Analisis Potensi Penggunaan Sumber Air Bawah Tanah Terhadap Penggunaan Air Pdam Menggunakan Spatial Association Rule Mining

ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN SUMBER AIR BAWAH
TANAH TERHADAP PENGGUNAAN AIR PDAM
MENGGUNAKAN SPATIAL ASSOCIATION RULE MINING

SUCI SRI UTAMI SUTJIPTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Potensi
Penggunaan Sumber Air Bawah Tanah Terhadap Penggunaan Air PDAM
Menggunakan Spatial Association Rule Mining adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016

Suci Sri Utami Sutjipto
NIM G651120674

RINGKASAN
SUCI SRI UTAMI SUTJIPTO. Analisis Potensi Penggunaan Sumber Air Bawah
Tanah Terhadap Penggunaan Air PDAM Menggunakan Spatial Association Rule
Mining. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG dan BABA BARUS.
Pemanfaatan air tanah dalam jangka panjang akan mengakibatkan sejumlah
dampak negatif pada sumber air tanah dan lingkungan, seperti penurunan tingkat
air tanah, intrusi air laut, penurunan tanah serta kelangkaan air tanah. Selain itu,
penggunaan air tanah juga secara langsung mempengaruhi pola konsumsi
Pelanggan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Bogor.
Untuk mengetahui kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan Air
Bawah Tanah (ABT), diperlukan analisis terhadap pola data hasil pemakaian ABT
di setiap keypoint. Keypoint adalah titik koordinat lokasi masyarakat pengguna
ABT. Data keypoint ini diperoleh dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(BPLH) Kota Bogor dan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan (PDAM

TPKB) Kota Bogor. Atribut-atribut yang terdapat pada keypoint seperti id
pelanggan dan lokasi pelanggan akan dimanfaatkan untuk mencari pola pemakaian
dan penyebaran kepemilikan ABT. Dari pola yang didapat diharapkan dapat
diketahui atribut mana saja yang berpengaruh terhadap kecenderungan masyarakat
dalam memanfaatkan ABT, terutama untuk masyarakat yang sudah menjadi
pelanggan PDAM.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menentukan
karakteristik pelanggan yang memanfaatkan ABT sehingga dapat menganalisis
potensi penggunaan ABT pada pelanggan PDAM menggunakan pendekatan spatial
association rule mining.
Metodologi penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahap utama. Tahap
pertama adalah praproses data spasial. Tahap kedua adalah spatial association rule
mining yang meliputi penentuan aturan asosiasi kepemilikan ABT menggunakan
algoritme apriori, dilanjutkan dengan penentuan karakteristik pemilik ABT
berdasarkan aturan asosiasi. Tahap ketiga adalah analisis potensi penggunaan ABT.
Penerapan algoritme apriori menghasilkan 597 aturan pada minimum
support 10% dan minimum confidence 80%. Maka, berdasarkan aturan dengan
minimum support 60% dan minimum support 80% diperoleh jumlah potensi yang
sama yaitu 53 362 (41.27%) pelanggan PDAM yang berpotensi menggunakan ABT,
dengan karateristik merupakan pelanggan aktif PDAM yang tagihan rekening air

setiap bulannya tidak lebih dari Rp. 53.358 dan tidak dekat dengan sungai.
Sedangkan sebaran pelanggan PDAM yang kemungkinan memanfaatkan
ABT berdasarkan aturan minimum support 60% dan minimum support 80%
sebagian besar tersebar di beberapa kelurahan, di antaranya Kelurahan Bantarjati
(4186 pelanggan), Kelurahan Baranangsiang (3019 pelanggan), Kelurahan Empang
(2044 pelanggan), Kelurahan Curug Mekar (1869 pelanggan), Kelurahan
Katulampa (1628 pelanggan), Kelurahan Cibogor (1421 pelanggan), Kelurahan
Bondongan (1212 pelanggan), Kelurahan Menteng (1150 pelanggan), Kelurahan
Pasir Jaya (1067 pelanggan), dan Kelurahan Gudang (1024 pelanggan).
Kata kunci: air bawah tanah, algoritme apriori, spatial association rule mining

SUMMARY
SUCI SRI UTAMI SUTJIPTO. Potential Usage Estimation of Ground Water Using
Spatial Association Rule Mining. Supervised by IMAS SUKAESIH
SITANGGANG and BABA BARUS.
The utilization of ground water in the long term will lead to a number of
negative impacts on groundwater resources and the environment, such as the
decrease of groundwater level, seawater intrusion, land subsidence, as well as
scarcity of ground water. Furthermore, the use of ground water has directly affected
the consumption pattern of Regional Water Company Bogor City (PDAM)

customers.
To identify the trend of public use of groundwater (ABT), analysis on the
ABT usage pattern at each keypoint is required. Keypoint refers to the location
coordinates of the ABT user community. The keypoint data were obtained from the
Environmental Management Agency of Bogor City (BPLH) and the Regional
Water Company of Tirta Pakuan of Bogor City (PDAM TPKB). The attributes
contained at the keypoint, namely customer id, customer location, are used to look
for patterns of usage and deployment of ABT ownership. The patterns obtained are
expected to help identifying which attributes are responsible to influence people’s
tendency to use ABT, especially for people who are already PDAM customers.
This study aims to determine the patterns and characteristics of PDAM
customers in the utilization of ABT by using spatial association rule mining, so it
can help PDAM to approximate the increase of customers that utilize ABT and the
losses incurred.
The methodology of this research consists of three main stages. The first one
is pre-processing of spatial data. The second one is the spatial association rule
mining, which includes the determination of ownership association rules of ABT
by using apriori algorithms, followed by the determination of characteristics of
ABT owner based on such association rules. The third stage is the analysis on the
potential for ABT use.

Application of the apriori algorithm produces 597 rules on the minimum
support of 10% and minimum confidence of 80%. Based on the rules of minimum
support of 60% and a minimum support of 80%, this study obtains 53 362 (41.27%)
PDAM customers that have the potential to use groundwater. The said customers
are featured by several characteristics, such as being active customers, with monthly
water bill of less than Rp. 53.358 and are not close to river.
PDAM customers that have the potential to use groundwater based on the
rules of minimum support of 60% and minimum support of 80% are mostly
distributed in several villages, including Bantarjati Village (4186 customers),
Baranangsiang Village (3019 customers), Empang Village (2044 customers),
Curug Mekar Village (1869 customer), Katulampa Village (1628 customers),
Cibogor Village (1421 customers), Bondongan Village (1212 customers), Menteng
Village (1150 customers), Pasir Jaya Village (1067 customers) and Gudang Village
(1024 customers).
Keywords: apriori algorithm, ground water, spatial association rule mining

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN SUMBER AIR BAWAH
TANAH TERHADAP PENGGUNAAN AIR PDAM
MENGGUNAKAN SPATIAL ASSOCIATION RULE MINING

SUCI SRI UTAMI SUTJIPTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Irman Hermadi, SKom, MS, PhD

