Respon Planlet Anggrek Dendrobium spectabile pada Pemberian Beberapa Taraf Paclobutrazol selama Tahap Aklimatisasi

RESPON PLANLET ANGGREK Dendrobium spectabile
PADA PEMBERIAN BEBERAPA TARAF PACLOBUTRAZOL
SELAMA TAHAP AKLIMATISASI

YUSI NURMALITA ANDARINI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Planlet
Anggrek Dendrobium spectabile pada Pemberian Beberapa Taraf Paclobutrazol
selama Tahap Aklimatisasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulislain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Yusi Nurmalita Andarini
NIM A24090112

ABSTRAK
YUSI NURMALITA ANDARINI. Respon Planlet Anggrek Dendrobium
spectabile pada Pemberian Beberapa Taraf Paclobutrazol selama Tahap
Aklimatisasi. Dibimbing oleh DINY DINARTI.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberian
paclobutrazol terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium spectabile
selama tahap aklimatisasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok
satu faktor yaitu konsentrasi paclobutrazol. Terdapat delapan perlakuan
konsentrasi paclobutrazol yang digunakan yaitu 0 ppm, 10 ppm dengan dua kali
dan empat kali penyemprotan, 20 ppm dengan dua kali dan empat kali
penyemprotan, 30 ppm dengan dua kali dan empat kali penyemprotan, serta 20
ppm dengan perendaman selama satu jam sebelum ditanam dengan empat ulangan
pada masing-masing perlakuan, sehingga terdapat 32 satuan percobaan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian aplikasi paclobutrazol berpengaruh

terhadap persentase tumbuh planlet, pertambahan panjang daun, jumlah akar,
kerapatan sel palisade, tinggi tanaman, dan tebal daun. Respon terbaik
ditunjukkan oleh aplikasi empat kali penyemprotan larutan 30 ppm paclobutrazol.
Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase tumbuh planlet 100%, jumlah akar
tertinggi, kerapatan sel palisade terbesar, dan tebal daun tertinggi.
Kata kunci: aklimatisasi, Dendrobium spectabile, paclobutrazol

ABSTRACT
YUSI NURMALITA ANDARINI. The Response of Dendrobium spectabile
Planlet on Some Levels of Paclobutrazol during Acclimatization. Supervised by
DINY DINARTI.
The objective of this research was to determine the effect of paclobutrazol
on Dendrobium spectabile planlet in acclimatization phase. This research used a
complete randomized block design, with paclobutrazol concentration as
treatment. There were eight level of paclobutrazol concentrations used 0 ppm, 10
ppm with twice and four times spraying, 20 ppm with twice and four times
spraying, 30 ppm with twice and four times spraying, and 20 ppm pre soaked
treatment. Each treatment repeated four times, so it consist of 32 units
experiment. The result from this research are showed significant effect of
paclobutrazol concentration application on planlet survived percent, length of the

leaf, number of root, number of palisade cell, plant height, and thickness of leaf.
The best response was shown by application of sprayed 30 ppm paclobutrazol
four times. That showed 100% percentage of plantlets grown, the highest number
of roots, the largest palisade cell, and the highest leaf thickness.
Keywords: acclimatization, Dendrobium spectabile, paclobutrazol

RESPON PLANLET ANGGREK Dendrobium spectabile
PADA PEMBERIAN BEBERAPA TARAF PACLOBUTRAZOL
SELAMA TAHAP AKLIMATISASI

YUSI NURMALITA ANDARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Respon Planlet Anggrek Dendrobium spectabile pada Pemberian
Beberapa Taraf Paclobutrazol selama Tahap Aklimatisasi
Nama
: Yusi Nurmalita Andarini
NIM
: A24090112

Disetujui oleh

Dr Ir Diny Dinarti, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April
2013 ini adalah Aklimatisasi anggrek Dendrobium spectabile, dengan judul
Respon Planlet Anggrek Dendrobium spectabile pada Pemberian Beberapa Taraf
Paclobutrazol selama Tahap Aklimatisasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Diny Dinarti, MSi yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungan selama kegiatan penelitian
dilaksanakan, kepada Dr Dewi Sukma SP, MSi yang telah memberikan bimbingan
akademik selama kegiatan akademik di IPB, dan kepada Dr Ir Sandra Arifin Aziz,
MS serta Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr yang telah bersedia menjadi dosen
penguji pada ujian skripsi. Kepada kedua orang tua dan saudara yang telah
memberikan semangat baik moril maupun materil, penulis mengucapakan
terimakasih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman
Agronomi dan Hortikultura Angkatan 46 (Socrates 46), teman-teman Ikatan
Mahasiswa Banyumas (Ikamahamas IPB), dan semua pihak yang ikut terlibat

dalam penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Yusi Nurmalita Andarini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Tujuan Penelitian



Hipotesis Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



METODE



Bahan




Alat



Prosedur Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN



Kondisi Umum



Hasil dan Pembahasan




KESIMPULAN DAN SARAN

23 

Kesimpulan

23 

Saran

23 

DAFTAR PUSTAKA

23 

RIWAYAT HIDUP


26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Rata-rata persentase tumbuh anggrek Dendrobium spectabile

Rata-rata pertambahan jumlah daun total anggrek
Rata-rata pertambahan panjang daun anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata pertambahan lebar daun anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata jumlah tunas anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata jumlah akar anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata panjang akar anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata diameter akar anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata warna daun anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata jumlah klorofil anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata kerapatan stomata anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata kerapatan sel palisade anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata tinggi tanaman anggrek Dendrobium spectabile
Rata-rata tebal daun anggrek Dendrobium spectabile

10 
11 
12 
13 
13 
14 
16 
16 
17 
17 
18 
19 
21 
22 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Bunga anggrek Dendrobium spectabile
Planlet anggrek Dendrobium spectabile terserang OPT
Penampilan panjang daun anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP
Penampilan akar anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP
Stomata daun anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP
Sel palisade daun anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP
Grafik korelasi antara kerapatan sel palisade dan tebal daun pada 8
MSP



