Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Ekonomi Desa Berbasis Industri Kreatif Di Desa Wisata Pasir Eurih

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS
STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN EKONOMI DESA
BERBASIS INDUSTRI KREATIF DI DESA WISATA PASIR EURIH”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak di
terbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Widya Amaliah
NIM I34120016

ii
ABSTRAK
WIDYA AMALIAH. Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Ekonomi Desa Berbasis

Industri Kreatif Di Desa Wisata Pasir Eurih. Dibimbing oleh FREDIAN TONNY dan
ZESSY ARDINAL BARLAN.

Perkembangan Desa Wisata Pasir Eurih pada umumnya dikembangkan melalui
pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor industri kreatif yaitu kerajinan
sandal/sepatu dan kuliner. Pengembangan Desa Wisata Pasir Eurih perlu
memperhatikan terkait dengan kelembagaan dalam pengelolaan Desa Wisata Pasir
Eurih. Aspek kelembagaan merupakan komponen penting dalam menunjang
keberhasilan pengembangan desa wisata. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi tingkat kapasitas koperasi desa wisata sebagai kelembagaan
ekonomi lokal di Desa Wisata Pasir Eurih serta hubungan antara tingkat kapasitas
koperasi dan tingkat taraf hidup pengrajin. Selain itu juga penelitian ini juga
bertujuan untuk menganalisis strategi penguatan koperasi sebagai kelembagaan
ekonomi lokal dengan menggunakan metode partisipatif. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode sensus didukung dengan data
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kapasitas kelembagaan berada
tingkat sedang dan taraf hidup pengrajin berada di tingkat sedang. Terdapat
perbedaan taraf hidup pengrajin yang signifikan saat sebelum dan sesudah
menjadi anggota koperasi. Terdapat hubungan antara tingkat kapasitas koperasi
dengan taraf hidup pengrajin.

Kata kunci: desa wisata, ekonomi kreatif, kelembagaan, taraf hidup
ABSTRACT

WIDYA AMALIAH. Analysis of Strategy Institutional Strengthening of
Economy Based on Creative Industries in Pasir Eurih Tourist Village. Supervised
by FREDIAN TONNY and ZESSY ARDINAL BARLAN.
Pasir Eurih Tourism Village development in general is developed through creative
economic development through the creative industries sector, namely craft sandals/ shoes
and culinary. Development of Pasir Eurih Tourism Village need to consider in
institutional management Pasir Eurih Tourism Village. Institutional aspect is an
important component in the success of rural tourism development.This study aimed to
identify the level of tourist village cooperative capacity as the local economic institutions
in the village of Pasir Eurih Travel and cooperative relationship between the level of
capacity and standard of living tingat craftsmen. In addition, this study also aims to
analyze the strategy of strengthening cooperatives as institutions is the local economy by
using participatory methods. This study uses a quantitative approach to the census
method is supported by qualitative data. The results showed the level of institutional
capacity is a medium level and standard of living of artisans are in the medium level.
There are differences in the standard of living craftsmen significant time before and after
a member of the cooperative. There is a relationship between the level of the cooperative

capacity with the standard of living craftsmen.

Keywords: institutional, the creative economy, the living standard, tourist village

iii
ANALISIS STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN EKONOMI DESA
BERBASIS INDUSTRI KREATIF DI DESA WISATA PASIR EURIH

WIDYA AMALIAH
I34120016

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

iv

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Ekonomi
Desa Berbasis Industri Kreatif Di Desa Wisata Pasir
Eurih
: Widya Amaliah
: I34120016

Disetujui oleh

Ir. Fredian Tonny, MS
Pembimbing I


Zessy Ardinal. B, S.KPm, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi berjudul “Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Ekonomi Desa
Berbasis Industri Kreatif Di Desa Wisata Pasir Eurih” ini dengan baik. Laporan skripsi ini
ditujukan untuk mendapat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Abdul Hae dan Ibu Nurlina selaku orangtua dan seluruh keluarga yang selalu
memberikan saran, dukungan dan do‟a yang sangat bermanfaat untuk penulis dalam
menyelesaikan laporan skripsi ini
2. Bapak Ir. Fredian Tonny, MS dan Ibu Zessy Ardinal. B, S.KPm, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran, kritik dan koreksi selama proses
penulisan hingga penyelesaian laporan skripsi ini
3. Kepada pemerintah Desa Wisata Pasir Eurih, Pengurus Koperasi Desa Wisata dan
seluruh pelaku industri kreatif yang merupakan anggota koperasi Desa Wisata di
Desa Wisata Pasir Eurih, serta tokoh masyarakat yang menjadi informan telah
membantu, berbagi cerita, pengalaman hidup serta ilmu kepada penulis.
4. Teman seperjuangan dan sepengasuhan yaitu Almira Devina WP, Widya Kristina
Manik, dan Rizky Anggraini yang senantiasa memotivasi penulis dalam proses
penyelesaian proposal laporan skripsi ini
5. Kepada sahabat-sahabat yang hadir saat susah dan senang yaitu Alia Nisfi Jayanti,
Nurmitha Atmia, Azkiyyatus Syariifah, Sri Agustin, Citra Pratiwi, Nadya Ferdiani,
Atika Aisyarahmi Munzir, Nur Komariah, Tyagita Indahsari, Mona, Vanya, Dijako
Rizki, Yosafat Martunas, Muhamad Syukur, Egi Nuridwan, Dhenny Yuartha, Faiz
Sanad, Liao Sylvia dan Fadhel Zidni yang senantiasa memberikan dukungan berupa

saran, kritik, motivasi, canda, tawa dan do‟a selama proses penyelesaian laporan
skripsi ini
6. Kepada mahasiswa Departemen SKPM seluruh angkatan, khususnya SKPM 49 yang
menemani dalam proses perkuliahan, teman-teman Majalah Komunitas FEMA,
Badan Eksekutif Mahasiswa FEMA Kabinet Mozaik Tosca, Forum Syiar Islam
(Forsia) FEMA dan UKM Center of Development and Entrepreneurship for Youth
(Century) IPB yang selama beberapa tahun ini memberikan pelajaran bermakna
dalam manajemen organisasi dan team work kepada peneliti.
Peneliti mengetahui bahwa laporan skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Bogor, Juni 2016
Widya Amaliah

vi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Masalah Penelitian

4

Tujuan Penelitian

5

Kegunaan Penelitian

5

PENDEKATAN TEORITIS

7

Tinjauan Pustaka


7

Pariwisata dan Desa Wisata

7

Ekonomi dan Industri Kreatif

9

Kelembagaan,Kelembagaan Ekonomi, dan Kapasitas Kelembagaan
Ekonomi
Taraf Hidup

11

Hubungan Tingkat Kapasitas Kelembagaan Ekonomi dengan Taraf
Hidup
Kerangka Pemikiran


