Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala

1

ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN
SPEKTROMETRI EMISI ATOM-PLASMA GANDENG
INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA

RANI EKAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Selen Dalam

Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif
dan Spektrometri Serapan Atom Nyala adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Rani Ekayanti
NIM G44096006

4

5

ABSTRAK
RANI EKAYANTI. Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan
Spektrometri Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan
Atom Nyala. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MULHAQUDDIN

SASTRAYUNINRAT.
Selen adalah mikromineral esensial yang dapat bersifat racun dalam dosis
tinggi. Penelitian ini membandingkan 2 metode analisis selen dalam susu bubuk,
yaitu spektrometri emisi atom-plasma gandeng induktif (ICP-AES) dan
spektrometri serapan atom nyala (FAAS) berdasarkan nilai linearitas, limit deteksi
dan kuantifikasi, ketelitian, ketepatan, dan ketangguhan, serta hasil pengukuran 4
sampel susu bubuk berbeda merek. Metode ICP-AES maupun FAAS memiliki
linearitas yang baik dengan nilai koefisien determinasi di atas 0.99. Limit deteksi
dan kuantifikasi ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, tidak sebaik FAAS yang
mencapai 0.105 dan 0.350 μg/L. Namun, metode ICP-AES lebih teliti dan tepat
daripada FAAS, ditunjukkan dengan nilai simpangan baku relatif yang lebih
rendah dan nilai perolehan kembali yang berada dalam rentang 80–110%. Uji
ketangguhan menunjukkan bahwa lama destruksi berpengaruh pada konsentrasi
selen yang terukur dengan ICP-AES, tetapi tidak dengan FAAS. Empat sampel
susu bubuk menunjukkan selisih hasil pengukuran dengan ICP-AES dan FAAS
berkisar 4–84%. Dari hasil ini, metode ICP-AES yang lebih teliti dan akurat lebih
disarankan untuk mengukur kadar selen dalam susu bubuk.
Kata kunci: FAAS, ICP-AES, selen, susu bubuk

ABSTRACT

RANI EKAYANTI. Selenium Analysis In Milk Powder By Inductively Coupled
Plasma-Atomic Emission Spectrometry and Flame Atomic Absorption
Spectrometry. Supervised by ETI ROHAETI and MULHAQUDDIN
SASTRAYUNINRAT.
Selenium is an essential micromineral which can be toxic in high doses.
This research compared 2 methods of selenium analysis in milk powder, namely
by inductively coupled plasma-atomic emission spectrometry (ICP-AES) and
flame atomic absorption spectrometry (FAAS), based on the linearity, limit of
detection and quantification, precision, accuracy, and robustness, and
measurement of 4 milk powder samples with different brand. Both ICP-AES and
FAAS methods had good linearity with coefficient of determination higher than
0.99. Limit of detection and quantification for ICP-AES were 0.444 and 1.480
μg/L, not as good as FAAS which were 0.105 and 0.350 μg/L, respectively. In the
other hand, the ICP-AES method was more precise and accurate than FAAS,
indicated by lower relative standard deviation value and by recovery value
ranging between 80 and 110%. Robustness test showed that destruction time
effected the selenium concentration measured by ICP-AES, but had no effect on
FAAS measurement. Four milk powder samples showed 4‒ 84% difference
obtained between measurement ICP-AES and FAAS. From these results, the more
precise and accurate ICP-AES methods was more recommended for selenium

content measurement in milk powder.
Key words: FAAS, ICP-AES, milk powder, selenium

6

7

ANALISIS SELEN DALAM SUSU BUBUK MENGGUNAKAN
SPEKTROMETRI EMISI ATOM-PLASMA GANDENG
INDUKTIF DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM NYALA

RANI EKAYANTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

9

Judul Skripsi : Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi
Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom
Nyala
Nama
: Rani Ekayanti
NIM
: G44096006

Disetujui oleh

Dr Dra Eti Rohaeti, MS

Pembimbing I

Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

1 Skripsi

_ ama

Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri Emisi
Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom
Nyala
Rani Ekayanti


_-IM

G44096006

Disetujui oleh

Dr Dra Eti Rohaeti, MS
Pembimbing I

Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

. -:: Q
,/ VV )
ita MS

Tanggal Lulus:


O IfI

r, 0

7014

10

11

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Salawat serta salam
atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul Analisis Selen Dalam Susu Bubuk Menggunakan Spektrometri
Emisi Atom-Plasma Gandeng Induktif dan Spektrometri Serapan Atom Nyala.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dra Eti Rohaeti, MS dan
Mulhaquddin Sastrayuninrat, SSi, MSi selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan arahan, dorongan, semangat, dan doa kepada penulis selama
melaksanakan penelitian. Di samping itu, penulis memberi hormat dan terima

kasih kepada Ibu Setiandini dari Laboratorium Instrumen dan Ibu Nunuk
Brotowati selaku Kepala Laboratorium Minuman di Balai Besar Industri Agro.
Tidak lupa terucap banyak terima kasih kepada Ayah, Mamah, dan Yuni atas doa
dan kasih sayangnya, kepada Dian, Bu Eni, dan Majesty atas segala doa, saran,
dan bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2013

Rani Ekayanti

12

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
PENDAHULUAN .......................................................................................
BAHAN DAN METODE ............................................................................

