Aklimatisasi Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi Paclobutrazol

AKLIMATISASI Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN
KONSENTRASI PACLOBUTRAZOL

IWANA PREWARI PUTRI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aklimatisasi
Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker pada Beberapa Komposisi Media Tanam
dan Konsentrasi Paclobutrazol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Iwana Prewari Putri
NIM A24090136

ABSTRAK
IWANA PREWARI PUTRI. Aklimatisasi Kaempferia parviflora Wall. Ex.
Baker pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi
Paclobutrazol. Dibimbing oleh SINTHO WAHYUNING ARDIE dan
NURUL KHUMAIDA.
Kaempferia parviflora merupakan tanaman obat yang memiliki
beragam khasiat karena kandungan bioaktifnya, seperti methoxyflavone.
Perbanyakan K. parviflora umumnya dilakukan menggunakan rimpang.
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan rimpang dan periode
dormansi yang panjang menuntut pengembangan teknik perbanyakan cepat,
misalnya kultur in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
komposisi media tanam dan konsentrasi paclobutrazol yang sesuai untuk
pertumbuhan K. parviflora pada proses aklimatisasinya. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan April sampai Oktober 2013, menggunakan

rancangan kelompok lengkap teracak dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor
pertama merupakan komposisi media tanam (v/v) dengan lima taraf yaitu
kompos 100%, arang sekam 100%, kompos : arang sekam = (1:1), kompos :
arang sekam = (1:2), dan kompos : arang sekam = (2:1). Faktor kedua
merupakan konsentrasi paclobutrazol dengan lima taraf yaitu 0, 1, 5, 10, dan
15 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi konsentrasi
paclobutrazol hingga 15 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman K. parviflora, sebaliknya komposisi media tanam berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, dan warna daun. Bibit
yang ditanam pada media tanam yang megandung kompos memiliki tinggi
tanaman, panjang daun dan lebar daun yang lebih tinggi pada 10 MSP, serta
warna daun yang lebih hijau pada 8 MSP dibandingkan bibit yang ditanam
pada media arang sekam 100%.
Kata kunci: aklimatisasi, arang sekam, kencur hitam, kompos, paclobutrazol.

ABSTRACT
IWANA PREWARI PUTRI. Acclimatization of Kaempferia parviflora Wall.
Ex. Baker on Several Growing Medium Compositions and Various
Paclobutrazol Concentrations. Supervised by SINTHO WAHYUNING
ARDIE and NURUL KHUMAIDA.

Kaempferia parviflora is a medicinal plant which is highly valuable
because of the bioactive compound in its rhizome, such as methoxyflavone.
Conventional propagation of K. parviflora by splitting the rhizomes takes
time because of long growing period prior to harvest and long period of
rhizomes dormancy. Thus, rapid multiplication using in vitro culture is
needed. The objective of this study was to obtain the optimum growing
medium composition and paclobutrazol concentration suitable for
K. parviflora acclimatization. This study was conducted from April to
October 2013 and was arranged in a randomized completely block design
with two factors and three replications. The first factor was growing medium
composition (v/v) consisted of five levels i.e. 100% compost, 100 % charcoal
husk, compost : charcoal husk = (1:1), compost : charcoal husk = (1:2),
compost : charcoal husk = (2:1). The second factor was paclobutrazol
concentration consisted of five levels i.e. 0, 1, 5, 10 and 15 ppm. The results
showed that application of paclobutrazol at concentration up to 15 ppm had
no significant effect on plant growth until 10 weeks after treatment (WAT).
In contrast, growing medium composition significantly affected plant height,
leaf length, leaf width, and leaf color. Plant growth on medium containing
compost showed better growth than those grown in 100% charcoal husk
medium.

Key words: acclimatization, charcoal husk, compost, black galingale,
paclobutrazol.

AKLIMATISASI Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN
KONSENTRASI PACLOBUTRAZOL

IWANA PREWARI PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Aklimatisasi Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker pada
Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi
Paclobutrazol
Nama
: Iwana Prewari Putri
NIM
: A24090136

Disetujui oleh

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi
Pembimbing I

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Aklimatisasi Kaempferia parviflora Wall. Ex" Baker pada
Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi
Paclobutrazol
Nama
: Iwana Prewari Putri
: A24090136
NIM

Disetujui oleh

Dr セ

ゥ ョエィ

ッ@


\\"ahvuning Ardie, SP MSi
Pembimbing I

TanggaJ Lulus:

- -

.-......-

..


セN@

r

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Pembimbing II

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak April sampai
Oktober 2013 di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan
Hortikultura ini ialah aklimatisasi tanaman hasil perbanyakan in vitro,
dengan judul Aklimatisasi Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker pada
Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi Paclobutrazol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie,
SP MSi dan Ibu Dr Ir Nurul Khumaida, MSi selaku pembimbing skripsi serta
Ibu Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati (alm) dan Ibu Dr Ir Heni Purnamawati MSc
selaku pembimbing akademik. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr
Dewi Sukma SP MSi selaku dosen penguji ujian akhir yang telah banyak
memberikan saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Siti Kholifah
laboran Tissue Culture Laboratory yang telah banyak membantu selama
penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah (Bapak Grambang Suwahyo), ibu (Ibu Sri Nurdayani), kakak (Arief
Wicaksono Utomo), seluruh keluarga, teman-teman Agronomi dan
Hortikultura 46 SOCRATES (khususnya Annisa, Rachma, Anindya, Nurul,
Nani, Astryani, Dirayati, Endro, Abubakar, Fajar Pangestu), dan temanteman Pondok Harmoni (Rianika, Griv, Meilianti, Arfiani, Mirna, Cindy,
Meilisa, Wenny) atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Iwana Prewari Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker
Perbanyakan Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker
Aklimatisasi Tanaman Hasil Perbanyakan In Vitro
Media Tanam
Paclobutrazol
METODE

Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Media Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman K. parviflora
Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan Tanaman K. parviflora
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2

3
4
4
4
5
5
5
5
7
9
10
14
17
17
20

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh komposisi media tanam dan
konsentrasi paclobutrazol terhadap pertumbuhan tanaman
K. parviflora
Pengaruh media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah daun
total, jumlah tanaman per rumpun, panjang daun dan lebar daun
pada 10 MSP
Pengaruh media tanam terhadap nilai EC dan pH
Pengaruh konsentrasi paclobutrazol terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun total, jumlah tanaman per rumpun, panjang daun dan
lebar daun pada 10 MSP