15

Hipotesis Penelitian

17

PENDEKATAN LAPANG

19

Metode Penelitian

19

Lokasi dan Waktu penelitian

20

Teknik Pengumpulan Data


20

Teknik Penentuan Informan dan Responden

21

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

21

Definisi Operasional

22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KELEMBAAAN
EKONOMI DESA WISATA PASIR EURIH
Profil Desa Wisata Pasir Eurih

25

14

16

25

Kondisi Geografis dan Demografis

25

Kondisi Sosial dan Ekonomi masyarakat

25

Sarana dan Prasarana

26

Deskripsi Objek Wisata

27

Karakteristik Umum Responden Sebagai Pelaku Industri Kreatif
Subsektor Industri Kerajinan Sepatu dan Kuliner
Kelembagaan Ekonomi Desa Wisata Pasir Eurih

28
29

Kelembagaan Ekonomi Sebagai Wadah Perguliran Modal

29

Kelembagaan Ekonomi Sebagai Wadah Penerapan, Pelestarian,

30

vii
Pengembangan Tradisi dan Pemasaran
HUBUNGAN TINGKAT KAPASITAS KELEMBAGAAN EKONOMI
DESA DAN TARAF HIDUP MASYARAKAT
Tingkat Kapasitas Kelembagaan Ekonomi Desa

33

Taraf Hidup Pengrajin Desa Wisata Pasir Eurih

37

Hubungan Tingkat Kapasitas Kelembagaan dengan Taraf Hidup Pengrajin

49

STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN EKONOMI DESA
BERBASIS INDUSTRI KREATIF DI DESA WISATA PASIR EURIH
SIMPULAN DAN SARAN

53

Simpulan

59

Saran

60

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

65

RIWAYAT HIDUP

96

33

59

viii
DAFTAR TABEL
1.

Penggolongan kelembagaan berdasarkan sektor ditingkat lokalitas

11

2.

Jumlah sarana dan prasarana Desa Wisata Pasir Eurih tahun 2014

26

3.

33

10.

Jumlah dan persentase penilaian responden terhadap tingkat kapasitas
kelembagaan ekonomi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan taraf hidup sebelum
dan sesudah menjadi anggota koperasi desa wisata
Perbandingan total skor taraf hidup responden sebelum dan sesudah
menjadi anggota koperasi desa wisata
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendapatan selama
satu bulan dari hasil usaha kerajinan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan penggunaan
pendapatan hasil usaha kerajinan selama satu bulan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengeluaran konsumsi
(pangan dan non pangan) selama satu bulan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan status kepemilikan
rumah
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi dinding rumah

11.

Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis lantai rumah

42

12.

43

13.

Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan fasilitas
MCK
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis bahan bakar

14.

Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber penerangan

44

15.

Jumlah dan persentase responden berdasarkan perolehan sumber air
bersih
Jumlah dan persentase responden berdasarkan akses terhadap fasilitas
kesehatan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber biaya
pengobatan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenjang pendidikan
terakhir di keluarga
Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber biaya
pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan aset

44

Hubungan tingkat karakteristik kapasitas kelembagaan ekonomi desa
dan taraf hidup masyarakat
Hasil uji korelasi antara hubungan tingkatkapasitas kelembagaan dan
tingat taraf hidup program
Rumusan strategi penguatan koperasi desa wisata sebagai
kelembagaan ekonomi desa
Jadwal pelaksanaan penelitian

49

4.
5.
6.
7.
8.
9.

16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

37
38
39
40
41
41
42

43

45
45
46
47
47

50
56
77

ix
25.

Definisi operasional tingkat kapasitas kelembagaan ekonomi

91

26.

Definisi operasional tingkat taraf hidup

92

DAFTAR GAMBAR
1.

Komponen-komponen dari pranata sosial

11

2.

Kerangka pemikiran strategi penguatan kelembagaan ekonomi lokal
berbasis industri kreatif
Persentase jenis mata pencaharian masyarakat di Desa Wisata Pasir
Eurih
Persentase taraf hidup responden sebelum dan sesudah menjadi
anggota koperasi desa wisata
Perbandingan perubahan kondisi taraf hidup responden dari berbagai
indikator pada tingkat tinggi sebelum dan sesudah menjadi anggota
koperasi desa wisata
Analisis strategi penguatan koperasi desa wisata sebagai
kelembagaan ekonomi desa dengan metode partisipatif

16

3.
4.
5.

6.

26
38
48

53

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Kuesioner penelitian

65

2.

Panduan wawancara mendalam

74

3.

Format catatan harian

75

4.

Peta Desa Wisata Pasir Eurih

76

5.

Jadwal pelaksanaan penelitian

77

6.

Hasil uji coba kuesioner

78

7.

Daftar responden

79

8.

Tulisan tematik

81

9.

