Isolasi, Identifikasi Dan Karakterisasi Serta Inokulasi Bakteri Pendegradasi Sianida Dari Cairan Rumen Kambing Peranakan Etawa Secara In Vitro.

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI SERTA
INOKULASI BAKTERI PENDEGRADASI SIANIDA DARI
CAIRAN RUMEN KAMBING PERANAKAN ETAWA SECARA
IN VITRO

MAULINA NOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi, Identifikasi dan
Karakterisasi serta Inokulasi Bakteri Pendegradasi Sianida dari Cairan Rumen
Kambing Peranakan Etawa secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Maulina Novita
D152110081

RINGKASAN
MAULINA NOVITA. Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi serta Inokulasi
Bakteri Pendegradasi Sianida Dari Cairan Rumen Kambing Peranakan Etawa
secara In Vitro. Dibimbing oleh KOMANG GEDE WIRYAWAN, SRI SUHARTI
dan ASEP SUDARMAN.
Sianida merupakan salah satu racun mematikan yang terdapat di alam. Salah
satu cara untuk menurunkan kadar sianida adalah dengan pengeringan di bawah
sinar matahari. Cara lainnya dapat menggunakan mikroba rumen pendegradasi
sianida. Cairan rumen dari ternak yang terbiasa mengonsumsi daun singkong,
memiliki mikroba yang mampu mendegradasi sianida. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan isolat bakteri yang mampu mendegradasi sianida dari
cairan rumen kambing peranakan etawa, serta melihat kemampuan isolat melalui

fermentasi in vitro.
Cairan rumen diambil dari kambing perah yang terbiasa mengkonsumsi
daun singkong pahit. Dilakukan pengayaan terhadap cairan rumen menggunakan
media 10 ml Brain Heart Infusion (BHI) yang mengandung 1 000 ppm HCN
selama 7 hari. Koloni bakteri yang tumbuh pada media BHI agar yang mengadung
sianida kemudian dimurnikan dan diisolasi. Isolat bakteri selanjutnya
dikarakterisasi berdasarkan bentuk morfologi, pewarnaan gram, penggunaan gula,
dan kemampuannya menggunakan sianida. Selanjutnya isolat diuji kemampuan
fermentabilitasnya secara in vitro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun singkong pahit mengandung
964.30 ± 9.48 ppm sianida, dan setelah dikeringkan dibawah sinar matahari
selama 6 jam, kandungan sianidanya menurun sebanyak 13.10%. Terdapat dua
isolat bakteri pada cairan rumen kambing perah yang telah melalui proses
pengayaan, serta mampu menurunkan kadar sianida sebesar 72.02% (isolat 1) dan
74.40% (isolat 2). Berdasarkan tes morfologi, isolat 1 diklasifikasikan sebagai
bakteri gram negatif dengan bentuk batang, sedangkan isolat 2 merupakan bakteri
gram positif dengan bentuk bulat. Isolat 1 dan 2 mampu menggunakan glukosa,
fruktosa, sukrosa dan pati, namun tidak mampu menggunakan selulosa. Kedua
isolat memiliki kemiripan 99% dengan susunan nukleotida dari Sharpea
azabuensis strain ST18, Bovine rumen bacterium, dan Lachnospiraceae

bacterium. Isolat bakteri pendegradasi sianida memiliki kemampuan
meningkatkan fermentabilitas rumen, dilihat dari peningkatan konsentrasi NH3
dan VFA total serta kecernaan bahan kering dan bahan organik yang signifikan.
Dimana hasil terbaik diperoleh pada perlakuan menggunakan cairan rumen
kambing yang terbiasa mengkonsumsi daun singkong pahit dan ditambahkan
isolat bakteri pendegradasi sianida.
Kata kunci: sianida, mikroba rumen, isolasi, karakterisasi, identifikasi

SUMMARY
MAULINA NOVITA. Isolation, Characterization, and Identification as well as
Inoculation of Cyanide Degrading Bacteria from Etawa Grade Rumen Fluid in
The In Vitro Fermentation. Supervised by KOMANG GEDE WIRYAWAN, SRI
SUHARTI, ASEP SUDARMAN.
Cyanide is one of the most potent toxins in cassava leave. One of strategy to
reduce level of cyanide was by drying under the sun. Another strategy to reduce
level of cyanide is to utilize cyanide degrading rumen microbes. Rumen fluid of
cattle adapted to cassava leaves feeding has microbes capable of degrading
cyanide. This research was to obtain bacterial isolates capable of degrading
cyanide from dairy goat rumen fluid.
Rumen fluid was taken from dairy goats that used to consume bitter cassava