10
11
13
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Keragaan tanaman K. parviflora
Pelaksanaan aklimatisasi pada tanaman K. parviflora
Suhu rata-rata dan kelembaban udara rata-rata lingkungan saat
penelitian
Warna daun tanaman K. parviflora pada komposisi media tanam
kompos dan arang sekam pada 10 MSP
Keragaan akar tanaman K. parviflora pada komposisi media tanam
kompos dan arang sekam
Keragaan tanaman K. parviflora pada beberapa komposisi media
tanam pada 10 MSP
Grafik pertumbuhan tinggi tanaman K. parviflora
Hasil regresi respon tanaman terhadap konsentrasi paclobutrazol pada
tanaman K. parviflora
Keragaan tanaman K. parviflora pada beberapa konsentrasi
paclobutrazol

3
7
9
11
12
13
14
16
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman obat dan rempah saat ini semakin banyak diminati oleh
masyarakat. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
akan banyaknya manfaat tanaman obat. Produksi tanaman obat secara umum
mengalami peningkatan 11.25% dari tahun 2011 hingga 2012. Berdasarkan data
statistik, nilai ekspor tanaman obat tahun 2012 mencapai US$ 7 469 935
(Direktorat Jenderal Hortikultura 2013).
Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker (K. parviflora) merupakan
tanaman obat yang termasuk ke dalam famili Zingiberaceae dan berasal dari
Thailand. Kaempferia parviflora dikenal dengan nama krachai dam, Thailand
gingseng, black galingale di daerah asalnya (Putiyanan et al. 2008). Dalam bahasa
Indonesia tanaman ini dikenal dengan sebutan kencur hitam karena warna
rimpangnya yang ungu kehitaman (Evi 2012). Rimpang tanaman ini biasanya
digunakan untuk mengobati demam dan gangguan saluran pencernaan karena
kandungan bioaktifnya, seperti methoxyflavone (Rujjanawate et al. 2005).
Perbanyakan K. parviflora umumnya dilakukan dengan cara menanam
rimpangnya. Produksi rimpang K. parviflora memerlukan waktu yang sangat lama
antara 10-12 bulan sebelum dapat digunakan sebagai bibit. Penelitian Karim
(2013) menunjukkan bahwa rimpang K. parviflora baru dapat bertunas kembali
pada 50-55 hari setelah panen. Oleh karena panjangnya umur tanaman dan
periode dormansi yang lama, teknik perbanyakan cepat yang dapat diterapkan
adalah melalui kultur in vitro. Alveno (2012) melaporkan bahwa multiplikasi
tunas K. parviflora secara in vitro dapat dilakukan menggunakan media MS ½
untuk mempercepat pertumbuhan sebelum aklimatisasi dan penanaman di lapang.
Aklimatisasi adalah suatu upaya mengkondisikan bibit hasil perbanyakan in vitro
dengan kelembaban tinggi dan heterotrof, untuk dapat tumbuh di lingkungan ex
vitro dengan kelembaban rendah dan autotrof (Zulkarnain 2009). Faktor-faktor
yang mempengaruhi aklimatisasi antara lain adalah cahaya, kelembaban, suhu dan
media tanam.
Media tanam yang dapat digunakan untuk aklimatisasi bibit hasil
perbanyakan in vitro perlu memenuhi beberapa persyaratan, yaitu ringan, porous,
dapat mempertahankan kelembaban, tidak mengandung patogen sehingga dapat
mendukung persentase keberhasilan tumbuh yang tinggi. Media tanam optimum
dalam aklimatisasi dapat berbeda antar jenis tanaman. Persentase tumbuh yang
tinggi mencapai 100% diperoleh pada aklimatisasi tanaman kapolaga
menggunakan media pasir (Husni et al. 1994), sedangkan persentase hidup
tertinggi (70.81%) pada aklimatisasi tanaman anyelir diperoleh menggunakan
media kompos dan humus bambu (Rohayati dan Marlina 2009). Media tanam
sekam mentah dan aplikasi fungisida berbahan aktif benomil 50% dengan
konsentrasi 1% dapat menunjang pertumbuhan bibit anthurium dengan baik dalam
tahap aklimatisasi (Marlina dan Rusnandi 2007).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh yang
berguna dalam aklimatisasi. Zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki peranan dalam
memacu pertumbuhan, memperbaiki mutu, dan meningkatkan hasil tanaman

2
(Winten 2009). Aplikasi ZPT paclobutrazol, sejenis retardan, dapat meningkatkan
jumlah daun total bibit anggrek Dendrobium lasianthera pada konsentrasi 10 ppm
saat aklimatisasi (Handini 2012). Perbanyakan K. parviflora secara in vitro telah
dilakukan sebelumnya oleh Alveno (2012), akan tetapi keberhasilan
aklimatisasinya belum diketahui. Oleh karena itu, penelititan ini dilakukan untuk
mempelajari serta mendapatkan jenis media tanam dan konsentrasi paclobutrazol
yang sesuai untuk pertumbuhan K. parviflora pada proses aklimatisasinya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi media
tanam dan konsentrasi paclobutrazol yang sesuai untuk pertumbuhan K. parviflora
pada proses aklimatisasinya.
Hipotesis
1. Komposisi media tanam yang tepat mampu meningkatkan pertumbuhan
K. parviflora dalam aklimatisasi.
2. Konsentrasi paclobutrazol yang optimal
mampu mendukung daya
aklimatisasi K. parviflora.
3. Terdapat interaksi antara komposisi media tanam dan konsentrasi
paclobutrazol terhadap pertumbuhan K. parviflora dalam aklimatisasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker
Kencur hitam merupakan tanaman obat yang termasuk ke dalam famili
Zingiberaceae (Putiyanan et al. 2008). Dalam sistem taksonomi tumbuhan,
tanaman ini diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta
dengan Sub Divisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Zingiberales,
Famili Zingiberaceae, Genus Kaempferia, dan Spesies Kaempferia parviflora
Wall Ex. Baker. Tanaman ini merupakan tanaman indigenous herbal yang berasal
dari Thailand. Tanaman ini dikenal dengan nama Krachai Dam, black galingale
atau Thailand ginseng pada daerah asalnya (Putiyanan et al. 2008). Tanaman ini
digunakan dalam bidang etnofarmakologi meliputi stimulasi saraf, gangguan
pencernaan, serta gangguan pada lambung (Yenjai et al. 2004; Rujjanawate et al.
2005).
Kaempferia parviflora dapat tumbuh pada ketinggian 500-700 m dpl pada
daerah asalnya di Thailand (ICS UNINDO 2009). Penelitian Evi (2012)
menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif awal selama 13 minggu setelah tanam
(MST) pada ketinggian tempat 240 m dpl lebih baik dibandingkan pada tanpa
naungan dan ketinggian tempat 1 200 m dpl. Akan tetapi, penelitian lanjutan yang
dilakukan oleh Rahma (2013) menunjukkan pertumbuhan vegetatif dan produksi
rimpang K. parviflora pada ketinggian 1 200 m dpl memiliki hasil yang lebih
tinggi dibandingkan pada ketinggian 240 m dpl. Produksi rimpang K. parviflora

3
yang ditanam di bawah naungan tajuk lebih baik dibandingkan jika ditanam tanpa
naungan atau menggunakan paranet 50%. Tanaman ini dapat tumbuh sangat baik
pada tanah beraerasi di bawah sedikit cahaya matahari.
Kaempferia parviflora memiliki penampakan daging rimpang berwarna
ungu kehitaman (Yenjai et al. 2004; Putiyanan et al. 2008). Daun berbentuk bulat
panjang dengan batang berbentuk pipih (Evi 2012; Gambar 1A). Bunga tanaman
K. parviflora termasuk bunga majemuk dengan 1-4 bunga dalam satu tandan
bunga. Warna bunga putih dengan sedikit bercak ungu pada bagian tengah (Evi
2012, Gambar 1B).