Bahan dan Alat ....................................................................................
Prosedur Penelitian ..................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Kadar Air dan Abu ..................................................................................
Linearitas .................................................................................................
Limit Deteksi dan Kuantifikasi................................................................
Ketelitian ................................................................................................
Ketepatan .................................................................................................
Ketangguhan Metode ...............................................................................
Kadar Selen Sampel Susu Bubuk ............................................................
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
Simpulan ..................................................................................................
Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ ..........
LAMPIRAN .................................................................................................
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii

1
2
2
3
5
6
6
7
8
8
9
10
11
11
11
12
14

13

DAFTAR TABEL
1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................... 9
2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS .................................................... 10
3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS ......................... 10

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES ..................................................... 7
2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS .......................................................... 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006 ....................................................... 14
2 Analisis kadar air dan abu susu bubuk ............................................................... 15
3 Limit deteksi dan kuantifikasi selen dengan ICP-AES dan FAAS ..................... 16
4 Ketelitian analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS ........................................ 17
5 Ketepatan analisis selen dengan ICP-AES .......................................................... 18
6 Ketepatan analisis selen dengan FAAS............................................................... 19
7 Uji F ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................ 20
8 Uji t ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES ............................................. 20
9 Uji F ketangguhan analisis selen dengan FAAS ................................................. 21
10 Uji t ketangguhan analisis selen dengan FAAS ................................................. 21
11 Analisis kadar selen sampel susu bubuk ............................................................ 22

14

15

PENDAHULUAN
Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi
sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu
rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin,
mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Susu bubuk meliputi susu
bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak (SNI 01-2970-2006, Lampiran
1). Fortifikasi adalah proses penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu
(vitamin, mineral) pada bahan makanan atau makanan untuk meningkatkan status
gizi dan kesehatan masyarakat (Sandjaja 2009). Pada susu bubuk, fortifikasi
bertujuan menggantikan vitamin dan mineral yang hilang selama proses produksi,
di antaranya ialah selen.
Selen (Se) merupakan mikromineral esensial, bermanfaat dalam dosis
rendah, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Se sangat berperan dalam bidang
medis, karena dapat tergabung dalam protein membentuk selenoprotein, yaitu
suatu enzim antioksidan. Kemampuan antioksidan ini dapat melindungi sel dari
radikal bebas yang menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan penyakit
jantung (Dodig dan Cepelak 2004). Selen adalah komponen yang juga diperlukan
dalam beberapa jalur metabolik utama, antara lain metabolisme hormon tirosina,
sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi kekebalan tubuh (Brown dan Arthur
2001). Suplementasi selen dapat menekan daya rangsang virus terhadap timbul
dan berkembangnya kanker (Winarno 2004).
Sumber makanan yang banyak mengandung selen adalah daging organ,
makanan hasil laut, daging otot, sereal, biji-bijian, produk susu dan olahannya,
buah-buahan, dan sayur-sayuran (Burk dan Levander 2006). Badan Pengawas
Obat dan Makanan menetapkan angka kebutuhan selen adalah 30 µg/hari untuk
umum, 5 µg/hari untuk bayi 0–6 bulan, 13 µg/hari untuk anak 7–23 bulan, 19
µg/hari untuk anak 2–5 tahun, 35 µg/hari untuk ibu hamil, dan 40 µg/hari untuk
ibu menyusui (BPOM 2004). Syarat kecukupan asupan selen untuk tubuh ini
dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi.
Defisiensi selen akan menimbulkan penyakit keshan, yaitu pembesaran
jantung dan ketidakmampuan fungsi jantung; penyakit kashin-beck, yaitu
terhambatnya pertumbuhan tulang rawan; atau bahkan menyebabkan
keterbelakangan mental (Burk dan Levander 2006). Sebaliknya, kelebihan asupan
selen juga akan berdampak buruk pada kesehatan, yaitu menimbulkan kondisi
yang disebut selenosis. Selenosis terjadi di daerah-daerah yang mengandung kadar
selen tinggi dalam tanah (lebih dari 84 mg/kg). Manusia yang memakan buah dan
sayuran yang tumbuh di tanah ini akan mengalami selenosis bila asupan per hari
melebihi 400 µg selen. Gejala-gejala selenosis adalah kerontokan rambut, kuku
lepas, bercak-bercak putih pada kuku, napas berbau bawang putih, kelelahan,
iritasi, dan kerusakan syaraf ringan (Dumont 2006).
Selen dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan kromatografi cair
(Govasmark dan Grimmett 2007), spektrometri serapan atom-pembangkit uap
hidrida (Pechova et al. 2008), spektrometri serapan atom nyala (FAAS) (Lu et al.
2009), spektrometri serapan atom-tanur grafit (Tuzen et al. 2009), spektrometri
massa-plasma gandeng induktif (Norton et al. 2010), fluorometri dan spektrometri

