SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI ADSORBEN RHODAMIN B

(1)

SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI ADSORBEN RHODAMIN B

(Skripsi)

Oleh

Hanif Amrulloh ZA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

SYNTHESIS OF ZEOLITE-BASED RICE HUSK SILICA WITH ELECTROCHEMICAL METHOD AS ADSORBENT RHODAMIN B

By

Hanif Amrulloh ZA

This study was carried out to prepare synthetic zeolite from rice husk silica and aluminum metal using electrochemical method, and to assess the potential of the zeolites produced as adsorbent for Rhodamin B from water after the zeolites were subjected to calcination treatment at 300 oC. To produce zeolites with different compositions, preparation was undertaken at varied pHs of 4, 5, 6, 8, 10 and electrolysis times of 15, 30, 45, 50 minutes. Four zeolites with the highest adsorption capacities were then characterised using SEM-EDS, and the best sample was characterized using BET. The results obtained indicate that selected zeolites are those pepraed at pH 8 and electrolysis time of 30 minutes, pH 4 and electrolysisi time of 15 minutes, pH 10 and electrolysis times of 15 and 30 minutes. The highest adsorption capacity was exhibited by the sample preparaed at pH 8 and time of 30 minutes, with the adsorption capacity of 0.1206 mg/g. This particular sample was found to have the surface area of 79.479 m2/g and pore diameter of 18.387 nm. The adsorption capacity of the zeolite was found to significantly lower than that of rice husk silica, which is 1.0585 mg/g. The main reason for this result is most likely the larger surface area of the silica, which is 380,272 m²/g and pore diameter of 9.934 nm. The results of SEM-EDS analyses cearly indicate that electrochemical variables employed result in different composition of the zeolites as expected.

Key Words : zeolite synthetic, adsorbent, Rhodamin B, silica rice husk, electrochemistry.


(3)

ABSTRAK

SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI ADSORBEN RHODAMIN B

Oleh

Hanif Amrulloh ZA

Dalam penelitian ini telah dilakukan pembuatan zeolit sintetik dari silika sekam padi dan logam aluminium dengan metode elektrokimia, selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai adsorben Rhodamin B setelah dikalsinasikan pada suhu 300

oC. Untuk membuat zeolit dengan komposisi yang berbeda, digunakan variasi pH

4, 5, 6, 8, 10 dan waktu elektrolisis 15, 30, 45, 60 menit. Empat zeolit dengan kapasitas adsorpsi tertinggi selanjutnya dikarakterisasi dengan SEM-EDS, dan sampel dengan kapasitas adsorpsi terbaik dikarakterisasi dengan BET. Hasil yang didapatkan, menunjukkan bahwa zeolit yang digunakan dihasilkan pada pH 8 dan waktu elektrolisis 30 menit, pH 4 dan waktu elektrolisis 15 menit, pH 10 dan waktu elektrolisis 15 dan 30 menit. Kapasitas adsorpsi tertinggi didapatkan dari sampel yang dihasilkan pada pH 8 dan waktu 30 menit, sebesar 0,1206 mg/g. Zeolit yang dihasilkan memiliki luas permukaan 79,479 m2/g dan diameter pori 18,387 nm. Kapasitas adsorpsi zeolit diketahui lebih kecil dibandingkan silika sekam padi, yaitu 1,0585 mg/g. Alasan utamanya adalah karena luas permukaan silika yang lebih besar, yaitu 380,272 m²/g dan diameter pori 9.934 nm. Hasil analisis SEM-EDS menunjukkan bahwa variabel elektrokimia yang dipelajari mempengaruhi komposisi zeolit yang dihasilkan.

Kata Kunci: zeolit sintetik, adsorben, Rhodamin B, silika sekam padi, elektrokimia.


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumi Nabung, 21 tahun silam tanggal 30 April 1993 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak M. S. Zamroni Aly dan Ibu Endah Wahyuni.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 4 Metro Barat Kota Metro dan menyelesaikannya tahun 2004, pendidikan tingkat menengah hingga tahun 2007 di SMP Negeri 3 Kota Metro. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Kota Metro dan menyelesaikannya tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menempuh pendidikan di kampus, penulis pernah menjadi Juara 2 Tingkat Provinsi Lampung Olimpiade Sains Nasional Pertamina (OSN-Pertamina) tahun 2012 Bidang Kimia kategori Teori, Finalis Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Perguruan Tinggi (ONMIPA PT) Bidang Kimia tahun 2013, Juara Bidang Kimia Tingkat Region Sumatera Bagian Selatan Olimpiade Sains Nasional Pertamina (OSN-Pertamina) tahun 2013 Kategori Teori dan Juara Poster Terfavorit Babak Penyisihan Tingkat Provinsi Lampung Olimpiade Sains Nasional Pertamina (OSN-Pertamina) tahun 2013 Kategori Proyek Sains. Aktivitas organisasi penulis dimulai sejak menjadi Kader Muda Himaki tahun


(8)

2010–2011. Penulis juga pernah menjadi Anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himaki FMIPA Unila tahun 2011–2012, Kepala Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himaki FMIPA Unila tahun 2012–2013 dan Ketua Komisi B DPM FMIPA Universitas Lampung tahun 2013–2014.


(9)

(10)

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan

merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu

dengan harta dan dirimu dijalan Allah, yang

demikian itu adalah lebih baikbagimu,

jika kamu mengetahui.”

(Q.S, At Taubah; 41)

“Maka apabila telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”


(11)

SANWACANA

Segala Puji bagi Allah, Rabb semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga, kasih sayang-Nya yang tak terbilang, serta nikmat persaudaraan yang senantiasa terjaga hingga hari ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN

METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI ADSORBEN RHODAMIN B. Shalawat teriring salam semoga tersampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.

Teriring doa nan tulus jazaakumullah khaiiran katsir, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Wasinton Simanjuntak, Ph. D. selaku Pembimbing I penulis atas seluruh dedikasi yang beliau berikan selama menempuh pendidikan di kampus, atas semua kesabaran, keikhlasan, bimbingan dan nasihat yang diberikan hingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan baraakah yang tidak ternilai.

2. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph. D. selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan, serta bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi penulis dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.


(12)

3. Ibu Kamisah D Pandiangan, M. Si. selaku Pembahas dalam penelitian penulis atas semua bimbingan, nasihat, dan kesabaran beliau sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. 4. Ibu Dian Septiani P, M. Si. selaku pembimbing akademik atas nasehat,

bimbingan serta motivasi yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulius menempuh perkuliahan. Semoga Allah melimpahkan baraakah kepada Bapak dan Ibu. 7. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Teriring syukur ananda, matur sembah nuwun kagem Bapak Zamroni Aly lan Ibu Endah Wahyuni, atas seluruh cinta, kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, doa serta semua dedikasi dalam mendidik ananda, semoga Allah membalas cintanya dengan jannah-Nya, aamiin Allahuma aamiin.

9. Adinda Azis Fajar Setiawan dan M. Danang M’aruf serta keluarga besar, atas semua doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teruntuk sahabat terbaikku M. Prasetro Ersa, Hapin Afriyani, S. Si., Mbak Ariyanti, Mbak Kristi Arina, jazaakumullah khairaan jazaa, terima kasih untuk persaudaraan yang berdasar atas ukhuwah. Semoga Allah limpahkan kebaikan kepada antum wa antunna.


(13)

11. Jazaakumullah ahsanul jazaa teruntuk Adinda Vina Ulwiyatul Khajar atas semua doa, dukungan, dan nasihat yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.

12. Rekan kerja penelitian Faradilla Syani, Leni Astuti, Funda Elisya, Mbak Ruth Meta M, S. Si., Mbak Juwita Ratna Sari, S. Si., Mbak Luh Gede Rai P., S. Si., Mbak Nurjanah, S. Si., Bu Laila, S.Si., Bu Rina, S.Pd., serta adik-adik satu bimbingan terima kasih untuk semua kerjasama dan bantuannya.

13. Rekan-rekan Kimia Angkatan 2010 terima kasih untuk persaudaraan, cerita dan kenangan yang dibina selama menempuh pendidikan di kampus.

14. Rekan-rekan SPIK Himaki FMIPA Unila 2012-2013 Fafai, Shifa, Kristi, Ely, Jeje, Ridho, Gegek, Yudha, Yunia dan semua pengurus Himaki FMIPA Unila 2012-2013 terima kasih untuk semua cinta, kekeluargaan, keceriaan dan kerjasama kita.

15. Rekan-rekan DPM FMIPA Unila 2013-2014 Muhammad Chairuddin, Rido Septadinata, Mujiono dan Siti Fadilah terima kasih untuk persaudaraan, keceriaan, kerjasama, dan kebersamaan kita.

16. Rekan-rekan Olimpiade Sains Unila Hapin Afriyani, S. Si., Wesly dan Arinta terima kasih untuk kerjasama dan pengalaman hidup yang tak akan penulis lupakan.

17. Uni Kidas, Mb Liza, Mb Nora, Mas Nomo dan Pak Gani terima kasih atas seluruh bantuan yang diberikan kepada penulis.

18. Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia Angkatan 2008 – 2013. 19. Almamater tercinta, Universitas Lampung.


