2. Alur atau Plot...58

4.6.3. Latar...59

4.6.4. Penokohan ...59

4.6.5. Sudut Pandang ...60

4.6.6. Amanat...60

4.7. Keterkaitan antara Makna Puisi Ame ni mo makezu dengan Cerpen Dekunobou...61

BAB V SIMPULAN...65 DAFTAR PUSTAKA

Sinopsis Lampiran

Riwayat Hidup Penulis


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sastra adalah salah satu hasil dari kebudayaan. Sastra merupakan kreasi manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra manusia bisa menuangkan segala ide, isi hati, pemikiran, dan pengalamannya dalam bentuk bahasa sebagai media utamanya. Sebuah karya sastra bisa membuat batin seseorang menjadi kaya akan pengetahuan, karena karya sastra dapat mengembangkan jiwa manusia, untuk menjadi manusia yang berbudi tinggi dan manusia yang peka terhadap lingkungan sekitarnya.

Bentuk-bentuk karya sastra adalah : puisi, prosa, dan naskah drama. Untuk menjadi suatu susunan yang utuh bentuk-bentuk karya sastra tersebut memiliki susunannya masing-masing.

Suatu ekspresi yang dituangkan oleh pengarang dalam karya sastranya berdasarkan pada problematika kehidupan manusia, yang meliputi hal-hal sebagai berikut; kematian, cinta, tragedi, kesetiaan, pengabdian, tujuan hidup, serta hal-hal yang terjadi dalam kehidupan manusia. Lalu masalah-masalah tersebut dituangkan ke dalam bentuk puisi, prosa, naskah drama oleh pengarang.

Karya sastra yang unik dan berbeda dengan karya sastra yang lainnya adalah puisi. Puisi merupakan karya sastra yang disusun berdasarkan syarat-syarat tertentu, dan menurut Tarigan dalam Kinayati Djojosuroto buku yang berjudul


(6)

Puisi untuk pendekatan dan pembelajar (2005:11), secara etimologi puisi berasal dari bahasa yunani, yaitu poesis yang berarti penciptaan atau pembuatan.

Menurut Aminudin (1995:115) puisi sebagai hasil kreasi manusia, puisi mampu memaparkan di luar diri manusia persis apa adanya. Dapat disimpulkan dari pernyataan di atas bahwa puisi adalah cerminan yang menjadi representasi dari realitas itu sendiri.

Seorang penyair menciptakan dunianya sendiri melalui puisi-puisinya. Puisi ciptaannya itu merupakan gambaran suasana tertentu yang berasal dari pengalaman pribadi penyair. Dimana penyair tersebut telah dapat menghayati kehidupananya, lalu penyair tersebut menuangkannya ke dalam karya sastra yang berbentuk puisi. Namun tidak semua orang mampu menuangkan kembali apa yang telah dihayatinya kedalam bentuk puisi yang indah, untuk itu seorang penyair dituntun tidak hanya pandai dalam menangkap fenomena-fenomena yang ada, tetapi juga dituntun untuk bisa melahirkan kembali apa yang telah diamatinya.

Menurut Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn dalam bukunya yang berjudul tentang sastra “Puisi adalah sarana yang paling sesuai untuk mengungkapkan keadaan hati.” (1991:73)

Puisi yang dituangkan oleh penyair sebagai ungkapan isi hati dan hasil pemikirannya, yang merupakan gambaran suasana hati penyair sendiri, juga masalah-masalah kehidupan yang terjadi di masyarakat. Tersirat pesan dan kesan yang ingin disampaikan oleh penyair kepada pembacanya. Pesan dan kesan tersebut diharapkan oleh penyairnya dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya


(7)

3

dan masyarakat pada umunya dalam menjalani kehidupan. Maka dapat dikatakan juga bahwa kehadiran karya sastra ditengah-tengah masyarakat pembacanya sebagai sarana pendidikan.

Salah satu tujuan kehadiran sastra ditengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk berbudaya, berpikir dan berketuhanan.(M Atar Semi , 1990:71)

Seperti telah dikatakan di atas, puisi terikat atau disusun dengan syarat-syarat tertentu. Puisi juga merupakan karya sastra yang cukup tua. Dulu puisi disusun dari rima, irama, jumlah kata dan suku kata. Namun puisi-puisi sekarang tidak terikat dengan aturan-aturan seperti dulu. Puisi sekarang bersipat bebas. Pada hakiatnya puisi bukanlah susunan kata-kata yang membentuk baris dan kata, melainkan tersirat sesuatu didalam kata, baris, dan bait tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa puisi adalah keindahan bahasa kias yang terkandung sebuah makna didalam kata-katanya.

Puisi juga merupakan struktur sistem tanda yang bermakna. Menganalisis makna puisi berarti memahami dan mengungkapkan makna yang terkandung dalam puisi tersebut secara menyeluruh. Untuk menganalisis puisi yang merupakan sistem tanda diperlukan juga ilmu yang mempelajari tentang tanda. Ilmu yang mempelajari tentang tanda adalah semiotik, maka untuk menganalisis makna puisi penulis menggunakan pendekatan semiotik untuk memahami makna yang terkandung dalam puisi tersebut.

Pada dasarnya penulis menyukai puisi dan tertarik dengan keindahan, keunikan serta makna yang tersirat dalam sebuah puisi. Setelah penulis mendapatkan pengajaran tentang Kesusastraan Jepang. Dimana dalam pelajaran


(8)

tersebut diulas mengenai karya-karya Sastra Jepang termasuk puisi.. Penulis yang tertarik dengan puisi ingin menambah pengetahuannya mengenai puisi, tidak terbatas hanya pada puisi-puisi Bahasa Indonesia yang selama ini penulis baca. Penulis juga ingin membaca dan bisa memahami isi atau makna yang terkandung dalam puisi yang berbahasa asing, untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis. Karena sekarang penulis sedang belajar Sastra Jepang, maka ini kesempatan penulis untuk belajar memahami puisi Jepang. Puisi Jepang sama halnya dengan puisi-puisi lain, tersusun dari kata-kata kias, dan tersirat makna didalamnya. Makna apa yang ingin disampaikan oleh penyair melalui kata-kata yang indah dalam puisi kepada pembacanya. Namun terkadang makna yang terkandung dalam sebuah puisi berkaitan dengan karya sastra penyiar yang lainnya, misalnya dengan cerpen yang ditulis oleh penyair. Maka dalam penelitian ini penulis bermaksud menganalisis makna yang terkandung dalam kata-kata kias yang tersusun dalam puisi melalui pendekatan semiotik, juga keterkaitan puisi tersebut dengan cerpen yang ditulis penyair.