2

fluoresens atom (Yang et al. 2010), serta spektrometri emisi atom-plasma
gandeng induktif (ICP-AES) (Jarzynska et al. 2012).
Penentuan kandungan selen dalam susu bubuk diperlukan untuk mengetahui
kemampuan susu bubuk dalam memenuhi kebutuhan asupan selen bagi tubuh.
Penentuan dapat dilakukan dengan ICP-AES dan FAAS. Kedua metode ini
mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, sehingga perlu
dibandingkan dan ditentukan kelayakannya untuk menganalisis selen dalam susu
bubuk.
Dalam instrumen FAAS, nyala yang dihasilkan oleh gas pembakar
digunakan untuk mengubah unsur logam dalam larutan menjadi atom-atomnya.
Atom-atom tersebut akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu,
bergantung pada sifat unsurnya. Penyerapan energi menyebabkan atom tereksitasi
ke tingkat energi lebih tinggi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan
atau yang diserap, konsentrasi unsur logam tertentu dalam larutan dapat
ditetapkan (Khopkar 2003). Teknik atomisasi dengan nyala lazim digunakan.
Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dengan bantuan pengabut pneumatik
(Anderson 1999).
Metode ICP-AES menggunakan suhu sangat tinggi (6000–10000 K) untuk
mengatomkan sampel sekaligus mengeksitasinya. Atom yang tereksitasi
kemudian meluruh ke tingkat energi lebih rendah melalui emisi dan transisi energi
termal dan radiatif. Dalam teknik ini, intensitas emisi (cahaya) pada panjang
gelombang tertentu diukur dan sebanding dengan konsentrasi atom dalam sampel
(Anderson 1999).
Penelitian ini bertujuan membandingkan metode pengukuran selen dalam
sampel susu bubuk menggunakan ICP-AES dan FAAS. Penelitian dilaksanakan
bulan Oktober 2011–November 2012 di Laboratorium Minuman dan
Laboratorium Instrumen, Balai Besar Industri Agro, Bogor.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel susu bubuk, HNO3 65% p.a,
HCl 37% p.a, H2O2 30% p.a, akuades, larutan HCl 8 M, larutan standar selen 1000
ppm, dan kertas saring Whatman 42. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
kaca, kotak timbang, cawan porselen, neraca analitik, bejana teflon, oven
mikrogelombang Marsxpress 800 W, pemanas listrik, oven, tanur, ICP-AES Iris
Intrepid
II
XDL,
dan
FAAS
Perkin
Elmer
AAnalyst
700.

3

Prosedur Penelitian
Kadar Air (SNI 01-2970-2006)
Kotak timbang dikeringkan pada suhu 100–105 °C dalam oven sampai
diperoleh bobot tetap (A), kemudian ditimbang ±2.0000 g sampel susu bubuk (B).
Kotak timbang berisi sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 100–105 °C
selama 3 jam, lalu didinginkan dalam eksikator selama 45 menit dan ditimbang
(C). Kadar air ditentukan dengan menggunakan rumus

Kadar Abu
Cawan porselen dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 °C, kemudian
ditimbang bobot kosongnya (A). Sebanyak ±2.0000 g sampel susu bubuk
ditimbang (B) di dalamnya, diarangkan di atas pemanas listrik sampai tidak
berasap. Cawan berisi sampel kemudian diabukan dalam tanur selama 16 jam
hingga terabukan sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator, dan
ditimbang kembali bobotnya (C). Kadar abu ditentukan menggunakan rumus