leaves. The rumen fluid was enriched in 10 ml Brain Heart Infusion (BHI)
medium containing 1 000 ppm HCN in 7 consecutive days. Bacterial colonies
grown on cyanide-BHI agar medium were purified and isolated. The isolated
bacteria were then characterized based on morphology, gram staining, sugars
utilization, and its ability to degrade cyanide. Then, isolates were tested for its
ability to ferment in vitro.
Results showed that fresh leaves of bitter cassava contained 964.30 ± 9.48
ppm of cyanide, and after being dried under the sun for 6 hours, the concentration
cyanide was reduced by 13.10%. Two bacterial isolates were obtained from dairy
goat rumen fluid enrichment process, and able to reduce levels of cyanide up to
72.02% (isolate 1) and 74.40% (isolate 2). Based on morphological test, the
isolate 1 was classified as a gram-negative bacteria with rods shape, while isolate
2 was classified as a gram-positive cocci bacteria. Isolates 1 and 2 could utilize
glucose, fructose, sucrose and starch, but not cellulose. Both isolates have 99%
similarity with the nucleotide composition of Sharpea azabuensis strain ST18,
Bovine rumen bacterium, and Lachnospiraceae bacteria. Isolates cyanide
degrading bacteria have the ability to improve rumen fermentability. It can be
seen from the significant increase in the concentration of NH3, total VFA and
digestibility of dry matter and organic matter. The best results were obtained in
the treatment using rumen fluid goat which used to consume bitter cassava leaves

and added cyanide degrading bacterial isolates.
Keywords : cyanide, rumen microbes, isolation, characterization, identification

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ISOLASI, KARAKTERISISASI DAN IDENTIFIKASI SERTA
INOKULASI BAKTERI PENDEGRADASI SIANIDA DARI
CAIRAN RUMEN KAMBING PERANAKAN ETAWA SECARA
IN VITRO

MAULINA NOVITA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Ir Suryahadi DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Isolasi, Karakterisasi dan
Identifikasi serta Inokulasi Bakteri Pendegradasi Sianida dari Cairan Rumen
Kambing Peranakan Etawa” bisa diselesaikan. Isolat bakteri yang ditemukan
diharapkan dapat digunakan untuk mengurangi efek racun sianida bagi ternak.
Penelitisn ini didanai dari Hibah Penelitian Pengembangan IPTEK di

Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Sebagian hasil penelitian ini telah diseminarkan di 2nd
ASEAN Regional Conference on Animal Production (ARCAP) and 36th
Malaysian Society of Animal Production (MSAP) Annual Conference pada
tanggal 3 Juni 2015 dengan judul “Isolation, Characterization and Identification
of Cyanide Degrading Bacteria from Dairy Goat Rumen Fluid”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Komang G Wiryawan, Dr
Sri Suharti SPt MSi, Dr Ir Asep Sudarman MRurSc, selaku dosen pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS
MSc dan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc sebagai ketua dan sekretaris program studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan Pascasarjana IPB, kepada seluruh staf, dosen, teknisi,
kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana INP angkatan 2011, dan kepada
seluruh teman yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian tesis ini.
Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada motivator sepanjang
masa ibunda Hj. Nurhayati SE, ayahanda H. Suwarno dan seluruh keluarga atas
kesabaran, do’a, dukungan dan kasih sayang yang tak terkira.
Semoga tesis ini bermanfaat sebagai referensi pemanfaatan bakteri sebagai
probiotik untuk mengurangi efek racun bagi ternak dan meningkatkan kualitas
produk ternak, serta meningkatkan pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak.


Bogor, Agustus 2015
Maulina Novita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
METODE
Tahap I. Isolasi, Identifikasi dan Karakteristik Bakteri
Pendegradasi Sianida
Analisa Kadar CN- dan HCN pada Daun Singkong Pahit
Isolasi dan Seleksi Mikroba Rumen Kambing Perah
Identifikasi Isolat Bakteri Terpilih
Analisa Molekuler Isolat Bakteri
Analisa Data
Peubah yang Diamati
Tahap II. Inokulasi Isolat Bakteri secara In Vitro