Judul Tesis : Analisis Potensi Penggunaan Sumber Air Bawah Tanah Terhadap
Penggunaan Air PDAM Menggunakan Spatial Association Rule
Mining
Nama
: Suci Sri Utami Sutjipto
NIM
: G651120674

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi, MKom
Ketua

Dr Ir Baba Barus, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah pola pemakaian pelanggan PDAM Tirta Pakuan

Kota Bogor yang memanfaatkan air bawah tanah, dengan judul Analisis Potensi
Penggunaan Sumber Air Bawah Tanah Terhadap Penggunaan Air PDAM
Menggunakan Spatial Association Rule Mining.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi,
MKom dan Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc selaku pembimbing yang senantiasa
membimbing dan memberi saran juga masukan. Kemudian kepada Bapak Irman
Hermadi, SKom, MS, PhD selaku dosen penguji dan tak lupa kepada Bapak DrEng
Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Komputer yang senantiasa membantu penulis.
Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada ananda tersayang
Muhammad Zavier Athar Syah dan suami tercinta Andriansyah Daslim, SE atas
waktu, perhatian dan pengertian yang luar biasa untuk penulis. Ungkapan terima
kasih juga tak luput disampaikan kepada keluarga besar H. Agus Sutjipto, SH dan
H. Daslim Saibi, SH atas segala do’a dan kasih sayangnya. Tak lupa untuk semua
sahabat, teman dan kerabat yang mendukung penulis juga membantu selesainya
karya ilmiah ini.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada PDAM Tirta Pakuan
Kota Bogor dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Oktober 2016

Suci Sri Utami Sutjipto

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Air Bawah Tanah
Data Mining dan Spatial Data Mining
Jenks Natural Break

Association Rule Mining
Algoritme Apriori
3 METODE
Tahapan Penelitian
Area Studi
Perangkat Penelitian
Pengumpulan Data Spasial dan Data Nonspasial
Praproses Data Spasial
Spatial Asscociation Rule Mining
Analisis Potensi Penggunaan ABT
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
Data Spasial
Data Nonspasial
Praproses Data Spasial
Spatial Asscociation Rule Mining
Analisis Potensi Penggunaan ABT
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
viii
ix
ix
1
1
3
3
3
4
5
5
5
6
8
8
10
12
12
12
13
14
14
15
16
17
17
17
23
25
28
30
33
33
33
34
35
56

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai rata-rata pemakaian masyarakat pengguna ABT
2 Pola pemakaian air PDAM Kota Bogor
3 Zona jenuh dan tidak jenuh
4 Tahapan dalam knowledge discovery from data
6 Pseudocode algoritme apriori
7 Tahapan penelitian
8 Area penelitian
9 Tahapan praproses data spasial
10 Contoh proses operasi spasial
11 Diagram alir tahapan spatial association rule mining
12 Diagram alir analisis potensi penggunaan ABT
13 Pelanggan PDAM yang juga memanfaatkan ABT
14 Peta elevasi kota Bogor
15 Peta jalan kota Bogor
16 Peta kecamatan kota Bogor
17 Peta batas kelurahan kota Bogor
18 Peta tata guna lahan kota Bogor
19 Peta pelanggan PDAM kota Bogor
20 Peta sungai kota Bogor
21 Contoh hasil proses buffering pada data sungai
22 Proses transformasi data nonspasial menggunakan Pentaho Kettle
23 Contoh hasil output transformasi data nonspasial
24 Hasil klasifikasi data kelas atribut dengan natural break
25 Hasil query untuk tahapan praproses data spasial
26 Contoh record pada dataset1
27 Contoh record pada dataset2
28 Contoh record pada dataset3
29 Scatter plot aturan asosiasi yang memiliki predikat has_abt = “yes”
30 Analisis potensi penggunaan ABT dengan minimum support 60%
31 Peta Sebaran pelanggan PDAM yang kemungkinan memanfaatkan ABT

1
2
5
7
10
12
12
15
15
16
16
17
18
19
19
20
21
22
22
26
26
26
27
28
28
28
29
29
31
31

DAFTAR TABEL
1 Perangkat penelitian
2 Data spasial
3 Atribut dalam data nonspasial
4 Atribut data yang terdapat pada peta elevasi
5 Luas area kecamatan di kota Bogor
6 Luas area kelurahan di kota Bogor
7 Atribut yang terdapat dalam peta tata guna lahan
8 Contoh data nonspasial
9 Golongan tarif pelanggan PDAM TPKB
10 Status pelanggan PDAM TPKB
11 Radius buffer untuk data danau, jalan dan sungai
12 Fitur-fitur yang terdapat pada data spasial
13 Aturan – aturan yang dihasilkan dari penerapan algoritme Apriori
14 Jumlah pelanggan PDAM yang kemungkinan memanfaatkan ABT

13
14
14
18
19
20
21
23
24
25
25
27
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Query untuk data non spasial
2 Query untuk data non spasial ABT
3 Query untuk membuat basis data spasial dalam PostgreSQL
4 Kode untuk nama kecamatan
5 Kode untuk elevasi
6 Kode Status Pelanggan
7 Kode program untuk membuat klasifikasi kelas natural break (jenk)
8 Query untuk membuat dataset (ditampilkan sebagian)
9 Aturan-aturan asosiasi
10 Query untuk analisis potensi penggunaan ABT

35
35
35
35
36
36
36
38
39
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Jumlah pengguna ABT berizin

Air bawah tanah (ABT) adalah air yang mengisi kekosongan pada lapisan
geologi atau zona jenuh (umum disebut sebagai air tanah). Air pada zona jenuh ini
penting untuk pekerjaan engineering, studi geologi dan pengembangan pasokan air
(Todd dan Mays 2005). Pengambilan air tanah dalam memenuhi kebutuhan air
minum rumah tangga maupun niaga dewasa ini semakin meningkat, berbanding
lurus dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan.
Namun, pemanfaatan air tanah yang melampaui batas dapat mengakibatkan krisis
air tanah terutama ABT. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, sangat besar
kemungkinan timbul dampak yang lebih besar, seperti kelangkaan air. Berdasarkan
data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), pengambilan ABT melalui
sumur berizin di kota Bogor dari tahun 2012 sampai dengan 2014 meningkat lebih
dari 100% yaitu dari 606,354 m3 menjadi 1,339,572 m3. Data pengambilan ABT
melalui sumur berizin dapat dilihat pada Gambar 1.