Pembuatan Larutan Standar
Larutan standar induk selen 1000 mg/L dipipet 1 mL ke dalam labu ukur
100 mL, lalu ditambahkan 5 mL larutan HNO3 65% dan volumenya ditepatkan
dengan akuades (konsentrasi 10 mg/L). Larutan tersebut dipipet 5 mL ke dalam
labu ukur 100 mL lain, lalu ditambahkan 10 mL HNO3 65% dan volumenya
ditepatkan dengan akuades (konsentrasi 500 µg/L). Selanjutnya larutan ini
diencerkan menjadi 5, 10, 15, 20, 30, 40, dan 50 µg/L, untuk digunakan pada uji
linearitas. Sementara untuk uji ketepatan, larutan standar selen 10 mg/L dipipet 2
mL ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 5 mL HNO3 65% dan
volumenya ditepatkan dengan akuades.
Linearitas
Larutan standar selen dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 µg/L,
disiapkan dengan mengambil 2, 4, 6, 8, dan 10 mL larutan standar selen 500 µg/L
ke dalam labu ukur 100 mL, lalu volume labu ditepatkan dengan akuades. Setiap
larutan diukur dengan menggunakan ICP-AES pada panjang gelombang 196.0 nm
dan dibuat persamaan linearnya dengan metode regresi kuadrat terkecil (y = a +
bx). Peubah a menyatakan intersep dan b adalah kemiringan kurva standar yang
diperoleh. Linearitas kurva kalibrasi dilihat dari nilai koefisien determinasi (r).
Linearitas pengukuran dengan FAAS ditentukan dengan cara yang serupa, tetapi
larutan standar selen yang digunakan ialah 5, 10, 15, dan 20 µg/L.

4

Limit Deteksi dan Kuantifikasi
Larutan standar selen 2.0 µg/L diukur dengan menggunakan ICP-AES
sebanyak 10 kali ulangan, sedangkan untuk pengukuran dengan FAAS, digunakan
larutan standar selen 1.0 µg/L. Nilai simpangan baku respons standar (SB)
dihitung. Limit deteksi (LD) dan limit kuantifikasi (LK) dihitung dengan rumus

Preparasi Sampel ICP-AES (CEM Marsxpress XprFD-2 2009)
Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon,
ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a dan 1 mL H2O2 30% p.a, lalu bejana ditutup
dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana
didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades.
Preparasi Sampel FAAS (Jurisic et al. 2003)
Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon dan
ditambahkan 5 mL HNO3 65% p.a, lalu bejana ditutup dan dipanaskan dengan
oven mikrogelombang 200 °C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu
ruang, lalu dibilas dengan akuades. Larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50
mL, kemudian ditambahkan 2 mL larutan HCl 8 M dan dipanaskan di penangas
air bersuhu 60 °C selama 10 menit. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL dan volumenya ditepatkan dengan akuades.
Ketelitian
Larutan sampel hasil preparasi sebanyak 7 kali ulangan, diukur dengan
menggunakan ICP-AES dan FAAS dengan panjang gelombang 196.0 nm pada
hari yang sama. Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif
(SBR) dengan menggunakan rumus

Keterangan:
kadar selen tiap ulangan
rerata kadar selen
banyaknya ulangan
Ketepatan
Ketepatan metode diuji dengan menggunakan penambahan standar. Sampel
susu bubuk ditimbang sebanyak 0.5 g di dalam bejana teflon, lalu ditambahkan 5
mL larutan standar selen 200 µg/L, 5 mL HNO3 65% p.a, dan 1 mL H2O2 30%
p.a, kemudian bejana ditutup dan dipanaskan dengan oven mikrogelombang 200
°C selama 45 menit. Bejana didinginkan ke suhu ruang, lalu dibilas dengan

5

akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan volumenya
ditepatkan dengan akuades. Larutan sampel diukur dengan ICP-AES pada panjang
gelombang 196.0 nm dan dihitung perolehan kembali (PK) dengan rumus

Keterangan:
= konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur
= konsentrasi sampel
= konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan
Untuk pengukuran dengan FAAS, larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 50
mL, ditambahkan 2 mL HCl 8 M, dan dipanaskan di penangas air 60 °C selama
10 menit. Setelah itu, dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditepatkan
volumenya dengan akuades.
Ketangguhan Metode
Ketangguhan metode ICP-AES diuji dengan menyiapkan sampel
menggunakan variasi waktu destruksi oven mikrogelombang menjadi 45, 30, dan
15 menit. Sementara metode FAAS diuji ketangguhannya dengan menyiapkan
sampel menggunakan variasi waktu pemanasan di penangas air menjadi 10, 20,
dan 30 menit. Uji beda nyata kemudian dilakukan terhadap hasil pengukuran
awal.
Penentuan Kadar Selen Sampel Susu Bubuk
Analisis dilakukan terhadap 4 sampel susu bubuk dengan menggunakan
prosedur penyiapan sampel untuk ICP-AES dan FAAS.
Analisis Statistik
Data uji ketangguhan selen dengan ICP-AES dan FAAS dianalisis dengan
uji F dan uji t 2 sampel menggunakan peranti lunak MINITAB 14. Dua sampel di
sini adalah 2 metode yang digunakan. Nilai kepercayaan yang digunakan adalah
95% (α = 0.05). Simpulan diambil sesuai dengan nilai hipotesis berdasarkan nilai
p. Jika nilai p > α, maka hipotesis nol (H0) diterima, tetapi jika nilai p < α, maka
H0 ditolak atau hipotesis satu (H1) diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis selen dalam susu bubuk didahului dengan destruksi sampel dalam
oven mikrogelombang. Destruksi merupakan proses perusakan oksidatif bahan
organik sebelum penetapan suatu analit anorganik. Destruksi basah menggunakan
asam nitrat paling umum digunakan untuk destruksi bahan organik. Dengan