12 
15 
18 
20 
22 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek yang termasuk kedalam famili Orchidaceae merupakan salah satu
kekayaan hayati Indonesia yang memiliki keanekaragaman spesies sangat besar
dan tersebar di Indonesia. Beberapa genus anggrek yang dikenal diantaranya
adalah Dendrobium, Arachnis, Cymbidium, Cattleya, dan Vanda. Anggrek
menempati posisi penting dalam industri florikultura di Indonesia. Yusnita (2010)
menuliskan bahwa Indonesia memiliki sekitar 5 000 spesies anggrek dan
berpotensi untuk menjadi salah satu negara termaju di dunia peranggrekan jika
ditunjang dengan pemuliaan tanaman dan teknologi perbanyakan yang baik.
Anggrek merupakan sumber devisa potensial bagi negara di samping dapat
menjadi sumber penghasilan bagi petani. Hal tersebut menimbulkan tingginya
minat masyarakat untuk memelihara dan mengelola anggrek sebagai tanaman
komersil.
Saat ini anggrek yang dominan disukai oleh masyarakat adalah jenis
Dendrobium (34%), Oncidium Golden Shower (26%), Catleya (20%), dan Vanda
(17%) serta anggrek jenis lain (3%) (Dirjen P2HP 2010). Anggrek jenis
Dendrobium merupakan komoditas yang paling banyak digemari masyarakat
karena sifatnya yang relatif lebih tahan lama dan warna bunga yang bervariasi,
sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan karena mempuyai nilai ekonomis
yang tinggi sebagai komoditas ekspor maupun untuk pasaran dalam negeri.
Dendrobium merupakan salah satu marga Orchidaceae yang jumlahnya besar dan
beraneka ragam (Widiastoety et al. 2000). Jenis ini paling populer di kalangan
hobiis maupun pengusaha anggrek karena bunganya memiliki beragam bentuk,
ukuran dan warna. Selain itu, anggrek ini memiliki pangsa pasar 50% dari total
pasar anggrek untuk tanaman dalam pot. Melihat peluang ekonomi anggrek
Dendrobium yang begitu besar, diperlukan teknik perbanyakan yang cepat dan
efisien seperti teknik in vitro.
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ dalam kondisi aseptik secara in
vitro (Marlina dan Rusnandi 2007). Menurut Panjaitan (2005) salah satu alternatif
untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah melakukan perbanyakan
melalui kultur jaringan yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara
konvensional. Kelebihan itu diantaranya dapat menghasilkan anggrek dalam
jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki sifat yang
sama dengan induknya dan pertumbuhannya relatif seragam.
Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet
ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembaban nisbi
tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembabannya diturunkan dan
intensitas cahayanya dinaikkan. Tahapan ini merupakan tahap yang kritis karena
kondisi iklim di rumah kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda
dengan kondisi di dalam botol kultur (Yusnita 2003). Menurut Muhit (2007),
aklimatisasi diperlukan karena tanaman hasil in vitro umumnya memiliki lapisan
lilin tipis dan belum berkembang dengan baik, sel-sel dalam palisade belum

2
berkembang maksimal, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang,
dan stomata seringkali tidak berfungsi, yaitu tidak dapat menutup saat penguapan
tinggi.
Sistem perakaran yang cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi dengan
baik akan membuat pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat tertekan
(Zulkarnain 2009). Kondisi anatomi tanaman yang belum sempurna menyebabkan
rendahnya persentase tumbuh tanaman dan keberhasilan aklimatisasi. Adanya
hambatan dalam proses aklimatisasi dipandang merugikan dalam budidaya
anggrek, sehingga diperlukan perbaikan dalam teknik budidaya. Salah satunya
melalui penghambatan laju transpirasi agar diperoleh bibit anggrek yang memiliki
vigor lebih baik.
Paclobutrazol merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat
digunakan untuk menekan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman yang
dihasilkan dapat tumbuh dengan kokoh, warna daun lebih hijau, persentase
tumbuh planlet tinggi dan dapat tumbuh secara optimal. Menurut Amien (2007)
bahwa senyawa anti Giberelin seperti Ancymidol, Paclobutrazol, dan CCC telah
lama dikenal sebagai senyawa yang dapat menghambat biosintesis Giberelin.
Secara in vitro penggunaan senyawa ini pada berbagai tanaman menunjukkan
bahwa senyawa ini berpotensi tinggi untuk meningkatkan vigoritas atau ketahanan
tanaman yang sangat penting dalam meningkatkan keberhasilan dalam proses
aklimatisasi.
Hazarika (2003) menyatakan bahwa, paclobutrazol dapat memperkuat
batang, akar, dan menekan hilangnya air oleh daun melalui regulasi fungsi
stomata dan kutikula serta meningkatkan sintesis klorofil per unit area daun. Hal
serupa diungkapkan oleh Harjadi (2009) bahwa pemberian paclobutrazol pada
konsentrasi yang tepat akan menunjukkan daun lebih hijau, akar lebih kokoh, ruas
batang memendek, dan kompak. Teknik budidaya anggrek yang memadai
diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi anggrek secara nyata, salah
satunya dengan penambahan zat pengatur tumbuh (paclobutrazol) pada saat
aklimatisasi.
Penelitian ini berdasarkan pada masalah yang sering dihadapi oleh para
petani anggrek pada saat aklimatisasi tanaman hasil in vitro. Planlet hasil in vitro
memiliki kondisi yang belum berkembang sempurna seperti pada tanaman in vivo.
Keberhasilan tumbuh (persentase tumbuh) planlet saat aklimatisasi diharapkan
memberikan hasil yang optimal, sehingga pertumbuhan planlet selanjutnya dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pemberian perlakuan yang tepat untuk meningkatkan persen tumbuh planlet
saat aklimatisasi diharapkan dapat meningkatkan persentase tumbuh planlet. Salah
satu perlakuan yang dapat diaplikasikan, yaitu melalui pemberian paclobutrazol
dengan konsentrasi, frekuensi, dan cara aplikasi yang tepat.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pemberian paclobutrazol
terhadap keberhasilan tumbuh dan pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium
spectabile pada tahap aklimatisasi.

Hipotesis
Terdapat konsentrasi optimal dari pemberian paclobutrazol yang
memberikan respon terbaik terhadap keberhasilan tumbuh planlet anggrek
Dendrobium spectabile.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek Dendrobium spectabile
Anggrek Dendrobium spectabile merupakan jenis anggrek spesies yang
berasal dari daerah Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan
Bougainvilla (Yusuf 2012). Taksonomi anggrek Dendrobiummenurut Widiastoety
et al. (2010) adalah Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Kelas:
Monocotyledoneae; Ordo: Orchidales; Famili: Orchidaceae; Genus: Dendrobium.
Lebih dari 1200 spesies Dendrobium merupakan tanaman asli dari daerah
tropis Asia dan Pasifik. Papua New Guinea memiliki lebih dari 500 spesies, salah
satunya adalah Dendrobium spectabile. Anggrek spesies ini memiliki bentuk yang
sangat unik, yaitu memiliki sepal, petal, dan bibir berbentuk kriting (Gambar 2).
Sepal bunga Dendrobium berbentuk lanset, meruncing atau bulat dengan ukuran
bervariasi tergantung spesiesnya. Pada umumnya petal bunga anggrek berbentuk
lebih bulat dan lebih besar serta bertekstur halus dibanding sepal. Warna petal
hampir sama dengan sepal, kecuali petal ketiga yang memiliki warna lebih cerah
(Hidayani 2007).
Bagian lain dari bunga anggrek adalah labellum (bibir bunga). Bagian ini
merupakan perkembangan dari salah satu petal. Pada labellum terdapat bagian
yang disebut column (tugu bunga) tempat kumpulan alat-alat kelamin bunga.
Adanya column menjadi ciri khas atau karakter bunga anggrek karena tidak
dimiliki oleh famili tumbuhan lain (Hidayani 2007).
Daun anggrek memiliki bentuk yang bervariasi dari sempit memanjang
sampai bulat panjang. Seperti pada tanaman monokotil lainnya, daun anggrek
mempunyai tulang daun sejajar dengan helai daun. Ketebalan daun bervariasi dari
tipis sampai tebal sukulen (Yusuf 2012).