(14)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan di masa datang. Semoga bermanfaat.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ………. ... 1

A.Latar Belakang ….. ... 1

B. Tujuan Penelitian ……… ... 4

C.Manfaat Penelitian …… ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA . ... 6

A.Zeolit .. ... 6

1. Pengertian Zeolit ... 6

2. Zeolit Alam ... 7

3. Zeolit Sintetik ... 8

B. Silika Sekam Padi .. ... 12

C.Pengolahan Limbah Zat Warna … ... 17

1. Pengolahan Limbah Secara Biologi … ... 18

2. Koagulasi ….… ... 20

3. Adsorpsi ... 21

a. Jenis-Jenis Adsorpsi ... 21

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi ... 23

c. Isoterm Adsorpsi ... 23

1. Isoterm Adsorpsi Freundlich ... 23

2. Isoterm Adsorpsi Langmuir ... 24

D.Elektrolisis …… ... 26

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrolisis ... 27

2. Reaksi pada Elektroda ... 27

3. Hukum Faraday ... 28


(16)

F. Karakterisasi Zeolit ... 29

1. Difraksi Sinar-X (XRD) ... 30

2. Brunauer-Emmett-Teller (BET) ... 32

3. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectrometer (SEM/EDS)……… 36

III. METODOLOGI PENELITIAN ……… ... 40

A.Tempat dan Waktu Penelitian …. ... 40

B. Alat dan Bahan ……….. ... 40

1. Alat-alat yang digunakan ... 40

2. Bahan-bahan yang digunakan ... 41

C.Prosedur Penelitian………. .. 41

1. Preparasi Sekam Padi … ... 41

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi … ... 41

3. Pembuatan Sol Silika Sekam Padi …… ... 42

4. Pembuatan Zeolit dengan Metode Elektrolisis ... 42

5. Karakterisasi Adsorben ... 43

a. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) ... 43

b. Karakterisasi dengan SEM/EDS ... 44

c. Karakterisasi dengan BET ... 45

6. Uji Aktivitas Adsorpsi Zeolit Terhadap Zat Warna Rhodamin B …… ... 45

a. Pembuatan Larutan Standar Rhodamin B … ... 45

b. Studi Adsorpsi ... 46

1. Penentuan Waktu Setimbang ... 46

2. Pengaruh Konsentrasi Awal Rhodamin B ... 47

3. Pengaruh pH ... 47

4. Isoterm Adsorpsi ... 48

7. Pengolahan Data ... 48

a. Penentuan Kapasitas Adsorpsi ... 48

b. Kinetika Adsorpsi ... 49

c. Penentuan Isoterm Adsorpsi ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pengantar ... 52

B. Preparasi Sekam Padi ... 52

C. Ekstraksi Silika Sekam Padi ... 53

D. Pembuatan Sol Silika Sekam Padi ... 55

E. Pembuatan Zeolit dengan Metode Elektrokimia ... 56

F. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Rhodamin B ... 59


(17)

1. Penentuan Adsorben Optimum ... 61

2. Penentuan Waktu Setimbang ... 63

3. Pengaruh Konsentrasi Awal ... 64

4. Penentuan pH Optimum ... 65

5. Kinetika Adsorpsi ... 66

6. Isoterm Adsorpsi ... 67

H. Karakterisasi Adsorben ... 69

1. X-Ray Diffractometer (XRD) ... 69

2. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectrometer (SEM/EDS) ... 70

3. Brunauer-Emmett-Teller (BET) ... 75

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Simpulan ... 80

B. Saran ... 81


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan... 7

2. Rumus oksida beberapa jenis zeolit sintetik... 9

3. Komposisi sekam padi... ... 12

4. Karakteristik silika sekam padi yang dihasilkan dengan dengan metode IPSIT... 17

5. Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia ... 22

6. Hasil sintesis zeolit... 58

7. Hasil uji adsorpsi Rhodamin B dengan silika dan zeolit sintetik... 62

8. Ringkasan perhitungan kinetika orde dua semu adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi... 66

9. Nilai parameter isoterm adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi... 68


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia zeolit ... 6

2. Struktur molekul Rhodamin B ... 18

3. Kurva isotermal Langmuir ... 25

4. Skema alat difraksi sinar-X ... 30

5. Difraksi dari bidang kristal... 32

6. Tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori ... 35

7. Skema alat Scanning Electron Microscope... 36

8. Mikrostruktur zeolit NaP1... 37

9. Hasil analisis EDS kaolin ... 38

10. Sekam padi ... 53

11. Sol natrium silikat ... 54

12. Gel silika sebelum dicuci ... 54

13. Gel silika setelah dicuci ... 55

14. Reaktor sintesis zeolit ... 56

15. Proses sintesis ... 57

16. Mekanisme sintesis zeolit ... 57

17. Panjang gelombang maksimum Rhodamin B ... 59


(20)

19. Proses adsorpsi Rhodamin B ... 61

20. Kurva waktu setimbang adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi ... 63

21. Kurva pengaruh konsentrasi awal adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi ... 64

22. Kurva pH optimum adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi .... 65

23. Kurva model orde dua semu adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi ... 66

24. Kurva isoterm adsorpsi Rhodamin B dengan silika sekam padi ... 67

25. Pola difraksi sinar-x silika ... 69

26. Mikrogram perbesaran 10.000x ... 71

27. Mikrogram perbesaran 50.000x ... 72

28. EDS silika ... 73

29. EDS zeolit sintetik ... 74

30. Kurva dan hasil Multi-Point BET plot silika ... 76

31. Kurva dan hasil Multi-Point BET plot zeolit sintetik ... 77

32. Kurva dan hasil adsorpsi BJH silika ... 78


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu industri yang terus berkembang pesat di Indonesia adalah industri tekstil, yang telah berperan penting untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun sebagai sumber devisa. Permasalahan utama dengan industri ini adalah limbah cair yang jumlahnya sangat besar dan mengandung zat warna tekstil, sehingga memerlukan penanganan yang cermat sebelum limbah dilepas ke

lingkungan bebas, karena zat warna tekstil merupakan senyawa kimia yang sangat stabil dan berbahaya bagi makhluk perairan. Salah satu contoh zat warna yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah Rhodamin B.

Karena masalah zat warna tekstil, berbagai metode penanganan telah

dikembangkan, antara lain dengan penggunaan adsorben (Ahamed et al., 2011), koagulan (Husain et al., 2013), degradasi fotokatalitik (Stephan and Wilhelm, 2006) dan perlakuan biologis (Kuswytasari dan Fitriana, 2013). Dari berbagai metode tersebut, metode adsorbsi telah digunakan secara luas karena penggunaan adsorben relatif sederhana dan mudah diregenerasi (Laksono dkk., 2006). Metode adsorpsi juga relatif murah karena berbagai adsorben dapat diperoleh dengan mudah misalnya karbon aktif (Ahamed et al., 2011; Manurung dkk., 2004),


(22)

lumpur (Zaman dan Huboyo, 2011) dan zeolit alam (Anshari, 2011; Ambarwati, 2005).

Zeolit alam telah dikenal sejak lama sebagai adsorben yang efektif untuk berbagai peruntukan termasuk untuk pengolahan limbah (Anshari, 2011). Namun

demikian, bahan ini memiliki sejumlah kelemahan antara lain mengandung banyak pengotor, komposisi yang beragam serta kristalinitasnya kurang baik. Karena kelemahan tersebut, dewasa ini yang banyak diaplikasikan adalah zeolit sintetik. Zeolit sintetik menjadi perhatian, karena memiliki berbagai keunggulan dibanding zeolit alam, antara lain komposisinya dapat diatur sehingga sifatnya memenuhi persyaratan sesuai dengan penggunaannya, dan memiliki kemurnian yang tinggi karena dapat dihasilkan dari bahan baku yang murni.

Zeolit sintetik dapat dibuat dari berbagai bahan baku, karena komponen utama zeolit adalah silika dan alumina dengan komponen minor berupa kation, terutama alkali misalnya Na dan K (Donahoe and Liou, 1984), dan alkali tanah misalnya Mg dan Ca (Pradhan et al., 2004). Berdasarkan komposisi ini, sifat zeolit sintetik pada dasarnya ditentukan oleh nisbah Si/Al, sehingga nisbah ini dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat zeolit dengan sifat-sifat yang berbeda.

Dewasa ini telah dikenal berbagai jenis zeolit sintetik yang dihasilkan dari bahan baku dan metode pembuatan yang berbeda. Sebagai contoh, Akbar dkk. (2011) melaporkan pembuatan zeolit dengan metode peleburan menggunakan abu sabut sawit, NaOH dan natrium aluminat. Dengan metode yang sama, Sunardi dan Abdullah (2007), membuat zeolit sintetik dari bahan baku abu layang batu bara dan NaOH. Metode lain yang telah digunakan adalah metode hidrotermal dan


(23)

pemanasan dengan microwave dari campuran natrium aluminat dan natrium silikat (Azizi et al., 2012).

Dalam pengembangan zeolit sintetik, silika sekam padi merupakan bahan baku yang sangat potensial karena didukung oleh berbagai faktor. Sekam padi merupakan residu pertanian yang jumlahnya melimpah di Indonesia, termasuk Provinsi Lampung. Sebagai gambaran, data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada tahun 2012 produksi padi mencapai 3 juta ton. Hasil penelitian (Widowati, 2001) menunjukkan, sekitar 20% dari gabah kering adalah sekam, dengan demikian potensi sekam yang ada di Provinsi Lampung ada sekitar 600.000 ton. Hasil penelitian Sharma et al.(1984) juga menunjukkan, bahwa sekam padi mengandung silika sekitar 22%. Dengan demikian, potensi silika sekam padi yang dimiliki Provinsi Lampung mencapai 136.000 ton. Silika sekam padi diketahui larut dalam larutan alkali, sehingga dapat diperoleh dengan mudah menggunakan metode ekstraksi alkalis misalnya dengan NaOH dan KOH (Kalaphathy et al., 2000; Daifullah et al., 2003; Pandiangan dkk., 2009; Pandiangan dkk., 2008; Suka dkk., 2008).

Dikaitkan dengan potensi dan sifat silika sekam padi di atas, dalam penelitian ini digagas untuk membuat zeolit sintetik dengan metode elektrokimia. Metode elektrokimia memiliki beberapa keuntungan yakni prosesnya yang mudah dan sederhana, dikaitkan dari segi bahan baku alumina yang dihasilkan dari proses elektrolisis jauh lebih murah dibandingkan bahan baku alumina lainnya seperti aluminium nitrat.


(24)

Prinsip dasar gagasan ini adalah, elektrolisis logam aluminium yang ditempatkan dalam sol silika sekam padi. Dalam proses ini, logam aluminium akan teroksidasi menjadi kation Al3+, yang akan terlarut secara merata dalam sol silika. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh produk yang sangat homogen. Di samping itu, secara umum telah diketahui bahwa proses elektrokimia dapat dikendalikan dengan mengatur variabel elektrokimia yang diterapkan, dua yang paling utama adalah pH larutan dan waktu elektrolisis. Hal ini berarti, jumlah kation Al3+ yang terbentuk dalam proses elektrolisis dapat diatur dengan mengatur kedua variabel di atas, yang berarti juga bahwa nisbah Si/Al dapat diatur dengan mengatur variabel elektrokimia tersebut.

Sesuai dengan latar belakang yang dipaparkan di atas, masalah utama yang dipelajari dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pH larutan dan waktu elektrolisis terhadap nisbah Si/Al zeolit sintetik yang dihasilkan dan bagaimana hubungan komposisi Si/Al dengan unjuk kerja zeolit sebagai adsorben zat warna tekstil Rhodamin B.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan zeolit sintetik dengan nisbah Si/Al yang berbeda. 2. Mendapatkan informasi tentang pengaruh pH dan waktu elektrolisis

terhadap nisbah Al/Si zeolit sintetik yang dihasilkan.