1,500,000

1,339,572
1,258,894

1,000,000
606,354

500,000
2012

2013

2014

Tahun

Gambar 1 Nilai rata-rata pemakaian masyarakat pengguna ABT
(Sumber Data : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor)
Proses pemanfaatan ABT ini harus diimbangi dengan upaya pengendalian
dan konservasi, karena jika terjadi penurunan kualitas dari ABT, proses
pemulihannya memerlukan waktu yang cukup lama. Salah satu proses
pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan pemanfaatan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) sebagai penyedia kebutuhan air bagi masyarakat. Namun saat
ini sebagian pelanggan PDAM telah teridentifikasi memanfaatkan ABT, sedangkan
sampai dengan akhir Desember tahun 2014, jumlah pelanggan PDAM Tirta Pakuan
Kota Bogor adalah sebanyak 129,312 pelanggan aktif (sudah termasuk 2872
pelanggan di Kabupaten Bogor yang dilayani PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor).
Hal ini menunjukkan bahwa 78.41% dari jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak
1,083,063 jiwa pada tahun 2014 menggunakan air PDAM sehingga permasalahan
ABT ini tidak hanya terhadap isu lingkungan, tetapi mempunyai dampak lain
terhadap penurunan pola pemakaian pelanggan PDAM yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan. Penurunan pola pelanggan PDAM
dapat dilihat pada Gambar 2.

2

Pola pemakaian air

75.00%

74.02%

70.48%
70.00%
67.91%

66.04%

66.00%

2013

2014

65.00%
2010

2011

2012

Tahun

Gambar 2 Pola pemakaian air PDAM Kota Bogor
(Sumber Data: Laporan Badan Litbang PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor)
Untuk mengetahui kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan ABT,
diperlukan analisa terhadap pola data hasil pemakaian ABT di setiap keypoint.
Keypoint adalah titik koordinat lokasi masyarakat pengguna ABT. Data keypoint
ini diperoleh dari BPLH Kota Bogor dan PDAM Kota Bogor. Atribut-atribut yang
terdapat pada keypoint seperti id pelanggan, lokasi pelanggan, akan dimanfaatkan
untuk mencari pola pemakaian dan penyebaran kepemilikan ABT. Dari pola yang
didapat diharapkan dapat diketahui atribut mana saja yang berpengaruh terhadap
kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan ABT, terutama untuk masyarakat
yang sudah menjadi pelanggan PDAM.
Pencarian hubungan asosiatif pada data yang besar dapat dilakukan dengan
pendekatan data mining. Menurut Han et al. (2012) data mining didefinisikan
sebagai proses mengekstrak atau menambang pengetahuan yang dibutuhkan dari
data yang besar. Pada prosesnya, data mining akan mengekstrak informasi yang
berharga dengan cara menganalisis adanya pola-pola ataupun hubungan keterkaitan
tertentu dari data yang berukuran besar. Salah satu teknik yang paling umum
dipergunakan untuk menemukan pola asosiasi dari suatu kumpulan data spasial
yaitu teknik spatial association rule mining yang merupakan perluasan dari teknik
associaton rule mining.
Hal pertama yang dilakukan untuk mendapatkan aturan asosiasi adalah
mencari frequent itemset. Frequent itemset adalah sekumpulan item yang sering
muncul bersamaan. Setelah semua pola frequent itemset ditemukan, baru kemudian
dicari aturan asosiatif yang memenuhi syarat yang telah ditentukan. Algoritme yang
sering dipergunakan untuk menemukan aturan asosiasi adalah algoritme apriori.
Pencarian pola dengan algoritme apriori telah banyak dikembangkan,
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Faridi et al. (2015) dengan judul
“association rule mining for ground water and wastelands using apriori algorithm:
case study of Jodhpur District”. Penelitian tersebut menganalisis tanah terlantar
yang banyak mengandung ABT di wilayah Jodhpur dengan menggunakan metode
association Rule Mining dengan implementasi algoritme apriori. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tanah terlantar yang memiliki banyak kandungan air bawah
tanah adalah di wilayah Bilara dari Kota Jodhpur.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kepemilikan sumber air bawah
tanah terhadap penggunaan air PDAM menggunakan spatial association rule

3
mining untuk mengetahui pola pemakaian pelanggan PDAM yang memanfaatkan
ABT. Sumber data yang dipergunakan yaitu data pelanggan PDAM, baik yang
menggunakan maupun yang tidak menggunakan ABT dan data masyarakat
pengguna ABT yang diperoleh dari BPLH. Secara spasial, asosiasi merupakan
keterkaitan antara satu objek spasial dengan objek spasial yang lain, dalam hal ini
adalah keterkaitan antara pelanggan pemanfaat ABT dengan karakteristik lokasi
pelanggan tersebut tinggal dan atribut-atribut pendukungya.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dapat menentukan
karakteristik pelanggan yang memanfaatkan ABT sehingga dapat menganalisis
potensi penggunaan ABT pada pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor (TPKB)
menggunakan pendekatan Spatial Association Rule Mining. Penelitian ini
diharapkan dapat memberi manfaat diantaranya adalah mengetahui pola umum
pelanggan yang memanfaatkan ABT dan dapat memprediksi seberapa banyak lagi
pelanggan yang kemungkinan memanfaatkan ABT sehingga dapat mengatasi
penurunan pola pemakaian.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah sulitnya mengindentifikasi
masyarakat yang memanfaatkan ABT, termasuk juga masyarakat yang sudah
menjadi pelanggan PDAM namun juga memanfaatkan ABT. Oleh karena itu
penelitian ini mempelajari pola umum pelanggan yang memanfaatkan ABT
sehingga dapat digunakan untuk memprediksi seberapa banyak lagi kemungkinan
pelanggan yang akan memanfaatkan ABT menggunakan metode aturan asosiasi
spasial dengan algoritme Apriori.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1 Menentukan karakteristik pelanggan yang memanfaatkan ABT menggunakan
pendekatan spatial association rule mining.
2 Analisis potensi penggunaan ABT pada pelanggan PDAM TPKB menggunakan
pendekatan spatial association rule mining.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1 Mengetahui karakteristik pelanggan yang memanfaatkan ABT.
2 Memprediksi seberapa banyak lagi pelanggan yang akan memanfaatkan ABT.
3 Dasar evaluasi lebih lanjut untuk PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dalam
menghitung perkiraan kerugian pendapatan yang akan di rasakan perusahaan
akibat menurunnya pola pemakaian pelanggan karena beralihnya pelanggan
PDAM ke ABT.
4 Dasar pengambilan keputusan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor mengenai
reklasifikasi golongan tarif dan evaluasi kenaikan tarif.
5 Dasar kajian PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dalam sosialisasi pemakaian air
PDAM dari pada ABT dengan tepat guna, karena hasil penelitian ini berbasiskan
lokasi pelanggan.