Uji Fermentabilitas Isolat Bakteri Terseleksi
Analisa Data
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap I. Isolasi, Identifikasi dan Karakteristik Bakteri
Pendegradasi Sianida
Kandungan Sianida Daun Singkong Pahit
Isolasi dan Seleksi Mikroba Rumen Melalui Proses Adaptasi
Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Sianida
Analisis Molekuler Isolat Bakteri
Biodegradasi Sianida
Tahap II. Inokulasi Isolat Bakteri secara In Vitro
Fermentabilitas Isolat Bakteri
Kadar Sianida In Vitro
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix

x
x
1
1
3
4
4
4
4
5
5
6
6
6
6
9
9
10
10
10

11
11
12
12
15
15
20
23
24
26
31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kandungan Sianida dan Asam Sianida Daun Singkong Pahit
Kadar Sianida Sampel Pengayaan Mikroba Cairan Rumen Kambing
setelah Inkubasi 24 jam
Hasil Pengujian Koloni Bakteri
Hasil Identifikasi Molekuler Isolat Bakteri
Konsentrasi Sianida Isolat Bakteri Terpilih Setelah Fermentasi
48 Jam (ppm)
Kadar Amonia Inokulum Bakteri Selama Inkubasi 48 Jam

10
11
12
12
13
14

7

8

9

1
2
3
4

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pengaruh perlakuan terhadap karakteristik fermentasi rumen pada
perlakuan menggunakan cairan rumen kambing yang tidak teradaptasi
daun singkong pahit (cairan rumen -), cairan rumen kambing
yang teradaptasi daun singkong pahit (cairan rumen +), serta
penambahan inokulum (+ inokulum) dan tanpa penambahan
inokulum (- inokulum)
Pengaruh perlakuan terhadap populasi mikroba rumen pada
perlakuan menggunakan cairan rumen kambing yang tidak teradaptasi
daun singkong pahit (cairan rumen -), cairan rumen kambing
yang teradaptasi daun singkong pahit (cairan rumen +), serta
penambahan inokulum (+ inokulum) dan tanpa penambahan
inokulum (- inokulum)
Pengaruh perlakuan terhadap persentase penurunan kadar sianida
selama proses fermentasi pada perlakuan menggunakan cairan
rumen kambing yang tidak teradaptasi daun singkong pahit
(cairan rumen -), cairan rumen kambing yang teradaptasi daun
singkong pahit (cairan rumen +), serta penambahan inokulum
(+ inokulum) dan tanpa penambahan inokulum (- inokulum)

DAFTAR GAMBAR
Koloni Bakteri Hasil Isolasi dan Seleksi
Grafik Penurunan Kadar Sianida oleh Inokulum Bakteri Terpilih
Grafik Kadar Amonia Selama Inkubasi 48 Jam
Grafik Pertumbuhan Inokulum Bakteri Terpilih

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap nilai pH fermentasi
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi amonia
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA Total
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar sianida
(ppm) (HCN awal = 500 ppm)
Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap penurunan kadar sianida
(%) (HCN awal = 500 ppm)

16

19

21

11
13
14
15

26
26
27
27
28
28
29
29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan. Sekitar 50-70%
dari total biaya produksi ternak digunakan untuk penyediaan pakan. Untuk
menekan biaya produksi ternak, maka peternak perlu melakukan efisiensi untuk
penyediaan pakan. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pakan sumber
limbah hasil perkebunan, limbah hasil industri pertanian dan limbah industri
makanan. Penggunaan limbah sebagai pakan bukan hanya untuk menekan biaya
produksi ternak, tetapi juga untuk memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai
salah satu cara mengurangi polusi. Salah satu limbah hasil perkebunan yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah daun singkong.
Setiap tahun terdapat sekitar 1.2 juta ton/ha/tahun limbah dari tanaman
singkong yang terbuang (Deptan 2011), yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak. Salah satu limbah tanaman singkong adalah daun singkong, yang memiliki
potensi sebagai pakan sumber protein bagi ternak, karena kandungan protein
kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 16.7-39.9% dengan rata-rata 21% (Allen 1984).
Variabilitas yang luas ini berkaitan dengan perbedaan kultivar, tahap kematangan,
prosedur pengambilan sampel, kesuburan tanah, dan iklim. Hampir 85% fraksi
protein kasarnya merupakan true protein (Eggum 1970). Tanaman singkong
merupakan tanaman yang tahan terhadap penyakit dan dapat tumbuh pada lahan
kering dan kurang subur, sehingga ketersediaannya dapat tetap terpenuhi
sepanjang waktu. Namun daun singkong memiliki kelemahan, yaitu adanya
kandungan asam sianida (HCN) yang dapat bersifat racun bagi ternak apabila
dikonsumsi dalam jumlah banyak. Bahkan meskipun diserap dalam jumlah sedikit
namun dalam kurun waktu yang lama maka akan menyebabkan keracunan kronis
dan menurunnya kesehatan (Askar 1996). Di Australia, terjadi kematian dua ekor
kambing angora akibat mengkonsumsi pakan yang mengandung sianida, dengan
perubahan warna darah menjadi merah terang dan sulit membeku, dan isi rumen
berbau bitter almond (khas bau senyawa sianida) (Webber et al. 1985). Di
Venezuela, terjadi kematian ternak babi karena mengkonsumsi ubi kayu pahit sisa
makanan anak-anak (umur 8-11 tahun) yang menderita keracunan, dengan gejala
lemah dan sesak nafas serta darahnya berwarna merah terang (Ezpinoza et al.
1992).
Ternak sapi dan kerbau mampu mentoleransi kadar HCN sampai batas 2.2
mg/kg bobot badan sedangkan pada kambing dan domba 2.4 mg/kg bobot badan
(Siregar 1994). Efek toksik HCN pada ternak kadang tidak terlihat, ternak bisa
saja tiba-tiba mati karena kurangnya asupan oksigen pada otak dan jantung. HCN
akan mengganggu oksidasi ke jaringan, karena HCN mengikat enzim sitokrom
oksidase sehingga jaringan tidak dapat menggunakan oksigen. Mekanisme asam
sianida dapat menghambat penggunaan oksigen oleh jaringan adalah karena
adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang
mengandung besi dalam bentuk ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka
terhadap inhibisi sianida adalah enzim sitokrom oksidase, dan semua proses
oksidasi di dalam tubuh sangat tergantung pada enzim ini. Jika di dalam sel terjadi
kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan terhambat, sehingga
sel menderita kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin

2

(Hb) akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa
oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di
eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah yang
menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan cepat
dan dalam. Organ yang kekurangan oksigen akan terganggu khususnya jaringan
otak, sehingga mengakibatkan terjadinya stimulasi dari susunan saraf pusat yang
disusul dengan tingkat depresi yang akan menimbulkan kejang-kejang dan
berlanjut pada kematian karena kegagalan pernafasan (Beasley 1998).
Proses penjemuran merupakan salah satu metode untuk mengurangi kadar
HCN pada tanaman singkong. Cara ini termasuk mudah dan ekonomis dilakukan
karena cukup dengan memanfaatkan sinar matahari. Penjemuran dapat
menurunkan kadar HCN dari 39 mg/kg menjadi 17 mg/kg, bila dikeringkan
dengan oven menjadi 6 mg/kg. Pengeringan pada suhu 600 C menurunkan HCN
sebanyak 33%. Penjemuran selama 7 hari dapat menurunkan HCN sebanyak 67%.
Proses perendaman selama 24 jam dapat menurunkan kadar HCN pada singkong
pahit sebesar 23% (Tuilan 1989). Selain penjemuran, perendaman dengan air
mengalir serta fermentasi juga mampu menurunkan toksisitas daun singkong
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penambahan daun singkong
karet dalam ransum memiliki potensi sebagai salah satu sumber protein dan pakan
pengganti hijauan.
Selain perlakuan pada daun singkong, efek HCN pada ternak ruminansia
dapat diatasi dengan bantuan beberapa mikroba rumen. Mikroba rumen dapat
menghasilkan enzim yang membantu proses degradasi zat makanan dalam rumen.
Pertumbuhan mikroba rumen dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain
temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan
potensial oksidasi reduksi cairan rumen (Dehority 2004). Komposisi dan populasi
mikroba yang hidup dalam rumen ditentukan oleh jenis pakan yang dikonsumsi
ternak tersebut dan interaksi antar mikroba rumen (Preston dan Leng 1987).
Ternak yang terbiasa dengan ransum berkadar serat kasar tinggi maka mikroba
yang dominan adalah mikroba pencerna serat, begitu pula bila ransum yang
diberikan banyak mengandung sianida maka mikroba yang dominan adalah
mikroba pendegradasi sianida. Domba yang diberikan pakan berupa daun
singkong manis secara tunggal (tanpa campuran bahan pakan lain) selama 3 bulan
tidak menimbulkan efek kelainan klinis (Mathius et al. 1983). Abrar (2001) telah
menemukan bakteri yang memiliki karakteristik mirip dengan Megasphaera
elsdenii pada cairan rumen domba yang terbiasa mengkonsumsi daun singkong.
Megasphaera elsdenii memiliki kemampuan mendegradasi HCN sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif bagi ternak ruminansia.
Sehubungan dengan hal diatas, maka dalam penelitian ini dilakukan isolasi,
karakterisasi dan identifikasi mikroba rumen asal ternak kambing yang telah
terbiasa mengkonsumsi daun singkong, sampai pada analisis DNA bakteri
sehingga dapat diketahui jenis bakteri yang ditemukan secara spesifik.
Selanjutnya juga dilakukan uji kemampuan fermentabilitas dari isolat bakteri
secara in vitro.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan isolat bakteri pendegradasi sianida yang diperoleh dari cairan
rumen kambing perah yang terbiasa mengkonsumsi daun singkong pahit
sebagai pakan.
2. Mengidentifikasi bakteri tersebut dengan metode pendekatan molekuler.
3. Mengevaluasi kemampuan fermentabilitas dari isolat yang diperoleh secara
in vitro.