3. Mendapatkan informasi tentang potensi zeolit sintetik yang dihasilkan sebagai adsoben zat warna tekstil Rhodamin B.


(25)

C.Manfaat Penelitian

1. Membuka peluang untuk mendapatkan nilai tambah dari sekam padi 2. Membuka peluang untuk penanganan zat warna tekstil yang lebih murah


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Zeolit

1. Pengertian Zeolit

Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat berpori terhidrat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5-.

Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom oksigen, menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga yang didalamnya diisi oleh atom-atom logam biasanya logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Breck, 1974; Chetam, 1992; Scot et al., 2003).

Umumnya, struktur zeolit adalah suatu polimer anorganik berbentuk tetrahedral unit TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ dengan atom O berada diantara dua

atom T, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia zeolit (Haag, 1984) Oksigen


(27)

Struktur zeolit memiliki rumus umum Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, dimana M

adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi kation, w adalah banyaknya molekul air per satuan unit sel, x dan y adalah angka total tetrahedral per satuan unit sel, dan nisbah y/x biasanya bernilai 1 sampai 5, meskipun ditemukan juga zeolit dengan nisbah y/x antara 10 sampai 100 (Bekkum et al., 1991). Dewasa ini dikenal dua jenis zeolit, yakni zeolit alam dan zeolit sintetis, namun sekarang zeolit yang paling banyak digunakan adalah zeolit sintesis.

2. Zeolit Alam

Zeolit alam ditemukan dalam bentuk mineral dengan komposisi yang berbeda, terutama dalam nisbah Si/Al dan jenis logam yang menjadi komponen minor, seperti diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan (Subagjo, 1993) No. Zeolit Alam Komposisi

1 Analsim Na16(Al16Si32O96).16H2O

2 Kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O

3 Klinoptilotit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O

4 Erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O

5 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O

6 Heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O

7 Laumonit Ca(Al8Si16O48).16H2O

8 Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O

9 Filipsit (Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O

10 Natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O

11 Wairakit Ca(Al2Si4O12).12H2O

Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan


(28)

metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin (Lestari, 2010). Sebagai produk alam, zeolit alam diketahui memiliki komposisi yang sangat bervariasi, namun komponen utamanya adalah silika dan alumina. Di samping komponen utama ini, zeolit juga mengandung berbagai unsur minor, antara lain Na, K, Ca (Bogdanov et al., 2009), Mg, dan Fe (Akimkhan, 2012).

Terlepas dari aplikasinya yang luas, zeolit alam memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit. Untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan sebagai katalis, adsorben, atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu (Mockovciakova et al., 2007).

3. Zeolit sintetik

Zeolit sintetik adalah zeolit yang dibuat secara rekayasa yang sedemikian rupa sehingga didapatkan karakter yang lebih baik dari zeolit alam. Prinsip dasar produksi zeolit sintetik adalah komponennya yang terdiri dari silika dan alumina, sehingga dapat disintesis dari berbagai bahan baku yang mengandung kedua komponen di atas. Komponen minor dalam zeolit juga dapat ditambahkan dengan mudah menggunakan senyawa murni, sehingga zeolit sintetik memiliki komposisi yang tetap dengan tingkat kemurnian yang tinggi.


(29)

Dengan perkembangan penelitian, dewasa ini telah dikenal beragam zeolit sintetik, dan beberapa diantaranya disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rumus oksida beberapa jenis zeolit sintetik (Georgiev et al., 2009) Zeolit Rumus Oksida

Zeolit A Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O

Zeolit N-A (Na,TMA)2O.Al2O3.4,8SiO2.7H2O TMA – (CH3)4N+

Zeolit H K2O.Al2O3.2SiO2.4H2O

Zeolit L (K2Na2)O.Al2O3.6SiO2.5H2O

Zeolit X Na2O.Al2O3.2,5SiO2.6H2O

Zeolit Y Na2O.Al2O3.4,8SiO2.8,9H2O

Zeolit P Na2O.Al2O3.2-5SiO2.5H2O

Zeolit O (Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.3,5H2O TMA – (CH3)4N+

Zeolit Ω (Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.5H2O TMA – (CH3)4N+

Zeolit ZK-4 0,85Na2O.0,15(TMA)2O.Al2O3.3,3SiO2.6H2O

Zeolit ZK-5 (R,Na2)O.Al2O3.4-6SiO2.6H2O

Dewasa ini zeolit sintetik terus dikembangkan, dengan dua fokus utama yaitu bahan baku dan metode. Dari segi bahan baku utama, digunakan 2 jenis bahan baku yakni bahan baku sintetik dan bahan baku limbah. Wongkasemjit et al. (2002) mensintesis zeolit Analcium (ANA) dan Na-P1 (GIS) dari bahan baku sintetik alumatran dan silatran dengan proses sol-gel dan teknik microwave. Alumatran dan silatran digunakan sebagai prekursor untuk menghasilkan aluminosilikat melalui proses sol-gel. NaCl dan NaOH digunakan sebagai agen hidrolisis. Konsentrasi NaOH mempengaruhi bentuk kristalnya, kristal yang sangat baik terbentuk pada konsentrasi NaOH yang tinggi. Proses pembentukan gel adalah reaksi endotermik. Proses pertumbuhan kristal maksimum diketahui menggunakan differential scanning calorimetry (DSC) terjadi pada suhu 106 oC.

Dengan NaOH/ H2O sebagai agen hidrolisis dan rasio SiO2, Al2O3, Na2O dan H2O


(30)

suhu 110 oC, sedangkan ANA terbentuk pada suhu 130 oC selama 8 jam. Ukuran

partikel yang terbentuk, GIS 4,55 µm dan ANA berukuran 9,96 µm.

Sunardi dan Abdullah (2007) melaporkan telah mensintesis zeolit dengan bahan baku abu layang batu bara dengan metode peleburan menggunakan NaOH serta aplikasinya sebagai adsorben logam merkuri (II). Abu layang dan NaOH dicampur dan dihomogenkan lalu dilebur pada temperatur 550 oC selama 60 menit. Hasil peleburan ditambahkan akuades, diaduk selama 12 jam dan dihidrotermalkan pada temperatur 90 oC selama 24 jam. Hasil karakterisasi menggunakan Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dan X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa telah terbentuk zeolit tipe faujasit. Dengan bahan baku yang sama, Laosiripojana et al. (2010) berhasil mensintesis zeolit dengan metode fusi. Abu layang dicampur dengan NaOH kondisi udara pada suhu 450 oC di dalam furnace. Produk yang dihasilkan dilarutkan dengan akuades kemudian diaduk dengan mesin pengaduk selama 12 jam. Kristal yang dihasilkan dicuci dengan akuades dan dikeringkan semalaman dengan suhu 105 oC. Karakterisasi zeolit menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) diketahui bahwa zeolit hasil sintesis memiliki rumus oksida 1.08Na2O.Al2O3.1.68SiO2.1.8H2O. Luas

permukaan zeolit hasil sintesis diketahui menggunakan X-ray flouresensi (XRF) dan Brunauer-Emmett-Teller (BET) adalah 49-69 m2/g.

Bahan baku lain yang digunakan dalam sintesis zeolit adalah silika sekam padi. Kamarudin et al. (2004) melaporkan telah mensintesis zeolit dari silika sekam padi, mula-mula sekam padi dibakar dalam furnace pada suhu 450, 600 dan 800


(31)

NaOH pada suhu 80 oC selama 2 jam, kemudian dicampurkan dengan gel

(natrium aluminat dan natrium hidoksida) dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 14 jam. Zeolit yang terbentuk dikarakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD), diketahui zeolit yang terbentuk bertipe zeolit Y dan P. Luas permukaan zeolit yang terbentuk dengan analisis adsorbsi nitrogen diketahui 39-211 m2/g, volume pori 0,014-0,075 cm3/g dan rata-rata diameter pori 2,95-6 nm.

Wittayakun et al. (2008) melaporkan telah mensintesis zeolit NaP dan NaY dari silika sekam padi dengan metode hidrotermal. Dalam pelaksanaannya, proses dilakukan secara hidrotermal pada suhu 100 oC dengan rasio optimum dari SiO2,

Al2O3 dan Na2O adalah 10:1:4,6. Parameter yang dipelajari adalah waktu aging

dan waktu kristalisasi. Dari hasil yang diberikan, waktu aging tidak memberikan efek yang besar, akan tetapi perubahan waktu kristalisasi memberikan hasil transformasi yang signifikan. Untuk melihat perubahan transformasi

menggunakan alat X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Micrograph (SEM) digunakan untuk melihat distribusi ukuran partikel, pada kondisi optimum ukuran partikelnya 7-14 µm.

Dengan metode dan bahan yang sama, Yuliyati et al. (2011) mensintesis zeolit ZSM-5 menggunakan templat tetrapropilaluminium bromida (TPABr) dengan variabel yang dipelajari adalah waktu kalsinasi. Sekam padi dikarbonisasi dan dihancurkan hingga berukuran (± 100-300 mesh). Abu yang dihasilkan direfluks dengan asam nitrat, selanjutnya dicampurkan dalam larutan NaOH dan TPABr. Campuran diautoclave pada suhu 200 oC selama 20 menit untuk menghasilkan komposit zeolit-karbon. Kemudian dikalsinasi dengan variasi temperatur


(32)

(400-900 oC) dalam keadaan udara dan argon, dikarakterisasi menggunakan FTIR,

XRD dan SEM-EDX didapatkan komposit zeolit-karbon membentuk ZSM-5 dan kembali ke fasa kristobalit pada suhu kalsinasi 800 oC.

B.Silika Sekam Padi

Sekam padi merupakan hasil samping penggilingan padi tertinggi sekitar 20% (Widowati, 2001). Hasil penelitian Sharma et al. (1984) menunjukkan bahwa dalam sekam padi terkandung silika dengan kadar sekitar 22%, di samping komponen lain seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi sekam padi (Sharma et al., 1984)

Komposisi Kandungan (% Berat) Senyawa-senyawa organik 73,87

Al2O3 1,23

Fe2O3 1,28

CaO 1,24

MgO 0,21

SiO2 22,12

MnO2 0,074

Karena kandungan silikanya yang tinggi, sekam padi merupakan salah satu sumber silika nabati yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif silika mineral sebagai bahan baku pembuatan zeolit sintetik. Potensi ini juga didasarkan pada pemanfaatannya yang luas sebagai bahan baku pembuatan material silika dalam industri dewasa ini. Sebagai gambaran, silika telah dimanfaatkan secara luas untuk pembuatan keramik (Sitorus, 2009; Wittayakun et al., 2011), katalis (Adam et al., 2006), berbagai material komposit (Marlina dkk., 2012; Suka dkk., 2009; Handayani, 2009), dan zeolit sintetik (Prasetyoko dan Putro, 2007).