4
6 Di luar lingkup PDAM penelitian ini dapat dikembangkan ke arah sosial sebagai
kebijakan pemerintah dalam menentukan pajak retribusi ABT sehingga
masyarakat lebih memilih menggunakan air PDAM.
7 Penelitian ini dapat dikembangkan ke arah kebijakan pemerintah sebagai isu
lingkungan yang perlu dikaji secara mendalam karena dampak lingkungan
jangka panjang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pelanggan PDAM Kota Bogor dengan
data pelanggan tahun 2011 sampai dengan 2014. Variabel yang digunakan sebagai
analisis untuk memprediksi potensi penggunaan ABT adalah jarak terhadap jalan,
jarak terhadap sungai, titik ABT, elevasi, land use, pemakaian air, biaya air,
kelurahan, status pelanggan, dan golongan tarif pelanggan.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor (PDAM TPKB)
merupakan perusahaan jasa pelayanan publik di bawah naungan Pemerintah Daerah
(PEMDA) Kota Bogor yang melayani air bersih melalui sistem pendistribusian ke
semua pelanggan yang berada di wilayah pelayanan PDAM. Sampai dengan akhir
Desember tahun 2014, jumlah pelanggan PDAM TPKB adalah sebanyak 129,312
pelanggan aktif (sudah termasuk 2,872 pelanggan di Kabupaten Bogor yang
dilayani PDAM TPKB).
Namun dari jumlah pelanggan tersebut masih ada beberapa pelanggan yang
menggunakan ABT sebagai pelengkap pemakaian air PDAM yang mencapai
14,168 pelanggan dari semua golongan tarif. Data diambil dari hasil query
Customer Information System (CIS) PDAM TPKB dengan menggunakan kata
“SUMUR”, “ABT” dan “POMPA”. Dari jumlah tersebut berarti bahwa 11%
pelanggan PDAM TPKB memanfaatkan sumber air lain dalam hal ini adalah ABT.
Air Bawah Tanah
Air bawah tanah (ABT) adalah air yang menempati rongga-rongga dalam
lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan
lajur jenuh (saturated zone) dan lajur tidak jenuh (unsaturated zone) terletak di atas
lajur jenuh sampai permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara
(Soemarto 1986). Pembagian zona jenuh dan zona tidak jenuh dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3 Zona jenuh dan tidak jenuh (Grotzinger dan Jordan 2010)

6
Air pada zona jenuh ini penting untuk pekerjaan engineering, studi geologi
dan pengembangan pasokan air (Todd dan Mays 2005). Beberapa teori
dikemukakan untuk mengetahui asal usul ABT yaitu:
1. Teori infiltrasi. Teori ini mengemukakan bahwa ABT berasal dari air hujan
yang jatuh ke tanah dan masuk sebagai air infiltrasi dan setelah jenuh, maka air
akan masuk ke zona jenuh yang kemudian menjadi air tanah.
2. Teori air juvenil. Teori ini mengemukakan bahwa ABT berasal dari magma
yang telah mengalami beberapa proses yang belum dapat diterangkan secara
jelas.
3. Teori connate water. Teori ini mengemukakan bahwa ABT berasal dari
formasi batuan endapan di bawah laut yang lambat laun terangkat ke
permukaan laut.
4. Teori kondensasi. Teori ini mengemukakan bahwa ABT berasal dari uap air di
udara yang berkondensasi dan beredar melalui rongga atau retakan batuan.
Saat ini ABT merupakan salah satu sumber penting untuk persediaan air.
ABT dapat dipergunakan untuk irigasi, industri, keperluan rumah tangga, dan lainlain.
Data Mining dan Spatial Data Mining
Data mining atau knowledge discovery from data (KDD) merupakan
penggalian pengetahuan dari data yang besar. KDD terbagi menjadi tujuh proses
(Han et al. 2012), yaitu:
1. Data cleaning
Data cleaning yaitu proses untuk menghilangkan noise dan data yang tidak
konsisten.
2. Data integration
Data integration yaitu proses untuk menggabungkan data dari beberapa
sumber.
3. Data selection
Data selection yaitu proses pengambilan data yang relevan dari database untuk
dianalisis.
4. Data transformation
Data transformation yaitu proses dimana data akan dirubah atau
dikonsolidasikan sesuai dengan tujuan dari penggalian data, contohnya dengan
melakukan summary data atau operasi agregasi.
5. Data mining
Data mining merupakan proses untuk mengekstrak pola data dengan
menggunakan metode-metode data mining seperti klasifikasi, regresi,
clustering dan asosiasi.
6. Pattern evaluation
Pattern evaluation yaitu proses untuk mengevaluasi pola-pola menarik yang
dihasilkan dari proses data mining sebelumnya.
7. Knowledge presentation
Knowledge presentation yaitu menggunakan teknik representasi dan
visualisasi untuk menyajikan pengetahuan kepada pengguna.
Tahapan pada KDD tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

7

Gambar 4 Tahapan dalam knowledge discovery from data (Han et al. 2012)
Pada kategori basis data, data mining dapat diklasifikasikan berdasarkan data
model yaitu relational, transactional, object-relational dan berdasarkan tipe data
yaitu spatial, time-series, text, stream data, multimedia data mining system, atau
world wide web. Basis data spasial berisi informasi tentang data yang memiliki
referensi ruang kebumian, contohnya seperti data peta, very large-scale integration
(VLSI) (Han et al. 2012). Perbedaan utama antara data mining pada data nonspasial
dengan data spasial adalah bahwa atribut-atribut dari tetangga suatu obyek spasial
bisa berpengaruh pada obyek tersebut sehingga hal ini perlu dipertimbangkan
dalam melakukan analisis data. Lokasi ril dan perluasan dari suatu obyek spasial
mendefinisikan secara implisit suatu relasi ketetanggaan secara spasial (misalnya
relasi topologi, jarak dan arah) yang digunakan oleh algoritme-algoritme spatial
data mining (Hsu et al. 2008).

8
Jenks Natural Break
Metode klasifikasi jenks natural breaks adalah metode pengelompokan data
yang dirancang untuk menentukan pengaturan terbaik dari nilai-nilai ke kelas yang
berbeda. Hal ini dilakukan dengan meminimalkan deviasi rata-rata masing-masing
kelas ini dari rata-rata kelas, sementara memaksimalkan deviasi masing-masing
kelas ini dari cara kelompok lain. Dengan kata lain, metode ini berusaha untuk
mengurangi varians dalam kelas dan memaksimalkan varians antara kelas.
(McMaster 1997). Ini adalah metode klasifikasi data yang dirancang untuk
menentukan pengaturan terbaik dari nilai-nilai ke dalam kelas yang berbeda
sehingga mereka dapat ditampilkan pada peta chloropleth.
Metode ini membutuhkan proses berulang. Artinya, perhitungan harus
diulang menggunakan breaks yang berbeda dalam dataset untuk menentukan set
breaks memiliki terkecil varians dalam kelas. Proses ini dimulai dengan membagi
dan menempatkan data tersebut ke dalam kelompok. Pembagian kelompok awal
sembarang.
Ada empat langkah yang harus diulang dalam metode klasifikasi jenks
natural breaks (Jenks 1967), yaitu:
1. Menghitung jumlah penyimpangan kuadrat antara kelas yang kemudian
disebut SDBC (Squared Deviations Between Classes).
2. Menghitung jumlah penyimpangan kuadrat dari rata-rata aray yang
kemudian di sebut SDAM (Squared Deviations from the Array Mean).
3. Kurangi SDBC dari SDAM (SDAM-SDBC). Ini sama dengan jumlah
deviasi kuadrat dari sarana kelas yang kemudian disebut SDCM (Squared
Deviations from the Class Means).
4. Setelah memeriksa setiap SDBC, keputusan dibuat untuk memindahkan
satu unit dari kelas dengan SDBC terbesar menuju kelas dengan SDBC
terendah.
Penyimpangan kelas baru kemudian dihitung, dan proses ini diulang sampai
jumlah dari dalam penyimpangan kelas mencapai nilai minimal.
Kemudian, statistik GVF (Goodness of Variance Fit) dihitung. GVF
� ��−� �
didefinisikan (Coulson 1987) sebagai =
. GVF berkisar dari 0 (fit
� ��
terburuk) sampai 1 (fit sempurna).
Association Rule Mining
Association rule mining bertujuan untuk menemukan hubungan asosiatif
antara berbagai item-item pada basis data yang sangat besar. Metode ini biasa
disebut juga dengan market basket analysis. Untuk mengetahui pola/hubungan
antar item-item, pada aturan asosiasi terdapat dua metrik umum yaitu support dan
confidence.
Aturan asosiasi dianggap sebagai pola yang menarik jika memenuhi nilai
ambang minimum untuk masing-masing metrik. Contoh aturan asosiasi dinyatakan
sebagai berikut (Agrawal et al. 1993):
{item1, item2} → {item3}(support = 40%, confidence = 50%)

