Modifikasi Silika Asal Sekam Padi Dengan L-Histidina Sebagai Media Pengekstrak Ion Logam Timbal(Ii) Pada Ekstraksi Cair-Padat

MODIFIKASI SILIKA ASAL SEKAM PADI DENGAN
L-HISTIDINA SEBAGAI MEDIA PENGEKSTRAK ION
LOGAM TIMBAL(II) PADA EKSTRAKSI CAIR-PADAT

NURHAJAWARSI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Modifikasi Silika Asal
Sekam Padi dengan L-Histidina sebagai Media Pengekstrak Ion Logam Timbal(II)
pada Ekstraksi Cair-Padat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2016

Nurhajawarsi
G451130071

RINGKASAN
NURHAJAWARSI. Modifikasi Silika Asal Sekam Padi dengan L-Histidina
sebagai Media Pengekstrak Ion Logam Timbal(II) pada Ekstraksi Cair-Padat.
Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI.
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya untuk
kesehatan manusia, karena Pb tidak terdegradasi secara alami, dapat terakumulasi
dalam sistem biologi dan toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah. Kadar
Pb yang diperbolehkan dalam air minum oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia adalah 0.01 ppm (Kemenkes RI 2010). Konsentrasi yang rendah ini
menyebabkan penentuan Pb memerlukan metode yang sensitif atau harus melalui
tahapan prakonsentrasi. Metode prakonsentrasi konvensional seperti ekstraksi
cair-cair, kopresipitasi, penukar ion, dan filtrasi membran merupakan metodemetode yang tidak ekonomis karena membutuhkan banyak pelarut organik
sehingga dapat menyebabkan polusi pada lingkungan. Metode prakonsentrasi
yang sekarang banyak digunakan adalah ekstraksi fase padat (SPE) karena metode
tersebut memiliki banyak kelebihan seperti: mudah digunakan, memiliki
selektivitas tinggi, ekonomis (butuh sedikit pelarut), dan tidak membutuhkan
waktu lama. Salah satu media pengekstrak yang digunakan dalam SPE adalah

silika gel. Silika gel memiliki kelemahan yaitu rendahnya selektivitas dan
efektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan logam berat. Untuk mengatasi
masalah ini, dibutuhkan penambahan gugus aktif untuk memodifikasi permukaan
silika agar silika menjadi lebih selektif dalam mengikat ion Pb. Dalam penelitian
ini L-histidina digunakan untuk memodifikasi silika.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat media pengekstrak dari
silika sekam padi yang termodifikasi L-histidina (SSLH) dan menentukan
kapasitas adsorpsi dan selektivitas SSLH terhadap ion Pb(II). Pada penelitian ini
silika gel disintesis melalui proses sol-gel dengan penambahan larutan HCl 3M ke
dalam larutan natrium silikat (Na2SiO3) setetes demi setetes. Na2SiO3 dihasilkan
dari destruksi abu sekam padi oleh larutan NaOH, pemanasan pada 500 ºC selama
30 menit. Silika sekam (SS) selanjutnya dimodifikasi dengan L-histidina dengan
terlebih dahulu direaksikan dengan 3-aminopropiltrimetoksisilan (APTMS) untuk
menghasilkan SSLH. SSLH selanjunya dikarakterisasi menggunakan FTIR dan
digunakan untuk mengadsorpsi ion logam Pb(II). Rentang pH, massa adsorben,
dan waktu kontak dioptimisasi menggunakan Metode Permukaan Respon (RSM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk adsorpsi Pb(II)
oleh SSLH yaitu pada pH 5; massa adsorben 0.1 g; dan waktu kontak 15 menit.
Kapasitas adsorpsi tertinggi untuk ion Pb(II) oleh SSLH adalah 62.5 mg/g. Pola
adsorpsi matriks diketahui mengikuti persamaan Langmuir. Berdasarkan hasil uji

selektivitas, penjerapan Pb(II) tidak dipengaruhi oleh adanya dua logam lain yaitu
Cd(II) dan Zn(II). Persen adsorpsi Pb(II) oleh penjerapan SSLH lebih tinggi
dibandingkan dengan penjerapan Cd(II) dan Zn(II)
Kata kunci: ekstraksi cair-padat, L-histidina, Pb(II), silika sekam padi

SUMMARY
NURHAJAWARSI. Modification of Silica from Rice Husk with L-Histidina as
Lead(II) Extractant in Liquid-Solid Extraction. Supervised by ETI ROHAETI and
MOHAMAD RAFI.
Lead (Pb) is one of the most hazardous heavy metals for human health
because it is non-biodegradable, could accumulate within biological systems, and
toxic even at low concentration. A guideline for drinking water issued by the
Ministry of Health of The Republic of Indonesia (2010) determines that the
maximum Pb level is 0.01 ppm. This low permissible concentration makes direct
determination of Pb difficult and requires a sensitive method or a preconcentration
step. Conventional preconcentration methods include liquid-liquid extraction, coprecipitation, ion exchange, filtration membrane, etc. are considered
uneconomical because they require a large amount of organic solvent causing
environmental problems. Nowadays, solid phase extraction (SPE) has commonly
been used as a preconcentration technique due to the advantages, such as ease of
use, high selectivity, lower cost (requires less solvent), and less time. One of the

most common extractant used in SPE is silica gel. Silica gel has some
disadvantages, for example, low surface selectivity and effectiveness that will
result in weak interaction with heavy metal ions. To solve this problem, it is
needed an addition of active groups to modify the silica surfaces in order to make
silica more selective in binding the Pb ions. In this research L-histidine was used to
modify rice husk silica.
The aims of this research were to make extractant, L-Histidine-modified Rice
Husk Silica (LHRHS), determine adsorption capacity and selectivity of LHRHS
for Pb(II) ion. In this research, silica gel. Rice husk silica (RHS) was synthesized
via sol-gel process by adding 3M hydrochloric acid solution to sodium silicate
(Na2SiO3) drop by drop. The Na2SiO3 was generated from destructing rice husk
ash (RHA) with sodium hydroxide, heated at 500 ºC for 30 minutes. RHS was
then modified with L-histidine by reacting it with 3-aminopropyltrimetoxysilane
(APTMS) previously to procure LHRHS. The LHRHS was characterized by
fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) and used further to adsorp Pb(II)
metal ion. The pH range, amount of adsorbent, and adsorption time were
optimized by response surface method (RSM).
The results showed that the optimum condition for the adsorption of Pb(II)
were pH 5; amount of adsorbent 0.1 g; and adsorption time 15 minutes. The
adsorption capacity for Pb(II) ion was found to be 62.5 mg/g. The adsorption

behavior of the matrix followed the Langmuir’s model. Based on the result of
selectivity determination, Pb(II) adsorption was not influenced by the existence of
two other metals, namely Cd(II) and Zn(II). Adsorption percentage of Pb(II) by
SSLH were higher than Cd(II) and Zn(II) adsorption.
Keywords: L-histidine, liquid-solid extraction, Pb(II), rice husk silica