(33)

Pemanfaatan silika yang demikian luas juga didukung kemudahan untuk memperoleh silika dari sekam padi, yakni dengan cara ekstraksi atau dengan pengabuan.

Suka dkk. (2008) berhasil mengkarakterisasi sekam padi Provinsi Lampung dengan metode ekstraksi. Mula-mula sekam padi dipreparasi, sekam padi direndam dalam air panas selama 2 jam dan dicuci berulang-ulang dengan air panas untuk menghilangkan pengotor organiknya. Kemudian, sekam padi yang telah bersih direndam ke dalam KOH 5% selama 60 menit. Filtrat yang diperoleh diasamkan dengan HCl hingga pH mencapai 7,0. Produk yang dihasilkan

dikarakterisasi dengan FTIR, muncul puncak Si-OH dan Si-O-Si yang

menunjukkan adanya gugus fungsi siloksan, yang mengindikasikan bahwa silika sekam padi merupakan silika reaktif. Sifat reaktif silika ini juga didukung hasil karakterisasi menggunakan XRD, yang menunjukkan bahwa silika adalah amorf dengan fase kristobalit. Karakterisasi dengan EDS menunjukkan unsur unsur yang terkandung, meliputi O, Na, Mg, Al, Si, K, dan Ca. Hasil yang didapatkan, sekam padi yang diekstraksi memiliki kadar silika 40,8% dengan kemurnian sekitar 95,53%.

Dengan metode yang sama, Agung dkk. (2013) mengekstraksi silika dari abu sekam padi. Sekam padi yang bersih dibuat menjadi arang dan dipanaskan dalam furnace selama 4 jam dengan temperatur 700 oC. Abu yang dihasilkan diayak hingga ukurannya 200 mesh. Abu sekam kemudian dilarutkan kedalam larutan KOH dan dipanaskan sampai suhu 85 oC sambil diaduk. Kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan HCl 1 N secara perlahan-lahan hingga pH mencapai 7,0.


(34)

Endapan kemudian disaring dan dioven. Dari hasil yang didapatkan, ekstraksi silika dari abu sekam padi dengan larutan KOH menunjukkan semakin besar waktu dan konsentrasi KOH akan semakin banyak rendemen silika yang

diperoleh. Rendemen pengambilan terbesar yaitu 50,97% pada konsentrasi KOH 10% dengan waktu ekstraksi 90 menit.

Menurut Mittal (1997) reaksi yang terjadi antara SiO2 yang terkandung dalam abu

sekam padi dengan larutan alkali, larutan KOH adalah sebagai berikut: SiO2 + 2KOH  K2SiO3 + H2O

Kemudian, dalam larutan tersebut ditambahkan asam, larutan HCl yang

digunakan untuk mengikat kalium sehingga dihasilkan SiO2. Reaksi yang terjadi

sebagai berikut:

K2SiO3 + 2HCl  SiO2 + 2KCl + H2O

Selain ekstraksi menggunakan alkali, Zulhajri dkk. (2000) mengekstrak silika dari sekam padi dengan cara perendaman di dalam larutan asam klorida dengan

konsentrasi 0%, 1%, 3%, 5%, dan 10% selama 24 jam dilanjutkan dengan

pengabuan pada suhu pemanasan 900 oC selama 2 jam dan pengekstrakan dengan asam nitrat encer. Residu kemudian dipanaskan pada suhu 900 oC selama 2 jam. Asam klorida digunakan, karena cenderung bereaksi dengan oksida logam

sehingga kadar logam dalam sekam padi dapat berkurang. Peningkatan konsentrasi asam klorida dapat meningkatkan kadar (kemurnian) silika yang terdapat pada abu sekam padi sampai 99,68% dengan konsentrasi asam klorida 10%.


(35)

Selain itu, Javed et al. (2010) mempelajari bagaimana pengaruh kalium

permanganat terhadap sekam padi dan kualitas silika amorf yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi. Sekam padi direndam dalam larutan KMnO4 (0,001 N)

pada suhu ruang selama 30 menit dan digunakan sekam padi tanpa larutan

KMnO4 sebagai pembanding. Sekam padi dengan perlakuan dan tanpa perlakuan

kemudian dianalisis dengan SEM dan Thermogravimetric Analyses (TGA). Dari hasil analisis SEM, menunjukkan bahwa selulosa dan zat-zat organik dapat larut ke dalam larutan KMnO4. Analisis TGA dari sekam padi menunjukkan bahwa

degradasi termal dari sekam padi dengan perlakuan relatif lebih cepat dibandingkan dengan sekam padi tanpa perlakuan, yang disebabkan karena adanya pembentukan oksigen dari dekomposisi KMnO4.

Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran dengan furnace pada suhu 750 oC selama 1 jam, dikarakterisasi dengan XRD dan FTIR untuk mengetahui kualitas silika yang dihasilkan. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa ikatan O-Si-O dalam abu sekam padi yang dihasilkan menjadi lemah akibat penambahan kalium permanganat. Dengan analisis XRD menunjukkan bahwa penambahan larutan kalium permanganat ke sekam padi menghasilkan silika amorf kualitas baik.

Karena teknologi dalam pembuatan silika dari sekam padi mengalami

perkembangan dari tahun ke tahun. Sebuah institut di India dengan nama IPSIT (Indian Institute of Science Precipitate Silica Technology) membuat sebuah metode dalam pengendapan silika dari abu sekam padi (Subbukrishna et al.,


(36)

2007), dimana metode ini dapat diaplikasikan dalam skala industri. Secara garis besar, teknologi ini melibatkan tiga proses, seperti disajikan di bawah ini. Digesti

Abu + NaOH (l) Na2O.xSiO2 (l) + Abu tak larut

Presipitasi

Na2O.xSiO2 (l) + CO2 (g) xSiO2(s) + Na2CO3(l)

Regenerasi

Na2CO3(l) + Ca(OH)2(s)  CaCO3(s) + 2NaOH (l)

Dengan metode ini tahap pertama adalah digesti, mula mula abu sekam padi dilarutkan ke dalam larutan NaOH agar terbentuk natrium silikat kemudian disaring dan filtrat yang bersih siap untuk diendapkan. Langkah selanjutnya adalah presipitasi, pada langkah ini bertujuan untuk mengendapkan silika dari larutan natrium silikat. Gas karbon dioksida dengan laju alir tertentu dilewatkan ke larutan silikat. Diaduk terus menerus dan endapan silika disaring dan dicuci dengan air untuk menghilangkan garam anorganik. Filtrat yang dihasilkan digunakan untuk tahap regenerasi.

Regenerasi adalah tahap dimana penambahan kalsium akan bereaksi dengan natrium karbonat membentuk kalsium karbonat dan natrium hidroksida. Filtrat hasil proses pengendapan ditambahkan kalsium dan akan membentuk kalsium karbonat dan natrium hidroksida, kemudian disaring untuk menghilangkan

kalsium karbonat dan larutan natrium hidroksida yang dihasilkan digunakan untuk proses digesti. Kalsium karbonat dicuci dengan air dan dikeringkan, kalsium karbonat dikalsinasi untuk mendapatkan kalsium oksida untuk proses regenerasi


(37)

kembali. Penerapan metode ini menghasilkan silika dengan sifat-sifat seperti disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik silika sekam padi yang dihasilkan dengan dengan metode IPSIT

Sifat Bubuk Amorf

Penampilan Bubuk Putih

Kemurnian >98%

Luas Permukaan Area 50-300 m2/gm Berat jenis kotor 120-400 g / liter Pengurangan pengapian 3,0-6,0% pH dari 5% bubur 6.4 ± 0.5 Kehilangan panas 4.0-7.0%

C.Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil

Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila dibuang ke lingkungan, terutama di daerah perairan. Sebagian besar bahan yang terdapat dalam limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan

mengandung dua gugus fungsi yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil (-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2). Sedangkan beberapa gugus auksokrom yang penting adalah –NH2,


(38)

Salah satu zat warna yang umum digunakan adalah Rhodamin B, yang memiliki struktur kimia seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Struktur molekul Rhodamin B (Ismadji dkk., 2005)

Rhodamin B adalah zat warna berbahaya yang sering digunakan dalam dunia industri. Walaupun Rhodamin B tidak diklasifikasikan berdasarkan

karsinogenitasnya terhadap manusia (IARC, 1987), tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada manusia dan menyebabkan kanker terhadap beberapa hewan percobaan (HSDB, 2002). Lebih lagi, dalam konsentrasi tinggi efek kronis Rhodamin B dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Cahyadi, 2006).

Dalam upaya pengolahan limbah zat warna, beberapa metode telah

dikembangkan, dan secara umum dapat dibedakan menjadi metode biologi, kimia, dan fisika.

1. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri dalam kondisi anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya Aeromonas


(39)

sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada kondisi aerob

diantaranya adalah Plesimonas sp., dan Vibrio sp. (Sastrawidana, 2009). Pada kondisi anaerob, degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu

menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri (Van der Zee, 2002). Hasil uji toksisitas menunjukkan degradasi limbah tekstil pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan limbah awal (Sastrawidana, 2009).

Jamur yang dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna khususnya zat warna azo merupakan jenis jamur pendegradasi kayu diantaranya adalah

Phanerocheate chrysosporium (Shingh et al., 2009), Irpex lacteus (Tavcar et al., 2006), dan Polyporus Rubidus (Dayaram and Dasgupta, 2008). Degradasi menggunakan jamur juga menghasilkan produk toksik meskipun toksisitasnya lebih rendah daripada produk yang dihasilkan dari proses biodegradasi

menggunakan bakteri (Hakala, 2007).

Kelemahan lain dalam pengolahan limbah zat warna secara biologi adalah, karena digunakan mikroorganisme sehingga memerlukan kondisi optimum agar proses biodegradasi berlangsung dengan baik seperti tingkat keasaman (pH) (Ali and Muhammad, 2008) dan lama inkubasi (John et al., 2001).


(40)

2. Koagulasi

Koagulasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah zat warna secara kimia. Prinsip koagulasi adalah proses pengendapan partikel yang tersuspensi dalam air atau limbah cair dengan cara penetralan muatan partikel oleh muatan koagulan yang berlawanan (Viesman and Hammer, 1998). Akibat penetralan muatan ini, partikel polutan dalam air akan menggumpal karena berkurangnya gaya kohesi antar partikel (Gregor et al., 1997). Dalam aplikasinya, koagulasi dapat dibedakan atas koagulasi konvensional dan koagulasi secara elektrokimia atau elektrokoagulasi.