6

menggunakan bejana teflon dalam oven mikrogelombang, kemungkinan analit
hilang selama proses destruksi menjadi lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah
waktu destruksi lebih cepat, penggunaan asam lebih sedikit, serta tekanan dan
suhu terkendali (Matek dan Blanusa 1998).

Kadar Air dan Abu
Setiap bahan makanan mempunyai kadar air yang berbeda-beda. Bila kadar
air dalam suatu bahan berkisar 3–7%, maka kestabilan optimum bahan akan
tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi. Dengan mengetahui kadar air
suatu sampel, dapat diperkirakan cara penanganan terbaik bagi sampel untuk
menghindari pengaruh aktivitas mikrob (Winarno 1995). Rerata kadar air susu
bubuk diperoleh sebesar 3.93% (Lampiran 2). Nilai ini memenuhi syarat SNI 012970-2006, yaitu maksimum 5.0%.
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral (zat anorganik) dalam bahan
pangan. Rerata kadar abu susu bubuk yang diperoleh adalah 6.91% (Lampiran 2).
Tidak ada persyaratan kadar abu dalam SNI 01-2970-2006. Nilai kadar abu yang
tinggi ini mengindikasikan bahwa susu bubuk mengandung cukup banyak
mineral.

Linearitas
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis memberikan
hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam contoh pada kisaran
konsentrasi tertentu (AOAC 2002). Uji linearitas metode ICP-AES dengan 5
konsentrasi standar selen 10, 20, 30, 40, dan 50 µg/L menghasilkan persamaan
kurva standar y = 0.022x + 0.053 dengan koefisien determinasi (r) 0.999 (Gambar
1). Metode ICP-AES memenuhi syarat linearitas yang baik karena nilai r lebih
besar dari 0.995 (AOAC 2002). Intersep yang masih cukup besar, yaitu 0.053
menyatakan kemungkinan adanya pengaruh matriks dalam larutan. Matriks
tersebut berupa anion dari garam selen dan pengotor dalam pelarut yang
digunakan. Oleh karena itu, pengukuran serapan larutan blangko mutlak
diperlukan sebagai koreksi pengukuran larutan standar.

7

Gambar 1 Kurva standar selen diukur dengan ICP-AES
Uji linearitas dengan FAAS dilakukan dengan mengukur absorbans 4
konsentrasi standar selen 5, 10, 15, dan 20 µg/L. Dihasilkan kurva standar dengan
persamaan y = 0.015x + 0.005 dan koefisien determinasi (r) 0.997 (Gambar 2).
Berdasarkan hasil ini, metode FAAS juga memenuhi syarat linearitas yang baik,
dan lebih bebas dari pengaruh matriks.

Gambar 2 Kurva standar selen diukur dengan FAAS

Limit Deteksi dan Kuantifikasi
Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi dan masih memberikan respons signifikan dibandingkan dengan
blangko. Limit kuantifikasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria
cermat dan saksama (Harmita 2004).
Nilai limit deteksi selen dengan instrumen ICP-AES adalah 0.444 µg/L,
sementara limit kuantifikasinya 1.480 µg/L. Hasil ini lebih besar daripada yang
diperoleh dengan instrumen FAAS, yaitu berturut-turut 0.105 dan 0.350 µg/L,
selengkapnya diberikan di Lampiran 3. Pengukuran konsentrasi analit yang lebih
rendah daripada limit kuantifikasi akan menunjukkan ketelitian dan ketepatan
yang tidak baik. Limit deteksi dan kuantifikasi selen tersebut menunjukkan bahwa

8

metode FAAS dapat mengukur selen dengan konsentrasi yang lebih kecil (lebih
peka) daripada metode ICP-AES.

