Model Penguatan Lahan Tanaman Pangan dan Pemberdayaan Masyrakat di Daerah Kantong Migran

LAPORAN PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
(Laporan Akhir)

MODEL PENGUATAN LAHAN TANAMAN PANGAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYRAKAT DI DAERAH KANTONG MIGRAN

Pengusul
Didit Purnomo, SE, M.Si. (Ketua / NIDN: 0621097102)

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:
007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NOVEMBER 2014

Abstract
This study aims to formulate strategies for achieving food security in central migrant. Through
the use of reinforcement cropland and strengthening institutional empowerment, strengthening
the model formulated cropland and empowerment of migrant communities in the bag, which in

turn can realize the achievement of food security. The experiment was conducted with the survey
approach. Areas of research conducted in the Winton district is an area of research
migran.Responden pockets are farmers who are members of farmer groups and have a family
that is being migrated. The technique used in this study is in-depth interview, rapid rural
appraisal, as well as quantitative and qualitative analysis (mixed method) to achieve results
consistent with the objectives of the study. Activities carried out in several stages, the first, held
in the beginning of the survey sample to obtain preliminary data on the characteristics and
conditions of cropland in the study area; Secondly, map the potential and the role of community
empowerment (village); The next phase of analysis and evaluation based on the findings in the
field. The results or outputs from this research can provide enrichment to the front of the model
of cropland strengthening and empowerment for farmers (farmer groups) through public
institutions (village). In addition, with the strengthening of the model, able to make independent
changes to society, especially in realizing the achievement of food security in central migrant.
Keywords: cropland, community empowerment, food security

BAB. I
PENDAHULUAN

Tercapainya pembangunan ketahanan pangan tidak terlepas dari sektor pertanian
sebagai penyedia lahan pertanian dan tanaman pangan sebagai komoditas yang diunggulkan

dalam pencapaian ketahanan pangan, baik secara nasional maupun di tingkat daerah.
Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Keragaman karakteristik sumber daya lahan merupakan potensi bagi Indonesia untuk
memproduksi berbagai komoditas pertanian unggulan sesuai dengan kondisi agroekosistem.
Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat
besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian belum handal dalam
mensejahterakan petani, memenuhi kebutuhan sendiri, menghasilkan devisa, dan menarik
investasi (Atman: 2009).
Hasil produksi tanaman pangan, perkembangan luas panen, produktivitas, dan
produksi padi menurut Subround 2009-2011 (Badan Pusat Statistik, 2012) menunjukkan,
produksi padi tahun 2011 (angka sementara) sebesar 65,74 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), mengalami penurunan sebesar 0,73 juta ton (1,10 persen) dibandingkan tahun 2010.
Penurunan produksi padi tahun 2011 tersebut terjadi di Jawa sebesar 1,97 juta ton, sedangkan
di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 1,24 juta ton. Penurunan produksi terjadi karena
penurunan luas panen seluas 52,13 ribu hektar (0,39 persen) dan produktivitas sebesar 0,35
kuintal/hektar (0,70 persen). Produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,63 juta ton, turun 3,81
persen; Produksi kedelai tahun 2011 sebesar 843,84 ribu ton, turun 6,97 persen.

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut
Subround, 2009-2011

Uraian

Satuan

2009

2010

2011

1. Padi
Luas Panen

Ha

Produktivitas

ku/ha

Produksi (ton)