Gambar 1 Keragaan tanaman K. parviflora. Tanaman (A) dan tanaman berbunga
ditandai dengan panah (B)

Perbanyakan Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker
Perbanyakan tanaman secara vegetatif bertujuan untuk memperbanyak
tanaman dengan menggunakan bagian-bagian dari tanaman seperti batang, akar,
umbi dan daun. Metode perbanyakan vegetatif secara konvensional yang
digunakan antara lain perbanyakan umbi, layering, cutting dan grafting (Adriance
dan Brison 1971). Keuntungan dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif
adalah tanaman yang dihasilkan berasal dari tanaman dengan kualitas yang sama
dengan induknya sehingga hasil dari perbanyakan tanaman adalah tanaman yang
seragam dengan tanaman induk.
Bahan perbanyakan tanaman K. parviflora adalah rimpang yang berumur
10-12 bulan, bebas penyakit dan mengalami masa simpan 1-3 bulan sebelum
ditanam (Rahma 2013). Masa panen terbaik tanaman ini berkisar antara umur 8-9
bulan setelah tanam (ICS UNINDO 2009). Akan tetapi, perbanyakan tanaman
konvensional memiliki kelemahan yaitu laju perbanyakan rendah, tergantung pada
musim karena lingkungan tumbuh tidak terkendali, bahan tanam yang digunakan
banyak sehingga merusak pohon induk, serta tanaman membutuhkan tempat yang
luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak (Sukmadjaja dan Mariska
2003)
Perbanyakan secara in vitro dapat menghasilkan tanaman secara masal,
cepat, seragam serta bebas hama dan penyakit. Perbanyakan secara in vitro pada
tanaman temu glenyeh (Curcuma soloensis Val.) menginformasikan bahwa pada
umur 1-2 minggu tanaman yang dikulturkan sebagian besar telah mengalami
pertumbuhan dan pada umur 4-6 minggu bibit telah terbentuk dengan morfologi
yang proporsional (Hoesen et al. 1996).

4
Hasil penelitian Alveno (2012) menunjukkan bahwa pada tanaman
K. parviflora produksi tunas dapat disubkulturkan dengan pengunaaan media MS
½ untuk memepercepat pertumbuhan sebelum aklimatisasi dan penanaman di
lapangan.
Aklimatisasi Tanaman Hasil Perbanyakan In Vitro
Aklimatisasi merupakan tahap paling akhir dari perbanyakan in vitro
sebelum bahan tanam dipindahkan ke lapang. Aklimatisasi dilakukan dengan
memindahkan bibit ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan
kelembaban nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembabannya
diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan. Keberhasilan aklimatisasi bibit
anthurium dipengaruhi oleh penyiapan bibit yang baik dan proses aklimatisasi
secara bertahap (Marlina dan Rusnandi 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi
aklimatisasi antara lain adalah cahaya, kelembaban, suhu, media tanam serta
pemberian zat pengatur tumbuh. Penelitian Slamet (2011) pada tanaman kedelai,
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan aklimatisasi adalah kondisi
bibit (ukuran bibit, perakaran), kondisi lingkungan (ketepatan media tumbuh yang
digunakan dan kelembapan udara), ketepatan perlakuan pra dan pasca
transplantasi dari media in vitro ke media tanah, dan sanitasi lingkungan dari
infeksi penyakit
Media Tanam
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi adalah
media tanam. Media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi unsur hara
bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu media tanam yang baik adalah sekam padi
karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH,
mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah (Marlina dan Rusnandi
2007). Media arang sekam serta sekam mentah menghasilkan pertumbuhan
tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun) paling baik
pada tanaman anthurium (Marlina dan Rusnandi 2007).
Kompos merupakan hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat lembab, aerobik atau anaerobik
(Wulandari et al. 2011). Kompos memiliki sifat memperbaiki struktur media
tanam dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah.
Paclobutrazol
Zat pengatur tumbuh terbagi atas dua jenis, yaitu zat pengatur tumbuh
endogen dan eksogen. Zat pengatur tumbuh endogen atau fitohormon adalah zat
pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman dan eksogen adalah zat pengatur
tumbuh sintesis. Dalam zat pengatur tumbuh eksogen juga tercakup zat
penghambat tumbuh (growth retardant) dan herbisida (Wattimena 1988).
Pengaruh fisiologis dari zat pengatur tumbuh antara lain ruas tanaman pendek,
batang menjadi tebal, meningkatkan pembuahan serta mempercepat
perkecambahan dan penunasan (Wattimena 1988).

5
Paclobutrazol merupakan bahan penghambat pertumbuhan yang bekerja
pada bagian meristem dengan cara menghambat biosintesis giberelin, sehingga
terjadi penghambatan terhadap perpanjangan sel (Berova et al. 2002). Tanaman
yang diberi paclobutrazol dapat menghambat etiolasi (Wattimena 1988). Menurut
Satjapradja et al (2006) pemberian paclobutrazol pada tanaman Agathis
loranthifolia menghasilkan persentase hidup yang tinggi sehingga meningkatkan
ketahanan fisik semai terhadap gangguan-gangguan dari luar yang dapat
menyebabkan kematian tanaman. Paclobutrazol memiliki rumus empirik
C15H20ClN3O dengan nama kimia 1-(4-Chlorophenyl)-4,4-Dimethyl-2-(1H-1,2,4Triazol-1-il) Penta-3-01 (Syam’un et al. 2008).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di dalam net house Laboratorium Kultur Jaringan,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2013.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet
K. parviflora yang berasal dari kultur in vitro berumur 12 minggu setelah kultur
(Alveno 2012) yang kemudian disubkultur ke media MS yang mengandung 2 ppm
BAP, 3% gula, serta 0.7% agar. Planet yang digunakan memiliki ukuran yang
beragam yaitu ukuran kecil (tinggi < 5 cm), sedang (tinggi 5-10 cm), dan besar
(tinggi > 10 cm). Media tanam yang digunakan berupa kompos dan arang sekam.
Metode Percobaan
Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah komposisi media tanam (v/v) yang
terdiri atas 5 taraf yaitu kompos 100%, arang sekam 100%, kompos:arang sekam
(1:1), kompos:arang sekam (1:2), dan kompos:arang sekam (2:1). Faktor kedua
adalah konsentrasi paclobutrazol yang terdiri atas 5 taraf yaitu 0, 1, 5, 10, dan 15
ppm. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 75 satuan
percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas dua pot berdiameter 12 cm, dengan
satu bibit per pot sehingga terdapat 150 satuan pengamatan. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1.3. Jika
terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%