9

Dari aturan asosiasi tersebut maka 50% dari transaksi di dataset memuat
item1 dan item2 juga memuat item3. Sedangkan 40% dari seluruh transaksi memuat
ketiga item tersebut. Nilai Support adalah ukuran seberapa sering item atau itemset
muncul dalam keseluruhan transaksi. Support dari aturan A → B dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Han et al. 2012):
support (A ⇒ B) = P (A ∪ B)
a

=

a

a

a

ya

a

a

����

a

a

…(1)

Nilai confidence merupakan ukuran yang menunjukan hubungan antara dua
item berdasarkan kondisi tertentu dalam hal ini adalah ukuran dari asosiasi A → B
dapat dihitung menggunakan rumus (Han et al. 2012):
confidence (A ⇒ B) = P (A|B)
=

a

a

a

a

a

a

ya

ya

a

a

����

����

a

…(2)

Selain perhitungan support dan confidence, dalam penerapan algoritme
apriori terdapat perhitungan lift (Sergey et al. 1997):
lift (A ⇒ B) =

P

P



×

…(3)

Spatial association rule mining merupakan perluasan association rule mining
dengan menggunakan data spasial. Aturan asosiasi pada data spasial dinyatakan
dalam bentuk (Koperski dan Han 1995):
x1 ∧ x2 ∧ … ∧ xm → y1 ∧ y2 ∧ … ∧ yn (sup%, con%)

…(4)

Bentuk (4) menyatakan hubungan asosisi antara predikat xi (i =1,…, m) dan y
(j=1,…,n), dimana setidaknya terdapat satu predikat spasial. Contoh spatial
association rule mining sebagai berikut (Koperski dan Han 1995):
is_a(X,sumur) ⋀ close_to(X,0-20) ⋀ depth(X,0-250) ⋀ inside(X,basin14)
→ arsenic_level(X, classlabel:dangerous) (20%, 80%)

…(5)

Aturan ini mengidentifikasikan bahwa 80% dari sumur, jarak dari pabrik
kurang dari 20 km, sungai di dalam basin14 dan kedalaman kurang dari 250 kaki,
mengandung arsenik dengan tingkat konsentrasi berbahaya dan 20% memenuhi
ketiga predikat di atas.

10
Algoritme Apriori
Algoritme apriori adalah suatu algoritme dasar yang diusulkan oleh Agrawal
dan Srikant (1994) untuk menentukan frequent itemsets untuk aturan asosiasi
boolean. Algoritme Apriori menggunakan frequent itemset yang telah diketahui
sebelumnya untuk memproses informasi selanjutnya. Pada algoritme Apriori untuk
menentukan kandidat-kandidat yang mungkin muncul dengan cara memperhatikan
minimum support. Adapun dua proses utama yang dilakukan dalam algoritme
Apriori (Han et al. 2012), yaitu:
1. Join (proses penggabungan). Pada proses ini setiap item dikombinasikan
dengan item yang lainnya sampai tidak terbentuk kombinasi lagi. �� (kandidat
itemset dengan ukuran k) dihasilkan dengan menggabung ��− (itemset yang
sering muncul dengan ukuran k).
2. Prune (pemangkasan). Pada proses ini hasil dari item yang telah
dikombinasikan kemudian dipangkas dengan menggunakan minimum support
yang telah ditentukan oleh pengguna. Oleh karena itu itemset yang tidak sering
muncul pada bagian (k-1) maka mengalami pemangkasan. Pseudocode
algoritme apriori adalah sebagai berikut (Han et al. 2012):
Apriori �, �
� ∶= {large 1-itemsets yang muncul lebih dari � transaksi}
� ∶= ; //k menyatakan banyaknya pass
while ��− ≠ ø do
begin
�� =: Kandidat baru dengan ukuran k dihasilkan dari ��− ; (apriori_gen)
forall transaction � ∈ Ɗ do
Kenaikan jumlah semua kandidat di �� yang terkandung dalam t;
�� ≔ Semua kandidat di dalam �� dengan minimum support;
� ∶= � +
end
Answer := ⋃� �� ;
Gambar 5 Pseudocode algoritme apriori (Han et al. 2012)

Dalam Gambar 5 dapat dilihat bahwa algoritme Apriori dibagi menjadi
beberapa tahap yang disebut iterasi. Tiap iterasi menghasilkan pola frekuensi tinggi
dengan panjang yang sama dimulai dari iterasi pertama yang menghasilkan pola
frekuensi tinggi dengan panjang satu. Di iterasi pertama ini, support dari setiap item
dihitung dengan men-scan database. Setelah support dari setiap item didapat, item
yang memiliki support di atas minimum support dipilih sebagai pola frekuensi
tinggi dengan panjang 1 atau sering disingkat 1-itemset. Singkatan k-itemset berarti
satu itemset yang terdiri dari k item.
Iterasi kedua menghasilkan 2-itemset yang tiap itemset memiliki dua item.
Pertama dibuat kandidat 2-itemset dari kombinasi semua 1-itemset. Lalu untuk tiap
kandidat 2-itemset ini dihitung support-nya dengan men-scan basis data. Support
disini artinya jumlah transaksi dalam basis data yang mengandung kedua item
dalam kandidat 2-itemset. Setelah support dari semua kandidat 2-itemset
didapatkan, kandidat 2-itemset yang memenuhi syarat minimum support dapat

11
ditetapkan sebagai 2-itemset yang juga merupakan pola frekuensi tinggi dengan
panjang 2.
Untuk selanjutnya pada iterasi ke-k dapat dibagi lagi menjadi beberapa
bagian:
1. Pembentukan kandidat itemset, kandidat k-itemset dibentuk dari
kombinasi (k-1)-itemset yang didapat dari iterasi sebelumnya. Satu ciri
dari algoritme Apriori adalah adanya pemangkasan kandidat k-itemset
yang subset-nya berisi k-1 item yang tidak termasuk dalam pola frekuensi
tinggi dengan panjang k-1.
2. Penghitungan support dari tiap kandidat k-itemset. Support dari tiap
kandidat k-itemset didapat dengan men-scan database untuk menghitung
jumlah transaksi yang memuat semua item di dalam kandidat k-itemset
tsb. Ini adalah juga ciri dari algoritme Apriori dimana diperlukan
penghitungan dengan scan seluruh basis data sebanyak k-itemset
terpanjang.
3. Tetapkan pola frekuensi tinggi. Pola frekuensi tinggi yang memuat k item
atau k-itemset ditetapkan dari kandidat k-itemset yang support-nya lebih
besar dari minimum support.
4. Bila tidak didapat pola frekuensi tinggi baru maka seluruh proses
dihentikan. Bila tidak, maka k ditambah satu dan kembali ke bagian 1.