Ton

12 883 576 13 253 450
49,99

13 201 316

50,15

49,80

64 398 890 66 469 394

65 740 946

2. Jagung
Luas Panen
Produktivitas
Produksi (pipilan kering)


Ha
ku/ha
Ton

4 160 659

4 131 676

3 861 433

42,37

44,36

45,65

17 629 748 18 327 636

17 629 033


3. Kedelai
Luas Panen
Produktivitas
Produksi (biji kering)

Ha

722 791

660 823

620 928

13,48

13,73

13,59


Ton

974 512

907 031

843 838

Ha

622 616

620 563

539 230

12,49

12,56


12,81

Ton

777 888

779 228

690 949

Ha

288 206

258 157

297 126

10,91


11,30

11,48

Ton

314 486

291 705

341 097

Ha

1 175 666

1 183 047

1 182 637


187,46

202,17

203,02

22 039 145 23 918 118

24 009 624

ku/ha

4. Kacang Tanah
Luas Panen
Produktivitas
Produksi (biji kering)

ku/ha

5. Kacang Hijau

Luas Panen
Produktivitas
Produksi (biji kering)

ku/ha

6. Ubi Kayu
Luas Panen
Produktivitas
Produksi (umbi basah)

ku/ha
Ton

7. Ubi Jalar
Luas Panen
Produktivitas
Produksi (umbi basah)
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012.

Ha

183 874

181 073

177 857

ku/ha

111,92

113,27

123,26

2 057 913

2 051 046

2 192 242

Ton

Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan tanaman pangan dan pemberdayaan
kelembagaan masyarakat (desa). Pengkajian tersebut akan menghasilkan penilaian baru
(evaluasi) terhadap bentuk atau model pemanfaatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan
kelembagaan masyarakat, dimana pada akhirnya dapat mendorong pencapaian ketahanan
pangan di daerah (Ariani, 2007; Purwaningsih, 2008; Wehrheim, 2006). Daerah yang
dimaksud merupakan daerah pedesaan yang banyak tersedia tenaga kerja untuk mengolah
lahan pertanian mereka. Namun, di sisi lain, banyak tenaga kerja pedesaan yang lebih suka
„boro‟ ke daerah lain (Purnomo, 2009), bahkan ke luar negeri untuk bekerja dengan harapan
akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar daripada „hanya sekedar‟ mengolah lahan
pertanian di daerah asalnya. Keputusan logis mereka memang tidak bisa dicegah. Namun,
apabila kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi semacam transfer tenaga kerja dari desa ke
kota. Secara tidak langsung keadaan tersebut dapat menyebabkan turunnya produktivitas
lahan pertanian, terutama tanaman pangan bagi daerah yang mempunyai potensi pertanian
dengan lahan tanaman pangan. Seterusnya apabila produktivitas lahan turun, hal ini dapat
memicu tidak tercapainya ketahanan pangan.
Sampai saat ini Pemda kabupaten Wonogiri belum memaksimalkan program-program
(khusus) yang menawarkan strategi ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman
pangan, padahal wilayah kabupaten Wonogiri memiliki potensi pemenuhan aspek ketahanan
pangan melalui komoditas tanaman pangan. Selain itu, pemerintah daerah setempat juga
belum mempunyai program khusus untuk mengupayakan bagaimana caranya menarik
perhatian para migran supaya lebih menyukai mengerjakan lahan di daerahnya dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan daripada boro keluar daerah.
Kondisi aktual keterlibatan pemerintah kabupaten Wonogiri dalam pemanfaatan lahan
tanaman pangan di daerah kantong migran, berdasarkan survey awal melalui diskusi dengan
pihak terkait (keyperson), menunjukan bahwa pemerintah daerah Wonogiri secara umum
sudah mem-backup supaya terwujud ketahanan pangan melalui tanaman pangan, diantaranya
dengan menaikkan “pamor ubi kayu (cassava) melalui promosi komoditi lokal, namun belum
ada strategi khusus untuk pencapaian ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman
pangan. Kondisi ini salah satunya disebabkan sebagian masyarakat di Kabupaten Wonogiri
menganggap tanaman pangan “kurang” memberikan hasil secara ekonomi, dan lebih suka

“mboro”. Sebagai gambaran, berikut merupakan contoh produksi pangan di kabupaten
Wonogiri (WDA, 2011):
Tabel 2. Luas Panen Rata-Rata Produksi Dan Produksi Bahan Makanan di
Kabupaten Wonogiri Tahun 2006-2010
No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha)
1