4

Gambar 1 Bunga anggrek Dendrobium spectabile
Batang anggrek dapat dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhannya.
Gunawan (1992) menyebutkan bahwa batang anggrek ada yang berbentuk tunggal
dengan ujung batang tumbuh lurus tidak terbatas. Pola pertumbuhan yang
demikian disebut pertumbuhan monopodial. Hidayani (2007) menyebutkan bahwa
selain batang tipe monopodial, dikenal pula tipe simpodial. Anggrek yang
memiliki batang tipe simpodial adalah anggrek dengan pertumbuhan ujung batang
yang terbatas. Batang Dendrobium termasuk dalam tipe simpodial. Batang
anggrek ini umumnya beruas-ruas. Batang Dendrobium spectabile yang telah
berbunga memiliki diameter 2-3 cm pada bagian pangkal dan semakin mendekat
ke ujung diameter maka semakin membesar hingga kira-kira 5 cm.
Akar anggrek epifit umumnya lunak dan mudah patah (Gunawan 1992).
Hidayani (2007) menyebutkan bahwa seperti pada tanaman lainnya, akar anggrek
berfungsi selain untuk mengambil, menyerap, dan mengantarkan zat hara ke
seluruh bagian tanaman, juga menempelkan diri pada tempat atau media tumbuh.
Menurut Indradewa et al. (2001) Dendrobium memiliki akar lekat dan akar udara.
Akar lekat berperan sebagai penahan tanaman, sedangkan akar udara berfungsi
untuk kelangsungan hidup tanaman, yaitu menyerap air dan nutrisi.
Bentuk buah anggrek berbeda-beda bergantung pada jenisnya. Buah
anggrek menurut Gunawan (1992) merupakan buah lentera atau kapsular yang
memiliki enam rusuk. Tiga diantaranya merupakan rusuk sejati dan tiga lainnya
adalah tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Tempat bersatunya
daun buah itu terdapat biji. Biji-biji anggrek tidak mempunyai endosperm, oleh
karena itu untuk perkecambahannya dibutuhkan gula dan persenyawaanpersenyawaan lain dari luar atau dari lingkungan sekelilingnya. Buah anggrek
Dendrobium berwarna hijau, berukuran relatif besar dan menggembung di bagian
tengahnya.

Syarat Tumbuh Anggrek
Syarat tumbuh anggrek berbeda-beda, namun semua jenis anggrek
memerlukan aliran udara yang selalu bergerak untuk mencegah timbulnya
penyakit akibat lingkungan yang terlalu basah, menurunkan suhu udara pada siang
hari yang panas, dan membawa unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti CO2,
N2, dan air (Setiawan 2003).

5
Anggrek Dendrobium membutuhkan cahaya 50-60% dan suhu 28-30ºC
dengan suhu minimal 15ºC. Lingkungan yang dikehendaki anggrek ini tidak
terlalu basah tetapi membutuhkan kelembaban yang tinggi yaitu 65-70%.
Keadaan media yang terlalu basah dapat menyebabkan tunas atau daun menjadi
busuk (Soeryowinoto 2002). Pertumbuhan anggrek Dendrobium optimal pada
ketinggian kurang dari 400 mdpl walaupun pada ketinggian yang lebih tinggi
masih dapat tumbuh dan berbunga (Setiawan 2003).

Paclobutrazol
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang
dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan merubah proses
fisiologi tanaman. Paclobutrazol termasuk ke dalam zat pengatur tumbuh tanaman
yang memiliki peran menghambat pertumbuhan tanaman. Paclobutrazol
merupakan anggota dari triazoles, yang tercatat sebagai penghambat pertumbuhan,
yang mempunyai keaktifan paling tinggi digolongannya (Purohit 1986).
Retardan paclobutrazol merupakan salah satu inhibitor atau zat
penghambat tumbuh bagi tanaman. Rumus empirik paclobutrazol adalah C15H10Cl
N3O dengan nama kimia 1-(4-Chlorophenyl)-4,4-Dimethyl-2-(1H-1,2,4-Triazol-1i1) Penta-3-01 (Syam’un et al. 2008). Wattimena (1988) mendefinisikan zat
penghambat tumbuh merupakan suatu tipe senyawa organik baru yang
menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara
tidak langsung mempengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan
abnormal. Menurut Amien (2007) berbagai penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan senyawa yang dapat menghambat biosintesis Giberelin seperti
paclobutrazol dapat mempengaruhi perubahan struktur dalam jaringan tanaman
maupun perkembangan organ.
Selain penghambatan sintesis giberelin, paclobutrazol juga akan
membentuk persenyawaan secara kolektif pada kombinasi dan konsentrasi
tertentu untuk menghambat pembelahan dan pemanjangan sel (Harjadi 2009). Zat
penghambat tersebut berperan dalam menurunkan metabolisme jaringan dan
menghambat pertumbuhan vegetatif serta menghambat sintesis giberelin
(Wattimena 1988).

Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses dari suatu organisme untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Tanaman in vitro bersifat heterotrof hidup pada
kondisi kelembaban tinggi, cahaya dengan intensitas rendah dan suhu rendah.
Pada saat diaklimatisasi planlet akan diadaptasikan sedemikian rupa sehingga
secara perlahan tanaman akan bersifat autotrof (Dinarti et al. 2007). Menurut
Elmi (2001) kematian pada bibit pada fase aklimaisasi berarti kegagalan dalam
perbanyakan dengan kulturin vitro. Aklimatisasi merupakan pembatas utama
dalam perbanyakan bibit asal in vitro.
Karakteristik planlet hasil kultur in vitro sangat berbeda bila
dibangdingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi in vivo. Planlet hasil

6
kultur jaringan, sistem pembuluh angkut antara pucuk dan akar sering tidak
terhubung dengan sempurna sehingga menyebabkan berkurangnya transport air
dan hara. Sistem perakaran yang cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi
dengan baik akan membuat pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat
tertekan (Zulkarnain 2009). Menurut Hazarika (2003) untuk mendukung proses
aklimatisasi sehingga diperoleh pertumbuhan planlet yang tinggi juga dapat
didekati dengan upaya peningkatan intensitas cahaya sebelum planlet dikeluarkan
dari botol, pemberian gula pada media tumbuh tidak kurang dari 3%, pemberian
retardan pada planlet dan pemberian antitranspiran.
Kondisi lingkungan in vivo yang berbeda dengan kondisi in vitro
menyebabkan rendahnya presentase tumbuh tanaman jika proses aklimatisasi
tidak dilakukan dengan baik. Kegiatan aklimatisasi merupakan kegiatan penting
yang akan menentukan hasil akhir keberhasilan teknik kultur jaringan. Kondisi
non aseptik dan tidak terkontrol baik suhu, cahaya, dan kelembaban, memaksa
tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof. Perlakuan yang tepat dan
terkontrol pada planlet akan menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi
(Handini 2012). Salah satu cara untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi
adalah dengan proses penguatan (hardening off) planlet in vitro. Hardening dapat
dilakukan dengan cara menempatkan bibit botolan di luar ruang kultur, yaitu di
tempat dengan suhu kamar dan cahaya matahari tidak langsung yang intensitasnya
lebih tinggi selama dua minggu sebelum bibit diaklimatisasi. Hal tersebut akan
membuat bibit memiliki vigor lebih baik, daun lebih hijau, dan lebih kokoh
(Yusnita 2010).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada tahap aklimatisasi pada anggrek
yaitu: keadaan bibit dalam botol, metode aklimatisasi, dan kondisi lingkungan saat
aklimatisasi. Secara visual bibit yang baik memperlihatkan pertumbuhan yang
kuat dan segar, tidak tercemar jamur atau bakteri. Metode aklimatisasi yang
menentukan keberhasilan tahap aklimatisasi adalah media tanam, peralatan dan
cara pengeluaran serta penanaman bibit (Elmi 2001). Satsijati (1991) menyatakan
bahwa media merupakan salah satu faktor lingkungan yang berfungsi
menyediakan unsur hara dan air bagi pertumbuhan tanaman. Campuran dua
macam media dapat memperbaiki kekurangan masing-masing media tersebut,
antara lain dalam kemampuan mempertahankan kelembaban media. Menurut
Sutiyoso (1997), media yang dapat digunakan untuk aklimatisasi jenis anggrek
yaitu pakis cacah, moss lumut, akar kadaka, sabut kelapa, arang, dan pecahan
genting.
Pada tahap sesudah dipindahkan dari botol, bibit sangat rentan sehingga
memerlukan perlindungan dari kekeringan, temperatur yang tinggi dan serangan
dari predator atau patogen. Jika perawatan dilakukan dengan baik selama
beberapa minggu pada awal aklimatisasi, bibit tersebut akan kembali pulih pada
kondisi baru, memperlihatkan vigor dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan
bibit yang diperbanyak secara vegetatif (Thompson 1980).

7

METODE
Penelitian dilaksanakan di green house Kebun Percobaan Cikabayan
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2013.
Percobaan ini disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan
faktor tunggal yaitu paclobutrazol. Terdapat delapan perlakuan, setiap perlakuan
diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 32 unit percobaan. Setiap unit
percobaan ditanam 10 planlet anggrek Dendrobium spectabile. Jumlah total
tanaman yang ditanam adalah 320 planlet. Masing-masing unit percobaan terdapat
lima planlet yang diamati sehingga terdapat 160 planlet sebagai satuan amatan.
Pemberian perlakuan pada masing-masing kelompok percobaan adalah
sebagai berikut:
P1: 0 ppm paclobutrazol
P2: 10 ppm paclobutrazol dengan frekuensi dua kali penyemprotan saat 0 dan 2
minggu setelah perlakuan (MSP)
P3: 10 ppm paclobutrazol dengan frekuensi empat kali penyemprotan saat 0, 1, 2,
dan 3 minggu setelah perlakuan (MSP)
P4: 20 ppm paclobutrazol dengan frekuensi dua kali penyemprotan saat 0 dan 2
minggu setelah perlakuan (MSP)
P5: 20 ppm paclobutrazol dengan frekuensi empat kali penyemprotan saat 0, 1, 2,
dan 3 minggu setelah perlakuan (MSP)
P6: 30 ppm paclobutrazol dengan frekuensi dua kali penyemprotan saat 0 dan 2
minggu setelah perlakuan (MSP)
P7: 30 ppm paclobutrazol dengan frekuensi empat kali penyemprotan saat 0, 1, 2,
dan 3 minggu setelah perlakuan (MSP)
P8: 20 ppm paclobutrazol dengan perendaman selama satu jam sebelum ditanam
Model matematika yang digunakan yaitu:
Yij = μ + τi + βj+εij; (i = 1, …p; j = 1, …r)
dimana:
Yij
= Respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
μ
= Nilai tengah umum
= Pengaruh perlakuan ke-i
τi
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j
εij
Percobaan dimulai dengan menyiapkan media tanam berupa pakis cacah dan
daun kaliandra (1:1) yang direndam terlebih dahulu dalam air bersih yang diberi
larutan fungisida dan bakterisida dengan konsentrasi masing-masing 1 g lˉˡ selama
30 menit. Selanjutnya planlet dikeluarkan dari botol dengan memasukkan air ke
dalam botol dan dikeluarkan satu per satu dengan pinset lalu dicuci bersih dengan
air mengalir untuk menghilangkan media agar-agar yang melekat. Planlet
direndam pada larutan fungisida dan bakterisida dengan konsentrasi masingmasing 1 g lˉˡ selama 10-15 menit dan dikeringanginkan di atas kertas koran.
Planlet ditanam didalam pot anggrek berdiameter 20 cm yang telah diisi
media tanam hingga ¾ bagian pot, selanjutnya masing-masing unit percobaan
diberi perlakuan yang sesuai. Volume larutan paclobutrazol yang digunakan untuk
perlakuan penyemprotan dan perendaman yaitu 100 ml setiap unit percobaan.