Yijk
µ

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yijk = µ + αi + j + (α )ij + k + εijk
:Pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i,
paclobutrazol ke-j, dan kelompok ke-k
:Nilai rataan umum hasil pengamatan

konsentrasi

6
αi
j

(α )ij
k

εijk

:Pengaruh komposisi media ke-i
:Pengaruh konsentrasi paclobutrazol ke-j
:Pengaruh interaksi antara perlakuan komposisi media ke-i, konsentrasi
paclobutrazol ke-j
:Pengaruh kelompok ke-k
:Pengaruh galat percobaan perlakuan komposisi media ke-i, konsentrasi
paclobutrazol ke-j, dan kelompok ke-k

Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan media tanam yang akan
digunakan seperti kompos dan arang sekam. Penyiraman media tanam
menggunakan bakterisida Streptomysin sulfat 20% dan fungisida Mankozeb 80%
dengan dosis 50 ml per tanaman dilakukan pada awal persiapan media tanam.
Alat-alat seperti alat tanam dan pinset dipersiapkan dengan membilasnya dengan
air bersih. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dimulai dengan memasukkan air
ke dalam botol, kemudian botol digoyang-goyang agar planlet terlepas dari
medianya. Planlet dikeluarkan satu per satu dengan menggunakan pinset panjang
dan dibilas dengan air mengalir untuk melepas media agar yang menempel pada
planlet. Bibit kemudian diletakkan di atas kertas koran dan dikeringanginkan
selama 10 menit. Aplikasi paclobutrazol dilakukan dengan cara merendam bibit
ke larutan paclobutrazol selama 10 menit dengan konsentrasi sesuai dengan
perlakuan setelah bibit dikeluarkan dari botol kultur dan dikeringanginkan.
Volume larutan paclobutrazol yang digunakan sebanyak 2 L sehingga dapat
merendam seluruh bibit.
Penanaman bahan tanam dilakukan di dalam pot berdiameter 12 cm. Pot
diisi dengan media tanam sesuai dengan perlakuan. Media tanam dimasukkan
sebanyak ¾ bagian pot kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10-15 cm. Pot
yang telah tertanami kemudian disusun rapi dan diletakkan pada rak dengan
naungan 75%. Setiap tanaman diberikan sungkup berupa gelas plastik yang
dilubangi. Penyungkupan berguna untuk menjaga tanaman agar tetap pada kondisi
lembab. Sungkup mulai dibuka perlahan-lahan pada umur 4 minggu setelah
perlakuan (MSP) saat tanaman sudah mulai tegar. Pemeliharaan dilakukan dengan
penyiraman rutin setiap harinya pada pagi hari, sanitasi lingkungan tumbuh, serta
pengendalian hama secara manual. Tahapan pelaksanaan penelitian ditampilkan
pada Gambar 2.

7

Gambar 2 Pelaksanaan aklimatisasi pada tanaman K. parviflora

Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan data lingkungan
yaitu suhu dan kelembaban udara, serta pH dan EC larutan hara pada media.
A. Parameter pertumbuhan.
1. Tinggi tanaman (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari
pangkal (permukaan media) sampai bagian ujung daun terpanjang.

8
2. Jumlah daun total (helai). Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah daun segar yang telah terbuka sempurna.
3. Jumlah tanaman per rumpun. Pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah tanaman per pot tanaman.
4. Panjang dan lebar daun spesifik (cm). Pengamatan panjang dan lebar
daun spesifik dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar daun yang
sudah diberi tanda pada awal tanam yaitu daun pertama yang muncul dan
telah membuka sempurna.
5. Warna daun. Pengamatan warna daun dilakukan pada 4 dan 8 MSP
menggunakan SPAD-502 (Konica Minolta, Jepang) pada daun spesifik.
B. Pengamatan data lingkungan
1. Suhu (ºC) dan kelembaban (%). Pengamatan dilakukan dengan mengukur
suhu dan kelembaban rata-rata harian setiap pukul 08.00, 12.00, 16.00
WIB. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Thermo-hygrometer.
Pengukuran suhu rata-rata harian dan kelembaban relatif dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko 1993):
Trata-rata harian = (2 T08.00+T12.00+T16.00)/4
T08.00 = suhu udara pada pengamatan pukul 08.00
T12.00 = suhu udara pada pengamatan pukul 12.00
T16.00 = suhu udara pada pengamatan pukul 16.00
RHrata-rata harian = ( RH08.00+RH12.00+RH16.00)/3
RH08.00 = kelembaban udara pada pengamatan pukul 08.00
RH12.00 = kelembaban udara pada pengamatan pukul 12.00
RH16.00 = kelembaban udara pada pengamatan pukul 16.00
2. pH dan EC larutan hara pada media. Pengamatan pH dan EC larutan hara
pada media dilakukan dengan menggunakan pH meter portable AD-110
untuk mengukur pH media dan EC meter portable TDS meter 503-1
untuk mengukur EC media pada 0 dan 8 MSP.
Pengukuran pH dan EC dihitung menggunakan Metode Pour thru sebagai
berikut:
1. Media tanam disiram hingga jenuh/kapasitas lapang (hingga beberapa
tetes air keluar dari dasar pot) menggunakan air yang biasa digunakan
untuk menyiram tanaman.
2. Media dibiarkan selama 30 menit sampai 1 jam
3. Ember penampung ditempatkan di bawah pot dan air destilata
ditambahkan (± 50-75 mL) hingga diperoleh air perkolasi sebanyak
50 mL
4. pH air perkolasi diukur menggunakan pH meter, sedangkan EC
diukur menggunakan EC meter