Definisi operasional

91

10. Dokumentasi penelitian

95

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang tidak kalah menariknya
bila dibandingkan dengan negara lain. Agar sumber daya tersebut mampu
memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan, kelebihan sumber daya
tersebut perlu diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah. Salah satu
bentuk keseriusan pemerintah dalam pembangunan pariwisata dengan adanya
penetapan Keppres Nomor. 38 Tahun 2005 yang mengamanatkan bahwa seluruh
sektor harus mendukung pembangunan pariwisata Indonesia. Menurut hasil
penelitian Nirwandar (2005), trend pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia
akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke
kawasan Asia-Pasifk dan 100 juta orang akan berkunjung ke Cina. Me jumlah
wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan segala daya
tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya.
Secara demografis hampir kurang lebih 70 % masyarakat Indonesia tinggal
di desa. Mutlak diperlukan suatu pengembangan ekonomi kreatif yang dapat
membantu masyarakat desa untuk meningkatkan keadaan ekonominya tetapi
sekaligus dapat mempertahankan nilai–nilai sosial budaya desa yang mulai
tergeser oleh arus modernisasi. Salah satu ekonomi kreatif yang dapat
dikembangakan dan diperkuat adalah pariwisata. Trend perkembangan pariwisata
dalam beberapa tahun belakangan ini adalah perkembangan model pariwisata
berbasis desa wisata. Istilah desa wisata mengacu pada suatu bentuk integrasi
antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku (Nuryanti 1992). Desa wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik
dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, memiliki arsitektur
bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, kegiatan perekonomian yang
unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai
komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, akomodasi, kuliner, cinderamata,
dan kebutuhan wisata lainnya (Nuryanti 1992).
Pada tahun 2007, pemerintah Indonesia telah mencanangkan program Visit
Indonesia sebagai upaya mempromosikan tujuan pariwisata di Indonesia kepada
wisatawan mancanegara maupun lokal. Dengan adanya kebijakan tentang
kepariwisataan itulah, pengembangan desa-desa wisata di Indonesia mulai
bermunculan. Berdasarkan data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sampai
tahun 2012 di Indonesia terdapat 978 desa wisata. Jumlah ini meningkat tajam
dibanding tahun 2009 yang hanya tercatat 144 desa untuk tujuan pariwisata.
Pembangunan pariwisata pedesaan diharapkan menjadi suatu model pembangunan
pariwisata berkelanjutan sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang pariwisata.
Paradigma pariwisata kerakyatan dalam berbagai bentuknya telah menjadi
paradigma alternatif untuk dapat memberi pemerataan kesejahteraan masyarakat
dan pemberdayaan masyarakat menuju pariwisata yang berkelanjutan. Desa
wisata merupakan bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis
masyarakat dan berkelanjutan. Melalui pengembangan desa wisata diharapkan

2

terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang
berkesinambungan. Di samping itu, keberadaan desa wisata menjadikan produk
wisata lebih bernilai budaya pedesaan sehingga pengembangan desa wisata
bernilai budaya tanpa merusaknya (Dewi et al. 2013)
Proses pengembangan desa wisata perlu memperhatikan aspek
kelembagaan ekonomi untuk pengelolaan desa wisata. Aspek kelembagaan
merupakan komponen penting dalam menunjang keberhasilan pengembangan
desa wisata. Melalui upaya kelembagaan diharapkan pengembangan desa wisata
dapat terus berjalan dan berkelanjutan. Dalam konteks pariwisata, kelembagaan
adalah salah satu komponen penting dalam menunjang keberhasilan pariwisata
dan kelembagaan ekonomi lokal masyarakat adalah lembaga yang cukup kredibel
untuk menjadi agen pembangunan (Inskeep 1991). Keppres Nomor. 38 Tahun
2005 mengamanatkan sektor kelembagaan sebagai penggagas pengembangan
pariwisata yang berbasis kerakyatan (community-based ecotourism development)
agar bisa memperluas tujuan dan mendapatkan dampak konservasi yang lebih
besar dengan cara mengoptimalkan peran dan kerja sama dengan stakeholders
yang lain. Beberapa pendekatan untuk meningkatkan kapasitas dari kelembagaan
desa pedesaan yang berkaitan dengan ekonomi berkelanjutan diantaranya seperti
(1) jaringan informasi dan pasar; (2) kemitraan dengan usaha atau pihak lain; dan
(3) peran pemimpin lokal (Norman Uphoff dan Louise Buck 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Fajar (2012) bahwa kelembagaan desa
merupakan pranata sosial tingkat lokal yang berdiri diantara individu dalam
kehidupan peribadinya dengan lingkungannya, yang tidak hanya berperan
mengatur tata kehidupan masyarakat saja, akan tetapi juga mempunyai peranan
yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa berbagai strategi penguatan
kelembagaan masyarakat dalam pengembangan usaha ekonomi produktif melalui:
(1) penumbuhan usaha ekonomi sesuai karakteristik kemampuan, peluang pasar,
prospektif dan potensi ekonomi lokal, (2) penguatan transaksi usaha ekonomi
rakyat (peningkatan kualitas produk, pengaturan sentra produksi unggulan,
perlindungan pemerintah, jaringan informasi pasar dan kemitraan dengan sektor
usaha besar) dan (3) mengembangkan kemitraan usaha atas dasar saling
menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan. Hasil penelitian
Kuhaja (2014) menunjukan tidak adanya penguatan kelembagaan dalam
pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto mengakibatkan setiap
kegiatan/program wisata menjadi tumpang tindih dan terjadi gap antara
stakeholder dalam mencapai tujuan bersama.
Desa wisata dalam berbagai bentuknya telah menjadi paradigma alternatif
untuk dapat memberi pemerataan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat menuju pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan desa wisata
diharapkan menjadi suatu model pembangunan pariwisata berkelanjutan sesuai
dengan kebijakan pemerintah di bidang pariwisata. Maraknya perkembangan desa
wisata pada umumnya dapat dikembangkan dengan pengembangan potensi
ekonomi kreatif melalui industri kereatif sehingga akan terdapat kesan unik dan
berbeda dari desa wisata lainnya. Ekonomi kreatif melalui pengembangan industri
kreatif dan sektor pariwisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan
dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat.