8
Pemeliharaan selama aklimatisasi meliputi penyiraman yang dilakukan
setiap hari dengan frekuensi penyiraman satu kali, penyemprotan pupuk daun,
fungisida, dan bakterisida dengan konsentrasi masing-masing 1 g lˉˡ satu minggu
sekali.
Pengamatan dilakukan meliputi beberapa variabel sebagai berikut: (1)
persentase tumbuh (diamati setiap minggu), (2) pertambahan jumlah daun
(diamati setiap minggu), (3) pertambahan panjang daun (diamati setiap minggu),
(4) pertambahan lebar daun (diamati setiap minggu), (5) jumlah tunas (diamati
setiap minggu), (6) jumlah akar (diamati pada 0, 4, dan 8 MSP), (7) panjang akar
(diamati pada 0, 4, dan 8 MSP), (8) diameter akar (diamati pada 0, 4, dan 8 MSP),
(9) warna daun (diamati pada 0, 4, dan 8 MSP), (10) jumlah klorofil (diamati pada
0, 4, dan 8 MSP), (11) kerapatan stomata (diamati pada 0, 4, dan 8 MSP), (12)
kerapatan sel palisade (diamati pada 0, 4, dan 8 MSP), (13) tinggi tanaman
(diamati pada 4 dan 8 MSP), dan (14) tebal daun (diamati pada 8 MSP).

Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet
anggrek Dendrobium spectabile yang berasal dari Laboraturium Kultur Jaringan
PKT Kebun Raya Bogor, media tanam pakis cacah dan daun kaliandra, fungisida,
bakterisida, pupuk daun, dan retardan paclobutrazol.

Alat
Alat yang digunakan adalah alat tanam, pot anggrek, sprayer, jangka
sorong digital, SPAD (Soil Plant Analysis Development), mikroskop BX 41/51,
mikroskop BX 51 SP, timbangan analitik, dan alat tulis.

Prosedur Analisis Data
Data kuantitatif dari hasil pengamatan kemudian diuji dengan uji-F dan
jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kondisi umum planlet anggrek Dendrobium spectabile pada saat
aklimatisasi hingga akhir pengamatan tumbuh dengan baik. Persentase tumbuh
planlet hingga 4 MSP mencapai 100% dan mulai mengalami penurunan pada saat
5 MSP dengan persentase tumbuh sebesar 90%. Penurunan persentase tumbuh
tersebut karena beberapa planlet terserang hama dan penyakit tumbuhan dan

9
menyebabkan beberapa planlet mati. Serangan hama tungau merah Tennuipalvus
orchidarum Parf. dan serangan hama belalang mulai terjadi pada saat 3 MSP,
kondisi media tanam yang lembab diduga memicu perkembangbiakan OPT.
Serangan hama tungau merah Tennuipalvus orchidarum Parf. menyebabkan
permukaan atas daun planlet anggrek Dendrobium spectabile terdapat bercak
kuning kecoklatan, sedangkan serangan hama belalang menyebabkan daun patah
dengan pinggiran daun rusak dengan luka bergerigi tidak beraturan (Gambar 3).
Pengendalian hama dan penyakit tumbuhan dilakukan dengan
penyemprotan larutan bakterisida dan fungisida dengan konsentrasi masingmasing 1 g lˉˡ dan frekuensi satu kali dalam seminggu. Suhu harian rata-rata di
green house selama penelitian adalah 30ºC dan kelembaban udara harian rata-rata
pada penelitian adalah 71%. Menurut Soeryowinoto (2002), kelembaban udara
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anggrek Dendrobium sp. berkisar antara 6570% dan suhu 28-30ºC dengan suhu minimal 15ºC.

Gambar 3 (a) Planlet anggrek Dendrobium spectabile terserang hama tungau
merah; (b) planlet anggrek Dendrobium spectabile terserang hama
belalang

Hasil dan Pembahasan
Persentase Tumbuh
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa persentase tumbuh anggrek
Dendrobium spectabile berpengaruh nyata pada 5 hingga 8 MSP. Persentase
tumbuh anggrek Dendrobium spectabile sejak aklimatisasi hingga 4 MSP dengan
perlakuan paclobutrazol menunjukkan persentase tumbuh yang tinggi yaitu 100%,
sedangkan pada saat 5 MSP penurunan persen tumbuh mulai terlihat yaitu pada
perlakuan tanpa aplikasi paclobutrazol menjadi 90%. Pada perlakuan 10 ppm
paclobutrazol dengan dua kali penyemprotan mulai mengalami penurunan saat 6
MSP menjadi 92.5% (Tabel 1).

10
Tabel 1 Rata-rata persentase tumbuh anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Persentase tumbuh (%) pada minggu ke- ͣ
1
100
100
100
100
100
100
100
100

2
100
100
100
100
100
100
100
100

3
100
100
100
100
100
100
100
100

4
100
100
100
100
100
100
100
100

5
90 b
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a

6
90 b
92.5ab
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a

7
90 b
90 b
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a

8
90 b
90 b
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a
100 a

ͣ Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf α= 5%

Perlakuan empat kali penyemprotan 10 ppm larutan paclobutrazol, 20 ppm
paclobutrazol dengan dua dan empat kali penyemprotan, 30 ppm dengan dua dan
empat kali penyemprotan, dan 20 ppm paclobutrazol dengan perendaman selama
satu jam memiliki persentase tumbuh yang baik sejak aklimatisasi hingga akhir
pengamatan yaitu 100% (Tabel 1). Persentase tumbuh planlet anggrek
Dendrobium spectabile diduga dipengaruhi oleh konsentrasi dan frekuensi
penyemprotan paclobutrazol yang diberikan. Secara keseluruhan planlet
Dendrobium spectabile setelah aklimatisasi mempunyai persentase tumbuh yang
optimal.
Hasil penelitian Satjapradja et al. (2006) menunjukkan pengaruh pemberian
paclobutrazol terhadap pertumbuhan semai Agathis loranthifolia cenderung
meningkatkan persentase tumbuh semai. Persentase tumbuh semai yang diberi
aplikasi paclobutrazol lebih tinggi dibandingkan dengan semai yang diberi NaCl
dan kontrol.
Hal berbeda ditemukan pada penelitian Handini (2012) mengenai pengaruh
paclobutrazol terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium lashiantera
pada tahap aklimatisasi yang memiliki persentase tumbuh planlet lebih rendah.
Perlakuan perendaman planlet selama 30 menit pada 20 ppm paclobutrazol saat 8
MSP memiliki persentase tumbuh 84%, sedangkan perlakuan perendaman pada 5
ppm, 10 ppm, dan 15 ppm paclobutrazol memiliki persentase tumbuh 78%.
Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan jenis anggrek dan cara aplikasi
paclobutrazol.

Pertambahan Jumlah Daun
Pertambahan jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka
sempurna dan merupakan hasil pengurangan dari jumlah daun pada minggu
sebelumnya. Aplikasi paclobutrazol terhadap pertambahan jumlah daun tidak
berpengaruh nyata pada 3 hingga 8 MSP. Berdasarkan data yang diperoleh, pada 8
MSP diketahui bahwa perlakuan tanpa aplikasi paclobutrazol memiliki
pertambahan dan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan seluruh
perlakuan paclobutrazol (Tabel 2). Hal tersebut diduga karena tidak terdapat
penghambatan pertumbuhan sehingga menghasilkan jumlah daun lebih banyak
dibandingkan dengan planlet yang diberikan paclobutrazol.