4

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan
Mikrobiologi Nutrisi, serta Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisis molekuler dilaksanakan di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Waktu penelitian dari Mei 2014 – April 2015.
Bahan
Cairan Rumen
Cairan rumen diperoleh dari ternak kambing peranakan etawa jantan
berumur sekitar 1.5-2 tahun yang berasal dari Bangun Karso Farm di Cijeruk.
Cairan rumen diambil 3 jam setelah ternak diberi makan, dengan menggunakan
stomach tube dan pompa vakum. Cairan rumen dimasukkan ke dalam termos yang
sebelumnya diisi air dengan suhu 39 – 400C, dimana air tersebut dibuang sesaat
sebelum cairan rumen dimasukkan ke dalam termos. Hal ini bertujuan agar
kondisi dalam termos sesuai dengan kondisi dalam rumen.
Prosedur Penelitian
Isolasi, Identifikasi dan Karakteristik Bakteri Pendegradasi
Sianida
Analisa Kadar CN- dan HCN pada Daun Singkong Pahit
Kadar sianida pada daun singkong diukur menggunakan metode APHA
(1985). Sampel sebanyak ± 10 gram, dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100
ml, ditutup dan didiamkan semalam. Kemudian sampel disentrifuge dengan
kecepatan 5000 rpm. Supernatan sampel dipipet sebanyak 0.1 ml, lalu
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquadest sebanyak 1.9 ml, 2
ml larutan buffer CN dan 0.5 ml Chloramin T 1%. Divortex/dihomogenkan dan
didiamkan selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan 0.5 ml larutan asam
barbiturat-pyridin, kemudian dihomogenkan kembali. Dibuat deret standar dari
larutan standar KCN 10 ppm, dengan deret 0, 0.05, 0.10, 0.15 dan 0.2 ppm,
dilakukan prosedur yang sama dengan sampel. Lalu larutan sampel dan standar
siap diukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm.
Tahap I.

Isolasi dan Seleksi Mikroba Rumen Kambing Perah
Persiapan penelitian dilakukan dengan menyiapkan media selektif sianida
untuk mendapatkan isolat bakteri. Pembuatan media dilakukan dengan
memodifikasi metode Theodorou dan Brooks (1990) serta Ogimoto dan Imai
(1981). Pembuatan larutan media dilakukan dengan mencampurkan 7.4 g BHI, 0.1
g glukosa, 0.1 g pati, 0.1 g sistein, 2 ml CMC 1%, 1 ml hemin dan 0.1 ml
resazurin yang dilarutkan menggunakan aquades hingga volume 200 ml,
kemudian diautoklaf. Sampel cairan rumen diperoleh dari tiga ekor kambing
peranakan etawa jantan yang berumur 1.5-2 tahun. Ketiga cairan rumen tersebut
dikomposit untuk dilakukan pengambilan sampel.
Pada tahap awal dilakukan pengayaan mikroba rumen kambing dengan
menumbuhkan mikroba pada media broth yang ditambahkan larutan KCN yang
setara dengan 1 000 ppm HCN selama satu minggu, bertujuan untuk menyeleksi
bakteri pendegradasi sianida. Selama proses pengayaan, setiap 24 jam sebanyak 1