Penulis memilih puisi salah satu penyair terkenal Jepang yaitu, Miyazawa Kenji yang berjudul ame ni mo makezu. Karena puisi ini merupakan puisi terkenal dari penyair, juga memiliki makna yang kuat bagi kehidupan penyairnya. Selain itu puisi ini memiliki keunikkan, yaitu adanya keterkaitan dengan cerpen dekunobou, yang ada di dalam isi puisi.

Maka dari itu dalam penalitian ini penulis mengambil judul ANALISIS MAKNA PUISI AME NI MO MAKEZU dan KETERKAITANNYA DENGAN


(9)

5

CERPEN DEKUNOBOU KARYA MIYAZAWA KENJI (Melalui Pendekatan Semiotik).

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sumber dari suatu penelitian. Tanpa masalah penelitian tidak dapat dilaksanakan. Dalam penelitian ini penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu :

1. Makna apa yang terkandung dalam puisi ame ni mo makezu?

2. Struktur fisik dan struktur batin apa yang terdapat dalam puisi ame ni mo makezu?

3. Keterkaitan apa yang terdapat antara puisi ame ni mo makezu dengan cerpen yang berjudul dekunobou?

1.3Pembatasan Masalah

Puisi merupakan karya sastra yang dapat dikaji dari berbagai aspek. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsur yang menyusunnya. Bahkan dari sudut kesejarahannya, mengingat sepanjang sejarah puisi dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan di baca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengingat hakikat puisi sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teeuw, 1980:12). Dan menurut Riffaterre di dalam buku Rachmat Pradopo, 2005:3, puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya.


(10)

Meskipun demikian, orang tidak dapat memahami puisi sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan sesuatu yang kosong tanpa makna.

Selain sebuah karya yang estetis, puisi juga merupakan rangkaian simbol atau tanda yang tersusun dalam sebuah barisan kata yang indah. Tanda-tanda tersebut memiliki makna yang ingin disampaikan penyair kepada pembacanya. Maka sebelum mengkaji puisi dari aspek-aspek yang lain, puisi perlu dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis, serta mengkaji tanda-tanda yang terdapat dalam puisi tersebut, menjadi sebuah barisan kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Sehingga makna yang terkandung dalam puisi tersebut bisa tersampaikan. Namun makna yang terkandung dalam sebuah puisi kadang berkaitan dengan karya sastra yang lainnya, misalnya berkaitan dengan cerpen.

Seperti puisi yang akan dianalisis oleh penulis. Puisi tersebut memiliki keterkaitan dengan cerpen yang ditulis juga oleh penyair yang sama. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis membatasi menganalisis makna yang terkandung dalam puisi ame ni mo makezu dan kertekaitannya dengan cerpen dekunobou melalui pendekatan semiotik.

1.4Tujuan Penelitian

Penulis melakukan penelitian ini bertujuan :


(11)

7

2. Untuk mengetahui struktur fisik dan struktur batin yang terdapat dalam puisi ame ni mo makezu.

3. Untuk mengetahui hubungan antara puisi ame ni mo makezu dan dekunobou..

1.5Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis

a Untuk menerapkan teori semiotik dalam memahami tanda atau simbol yang terdapat dalam puisi.

b Untuk memahami makna dalam puisi melalui pendekatan semiotik. 2. Manfaat secara praktis

a Mengenal puisi Miyazawa Kenji yang berjudul ame ni mo makezu.

b Untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang kesugsastraan Jepang bagi mahasiswa Sastra Jepang.

c Penulis bermaksud untuk membantu pembaca memahami puisi-puisi Jepang.

d Menambah pengalaman melalui media tulisan, yaitu melalui puisi. e Menyampaikan isi pesan dari puisi ame ni mo makezu.

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini di bagi menjadi lima bab, dan tiap-tiap bab diuraikan kembali ke dalam beberapa sub bab dan anak sub bab.

Pada BAB I dijelaskan latar belakang penulis menganmbil judul Analisis Makna Puisi Ame Ni Mo Makezu Karya Miyazawa Kenji (melalui pendekatan


(12)

semiotik). Selain itu juga diuraikan rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode, dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II dipaparkan menjadi beberapa sub bab, yaitu: pengertian puisi, struktur puisi, pengertian semiotik, pengertian makna. Dalam BAB II ini struktur puisi diuraikan lagi menjadi anak sub bab, yaitu: struktur fisik dan struktur batin puisi.

BAB III diuraikan tentang metodologi yang digunakan dalam menganalisis puisi. BAB ini di bagi menjadi beberapa sub bab sebagai berikut : metodelogi penenlitian, sumber data,teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data yang diuraikan kembali menjadi beberapa anak sub bab, yaitu : pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik. Selanjutnya sub bab tahapan penelitian juga di bagi ke dalam anak sub bab, seperti : persiapan, pengolahan, dan penulisan skripsi.

BAB IV berisi sub bab biographi Miyazawa Kenji, sub bab analisis makna puisi ame ni mo makezu, sub bab struktur fisik yang terdapat dalam puisi ame ni mo makezu, sub bab struktur batin yang terdapat dalam puisi ame ni mo makezu, dan hubungan antara puisi ame ni mo makezu, cerpen dekoboko.

BAB V berisikan simpulan dari bab-bab yang telah di bahas oleh penulis sebelumnya.