Koagulasi konvensional pada umumnya dilakukan dengan menebar koagulan ke dalam air limbah yang akan diolah untuk menurunkan kekeruhan, warna, senyawa patogen dan kontaminan (Viesman and Hammer, 1998; Eikebrokk, 1999). Proses koagulasi konvensional secara umum berlangsung dengan melibatkan empat mekanisme utama, yakni netralisasi muatan, penjebakan, absorpsi dan interaksi kimia (Thomas et al., 1999). Bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan antara lain adalah alumunium sulfat, Al2(SO4)3 (Gregor et al., 1997);

ferrosulfat hidrat, FeSO4.7H2O; ferri klorida, FeCl3 (Ritter et al.,1999); ferri

sulfat, Fe(SO4)3; dan polialumunium klorida, [Al2(OH)nCl6-n]m (Tumbas et al.,

1999).

Reaksi yang terjadi pada proses koagulasi dengan elektrokimia (elektrokoagulasi) pada dasarnya hampir sama dengan koagulasi konvensional. Hanya saja pada elektrokoagulasi mekanismenya berdasarkan proses elektrolisis. Prinsip dasar metode elektrokoagulasi adalah berdasarkan proses elektrolisis dengan


(41)

menggunakan elektroda sebagai koagulan dan melibatkan berbagai mekanisme untuk menghilangkan polutan yang ada dalam air. Umumnya elektroda yang sering digunakan adalah logam Al (Holt et al., 2002), Fe (Jiang et al., 2002), dan Pt/ I (Buso et al., 1997).

Kelemahan dari metode koagulasi adalah karena prosesnya adalah pengendapan sehingga akan menghasilkan endapan, sehingga semakin banyak limbah yang diproses maka semakin banyak endapan yang dihasilkan dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Dalam proses elektrokoagulasi menggunakan logam, sehingga semakin lama logam yang digunakan akan semakin habis terkikis dan juga membutuhkan energi listrik yang banyak

3. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan pada permukaan suatu adsorben, misalnya adsorpsi zat padat terhadap gas atau zat cair oleh suatu zat padat. Zat yang teradsorpsi disebut sebagai adsorbat dan zat pengadsorpsi disebut adsorben (Kasmadi, 2002).

a. Jenis – Jenis Adsorpsi

Adsorpsi oleh zat padat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia (Adamson, 1990). Adsorpsi fisika umumnya terjadi karena adanya gaya Van der Walls dan berlangsung bolak-balik. Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan teradsorpsi di permukaan adsorben.


(42)

mengakibatkan kemampuan adsorpsi berkurang. Beberapa perbedaan penting antara adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia (Bernasconi et al., 1995)

No. Parameter Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia

1 Adsorbat Semua gas Kecuali gas mulia

2 Jenis ikatan Fisika Kimia

3 Panas adsorpsi 5 – 10 kkal/gr-mol gas 10-100 kkal/gr-mol gas

4 Temperatur operasi Di bawah suhu kritis Di atas suhu kritis 5 Energi aktivasi Kurang dari 1

kkal/gr-mol

10-60 kkal/gr-mol

6 Reversibilitas Reversible Tidak selamanya

reversible

7 Tebal lapisan Banyak (multilayer) Satu (monolayer)

8 Kecepatan adsorpsi Besar Kecil

9 Jumlah zat teradsorpi

Sebanding dengan kenaikan tekanan

Sebanding dengan banyaknya inti aktif adsorben yang dapat bereaksi dengan adsorbat

10 Adsorben Semua jenis Terbatas

Pada adsorpsi kimia, molekul yang teradsorpsi pada permukaan bereaksi secara kimia, sehingga terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan (Adamson, 1990). Ikatan antara adsorben dan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel dan diperlukan energi yang besar untuk melepas adsorbat kembali dalam proses adsorpsi. Pada adsorpsi kimia, umumnya kapasitas adsorpsi akan bertambah dengan

bertambahnya suhu. Kenaikan suhu yang cukup tinggi memungkinkan terjadinya perubahan adsorpsi fisika menjadi adsorpsi kimia.


(43)

b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Adsorpsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni luas permukaan adsorben, ukuran partikel, waktu kontak, dan distribusi ukuran pori. Semakin luas

permukaan suatu adsorben maka semakin banyak adsorbat yang dapat diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel suatu adsorben maka semakin luas permukaan adsorben sehingga adsorpsi semakin efektif. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik sehingga proses adsorpsi akan semakin efektif. Faktor lainnya yakni distribusi pori, distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel adsorben (Danang, 2008).

c. Isoterm Adsorpsi

Adsorpsi sering dirangkaikan dengan istilah isoterm yang menunjukkan hubungan antara aktivitas (konsentrasi) fase cair dari adsorbat dan jumlah adsorbat pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan dalam permukaan adsorben pada suhu tetap. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap

adsorbat sama dengan laju pelepasannya. Persamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich dan Langmuir.

1. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Isoterm yang paling umum digunakan adalah isoterm Freundlich (Jason, 2004). Isotem adsorpsi disebut juga adsorpsi fisika, yang terjadi bila gaya intramolekul


(44)

lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben. Menurut Atkins (1999) pada proses adsorpsi zat terlarut oleh permukaan padatan diterapkan isoterm Freundlich yang diturunkan secara empiris dengan persamaan sebagai berikut:

x/m = k C1/n (1)

Apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi:

log x/m = log k + 1/n log C (2) Keterangan:

x/m = jumlah adsorbat terjerap per satuan bobot adsorben ( g/g adsorben) C = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi

(ppm)

k, n = konstanta empiris

Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason, 2004).

2. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer), panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, dan semua situs permukaannya bersifat homogen.


(45)

Kurva isoterm adsorpsi Langmuir disajikan dalam Gambar 3.

Konsentrasi adsorbat (x/m)

Konsentarsi (C)

Gambar 3. Kurva isotermal Langmuir.

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi.

Adapun persamaan isoterm Langmuir adalah sebagai berikut :

C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, q merupakan konsentrasi adsorbat yang terjerap per gram adsorben, k merupakan konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan q

max merupakan kapasitas adsorpsi

maksimum dari adsorben (Jason, 2004).


(46)

D.Elektrolisis

Elektrolisis adalah proses penggunaan energi listrik menjadi energi kimia. Dalam proses elektrolisis, larutan yang dihasilkan tidak hanya menghantarkan arus listrik, melainkan juga mengalami perubahan kimia. Perubahan kimia yang terjadi selama proses elektrolisis mudah dilihat di sekitar elektroda, walaupun perubahan ini hanya berupa penguraian sederhana (Svehla, 1985).

Aliran listrik melalui suatu konduktor (penghantar) melibatkan perpindahan elektron dari potensial negatif tinggi ke potensial lainnya yang lebih rendah. Mekanisme dari transfer ini tidak sama untuk berbagai konduktor. Dalam penghantar elektronik, seperti padatan dan lelehan logam, penghantaran berlangsung melalui perpindahan elektron langsung melalui penghantar dari potensial yang diterapkan. Dalam hal ini, atom-atom penyusun penghantar listrik tidak terlibat dalam proses tersebut. Akan tetapi penghantar elektrolistrik yang mencangkup larutan elektrolit dan lelehan garam-garam. Penghantaran

berlangsung melalui perpindahan ion-ion baik positif maupun negatif menuju elektroda-elektroda. Migrasi ini tidak hanya melibatkan perpindahan listrik dari suatu elektroda ke elektroda lainnya tetapi juga melibatkan adanya transport materi dari suatu bagian konduktor ke bagian lainnya (Mulyati dan Hendrawan, 2003).


(47)

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrolisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses elektrolisis yaitu kerapatan listrik, waktu, tegangan, kadar keasaman (pH), ketebalan plat, dan jarak antar elektroda (Putero dkk., 2008).

Pemilihan elektroda juga berpengaruh dalam proses elektrolisis. Faktor-faktor yang dipertimbangkan ketika memilih bahan elektroda adalah stabilitas fisik dan kimiawi yang meliputi ketahanan terhadap korosi, pembentukan oksida dan hidrida tertentu, laju dan selektivitas produk yang akan terbentuk, konduktivitas listrik, factor ketahanan dan harga, serta kesesuaian dengan desain sel atau system (Artadi, 2007).

2. Reaksi Pada Elektroda

Apabila listrik dialirkan melalui lelehan senyawa ion maka senyawa ion itu akan diuraikan. Kation direduksi di katoda, sedangkan anion dioksidasi di anoda. Reaksi elektrolisis dalam larutan elektrolit berlangsung lebih kompleks. Spesi yang bereaksi belum tentu kation atau anionnya, tetapi mungkin saja air atau elektrodanya. Hal itu bergantung pada potensial spesi-spesi yang terdapat dalam larutan (Keenan et al., 1984).

Pada proses elektrolisis air dengan elektroda aluminium, pada anoda terjadi oksidasi Al menjadi Al3+ dan pada katoda air mengalami reduksi menghasilkan gas hidrogen (H2) (Holt et al., 2002).


(48)

3. Hukum Faraday

Akibat aliran arus listrik searah ke dalam larutan elektrolit akan terjadi perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834) lewatnya arus 1 F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada suatu elektroda (anoda) dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda) (Mollah et al., 2004).

Hukum Faraday I : Massa zat yang timbul pada elektroda karena elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui larutan.

Keterangan:

W = massa zat yang diendapkan (g) Ar = Massa atom relatif (g/mol) n = valensi ion

t = waktu (detik)

F = bilangan faraday = 96500 C

E.Spektrometer UV-Vis

Prinsip dari spektrometer UV-Vis adalah interaksi elektromagnetik yang dipancarkan oleh sumber energi dengan materi, dimana hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap materi mengakibatkan materi tersebut mengalami transisi elektronik (Fessenden dan Fessenden, 1999). Transisi elektronik yang diserap atau absorbansi tersebut sebanding dengan jumlah senyawa organik yang ada dalam sampel. Senyawa-senyawa yang dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis mampu mengabsorbsi sinar pada panjang gelombang UV 200-380 nm dan UV-Vis pada 380-780 nm (Supriyanto, 1999).