5

ml sampel dari tabung pengayaan pertama dipindahkan ke tabung pengayaan
baru, hal ini dilakukan selama satu minggu, dan disimpan dalam shaker bath suhu
390C. Sisa sampel pada tabung pengayaan setiap 24 jam, dilakukan uji kadar
sianida. Mikroba yang mampu bertahan sampai akhir proses pengayaan
selanjutnya dilakukan isolasi dan seleksi mikroba menggunakan media selektif
sianida, sampai diperoleh koloni yang seragam dalam satu tabung. Koloni bakteri
yang mampu bertahan selama proses isolasi dan seleksi bakteri, selanjutnya
dilakukan pengujian kemampuan mendegradasi sianida.
Identifikasi Isolat Bakteri Terpilih
Masing-masing koloni bakteri yang terseleksi, dilakukan uji kemampuan
menggunakan sianida dengan pengambilan sampel pada 0, 3, 6, 12, 24, dan 48
jam. Pengambilan sampel digunakan untuk pengukuran sisa kadar sianida (APHA
1985). Koloni bakteri yang mampu mendegradasi sianida selanjutnya dilakukan
identifikasi meliputi pewarnaan gram, uji motilitas, dan uji gula-gula sederhana.
Pewarnaan Gram
Tujuan dari pewarnaan gram adalah untuk mengetahui morfologi bakteri
dan pengelompokan bakteri berdasarkan Gram positif dan Gram negatif.
Inokulum dioleskan pada kaca objek dan difiksasi di atas api hingga kering. Kaca
objek direndam dalam wadah yang berisi larutan kristal violet dan didiamkan
selama satu menit, kemudian kaca objek dimiringkan untuk membuang larutan
kristal violet sambil dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu.
Selanjutnya kaca objek digenangi dengan larutan iodine selama dua menit dan
dibilas dengan alkohol 95% (aceton : alkohol = 1:1). Terakhir, kaca objek
digenangi dengan larutan safari selama 30 detik dan bilas dengan aquades lalu
keringkan menggunakan tisu. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100
kali pada lensa objek dan pembesaran 10 kali pada lensa okuler. Saat pemeriksaan
di bawah mikroskop, ditetesi dengan minyak emersi.
Uji Motilitas
Uji motilitas ini dilakukan untuk melihat pergerakan bakteri. 1 – 2 tetes
isolat bakteri disuntikkan kedalam tabung yang berisi media BHI agar, dilihat
apakah terjadi pergerakan isolat di dalam tabung. Apabila media langsung
berubah menjadi keruh, berarti isolat bakteri tersebut bersifat motil.
Uji Gula Sederhana
Gula-gula sederhana yang diuji antara lain: glukosa, fruktosa, selulosa, sukrosa
dan pati. Uji gula dilakukan dengan cara memasukkan 1 ml sampel isolat bakteri
kedalam 8 ml media broth yang telah ditambahkan 1 ml larutan gula yang berbeda
pada masing-masing tabung. Kemudian tabung disimpan dalam inkubator goyang
pada suhu 390C selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati tingkat kekeruhan yang
terjadi selama inkubasi.
Analisa Molekuler Isolat Bakteri
Isolat masing-masing bakteri rumen di ekstrak DNA nya menggunakan Kit
Genomic DNA Genaid, kemudian dilakukan amplifikasi 16S rDNA menggunakan
primer 27 F dan 1492 R berbasis PCR. Produk PCR di purifikasi menggunakan

6

purification kit, selanjutnya dilakukan sequensing menggunakan ABI 3010 Aflied
Biosystem (First Based). Setelah urutan nukleotida diperoleh, maka dilakukan
alignment (disejajarkan) dengan data Gen Bank di NCBI, untuk mendapatkan
identitas kesamaan dengan data mikroba di gen bank.
Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian tahap I merupakan data deskriptif
membandingkan konsentrasi sianida sebelum dan sesudah inkubasi.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah:
1. Kemampuan isolat bakteri menurunkan sianida pada 0, 3, 6, 12, 24, dan 48
jam, serta laju pertumbuhannya.
2. Karakterisasi dan pertumbuhan mikroba rumen terseleksi.
3. Analisa molekuler isolat bakteri.
Tahap II. Inokulasi Isolat Bakteri secara In Vitro
Uji Fermentabilitas Isolat Bakteri Terseleksi
Isolat bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi sianida terbaik
selanjutnya dilakukan uji kemampuan fermentabilitasnya secara in vitro
menggunakan ransum dengan komposisi 40% rumput gajah, 10% daun singkong
pahit dan 50% konsentrat, serta dengan penambahan 500 ppm KCN.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan 2 faktor
perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali.
Perlakuan terdiri dari:
P1 = Cairan rumen kambing yang tidak mengkonsumsi daun singkong pahit +
ransum + KCN 500 ppm (0.05 mg)
P2 = P1 + isolat bakteri
P3 = Cairan rumen kambing yang mengkonsumsi daun singkong pahit +
ransum + KCN 500 ppm (0.05 mg)
P4 = P2 + isolat bakteri
Pembuatan Saliva Buatan atau Larutan McDougall
Pembuatan saliva buatan mengacu pada metode McDougall (1948) yang
dikutip oleh Tilley and Terry (1963). Saliva buatan digunakan sebagai medium
buffer agar kondisi pH tetap netral (6.8 – 7) dengan suhu 39 – 400C sesuai dengan
kondisi rumen.
Pengambilan Cairan Rumen
Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan bantuan alat stomach tube dan
pompa vakum. Cairan rumen yang diambil dimasukkan kedalam termos yang
sebelumnya telah diisi air bersuhu 39-400C agar sesuai dengan kondisi dalam
rumen. Sebelum cairan rumen dimasukkan kedalam termos, air tersebut dibuang
terlebih dahulu.
Pencernaan Fermentatif
Pengujian in vitro dilakukan untuk menguji cairan teradaptasi apakah
memiliki efek mendetoksifikasi HCN. Sebanyak 0,5 g sampel perlakuan, 40 ml