12

3 METODE
Tahapan Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahapan utama.
Pertama praproses data spasial. Kedua, spatial association rule mining yang
meliputi penentuan aturan asosiasi kepemilikan ABT menggunakan algoritme
apriori kemudian penentuan karakteristik pemilik ABT berdasarkan aturan asosiasi.
Tahapan ketiga adalah analisis potensi penggunaan ABT. Alur metodologi
penelitian ini secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 6.
Mulai

Pengumpulan data
spasial dan nonspasial

Selesai

Praproses
data spasial

Penentuan aturan asosiasi
kepemilikan ABT
menggunakan algoritme Apriori

Analisis potensi
penggunaan ABT

Penentuan karakteristik
pemilik ABT
berdasarkan aturan asosiasi

Gambar 6 Tahapan penelitian
Area Studi
Area studi yang digunakan pada penelitian ini adalah Kota Bogor. Kota Bogor
terletak di Provinsi Jawa Barat seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7. Kota
Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 30’30”LS –
6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 m sampai dengan
maksimal 350 m di atas permukaan laut dan dengan luas wilayah 11 850 ha.

Gambar 7 Area penelitian
(Sumber Data: Kementrian Pekerjaan Umum)

13
Perangkat Penelitian
Untuk melakukan semua tahapan penelitian (Gambar 6), penelitian ini
menggunakan beberapa perangkat lunak seperti pada Tabel 1:

Perangkat Lunak

Tabel 1 Perangkat penelitian
Alamat unduh

Fungsi

Customer
http://192.168.9.171/
Information
System (CIS)
PDAM Tirta
Pakuan Kota
Bogor
3.1.16

Aplikasi ini digunakan
untuk mendapatkan data
nonspasial

Kettle
http://www.pentaho.com/
pentaho data
integration
6.0.0.0-353

Aplikasi ini digunakan
untuk integrasi data dengan
format Microsoft Excel ke
dalam format database
spasial

PostgreSQL
9.5

http://www.postgresql.org/ Aplikasi ini digunakan
sebagai sistem manajemen
database

PostGIS 2.2

http://www.postgis.org/

Aplikasi ini digunakan
untuk analisis data spasial.

QuantumGIS
2.12.3

http://www.qgis.org/

Aplikasi ini digunakan
untuk analisis data spasial

RStudio
0.99.903

http://www.r-project.org/

Aplikasi ini digunakan
untuk menerapkan
algoritme apriori.

Kemudian selain perangkat lunak penelitian ini menggunakan perangkat
keras sebagai berikut:
- Intel® Core™ i5-2430M
- CPU @2.40GHz
- RAM 8 Gbytes
- Graphics Radeon HD 6370M 2Gb
- Sistem operasi Windows 7 Professional 64-Bit.

14
Pengumpulan Data Spasial dan Data Nonspasial
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial dan data
nonspasial. Data spasial diberikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Data spasial
Sumber Data
ABT
Penulis, berdasarkan hasil query CIS PDAM
TPKB yang di mapping ke dalam spatial data
Elevasi
Badan Informasi Geospasial
Jalan
Badan Informasi Geospasial
Kecamatan
Badan Informasi Geospasial
Kelurahan
Badan Informasi Geospasial
Landuse
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Pelanggan PDAM PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Sungai
Badan Informasi Geospasial
Titik Sumur
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peta

Sedangkan data nonspasial adalah data pelanggan PDAM dengan atribut
diberikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Atribut dalam data nonspasial
Atribut
Keterangan
IDPEL
Nomor pelanggan
NMCAMAT
Kecamatan
DISTNAME
Kelurahan
TARCODE
Golongan tarif
STATUS
Status pelanggan
WAT_USE
Pemakaian air
INV_AMT
Penggunaan bulanan
REMARKS
Keterangan penggunaan ABT
Praproses Data Spasial
Pada tahapan ini dilakukan penggabungan atribut data spasial dan
nonspasial. Data spasial yang sudah diperoleh pada tahapan sebelumnya dalam
format shape file (*.shp) dan data non spasial dalam format Microsoft Excel (*.xlsx)
dimasukkan ke dalam DBMS PostgreSQL yang sudah terpasang ekstensi postgis.
Posgist adalah ekstensi untuk PostreSQL agar basis data mendukung data spasial.
Data spasial diimport ke dalam basis data menggunakan fitur dari postgis,
sedangkan data non spasial diimport ke dalam basis data menggunakan Pentaho
Kettle. Setelah data spasial dan data non spasial diimport ke dalam basis data,
selanjutnya dilakukan query pada basis data untuk membentuk dataset-dataset yang
akan digunakan untuk tahapan selanjutnya. Dataset yang akan dibuat pada tahapan
ini yaitu:
1. Dataset1 adalah data seluruh pelanggan PDAM.
2. Dataset2 adalah dataset1 yang yang sudah dihapus kolom custname,
streetname, doornum, distname_kategori, nmcamat_kategori.

15
3. Dataset3 adalah dataset2 yang diprediksi memanfaatkan ABT. Dataset
ini merupakan Dataset yang memiliki atribut has_abt = “yes”.
4. Dataset4 adalah dataset prediksi pelanggan yang akan memanfaatkan
ABT berdasarkan aturan asosiasi yang di dapatkan dari dataset3 yang
kemudian di terapkan pada dataset1.
Proses penggabungan data spasial dan non spasial dapat dilihat pada
Gambar 8.

Peta ABT, Peta Titik Sumur
Peta Elevasi, Peta Kecamatan, Peta
Kelurahan, Peta Tata Guna Lahan

Operasi spasial
Peta Jalan, Peta Sungai
Peta Pelanggan PDAM

Query data CIS

Basis data spasial
untuk ABT

Dataset

Data nonspasial

Gambar 8 Tahapan praproses data spasial
Operasi spasial dilakukan untuk dapat menggabungkan antar data spasial
berdasarkan tipe data spasial. Contoh operasi spasial adalah peta pelanggan dengan
tipe data poligon dilakukan operasi spasial dengan peta elevasi dengan tipe data
poligon menggunakan intersect. Secara keselurahan contoh operasi spasial pada
data spasial dapat dilihat pada Gambar 9.