(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Pengertian Puisi

Puisi adalah salah satu karya sastra yang unik, karena puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Menurut Tarigan dalam buku Kinayati Djojosuroto, puisi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu poesis yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris disebut poetry yang berarti puisi, poet berarti penyair, dan poem berarti syair. Arti seperti ini kemudian dipersempit menjadi ”hasil karya sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, dan kata-kata kiasan”. Seperti yang dikemukakan oleh (Wirjososoedarmo, 1984:51) dalam buku Pengkajian Puisi karya Rachmat djoko Pradopo, bahwa puisi itu adalah karangan yang terikat dengan: (1) banyak baris dalam tiap bait; (2) banyak kata dalam tiap baris; (3) banyak suku kata dalam tiap baris; (4) rima; (5) dan irama. Ada pun sastrawan yang berpendapat bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang tepat dan disusun sebaik-baiknya. Menurut Carlyle salah satu penyair romantis Inggris berkata, puisi merupakan pemikiran yang musikal (Pradopo, 2005:6). Seorang penyair menciptakan puisi dengan memikirkan bunyi yang merdu dalam puisinya, serta kata-kata yang disusun dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi rangkaian bunyi yang merdu seperti sebuah musik. Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah


(14)

rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita (Pradopo, 2005:6). Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Hal itu merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam dalam kehidupan manusia.

Adapun pendapat-pendapat lain dari para satrawan dunia tentang puisi yang dikumpulkan oleh Kinayati Djojosuroto (2005:10-11), diantaranya :

1. William wordsworth: Puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya; dia memperoleh rasanya dari emosi, atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian.

2. Byron: Puisi adalah lava imajinasi yang letusannya mencegah timbul gempa bumi.

3. Emily Dickenson: Kalau aku membaca sesuatu dan dia membuat tubuhku begitu sejuk sehingga tiada api yang dapat memanaskan aku, maka aku tahu bahwa itu adalah puisi. Hanya dengan cara inilah aku mengenal puisi.

4. Watts Dunton: Puisi adalah ekspresi yang konkret dan bersifat artistik dari pikiran manusia secara emosional dan berirama.

5. Lascelles Abercramble: Puisi adalah ekspresi dari pengalaman imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa, yang mempergunakan setiap rencana yang matang dan bermanfaat.


(15)

11

Maka berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seorang penyair adalah orang yang menciptakan pengalaman atau pencipta pangalaman. Oleh karena itu puisi merupakan ekspresi dari pengalaman imajinatif manusia. Pengalaman adalah hal yang akan kita peroleh ketika pertama kali kita membaca sebuah puisi. Semakin banyak orang membaca puisi semakin banyak pengalaman yang diperolehnya, terutama pengalaman imajinatifnya.

Masih banyak pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para sastrawan mengenai puisi. Namun sesungguhnya pendapat tentang apakah puisi itu tidaklah begitu penting, yang penting adalah mampukah kita memahami dan menikmati puisi tersebut.

2.2Struktur Puisi

Puisi terdiri dari dua bagian besar yakni struktur fisik dan struktur batin puisi. Menurut I.A. Richards menyebut kedua struktur tersebut merupakan metode puisi dan hakikat puisi (dalam Kinayati Djojosuroto, 2005:15), dan Marjorie Boulton menyebutnya sebagai bentuk fisik dan bentuk mental. Struktur fisik secara tradisional disebut elemen bahasa dan struktur batin secara tradisional disebut makna puisi.

2.2.1 Struktur Fisik Puisi

Struktur fisik puisi dibangun oleh diksi, bahasa kias atau gaya bahasa (figurative language), pencintraan (imajinery), irama (ritme), bunyi.


(16)

1. Diksi

Untuk menghasilkan diksi yang cocok dengan suasana seorang penyair membutuhkan waktu yang lama. Penyair menulis puisi menggunakan pemilihan kata yang cermat dan sistematis, dan hal itu dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan diksi yang tepat. Abdul Hadi mengatakan pemilihan diksi yang tepat akan menghasilkan sugesti, yakni daya gaib yang muncul dari diksi yang berupa kata atau ungkapan (Kinayati Djojosuroto, 2005:16). Dalam menulis puisi penyair memilih kata-kata yang sesuai dengan perasaan dan nada puisi. Jika yang ungkapkan perasaan duka, maka dipilih kata-kata yang menunjukkan perasan duka, baik diksi yang konkrit maupun yang abstrak. Menurut Boulton (1979: 152) diksi merupakan esensi seni penulisan. Nada dan perasaan penyair menentukan pemilihan kata. Jika dihubungkan dengan lambang, maka sebuah kata mungkin melambnagkan sesuatu, efek yang dihasilkan oleh kata tertentu akan mempunyai makna tertentu pula.

Di dalam menentukan kata, penyair mempertimbangkan makna primer dan makna sekunder, atau yang biasanya disebut dengan makna denotasi dan konotasi yang menimbulkan asosiasi (Abrams, 1981: 32). Dalam bahasa puisi, konotasi kata yang sangat penting, karena hal ini akan merangsang emotif pembaca untuk menemukan makna lebih banyak daripada makna utamanya.


(17)

13

2. Gaya Bahasa (Figurative Language)

Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu. Dalam karya sastra, misalnya puisi digunakan untuk mendapatkan efek estetik yang menyebabkan karya sastra tersebut bernilai seni. Nilai seni dalam karya sastra tidak hanya dihasilkan oleh gaya bahasa saja, gaya cerita atau penyusunan alur juga menentukan terciptanya nilai seni.

Dick Hartoko dan Rahmanto (1986:137) mengemukakan pendapatnya bahwa:

Gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai oleh seseorang dalam mengungkapkan diri (gaya pribadi).

Gaya bahasa itu disusun oleh penyair secara sengaja ataupu tidak, dan menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembacanya (Rahmat Djoko Pradopo, 2005:264).

Dalam puisi, penyair menggunakan gaya bahasa untuk mendapatkan efek estetik atau efek kepuitisan.

Penyair menggunakan gaya bahasa dalam puisinya bertujuan untuk menciptakan : (1) Agar menghasilkan kesenangan yang bersifat imajinatif, (2) Menghasilkan makna tambahan, (3) Agar dapat menambah intensitas dan menambah konkrit sikap dan perasaan penyair, (4) Agar makna yang diungkapkan lebih padat.(Perine, 1974:610).