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu rata-rata di dalam net house selama sepuluh minggu penelitian adalah
28.33 ºC, dengan suhu maksimum pada minggu ke-2 adalah 30.15 ºC dan suhu
minimum pada minggu ke-8 adalah 26.13 ºC (Gambar 2A). Kelembaban suhu
udara rata-rata adalah 71.27%, dengan kelembaban udara maksimum pada minggu
ke-8 adalah 82.67% dan kelembaban minimum pada minggu ke-10 adalah 66%
(Gambar 2B). Tanaman hasil kultur in vitro pada umumnya tidak dapat bertahan
hidup ketika dipindahkan dari lingkungan asalnya ke dalam lingkungan rumah
kaca atau lapangan karena lingkungan rumah kaca atau lapangan memiliki
kelembaban yang relatif rendah, intensitas cahaya yang relatif tinggi serta
lingkungan yang kurang aseptik. Kondisi lingkungan pada saat aklimatisasi yang
baik adalah ventilasi yang baik, naungan dan kebersihan yang terjaga. Suhu dan
kelembaban optimum saat aklimatisasi bibit in vitro bervariasi tergantung pada
jenis tanaman. Hasil penelitian Hastuti (2002) menunjukkan bahwa pada tanaman
Calla Lilly suhu optimum selama aklimatisasi adalah 25-28 ºC. Hasil penelitian
Astuti (2006) menunjukkan bahwa aklimatisasi bibit walisongo baik dilakukan
pada suhu rata-rata 28 ºC dan kelembaban rata-rata 84 %.

A
Suhu rata-rata (⁰C)

32
30
28
26
24
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu setelah perlakuan (MSP)

B
Kelembaban udara (%)

90
80
70
60
50
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu setelah perlakuan (MSP)

Gambar 3 Suhu rata-rata (A) dan kelembaban udara rata-rata (B)
lingkungan saat penelitian

10
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bibit K. parviflora asal in vitro
dapat diaklimatisasi dengan baik pada kisaran suhu 27.19-30.15 ºC dan RH 66.3371.33%, berdasarkan persentase hidup bibit yang mencapai 100% hingga 4 MSP.
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mampu beradaptasi dengan baik dari
lingkungan heterotrof menjadi autotrof.
Berdasarkan analisis ragam, komposisi media tanam berpengaruh terhadap
beberapa parameter pertumbuhan. Akan tetapi, konsentrasi paclobutrazol serta
interaksi antara komposisi media tanam dan konsentrasi paclobutrazol tidak
berpengaruh terhadap seluruh parameter yang diamati hingga 10 MSP (Tabel 1).
Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh komposisi media tanam dan
konsentrasi paclobutrazol terhadap pertumbuhan tanaman K. parviflora
Parameter
Tinggi tanaman
Jumlah daun segar
Jumlah daun senesens
Jumlah tanaman per rumpun
Panjang daun
Lebar daun
Warna daun

Umur tanaman
(MSP)
10
10
10
10
10
10
0
8

Media
tanam
**
tn
tn
tn
**
**
tn
**

Konsentrasi
paclobutrazol
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

Interaksi
MxP
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

MSP = Minggu setelah perlakuan, ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, tn = tidak berbeda
nyata, M = Media tanam, P = Konsentrasi paclobutrazol.

Pengaruh Media Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman K. parviflora
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, panjang
daun, dan lebar daun tanaman K. parviflora pada 10 MSP, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun total dan jumlah tanaman per rumpun
pada 10 MSP (Tabel 1). Pertumbuhan tanaman K. parviflora dapat dilihat dari
bertambah tingginya tanaman. Tanaman yang ditanam pada media arang sekam
100% memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang
ditanam pada media yang mengandung kompos. Demikian pula pada pengamatan
panjang dan lebar daun, tanaman yang ditanam pada media arang sekam 100%
memiliki panjang dan lebar daun yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang
ditanam pada media yang mengandung kompos. Daun tanaman K. parviflora yang
ditanam pada media tanam arang sekam 100% memiliki nilai paling rendah
dibandingkan tanaman yang ditanam pada media yang mengandung kompos
(Tabel 2). Nilai SPAD yang tinggi menunjukkan warna daun yang lebih hijau.
Secara visual, daun tanaman pada media yang mengandung kompos tampak lebih
hijau (Gambar 4).

11
Tabel 2 Pengaruh media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah daun total,
jumlah tanaman per rumpun, panjang daun dan lebar daun pada 10 MSP
Tinggi
tanaman
(cm)a

Jumlah
daun
total
(helai)

Jumlah
tanaman/
rumpun

Panjang
daun
(cm)a

Lebar
daun
(cm)a

Kompos 100 %

22.77a

4.33

1.10

8.63ab

3.05a

37.14a

Arang sekam 100 %

16.06b

5.53

1.30

6.78c

2.47b

31.57b

Kompos (1) : Ar. Sekam (1)

24.77a

5.10

1.13

9.44a

3.24a

39.93a

Kompos (1) : Ar. Sekam (2)

25.29a

4.63

1.13

8.85ab

3.20a

37.59a

Komposisi media tanam

Warna
daun a *

Kompos (2) : Ar. Sekam (1)
a

22.52a
4.73
1.20
8.21b
2.99a
38.47a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%, * Data diambil pada 8 MSP dan diamati
menggunakan SPAD; MSP = minggu setelah perlakuan

Gambar 4 Warna daun tanaman K. parviflora pada komposisi media tanam
kompos 100% (A) dan arang sekam 100% (B) pada 10 MSP
Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan tanaman pada media tanam
arang sekam 100% lebih terhambat dibandingkan dengan tanaman pada media
tanam yang mengandung kompos. Campuran media tanam kompos dan arang
sekam cenderung mendorong pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik
dibandingkan dengan hanya satu media. Penggunaan media campuran dapat
membantu memperbaiki kekurangan sifat dari masing-masing bahan yaitu
kecepatan pelapukan, tingkat ketersediaan hara, dan kondisi kelembaban dalam
media tanam. Kekurangan sifat dari media kompos yaitu slow release atau
menyediakan unsur hara secara lambat serta jumlah yang sangat terbatas,
kandungan hara yang tidak bisa diketahui secara pasti serta kandungan unsur hara
yang lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik (Setyorini et al 2012).
Kekurangan sifat dari media arang sekam yaitu memiliki sifat porous atau mudah
membuang air yang berlebihan, memiliki kadar salinitas yang rendah serta hanya
dapat digunakan dua kali (Fahmi 2013). Media tanam kompos berasal dari proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen
(aerob). Sifat kompos yaitu dapat mengikat dan menyumbang hara, serta memiliki
aerasi, menyerap dan menahan air dengan baik karena memiliki pori yang banyak
(Asrodiah 2005). Kompos akan bertindak sebagai penyedia hara yang dibutuhkan
oleh tanaman. Kompos dapat menjadikan struktur media lebih baik sehingga