3

Berdasarkan hasil penelitian Triambodo (2014) bahwa dalam
pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor pariwisata akan mendorong suatu
desa wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif yang akan memberi nilai
tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding dengan desa wisata lainnya
sehingga wisatawan akan merasa lebih tertarik untuk berkunjung ke daerah wisata
yang memiliki produk wisata yang khas. Sinergi antara ekonomi kreatif dengan
sektor pariwisata merupakan sebuah model pengembangan ekonomi yang cukup
potensial untuk dikembangkan. Salah satu isu strategis dalam pengembangan
ekonomi kreatif melalui industri kreatif yaitu adanya penguatan kelembagaan
yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif untuk mendapatkan sumber
dana alternatif, seperti modal ventura atau dana Corporate Social Responsibility
(CSR) (Departemen Perdagangan RI 2008).
Hasil penelitian Triambodo (2014) bentuk penguatan kelembagaan yang
dilakukan Desa Wisata Kerajinan Tenun Dusun Gamplong, menunjukkan strategi
untuk mempertahankan eksistensi desa wisata sebagai sentra kerajinan tenun
dilakukan dengan mengembangkan desa wisata berbasis ekonomi kreatif yang
melibatkan pelaku usaha kerajinan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan
wisata. Kelembagaan yang ada mampu untuk menghubungkan pengurus desa
wisata, pelaku usaha kerajinan dan wisatawan dalam setiap kegiatan wisatanya.
Bentuk penguatan kelembagaan juga dilakukan melalui penguatan struktur
pengelolaan, yakni dengan pembentukan kelompok baru dengan fokus
pengembangan pariwisata, perluasan jaringan informasi dan membentuk relasi
kemitraan.
Hasil penelitian Dani (2013) menunjukan bahwa kesulitan pembiayaan
membuat industri kreatif di Kota Semarang dinilai kurang memiliki daya saing
padahal memiliki jaringan informasi yang luas dan pasar yang tersedia bagi
pelaku industri kreatif. Kelembagaan yang ada juga dinilai belum meningkatkan
industri kreatif di Semarang yang secara signifikan teridentifikasi dari regulasiregulasi yang ada kurang mendorong pengembangan industri kreatif, partisipasi
pemangku kepentingan dan peran pemimpin lokal yang terbilang rendah, kurang
dipertimbangkannya kreativitas dalam pembangunan daerah, rendahnya apresiasi
terhadap orang, karya, wirausaha, dan usaha kreatif lokal.
Salah satu desa wisata di Kabupaten Bogor yang mulai mengembangkan
industri kreatif dalam menarik wisatawan adalah Desa Wisata Pasir Eurih. Desa
Wisata Pasir Eurih dapat dikenal secara perlahan dan menjadi salah satu destinasi
wisata kesenian sunda dan kerajinan bagi para wisatawan. Hal ini menjadi bukti
keseriusan pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengelola industri
pariwisata. Pengembangan Desa Wisata Pasir Eurih merupakan upaya
membangun desa dengan menjunjung tinggi seni dan kebudayaan lokal seiring
dengan banyaknya pergeseran budaya oleh budaya luar negeri. Pesona yang
terdapat di Desa Wisata Pasir Eurih meliputi wisata seni dan kerajinan seperti tari
jaipong, kesenian calung, reog, alat musik bambu, bahkan permainan anak lembur
khas sunda dibudayakan di desa tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut,
menarik bagi penulis untuk menelaah bagaimana strategi penguatan
kelembagaan ekonomi desa berbasis industri kreatif di Desa Wisata Pasir
Eurih?

4

Masalah Penelitian
Industri kreatif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi
kreatif. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan ekonomi berdasarkan pada
keterampilan, kreativitas dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan
daya cipta individu yang bernilai ekonomis yang digerakkan oleh sektor industri
yang disebut industri kreatif. Pemerintah menyadari bahwa ekonomi kreatif yang
berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat,
dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi
Indonesia untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global.
Salah satu bentuk pengembangan ekonomi kreatif melalui industri kreatif yang
berkaitan dengan pengembangan desa wisata sebagai wujud optimisme dan
aspirasi untuk menjadikan desa wisata yang memiliki karakeristik yang khas dan
unik.
Pemerintah Indonesia pun mulai me bahwa berbagai subsektor dalam
industri kreatif berpotensi untuk dikembangkan karena bangsa Indonesia memiliki
sumber daya orang kreatif dan warisan budaya. Salah satu isu strategis dalam
pengembanan ekonomi kreatif adalah dengan adanya kelembagaan yang
mendukung kegiatan ekonomi. Berdasarkan pengolongan sektor kelembagaan di
tingkat lokalitas menurut Uphoff (1992) maka kelembagaan yang terdapat di Desa
Wisata Pasir Eurih termasuk kategori sektor participatory dalam bentuk Koperasi
Desa Wisata yang berfungsi sebagai wadah pemenuhan kebutuhan dasar yang di
lakukan dalam bentuk perguliran modal dan sekaligus wadah penerapan,
pelestarian, pengembangan tradisi dan pemasaran Desa Wisata Pasir Eurih.
Adanya kelembagaan ini merupakan salah satu aspek yang mendukung
pengembangan ekonomi kreatif melalui industri kreatif di Desa Wisata Pasir
Eurih dan berperan mendorong masyarakat lokal untuk berpikiran terbuka dan
mengonsumsi produk kreatif lokal, mendorong terciptanya iklim usaha yang
kondusif dan mendorong peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif.
Hanya saja, ada persoalan umum dimana kelembagaan ekonomi masyarakat
selama ini masih memerlukan pembenahan, terutama dari segi kapasitas sumber
daya maupun kapasitas manajerialnya. Sehingga menimbulkan pertanyaan
mengenai bagaimana tingkat kapasitas kelembagaan ekonomi desa di Desa
Wisata Pasir Eurih?
Maraknya perkembangan desa wisata berdasarkan pengembangan potensi
ekonomi kreatif melalui industri kreatif menimbulkan kesan unik dan berbeda
antar desa wisata lainnya. Pengembangan industri kreatif di Desa Wisata Pasir
Eurih memberikan manfaat yang dapat dihasilkan secara ekonomi dalam rangka
menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan mengentaskan
kemiskinan yang pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal
sebagai bagian dari wujud ketahanan nasional. Oleh karena itu yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara tingkat kapasitas
kelembagaan ekonomi desa terhadap taraf hidup pengrajin di Desa Wisata
Pasir Eurih ?

5

Tujuan Penelitian
Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi penguatan
kelembagaan ekonomi desa berbasis industri kreatif di Desa Wisata Pasir Eurih.
Tujuan spesifik dari penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi tingkat kapasitas kelembagaan ekonomi desa berbasis
industri kreatif di Desa Wisata Pasir Eurih
2. Menganalisis hubungan tingkat kapasitas kelembagaan ekonomi desa terhadap
taraf hidup pengrajin di Desa Wisata Pasir Eurih.
Kegunaan Penelitian

1.