11
Tabel 2 Rata-rata pertambahan jumlah daun anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Pertambahan jumlah daun (helai) pada minggu ke3
4
5
6
7
8
0.80
0.80
0.15
0.20
0.35
0.35
0.40
0.00
0.00
0.15
0.20
0.25
0.30
0.05
0.05
0.10
0.00
0.20
0.50
0.05
0.05
0.15
0.10
0.15
0.45
0.15
0.15
0.00
0.05
0.15
0.45
0.05
0.05
0.20
0.15
0.15
0.30
0.00
0.00
0.10
0.05
0.15
0.25
0.15
0.00
0.15
0.10
0.15

Jumlah
daun 8 MSP
7.70
5.10
5.75
3.95
4.75
4.70
4.70
4.50

Krishnamoorthy (1981) menyatakan bahwa terhambatnya sintesis giberelin
mengakibatkan pemanjangan sel pada meristem sub apikal berjalan lambat.
Paclobutrazol merupakan retardan yang bersifat menurunkan aktivitas
metabolisme jaringan sehingga dapat menghambat proses pertumbuhan vegetatif.
Menurut Nirwana (2009) respon tanaman terhadap retardan tergantung dari jenis
tanaman dan konsentrasi yang tepat dalam aplikasinya.
Pertambahan Panjang Daun
Anggrek Dendrobium spectabile yang diberi paclobutrazol mempunyai
pertambahan panjang daun lebih rendah dibanding dengan tanaman yang tidak
diberi aplikasi paclobutrazol (Gambar 4). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
konsentrasi paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang daun
pada 2 MSP. Pertambahan panjang daun pada perlakuan tanpa aplikasi
paclobutrazol berbeda nyata dengan seluruh perlakuan paclobutrazol (Tabel 3).
Tabel 3 Rata-rata pertambahan panjang daun anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)

2
0
0.26
10 (dua kali)
0.02
10 (empat kali)
0.08
20 (dua kali)
0.00
20 (empat kali)
0.06
30 (dua kali)
0.05
30 (empat kali)
0.11
20 (perendaman) 0.06

Pertambahan panjang daun (cm) pada minggu ke- ͣ
3
4
5
6
7
8
a
0.21 0.15 0.02 0.02
0.03
0.06
bc 0.04 0.06 0.05 0.05
0.04
0.05
bc 0.15 0.06 0.07 0.02
0.12
0.04
c
0.15 0.05 0.08 0.01
0.01
0.03
bc 0.07 0.09 0.05 0.06
0.04
0.04
bc 0.13 0.03 0.06 0.03
0.02
0.03
b
0.05 0.05 0.12 0.03
0.04
0.04
bc 0.09 0.13 0.09 0.03
0.02
0.04

Panjang daun
8 MSP
4.61
3.68
4.08
3.68
3.86
3.79
4.07
3.83

ͣ Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf α= 5%

Pengukuran pertambahan panjang daun menunjukkan bahwa aplikasi
paclobutrazol dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal tersebut diduga
karena adanya penghambatan kerja giberelin oleh retardan. Menurut Wattimena
(1988) pemberian retardan dapat menghambat proses sintesis giberelin, yang
kemudian berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan
menghambat perpanjangan sel pada meristem sub apikal. Hal tersebut sesuai

12
dengan pernyataan Cox dan Keever (1988) dalam Choirah (1999) bahwa
pemberian paclobutrazol baik secara disiram maupun disemprotkan secara nyata
dapat mengurangi luas daun pada tanaman pot Geranium.

Gambar 4 Penampilan panjang daun anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP
(a) 0 ppm; (b) dua kali penyemprotan 10 ppm; (c) empat kali
penyemprotan 10 ppm; (d) dua kali penyemprotan 20 ppm; (e) empat
kali penyemprotan 20 ppm; (f) dua kali penyemprotan 30 ppm; (g)
empat kali penyemprotan 30 ppm; (h) perendaman satu jam 20 ppm

Pertambahan Lebar Daun
Pertambahan lebar daun diamati setiap minggu dengan mengukur lebar daun
pada sisi daun terlebar. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi
paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan lebar daun. Secara
umum tanaman tanpa aplikasi paclobutrazol memiliki pertambahan lebar daun
lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan paclobutrazol
(Tabel 4).
Wattimena (1988) menyatakan bahwa giberelin dapat memperluas daun dari
berbagai jenis tanaman, tetapi terhambatnya proses biosintesis giberelin dapat
mengakibatkan pengurangan luas daun. Menurut Amien (2007) penerapan
senyawa retardan dalam teknologi kultur jaringan dapat mengurangi lebar daun
serta meningkatkan ketahanan dalam proses aklimatisasi.

13
Tabel 4 Rata-rata pertambahan lebar daun anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Pertambahan lebar daun (cm) pada minggu ke2
3
4
5
6
7
8
0.08
0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.01
0.05
0.02 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01
0.07
0.02 0.01 0.02 0.01 0.02 0.00
0.07
0.03 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01
0.03
0.04 0.00 0.00 0.00 0.02 0.01
0.06
0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02
0.07
0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02
0.06
0.02 0.00 0.01 0.01 0.02 0.00

Lebar daun
8 MSP
0.85
0.82
0.85
0.80
0.83
0.86
0.83
0.78

Jumlah Tunas
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah tunas yang muncul tidak
dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi paclobutrazol. Pertambahan jumlah
tunas mulai terjadi pada 3 MSP dan terus meningkat hingga 8 MSP (Tabel 5).
Tabel 5 Rata-rata jumlah tunas anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

1
1.95
1.90
2.30
1.60
2.10
2.15
2.20
1.90

2
1.95
1.90
2.30
1.60
2.10
2.15
2.20
1.90

Jumlah tunas pada minggu ke3
4
5
6
7
2.65
2.80 2.90 3.15 3.55
2.20
2.25 2.30 2.50 2.95
2.85
3.20 3.25 3.40 3.80
2.00
2.05 2.10 2.20 2.35
2.55
2.60 2.65 2.80 3.20
2.80
2.90 2.95 3.00 3.15
2.45
2.55 2.70 2.85 3.05
2.20
2.20 2.45 2.65 2.95

8
3.75
3.25
4.40
2.80
3.50
3.45
3.55
3.60

Jumlah tunas yang tidak dipengaruhi oleh pemberian paclobutrazol diduga
terjadi karena paclobutrazol bekerja dalam menghambat biosintesis giberelin.
Menurut Arteca (1996) pertumbuhan tunas dipicu oleh zat pengatur tumbuh
sitokinin. Pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh terhadap penghambatan
biosintesis sitokinin, sehingga penambahan jumlah tunas tidak dipengaruhi oleh
pemberian paclobutrazol.
Hasil penelitian Syahid (2007) mengenai pengaruh retardan paclobutrazol
terhadap pertumbuhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) selama konservasi in
vitro menunjukkan bahwa pada jumlah semua perlakuan paclobutrazol, tunastunas baru masih bertambah sampai kultur berumur tujuh bulan walaupun dalam
jumlah sedikit. Bertambahnya jumlah tunas diduga karena kandungan sitokinin
endogen didalam jaringan cukup tinggi sehingga pada perlakuan tersebut tunas
baru masih terbentuk.