Ketelitian
Ketelitian adalah kesamaan hasil dari setiap ulangan ketika suatu metode
diterapkan berulang kali pada berbagai pencuplikan dari suatu sampel homogen
(AOAC 2002). Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif
(SBR) dari 7 kali ulangan pengukuran. Menurut AOAC (2002), syarat penerimaan
parameter validasi ini ialah sebagai berikut: sangat teliti (SBR < 1%), teliti (SBR
1–2%), sedang (SBR 2–5%), dan tidak teliti (SBR > 5%). Ulangan pengukuran
kadar selen dengan metode ICP-AES menghasilkan SBR terhitung sebesar 3.27%
(Lampiran 4). Nilai ini lebih kecil daripada 2/3 SBR Horwitz (4.13%), maka
masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji.
Nilai SBR terhitung yang diperoleh dengan metode FAAS lebih besar, yaitu
4.07%, tetapi masih masuk dalam nilai keberterimaan hasil uji. Tingkat ketelitian
metode ICP-AES maupun FAAS tergolong sedang (SBR 2‒ 5%) dan metode ICPAES lebih teliti daripada metode FAAS untuk penentuan kadar selen.
Pengukuran selen pada penelitian ini lebih baik daripada yang dilaporkan
pada penelitian sebelumnya Miksa et al. (2005) memperoleh nilai SBR sebesar
6.33% dengan AAS dan 7.10% dengan ICP-MS. Nilai SBR yang lebih kecil
menunjukkan kecilnya pengaruh galat acak. Galat acak dapat dikurangi bila
digunakan alat yang terkalibrasi dan operator yang terlatih.

Ketepatan
Ketepatan adalah kedekatan nilai hasil percobaan dari suatu metode dengan
nilai sebenarnya (AOAC 2002). Ketepatan diukur sebagai nilai perolehan kembali
(PK). Sejumlah larutan standar yang diketahui konsentrasinya ditambahkan ke
dalam larutan sampel, kemudian diukur dan dihitung kembali jumlahnya. Dalam
penelitian ini, ketepatan diukur dengan cara menambahkan standar selen 20 µg/L
sebanyak 5 mL ke dalam 50 mL larutan yang mengandung 0.5 g sampel.
Perolehan kembali (PK) selen yang dihasilkan dengan ICP-AES sebesar 80.7–
96.6% (Lampiran 5). Nilai ini berada dalam kisaran yang dapat diterima, yaitu
80–110% (AOAC 2002), maka metode ICP-AES dapat disimpulkan mempunyai
ketepatan yang baik. Miksa et al. (2005) juga melaporkan penelitian serupa dan
memperoleh nilai PK sebesar 106%.
Ketepatan hasil pengukuran selen dengan metode FAAS ditunjukkan dengan
nilai PK sebesar 69.5–81.1% (Lampiran 6). Nilai ini kurang dari kisaran yang
dapat diterima menurut AOAC (2002), sehingga metode ini kurang baik dari sisi
ketepatan pengukuran. Miksa et al. (2005) mendapatkan PK sebesar 91%. Galat
pengukuran disebabkan oleh adanya analit yang hilang selama proses preparasi
yang lebih rumit dan terjadinya galat sistematik, seperti pada saat pengambilan
contoh, kurva kalibrasi yang tidak linear, serta galat dari instrumen dan peralatan
kaca yang digunakan (Harvey 2000).

9

Ketangguhan Metode
Ketangguhan metode ICP-AES dalam penetapan selen diuji dengan
meragamkan waktu destruksi pada preparasi sampel, sedangkan ketangguhan
metode FAAS diuji dengan meragamkan waktu pemanasan. Hasil uji F untuk
ICP-AES menunjukkan bahwa destruksi selama 45, 30, dan 15 menit mempunyai
sebaran normal dan keragaman yang sama (Lampiran 7). Sementara itu, hasil uji t
(Lampiran 8) menunjukkan kadar selen yang berbeda untuk destruksi selama 45
menit dan 30 menit, dengan nilai p sebesar 0.046 < 0.05. Hasil yang serupa
didapatkan pada perbandingan destruksi selama 45 menit dan 15 menit, dengan
nilai p sebesar 0.004 < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa lama destruksi
berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode ICP-AES.
Semakin lama waktu destruksi, konsentrasi selen yang terukur semakin kecil,
menunjukkan hilangnya sebagian analit selen selama tahap destruksi. Hasil uji
ketangguhan metode ICP-AES dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Uji ketangguhan analisis selen dengan ICP-AES
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Rerata

[Se] (µg/kg) dengan waktu destruksi selama
45 menit
30 menit
15 menit
383.2
397.8
425.6
397.1
445.6
437.6
406.7
371.0
498.8
387.4
416.4
446.2
384.5
442.0
462.2
350.2
445.5
406.1
384.8
419.7
446.1