2.

3.

4.

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :
Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai
analisis strategi penguatan kelembagaan ekonomi desa berbasis industri
kreatif di desa wisata. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan
bagi pemerintah dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai
perencanaan pengembagan kawasan desa wisata dengan pengembangan
potensi ekonomi kreatif melalui industri kereatif sehingga akan terdapat kesan
unik dan berbeda dari desa wisata lainnya.
Masyarakat Lokal
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
khususnya untuk pelaku industri kreatif mengenai pengaruh penguatan
kelembagaan ekonomi desa di desa wisata yang berbasis industri kreatif
terhadap manfaat yang diperoleh oleh masyarakat lokal.
Peneliti
Penelitian ini dapat berguna sebagai sarana belajar untuk memahami
permasalahan yang menjadi topik kajian.

6

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pariwisata dan Desa wisata
Pariwisata menurut Sastrayuda (2010) adalah “suatu kegiatan yang secara
langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai
dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata dikatakan mempunyai
pengaruh yang luar biasa, yang membuat masyarakat setempat mengalami
perubahan yang signifikan dalam berbagai aspeknya”. Sejalan dengan perubahan
kebutuhan, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai
terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, ecotourism,
merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk
menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan
(Sastrayuda 2010).
Hasil penelitian Patiyasa (2013) menunjukan pengembangan sektor
pariwisata merupakan salah satu instrumen yang sangat efektif dalam upaya
mendorong pembangunan daerah, pemberdayaan masyarakat, serta dalam upaya
penanggulangan/pengentasan kemiskinan. Pembangunan pariwisata pedesaan
diharapkan menjadi suatu model pembangunan pariwisata berkelanjutan sesuai
dengan kebijakan pemerintah di bidang pariwisata. Pengertian pariwisata secara
umum, merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara
waktu yang di selenggarakan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan
meninggalkan tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud
untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata mata untuk
menikmati kegiatan pertamasyaan atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang
beraneka ragam. Desa wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik
dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, memiliki arsitektur
bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, kegiatan perekonomian yang
unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai
komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, akomodasi, kuliner, cinderamata dan
kebutuhan wisata lainnya. (Nuryanti 1992)
Desa wisata sebagai produk pariwisata berkelanjutan yang melibatkan
masyarakat lokal dapat memberikan manfaat dari berbagai aspek meliputi
ekonomi, ekologis, sosial budaya dan pembangunan. Pengembangan desa wisata
ditinjau dari aspek ekonomi dapat menjadi alat untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan menjadi agen perubah bagi kemajuan pembangunan, dengan
demikian bentuk pengelolaannya akan menjadi sangat penting agar keuntungan
tersebut dapat di rasakan lebih banyak oleh masyarakat lokal dan juga dapat
mengurangi keuntungan ke luar daerah. Pengembangan desa wisata ditinjau dari
aspek ekologis sebagai produk pariwisata dapat melestarikan lingkungan alam dan
melindungi sumber daya alam melalui upaya konservasi sehingga tidak
menimbulkan efek negatif terhadap ekosistem setempat dengan adanya upaya
konservasi. Pengembangan desa wisata merupakan salah satu usaha pariwisata
berkelanjutan yang memberikan manfaat sosial budaya bagi masyarakat terutama
berkaitan dengan nilai-nilai kebersamaan, kekelurgaan, kegotongroyongan.

8

produk pariwisata akan lebih bernuansa nilai-nilai serta pandangan hidup
kebudayaan pedesaan, sehingga dapat mengembangkan pariwisata selaras dan
tanpa merusak kebudayaan yang ada. Dari aspek pembangunan, pengembangan
desa wisata ini akan merangsang pembangunan di pedesaan, menggali potensi
desa yang selama ini kurang atau belum mendapatkan perhatian pemerintah, dan
juga menjadi salah satu usaha untuk menarik pangsa pasar dari domestik maupun
luar domestik. ((Sudiarta 2006); (Putra 2012))
Hasil penelitian Sastrayuda (2010) menunjukan bahwa komponen penting
yang di butuhkan dalam pembangunan pedesaan yang berkelanjutan di bidang
pariwisata yakni (1) gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya yang
dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, (2)
pelibatan atau partisipasi masyarakat setempat, pengembangan mutu produk
wisata pedesaan, pembinaan kelompok pengusaha setempat, (3) prinsip
pengembangan desa wisata sebagai salah satu produk wisata alternatif yang dapat
memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan, (4)
Pemodelan kelembagaan dan sumber daya manusia melalui investasi modal
manusia (human capital), peningkatan kapasitas organisasi, sistem budaya kerja
dan mengurangi sikap konsumtif.
Hasil penelitian dari Patiyasa (2013) menunjukan strategi yang dapat
dilakukan dalam pengembangan desa wisata melalui program-program antaralain:
1. Penataan organisasi pengelolaan Desa wisata
2. Penyusunan aturan (role) dalam bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga kelompok sadar wisata
3. Perencanaan pengembangan atraksi wisata (produk)
4. Penyiapan sarana dan prasarana pengembangan desa wisata
5. Sosialisasi kepada masyarakat
6. Melakukan pemasaran produk desa wisata
7. Membuat program kebersihan desa
Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk
wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan
yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan seperti (1)
memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan
masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya
hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan
kelembagaan desa masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan produk
wisata pedesaan. Bentuk pengelolaan desa wisata pada dasarnya adalah milik
masyarakat yang dikelola secara baik, dengan mempertimbangkan beberapa
aspek penting dalam pengelolaan seperti; (1) aspek sumber daya manusia, (2)
aspek keuangan, (3) aspek material, (4) aspek pengelolaan dan (4) aspek pasar.
Dalam satu wadah organisasi masyarakat yang berbentuk kemitraan, manajemen
korporasi, yayasan atau badan pengelola desa wisata yang unsur-unsur
pengelolaannya direkrut dari kemampuan masyarakat setempat dan lebih
mendahulukan peranan para pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan
atau keterampilan yang dibutuhkan.
Pengembangan desa wisata perlu memperhatikan terkait dengan
kelembagaan dalam pengelolaan desa wisata. Aspek kelembagaan merupakan