2

3

4

5

Padi Sawah

Padi Gogo

Jagung

Ubi Kayu

Kacang Tanah

Rata-rata (kw/ha) Produksi (kw)

2010

49,876

58.19

2,902,305

2009

47,970

59.73

2,865,267

2008

43,600

56.09

2,445,492

2007

45,015

53.90

2,435,101

2006

46,351

53.60

2,484,411

2010

13,299

44.13

586,892

2009

12,569

38.26

123,898

2008

12,957

32.89

426,151

2007

13,081

31.20

392,294

2006

12,232

30.81

376,868

2010

66,742

57.56

3,841,721

2009

64,976

58.04

3,771,109

2008

71,259

53.41

3,805,950

2007

72,753

56.25

4,107,820

2006

74,582

56.15

4,187,465

2010

62,269

193.14

12,026,738

2009

63,337

170.08

10,772,082

2008

66,226

153.65

10,175,989

2007

69,819

173.60

12,142,003

2006

67,688

173.18

11,722,332

2010

44,021

12.44

547,677

2009

44,078

12.46

549,227

2008

45,725

12.96

592,714

2007

49,713

14.40

733,182

2006

47,781

14.00

683,748

No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha)
6

7

8

9

Kedelai

Kacang Hijau

Sorghum

Ketela Rambat

Produksi (kw)

2010

27,439

12.49

34,275

2009

25,739

13.65

351,241

2008

22,765

13.11

29,855

2007

22,101

15.10

337,752

2006

22,788

15.02

342,284

2010

260

9.07

2,429

2009

551

7.37

4,064

2008

516

7.25

3,740

2007

383

9.90

3,790

2006

270

8.56

2,311

2010

889

30.89

22,384

2009

687

57.35

6,894

2008

1,388

11.40

15,826

2007

1,289

12.15

16,031

2006

1,590

11.26

17,904

2010

201

183.11

36,738

2009

173

180.57

31,239

2008

200

135.28

27,056

2007

251

146.90

37,273

2006

192

145.70

27,974

Sumber data Wonogiri Dalam Angka 2011

Turunnya produktivitas lahan memang tidak hanya dipengaruhi oleh kekurangan tenaga
kerja yang mengolah lahan pertanian (karena banyak tenaga kerja yang pergi meninggalkan
daerah asalnya). Kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan terkait dengan
potensi lahan pertanian, juga termasuk penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas
lahan pertanian. Dalam konteks penelitian ini, „lemahnya‟ pemberdayaan masyarakat melalui
kelembagaan terhadap pemanfaatan lahan secara maksimal dalam rangka tercapainya
ketahanan pangan, akan menjadi perhatian dan kajian pembahasan. Pemberdayaan masyarakat

yang dimaksud adalah pemberdayaan terhadap masyarakat di daerah „kantong migran‟ , bukan
terfokus pada pemberdayaan orang „boro‟ atau migran yang sekedar bersifat adventurer.

Penelitian ini diajukan dalam rangka mendapatkan bantuan hibah penelitian disertasi,
sehinggafokus penelitian ini berusaha menyelesaikan sebagian peneliti disertasi yang sedang
dikerjakan, yaitu pemanfaatan lahan tanaman pangan dan peran kelembagaan petani.Peneliti
berasumsi bahwa kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan merupakan
penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas lahan pertanian, selain kurang
maksimalnya pemanfaatan lahan yang ada di lokasi penelitian.Konteks pembahasan penelitian
iniakan

mengkajikurangnya

pemanfaatan

lahan

tanaman

pangan

dan

kurangnya

pemberdayaan lembaga masyarakat (desa)di kantong migran.

A. Perumusan Masalah
Berdasarkan

deskripsi di atas,

rumusan

permasalahannya

adalah bagaimana

pemanfaatan lahan tanaman pangan di kantong migran? Bagaimana bentuk pemberdayaan
lembaga masyarakat (desa: petani) di kantong migran?Bagaimamana upaya penguatan
penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat di kantong migran?