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODIFIKASI SILIKA ASAL SEKAM PADI DENGAN
L-HISTIDINA SEBAGAI MEDIA PENGEKSTRAK ION
LOGAM TIMBAL(II) PADA EKSTRAKSI CAIR-PADAT


NURHAJAWARSI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Henny Purwaningsih Suyuti, MSi.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 hingga
Februari 2016 ini ialah media pengekstrak logam berat, dengan judul Modifikasi
Silika Asal Sekam Padi dengan L-Histidina sebagai Media Pengekstrak Ion
Logam Timbal (II) pada Ekstraksi Cair-Padat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Bapak Dr
Mohamad Rafi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dan pikiran hingga terselesaikannya tulisan ini. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Dr Henny Purwaningsih Suyuti, MSi selaku penguji luar
komisi yang telah memberikan banyak saran yang membangun, kepada Ibu Prof
Dr Dyah Iswantini, MScAgr selaku ketua Program Studi Magister Kimia, kepada
Ibu Dr Gustini Sabirin MS selaku sekretaris Program Studi Magister Kimia serta
seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan
bantuan dana berupa beasiswa BPPDN. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik IPB (Bu Nunung, Om
Eman, Pak Kosasih, dan Pak Dede), Laboratorium Bersama Kimia IPB (Pak Wawan,
Mas Eko) yang telah membantu penulis selama penelitian. Tak lupa pula penulis
ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Irzaman Husein, MSi dari Departemen
Fisika yang telah membantu penulis dalam penyediaan bahan penelitian berupa

arang sekam padi. Terimakasih juga untuk sahabat-sahabatku, para pejuang (Dewi
Pratiwi, Gustria Ernis, Ida Ayu Suci, Ina Ristian, dan Romi Seroja), seperjuangan dari
tanah para Daeng (Nurul Ichsania, Stefani Bija, Kak Maryati, Engka Rukmana),
teman-teman International Class Program of Chemistry angkatan 2008 UNM, temanteman kos Karona Cantik dan para jelita Wisma Melati, serta teman-teman
Pascasarjana Kimia angkatan 2013 atas motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
Ungkapan terima kasih untuk yang teristimewa kepada Ayahanda Jamaludin R,
Ibunda Nurhabibah S, Adinda Azharuni, keluarga besar, dan Dede Nurdiansah atas
segala doa, bantuan baik moril atau materil serta kasih sayang yang diberikan kepada
penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, rekan, dan
sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah membantu dalam
penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan permohonan maaf apabila selama
studi, selama pelaksanaan penelitian maupun penulisan tesis ini terdapat tutur kata,
sikap maupun perbuatan yang kurang berkenan. Semoga hasil penelitian dan tulisan
ini dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dalam kemajuan ilmu pengetahuan
alam dan teknologi.

Bogor, Oktober 2016
Nurhajawarsi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1

2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekam Padi
Silika Gel
Modifikasi Permukaan Silika Gel
Isoterm Adsorpsi
Pencirian silika dengan FTIR dan XRD
Timbal(Pb)

3
4
4
6
7
8


3 METODE
Bahan
Alat
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Penelitian

8
9
9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sintesis Silika Sekam (SS), Aminopropilsilika (APS),
dan Silika termodifikasi L-Histidina (SSLH)
Analisis Difraksi Sinar-X
Analisis Gugus Fungsi
Kondisi Optimum Adsorpsi Pb(II) oleh SSLH
Kapasitas dan Isoterm Adsorpsi
Selektivitas SSLH dalam Penjerapan Pb(II)

11
13
14
16
18
21

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kandungan kimia abu sekam padi
Karakteristik spektrum IR silika gel
Konsentrasi awal Pb(II), kapasitas adsorpsi, dan % adsorpsi SSLH
Perbandingan hasil kapasitas adsorpsi Pb(II) oleh adsorben berbasis
silika
5 Parameter-parameter adsorpsi SSLH terhadap Pb(II)
6 Perbandingan logam, konsentrasi terjerap, % adsorpsi

3
7
18
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Model pengikatan logam oleh rantai samping asam-asam amino
2 Difraksi sinar-X silika sekam
3 Spektrum FTIR dari silika sekam (SS), aminopropilsilika (APS), dan
silika termodifikasi L-histidina (SSLH)
4 Kontur plot % adsorpsi Pb(II) oleh SSLH pada ragam pH, bobot
adsorben, dan waktu kontak
5 Isoterm adsorpsi pada asorpsi Pb(II) oleh SSLH model (a) Langmuir,
(b) Freundlich

5
14
15
17
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Penelitian
2 Rancangan percobaan pengoptimuman CCD untuk adsorpsi Pb oleh
SSLH
3 Kurva kalibrasi larutan logam Pb, Cd, dan Zn
4 Data hasil estimasi koefisien regresi CCD mmenggunakan Minitab 16
5 Plot Pengoptimuman hasil pengolahan CCD menggunakan Minitab 16
6 Data hasil analisis isoterm Langmuir dan Freundlich adsorpsi Pb(II)
oleh SSLH

28
29
29
31
32
33

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang dapat terakumulasi
dalam tubuh manusia dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan meskipun
dalam kadar yang rendah. Penyakit yang bisa disebabkan oleh keracunan Pb
antara lain ensefalopati, penurunan IQ, malfungsi ginjal, sistem reproduksi, hati,
sistem saraf pusat, dan bahkan menyebabkan kematian (Manahan 2001;
Sudarmadji et al. 2005; EPA 2015). Timbal merupakan logam yang paling banyak
mengkontaminasi lingkungan karena penggunaan Pb dalam jumlah yang besar,
yaitu dari limbah industri dan bahan bakar kendaraan. Menyadari bahaya dari
kontaminasi logam Pb ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
mengeluarkan peraturan kadar Pb yang diperbolehkan dalam air minum, yaitu
0.01 mg/L (Kemenkes RI 2010). Konsentrasi yang rendah ini menyebabkan
penentuan Pb memerlukan metode yang sensitif atau harus melalui tahapan
prakonsentrasi.
Penentuan kadar Pb yang dijadikan standar oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN) pada air dan air limbah menggunakan spektrofotometer serapan
atom nyala (FAAS) dengan asam nitrat sebagai pelarut. Penambahan asam nitrat
tidak hanya melarutkan Pb saja akan tetapi juga logam-logam lainnya seperti
tembaga, kobalt, seng, dan juga besi sehingga dapat mengganggu pengukuran
sinyal untuk Pb. Mengingat dimungkinkannya konsentrasi Pb yang rendah dalam
suatu sampel dan matriks dari sampel tersebut yang kompleks, maka perlu adanya
tahapan prakonsentrasi ion Pb2+ sebelum pengukuran pada FAAS agar
meningkatkan sensitivitas pengukuran.
Metode prakonsentrasi konvensional seperti ekstraksi cair-cair, kopresipitasi,
penukar ion, dan filtrasi membran merupakan metode-metode yang tidak
ekonomis karena membutuhkan banyak pelarut organik sehingga dapat
menyebabkan polusi pada lingkungan. Metode prakonsentrasi yang sekarang
banyak digunakan adalah ekstraksi fase padat (SPE) karena metode tersebut
memiliki banyak kelebihan seperti: mudah digunakan, memiliki selektivitas tinggi,
ekonomis (butuh sedikit pelarut), dan tidak membutuhkan waktu lama. Salah satu
media pengekstrak yang digunakan dalam ekstraksi fase padat adalah silika gel
(Jiang et al. 2006; Zhu et al. 2009; Ghaedi dan Sharifpour 2012; Radi et al. 2014).
Silika gel dapat diperoleh dari sumber silika yang terdapat di alam, salah
satunya adalah sekam padi (Kalaphaty et al. 2000; Mujiyanti et al. 2010; Ghosh
dan Bhattacherjee 2013). Sekam mengandung 17%–20% silika sedangkan dalam
arang sekam padi mengandung 85%–95% silika (Ghosh dan Bhattacherjee 2013).
Departemen Fisika IPB telah memanfaatkan sekam padi sebagai sumber energi
alternatif pada tungku sekam yang dikembangkan sejak tahun 2007 hingga
sekarang. Limbah dari pembakaran tungku sekam berupa arang sekam dapat
dimanfaatkan lebih lanjut sebagai sumber silika gel sehingga meningkatkan nilai
guna sekam padi (Rohaeti et al. 2010).