9

komponen penting dalam menunjang keberhasilan pengembangan desa wisata.
Penguatan kelembagaan dalam hal ini berarti mengoptimalkan fungsi lokal yang
berfungsi sebagai wadah penerapan, pelestarian, sekaligus pengembangan tradisi
yang ada. Dalam hal ini masyarakat diberikan wewenang untuk menggali sistem
pengetahuan dan nilai-nilai fungsional yang dibutuhkan agar mereka mampu
berpartisipasi dengan tetap berlandaskan pada jati diri dan akar budaya yang
dimilikinya. Seringkali pengembangan kelestarian dan kearifan lokal ini tidak
semata berorientasi sosial-kultural tetapi juga pada dimensi ekonomi seperti
melalui pengembangan pariwisata lokal (Fajar 2012). Pengembangan desa
wisata perlu memperhatikan kelembagaan dalam pengelolaan desa
menuntut adanya atau penguatan kelembagaan atau organisasi sebagai
pelaksana, pengembangan dan pemasaran dalam desa wisata yang
memiliki program kerja yang jelas dan punya kemandirian dalam
pengelolaan sehingga keberadaanya bisa berkelanjutan (Wahab 1996) .
Ekonomi dan Industri Kreatif
Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025,
Departemen Perdagangan RI (2008) menyatakan “konsep ekonomi kreatif
merupakan pengembangan ekonomi berdasarkan pada keterampilan, kreativitas
dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang
bernilai ekonomis, sehingga menitikberatkan pada pengembangan ide dalam
menghasilkan nilai tambahnya”. Industri ekonomi kreatif adalah industri yang
berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Departemen
Perdagangan RI (2008) mengklasifikasikan kategori industri kreatif kedalam 14
sektor yakni :
1. Periklanan
2. Arsitektur
3. TV dan Radio
4. Kerajinan
5. Desain
6. Fashion
7. Musik
8. Software
9. Video, film, fotografi
10. Seni pertunjukan
11. Pasar seni dan barang antik
12. Penerbitan dan percetakan
13. Riset dan pengembangan
14. Permainan interaktif
Tujuh isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui industri
kreatif, meliputi: (1) Ketersediaan sumber daya manusia kreatif (orang kreatifOK) yang profesional dan kompetitif; (2) Ketersediaan sumber daya alam yang
berkualitas, beragam, dan kompetitif; dan sumber daya budaya yang dapat
diakses secara mudah; (3) Industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh, dan
beragam; (4) Ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan
kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur

10

dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Kelembagaan yang
mendukung pengembangan ekonomi kreatif (Departemen Perdagangan RI
2008). Pengembangan ekonomi kreatif melalui industri kreatif akan memberikan
banyak manfaat yang dapat di hasilkan secara ekonomi dalam rangka
menciptakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan yang pada
akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merupakan bagian
dari inti ketahanan nasional. Selain itu dari segi non ekonomi seperti
pengembangan dan pemeliharaan nilai budaya dan warisan budaya, peningkatan
kualitas hidup dan toleransi sosial, peningkatan kepariwisataan, sumberdaya
terbarukan, serta peningkatan terhadap citra dan identitas bangsa.
Hasil penelitian Pusparini (2011) menunjukan untuk mendapatkan hasil
yang optimal dalam pengembangan industri kreatif maka perlu kolaborasi antar
aktor utama dengan starting point dari ketiga aktor utama ini adalah; (1)
Komitmen cendekiawan, bisnis dan pemerintah, koordinasi antara ketiga aktor
secara berkesinambungan, serta mengupayakan sinergi untuk mengembangkan
industri kreatif. Komitmen ini meliputi keterlibatan non finansial dan finansial.
Dalam hal finansial, pembiayaan program pengembangan industri kreatif dapat
dilakukan melalui: APBD, donor lokal dan asing (pemerintah), melalui APBD,
Corporate Social Responsibility, dana R & D (Bisnis), atau alokasi dana riset
(Cendekiawan). Sedangkan secara nonfinansial dapat berupa pelaksanaan
administrasi publik yang lebih cepat dan efisien, komitmen tenaga pendidik
untuk memberikan materi sebaik-baiknya, atau dukungan pelaku usaha untuk
memberikan mentoring kepada pihak yang terkait/berkepentingan; (2)
Membentuk knowledge space bagi industri kreatif dengan menciptakan media
pertukaran informasi, knowledge, skill, teknologi, pengalaman, preferensi dan
lokasi pasar, serta informasi-informasi lainnya.
Dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa, Presiden RI telah
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan
Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Untuk itu dalam rangka menciptakan
lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan diperlukan pengembangan
ekonomi kreatif guna mengatasi jumlah kemiskinan agar tidak semakin
bertambah. Pengembangan ekonomi kreatif banyak ditentukan oleh
perkembangan industri-industri kreatif di tanah air (Lemhannas RI 2012). Salah
satu isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui industri kreatif
yaitu adanya kelembagaan yang mendukung pengembangan ekonomi yang
kreatif. Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan ekonomi
kreatif 2009-2025 bertujuan untuk : (1) pada tahun 2009-2014 mendorong
masyarakat berpemikiran terbuka dan mengkonsumsi produk kreatif lokal; (2)
pada tahun 2015-2019 mendorong terciptanya iklim yang kondusif dan
meningkatnya apresiasi terhadap karya kreatif lokal; (3) pada tahun 2020-2024
mendorong terjadinya peningkatan iklim usaha yang kondusif dan meningkatnya
apresiasi terhadap karya kreatif lokal; dan (4) pada tahun 2025 dapat
memperthankan keseimbangan iklim usaha yang kondusif dan masyarakat
berpemikiran terbuka yang mengkonsumsi karya kreatif lokal (Departemen
Perdagangan RI 2008).
Bangsa Indonesia dapat mewujudkan target pencapaian tersebut jika
semua bersatu, bersama-sama, bergotong royong untuk memperkuat pondasi
pembangunan industri kreatif yaitu; orang kreatif, memperkuat kelembagaan