Peta
Pelanggan
(Poligon)

SELECT P.nama
FROM Pelanggan P, ABT B
WHERE P.district.Area() > 30
AND Within(B.location, P.district)

Peta ABT,
Peta Titik
Sumur

SELECT P.Nama, L.Nama
FROM Pelanggan P, Landuse L
WHERE Intersect(P.Shape,L.Shape) = 1
AND S.Nama=‘Perumahan’;

Peta Elevasi, Peta
Kecamatan, Peta
Kelurahan, Peta Tata
Guna Lahan

SELECT P.nama
FROM Pelanggan P, Sungai S
WHERE Overlap(P.Shape, Buffer(S.Shape,30)) = 1
AND S.Name=‘Ciliwung’

Peta Jalan,
Peta
Sungai

Gambar 9 Contoh proses operasi spasial
Spatial Asscociation Rule Mining
Pada tahapan ini, penentuan aturan asosiasi menggunakan perangkat lunak R
Studio pada dataset3 yang dihasilkan pada tahapan sebelumnya. Diagram alir
tahapan spatial association rule mining ditunjukkan pada Gambar 10.

16
Dataset3

Pembentukan frequent
itemset

Pembuatan aturan
asosiasi

Aturan asosiasi

Gambar 10 Diagram alir tahapan spatial association rule mining
Analisis Potensi Penggunaan ABT
Aturan asosiasi yang dihasilkan pada tahapan sebelumnya diterapkan pada
dataset4 menggunakan perangkat lunak R Studio untuk memprediksi pelanggan
yang kemungkinan juga akan memanfaatkan ABT. Diagram alir analisis potensi
penggunaan ABT ditunjukkan pada Gambar 11.
Dataset1

Aturan asosiasi

Query

Dataset 4

Gambar 11 Diagram alir analisis potensi penggunaan ABT

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
Data spasial dan data nonspasial yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Data Spasial
1. Peta ABT
Peta ABT merupakan gabungan peta pelanggan PDAM TPKB yang juga
memanfaatkan ABT dan peta masyarakat pemanfaat ABT yang terdaftar di
BPLH. Data pelanggan PDAM yang juga memanfaatkan ABT memiliki
informasi mengenai pola pemakaian dan geografis. Informasi geografis didapat
dari informasi alamat pelanggan melalui field “streetname”, “doorname”, “rt”,
“rw”, dan “zonenum” yang kemudian dipetakan layer-layer berupa “point” yang
akhirnya menghasilkan “keypoint”. Sehingga layer-layer peta tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis mengenai pola pemakaian air pelanggan yang
menggunakan air PDAM juga pemanfaat ABT.
Peta ABT didapatkan dari query CIS PDAM TPKB yang memiliki nilai
remarks-nya “SUMUR”, “BOR” dan “ABT”. Remarks adalah atribut data yang
terdapat dalam CIS yang berisi mengenai catatan yang dapat diinputkan oleh
petugas lapangan ataupun petugas pelayanan yang merupakan informasi
keterangan pelanggan pengguna ABT. Dari hasil query tersebut ditemukan 410
pelanggan. Sedangkan informasi masyarakat pemanfaat ABT yang terdaftar di
BPLH Kota Bogor terdiri dari sumur bor dan sumur pantek. Data ABT dipetakan
seperti yang ditunjukkan Gambar 12.

Gambar 12 Pelanggan PDAM yang juga memanfaatkan ABT

18
2. Peta Elevasi
Peta elevasi merupakan peta ketinggian. Elevasi Kota Bogor dapat dilihat
pada Gambar 13. Tabel 4 menunjukan atribut data yang terdapat pada peta
elevasi.

Gambar 13 Peta elevasi kota Bogor
Tabel 4 Atribut data yang terdapat pada peta elevasi
Elevasi
Area (m2)
Elevasi
Area (m2)
180 -190 m dpl
6,856,790 300 - 310 m dpl
6,335,187
190 - 200 m dpl
13,454,873 310 - 320 m dpl
7,027,823
200 - 210 m dpl
10,386,948 320 - 330 m dpl
9,706,029
210 - 220 m dpl
7,990,560 330 - 340 m dpl
6,909,124
220 - 230 m dpl
6,121,580 340 - 350 m dpl
6,097,707
230 - 240 m dpl
8,382,810 350 - 360 m dpl
6,949,135
240 - 250 m dpl
7,894,700 360 - 370 m dpl
9,188,240
250 - 260 m dpl
7,388,127 380 - 390 m dpl
5,156,328
260 - 270 m dpl
6,091,496 390 - 400 m dpl
3,889,466
270 - 280 m dpl
5,995,420 400 - 410 m dpl
3,350,160
280 - 290 m dpl
13,911,052 410 - 420 m dpl
1,397,150
290 - 300 m dpl
5,543,660 420 - 430 m dp
177,770
3. Peta Jalan
Peta jalan merupakan peta dengan representasi visual dari jalan yang
digunakan untuk perjalanan mobil dan navigasi. Peta jalan Kota Bogor
ditunjukkan pada Gambar 14.

19

Gambar 14 Peta jalan kota Bogor
4. Peta Kecamatan
Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, ditunjukkan pada Gambar
15. Tabel 5 menunjukan luas area kecamatan di kota Bogor.

Gambar 15 Peta kecamatan kota Bogor
Tabel 5 Luas area kecamatan kota Bogor
Nama Kecamatan
Area (m2)
Kota Bogor Utara
17,525,800
Kota Bogor Barat
21,524,600
Kota Bogor Tengah
8,085,430
Kota Bogor Timur
9,734,260
Kota Bogor Selatan
32,038,700
Tanah Sareal
20,055,000

20
5. Peta Kelurahan Kota Bogor
Kota Bogor terdiri dari 68 kelurahan, ditunjukkan pada Gambar 16.
Tabel 6 menunjukan atribut data yang terdapat pada peta kelurahan, yaitu
luas area kelurahan di kota Bogor.