14
Jumlah Akar
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada 4 MSP planlet anggrek
Dendrobium spectabile dengan perlakuan empat kali penyemprotan larutan 30
ppm paclobutrazol berbeda nyata dan memiliki rata-rata jumlah akar terbanyak
dibandingkan dengan perlakuan lain (Tabel 6). Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Limarty (2000) yang menyatakan bahwa pemberian retardan
paclobutrazol 0.001 mg l‾ˡ sudah dapat meningkatkan jumlah akar pada
perbanyakan stek mikro kentang.
Tabel 6 Rata-rata jumlah akar Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

0
11.60
12.60
15.10
13.05
13.70
14.70
14.05
12.65

Jumlah akar pada minggu ke- ͣ
4
8
9.25 abc
13.70
8.25 bc
16.05
9.25 abc
18.35
6.75 c
15.95
8.50 abc
16.80
18.40
8.25 bc
11.00 a
19.55
10.25 ab
15.90

ͣ Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf α= 5%

Pada Tabel 6 jumlah akar pada saat 4 MSP mengalami penurunan, hal
tersebut terjadi karena sejak 2 MSP kondisi akar asal in vitro mulai mengalami
kerusakan dengan gejala akar mencoklat, layu, dan patah. Pada saat yang sama
inisiasi akar baru mulai terbentuk. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Zulkarnain (2009) bahwa sistem perakaran pada planlet yang berasal dari kultur
jaringan cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi dengan sempurna pada
keadaan in vivo, misalnya akar yang terbentuk sedikit atau tidak ada akar sama
sekali.
Akar sekunder hanya terdapat pada perlakuan dua kali penyemprotan
larutan 10 ppm paclobutrazol (Gambar 5). Hasil berbeda ditemukan pada hasil
penelitian Handini (2012) mengenai pengaruh paclobutrazol terhadap
pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium lasianthera pada tahap aklimatisasi
yang menyatakan bahwa akar sekunder terdapat pada seluruh perlakuan
perendaman konsentrasi palobutrazol 5, 10, 15, dan 20 ppm dan tidak terdapat
pada tanaman 0 ppm paclobutrazol.
Perbedaan hasil tersebut diduga karena perbedaan cara aplikasi, konsentrasi,
spesies tanaman yang digunakan, dan media tanam saat aklimatisasi. Pada
penelitian Handini (2012) aplikasi paclobutrazol diberikan dengan perendaman
seluruh bagian tanaman, sedangkan pada penelitian ini pemberian paclobutrazol
tidak mengenai bagian akar tanaman. Penggunaan media tanam daun kaliandra
pada penelitian ini diduga mengakibatkan terbentuknya akar sekunder lebih
lambat, karena kondisi media yang lembab.
Menurut Handini (2012) munculnya akar sekunder diduga karena efektifitas
fotosintesis yang meningkat, secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis

15
auksin endogen. Auksin disintesis pada aspek tajuk dan ujung akar dan salah satu
peran fisiologis auksin adalah inisiasi akar lateral.

Gambar 5 Penampilan akar anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP (a) 0
ppm; (b) dua kali penyemprotan 10 ppm (terdapat akar sekunder); (c)
empat kali penyemprotan 10 ppm; (d) dua kali penyemprotan 20 ppm;
(e) empat kali penyemprotan 20 ppm; (f) dua kali penyemprotan 30
ppm; (g) empat kali penyemprotan 30 ppm; (h) perendaman satu jam
20 ppm

Panjang Akar dan Diameter Akar
Panjang akar dan diameter akar diamati pada saat 0, 4, dan 8 MSP.
Aplikasi paclobutrazol tidak berpengarauh nyata terhadap panjang akar dan
diameter akar pada seluruh perlakuan. Setelah pemberian aplikasi paclobutrazol
tanaman dengan perlakuan 0 ppm paclobutrazol memiliki akar lebih panjang dan
diameter lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 7) dan (Tabel
8).
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Amien (2007) yang
menunjukkan bahwa akar dari tunas pucuk tanaman nilam pada media MS tanpa
aplikasi paclobutrazol memiliki akar yang lebih panjang dan diameter lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman pada media MS yang mengandung 5 ppm
paclobutrazol. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi paclobutrazol dapat
berpengaruh secara morfologi dan anatomi. Morfologi dan anatomi akar yang
optimal akan berperan besar pada sistem translokasi hara maupun hasil
fotosintesis pada tanaman.

16
Tabel 7 Rata-rata panjang akar Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Panjang akar (cm) pada minggu ke0
4
8
4.50
5.00
5.84
5.23
4.38
5.28
5.18
4.75
5.20
5.66
4.70
5.30
5.78
4.10
5.54
5.48
4.23
5.65
5.84
4.88
4.67
5.23
4.30
5.71

Tabel 8 Rata-rata diameter akar Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Diameter akar (mm) pada minggu ke0
4
8
1.09
1.11
1.57
1.04
1.16
1.83
1.08
1.22
1.82
1.11
1.26
1.83
1.15
1.34
1.84
1.07
1.23
1.85
1.16
1.26
1.77
1.09
1.36
1.92

Warna Daun
Warna daun anggrek Dendrobium spectabile diamati pada 0, 4, dan 8 MSP
dengan menggunakan alat SPAD (Soil Plant Analysis Development). Pengamatan
warna daun bertujuan untuk melihat tingkat hijau daun pada planlet anggrek
Dendrobium spectabile setelah aplikasi paclobutrazol. Hasil analisis statistik
menunjukkan aplikasi paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap warna daun
anggrek Dendrobium spectabile. Pada 0 MSP hingga 8 MSP warna daun terus
mengalami peningkatan pada seluruh perlakuan (Tabel 9).
Tabel 9 Rata-rata warna daun anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Warna daun pada minggu ke0
4
8
29.71±5.98
32.16±4.89
36.84±1.57
29.71±5.98
33.08±7.19
41.51±4.56
29.71±5.98
35.29±2.89
40.76±3.83
29.71±5.98
33.42±5.97
41.10±4.25
29.71±5.98
34.67±5.24
38.46±4.78
29.71±5.98
37.79±9.93
41.50±4.78
29.71±5.98
35.42±2.66
40.11±3.78
29.71±5.98
35.02±5.35
39.17±7.19

Harjadi (2009) menuliskan bahwa tanaman yang diberi zat penghambat
tumbuh akan menunjukkan daun yang lebih hijau. Hasil penelitian yang dilakuakn

17
oleh Amien (2007) tentang prospek senyawa anti giberelin dalam memacu
peningkatan vigoritas planlet menunjukkan bahwa senyawa retardan paclobutrazol
meningkatkan intensifikasi warna hijau daun.