2

Sebagai media pengekstrak, silika gel memiliki banyak kelebihan antara lain
luas permukaan yang besar, stabilitas tinggi (dalam panas dan asam), dan tidak
mengembang, silika gel juga mudah dimodifikasi (Jiang et al. 2006; Zhu et al.
2009; Ghaedi dan Sharifpour 2012; Radi et al. 2014). Silika gel juga memiliki
kelemahan, yaitu rendahnya selektivitas dan efektivitas permukaan dalam
berinteraksi dengan logam berat. Akan tetapi kekurangan ini dapat diatasi dengan
menambahkan gugus-gugus aktif pada silika (Sulastri dan Kristianingrum 2010).
Beragam modifikasi telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi
dan
selektivitas
silika
gel
misalnya
modifikasi
ligan
organik
(organofungsionalisasi) yang memiliki atom-atom donor (O, N, S, dan P) seperti
asam amino (Yu et al. 2014). Keberadaan atom-atom donor gugus samping asam
amino antara lain: gugus imidazol pada histidina, gugus tiol pada sisteina dan
gugus indolil pada triptofan mampu mengikat logam yang telah dibuktikan dalam
tubuh. Sebagai contoh histidina pada superoksida dismutase, di mana dua logam
yaitu Zn(II) dan Cu(II) masing masing terikat pada atom nitrogen dan nitrogen
pada gugus imidazol (Roat-Malone dan Rosette 2007). Pengikatan logam oleh
asam amino dalam tubuh sangat menarik mengingat logam-logam berada dalam
konsentrasi rendah (trace element), namun asam amino mampu mengikat logam
tersebut.

Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah silika yang disintesis dari
sekam padi dan dimodifikasi dengan L-histidina dapat menjadi media pengekstrak
untuk memisahkan ion logam Pb(II) secara selektif

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat media pengekstrak dari silika sekam padi
yang termodifikasi L-histidina (SSLH) dan menentukan kapasitas adsorpsi serta
selektivitas SSLH terhadap ion Pb(II).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan pembuatan media
pengekstrak cair padat yaitu silika yang berasal dari sekam padi termodifikasi Lhistidina untuk ion logam Pb(II).

3

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi 7 tahapan percobaan, yaitu (1) penyiapan abu sekam
padi sebagai bahan dasar pembuatan silika, (2) pembuatan natrium silikat, (3)
sintesis silika gel asal sekam padi (SS) dan penciriannya dengan spektroskopi
FTIR dan XRD, (4) reaksi SS dengan 3-aminopropiltrimetoksisilan (APTMS) dan
modifikasi L-histidina (SSLH) serta pencirian dengan spektroskopi FTIR, (5)
pengoptimuman pH, bobot adsorben dan waktu kontak menggunakan metode
respons permukaan (RSM), (6) uji kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi dari
SSLH dalam menjerap ion Pb dengan metode lompok/tumpak (batch), dan (7) uji
selektivitas SSLH yang dihasilkan terhadap logam lainnya. Tahapan penelitian
ditunjukkan pada diagram alir penelitian di Lampiran 1.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sekam Padi
Sekam padi merupakan limbah hasil penanaman padi yang bersifat keras,
kasar, tahan cuaca serta berkadar gizi rendah, dan tidak bernilai secara ekonomis
(Rohaeti 1992). Struktur utama dari sekam padi adalah lemma dan palea yang
saling bertautan dan berbeda dari segi ukuran, bentuk, dan jumlah vaskular.
Lemma dan palea saling tumpang tindih untuk melindungi kariopsis. Kekakuan
sel epidermal terluar disebabkan oleh tebalnya dinding sel yang mengandung
asam silikat dan silika (Champagne 2004).
Menurut Zakharov et al. (2003) sekam padi memiliki struktur yang berpori,
sehingga mempercepat masuknya oksigen selama pembakaran. Semakin tinggi
suhu pada proses pembakaran, maka akan menghasilkan fasa kristal. Sekam padi
terdiri atas 40% selulosa, 30% lignin dan 20% silikon dioksida. Kandungan kimia
dari abu sekam padi yang terbanyak adalah silika. Tabel 1 menunjukkan
komposisi kimia dari abu sekam padi.

Tabel 1 Kandungan kimia abu sekam padi (Ghosh dan Bhattacherjee 2013)
Kandungan
Silika (SiO2)
Kalsium oksida (CaO)
Mangan (II) oksida (MnO)
Magnesium oksida (MgO)
Besi (III) oksida (Fe2O3)
Aluminium Oksida (Al2O3)
S, P2O5, K2O, Na2O

Massa (%)
94.50
0.48
1.09
0.23
0.54
0.21
Traces

4

Silika Gel
Silika merupakan hasil polimerisasi dari monomer asam silikat. Silika gel
sebagai salah satu senyawa silika sintetis yang berstruktur amorf. Silika gel
merupakan salah satu bahan kimia berbentuk padatan yang banyak dimanfaatkan
sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya produksi dan juga beberapa
kelebihan yang lain, yaitu: sangat inert, hidrofilik, mempunyai kestabilan termal
dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak mengembang dalam pelarut organik
jika dibandingkan dengan padatan resin polimer organik. Sifat sebagai penjerap
yang disebut juga sifat adsorptif adalah karena adanya tapak aktif pada permukaan.
Kegunaan silika gel yang lazim adalah sebagai penjerap uap air pada
penyimpanan bahan-bahan yang bersifat higroskopis, atau mudah menjerap uap
air seperti berbagai produk makanan dan juga obat-obatan. Pada silika gel yang
digunakan sebagai penjerap uap air biasanya ditambahkan senyawa kobalt sebagai
indikator untuk mengetahui kapasitas uap air yang terjerap (Sulastri dan
Kristianingrum 2010).
Terdapat dua jenis gugus pada permukaan silika gel, yaitu gugus silanol (SiOH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) (Sulastri dan Kristianingrum 2010). Silika gel
adalah salah satu media pengekstrak yang digunakan dalam ekstraksi fase padat.
Selain karena memiliki luas permukaan yang besar, stabilitas tinggi (dalam panas
dan asam), dan tidak mengembang, silika gel juga mudah untuk dimodifikasi
(Jiang et al. 2006; Zhu et al. 2009; Ghaedi dan Sharifpour 2012; Radi et al. 2014).