Hasil uji F untuk FAAS juga menunjukkan bahwa pemanasan selama 10,
20, dan 30 menit mempunyai sebaran normal dan keragaman yang sama
(Lampiran 9). Namun berdasarkan hasil uji t, pemanasan selama 10 menit dan 20
menit menunjukkan kadar selen yang tidak berbeda (p = 0.335 > 0.05), demikian
pula pemanasan selama 10 menit dan 30 menit (p = 0.702 > 0.05). Sedangkan dari
hasil uji t perbandingan pemanasan 10 menit dan 30 menit didapatkan nilai p
sebesar 0.702 > 0.05 (Lampiran 10). Hasil ini menunjukkan bahwa lama waktu
pemanasan tidak berpengaruh pada konsentrasi selen yang terukur dengan metode
FAAS. Hasil uji ketangguhan metode FAAS dapat dilihat pada Tabel 2.

10

Tabel 2 Uji ketangguhan analisis selen dengan FAAS
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Rerata

[Se] (µg/kg) dengan waktu pemanasan selama
10 menit
20 menit
30 menit
558.0
563.6
568.4
595.8
618.7
549.0
550.4
558.2
548.3
591.7
546.2
535.0
558.3
526.9
634.5
570.4
492.9
638.1
570.8
551.1
578.9

Kadar Selen Sampel Susu Bubuk
Empat sampel susu bubuk diuji kadar selennya menggunakan ICP-AES dan
dibandingkan dengan menggunakan FAAS. Pengukuran dengan ICP-AES selalu
diperoleh lebih besar daripada dengan FAAS (Tabel 3). Selisih terbesar
didapatkan pada pengukuran sampel C, yaitu 84% dan selisih terkecil pada sampel
B, yaitu 4%. Keterulangan data pengukuran 4 sampel pada setiap metode
memperlihatkan bahwa simpangan pengukuran dengan metode FAAS lebih kecil
daripada dengan metode ICP-AES (Lampiran 11). Hasil ini tidak sejalan dengan
data pengukuran ketelitian menggunakan 1 sampel (Lampiran 4). Untuk
memastikan metode yang memberikan data paling tepat, diperlukan pengukuran
ulang.
Tabel 3 Kadar selen 4 sampel susu bubuk dengan ICP-AES dan FAAS
[Se] μg/kg
Sampel
A
B
C
D

ICP-AES
471.3
320.7
338.9
234.0

FAAS
431.8
307.3
53.8
117.6

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan galat pada hasil pengukuran ialah
adanya pengaruh matriks sampel. Efek matriks ini menyebabkan kadar selen yang
terbaca lebih besar atau lebih kecil daripada yang seharusnya. Hal ini dapat diatasi
dengan menggunakan metode pengukuran adisi standar, dengan menambahkan
sejumlah tertentu larutan standar yang diketahui konsentrasinya ke dalam sampel.
Selisih antara hasil analisis sampel dengan dan tanpa standar merupakan jumlah
analit. Penggunaan metode adisi standar dapat mengompensasi efek matriks dan
mengompensasi kesalahan operator (Bassett et al.1994).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Metode analisis selen dengan ICP-AES dan FAAS mempunyai linearitas
yang baik dengan nilai koefisien determinasi 0.999 dan 0.997. Limit deteksi dan
kuantifikasi untuk ICP-AES sebesar 0.444 dan 1.480 μg/L, sedangkan untuk
FAAS sebesar 0.105 dan 0.350 μg/L. Ketelitian metode ICP-AES lebih baik
daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai SBR 3.27%. Ketepatan metode
ICP-AES juga lebih baik daripada FAAS yang ditunjukkan dengan nilai PK 80.7–
96.6%. Uji ketangguhan metode ICP-AES menunjukkan bahwa konsentrasi selen
yang terukur dipengaruhi oleh lama destruksi, sedangkan lama pemanasan tidak
memengaruhi hasil pengukuran dengan FAAS. Pengukuran 4 sampel susu bubuk
menunjukkan perbedaan antara hasil pengukuran ICP-AES dan FAAS dengan
kisaran 4−84%.

Saran
Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan metode pengukuran adisi
standar untuk setiap preparasi sampel sehingga efek matriks dapat diatasi.