12
pertukaran oksigen dan karbondioksida yang diperlukan aktivitas akar dapat
tercukupi. Sistem perakaran yang baik memungkinkan hara terserap lebih banyak
dan luas (Mariana 2009).
Arang sekam merupakan sekam bakar berwarna hitam yang didapatkan
dari hasil pembakaran sekam padi yang tidak sempurna. Sifat arang sekam yang
kasar dan banyak membentuk pori menjadi pemacu hilangnya hara yang ada
dalam media tanam sehingga kebutuhan hara bagi tanaman tidak dapat tercukupi
dengan baik (Suryanto dan Dwi 2010). Menurut Hardjanti (2005) arang sekam
merupakan media tanam yang bersifat porous sehingga memungkinkan tanaman
cepat mengalami kehilangan air akibat evaporasi dan drainase ke bawah karena
besarnya pori makro yang dimiliki oleh media. Ketersediaan air merupakan
bentuk cekaman abiotik yang dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman.
Tanaman yang mengalami penurunan ketersediaan air akan mengalami
pertumbuhan akar yang lebih lambat, dan pertumbuhan tajuk akan tertekan.
Pertumbuhan akar tanaman K. parviflora pada media arang sekam tampak lebih
terhambat dibandingkan pada media kompos (Gambar 5) .
Sifat fisik media arang sekam yang memiliki banyak pori makro juga
memicu hilangnya hara yang ada dalam media. Electrical conductivity (EC)
merupakan suatu cara untuk mengukur tingkat salinitas atau jumlah garam (hara)
yang terdapat di dalam media tanam (Corwin dan Lesch 2003). Media arang
sekam memiliki EC yang lebih rendah dibandingkan media yang mengandung
kompos pada awal perlakuan (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa
ketersediaan hara pada media arang sekam lebih rendah dibandingkan media yang
mengandung kompos. Menurut Wijayanti dan Susila (2013) media arang sekam
memiliki sifat inert atau tidak menyediakan unsur hara dan sukar mengalami
pelapukan. Pada umumnya media tanam inert berfungsi sebagai buffer atau
penyangga. Ketersediaan hara di dalam tanah maupun media tanam menjadi
faktor yang menentukan dalam pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman
yang lebih baik menggambarkan ketersediaan hara pada media. Pada penelitian
tidak dilaksanakan pengukuran data terhadap akar tanama, namun pengamatan
terhadap akar dilakukan secara visual. Keragaan akar tanaman pada media yang
mengandung kompos tampak lebih baik dibandingkan media arang sekam 100%.

Gambar 5 Keragaan akar tanaman K. parviflora pada komposisi media tanam
kompos (A) dan arang sekam (B). Garis = 10 cm
Komposisi meda tanam berpengaruh sangat nyata pada EC media tanam
pada 0 MSP dan penurunan EC antara 0 dan 8 MSP. Media tanam yang
mengandung kompos memiliki penurunan EC yang lebih tinggi dibandingkan

13
media arang sekam 100% (Tabel 3). Penurunan EC media seiring dengan
tumbuhnya tanaman diduga menggambarkan bahwa sebagian hara telah terserap
oleh tanaman atau pun hara yang terdapat pada media tanam mengalami
pencucian oleh air yang masuk ke dalam media tanam. Derajat keasaman atau pH
merupakan pengukuran standar keasaman atau kebasaan dari suatu larutan (Addy
et al. 2004). Nilai pH berpengaruh penting terhadap ketersediaan unsur hara dan
kemampuan akar dalam menyerap unsur hara bagi pertumbuhan tanaman
(Suradinata et al. 2012). Kisaran pH pada media tanam adalah 5.8-6.8 (Susila
2013). Apabila pH berada di atas nilai optimum maka dapat diturunkan dengan cara
menambahkan asam sampai dengan pH 5.8 dan apabila pH kurang dari nilai optimum,
maka dapat dinaikkan dengan cara menghentikan tambahan asam pada saat irigasi.
Kisaran pH seluruh komposisi media tanam yang digunakan dalam penelitian ini
berada dalam rentang pH netral. Oleh karena itu nilai pH yang terdapat dalam
setiap perlakuan tidak terlalu berpengaruh terhadap komposisi media tanam.
Tabel 3 Pengaruh media tanam terhadap nilai EC dan pH
Komposisi media tanam
Kompos 100 %
Arang sekam 100 %
Kompos (1) : Ar. Sekam (1)
Kompos (1) : Ar. Sekam (2)
Kompos (2) : Ar. Sekam (1)
a

EC (mmhos.cm-1)
0 MSPa
8 MSP
ΔECa
2.36b
0.34
2.03bc
0.96c
0.21
0.75c
2.57b
0.22
2.35b
3.04b
0.43
2.61b
4.57a
0.44
4.13a

pH
0 MSP
8 MSPa
6.57cd 6.57b
7.77a
7.37a
6.70c
6.87bc
6.87b
7.03b
6.43d
6.93b
a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%; MSP = minggu setelah perlakuan

Gambar 6 Keragaan tanaman K. parviflora pada beberapa komposisi media tanam
kompos 100% (A,F), arang sekam 100% (B,G), kompos : arang sekam
(1:1) (C,H), kompos : arang sekam (1:2) (D,I) dan kompos : arang
sekam (2:1) (E,J) pada 10 MSP. Garis = 12 cm
Pada penelitan ini tidak dilakukan pemupukan baik melalui media tanam
maupun melalui daun tanaman hingga umur tanaman 10 MSP. Hal ini ditunjukkan
oleh kurva pertumbuhan tinggi tanaman yang menunjukkan bahwa hingga 4 MSP
tinggi tanaman pada komposisi media tanam yang dicobakan tidak berbeda
(Gambar 7). Tinggi tanaman pada media arang sekam lebih rendah dibandingkan

14

Tinggi tanaman (cm)

pada media kompos mulai 5 MSP. Oleh karena itu jika bibit K. parviflora
diaklimatisasi pada media arang sekam pemupukan perlu dilakukan sebelum 5
MSP.