Modifikasi Permukaan Silika Gel
Modifikasi permukaan silika gel berhubungan dengan keseluruhan proses
yang bertujuan mengubah komposisi kimia pada permukaan. Modifikasi akan
mempengaruhi secara signifikan proses adsorpsi. Silika gel dapat digunakan
langsung sebagai adsorben, akan tetapi interaksi ion logam dengan permukaan
silika gel lemah. Hal ini dikarenakan keasaman gugus silanol dan sifat donor dari
permukaan atom oksigen yang lemah. Berdasarkan jenis senyawa yang digunakan,
modifikasi permukaan silika gel dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
fungsionalisasi organik yang agen pemodifikasinya berupa gugus organik dan
fungsionalisasi anorganik yang gugus pemodifikasinya dapat berupa senyawa
organometalik atau oksida logam (Jal et al. 2003).
Agen pemodifikasi dapat berinteraksi dengan silika gel melalui interaksi
fisik dan kimiawi. Permukaan silika gel dapat dimodifikasi secara fisika dengan
tujuan mengubah perbandingan konsentrasi gugus silanol dan siloksan atau secara
kimia yang bertujuan mengubah karakteristik kimia permukaan silika gel.
Modifikasi gugus fungsi pada permukaan silika gel dapat dilakukan dengan
berbagai teknik, yaitu: impregnasi dan dengan pembentukan ikatan kovalen.
Impregnasi berkaitan dengan adanya interaksi fisik antara bahan pemodifikasi
dengan permukaan padatan, baik dengan cara memasuki pori padatan atau dengan
interaksi adesif atau elektrostatik. Teknik pembentukan ikatan kovalen dapat
dilakukan dengan berbagai proses, antara lain proses modifikasi pereaksi silan dan
proses sol-gel. Molekul-molekul organik yang akan membentuk kelat dengan ion

5

biasanya terikat pada permukaan silika melalui proses silanisasi yang melibatkan
pembentukan ikatan kovalen. Proses silanisasi ini dilakukan biasanya dalam
suasana non air (Jal et al. 2003; Sulastri dan Kristianingrum 2010).
Berbagai modifikasi telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan silika
gel dalam memisahkan ion-ion logam berat. Modifikasi silika gel dari sekam padi
dengan 8-hidroksikuinolin untuk mengekstrak ion logam Ni(II) dalam medium air
pernah dilakukan oleh Djatmiko dan Amaria (2012). Hasil penelitiannya
menunjukkan adsorpsi maksimum pada pH 7 sebesar 3.64 mg/g silika. Javadian et
al. (2014) telah melakukan penelitian terhadap pemanfaatan silika mesopori
dengan N-(2-aminoetil)-3-aminopropilmetildimetoksilan sebagai pengekstrak
logam Pb(II) dalam medium cair dan hasil buangan industri pada pH 5 dengan
adsorpsi sebesar 49.41 mg/g. Modifikasi silika gel (produksi dari Qingdao Ocean
Chemical Company) juga pernah dilakukan oleh Zhu et al. (2009) menggunakan
3-aminopropiltrimetoksisilan untuk pemisahan logam Pb(II) dan menunjukkan
adsorpsi maksimum pada pH 4 sebesar 19.66 mg/g silika. Radi et al. (2014) juga
telah memodifikasi silika gel produksi dari Merck menggunakan pirazol-3-ilimina
dan memperoleh adsorpsi terbaik terhadap logam Pb(II) sebesar 74.89 mg/g silika
pada pH 8.

N

M


CH3





M

N



M

C

S 
CH2

H2C 

H3N+



S

M

 H2C

COO-



H3N+

C



H

H3N+

CHOO



C



COO-

H

H

histidin, His, H



H2C 

metionin, Met, M

sistein, Cys, C

M

O (H)

M
M2

M1

O

O

2

C

O
2

1



H2C 

O

CH

1

CH2

H2C 

H2C

H3N+
C



COO-

H3N+

H

C



H3N+

COO-

C

COO-

H

H


asam aspartat, aspartat,
Asp, D

tirosin, Tyr, Y

asam glutamat, glutamat,
Glu, E

M



M

O(H)



H2C
H3N+

C



O(H)

CH3
HC



COO-

H

Serin, Ser, S

H3N+

C



COO-

H

treonin, Thr, T

Gambar 1 Model pengikatan logam (M) oleh rantai samping asam-asam
amino (Roat-Malone dan Rosette 2007)

6

Penggunaan asam amino termasuk L-histidina sebagai pemodifikasi telah
banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian. Malachowski et al. (2003) telah
mengimobilisasi poli(L-histidina) pada controlled pore glass (CPG) sebagai
pengkelat kation logam dan oksianion logam. Modifikasi silika dengan asam
amino dengan pendekatan biomimetik pernah dilakukan oleh Luechinger et al.
2005. Asam amino yang digunakan adalah histidina dan asam glutamat sebagai
model dalam pengikatan Fe(II) oleh hemoglobin. Roat-Malone dan Rosette (2007)
mengungkapkan bahwa asam-asam amino dalam tubuh bertindak sebagai ligan
yang dapat mengikat logam-logam (Gambar 1). Asam amino memiliki gugus
samping seperti gugus imidazol pada histidina, gugus tiol pada sistein dan gugus
indolil pada triptofan. Misalnya histidina pada superoksida dismutase, di mana
dua logam, yaitu Zn(II) dan Cu(II) yang masing masing terikat pada atom nitrogen
dan nitrogen .

Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi
adsorbat yang teradsorpsi pada permukaan padatan dengan konsentrasi adsorbat
yang tetap berada dalam larutan. Kesetimbangan terjadi saat laju pengikatan
adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya. Terdapat beberapa
isoterm yang dikembangkan untuk menggambarkan interaksi antara adsorben
dengan adsorbat. Tipe isoterm yang biasa digunakan untuk menggambarkan
fenomena adsorpsi padat-cair adalah tipe isoterm Langmuir dan Freundlich.
Menurut Subramanyam dan Das (2009), isoterm adsorpsi Langmuir
mengasumsikan sebagai berikut :
1. Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer)
2. Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan
3. Semua bagian dan permukaannya bersifat homogen
4. Sejumlah tertentu tapak aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau
ion.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
dengan mengganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul yang tidak
teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai
berikut:

keterangan :
Ce = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L)
qe = jumlah adsorbat yang teradsorpsi per unit bobot adsorben pada
kesetimbangan (mg/g)
qm = kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
b = konstanta Langmuir

7

Isoterm Freundlich mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang
heterogen dan perbedaan energi pada tapak aktif (Koumanova dan Peeva-Antova
2002). Model isoterm ini menganggap bahwa pada semua tapak aktif permukaan
adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm
Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya tapak-tapak pada permukaan
yang mampu mencegah tercapainya adsorpsi pada kesetimbangan. Hanya ada
beberapa tapak aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut. Persamaan
isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
1. Terbentuknya adsorpsi beberapa lapisan (multilayer) dari molekul-molekul
adsorbat pada adsorben
2. Bagian tapak aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen
3. Hanya melibatkan gaya van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari
satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut:

Kf
n

keterangan:
= konstanta kapasitas adsorpsi
= konstanta intensitas adsorpsi

Pencirian Silika dengan FTIR dan XRD
Spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) merupakan suatu
teknik spektroskopi yang digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dalam
suatu senyawa. Pada silika gel, diketahui silanol dan siloksan merupakan gugusgugus penciri silika. Penambahan agen silanasi seperti APTMS serta proses
modifikasi akan memunculkan puncak baru, maka pola spektrum akan mengalami
beberapa perubahan (Sulastri dan Kristianingrum 2010; Radi et al. 2014). Tabel 2
menunjukkan karakteristik dari pola spektrum absorpsi dari gugus fungsi utama
silika gel.

Tabel 2 Karakteristik spektrum IR silika gel (Silverstein et al. 2005; Jiang et al.
2006; Vejayakumaran et al. 2008)
Gugus Fungsi
O-H (silanol dan
air)
O-H (silanol dan
air)
Si-O (siloksan)
Si-O (silanol)
Si-O (siloksan)

Bilangan Gelombang (cm-1) Tipe Vibrasi
3200–3700
Ulur
~ 1638

Tekuk

1030–1200

Ulur
asimetris
Ulur simetris
Ulur simetris

950–970
~800

8

Struktur dan permukaan silika sekam padi dapat dianalisis dengan
menggunakan difraktometer sinar-X (XRD). XRD merupakan salah satu metode
karakterisasi material yang digunakan untuk mengidentifikasi struktur atom dalam
material tanpa menghancurkan material tersebut. Sudut untuk penembakan silika
adalah antara 10°–90° dan tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili
satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi
(hkl). Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan data standar difraksi sinar-X yang telah tersedia hampir untuk
semua jenis material.

Timbal (Pb)
Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari bahasa Latin
Plumbum. Pb adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi.
Titik leleh timbal murni sebesar 327 ºC, sedikit rendah untuk ukuran logam
sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, dan lain-lain. Unsur Pb digunakan dalam
bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi,
bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraethyl lead
(TEL). Pb termasuk logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang
toksik terhadap manusia. Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi
makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Keracunan logam
timbal pada manusia dapat menyebabkan malfungsi ginjal, sistem reproduksi,
hati, otak, sistem saraf pusat, dan bahkan menyebabkan kematian. Keracunan
logam ini juga dapat menyebabkan keterbelakangan mental pada anak. Timbal
juga dapat menyebabkan anemia (Manahan 2001; Sudarmadji et al. 2005; EPA
2015).
Keracunan timbal atau dikenal juga sebagai plumbism, colica pictorum,
saturnism, decon colic, atau painter’s colic adalah kelainan kondisi kesehatan
pada manusia dan hewan vertebrata yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
logam berat Pb dalam tubuh. Keracunan timbal bisa menyerang manusia dari
berbagai usia. Akan tetapi, anak-anak lebih sensitif dibandingkan dengan orang
dewasa karena pusat perkembangan saraf mereka masih berkembang. Pengaruh
timbal pada kesehatan anak sangat banyak termasuk di antaranya mengurangi
perkembangan IQ, hiperaktif, susah dalam belajar, masalah dalam bersikap seperti
kurang peduli dan agresif (Suherni 2010).

3 METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah arang sekam padi yang berasal dari
tungku sekam Departemen Fisika FMIPA IPB, 3-Aminopropiltrimetoksisilan dan

9

glutaraldehida (Sigma Aldrich, St Louise, Amerika Serikat), L-Histidina (Merck,
New Jersey, Amerika Serikat), asam klorida 3M dan 6M, natrium hidroksida 2M
dan 4M, toluena, gas nitrogen, larutan standar (1000 mg/L) Pb, Cd, dan Zn dari
kawat dan dilarutkan dengan menggunakan asam nitrat.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unitronic OR P shaker
water batch (J. P. Selecta, Barcelona, Spanyol), spektrofotometer serapan atom
nyala (FAAS) AA-6800 (Shimadzu, Kyoto, Jepang), FTIR 8400S (Shimadzu,
Kyoto, Jepang), XRD 7000 (Shimadzu, Kyoto, Jepang), pH meter HM-20S (TOA,
Tokyo, Jepang), pengaduk magnet, tanur (Nabertherm, Lilienthal, Jerman), oven
(Memmert, Schwabach, Jerman), cawan porselein, ayakan 200 mesh, alu dan
lumpang, peralatan refluks, desikator, serta peralatan-peralatan kaca yang umum
terdapat di laboratorium kimia.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Februari 2016 di
Laboratorium Kimia Analitik IPB, Laboratorium Bersama Kimia IPB dan Q-Lab
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

Prosedur Penelitian

Pengabuan Arang Sekam Padi
Arang sekam padi dibersihkan dari kotoran kemudian direndam dengan air
panas selama 2 jam dan dikeringkan di dalam oven. Setelah itu arang sekam padi
dihaluskan dan diayak dengan ayakan 200 mesh, selanjutnya arang sekam padi
yang sudah bersih dan kering dimasukkan ke dalam cawan porselein dan diabukan
dalam tungku pengabuan (tanur) pada suhu 400 ºC selama 2 jam dan diteruskan
pada suhu 750 ºC selama 4 jam (modifikasi dari metode Djatmiko dan Amaria
2008; Hikmawati 2010).

Pembuatan Natrium Silikat
Dua puluh gram abu sekam padi yang sudah dicuci dengan 150 mL HCl 6M
dipanaskan sambil diaduk dengan pengaduk magnet dengan putaran 250 rpm dan
suhu 200 ºC selama 2 jam. Selanjutnya dinetralkan dengan akuades panas
berulang-ulang. Hasil pencucian dikeringkan dalam oven. Abu sekam padi bersih
kemudian ditambahkan dengan 158 mL larutan NaOH 4M (stoikiometrik).
Selanjutnya dididihkan sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Setelah larutan

10

menjadi setengah volume, selanjtnya larutan dituangkan ke dalam cawan porselin
dan dilebur pada suhu 500 ºC selama 30 menit. Padatan natrium silikat (Na2SiO3)
yang sudah dingin ditambahkan 200 mL akuades, diaduk dengan pengaduk
magnet dan dibiarkan semalam. Selanjutnya disaring dengan kertas saring
Whatman 42. Filtrat yang diperoleh adalah larutan Na2SiO3 (Mujiyanti et al.
2010; Hikmawati 2010).