12

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2002. AOAC International
Methods Committee guidelines for validation of qualitative and quantitative
food microbiological official methods of analysis. J AOAC Int. 85:1-5.
Anderson KA. 1999. Analytical Technique for Inorganic Contaminant. New York
(US): AOAC International.
Bassett J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Pudjaatmaka AH, Setiono L, penerjemah.
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Vogel’s
Textbook of Quantitative Inorganic Analysis including Elementary
Instrumental Analysis.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.
Pedoman Pencantuman Nilai Gizi pada Label Pangan. Jakarta (ID): BPOM
RI.
Brown KM, Arthur JE. 2001. Selenium, selenoprotein and human health: a
review. Public Health Nutri. 4:593-599.
[BSN] Badan standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2970
2006. Susu Bubuk. Jakarta (ID): BSN.
Burk RF, Levander OA. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10.
Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
[CEM Corp] Controls Engineering Maintenance Corporation. 2009. Mars
Digestion Enviromental and Regulatory Application Notes. Matthews (US):
CEM Corp.
Dodig S, Cepelak I. 2004. The fact and controverses about selenium. Acta Pharm.
54:261-276.
Dumont E. 2006. Hypenated techniques for speciation of Se in biological matrices
[tesis]. Bellegem (BE): Universiteit Gent.
Govasmark E, Grimmett MG. 2007. A method for determination of selenium in
organic tissues using microwave digestion and liquid chromatography. J
AOAC Int. 90(3):838-843.
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Maj Ilmu Kefarmasian. 1:117-135.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. NewYork (US): Mc Graw Hill.
Jarzynska G, Kojta AK, Drewnowska M, Falandysz J. 2012. Notes on selenium in
mushroom data determined by inductively coupled plasma atomic emission
spectroscopy (ICP-AES) and hydride generation atomic absorption
spectroscopy (HG-AAS) techniques. African J Agric Res. 7(37):5233-5237.
Jurisic R, Knezevic SV, Kalodera Z, Grgic J. 2003. Determination of selenium in
Teucrium species by hydride generation atomic absorption spectrometry. Z
Naturforsch. 58c:143-145.
Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, Nurhadi A,
penerjemah, Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concepts of
Analytical Chemistry.

13

Lu R, Wang S, Xing G, Ren C, Han F, Jing J, Aschner M. 2009. Zinc, copper,
iron and selenium levels in brain and liver of mice exposed to acrylonitrile.
Biol Trace Elem Res. 130:39-47.
Matek M, Blanusa M. 1998. Destruction of food samples for selenium analysis.
Arh Hig Rada Toksikol. 49(4):301-305.
Miksa IR, Buckley CL, Carpenter NP, Poppenga RH. 2005. Comparison of
selenium determination in liver samples by atomic absorption spectroscopy
and inductively coupled plasma-mass spectrometry. J Vet Diagn Invest.
17:331-340.
Norton GJ, Deacon CM, Li X, Huang S, Meharg AA, Price AH. 2010. Genetic
mapping of the rice ionome in leaves and grain: identification of QTLs for
17 elements including arsenic, cadmium, iron and selenium. Plant Soil.
329:139-153.
Pechova A, Misurova L, Pavlata L, Dvorac R. 2008. Monitoring of changes in
selenium concentration in goat milk during short-term supplementation of
various forms of selenium. Biol Trace Elem Res. 121:180-191.
Sandjaja. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kompas.
Tuzen M, Verep B, Ogretmen AO, Soylak M. 2009. Trace element content in
marine algae species from the Black Sea, Turkey. Environ Monit Assess.
151:363-368.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor (ID): M-BRIO Pr.
Yang J, Wang T, Wu C, Liu C. 2010. Selenium level surveillance for the year
2007 of keshan disease in endemic areas and analysis on surveillance results
between 2003 and 2007. Biol Trace Elem Res. 138:53-59.

14

Lampiran 1 Syarat mutu susu bubuk SNI 01-2970-2006
No.

1

Kriteria uji

Satuan

Persyaratan
Susu bubuk
berlemak

Susu bubuk kurang
lemak

Susu bubuk bebas
lemak

Keadaan
Bau
Rasa

-

normal
normal

normal
normal

normal
normal

2
3

Kadar air
Lemak

% b/b
% b/b

maks. 5
min. 26

maks. 5
lebih dari 1.5–
kurang dari 26.0

maks. 5
maks. 1.5

4

Protein (N × 6.38)

% b/b

min. 23

min. 23

min. 30

5

Cemaran logam**
Tembaga (Cu)

mg/kg

maks. 20.0

maks. 20.0

maks. 20.0

Timbel (Pb)

mg/kg

maks. 0.3

maks. 0.3

maks. 0.3

Timah (Sn)

mg/kg

maks. 40.0/250.0*

maks. 40.0/250.0*

maks. 40.0/250.0*

Raksa (Hg)

mg/kg

maks. 0.03

maks. 0.03

maks. 0.03

Cemaran arsenik**
Cemaran mikrob
Angka lempeng total
Bakteri coliform
Escherichia coli
Staphylococcus
aureus
Salmonella

mg/kg

maks. 0.1

maks. 0.1

maks. 0.1

koloni/g
APM/g
APM/g
koloni/g

maks. 5×104
maks. 10