(49)

Spektrofotometer UV-Vis untuk penentuan konsentrasi didasarkan pada hukum Lambert-Beer. Lambert menyelidiki mengenai hubungan antara adsorpsi radiasi dengan panjang gelombang melalui medium yang dapat menyerap cahaya. Bila suatu sinar radiasi monokromatik melewati suatu medium dengan ketebalan tertentu, diketahui bahwa tiap lapisan menyerap radiasi yang dipancarkan dengan jumlah bagian yang sama. Dari hukum Lambert dan Beer dapat dilihat adanya hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi, atau dikenal dengan hukum Lambert-Beer, dimana secara matematis persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

A = ɛ . b . c (5) Keterangan:

A = Absorbansi larutan

ɛ = koefisien ekstingsi molar (serapan molar) (cm-1M-1) b = tebal medium (larutan) (cm)

c = konsentrasi larutan (M)

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan di atas, maka spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk memantau proses adsorpsi zeolit sintetik dalam penelitian ini, karena alat ini dapat memantau perubahan konsentrasi zat warna Rhodamin B setelah proses adsorpsi yang ditunjukkan pada hubungan absorbansi dengan konsentrasi.

F. Karakterisasi Zeolit

Suatu zeolit dapat dikarakterisasi dengan beberapa metode, meliputi struktur fasa menggunakan XRD, morfologi permukaan menggunakan SEM, dan komposisi kimia menggunakan EDS.


(50)

1. Difraksi Sinar –X (XRD)

Sinar –X merupakan suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang berbeda dengan sinar ( = 400-800 nm) yaitu mempunyai panjang gelombang lebih pendek ( ≈ 0,1 nm). Hamburan sinar ini dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembak dengan elektron-elektron kecepatan tinggi dalam tabung vakum (Smallman,1991). Elektron tersebut mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan

menghasilkan radiasi dengan jarak panjang gelombang kontinu yang disebut Bremsstrahlung. Skema alat difraksi sinar –X disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema alat difraksi sinar-X (Callister, 2009)

Secara umum prinsip kerja XRD adalah sebagai berikut :

1. Generator tegangan tinggi (A) berfungsi sebagai catu daya sumber sinar-X (B).

2. Sampel berbentuk pelet (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat diatur.

Ɵ

A B

F G H

H C D E Keterangan :

A. Catu daya B. Sumber sinar-X C. Sampel

D. Tatakan sampel E. Celah

F. Alat pemecah sinar G. Detektor


(51)

3. Berkas sinar-X didifraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F).

4. Intensitas difraksi sinar-X direkam (G) dan ditampilkan dalam bentuk kurva (H) terhadap jarak antar bidang d.

Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X didasarkan pada pola difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi, ukuran panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam kristal, sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi difraksi untuk panjang gelombang sinar-X.

Sinar-X yang didifraksikan oleh setiap kristal mineral bersifat spesifik, dan bergantung bagaimana atom menyusun kisi kristal mineral tersebut serta bagaimana atom sejenis tersusun. Ketika sinar-X menumbuk sampel dan

terdifraksi, maka jarak antar atom pada lapisan permukaan kristal dapat ditentukan berdasarkan hukum Bragg, yaitu :

n = 2d Sin θ (6)

n yakni bilangan bulat dan merupakan tingkat difraksi sinar-X, yakni panjang gelombang yang dihasilkan oleh katoda yang digunakan, seperti Cu Kα = 1,5414 Å, sedangkan d merupakan jarak antara batas lapisan permukaan, dan 


(52)

n. d Sinθ n. d Sinθ

Untuk mengetahui keadaan sinar datang dan sinar refleksi dari difraksi suatu bidang kristal dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Difraksi dari bidang kristal (Callister Jr, 2009)

Selanjutnya, suatu kristal mineral dapat ditentukan strukturnya dengan cara membandingkan pola difraksi yang dihasilkan dengan pola difraksi mineral acuan atau baku.

2. Brunauer-Emmett-Teller (BET)

Luas permukaan, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori merupakan faktor penentu unjuk kerja suatu adsorben. Suatu bahan padat seperti adsorben, memiliki luas permukaan yang dapat dibedakan menjadi luas permukaan eksternal (makroskopik) dan internal (mikroskopik). Luas permukaan eksternal hanya meliputi permukaan luar bahan, sedangkan luas permukaan internal meliputi semua pori-pori kecil, celah, dan rongga pada padatan (Nurwijayadi, 1998).


(53)

Luas permukaan katalis pada penelitian ini ditentukan melalui pengukuran menggunakan Surface Area Analyzer Quantachrome NOVA-1000 versi 2.2 yang didasarkan pada metode BET yaitu adsorpsi dan desorpsi isotermis dari gas yang diserap (nitrogen). Kuantitas gas yang diserap dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan:

W = Berat gas yang diserap (adsorbed) pada tekanan relatif P/Po (g) Wm = Berat gas nitrogen (adsorbed) pada lapis tunggal (g)

P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi (atm) Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi (atm) P/ Po = Tekanan relatif adsorpsi

C = Konstanta energi

Persamaan BET di atas akan merupakan garis lurus apabila dibuat grafik 1/ [W (P/Po – 1)] versus P/Po (Lowell and Shields,1984). Selanjutnya untuk

pengukuran luas permukaan dengan metode BET berdasarkan pada persamaan berikut:

(8) Keterangan:

St = luas permukaan total (m2) Wm = berat gas nitrogen (g)

M = berat molekul dari gas nitrogen (g/mol)

N = bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol)

Acs = luas molekul cross sectional gas nitrogen (16,2 Å)


(54)

Pengukuran luas permukaan spesifik ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

(9)

Keterangan:

S = luas permukaan spesifik (m2/g) St = luas permukaan total (m2) bc = berat cuplikan (g)

Volume total pori adalah volume gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh, untuk menghitung volume total pori digunakan persamaan berikut:

(10)

Keterangan:

Vρ = volume total pori (cc)

Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99 (g) = densitas nitrogen pada 77oK (g/cc)

Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rata-rata jari-jari pori dihitung dari perbandingan volume total pori dan luas permukaan spesifik, dengan menggunakan persamaan berikut:

(11) Keterangan:

rp = rata-rata jari-jari pori (m) Vρ = volume total pori (cc)


(55)

Terdapat enam tipe adsorpsi isotermis pada metode BET bila volume total gas adsorpsi (Va) diplotkan sebagai fungsi P/Po, hasil adsorpsi isotermis tersebut disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori

Tipe I merupakan karakteristik padatan mikropori seperti zeolit, yang

menunjukkan kapasitas adsorpsi yang tinggi dan cepat. Tipe II menunjukkan adsorpsi isotermis pada material atau bahan yang tak berpori, sedangkan pada tipe III untuk bahan yang makropori. Ciri utama isotermis pada tipe IV adalah adanya hysteresis loop dan kenaikan grafik yang tinggi pada P/Po. Isotermis tipe ini umumnya terdapat pada bahan mesopori seperti silika gel. Pada tipe V

menujukkan adsorpsi nitrogen yang rendah pada tekanan relatif rendah, kenyataan ini mengindikasikan bahwa interaksi rendah antara adsorbat dengan adsorben.

Tipe 1

Tipe 5 Tipe 4

Tipe 3 Tipe 2

Tipe 6 Va

Va Va

Va

Va Va

P/Po

P/Po

P/Po P/Po

P/Po P/Po


(56)

Isotermis tipe VI sangat jarang ditemukan, tipe ini dapat dihasilkan pada nitrogen yang diadsorpsi pada karbon spesial (Sing et al., 1985).

3. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectrometer (SEM/EDS)

Untuk melakukan karakterisasi material yang heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer serta menentukan komposisi unsur sampel secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan satu perangkat alat SEM (Scanning Electron Microscope) yang dirangkaikan dengan EDS (Energy Dispersive Spectrometer). Pada SEM

(Scanning Electron Microscope) dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta distribusi pori pada permukaan bahan, sedangkan komposisi serta kadar unsur yang terkandung dalam sampel dapat dianalisis dengan menggunakan EDS (Energy Dispersive Spectrometer) (Goldstein et al., 1981).

Alat ini dilengkapi sumber cahaya yang berupa suatu filamen dan biasanya suatu kawat tungsten seperti ditunjukkan pada Gambar 7.


(57)

Karakterisasi menggunakan SEM-EDS dilakukan melalui adsorpsi isotermis gas oleh padatan sampel. Jumlah molekul gas yang diadsorpsi pada permukaan luar padatan sampel sangat sedikit dibandingkan dengan yang diadsoprsi oleh porinya. prinsip kerja Scanning Electron Microscope, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda (CRT) yang mengatur intensitasnya.

Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari CRT dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus permukaaan target, karena terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997). Contoh foto hasil analisis SEM ditunjukkan pada Gambar 8.


(58)

Pada EDS analisis kualitatif dilakukan dengan cara menentukan energi dari puncak yang ada dalam spektrum dan membandingkan dengan tabel energi emisi sinar-x dari unsur-unsur yang sudah diketahui. Analisis kuantitatif tidak hanya menjawab unsur apa yang ada dalam sampel tetapi juga konsentrasi unsur tersebut.

Untuk melakukan analisa kuantitatif maka perlu dilakukan beberapa proses antara lain meniadakan background, dekonvolusi peak yang bertumpang tindih dan menghitung konsentrasi unsur (Larry and Hanke, 2001). Contoh Hasil EDS ditunjukkan pada Gambar 9.


(59)

Gambar 9 menunjukkan bahwa kaolin memiliki kandungan karbon, oksigen, aluminium, silica, dan indium dengan jumlah karbon sebesar 1,52%; oksigen 65,32%; aluminium 18,48%; silika 14,16%; dan indium sebesar 0,52%.


(60)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Karakterisasi adsorben menggunakan XRD dilakukan di Batan, SEM-EDS dan BET (Brunauer-Emmett-Teller) dilakukan di Institut Teknologi Bandung, Bandung. Analisis uji adsorpsi menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS di Universitas Lampung, Lampung.

B.Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS) JEOL-JSM-6510LV, X-Ray Diffraction (XRD), Brunauer-Emmett-Teller (BET) NOVA-1000 versi 2.2, perangkat elektrokimia, penangas, magnetic stirrer, oven, alat vakum, dan peralatan gelas.


(61)

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sekam padi,

elektroda aluminium, larutan NaOH 1,5%, larutan HNO3 10%, akuades, zat warna

Rhodamin B.

C. Prosedur penelitian

1. Preparasi Sekam Padi

Langkah awal dalam penelitian ini adalah preparasi sampel sekam padi. Sebanyak 100 gram sekam padi direndam dalam air panas selama 2 jam untuk mengekstrak bahan organik larut air yang merupakan bahan pengotor dalam proses ekstraksi silika. Sekam padi kemudian disaring dan dicuci lagi secara berulang dengan cara disiram dengan air panas untuk menghilangkan pengotor bahan organik larut air yang masih diperkirakan menempel pada permukaan sekam padi. Kemudian, sekam padi yang telah bebas dari pengotor

dikeringanginkan dan selanjutnya sekam padi siap digunakan untuk ekstraksi silika.