11

sebagai payung dari pengembangan industri kreatif yang dapat memperkuat lima
pilar pengembangan ekonomi kreatif, yaitu sumber daya alam dan budaya,
industri, pembiayaan, infrastruktur dan teknologi, dan pemasaran (Departemen
Perdagangan RI 2008).
Kelembagaan, Kelembagaan Ekonomi, dan Kapasitas Kelembagaan
Ekonomi
Penggolongan kelembagaan berdasarkan sektor di tingkat lokalitas
menurut Uphoff (1992) (Tabel 1).
Tabel 1 Penggolongan kelembagaan berdasarkan sektor di tingkat lokalitas
Sektor Public
Administrasi
lokal

Pemerintah
lokal

Sektor Participatory
Organisasi
sukarela

Koperasi

Sektor Private
Organisasi
pelayanan

Bisnis

Nirlaba

Laba

Bentuk organisasi
Birokrasi

Politik

Organisasi

Swadaya

Peran individu dalam hubungannya dengan ragam bentuk organisasi lokal
Warga negara

Pemilih

Anggota

Anggota

Klien

Langganan

Sistem
Norma

Kelakuan
Berpola
Personel

Peralatan
fisik

Gambar 1 Komponen-komponen dari pranata sosial
Kelembagaan berkaitan dengan kelakuan berpola dari manusia dalam
kebudayaannya, adapun wujud dari kebudayaan itu berupa wujud ideel, wujud
kelakukan dan wujud fisik dari kebudayaan. Seluruh total dari kelakuan manusia
yang berpola dapat diperinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam hal
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dalam masyarakatnya. Suatu sistem
aktivitas dari kelakuan berpola (wujud kelakuan) beserta komponennya yaitu
sistem norma dan tata kelakuan (wujud ideel) dan peralatannya (wujud fisik dari
kebudayaan), ditambah dengan manusia (personel) yang melaksanakan kelakuan
berpola, hal inilah yang disebut Koentjaraningrat (1979) bahwa kelembagaan
sebagai suatu pranata (Gambar 1).
Teori kelembagaan baru Scoot menggunakan pendekatan kelembagaan
baru dalam mempelajari sosiologi organisasi. Akar teoritisnya berasal dari teori
kognitif, teori kultural, serta fenomenologi dan etnometodologi. Lebih lanjut

12

dijelaskan bahwa terdapat 3 elemen yang disebut dengan pilar yang membangun
lembaga yakni aspek regulatif, normatif, dan aspek kultural-kognitif. Pilar
regulatif menekankan aturan dan pengaturan sanksi, pilar normatif mengandung
dimensi evaluatif dan kewajiban, sedangkan pilar kognitif melibatkan konsepsi
bersama dan kerangka yang menempatkan pada pemahaman makna. Setiap pilar
tersebut memberikan alasan yang berbeda dalam hal legitimasi, baik yang
berdasakan sanksi hukuman, secara kewenangan moral dan dukungan budaya.
Studi lembaga dan organisasi mulai berinteraksi semenjak era 1970-an, yaitu
dengan tumbuhnya perhatian pada pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian
(organizational forms) dan lapangan organisasi (organization fields) (Scott
(1983). Pengertian dari kata kelembagaan adalah suatu sistem badan sosial atau
organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu, aspek
kata kelembagaan memiliki inti kajian kepada perilaku dengan nilai, norma dan
aturan yang mengikuti dibelakangnya (Syahyuti 2006). Menurut Syahyuti (2006)
yang dimaksud lembaga adalah “organisasi atau kaedah-kaedah baik formal
maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat
tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya
untuk mencapai tujuan tertentu”.
Hasil penelitian Kuhaja (2014) menunjukan bahwa diperlukan simplifikasi
dalam pengorganisasiannya dengan membentuk suatu kelembagaan kolaboratif
yang dapat menampung semua kepentingan stakeholders yang ada, baik dalam
hal atraksi, amenity, aksesibilitas maupun promosi sehingga program-program
pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara terpadu. Hasil penelitian
Sastrayuda (2010) menunjukan bahwa kelembagaan masyarakat memiliki
emosional yang tinggi dalam membentuk kerukunan dan kehidupan
masyarakatnya. Prinsip yang harus dimiliki adalah desa yang memiliki
pemerintahan, desa adalah tempat berkumpulnya orang desa dan desa tempat
dimana masyarakat desa menggunakan waktu luang untuk mengenal dan
menghargai potensi desanya (rekreasi), untuk tercapainya kerukunan masyarakat
desa, maka lembaga masyarakat di pedesaan harus bersifat lembaga kerukunan
desa yang dibentuk berdasarkan bottom up dan memiliki kekuatan gotong
royong.
Norman Uphoff and Louise Buck (2006) menjelaskan dalam buku
Strengthening Rural Local Institutional Capacities bahwa pentingnya penguatan
kapasitas kelembagaan desa dan fungsinya dalam mendukung keberlanjutan
kelangsungan hidup melalui jenis layanan fungsional dan dukungan berupa
informasi, penyediaan langsung, akses yang difasilitasi, serta membuat
lingkungan yang menguntungkan. Beberapa pendekatan untuk meningkatan
kapasitas dari kelembagaan desa pedesaan yang berkaitan dengan ekonomi
berkelanjutan diantaranya diantaranya seperti; (1) jaringan informasi dan pasar;
(2) kemitraan dengan usaha atau pihak lain; serta (3) peran pemimpin lokal.
Menurut Pambudiarto (2008), penguatan kapasitas kelembagaan adalah “suatu
proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem
masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku untuk : 1) meningkatkan
kemampuan individu dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap; 2)
meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen,