Gambar 16 Peta batas kelurahan kota Bogor
Tabel 6 Luas area kelurahan di kota Bogor
Nama Kelurahan
Kencana
Mekarwangi
Kayumanis
Cibadak
Ciparingi
Curug
Situ Gede
Sukadamai
Kedunghalang
Sukaresmi
Ciluar
Tanahbaru
Cibuluh
Semplak
Curug Mekar
Kedungbadak
Balumbangjaya
Bojongkerta
Rancamaya
Pamoyanan
Kertamaya
Muarasari
Sindangsari

Area (m2)
2,823,270
2,833,140
2,573,530
2,807,480
1,657,880
963,508
3,344,870
1,176,640
1,449,770
665,590
2,595,360
3,342,190
1,695,770
1,630,870
1,199,320
2,079,680
831,311
1,960,040
2,516,870
2,559,450
3,870,650
1,352,390
715,102

Nama Kelurahan
Gunungbatu
Kedungjaya
Bubulak
Cimahpar
Cilendek Barat
Cilendek Timur
Kebun Pedes
Tanah Sareal
Margajaya
Tegalgundil
Bantarjati
Sindangbarang
Ciwaringin
Menteng
Pabaton
Loji
Sempur
Cibogor
Babakan
Kebun Kelapa
Genteng
Harjasari
Sindangrasa

Area (m2)
1,431,210
1,117,240
1,235,180
3,054,290
1,553,040
1,178,040
1,036,810
1,247,770
1,535,370
2,243,370
1,487,150
1,722,690
900,323
1,768,430
589,499
994,574
541,678
461,217
1,148,820
608,716
2,076,840
1,665,290
1,154,190

Nama Kelurahan
Tegalega
Paledang
Panaragan
Pasir Jaya
Pasirmulya
Baranangsiang
Katulampa
Pasirkuda
Babakanpasar
Gudang
Empang
Bondongan
Cikaret
Sukasari
Ranggamekar
Batu Tulis
Lawanggintung
Mulyaharja
Tajur
Pakuan
Cipaku
kedungwaringin

Area (m2)
1,099,230
1,861,450
294,011
851,920
532,277
2,719,960
3,855,230
752,036
337,440
243,035
817,858
657,149
2,138,130
636,487
4,140,470
609,926
706,193
4,689,520
653,293
724,990
1,552,900
1,693,800

6. Peta Tata Guna Lahan
Peta tata guna lahan atau landuse, menggambarkan bentuk penggunaan
tanah yang ada hubungannya antara lingkungan geografi dan aktivitas manusia.

21
Peta tata guna lahan Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 7
menunjukan atribut yang terdapat dalam peta tata guna lahan.

Gambar 17 Peta tata guna lahan kota Bogor
Tabel 7 Atribut yang terdapat dalam peta tata guna lahan
Penggunaan Lahan
Bengkel
Danau
Empang
Gardu Listrik
Hotel
Hutan Kota
Industri
Istana Presiden
Jalan
Jalan Kereta Api
Kebun
Kebun Raya
Kesehatan
Kolam
Kuburan
Ladang
Lapangan
Militer

Area (M2)
63,669.79
126,040.46
363,598.96
76,293.38
26,995.79
657,833.10
1,365,593.71
31,876.02
2,819,777.27
101,023.20
28,817,404.16
960,674.75
50,762.33
7,689.51
1,377,155.99
14,403.49
130,762.68
648,296.09

Penggunaan Lahan
Padang Rumput
Pemerintahan
Pemukiman
Pendidikan
Perdagangan
Peribadatan
Perkantoran
Perumahan
Sarana Olah Raga
Sawah
Semak Belukar
Stasiun KA
Sungai
Taman
Tanah Kosong
Tempat Rekreasi
Terminal

Area (M2)
30,664.74
1,177,843.32
43,532,819.07
1,517,643.72
5,036,970.92
179,894.29
90,597.35
55,945,944.39
1,065,270.39
4,112,982.44
11,953,563.64
14,155.88
1,455,902.50
1,136,241.21
3,377,355.04
101,344.20
36,126.07

7. Peta Pelanggan
Peta pelanggan PDAM didapatkan dari hasil query CIS secara
nonspasial namun memiliki atribut geografis. Informasi geografis didapat
dari informasi alamat pelanggan melalui atribut data “streetname”,
“doorname”, “rt”, “rw”, dan “zonenum” yang kemudian dipetakan ke dalam
layer-layer berupa “point” yang akhirnya menghasilkan “keypoint”.
Keypoint tersebut yang dijadikan sebagai acuan koordinat pelanggan
PDAM. Peta pelanggan dapat dilihat pada Gambar 18.

22

Gambar 18 Peta pelanggan PDAM kota Bogor
8. Peta Sungai
Kota Bogor dilewati dua buah sungai besar yaitu sungai Ciliwung di
sebelah timur dan sungai Cisadane di sebelah barat. Selain dua sungai besar
Kota Bogor juga dilalui beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di
bawah permukaan dataran, diantaranya adalah Ciliwung, Cisadane,
Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok seperti pada Gambar 19.

Gambar 19 Peta sungai kota Bogor

23

Data Nonspasial
Data nonspasial didapatkan dari hasil query CIS. Query code yang dilakukan
untuk mendapatkan data nonspasial dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Lampiran 1 merupakan query code yang dilakukan untuk mendapatkan data non
spasial, sedangkan Lampiran 2 merupakan query code yang dilakukan untuk
mendapatkan data nonspasial pelanggan PDAM yang juga memanfaatkan ABT.
Contoh dari data nonspasial ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Contoh data nonspasial
IDPEL
2135-1041
2139-1027

2139-1021
2139-1006
2139-1010

2141-1110
2141-1111

DISTNAME
Cibadak
Mekar Wangi

Sukadamai
Mekar Wangi
Mekar Wangi

Cibadak
Cibadak

NMCAMAT
Tanah Sareal
Tanah Sareal

Tanah Sareal
Tanah Sareal
Tanah Sareal

Tanah Sareal
Tanah Sareal

TARCODE
R6
R5

R5
R6
R4

R5
R6

STATUS
8
3

3
3
3

3
3

WAT_USE
307
25

1
11
0

0
28

INV_AMT
2141600
114600

14700
69600
20600

24600
189100

REMARKS
Ada Sumur
Ada Sumur

Sumur
Sumur
Sumur

Sumur
Ada Sumur

Atribut-atribut pada Tabel 8 dijelaskan sebagai berikut:
1. Nomor Pelanggan (IDPEL)
Nomor pelanggan adalah kode unik pelanggan yang terdiri dari delapan
angka, dimana empat angka pertama merupakan nomor jalan (STRNUM
adalah STREET NUMBER) dan 4 angka terakhir merupakan id pelanggan
(CUSTOMER NUMBER) seperti ditunjukkan contoh berikut ini.

2. Kelurahan (DISTNAME)
Dalam data atribut nonspasial terdapat 68 kelurahan, yaitu:
1. Kencana
2. Mekarwangi
3. Kayumanis
4. Cibadak
5. Ciparingi
6. Curug
7. Situ Gede
8. Sukadamai
9. Kedunghalang
10. Sukaresmi
11. Ciluar
12. Tanahbaru
13. Cibuluh
14. Semplak
15. Tajur
16. Pakuan
17. Cipaku

18. Kedungwaringin
19. Kedungjaya
20. Bubulak
21. Cimahpar
22. Cilendek Barat
23. Cilendek Timur
24. Kebun Pedes
25. Tanah Sareal
26. Margajaya
27. Tegalgundil
28. Bantarjati
29. Sindangbarang
30. Ciwaringin
31. Menteng
32. Batu Tulis
33. Lawanggintung
34. Mulyaharja

35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.

Gunungbatu
Tegalega
Paledang
Panaragan
Pasir Jaya
Pasirmulya
Baranangsiang
Katulampa
Pasirkuda
Babakanpasar
Gudang
Empang
Bondongan
Cikaret
Sukasari
Ranggamekar
Sindangrasa

52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.

Curug Mekar