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi

Metode ekstraksi silika dalam penelitian ini mengadopsi metode ekstraksi yang telah digunakan sebelumnya oleh Daifullah et al. (2004) dan Pandiangan dkk., (2008). Sebanyak 50 gram sekam padi yang telah bebas dari pengotor bahan organik larut air direndam dalam 500 mL larutan NaOH dengan konsentrasi 1,5%


(62)

kemudian dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit. Selanjutnya, sampel disaring dan filtrat yang mengandung silika terlarut ditampung. Untuk

mengendapkan silika, filtrat kemudian ditambahkan larutan asam HNO3 10%

secara bertahap hingga terbentuk endapan silika dalam bentuk gel dan pH pengendapan silika mencapai 7,0. Gel silika kemudian didiamkan (dituakan) selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya gel silika disaring dan dicuci dengan akuades panas di dalam pompa vakum hingga air cucian bersifat netral. Silika yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam dan dihaluskan.

3. Pembuatan Sol Silika Sekam Padi

Sebanyak 20 gram silika sekam padi hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 600 mL larutan NaOH 1,5 % kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan hotplate stirer hingga larut.

4. Pembuatan Zeolit dengan Metode Elektrolisis

Sebanyak 600 mL sol silika yang telah dibuat, dimasukkan ke dalam tabung elektrolisis untuk dielektrolisis dengan menggunakan alumunium sebagai elektroda. Ditambahkan akuades sampai batas tabung elektrolisis (± 1,4 L) dan diatur pHnya dengan variasi 4, 5, 6, 8, dan 10. Kemudian larutan dielektrolisis dengan potensial 8 Volt dalam variasi waktu 15, 30, 45 dan 60 menit. Hasil elektrolisis disaring dan gel yang terbentuk selanjutnya dikeringkan pada suhu


(63)

110 oC selama 24 jam untuk menghilangkan air. Zeolit yang diperoleh selanjutnya digerus hingga menjadi bubuk dan dikalsinasi pada suhu 300 oC.

5. Karakterisasi Adsorben

a. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD)

Pada penelitian ini karakterisasi dengan XRD dilakukan untuk menganalisis struktur kristalografi sampel Zeolit, apakah sampel bersifat amorf atau kristalin. Sumber sinar radiasi menggunakan Kα dari Cu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan XRD adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada kaca, kemudian dipasang pada tempatnya yang berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan bantuan malam (lilin perekat).

2. Sampel yang disimpan dipasang pada sampel holder kemudian dilekatkan pada sampel stand dibagian goniometer.

3. Parameter pengukuran dimasukkan pada softwere pengukuran melalui komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor urut file data.

4. Alat difraktometer dioperasikan dengan perintah “Start” pada menu

komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.


(64)

5. Hasil difraksi dapat dilihat pada komputer dan intensitas difraksi pada sudut 2 tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

6. Sampel dari sampel holder diambil setelah pengukuran cuplikan selesai.

b. Karakterisasi dengan SEM/EDS

Analisis menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan sampel dan ukuran partikel. Analisis menggunakan SEM ini dilakukan pada semua sampel Zeolit yang dihasilkan. Adapun langkah-langkah dalam uji SEM ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada spesimen holder (Dolite, double sticy tape).

2. Sampel yang telah dipasang pada holder kemudian dibersihkan dengan Hand Blower.

3. Sampel dimasukkan dalam mesin couting untuk diberi lapisan tipis yang berupa gold-poladium selama 4 menit sehingga menghasilkan lapisan dengan ketebalan 200-400 Å.

4. Sampel dimasukkan ke dalam Specimen Chamber.

5. Pengamatan dan pengambilan gambar pada layer SEM dengan mengatur pembesaran yang diinginkan.

6. Penentuan spot untuk analisis pada layer SEM. 7. Pemotretan gambar SEM.


(65)

c. Karakterisasi dengan BET

Analisis BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan spesifik, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori sampel adsorben yang digunakan. Karakterisasi ini dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut:

1. Tombol pemilih adsorbat dipastikan pada arah tank.

2. Gas nitrogen dari tabung dialirkan dengan memutar (berlawanan arah jarum jam) kran tabung gas.

3. Listrik dihidupkan dengan menghidupkan stabilizer.

4. Pompa vakum dihidupkan dengan menekan tombol merah pada magnetik kontaktor.

5. Power alat dihidupkan, kemudian ditunggu sampai muncul menu utama pada layar LCD.

6. Pengukuran yang diinginkan dilakukan dengan mengikuti menu program pada layar LCD.

6. Uji Aktivitas Adsorpsi Zeolit Terhadap Zat Warna Rhodamin B

Uji aktivitas adsorbsi zeolit terhadap zat warna Rhodamin B menggunakan metode batch seperti yang dilakukan Sari dan Widiastuti (2010). Meliputi :

a. Pembuatan Larutan Standar Rhodamin B

Pembuatan larutan standar Rhodamin B dilakukan dengan cara, Rhodamin B sebanyak 50 mg dilarutkan kedalam 1 L akuades, sebagai larutan induk. Dari


(66)

larutan ini selanjutnya dibuat larutan standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm dengan metode pengenceran. Selanjutnya absorbansi larutan pada panjang gelombang 552 nm dan diplot terhadap konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar.

b. Studi Adsorpsi

Rhodamin B dengan konsentrasi 50 ppm diambil sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. Kemudian, zeolit sintetik yang dihasilkan dan silika masing-masing sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan diaduk dengan kecepatan 400 rpm selama 1 jam. Campuran di sentrifus dan disaring. Hasil filtrat kemudian dianalisis dengan UV-VIS pada panjang gelombang 552 nm.

Dari semua sampel yang digunakan ditentukan adsorben yang memiliki aktivitas adsorbsi terbaik untuk dilakukan studi adsorbsi selanjutnya, meliputi (i) penentuan waktu setimbang, (ii) mempelajari variabel yang mempengaruhi kinerja adsorpsi yaitu konsentrasi awal adsorbat, (iii) penentuan kinetika adsorpsi dan (iv)

penentuan isoterm adsorpsi.

1. Penentuan Waktu Setimbang

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan pengaruh waktu terhadap jumlah zat warna yang mampu diserap sebagai dasar untuk menentukan waktu penyerapan yang paling optimal. Untuk maksud ini, disiapkan 5 sampel masing-masing sebanyak 2 gram dan Rhodamin B dengan konsentrasi 50 ppm kemudian diaduk


(67)

dengan kecepatan 400 rpm pada waktu yang berbeda yakni 15, 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 menit. Selanjutnya, absorbansi filtrat pada panjang gelombang 552 nm dan diplotkan terhadap waktu untuk mendapatkan kurva adsorpsi. Dari percobaan ini akan diperoleh waktu adsorpsi yang optimum.

2. Pengaruh Konsentrasi Awal Rhodamin B

Untuk mempelajari apakah konsentrasi awal Rhodamin B mempengaruhi kapasitas adsorpsi, dalam penelitian ini akan dilakukan percobaan adsorpsi dengan waktu optimum yang didapatkan percobaan sebelumnya. Konsentrasi awal akan divariasi yakni 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm, selanjutnya dilakukan seperti percobaan sebelumnya. Dari percobaan ini akan didapatkan konsentrasi awal Rhodamin B yang menghasilkan jumlah Rhodamin B yang mampu

diadsorpsi secara maksimal.

3. Pengaruh pH

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan pH yang paling tepat untuk adsorpsi Rhodamin B secara optimal. Untuk maksud ini 4 sampel Rhodamin B dengan konsentrasi paling ideal dari percobaan sebelumnya diatur pHnya hingga menjadi 4, 5, 6, 8, dan 10. Masing-masing sampel kemudian diadsorpsi dengan waktu adsorpsi optimal yang didapatkan sebelumnya. Absorbansi filtrat pada panjang gelombang 552 nm dan dihasilkan pH yang paling tepat untuk adsorpsi.


(1)

HSDB. 2002. Hazardous Substance Data Base. Rhodamine B. U.S. National Library of Medicine

Husain, A., P. A. Saini., and I. Javed. 2013. Physico-chemical treatment of textile mill dye waste by coagulation & flocculation using alum with bentonite clay. J. of Chemical and Pharmaceutical Research. 5(2). pp. 70-73.

IARC. 1987. IARC Monograph on the Evaluation of the Carcinogenic Risks to Humans. Lyon. World Health Organization.

Ismadji, S., A. E. Prasetyo., I. Kurniawan., dan S. B. Hartono. 2005. Adsorpsi Zat Warna Dari Limbah Cair Sintetis Dengan Menggunakan Lumpur Aktif. The 4th National Conference: Design and Application of Technology.

Jason, P. P. 2004. Activated carbon and some applications for the remediation soil and ground water pollution. J. Chem Tech Biotechnology. 70. pp. 180-186. Javed, S. H., S. Naveed., N. Feroze., M. Zafar., and M. Shafaq. 2010. Crystal and

Amorphous Silica from Treated and Untreated Rice Husk. J. of Quality and Technology Management VI. pp. 81 – 90.

Jiang, J.Q., N. Graha., C. Andre., G.H. Kelsalt., and N. Brandon. 2002. Laboratory study of electro-coagulation-flotation for water treatment. Water Research. 36. pp. 4064-4078.

John, T.N., C. H. Robert., and W. R. Clifford. 2001. Biological Treatment of aSynthetic Dye Water and an Industrial Textile Wastewater Containing Azo Dye Compounds. (Thesis). Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg Virginia.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Schultz. 2000. A simple method for production of pure silika from rice hull ash. Biores. Technol. 73. pp. 257.

Kamarudin, K. S. N., L. M. Wah., C. Y. Yuan., H. Hamdan., and H. Mat. 2004. Rice Husk based Zeolite as Methane Adsorbent. Paper presented at 18th Symposium of Malaysian Chemical Engineers. Universiti Teknologi Petronas.Tronoh. Perak.

Karthikeyan, G., K. Anbalagan., and N. M. Andal. 2004. Adsorption dynamics and equilibrium studies of Zn(II) onto chitosan. Indian J chemistry 116. pp. 119-127.

Kasmadi, I. S. 2002. Kajian Sifat Adsorpsi Zeolit terhadap Zat Warna Sintesis Optimasinya. (Skripsi). UNNES. Semarang.

Keenan., C. W. Kleinefelter., and J. H. Wood. 1984. Kimia untuk Universitas. Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka. Erlangga. Terjemahan dari : General College Chemistry.