Pembuatan Silika Sekam Padi (SS)
Larutan Na2SiO3 sebanyak 20 mL ditempatkan dalam gelas kimia dan
diaduk dengan pengaduk magnet sambil ditambahkan larutan HCl 3 M setetes
demi setetes sampai terbentuk gel yang selanjutnya disimpan selama 24 jam.
Kemudian dicuci dengan akuades panas hingga netral dan dikeringkan dalam
oven pada suhu 120 ºC selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan karakterisasi
dengan FTIR dan XRD (Mujiyanti et al. 2010).

Pembuatan 3-Aminopropilsilika (APS)
Sebanyak 2 g SS yang teraktivasi (dipanaskan pada suhu 160 ºC selama 24
jam) dicampurkan dengan 65 mL APTMS (1% v/v dalam toluena). Campuran
diagitasi selama 24 jam dengan refluks pada suhu 110 ºC. Selanjutnya dipisahkan
dengan sentrifus pada 3000 rpm dan dicuci dengan toluena sebanyak 3 kali. Hasil
yang diperoleh merupakan aminopropilsilika (APS) yang kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 110 ºC selama 12 jam. Selanjutnya dilakukan karakterisasi
dengan FTIR (Vejayakumaran dan Ismail 2008).

Modifikasi L-Histidina pada APS
APS direaksikan dengan 50 mL glutaraldehida (5% v/v dalam larutan
penyangga fosfat 0.1 M pH 8) di bawah kondisi nitrogen selama 90 menit pada
suhu ruang. Selanjutnya campuran disaring, dicuci dengan aquades dan
dikeringkan dalam desikator. Sebanyak 1 gram campuran direaksikan dengan 25
mg L-histidina yang dilarutkan dalam 20 mL larutan penyangga fosfat 0.1 M (pH
5.3). Selanjutnya dibiarkan selama 48 jam pada suhu ruang di bawah kondisi
nitrogen. L-histidina yang telah termodifikasi pada silika (SSLH) dicuci dan
dikeringkan, serta dilakukan karakterisasi dengan FTIR (Malachowski dan
Holcombe 2003).

Penentuan pH, Bobot Adsorben, dan Waktu Kontak Optimum dalam
Penjerapan Ion Logam Pb(II) dengan Menggunakan Metode Permukaan
Respons (RSM)
Kondisi optimum percobaan dilakukan menggunakan metode RSM dengan
model optimasi Central Composite Design (CCD). Metode ini dilakukan dengan
cara memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas yaitu pH, bobot adsorben,
dan waktu kontak pada perangkat lunak statistika Minitab.v.16 English. Dari
hasil analisis menggunakan CCD diperoleh 20 perlakuan percobaan (Lampiran 2).

11

Kondisi optimum ditentukan dengan melihat besarnya nilai % adsorpsi pada
masing-masing kondisi percobaan yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Percobaan dilakukan secara metode lompok dengan mencampurkan 25 ml
larutan ion Pb(II) 100 mg/L dengan sejumlah tertentu adsorben SSLH dalam
erlenmeyer. Campuran ini dikocok pada suhu ruang dengan ragam waktu yang
ditentukan menggunakan shaker otomatis. Ion Pb(II) yang tidak terekstrak
dianalisis dengan FAAS.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Isoterm Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
Sebanyak 25 mL larutan ion logam Pb(II) dengan ragam konsentrasi (50;
100; 200; 300; dan 400 mg/L) dikontakkan dengan 0.1 g SSLH pada shaker batch
menggunakan kondisi optimum. Campuran selanjutnya dipisahkan dengan
senrtifus dan jumlah ion logam dalam filtrat ditentukan dengan FAAS
(Modifikasi metode Djatmiko dan Amaria 2012; Javadian et al. 2014).

Penentuan Selektivitas SSLH
Sebanyak 0.5 g SSLH dalam campuran larutan logam yang mengandung
ion-ion logam Pb, Cd. dan Zn dengan beragam konsentrasi (1:1:1; 2:1:1; 1:2:2)
dikontakkan dengan adsorben pada shaker batch menggunakan kondisi optimum.
Campuran selanjutnya dipisahkan dengan sentrifus dan jumlah ion logam dalam
filtrat ditentukan dengan FAAS. Konsentrasi ion logam dihitung menggunakan
persamaan kurva kalibrasi dari masing-masing logam (Lampiran 3).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sintesis Silika Sekam (SS), Aminopropilsilika (APS), dan Silika
termodifikasi L-Histidina (SSLH)

Silika sekam padi disintesis dengan metode sol-gel dari prekursor Na2SiO3.
Proses pengabuan dengan peningkatan suhu yang bertahap pada suhu 400 ºC
selama 2 jam dan diteruskan pada suhu 750 ºC selama 4 jam bertujuan untuk
memperoleh silika yang lebih murni (Hikmawati 2010). Pelarutan materialmaterial organik dan pengurangan bahan asing berupa oksida-oksida logam
seperti Fe2O, MgO, Na2O, K2O, dan CaO dilakukan dengan mencuci abu sekam
padi dengan HCl 6M (Kalapathy et al. 2000). Dari 40 gram abu, diperoleh ±30
gram abu sekam padi bersih yang kemudian ditambahkan ±252 mL NaOH 4M
(secara stoikiometri). Larutan dibiarkan mendidih hingga setengah volume awal
untuk menguapkan molekul-molekul air yang juga dihasilkan dalam reaksi.