B. Tujuan Khusus
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pemanfaatan lahan tanaman
pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitan ini mempunyai tujuan khusus yaitu:
1. Mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran
2. Mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat di daerah kantong migran
3. Merumuskan model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga
masyarakat di kantong migran

C. Urgensi Penelitian
Beberapa urgensi atau keutamaan dari penelitian ini adalah:
a. Dengan mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran, akan
diketahui wilayah mana dan hal apa saja yang belum maksimal dalam pemanfaatan

lahan tanaman pangan, sehingga menjadi justifikasi dalam meningkatkan dan
menguatkan pemanfaatan lahan tanaman pangan.
b. Dengan mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong
migran, akan menjadijustifikasi dalam meningkatkan dan menguatkan tingkat
keberdayaan kelembagaan masyarakat yang ada.
c. Dengan dirumuskannya model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan
lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran, akan memudahkan dalam
menentukan program kebijakan dalam rangka wujudnya ketahanan pangan daerah.
d. Dalam jangka panjang, adanya model penguatan lahan tanaman pangan dan
pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran tersebut,
diharapkan akan menjadi panduan dan diajukan sebagai rekomendasi kebijakan oleh
instansi terkait, dalam hal ini kantor atau dewan ketahanan pangan tingkat daerah
kabupaten maupun provinsi (bahkan nasional), yang berisi petunjuk praktis, saran,
serta indicator penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan dimana para
petani dan kelompok tani serta kelembagaan petani di masing-masing daerah dapat
mengadopsi hal yang sama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TEORITIS

1.

Lahan Tanaman Pangan
Sumber daya alam, dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali

rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam
pengertian berikut ini. Sumber daya lahan nerupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu
mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes, 2007).
Untuk mengetahui adanya masalah penggunaan lahan, terlebih dahulu perlu diketahui
penggunaan lahan sekarang, kemudian dinilai apakah penggunaan lahan tersebut cukup optimal
(efisien) dan diidentifikasi bagaimana caranya agar keadaan tersebut dapat diperbaiki.
Apabila perencanaan diiakukan di daerah yang belum digunakan oleh penduduk.masalah
tersebut mungkin tidak ditemukan, tetapi di daerah yang telah digunakan oleh penduduk,
tahapan membuat diagnosa masalah penggunaan lahan tersebut adalah sangat penting. Tanpa
mengidentifikasi masalah dan menganalisis penyebabnya, orang tidak akan dapat membuat
rencana perbaikannya. Ada tiga metode yang digunakan untuk analisis masalah penggunaan
lahan, yaitu: (1) Farming system analysis (sistemusaha tani); (2) diagnosis and design dan (3)
Rapid rural appraisal (Hardjowigeno, 2007).
Farming system atau sistem usaha tani merupakan satu usaha pertanian dengan jenis
penggunaan lahan, lingkungan dan ekonomi yang sama, yang terdiri dari pemilik usaha, lahan
yang diusahakan dan sistem penanaman atau produksi ternak yang dilakukan apakah untuk
keperluan sendiri atau untuk dijual.Sistem usaha tani merupakan satuan pengambilan
keputusan dan merupakan sistem penggunaan lahan yang berbasiskan pertanian. Farming
system analysis (analisis usaha tani) adalah analisis tentang hambatan pada tingkat petani,
kemudian menterjemahkan hasil analisa tersebut kedalam teknologi untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut dan penerapan teknologi tersebut di lapangan.
"Diagnosis

and

design"(D&

D)

adalah

pendekatan

dan

metode

untuk

mendiagnosispermasalahansistem penggunaan lahan dan merancang sistem penggunaan lahan
yang baik yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Metode ini pada mulanya
dikembangkan untuk merancang sistem agroforestry, tetapi dapat juga digunakan untuk jenis
penggunaan lahan yang lain.