(2)

Kuswytasari, N. D. dan A. Fitriana. 2013. Potensi Isolat Kapang Koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS Dalam Mendegradasi Pewarna Azo Orange II. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (2). pp. 2337-3520.

Laksono, E. W., I. Jaslin., dan A. K. Prodjosantoso. 2006. Efek pH terhadap Kemampuan Adsorpsi Kitosan dengan Logam. Proseding Seminar Nasional Kimia. pp. 243-247.

Laosiripojana, N., T. Klamrassamee., and P. Pavasant. 2010. Synthesis of Zeolite from Coal Fly Ash: its Application as Water Sorbent. J. Engineering. 14. ISSUE 1 ISSN 0125-8281.

Larry, D. and P. E. Hanke. 2001. Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy in Handbook of Analytical Methods for Materials. Materials Evaluation and Engineering, Inc. pp. 13-14.

Lestari, D. Y. 2010. Kajian modifikasi dan karakterisasi zeolit alam dari berbagai Negara. Prosiding seminar nasional Kimia dan Pendidikan Kimia.

Lowell, S. and J. E. Shields. 1984. Powder Surface Area and Porosity.

Manurung, R., R. Hasibuan., and Irvan. 2004. Perombakan zat warna azo reaktif secara anaerob-aerob. (Karya tulis). Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Marlina, L., I. Sriyanti., F. Iskandar., dan Khairurijal. 2012. Pengaruh Komposisi Sekam Padi dan Nano Silika Terhadap Kuat Tekan Material Nanokomposit. J Penelitian Sains.

Mittal, D. 1997. Silica from Ash: A Valuable Product from Waste Material. Resonance. 2(7). pp. 64-66.

Mockovcˇiakova´, A., M. Matik., Z. Orolı´nova´., P. Hudec., and E. Kmecova. 2007. Structural characteristics of modified natural zeolite. J. Porous Mater. DOI 10.1007 10934-007-9133-3.

Mollah, M. Y. A., P. Morkovsky., J. A. G. Gomes., M. Kesmez., J. Parga., and D. L. Cocke. 2004. Fundamentals, Present and Future Perspectives of Electrocoagulation. J. of Hazardous Materials. B114. pp. 199 – 210.

Mulyati, S. dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisika II. IMSTEP JICA. Nurwijayadi. 1998. Praktek Luas Muka. Batan. Yogyakarta. pp. 1-13.


(3)

Pandiangan, K. D., G. S. Irwan., R. Mita., W. Sony., A. Dian., A. Syukri., dan J. Novesar. 2008. Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi yang Diperoleh dengan Teknik Sol-Gel. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi (SATEK II) Universitas Lampung. pp. III 342- III 353.

Pandiangan, K.D., W. Simanjuntak., I. G. Suka., dan J. Novesar. 2009. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Metode Ekstraksi Silika dari Sekam Padi. P00200900776.

Paya, J. J. Monzo., M. V. Borrachero., A. Mellado., and I. M. Ordonez. 2001. Determination of Amorphous Silica in Rice Husk Ash by a Rapid Analytical Method. Cement and Concrete Research, 31. pp. 227-231

Pradhan, N. C., K. Ojha., and A. N. Samanta. 2004. Zeolite from fly ash: synthesis and characterization. Bull. Mater. Sci. 27 (6). pp. 555–564.

Prasetyoko, D. dan A. L. Putro. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika Pada Sintesis Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. Akta Kimindo 3 (1). pp. 33 – 36.

Putero, S.H., Kusnanto., dan Yusriyani, 2008, Pengaruh Tegangan dan Waktu pada Pengolahan Limbah Radioaktif yang Mengandung Sr-90 Menggunakan Metode Elektrokoagulasi. Proseding Seminar Nasional Ke-14 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854-2910.

Rahmacandran, G. and P. S. Hariharan. 2010. “Decolorization of Textile Effluent-An Overview. J.EI (I). pp. 90.

Ritter, A. V. A., T. Maison., D. Boulange., Rybacky., and J.Y. Buttero. 1999. Removal of natural organic matter by coagulation-floculation: a pyrolisis-GC-MS study. Environmental Science and Technology. 33(17). pp. 3027 –

3032.

Sari, I. P. dan N. Widiastuti. 2010. Adsorpsi Methylen Blue dengan Abu Dasar PT. IPMOMI Probolinggo Jawa Timur dan Zeolit Berkarbon. Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010.

Sastrawidana, I. D. K. 2009. Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System Kombinasi Anaerob-Aerob. Disertasi Doktor Ilmu Lingkungan (Spesialisasi Pencemaran Lingkungan). IPB. Bogor.

Scott, M. A., A. C. Kathleen., and K. D. Prabir. 2003. Handbook of Zeolite Science and Technology. Marcel Dekker, Inc.

Sembiring, S dan P. Karo-Karo. 2007. Pengaruh suhu sintering terhadap

karakteristik termal dan mikrostruktur silika sekam padi. J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007.14 (3). pp. 233 - 239 ISSN 1978-1873


(4)

Setiadi dan A. Pertiwi. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Alam untuk Konversi senyawa ABE menjadi Hidrokarbon. Prosiding Konggres dan Simposium Nasional Kedua MKICS. ISSN : 0216-4183. pp. 1-4.

Sharma, N. K., W. S. Williams., and Zangvil, A. 1984. Formation and structure of silicon carbide whiskers from rice hulls. J. Am. Ceram. Soc. 67. pp. 715-720. Sing, K. S. W., D. H. Everett., R. A. W. Haul., L. Moscou., R. A. Pierotti., J.

Rouquerol., and Siemieniewska. 1985. Reporting Physisorption Data for Gas/Solid Systems with Special Reference to the Determination of Surface Area and Porosity. Pure Applied Chemistry. 57. pp. 603-619.

Singh, M., H. S. Saini., D. K. Sharma., S. S. Chimini., and B. S. Chadha. 2004. Isolation and Characterization of Microorganisms Capable of Decolorizing Various Triphenylmethane Dyes . Basic Microbiol.

Sitorus, T. K. 2009. Pengaruh Penambahan Silika Amorf dari Sekam Padi Terhadap Sifat Mekanis dan Sifat Fisis Mortar. Skripsi. Department fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Smallman, R. E. 1991. Metalurgi Fisik Modern. Edisi Keempat. Gramedia. Jakarta.

Stephan, D. and P. Wilhelm. 2006. Photodegradation of rhodamine B in aqueous solution via SiO2-TiO2 nano-spheres. J. of Photochemistry and Photobiology. Chemistry 185. pp. 19–25.

Subagjo. 1993. Zeolit: Struktur dan Sifat-sifat. Warta Insinyur Kimia 3(7).

Subbukrishna, D. N., K. C. Suresh., P. J. Paul., S. Dasappa., and N. K.S. 2007. Precipitated Silica From Rice Husk Ash by IPSIT Process. 15th European Biomass Conference & Exhibition. Germany.

Suka, I. G., W. Simanjuntak. S. Sembiring., dan E. Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika Sekam PAdi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA. 37 (1). pp. 47-52.

Suka, O. M. G., A. Riyanto., dan S. Sembiring. 2009. Karakteristik Fungsionalitas Borosilikat Berbasis Sekam Padi Akibat Pengaruh Kalsinasi. Prosiding SN SMAP 09.

Sunardi dan Abdullah. 2007. Konversi Abu Layang Batu Bara Menjadi Zeolit dan Pemanfaatannya sebagai Adsorben Merkuri (II). Sains dan Terapan Kimia.1 (1). pp. 1 – 10.

Supriyanto, R. 1999. Pengantar Analisis Spektrometri. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(5)

Susanti, E. 2007. Pengaruh Potensial Terhadap Selektifitas Elektrokoagulasi Limbah Cair Industri Tahu. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Jilid I. Alih Bahasa oleh Setiono. Hadyana Pudjaatmaka. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.

Tavcar, M., K. Svobadora., J. Kupleks., and C. Novonty. 2006. Biodegradation of Organic Azo Dye RO16 in Various Type Of Reactor with Immobilized Irpex lacteus. Acta Chim. pp. 338-343.

Thomas, D.N., S. J. Judd., and G. Fawcell. 1999. Floculation modelling: a review, Water Research, 33 (7). pp. 1579-1592.

Trivana, L. 2013. Sintesis Zeolit X dan Nanokomposit Zaolit/TiO2 dari Kaolin dengan Sekam Padi Sebagai Sumber Silika. (Skripsi). Institut pertanian bogor. Bogor

Tumbas, I. I., B. Dalmacija., Z. Tamas., and E. Karlovic. 1999. The effect of different drinking water treatment processe on the chloroform formation in the reactions of natural organic matter with hypoclorite. Water Research, 33 (18). pp. 3715-3722.

Van der Zee. 2002. Anaerobic Azo Dye Reduction. Thesis. Wageningen University. Netherlands.

Viessman, W. and M. J. Hammer. 1998. Water supply and pollution control. Addison Wesley. Florida.

Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang.

Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio 4(1). pp. 33-38.

Wittayakun, J., K. K. Rintramee., S. S. Prayoonpokarach., J. F. Saceda., and L. De Leon. Rizalinda. 2011. Properties of Silica from Rice Husk Ash and Their Utilization for Zeolite Y Synthesis. Quim. Nova. 34 (8). pp. 1394-1397. Wittayakun, J., P. Khemthong., S. Prayoonpokarach., and S. Khabuanchalad.

2008. Transformation of Zeolite NaY Synthesized from Rice Husk Silica to NaP during Hydrothermal. Suranaree J. Sci. Technol. 15(3). pp. 225-231.


(6)

Wongkasemjit, S., M. Sathupunya., and Gulari. 2002. ANA and GIS zeolite synthesis directly from alumatrane and silatrane by sol-gel process and microwave technique. J. of the European Ceramic Society. 22. pp. 2305– 2314.

Yalcin, N. and V. Sevinc. 2001. Study on Silica Obtained From Rice Husk. J. Cer. 29. pp. 219 – 224.

Yuanita, D. 2009. Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menjadi Stearil Alkohol Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY.

Yuliyati, Y. B., G. Marifah., dan Solihudin. 2011. Synthesis and characterization of carbon-zeolite ZSM-5 composite from the rice husk using tetrapropylammonium bromide template:determination of calcination temperature. Proceedings of the 2nd International Seminar on Chemistry (pp.409-411 ) Jatinangor. ISBN 978-602-19413-1-7.

Zaman, B. dan H. S. Huboyo. 2011. Pemanfaatan Lumpur Panas Sidoarjo Sebagai Adsorben Limbah Zat Warna Tekstil Jenis Reaktif. (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.