30
24
18
12
6
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu setelah perlakuan (MSP)
Kompos 100%
Kompos : arang sekam (1:1)
Kompos : arang sekam (2:1)

Arang sekam 100%
Kompos : arang sekam (1:2)

Gambar 7 Grafik pertumbuhan tinggi tanaman K. parviflora

Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan Tanaman K. parviflora
Aplikasi paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun total, jumlah tanaman per rumpun, panjang daun, dan lebar daun K.
parviflora pada 10 MSP (Tabel 4). Tinggi tanaman K. parviflora berkisar antara
21.66 hingga 22.90 cm, jumlah daun total per tanaman berkisar antara 4 hingga 6
helai, panjang daun berkisar antara 8.16 hingga 8.69 cm, lebar daun berkisar
antara 2.91 hingga 3.00 cm, dan warna daun berkisar antara 36.30 hingga 37.59
(Tabel 4). Penelitian Handini (2012) menunjukkan bahwa aplikasi paclobutrazol
pada tanaman Dendrobium lasianthera hingga 20 ppm tidak berpengaruh nyata
terhadap peubah persen tumbuh, panjang daun, pertambahan jumlah tunas, jumlah
akar, panjang akar, diameter akar, warna daun, tinggi tanaman, dan bobot segar
tanaman kecuali pada jumlah daun total dan lebar daun total pada 6 hingga 8
MSP. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh paclobutrazol baru
tampak setelah rentang waktu yang cukup lama sejak saat aplikasi yaitu pada 6
MSP.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi paclobutrazol tidak
berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman K. parviflora. Diduga
paclobutrazol memerlukan waktu yang cukup lama sebelum pengaruhnya tampak
pada pertumbuhan tanaman K. parviflora.

15
Tabel 4 Pengaruh konsentrasi paclobutrazol tinggi tanaman, jumlah daun total,
jumlah tanaman per rumpun, panjang daun dan lebar daun pada 10 MSP
Konsentrasi
Paclobutrazol
(ppm)
0
1
5
10
15
*

Tinggi
tanaman
(cm)
22.22
22.38
22.90
22.24
21.66

Jumlah
daun
total
(helai)
4.67
4.43
5.23
4.43
5.57

Jumlah
tanaman/
rumpun

Panjang
daun
(cm)

Lebar
daun
(cm)

Warna
daun *

1.17
1.10
1.27
1.03
1.30

8.23
8.16
8.69
8.41
8.42

2.91
2.91
3.05
3.08
3.00

36.30
37.57
37.25
37.59
36.41

Data diambil pada 8 MSP dan diamati menggunakan SPAD; MSP = minggu setelah
perlakuan

Efektivitas paclobutrazol dapat dilihat dari cara aplikasinya dan konsentrasi
yang diberikan. Perendaman tanaman pada paclobutrazol diduga masih kurang
efektif sehingga pertumbuhan masih kurang maksimal. Kegunaan paclobutrazol
adalah untuk mengendalikan pertumbuhan vegetatif tanaman (Christov et al.
1995). Prinsip kerja pacloburazol adalah menghambat reaksi oksidasi antara
kauren dan asam kaurenoat pada sintesis giberelin, sehingga terjadi penekanan
pada batang tanaman (Salisbury dan Ross 1995). Penghambatan sintesis giberelin
menyebabkan pemanjangan dan pembelahan sel pada subapikal berjalan lambat
sehingga mengalihkan asimilat ke fase generatif (Krishnamoorthy 1981).
Regresi antara konsentrasi paclobutrazol dengan tinggi tanaman
menunjukkan bahwa kurva respon yang dihasilkan bersifat kuadratik. Konsentrasi
5 ppm merupakan konsentrasi paling optimum dibandingkan konsentrasi
paclobutrazol konsentrasi lainnya. Persamaan regresi antara konsentrasi
paclobutrazol dengan tinggi tanaman adalah y = 22.27 + 0.1451x – 0.01271x2
yang menunjukkan jika kandungan konsentrasi paclobutrazol bernilai 0 maka
tinggi tanaman adalah 22.27 cm dengan konsentrasi paclobutrazol optimum
sebesar 5.7081 ppm menghasilkan tinggi tanaman sebesar 22.68 cm (Gambar 8A).
Regresi antara konsentrasi paclobutrazol dengan lebar tanaman menunjukkan
bahwa kurva respon yang dihasilkan juga bersifat kuadratik. Konsentrasi 9 ppm
merupakan konsentrasi paling optimum dibandingkan konsentrasi paclobutrazol
konsentrasi lainnya. Persamaan regresi antara konsentrasi paclobutrazol dengan
tinggi tanaman adalah y = 2.893 + 0.04165x – 0.002299x2. Hal ini menunjukkan
jika kandungan konsentrasi paclobutrazol 0 ppm maka lebar daun adalah 2.89 cm
dengan konsentrasi paclobutrazol maksimum sebesar 9.06 ppm menghasilkan
lebar daun terlebar sebesar 3.08 cm (Gambar 8B). Berdasarkan hasil analisis
regresi dapat diduga bahwa peningkatan konsentrasi paclobutrazol lebih dari 15
ppm tidak akan meningkatkan pertumbuhan tanaman K. parviflora pada tahap
aklimatisasi. Aplikasi paclobutrazol di atas 15 ppm dikhawatirkan menghambat
pertumbuhan tanaman. Menurut Cathey (1975) dan Harjadi (2009), tanaman yang
diberi retardan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman terutama tinggi
tanaman sehingga tanaman tampak roset dan kompak. Keragaan tanaman pada 10
MSP ditampilkan pada Gambar 9.

16

Gambar 8 Hasil regresi respon tanaman terhadap konsentrasi paclobutrazol pada
parameter tinggi tanaman (A) dan lebar daun (B) K. parviflora

Gambar 9 Keragaan tanaman K. parviflora pada beberapa konsentrasi paclobutrazol
dalam media kompos (A) dan arang sekam (B) saat 7 MSP. Garis = 12 cm

17

SIMPULAN
Tanaman K. parviflora yang ditanam pada media arang sekam 100%
memiliki tinggi tanaman, panjang dan lebar daun yang lebih rendah dibandingkan
tanaman yang ditanam pada media yang mengandung kompos. Aplikasi
paclobutrazol hingga konsentrasi 15 ppm tidak mempengaruhi pertumbuhan
tanaman K. parviflora pada seluruh parameter yang diamati. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan media tanam yang mengandung kompos
menunjukkan hasil yang paling baik terhadap pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Addy K, Green L. Herron E. 2004. pH and Alkalinity. [Internet] [diunduh
2013 Des 22]. Tersedia pada: http://www.uri.edu/ce/wq/ww/Publications/
pH%26alkalinity.pdf.
Adriance GW dan Brison FR. 1971. Propagation of Horticultural Plants. New
York (US): Tata McGraw-Hill.
Alveno V. 2012. Multiple in vitro shoot induction of Kaempveria parviflora Wall.
Ex. Baker [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asrodiah R. 2005. Pemanfaatan serasah kompos daun bambu sebagai media
pertumbuhan stroberi (Fragaria ananassa Duch) yang ditanam secara
hidroponik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Astuti D. 2006. Pengaruh intensitas cahaya dan periode aklimatisasi terhadap
pertumbuhan serta kualitas layak display tanaman walisongo (Scefflera
arboricola) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Berova M, Zlatev Z, Stoeva N. 2002. Effect of paclobutrazol on wheat seedling
under low temperature stress. J Plant Physical. 28 (1-2): 75-84.
Cathey HM. 1975. Comparative plant growth-retarding activities of Ancymidol
with ACPA, Phosfon, Chlormequat and SADH on ornamental plant species.
Hort. Sci. 10(3):204-216.
Christov C, Tsvetkov I, Kovachev V. 1995. Use of paclobutrazol to control
vegetative growth and improve fruiting efficiency of grapevines (Vitis vinera
L.). J Plant Physiol. 21(4): 64-71.
Corwin DL, Lesch SM. 2003. Application of soil electrical conductivity to
precision agriculture: theory, principles, guidelines. Agron J. 95: 455-471.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Perkembangan volume ekspor tanaman
obat
[Internet].
[diunduh
29
Sep
2013].
Tersedia
pada:
http//hortikultura.deptan.go.id/?q=node/433.
Evi. 2012. Altitude and shading condition affect vegetative growth of Kaempferia
parviflora [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fahmi ZI. 2013. Media tanam sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. [Internet] [diunduh 2014 Feb 2]. Tersedia pada
http://www.ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpsurabaya/tinymcpuk/gambar/file/17
.%20media%20tanam%20sebagai%20faktor%20eksternal%20dalam%20perk
ecambahan%20benih-ok.pdf