"Rapid rural appraisal' adalah prosedur survei eksplorasi yang dilakukan oleh timmultidisiplin untuk mendapatkan gambaran{overview) cepat terhadap situasi penggunaan lahan
setempat (lokal). Kegiatan ini meliputi evaluasi (review) terhadap data yang ada, penginderaan
jauh, pengamatan lapang dan wawancara dengan pengguna lahan, petugas pemerintah
setempat dan lain-lain. Kegiatan ini dapat mencakup aspek fisik dan sosial ekonomi.

2. Pemberdayaan
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak
dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat
harus mengikuti pendekatan sebagai berikut (Hadi, 2009) ; pertama, upaya itu harus terarah.
Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung kepada yang
memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai
kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan
dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan
dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan
kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus
meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan,
mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga,
menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit
dapat memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu
luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif
dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan
proses pemberdayaan. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat
potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini,
pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara
langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian, sejak dari
awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi
suatu proses yang baik dan benar. Konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu

proses pemberdayaan pada masyarakat sehingga mampu mengidentifikasi kebutuhannya
sendiri atau kebutuhan kelompok masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga unsur penting,
yaitu : (1) Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi pembangunan,
pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi proses pembangunan, (2) Orientasi
pemahaman masyarakat akan peran tersebut, dan (3) Peran pemerintah sebagai fasilitator.

3. Pemberdayaan Kelembagaan
Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani
merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay
dalam suatu komunitas.Pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan (institusi)
sejauh ini lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal.
Dalam konteks kelembagaan pertanian, pemahaman terminologi “lokal” diinterpretasikan
sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik tersendiri yang berkaitan dengan kondisi
setempat. Terminologi “lokal” meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindak kolektif, energi
untuk melakukan konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis
dan mengkaji informasi. Hal-hal ini tidak terjadi secara otomatis, namun memerlukan
kehadiran institusi yang bersifat spesifik lokasi (Suradisastra, 2008).
Ada empat komponen kelembagaan yang dapat digunakan dalam konsep
pembangunan partisipatif. empat komponen kelembagaan yaitu, 1) Person (orang). Orangorang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas; 2)
Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu kepentingan/tujuan, sehingga
mereka terpaksa harus saling berinteraksi; 3) Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan
seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga
apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut; dan komponen terakhir adalah 4) Struktur.
Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak
bisa merubah-rubah posisinya dengan kemauan sendiri (Hadi, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Altman., M, T Hart and P Jacobs. 2009. Household food security status in South
Africa. Agrekon, Vol 48, No 4, 2009.
Ariani, Mewa,.2007. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Nasional.(Jurnal) Pusat Analisis Sosial Ekonomi (PSE)
dan Kebijakan Pertanian, Vol. (?), No. (?) 2007.
BPS,

2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi.
www.bps.go.id/booklet/Booklet_Mei_2012.pdf (diakses 26 September
2012)
Hadi, Agus Purbathin. 2009. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan
Dalam Pembangunan.Artikel. Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan
Masyarakat Agrikarya (PPMA).
Hardjowigeno, Sarwono, dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyani., Anny, S. Ritung, dan Irsal Las, 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber
Dayalahan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian, 30 (2), 2011.
Purnomo, Didit., 2009. Fenomena Migrasi Tenaga Kerja dan Perannya Bagi
Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris Di Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No.1, Juni 2009, hal. 84 – 102.

Purwaningsih., Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan,
Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 9, No. 1, Juni 2008, hal. 1 – 27
Rayes, Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: CV.
Andi Offset
Suradisastra, Kedi. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani (Farmer‟s
Institutional Empowerment Strategy). Forum Penelitian Agro Ekonomi,
Volume 26 No. 2, Desember 2008.
WDA, 2011. Wonogiri Dalam Angka.. Diterbitkan oleh Bapeda Wonogiri, 2011.

Wehrheim, Peter and Wiesmann, Doris. 2006. Food Security Analysis and Policies
For Transition Countries. Electronic Journal of Agricultural and
Development Economic Vol. 3, No. 2, 2006, pp. 112-143.