Gaya bahasa dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu pengiasaan dan perlambangan. Abrams dan Rachmad Djoko Pradopo, membaginya kedalam lima majas, yaitu : metafora, simile, personifikasi, metonimi dan sinekdot (dalam Kinayati Djojosuroto, 2005:17). Sedangkan


(18)

Perine membaginya ke dalam empat lambang, yaitu : lambang bunyi, lambang warna, lambang benda, dan lambang suasana (Perine, 1974: 610). 3. Pencintraan (Imajinery)

Dalam menulis puisi penyair juga menciptakan pencintraan (pengimajinasian). Pencitraan atau pengimajinasian adalah pengungkapan pengalaman penyair ke dalam kata dan ungkapan, sehingga terjelma gambaran yang lebih konkrit. Melalui kata dan ungkapan panyair ingin pembacanya seolah-olah dapat melihat, mendengar atau turut merasakan sesuatu. Namun pengimajinasian tidak terdapat pada setiap puisi. Kata-kata puisi yang menggunakan pengimajinasian akan menimbulkan kekuatan gaib jika dibaca.

Penyair menggunakan imaji visual untuk menampilkan kata yang akan menyebabkan pembaca seolah-olah melihat apa yang digambarkan oleh panyair. Melalui imaji auditif (pendengaran) pembaca seperti dapat mendengar sesuatu yang digambarkan oleh penyair melalui kata-kat ungkapannya, dan dengan imaji taktil (perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan pembaca. 4. Bunyi

Bunyi dalam puisi mempunyai peranan penting untuk menentukan makna. Dalam bunyi ada rima, ritma, dan metrum. Rima merupakan persamaan atau pengulangan bunyi dalam puisi. Pengulangan ini akan menimbulkan gelombang yang akan menciptakan keindahaan. Rima juga dapat merupakan pergantian keras-lembut, tinggi-rendah, atau


(19)

panjang-15

pendek kata secara berulang-ulang. Sedangkan ritma adalah pertentangan bunyi yang berulang secara teratur yang membentuk gelombang antar baris puisi, dan metrum adalah variasi tekanan kata atau suku kata (Kinayati Djojosuroto, 2005:22).

2.2.2.Struktur Batin Puisi

Struktur batin puisi merupakan wujud dari kesatuan makna puisi yang terdiri dari:

1. Tema

Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair dalam puisinyatema biasany mengacu kepada penyairnya, maka untuk menafsirkan tema yang terdapat dalam puisi tersebut sedikit banyak pembaca harus mengetahui latar belakang penyairnya. Karena itu tema bersifat subjektif (mangacu pada penyair), objektif (semua penafsir harus menafsirkan sama), dan lugas (bukan makna kias). Tema kadang kala berhimpitan dengan pokok pikiran, tapi tema lebih luas jangkauannya dan bersifat abstrak.

Tema yang diungkapkan oleh penyair dapat berasal dari dirinya sendiri, bisa juga berasal dari orang lain atau masyarakat. Sehingga tema dalam puisi menjadi beragam. Misalnya puisi yang bertema ketuhanaan, kemanusiaan, patriotisme, dan lain-lain. Melalui tema panyair berusaha membantu memanusiakan manusia. Artinya manusia lebih memiliki


(20)

keselarasan pengalaman antara baik-buruk (etika), benar-salah (logika), dan indah-jelek (estetika) (Hartoko,1985:77).

Tema kebanyakan mengungkapkan jeritan nurani manusia yang haus keadilan, kebenaran, kemakmuran, kesejahteraan, persamaan perlakuan, penghapusan kesewenang-wenangan, kemiskinan, cinta dan sebagainya. Tema-tama tentang kehidupan manusia dan alam semesta dapat menyadarkan pembaca akan keterbatasan diri manusia di hadapan sang pencipta.

2. Nada

Disamping tema puisi juga mengungkapkan nada dan suasana kejiwaan. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling), dan sikap terhadap pembaca (tone), maka suasana berarti keadaan perasaan yang ditimbulkan oleh pengungkapan nada dan lingkungan yang dapat ditangkap oleh pancaindera (Kinayati Djojosuroto, 2005: 25). Nada berhubugan denga tema dan pembaca.

Penghayatan pembaca akan nada yang dikemukakan oleh penyair harus tepat. karena dengan begitu penafsiran atas makna sebuah puisi dapat mendekati ketepatan seperti yang diinginkan oleh penyair. Makna puisi tidak hanya ditentukan oleh kata dan kalimat secara lepas, akan tetapi juga oleh hubungan antara kalimat yang satu dengan yang lainnya baik kalimat sebelumnya maupun sesudahnya.


(21)

17

3. Perasaan

Puisi adalah ungkapan perasaan penyair. puisi dapat mengungkapkan perasaan sedih, gembira, terharu, takut, gelisah, rindu, cinta, dendam, dan sebagainya. Dalam menulis puisi penyair mencurahkan segenap perasaannya, tidak setengah-setengah. Oleh sebab itu penyair mengerahkan segenap kekuatan bahasa unutk memperkuat ekspresi perasaan yang bersifat total itu (Tarigan, 1984:5 Kinayati Djojosuroto, 2005:26).

Bahasa mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif (Suriasumantri. 1985:181). Di dalam puisi ketiga fungsi tersebut digunakan. Namun unsur emotif lebih dominan. Oleh sebab itu, pemahaman makna sebuah puisi harus disertai prose pelibatan emosi pembaca ke dalam emosi penyair. Apabila pembaca tidak mampu melibatkan emosi kedalam emosi penyair, maka pembaca tidak mampu menghayati jiwa puisi tersebut. Makna ynag ditafsirkan pun tidak sesuai dengan kehendak penyair.

Ketika pembaca membaca puisi dengan suara keras atau mendeklamasikan puisi akan lebih membantu pembaca dalam menemukan perasan penyair dlam menciptkan puisi tersebut.