12

Peleburan pada suhu 500 ºC selama 30 menit menghasilkan Na2SiO3 berupa
padatan putih kehijauan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Mujiyanti et
al. (2010) dan Putra (2013). Reaksi pembentukan Na2SiO3 dapat dilihat pada
Persamaan 3. Pada suhu yang tinggi, NaOH meleleh dan terdisosiasi sempurna
membentuk Na+ dan OH-. Atom O pada SiO2 memiliki keelektronegatifan yang
lebih tinggi sehingga Si lebih elektropositif dan terbentuk intermediet [SiO2OH]yang tidak stabil. Dalam hal ini terjadi dehidrogenasi dan OH- yang kedua akan
berikatan dengan hydrogen membentuk air. Dua ion Na+ akan menyeimbangkan
muatan negatif yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO32- sehingga
terbentuk Na2SiO3 (Mujiyanti et al. 2010).
SiO2 + 2NaOH → Na2SiO3 + H2O
Sintesis silika gel dilakukan dengan menambahkan HCl 3M setetes demi
setetes ke dalam larutan Na2SiO3. Hasil reaksi larutan Na2SiO3 (400 mL) dengan
HCl 3M menghasilkan alkogel yang akan mengalami sinerisis bila didiamkan dan
menjadi hidrogel. Hidrogel yang dicuci dan dipanaskan pada akhirnya akan
membentuk xerogel berupa padatan putih sebanyak ±25 gram. Penambahan HCl
menyebabkan terjadinya protonasi gugus Si-O- menjadi Si-OH. Gugus silanol
diserang oleh gugus siloksi dengan bantuan katalis asam untuk membentuk ikatan
siloksan (Si-O-Si). Proses ini terjadi cepat dan terus menerus membentuk jaringan
silika amorf (Sriyanti dan Kristianingrum 2005).
Na2SiO3 + 2HCl + H2O → 2NaCl + Si(OH)4
Tahap ini menjadi sangat penting sebelum memodifikasi silika dengan Lhistidina. Aktivasi silika gel perlu dilakukan untuk menghilangkan kandungan air
yang dijerap oleh silika selama penyimpanan. Proses silanasi dengan pereaksi
silan menggunakan APTMS dan dilakukan dalam suasana non-air menggunakan
pelarut toluena. Campuran diagitasi selama 24 jam dengan refluks dan hasil yang
diperoleh kemudian dicuci dengan toluena untuk melarutkan sisa APTMS yang
tidak bereaksi dengan silika. APS yang telah dihasilkan selanjutnya direaksikan
dengan glutaraldehida dalam larutan penyangga fosfat (pH 8) di bawah kondisi
nitrogen. Glutaraldehida yang akan menjadi penghubung gugus -NH2 pada APS
dan pada L-histidina.
OH
O

Si

O

3-Aminopropilsilika

NH2

O

O

Glutaraldehida

13

OH
O

Si

H
C
N

+

O

O

H2O

OMe

APS-Glutaraldehida

APS-glutaraldehida direaksikan di bawah kondisi nitrogen dengan Lhistidina yang dilarutkan dalam larutan penyangga fosfat (pH 5.3). Gas nitrogen
digunakan untuk membuat kondisi reaksi dalam keadaan inert sehingga
menghindari terjadinya oksidasi oleh oksigen. Dugaan reaksi yang terjadi seperti
reaksi di bawah ini.
+

HN
NH

OH
O

CH2

H
C

Si

N

+

O

O

NH3

CH

O
C
O-

OMe

APS-Glutaraldehida

L-Histidina

+

HN
NH

CH2

OH
O

Si

H
C

H
C

+

CH
N

N

H2O

COO-

O
OMe

SSLH

Analisis Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis
padatan kristalin. Pola difraksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah silika
asal sekam padi (SS). Silika yang diperoleh merupakan serbuk berwarna putih
menunjukkan struktur amorf yang dibuktikan dengan difraktogram XRD pada
Gambar 2. Pola difraksi dari SS pada Gambar 2 menunjukkan pola yang melebar
di sekitar 2θ = 20.15º–22.99º. Difraktogram XRD dengan puncak melebar sekitar
2θ = 20º–22º menunjukkan struktur silika amorf (Kalaphaty et al. 2000; Thuadaij
dan Nuntiya 2008; Mujiyanti et al. 2010; Rohaeti et al. 2010; Gu et al. 2015;
Larichev et al. 2015).

14

Gambar 2 Difraksi sinar-X silika sekam (SS)

Keberadaan silika amorf pada sekam padi membuat silika lebih mudah
diekstrak pada suhu rendah, sehingga Kalaphaty et al. (2000, 2002)
mengembangkan metode rendah energi untuk memproduksi silika dengan
kemurnian yang tinggi. Dalam penelitian ini, silika yang dihasilkan diharapkan
dalam bentuk amorf untuk memudahkan modifikasi gugus siloksan dan silanol.
Hal ini disebabkan oleh silika amorf lebih reaktif dibandingkan dalam bentuk
kristalinnya. Struktur amorf yang tidak teratur menyebabkan energi ikatan
antaratom lemah sehingga membutuhkan energi aktivasi yang lebih kecil dalam
proses modifikasi jika dibandingkan dengan silika dengan stuktur kristal yang
sangat teratur.
Umumnya fasa kristal dalam abu sekam padi bergantung pada temperatur
pengabuan, silika dalam sekam terdapat dalam bentuk amorf dan akan tetap dalam
keadaan tersebut apabila dibakar pada temperatur di bawah 800 ºC (Kalaphaty et
al. 2000; Mujiyanti et al. 2010; Rohaeti et al. 2010; Gu et al. 2015). Sedangkan
apabila pengabuan sekam padi dilakukan pada suhu 800 ºC akan menghasilkan
kristal kristobalit (Nuryono et al. 2004).

Analisis Gugus Fungsi
Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi penciri
SS, APS, maupun SSLH. Berdasarkan pola serapan yang ditunjukkan pada
Gambar 3 menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 3448.49 cm-1
dan 1627.81 cm-1 masing-masing merupakan vibrasi ulur dan vibrasi tekuk gugus
hidroksil (–OH) pada gugus silanol (Si-OH) dan –OH pada molekul air. Vibrasi
ulur silanol dan air ditunjukkan pada daerah 3200–3700 cm-1 (Silverstein et al.
2005; Jiang et al. 2006; Vejayakumaran et al. 2008; Mujiyanti et al. 2010).
Adanya serapan pada daerah 1622–1651 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk gugus –
OH pada gugus silanol (Si-OH) dan –OH pada molekul air (Rahman et al. 2009;

15

Sulastri dan Kristianingrum 2010; Mujiyanti et al. 2010). Puncak serapan di
daerah 1043.42–1215.07 cm-1 merupakan puncak serapan dari vibrasi ulur
asimetris Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si). Menurut Vejayakumaran et al.
(2008) serapan pada daerah 1030-1200 cm-1 merupakan vibrasi ulur asimetris SiO dari gugus Si-O-Si. Serapan pada 956.63 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur
Si-O dari Si-OH. Vibrasi ulur Si-O dari Si-OH terlihat pada daerah 950-970 cm-1
(Vejayakumaran et al. 2008; Sulastri dan Kristianingrum 2010; Mujiyanti et al.
2010). Vibrasi ulur simetri Si-O dari Si-O-Si ditunjukkan dengan puncak serapan
pada bilangan gelombang 800.40 cm-1. Menurut Silverstein et al. 2005; Jiang et al.
2006; Vejayakumaran et al. 2008 serapan pada bilangan gelombang ~800 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi ulur simetri Si-O dari Si-O-Si.