13

finansial dan kultur; 3) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan".
Hasil yang diharapkan dengan adanya penguatan kapasitas adalah : 1)
penguatan individu, organisasi dan masyarakat; 2) terbentuknya model
pengembangan kapasitas dan program; 3) terbangunnya sinergisitas pelaku dan
kelembagaan (Pambudiarto 2008). Hasil penelitian Fajar (2012) menunjukan
berbagai strategi penguatan kelembagaan masyarakat dalam pengembangan
usaha ekonomi produktif melalui: (1) penumbuhan usaha ekonomi sesuai
karakteristik kemampuan, peluang pasar, prospektif dan potensi ekonomi lokal,
(2) penguatan transaksi usaha ekonomi rakyat (peningkatan kualitas produk,
pengaturan sentra produksi unggulan, perlindungan pemerintah, jaringan
informasi pasar dan kemitraan dengan sektor usaha besar) dan (3)
mengembangkan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, saling
memperkuat, dan saling membutuhkan.
Fungsi dari kelembagaan ekonomi adalah (1) sebagai pedoman untuk
melakukan pertukaran barang/barter dan jual beli barang; (2) sebagai pedoman
untuk mendapatkan bahan pangan; (3) sebagai pedoman untuk menggunakan
tenaga kerja dan cara pengupahan; (4) sebagai pedoman tentang cara pemutusan
hubungan kerja; (5) mengatur kehidupan sosial dan ekonomi; serta (6) memberi
identitas diri bagi masyarakat (Uphoff and Louise Buck 2006). Adapun strategi
penguatan kelembagaan desa dalam pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan
dapat mengembangkan peran dan fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar
yang di lakukan dalam bentuk santunan maupun perguliran modal. Fajar (2012)
menjelaskan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar ini dapat di kembangkan
institusi–institusi lokal semacam lumbung pedesaan, koperasi primer yang telah
ada, yayasan sosial, yayasan pendidikan maupun usaha untuk mengembangkan
lembaga keuangan pedesaan.
Selain itu strategi penguatan kelembagaan masyarakat dalam pelestarian
tradisi dan kearifan lokal menurut Fajar (2012) dalam hal ini berarti
mengoptimalkan fungsi lokal yang berfungsi sebagai wadah penerapan,
pelestarian, sekaligus pengembangan tradisi yang ada. Sedangkan kaitannya
strategi penguatan kelembagaan masyarakat dalam pengambilan keputusan
pengelolaan pembangunan menurut Fajar (2012) dalam hal ini kelembagaan
desa memiliki fungsi dan peran yang optimal, maka seharusnya lebih
meningkatkan kontribusi dan perannya dalam pengelolaan pembangunan
meliputi kegiatan: (1) perumusan visi dan misi, (2) pengkajian potensi dan
modal sosial, (3) melaksanakan dan mengendalikan program, (4) melakukan
evaluasi dan refleksi bersama terhadap pelaksanaan program, dan (5) menyusun
Rencana Tindak Lanjut (RTL) program.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajar (2012) menunjukan manfaat yang di
peroleh masyarakat dalam usaha penguatan kelembagaan masyarakat dalam
pengembangan usaha ekonomi produktif meliputi : (1) peningkatan pendapatan;
(2) peningkatan krativitas dan produktifitas; (3) peningkatan pengetahuan dan
keterampilan; (4) pemeliharaan nilai budaya dan warisan budaya. Penelitian
yang dilakukan oleh Nasrul, dkk. (2015) yang mengidentifikasi dukungan modal
sosial dari kelembagaan desa dalam melindungi pasar tradisional gambir dengan
menggunakan teori modal sosial Putnam (1993) yang menjelaskan bahwa modal

14

sosial terdiri dari aspek kepercayaan, jaringan informasi dan aturan yang disertai
sanksi dapat digunakan untuk menelaah kekuatan jaringan antar masing-masing
kelembagaan yang terlibat dalam pasar tradisional gambir di masing-masing
nagari.
Hasil penelitian Kuhaja (2014) menunjukan bahwa diperlukan simplifikasi
dalam pengorganisasian dalam pengembangan pariwisata dengan membentuk
suatu kelembagaan kolaboratif yang dapat menampung semua kepentingan
stakeholders yang ada baik dalam hal atraksi, amenity, aksesibilitas maupun
promosi sehingga program-program pengembangan pariwisata
Pantai
Wonokerto dapat dilakukan secara terpadu. Kelembagaan ekonomi lokal,
memiliki kontribusi strategi sebagai wadah dalam menggerakkan potensi
ekonomi lokal. Kerapuhan usaha ekonomi rakyat selamat ini, disebabkan belum
adanya kolaborasi efektif dari berbagai usaha ekonomi yang ada, agar efisien
dalam mengelola, efektif dalam mengembangkan usaha, dan optimal dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu dalam rangka
penguatan kelembagaan ekonomi lokal perlu dikembangkan berbagai kerjasama
efektif antar pelaku usaha ekonomi di desa.
Taraf Hidup
Konsep taraf hidup menurut Sukirno (1985) adalah “sesuatu yang bersifat
subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan, dan cara hidup
yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai yang berbeda pula terhadap
faktor-faktor yang menentukan kualitas taraf hidup”. Badan Pusat Statistik
(2007) taraf hidup “merupakan tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya”. Taraf hidup berdasarkan Badan Pusat Statistik (2007)
yaitu variabel kemiskinan meliputi:
1. Pendapatan
2. Status rumah
3. Jenis dinding
4. Jenis lantai
5. Fasilitas MCK
6. Sumber penerangan rumah tangga
7. Sumber air minum
8. Bahan bakar untuk memasak
9. Pengeluaran konsumsi per bulan
10. Akses kesehatan
11. Akses pendidikan
12. Aset kepemilikan
Penelitian Lestari (2010) mengukur peningkatan taraf hidup masyarakat
dengan menggunakan indikator BPS yaitu tingkat pendapatan, kondisi tempat
tinggal, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi,
perumahan dan lingkungan serta sosial dan budaya. Penelitian taraf hidup juga
dilakukan oleh Sugiharto (2007) dengan menggunakan indikator BPS yaitu
pendapatan, konsumsi atau pendapatan rumah tangga, fasilitas tempat tinggal,
kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan
mendapat fasilitas transportasi serta kemudahan akses pendidikan.
Berdasarkan berbagai indikator diatas, indikator yang digunakan untuk
menganalisis taraf hidup masyarakat dalam penelitian ini yaitu pendapatan,

15

status rumah, jenis dinding, jenis lantai, fasilitas MCK, sumber penerangan
rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, akses kesehatan,
akses pendidikan, aset kepemilikan dan pengeluaran konsumsi per bulan.
Hubungan tingkat kapasitas kelembagaan ekonomi dengan taraf hidup
Upaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
berbagai program pengembangan masyarakat telah di lakukan oleh pemerintah,
yang b