Agar pembaca dapat memahami struktur batin puisi, pembaca harus melibatkan diri dengan nuansa puisi, sehingga perasaan dan nada penyair yang diungkapkan dalam bahasa dapat diberi makna oleh pembaca. Salah satu cara agar pembaca dapat melibatkan jiwanya dalam memahami


(22)

makna puisi ,yaitu berusaha memahami kode yang ada dalam puisi. Sistem kode untuk memahami makna puisi terdiri atas sistem kode bahasa, sistem kode sastra, dan sistem kode budaya (Teeuw, 1983:13-15). Selanjutnya Roland Barthes menyatakan bahwa pembaca hendaknya memahami lima kode dalam karya sastra, yakni: kode penafsiran (hermeneutik), kode kesejajaran (proairetie), kode konotatif, kode simbolik dan kode budaya (Kinayati Djojosuroto, 2005: 23).

4. Amanat

Penyair menciptakan puisi tidak semata-mata hanya untuk mencurahkan segala isi hati dan pikirannya, melainkan penyair ingin menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu itu adalah sebuah amanat atau pesan. Amanat tersebut dirumuskan sendiri oleh pembaca. Penafsiran amanat terhadap sebuah puisi mungkin akan berbeda, karena dalam hal ini sikap dan pengalaman pembaca akan berpengaruh.

Menurut Richard penyair sebagai pemikir dalam menciptkan sebuah karyanya, memiliki ketajaman perasaan dan intuisi yang kuat untuk menghayati rahasia kehidupan dan misteri yang ada dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu puisi memiliki makna yang harus diterjemahkan oleh pembacanya. (1976:180).

Meskipun amanat ditentukan olah cara pandang pembacanya, tapi amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan oleh penyair.


(23)

19

2.3Pengertian Semiotik

Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra juga sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti, misalnya ketika mengkaji dan memahami puisi tidak lepas dari analisis semiotik. Puisi seperti telah dikemukakan merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna. Memahami puisi tidak lain memahami makna puisi. Menganalisis puisi adalah usaha untuk menangkap makna yang ada dalam puisi tersebut. Makna puisi adalah arti yang timbul dari susunan bahasa berdasarkan struktur kesusastraannya, yaitu arti yang tidak hanya mempunyai arti bahasa melainkan berisi arti tambahan berdasarkan kesusastraan yang bersangkutan. Dengan demikian dalam mengkaji dan memahami sebuah puisi diperlukan analisis struktural atau semiotik mengingat puisi merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna.

Ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda itu adalah semiotik. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiontik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Semiotik berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu semeion yang berarti tanda atau sign dalam bahasa Inggris. Semiotik juga merupakan ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi. Dalam penelitian sastra, pendekatan semiotik khusus meneliti sastra yang dipandang


(24)

memiliki sistem sendiri, sedangkan dalam sistem tersebut berurusan dengan masalah teknik, mekanisme penciptaan, masalah ekspresi, dan komunikasi.

Menurut Eagleton, Semiotik atau semiologi berarti ilmu tanda-tanda (sign) secara sistematik. Semiotik menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum dipandang sebagai tanda, seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan nyanyian burung.

Tokoh yang dianggap sebagai pendiri semiotik adalah dua orang yang tidak saling mengenal dan mempengaruhi, yaitu; Ferdinand de Saussure (1857-1913) seorang ahli linguistik dan Charles Sander Pierce (1839-1914) seorang ahli filsafat. Kedua sarjana tersebut menggunakan istilah yang berbeda. Saussure menggunakan istilah semiologi sedangkan Pierce menggunakan istilah semiotika, tetapi dalam perkembangan selanjutnya istilah semiotikalah yang populer. Pierce mengatakan bahwa semiotik merupakan paduan atau sinonim kata logika. Menurut Pierce, logika harus mempelajari bagaimana orang menalar, dan penalaran itu dilakukan melalui tanda-tanda. Menurutnya tanda-tanda tersebut memungkinkan manusia untuk berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberikan makna.

Sedangkan menurut Saussure bahwa semiotik atau semiologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang membentuk tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.

Menurut Abarams (1981:170), bahwa pengertian semiologi adalah ilmu yang mempelajari tanda beserta fungsi secara umum pada seluruh bidang kehidupan. Bagi Abarams cakupan semiologi sangat luas. Semiologi tidak hanya


(25)

21

berhubungan dengan sistem komunikasi seperti bahasa, huruf morse, atau rambu-rambu lalulintas, namun menurut beliau semiologi juga berhubungna dengan aneka ragam perilaku manusia, seperti gerak tubuh, cara berpakaian, ciri khas makanan, bentuk bangunan yang seluruhnya itu memiliki arti di dalam kemasyarakataan.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, dan tanda tersebut memiliki dua aspek, yaitu; penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formal dari yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya. Contohnya kata “ibu” yang merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti : ”sebutan bagi orang yang telah melahirkan kita”.

Tanda tersebut tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah :

1. Ikon ini ada kemiripan dengan tanda. Tanda tersebut memang mirip dengan ikon atau merupakan gambar atau arti langsung dari petanda. Misalnya foto merupakan gambaran langsung dari orang yang difoto. Ikon dibedakan menjadi tiga macam yaitu ikon tipologis, kemiripan yang tampak di sini adalah relasional, jadi, di dalam tanda tampak juga hubungan antaraunsur-unsur yang di acu, contohnya susunan kata dalam kalimat. Ikon metaforis adalah ikon yang tidak ada kemiripan antara tanda dengan acuan melainkan antara dua acuan oleh tanda yang sama, seperti kata kancil yang mempunyai


(26)

acuan ‘binatang kancil’ dan sekaligus pula ‘kecerdikkan’, dan ikon diagramatis berdasarkan persamaan struktur, misalnya diagram.

2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kasual (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api. Contoh lain: mendung merupakan tanda bagi hari akan hujan, panah menjadi tanda petunjuk jalan. Dalam sastra, gambaran suasan muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang bersusah hati.

3. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya), contohnya bahasa merupakan simbol yang paling lengkap, terbentuk secara konvesional, hubungan kata dengan artinya dan sebagainya. Ada tiga macam symbol yang dikenal, yakni (a) symbol pribadi, misalnya seorang menangis bila mendengar lagu gembira karena lagu itu telah menjadi lambing pribadi ketika orang yang dicintainya meninggal dunia, (b) simbol pemufakatan, misalnya Jepang=Negara Matahari terbit, Yamato Nadeshiko=Gadis Jepang, (c) simbol universal, misalnya kembang adalah lambing cinta, dan laut adalah lambang kehidupan yang dinamis. Arti sebuah simbol juga ditentukan oleh masyarakat. Misalnya kata ibu berarti ‘orang yang melahirkan kita’ itu terjadi aataskonvensi atau perjanjian masyarakat bahasa Indonesia, masyarakat Jepang menyebutnya haha atau Okaasan, masyarakat Inggris: mother, Perancis: la mere.


(27)

23

2.4Pengertian Makna

Memahami dan mengkaji sebuah puisi tidaklah mudah, terlebih lagi sekarang puisi makin komplek dan aneh, selain itu juga bahasa puisi biasanya menyimpang dari tata bahasa normatif, sehingga pembaca mengalami kesulitan untuk memahami puisi tersebut. Memahami makna prosa tampaknya lebih mudah dibandingkan dengan puisi. Hal ini karena bahasa prosa merupakan ucapan biasa sedangkan bahasa puisi merupakan ucapan yang tidak biasa. Pemaknaan puisi atau pemberian makna puisi erat kaitannys dengan teori sastra masa kini yang lebih memberikan perhatian kepada pembacanya. Puisi adalah sebuah karya sastra yang baru mempunyai makna bila diberi makna oleh pembacanya. Namun dalam memberikan makna tersebut pambaca tidak bisa semaunya, melainkan berdasarkan kerangka semiotik (ilmu atau sistem tanda), karena karya sastra dalam penelitian ini puisi merupakan sistem tanda atau semiotik.

Pemaknaan sering juga disebut interpretasi. Pemberian makna atau interpretasi sebuah karya sastra, dalam hal ini puisi tergantung pada kemampuan pembacanya di bidang bahasa, selain itu dibutuhkan kemampuan tentang konvensi sastra dan budaya tertentu. Dari pernyataan di atas Aminuddin menyimpulkan bahwa:

Puisi dapat mengandung isi yang bersifat faktual serta sesuatu yang bersifat abstrak. Isi tersebut mungkin berupa gagasan atau suasana batin tertentu, terpapar secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahkan mungkin dipaparkan semata-mata lewat kesadaran subyektif penyair. Dala mupaya pemahaman makna. Struktur konkret mutlak harus dipahami setelah itu barulah berusaha memahami struktur abstrak mungkin cukup dilaksanakan dengan jalan menganalisis unsur-unsur yang secara intrinsik, misalnya (1) bunyi, (2) diksi, (3) larik, (4) baris yang dalam wacana dapat membangun hubungan paradigmatis dalam menciptakan makna dan totalitasnya. (1995:26)


(28)

Puisi adalah karya sastra yang mempergunakan sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5). Karena itu puisi merupakan struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya (atau memberikan makna) harus dianalisis (Hill, 1966:6). Dengan dianalisis akan ditemukan unsur-unsurnya yang bermakna atau harus diberi makna.

Menganalisis puisi bertujuan untuk memahami makna puisi. Menganalisis puisi adalah usaha menangkap makna puisi atau memberi makna kepada teks puisi tersebut. Makna karya sastra atau puisi bukanlah semata-mata arti bahasanya (arti denotatif), melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intesitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris, pengertian yang ditimbulakan oleh tanda-tanda kebahasaan atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan oleh konvensi sastra, misalnya puisi (rima, persamaan bunyi), enjambement (perloncatan baris), baris puisi, homolog, dan tipografi, bahkan juga makna seni atau nilai seninya. Seperti yang dikemukakan oleh Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978), bahwa untuk memberikan makna berdasarkan sturkturalisme-semiotik ada empat hal pokok, yaitu : (1) ketaklangsungan ekspresi, (2) pembacaan heuristik dan retroaktif atau hermeneutik, (3) matrix atau kata kunci (key word), (4) hypogram (hipogram berkenaan dengan prinsip intertekstual).

Dengan adanya teori untuk memahami makna dalam teks sastrapada dasarnya bersifat saling melengkapi. Namun justru dengan adanya hal ini dapat memperluas wawasan pembaca. Selain itu dengan memahami makna puisi akan


(29)

25

menumbuhkan pengertian, penghayatan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.

2.5. Pengertian Cerpen

Cerpen salah satu karya sastra yang berupa prosa. Cerpen berbeda dengan novel yang panjangnya bisa mencapai ratusan halaman. Cerpen, sesuai dengan namanya yaitu cerita yang pendek. Meski tidak ada aturan tentang panjang-pandek sebuah cerita. Namun menurut Edgar Allan Poe, seorang sastrawan kenamaan yang berasal dari Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (Jassin, 1961:72, Burhan Nurgiyantoro, 2005:10). Sedang menurut Abrams, bahwa cerpen berasal dari kata novella dari bahasa Italia yang secara harfiah dapat diartikan sebuah barang yang kecil, yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek atau cerpen dalam bentuk prosa (Burhan Nurgiyanto, 2005:9).

Panjang sebuah cerpen bervariasi ada cerpen yang pendek yang disebut short short story, ada juga yang menengah yang di sebut middle short story, dan cerpen yang panjang atau long short story yang bisa mencapai puluhan ribu kata. Cerpen yang mencapai puluahan ribu kata tersebut bisa di sebut juga sebagai novelet.

Bentuk cerpen yang pendek membuat penceritaan didalamnya serba ringkas, dan tidak mendetil yang bisa memperpanjang sebuah cerita. Namun


(30)

cerpen pun memiliki kekhasan sendiri yaitu cerpen mampu mengemukakan secara lebih banyak dari sekedar yang diceritakan.

2.6. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen mempunyai kesamaan dengan yang ada dalam novel, yaitu tema, plot atau alur, latar, tokoh, amanat, sudut pandang.

1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau gagasan yang mendasar dalam sebuah cerita. Menurut Staton dan Kenny, tema merupakan makna yang di kandung dalam sebuah cerita (Nurgiyanto, 2005:67). Namun terkadang dalam sebuah cerita seperti novel terdapat banyak makna yang di kandung, maka hal itu akan mempersulit pembaca untuk menentukan makna khusus yang dianggap sebagai tema. Maka agar dapat menemukan tema, cerita harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita saja.