18
Handini AS. 2012. Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan anggrek
Dendrobium lasianthera pada tahap aklimatisasi [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya.
Hardjanti S. 2005. Pertumbuhan setek adenium melalui penganginan, asal bahan
setek, penggunaan pupuk daun dan komposisi media. Agrosains. 7(2): 108114.
Harjadi SS. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hastuti W. 2002. Uji pengaruh tempat aklimatisasi dan waktu perendaman bibit
dalam beberapa konsentrasi larutan Hoagland terhadap keberhasilan
aklimatisasi bibit calla lilly (Zantedschia rehmanii) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hoesen DSH, Sumarnie, Panggabean G. 1996. Kultur jaringan temu glenyeh
(Curcuma soloensis Val.). Di dalam: Prosiding Simposium Nasional I
Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP 1996 [Internet]. [Waktu dan
tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Balitbang Botani, Puslitbang
Biologi LIPI. hlm 272-277.
Husni A, Hobir, Sukmadjaja D. 1994. Aklimatisasi bibit kapolaga asal kultur
jaringan. Bul Litro. 9(2): 73-76.
ICS UNINDO. 2009. Kaempferia parviflora Wall. Ex. Baker. [internet] [diunduh
2012 Des 12]. Tersedia pada: http://maps. ics. trieste. it/ Home/
TechnologyInfo/621.
Karim MA. 2013. Pematahan dormansi rimpang Kaempferia parviflora Wall. Ex.
Baker [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Krishnamoorthy HN. 1981. Plant Growth Substance Including Application in
Agriculure. New Delhi (IN): Tata Mc. Graw-Hill Pub. Co. Ltd.
Mariana M. 2009. Pertumbuhan dan produksi tiga varietas bibit kentang (Solanum
tuberosum L.) pada berbagai konsentrasi pupuk daun super ACl dengan
sistem aeroponik. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Pekan Kentang
2008 [Internet]. 2008 Agu 20-12; Lembang,, Indonesia. Lembang (ID):
Departemen Pertanian. hlm 162-173.
Marlina N, Rusnandi D. 2007. Teknik aklimatisasi bibit anthurium pada beberapa
media tanam. Bul Teknik pertanian. 12(1): 38-40.
Putiyanan S, Chansakaow S, Phrutivorapongkul A, Charoensup W. 2008.
Standard pharmacognostic characteristic of some Thai herrbal medicine.
CMU J Nat Sci. 7(2):239-255.
Rahma A. 2013. Analisis produksi dan kandungan bahan aktif Kaempferia
parviflora Wall. Ex. Baker pada ketinggian dan tingkat naungan yang
berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rohayati E, Marlina N. 2009. Teknik aklimatisasi plenlet anyelir (Dianthus
caryophyllus L.) untuk tanaman induk. Bul Teknik Pertanian 14(2): 72-75.
Rujjanawate C, Kanjanapothi D, Amornlerdpison D, Pojanagroon S. 2005.
Antigastric ulcer effect of Kaempferia parviflora. J Ethnopharmacol. 102:
120-122.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid ke-3. Lukman dan
Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari Plant
Physiology, 4th Edition.

19
Satjapradja O, Setyaningsih L, Syamsuwida D, Rahmat A. 2006. Kajian
penggunaan paclobutrazol terhadap pertumbuhan semai Agathis loranthifolia.
J Manajemen Hutan Tropika. 7(1): 63-73.
Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2012. Kompos. [Internet] [diunduh 2014
Jan 30]. Tersedia pada
http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id/
dokumentasi/juknis/pupuk%20organik.pdf.
Slamet. 2011. Perkembangan teknik aklimatisasi tanaman kedelai hasil regenerasi
kultur in vitro. J Litbangtan. 30(2) 48-55.
Sukmadjaja D, Mariska I. 2003. Perbanyakan Bibit Jati melalui Kultu Jaringan.
Bogor (ID): Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian.
Suradinata YR, Nuraini A, Setiadi A. 2012. Pengaruh kombinasi media tanam dan
konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan tanaman anggrek dendrobium
sp. pada tahap aklimatisasi. J Agrivigor. 11(2): 104-116.
Suryanto A, Dwi WS. 2010. Modul Praktikum Dasar Budidaya Tanaman. Malang
(ID): Brawijaya University Pr.
Susila AD. 2013. Modul Kuliah Dasar Dasar Hortikultura. Bogor (ID):
Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Syam’un E, Fernita H, Rachmawati. β008. Pertumbuhan dan pembungaan krisan
pada berbagai konsentrasi dan frekuensi pemberian paclobutrazol.
J Agrivigor. 7(2): 170-179.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas.
Wijayanti E, Susila AD. 2013. Pertumbuhan dan produksi dua varietas tomat
(Lycopersicon esculentum mill.) secara hidroponik dengan beberapa
komposisi media tanam. Bul Agrohorti. 1(1):104-112.
Winten KTI. 2009. Zat pengatur tumbuh dan peranannya dalam budidaya tanaman.
Majalah Ilmiah Untab. 6: 49-59.
Wulandari AS, Mansur I, Sugiarti H. 2011. Pengaruh pemberian kompos batang
pisang terhadap pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). J
Silvikultur Tropika. 3:78-81.
Yenjai C, Prasanphen K, Daodee S, Wongpanich V, Kittakoop P. 2004. Bioactive
flavanoids from Kaempferia parviflora. Fitoterapia 75: 89-92.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tan