Bilangan gelombang cm-1

Gambar 3 Spektrum FTIR dari silika sekam (SS), Aminopropilsilika (APS),
dan Silika termodifikasi L-histidina (SSLH)

Silika yang telah direaksikan dengan pereaksi silan yaitu APTMS untuk
memasukkan gugus amino (-NH2) menunjukkan adanya perubahan pola serapan.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3450 cm-1 mengindikasikan adanya
tumpang tindih serapan gugus –OH dari Si-OH dan gugus –NH serta –CH.
Menurut Rahman et al. (2009) puncak pada daerah ~3400 cm-1 merupakan
tumpang tindih serapan gugus –NH dan –CH dengan gugus –OH dari Si-OH.
Pada bilangan gelombang 2956.67 cm-1 dan 1475.44 cm-1 terdapat serapan yang
masing-masing menunjukkan vibrasi ulur dan vibrasi tekuk Si-CH2. Serapan pada
daerah 2840–3000 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur Si-CH2, sedangkan
serapan pada daerah 1384–1490 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi tekuk Si-CH2
(Vejayakumaran et al. 2008; Rahman et al. 2009). Dari Gambar 3 terlihat bahwa
intensitas serapan silanol dan siloksan mengalami penurunan dan pergeseran. Hal
ini disebabkan adanya gugus baru yang memodifikasi permukaan silika. Salah
satu penanda penting telah terbentuknya aminopropilsilika (APS) adalah adanya

16

serapan pada bilangan gelombang 1541.02 cm-1. Serapan pada daerah ~1560 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk
amina primer (-NH2) (Jiang et al. 2006;
Vejayakumaran et al. 2008; Rahman et al. 2009; Buhani dan Suharso 2010; Niu et
al. 2013; Radi et al. 2014).
Pada sampel SSLH, modifikasi L-histidina menyebabkan adanya puncak
serapan baru serta pergeseran bilangan gelombang dari gugus-gugus APS. Vibrasi
ulur –CH ditunjukkan dengan adanya serapan pada daerah 3103.25 cm-1. Menurut
Kumar et al. (2010) serapan pada daerah 3090–3109 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi ulur dari gugus –CH pada cincin imidazol. Serapan pada bilangan
gelombang 1712.67–1745.46 cm-1 menunjukkan gugus karboksilat (-COO).
Menurut Luechinger (2005), material yang diimobilisasi dengan asam amino
menunjukkan adanya serapan pada sekitar 1700 cm-1 yang merupakan serapan
gugus karboksilat. Gugus C=C siklik pada gugus imidazol muncul pada bilangan
gelombang sekitar 1610.45 cm-1. Pada daerah sekitar 1600 cm-1 akan muncul
serapan dari C=C aromatik (Silverstein et al. 2005; Sitorus M 2009; Djatmiko dan
Amaria 2012; Nurmasari et al. 2013). Puncak serapan vibrasi ulur –NH2 pada
bilangan gelombang 1521.73 cm-1 terlihat mengalami pergeseran akibat
mengalami tumpang tindih serapan dengan vibrasi –C=N. Pada bilangan
gelombang 1070.42–1128.28 cm-1 terdapat serapan yang menunjukkan vibrasi
gugus –CO. Menurut Silverstein et al. (2005) vibrasi –C=N ditunjukkan dengan
adanya serapan pada daerah 1000–1320 cm-1. Sedangkan gugus penciri silika dan
APS masih dapat terlihat pada spektrum FTIR SSLH dan mengalami pergeseran
bilangan gelombang .

Kondisi Optimum Adsorpsi Pb(II) oleh SSLH
Penentuan kondisi optimum menggunakan RSM mempertimbangkan
hubungan antara peubah-peubah dan respon seperti dicantumkan pada estimasi
koefisien regresi hasil analisis dari peranti lunak Minitab 16 (Lampiran 4). Persen
adsorpsi dan kapasitas adsorpsi merupakan respon yang digunakan untuk melihat
pengaruh dari setiap peubah dan interaksinya. Peubah dengan nilai p < 0.05
mengindikasikan pengaruh signifikan terhadap respon. Berdasarkan hasil yang
ditunjukkan pada Lampiran 2, pengaruh pH, bobot adsorben, dan waktu kontak
dapat dijabarkan melalui persamaan model regresi, yaitu: Y sebagai % adsorpsi
dan kapasitas adsorpsi SSLH terhadap Pb(II), x1 sebagai fungsi pH, x2 sebagai
fungsi bobot adsorben, dan x3 sebagai fungsi waktu kontak.
a. Y sebagai % adsorpsi
Persamaan 7
b. Y sebagai kapasitas adsorpsi
Persamaan 8
Hasil yang diperoleh menunjukkan persen adsorpsi dan kapasitas adsorpsi
SSLH berkisar antara 87%–99% dan 5.34–35.66 mg/g. Hal ini menunjukkan
bahwa adsorben yang telah dibuat mempunyai kemampuan mengadsorpsi ion
logam Pb(II) yang besar. Dari hasil uji pendahuluan diketahui bahwa kemampuan

17

adsorpsi SSLH lebih besar dibandingan dengan SS. Absorbansi dari SSLH dan SS
berturut-turut sebesar 0.0006 dan 0.1956. Absorbansi SS jauh lebih besar yang
menandakan bahwa konsentrasi yang tak terjerap dalam larutan masih banyak
sementara yang terjerap oleh SS sangat sedikit. Akan tetapi perhitungan ke
kapasitas adsorpsi tidak dilanjutkan karena absorbansi yang dihasilkan di luar
kurva standar. Hal ini membuktikan bahwa modifikasi dengan histidina telah
menambah gugus aktif silika yang awalnya hanya siloksan dan silanol. Setelah
direaksikan dengan APTMS dan selanjutnya dimodifikasi dengan histidina
menambah gugus aktif yaitu gugus imidazol.

Contour Plot of % Adsorpsi vs Bobot, pH

Contour Plot of % Adsorpsi vs Waktu, pH

0.5

120

%
Adsorpsi
< 90
90 – 93
93 – 96
96 – 99
> 99

0.4

%
Adsorpsi
< 90
90 – 93
93 – 96
96 – 99
> 99

100

Waktu

Bobot

80
0.3

60

0.2

40

20
0.1
4

5

6
pH

7

8

4

5

6
pH

7

8

Contour Plot of Kapasitas Adsorpsi vs Bobot, pH

Contour Plot of % Adsorpsi vs Waktu, Bobot
120

0.5

%
Adsorpsi
< 90
90 – 93
93 – 96
96 – 99
> 99

100

Kapasitas
Adsorpsi
< 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
> 35

0.4

Bobot

Waktu

80

60

0.3

0.2

40

20
0.1
0.1

0.2

0.3
Bobot

0.4

0.5

4

Contour Plot of Kapasitas Adsorpsi vs Waktu, pH

6
pH

7

8

Contour Plot of Kapasitas Adsorpsi vs Waktu, Bobot
Kapasitas
Adsorpsi
< 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
> 35

100

80

60

40

120

Kapasitas
Adsorpsi
< 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
> 35

100

80
Waktu

120

Waktu

5

60

40

20

20
4

5

6
pH

7

8

0.1

0.2

0.3
Bobot

0.4

0.5

Gambar 4 Kontur plot persen adsorpsi dan kapasitas adsorpsi Pb(II) oleh
S