Namun dalam sebuah cerpen hanya berisikan satu tema saja, karena ceritanya yang pendek. Hal tersebut juga sesuai dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas (Nurgiyanto, 2005:13). Dalam cerpen tidak ada tema-tema tambahan seperti dalam novel.

2. Plot atau Alur

Plot merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah prosa atau cerita fiksi. Plot juga di sebut alur atau jalan cerita. Menurut Staton, plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya


(31)

27

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lainnya.(Burhan Nurgiyanto, 2005:113).

Dalam cerpen plot atau alur bersifat tunggal, karena cerita cerpen yang pendek. Selain itu cerita yang ada dalam cerpen pun tidak komplek seperti novel.

3. Latar

Latar dalam sebuah prosa untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca. Sebuah latar yang ditampilkan dalam cerita bisa memberikan penglaman kepada pembacanya bila pembaca belum mgenal latar tersebut. Latar di sebut juga pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1982:175, Nurgiyanto, 2005:216).

Penunjukkan latar fisik dalam karya sastra ata uakrya fiksi dapat dengan cara yang bermmacam-macam, tergantung selera dan kreativitas pengarang. Ada pengarang yang melukiskan secara rinci, sebaliknya ada juga yang menunjukkannya dalam sebagian cerita.

Pelataran dalam sebuah cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar, misanya yang menyangkut keadaaan tempat dan sosial. Dalam cerpen yang diperlukan hanya pelukisan secara garis besar, asal mampu memberikan suasan tertentu yang dimaksud.

4. Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16, dalam


(32)

Sukasworo,2005:127). Tokoh dalam sebuah cerita bisa manusia bisa juga berupa binatang atau benda yang dipersonifikasikan.

Berdasarkan fungsinya, dikenal dua macam tokoh yaitu tokoh sentral (protagonis dan tokoh antagonis) dan tokoh bawahan (Bahasa Indonesia, 2005: 128). Tokoh protagonis bisa diidenfikasikan sebagai tokoh baik dan antagonis sebagai tokoh jahat.

Tokoh-tokoh dalam cerpen lebih terbatas dari tokoh-tokoh dalam sebuah novel. Bukan hanya jumlahnya yang terbatas, tetapi data-data jati diri tokoh yang ada dalam cerpen terbatas. Hal ini membuat pembaca harus menggambarkan sendiri tentang tokoh yang ada.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi (Abrams, 1981:142, Burhan Nurgiyanto, 2005:248). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita.

Sudut pandang cerita secara garis besar dapat dibedakan menjadi, yaitu persona pertama atau gaya “aku”, dan persona ketiga atau gaya “dia”. Persona pertama atau gaya “aku” yang bercerita dalam tokoh itu adalah tokoh utama sendiri atau pengarang. Sedangkan persona ketiga atau gaya “dia” cerita tersebut menceritakan tentang orang ketiga (tokoh utama bukan aku)


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Drs. MPd. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung, Sinar Baru, Algersindo.

Djojosuruto, Kinayati. 2005. Puisi Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung, Nuansa.

Jabrohim, drs. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta, Pt Hanindita.

Kenji, Miyazawa. 1995. Miyazawa Kenji Zenshu 10. Tokyo, Chikuma Shobo. Luxemburg Van Jan,dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta, Intermasa.

Nelson, N, Andrew. 2003. Cetakan ketujuh. Kamus Kanji Modern. Jakarta, Kesaint Blanc.

Nurgiayantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta, Gadjah Mada Press.

Pradopo, Djoko, Rahmat. 2005. Cetakan kesembilan. Pengkajian Puisi. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Ratna, Kutha, Nyoman. 2004. Penelitian Sastra. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Staf PSBJ kerjasama dengan Japan Foundation. 1996. Kumpulan Karya

Miyazawa Kenji. Bandung, Shanghai.

Semi, M, Atar. 1990. Metodelogi Penelitian Sastra. Bandung. Angkasa

Taniguchi, Goro. 1999. Cetakan kedelapan. Kamus Standar Bahasa Indonesia-Jepang. Jakarta. Dian Rakyat.

Waluyo, J, Herman. 2005. Cetakan ketiga. Apresiasi Puisi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

http://www.whomiyazawakenji.htm http://www.characterofkenji’s/works.htm


(1)

Puisi adalah karya sastra yang mempergunakan sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5). Karena itu puisi merupakan struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya (atau memberikan makna) harus dianalisis (Hill, 1966:6). Dengan dianalisis akan ditemukan unsur-unsurnya yang bermakna atau harus diberi makna.

Menganalisis puisi bertujuan untuk memahami makna puisi. Menganalisis puisi adalah usaha menangkap makna puisi atau memberi makna kepada teks puisi tersebut. Makna karya sastra atau puisi bukanlah semata-mata arti bahasanya (arti denotatif), melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intesitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris, pengertian yang ditimbulakan oleh tanda-tanda kebahasaan atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan oleh konvensi sastra, misalnya puisi (rima, persamaan bunyi), enjambement (perloncatan baris), baris puisi, homolog, dan tipografi, bahkan juga makna seni atau nilai seninya. Seperti yang dikemukakan oleh Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978), bahwa untuk memberikan makna berdasarkan sturkturalisme-semiotik ada empat hal pokok, yaitu : (1) ketaklangsungan ekspresi, (2) pembacaan heuristik dan retroaktif atau hermeneutik, (3) matrix atau kata kunci (key word), (4) hypogram (hipogram berkenaan dengan prinsip intertekstual).

Dengan adanya teori untuk memahami makna dalam teks sastrapada dasarnya bersifat saling melengkapi. Namun justru dengan adanya hal ini dapat memperluas wawasan pembaca. Selain itu dengan memahami makna puisi akan


(2)

menumbuhkan pengertian, penghayatan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.