Jumlah Klorofil
Uji klorofil anggrek Dendrobium spectabile dilakukan dengan metode Sims
and Gamon. Hasil analisis statistik menunjukkan aplikasi paclobutrazol tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil anggrek Dendrobium spectabile. Pada
8 MSP jumlah klorofil rata-rata mengalami penurunan (Tabel 10). Hal tersebut
diduga karena efek dari pemberian paclobutrazol sudah mengalami penurunan,
sehingga tanaman kembali pada kondisi normal setelah aklimatisasi.
Tabel 10 Rata-rata jumlah klorofil anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Jumlah klorofil (mg/g) pada minggu ke
0
8
4
0.680±0.086
0.686±0.154
0.612±0.062
0.680±0.086
0.722±0.109
0.653±0.032
0.680±0.086
0.698±0.159
0.783±0.094
0.680±0.086
0.677±0.068
0.667±0.150
0.680±0.086
0.720±0.128
0.683±0.076
0.680±0.086
0.723±0.167
0.680±0.165
0.680±0.086
0.667±0.171
0.557±0.037
0.680±0.086
0.728±0.066
0.694±0.091

Hal berbeda terdapat dalam penelitian Ani (2004) mengenai pengaruh
konsentrasi paclobutrazol pada stek kentang. Pengaruh nyata dari peningkatan
konsentrasi paclobutrazol mengakibatkan klorofil bertambah karena adanya
pengurangan luas daun, sehingga klorofil lebih rapat sehingga jumlah klorofil
lebih banyak dan paclobutrazol dapat memacu biosintesis klorofil.
Kerapatan Stomata
Hasil analisis statistik menunjukkan aplikasi paclobutrazol tidak
berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata nggrek Dendrobium spectabile.
Pada perlakuan dua kali penyemprotan larutan 20 ppm paclobutrazol kerapatan
stomata meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu
61.15 mm² pada 4 MSP menjadi 93.42 mm² pada 8 MSP (Tabel 11). Hal tersebut
diduga karena tanaman dapat secara efektif menyerap paclobutrazol sehingga
memiliki kerapatan stomata tertinggi.
Rata-rata kerapatan stomata tanaman anggrek Dendrobium spectabile
dengan aplikasi paclobutrazol lebih besar dibandingkan dengan tanaman tanpa
aplikasi paclobutrazol (Gambar 6). Menurut Pandey (1972) semakin banyak dan
besar ukuran stomata daun maka laju transpirasi pada daun akan semakin tinggi,
sehingga mempengaruhi laju transportasi zat hara dari akar ke daun.

18
Tabel 11 Rata-rata kerapatan stomata anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Kerapatan stomata (mm²) pada minggu ke0
4
8
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40
42.04±13.40

74.74±11.77
71.34±26.97
81.53±13.48
61.15±10.19
79.83± 2.94
76.43±10.19
86.62±23.35
69.64±23.54

73.04± 2.94
71.34±17.65
69.64±14.71
93.42± 2.94
79.83±16.38
81.53±17.65
88.32±17.89
84.93±29.85

Gambar 6 Stomata daun anggrek Dendrobium spectabile pada 8 MSP (a) 0 ppm;
(b) dua kali penyemprotan 10 ppm; (c) empat kali penyemprotan 10
ppm; (d) dua kali penyemprotan 20 ppm; (e) empat kali penyemprotan
20 ppm; (f) dua kali penyemprotan 30 ppm; (g) empat kali
penyemprotan 30 ppm; (h) perendaman satu jam 20 ppm

Kerapatan Sel Palisade
Kerapatan sel palisade diamati pada 0, 4, dan 8 MSP dengan perbesaran 10
kali di bawah mikroskop. Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa
aplikasi paclobutrazol pada 8 MSP berpengaruh nyata meningkatkan kerapatan sel
palisade (Tabel 12).

19
Tabel 12 Rata-rata kerapatan sel palisade anggrek Dendrobium spectabile
Aplikasi (ppm)
0
10 (dua kali)
10 (empat kali)
20 (dua kali)
20 (empat kali)
30 (dua kali)
30 (empat kali)
20 (perendaman)

Kerapatan palisade (mm²) pada minggu ke- ͣ
0
4
8
23.76±1.34
24.48± 5.62
25.52±4.85 b
23.76±1.34
16.85± 2.59
27.83±5.64 b
23.76±1.34
28.70± 3.92
25.81±1.92 b
23.76±1.34
27.45±10.22
21.47±1.69 b
23.76±1.34
26.29± 8.19
25.32±6.28 b
23.76±1.34
23.88± 5.92
27.06±5.90 b
23.76±1.34
32.54± 5.24
35.72±2.09 a
23.76±1.34
23.88± 6.65
28.70±4.09 ab

ͣ Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf α= 5%

Semakin tinggi jumlah sel palisade dalam sel tanaman diduga tebal daun
akan semakin meningkat. Fungsi dari sel palisade adalah terspesialisasi untuk
meningkatkan efisiensi fotosintesis. Sel palisade berbentuk seperti tiang atau
berbentuk seperti pagar yang terdiri dari satu atau beberapa lapis sel yang
mengandung kloroplas. Bentuk dan susunan sel palisade memungkinkan kloroplas
terlokalisasi pada posisi strategis untuk menyerap cahaya matahari secara
maksimal. Area permukaan sel yang bebas dari kontak dengan sel lain merupakan
faktor yang menentukan tingginya efisiensi fotosintesis (Iriawati 2009). Besarnya
kerapatan sel palisade berhubungan dengan kandungan klorofil pada tanaman.
Kerapatan sel palisade yang semakin besar diduga akan meningkatkan kandungan
klorofil di dalam sel.
Menurut Wattimena (1988) pemberian paclobutrazol dapat menyebabkan
perubahan karakteristik daun seperti penurunan ukuran sel, ruang intraseluler,
meningkatkan kandungan klorofil, jumlah sel parenkim palisade, dan menahan
pembukaan stomata. Jumlah sel palisade tertinggi pada saat 8 MSP terdapat pada
tanaman anggrek Dendrobium spectabile dengan perlakuan empat kali
pen