2.5. Pengertian Cerpen

Cerpen salah satu karya sastra yang berupa prosa. Cerpen berbeda dengan novel yang panjangnya bisa mencapai ratusan halaman. Cerpen, sesuai dengan namanya yaitu cerita yang pendek. Meski tidak ada aturan tentang panjang-pandek sebuah cerita. Namun menurut Edgar Allan Poe, seorang sastrawan kenamaan yang berasal dari Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (Jassin, 1961:72, Burhan Nurgiyantoro, 2005:10). Sedang menurut Abrams, bahwa cerpen berasal dari kata novella dari bahasa Italia yang secara harfiah dapat diartikan sebuah barang yang kecil, yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek atau cerpen dalam bentuk prosa (Burhan Nurgiyanto, 2005:9).

Panjang sebuah cerpen bervariasi ada cerpen yang pendek yang disebut short short story, ada juga yang menengah yang di sebut middle short story, dan cerpen yang panjang atau long short story yang bisa mencapai puluhan ribu kata. Cerpen yang mencapai puluahan ribu kata tersebut bisa di sebut juga sebagai novelet.

Bentuk cerpen yang pendek membuat penceritaan didalamnya serba ringkas, dan tidak mendetil yang bisa memperpanjang sebuah cerita. Namun


(3)

cerpen pun memiliki kekhasan sendiri yaitu cerpen mampu mengemukakan secara lebih banyak dari sekedar yang diceritakan.

2.6. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen mempunyai kesamaan dengan yang ada dalam novel, yaitu tema, plot atau alur, latar, tokoh, amanat, sudut pandang.

1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau gagasan yang mendasar dalam sebuah cerita. Menurut Staton dan Kenny, tema merupakan makna yang di kandung dalam sebuah cerita (Nurgiyanto, 2005:67). Namun terkadang dalam sebuah cerita seperti novel terdapat banyak makna yang di kandung, maka hal itu akan mempersulit pembaca untuk menentukan makna khusus yang dianggap sebagai tema. Maka agar dapat menemukan tema, cerita harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita saja.

Namun dalam sebuah cerpen hanya berisikan satu tema saja, karena ceritanya yang pendek. Hal tersebut juga sesuai dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas (Nurgiyanto, 2005:13). Dalam cerpen tidak ada tema-tema tambahan seperti dalam novel.

2. Plot atau Alur

Plot merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah prosa atau cerita fiksi. Plot juga di sebut alur atau jalan cerita. Menurut Staton, plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya


(4)

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lainnya.(Burhan Nurgiyanto, 2005:113).

Dalam cerpen plot atau alur bersifat tunggal, karena cerita cerpen yang pendek. Selain itu cerita yang ada dalam cerpen pun tidak komplek seperti novel.

3. Latar

Latar dalam sebuah prosa untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca. Sebuah latar yang ditampilkan dalam cerita bisa memberikan penglaman kepada pembacanya bila pembaca belum mgenal latar tersebut. Latar di sebut juga pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1982:175, Nurgiyanto, 2005:216).

Penunjukkan latar fisik dalam karya sastra ata uakrya fiksi dapat dengan cara yang bermmacam-macam, tergantung selera dan kreativitas pengarang. Ada pengarang yang melukiskan secara rinci, sebaliknya ada juga yang menunjukkannya dalam sebagian cerita.

Pelataran dalam sebuah cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar, misanya yang menyangkut keadaaan tempat dan sosial. Dalam cerpen yang diperlukan hanya pelukisan secara garis besar, asal mampu memberikan suasan tertentu yang dimaksud.

4. Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16, dalam


(5)

Sukasworo,2005:127). Tokoh dalam sebuah cerita bisa manusia bisa juga berupa binatang atau benda yang dipersonifikasikan.

Berdasarkan fungsinya, dikenal dua macam tokoh yaitu tokoh sentral (protagonis dan tokoh antagonis) dan tokoh bawahan (Bahasa Indonesia, 2005: 128). Tokoh protagonis bisa diidenfikasikan sebagai tokoh baik dan antagonis sebagai tokoh jahat.

Tokoh-tokoh dalam cerpen lebih terbatas dari tokoh-tokoh dalam sebuah novel. Bukan hanya jumlahnya yang terbatas, tetapi data-data jati diri tokoh yang ada dalam cerpen terbatas. Hal ini membuat pembaca harus menggambarkan sendiri tentang tokoh yang ada.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi (Abrams, 1981:142, Burhan Nurgiyanto, 2005:248). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita.

Sudut pandang cerita secara garis besar dapat dibedakan menjadi, yaitu persona pertama atau gaya “aku”, dan persona ketiga atau gaya “dia”. Persona pertama atau gaya “aku” yang bercerita dalam tokoh itu adalah tokoh utama sendiri atau pengarang. Sedangkan persona ketiga atau gaya “dia” cerita tersebut menceritakan tentang orang ketiga (tokoh utama bukan aku)


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Drs. MPd. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung, Sinar Baru, Algersindo.

Djojosuruto, Kinayati. 2005. Puisi Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung, Nuansa.

Jabrohim, drs. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta, Pt Hanindita.

Kenji, Miyazawa. 1995. Miyazawa Kenji Zenshu 10. Tokyo, Chikuma Shobo. Luxemburg Van Jan,dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta, Intermasa.

Nelson, N, Andrew. 2003. Cetakan ketujuh. Kamus Kanji Modern. Jakarta, Kesaint Blanc.

Nurgiayantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta, Gadjah Mada Press.

Pradopo, Djoko, Rahmat. 2005. Cetakan kesembilan. Pengkajian Puisi. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Ratna, Kutha, Nyoman. 2004. Penelitian Sastra. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Staf PSBJ kerjasama dengan Japan Foundation. 1996. Kumpulan Karya

Miyazawa Kenji. Bandung, Shanghai.

Semi, M, Atar. 1990. Metodelogi Penelitian Sastra. Bandung. Angkasa

Taniguchi, Goro. 1999. Cetakan kedelapan. Kamus Standar Bahasa Indonesia-Jepang. Jakarta. Dian Rakyat.

Waluyo, J, Herman. 2005. Cetakan ketiga. Apresiasi Puisi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

http://www.whomiyazawakenji.htm http://www.characterofkenji’s/works.htm