7

larutan McDougall, dan 10 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung
fermentor sambil dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup menggunakan karet
berventilasi. Lalu masukkan tabung tersebut ke dalam shaker water bath dengan
suhu 390C dan diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Setelah inkubasi
ditambahkan 0.2 ml HgCl2 untuk mematikan mikroba rumen sehingga proses
fermentasi terhenti. Campuran dalam fermentor disentrifuse dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit dan supernatan yang dihasilkan digunakan untuk
analisa konsentrasi asam sianida, VFA, NH3, populasi protozoa dan bakteri, serta
kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Analisis NH3
Analisis ammonia dilakukan dengan metode Mikrodifusi Conway (General
Laboratory Procedure, 1966). Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan
vaselin. Sebanyak 1 ml supernatant ditempatkan pada salah satu sisi sekat cawan
dan sisi yang lain ditempatkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh (kedua bahan tidak
boleh bercampur sebelum tutup cawan ditutup rapat). Sebanyak 1 ml asam borat
berindikator merah metal dan hijau bromo kresol pada pH 5.5 dipipet dan
dimasukkan ke cawan kecil yang terletak ditengah cawan Conway. Cawan
Conway ditutup rapat dengan permukaan (tutup) cawan, kemudian digerakkan
hingga supernatant dan Na2CO3 jenuh tercampur rata dan dibiarkan selama 24 jam
pada suhu kamar. Setelah 24 jam, tutup cawan dibuka, asam borat berindikator
dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai warnanya berubah dari biru menjadi
kemerah-merahan.
Konsentrasi ammonia dapat dihitung dengan rumus:
mlH 2 SO 4 xNH 2 SO 4 x1000
Konsentrasi ammonia (mM) =
Beratransu mx% BKransum
Analisis Konsentrasi VFA
Analisis VFA dilakukan dengan teknik Destilasi Uap (Steam Destilation)
(General Laboratory Procedure 1966). Sebanyak 5 ml supernatant dimasukkan ke
dalam tabung destilasim lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 15% dan tabung segera
ditutup. Proses destilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan
labu yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan
terkondensasi di dalam pendingin. Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer
yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N sehingga volumenya mencapai 250-300 ml. setelah
itu ditambahkan indikator phenolptalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl
0.5 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi bening. Konsentrasi
VFA dapat dihitung dengan rumus:
(a  b) xNHClx1000 / 5ml
Konsentrasi VFA (mM) =
beratransumx% BKransum
Keterangan:
a = volume tiran blanko (ml)
b = volume tiran sampel (ml)
Analisis KCBK dan KCBO
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO)
dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963). Tahapan analisis sama seperti
yang dilakukan pada fermentasi in vitro, hanya saja waktu inkubasi dilanjutkan
hingga 24 jam. Setelah 24 jam fermentasi in vitro, tutup karet dibuka dan

8

ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh. Campuran disentrifuse pada kecepatan 3000
rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, kemudian ke dalam tabung
ditambahkan 20 ml larutan pepsin HCl 0.2 %. Inkubasi dilanjutkan 24 jam secara
aerob. Sisa pencernaan disaring menggunakan kertas saring dan dibantu dengan
pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan
dikeringkan di dalam oven 1050C selama 24 jam untuk mengetahui residu bahan
kering dan diabukan dalam tanur 6000C selama 6 jam untuk menghitung bahan
organiknya.
Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) dapat
dihitung dengan rumus:

Perhitungan Populasi Protozoa
Penghitungan populasi protozoa dilakukan menggunakan metode counting
camber dengan larutan garam formalin (formalin salin) yang dibuat dari bahan
campuran formalin dan NaCl fisiologis (Ogimoto dan Imai 1981). Larutan
formalin salin sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam botol film dan dicampur
dengan 1 ml sampel cairan rumen, kemudian diaduk merata. Sampel cairan rumen
ditetekan pada counting camber dan ditutup dengan cover glass sampai rata.
Counting camber yang digunakan mempunyai ketebalan 0.1 mm, dengan luas
kotak terkecil 0.0625 yang terdapat 16 kotak. Kemudian dilakukan pengamatan di
bawah mikroskop lensaa objektif dengan pembesaran 40x dan lensa okuler 10x.
Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus:
1
x1000 xCxFp
Populasi Protozoa =
0.1x0.0625 x16 x5
Keterangan : C
= Jumlah koloni yang dihitung
Fp
= Faktor pengencer (2)
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Populasi bakteri total dihitung dengan metode pencacah koloni bakteri
hidup (Ogimoto dan Imai 1981). Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen
diencerkan secara serial lalu dibiakkan dalam tabung Hungate. Langkah pertama
adalah membuat media tumbuh bakteri seperti BHI. Setelah siap digunakan untuk
pembiakan bakteri, media agar dimasukkan ke dalam penangas air.
Pengenceran cairan rumen dilakukan dengan cara sebagai berikut: 0.05 ml
cairan rumen dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer. Selanjutnya
diambil kembali 0.05 ml lalu dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer
berikutnya, perlakuan tersebut dilakukan sampai 4 kali (4 seri tabung).
Selanjutnya dari masing-masing seri tabung pengencer diambil sebanyak 0,1 ml
lalu ditransfer ke media agar lalu diputar sambil dialiri air, sehingga media dapat
memadat secara merata pada dinding tabung dalam. Tabung diinkubasi selama 3
hari. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Populasi bakteri = n x 10x / 0.05 x 0.1 CFU (Colony Forming Unit)/ml

9

Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian tahap II dianalisa menggunakan RAL
faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 4 ulangan, dimana faktor pertama adalah
sumber cairan rumen dan faktor kedua adalah isolat bakteri pendegradasi sianida.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana:
Yijk
= pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan taraf ke-I dari faktor A dan tarak ke-j dari
faktor B.
µ
= mean populasi.
αi
= pengaruh taraf ke-i dari faktor A.
βj
= pengaruh taraf ke-j dari faktor B.
(αβ)ij
= pengaruh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
εijk
= pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij. εij ~ N (0,σ2).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah:
1. Nilai pH rumen yang diukur menggunakan pH meter.
2. Konsentrasi amonia (NH3)
3. Konsentrasi VFA Total
4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik
5. Populasi protozoa
6. Populasi bakteri
7. Penurunan kadar sianida

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap I.

Isolasi, Identifikasi dan Karakteristik Bakteri Pendegradasi
Sianida

Kandungan Sianida Daun Singkong Pahit
Daun singkong pahit dapat dimanfaatkan sebagai pakan sumber protein
karena mempunyai kadar protein yang tinggi hingga 39.9%, namun juga
mengandung sianida yang dapat bersifat racun apabila dikonsumi oleh ternak
dalam jumlah banyak dan waktu yang lama. Penjemuran merupakan cara yang
praktis untuk menurunkan kadar sianida. Sampel daun singkong pahit yang
diperoleh dari lahan peternak di daerah Cijeruk, setelah dilakukan penjemuran
matahari selama 6 jam dapat menurunkan kandungan sianida daun singkong pahit
tersebut sebesar 13.10%, seperti yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Sianida dan Asam Sianida Daun Singkong Pahit
Sampel
Kadar Sianida (CN-)
Kadar Asam Sianida (HCN)
(ppm)
(ppm)
Daun singkong pahit
928.58 ± 9.12
964.30 ± 9.48
segar
Daun singkong pahit
806.95 ± 4.33
837.94 ± 4.50
setelah dijemur sehari
Berkurangnya kadar asam sianida setelah penjemuran disebabkan karena
salah satu sifat sianida dapat menguap. Seperti pada penelitian Tuilan (1989),
penjemuran selama 7 hari dapat menurunkan kadar sianida sebanyak 67%.
Pengeringan limbah tapioka menggunakan fotokatalis TiO2 di bawah sinar
matahari selama 8 jam dapat menurunkan kadar sianida sebesar 98.74% (Riyani
2013). Pengeringan di bawah sinar matahari lebih baik dibandingkan pengeringan
menggunakan oven, karena kontak berkepanjangan antara linamarase dan
glukosida di bawah sinar matahari (Padmaja 1995). Senyawa glukosida
sianogenik dengan adanya enzim linamarase (β glukosidase) akan terhidrolisa
menjadi acetocyanohidrin dan glukosa, selanjutnya acetocyanohidrin akan terurai
menjadi hidrogen sianida (HCN) dan aceton pada pH diatas 5 (Haque 2004;
Mkpong et al. 1990), dan menguap di bawah sinar matahari sehingga menurunkan
kadar sianida pada daun singkong pahit.
Pengayaan Mikroba Cairan Rumen Kambing Perah dengan Media Sianida
Pengayaan menggunakan media selektif sianida setelah diinkubasi selama
24 jam pada proses pengayaan selama 7 hari, terjadi penurunan kadar sianida dari
1 000 ppm menjadi rata-rata 229.771 ± 19.55 ppm. Selama proses pengayaan
terjadi peningkatan persentase penurunan kadar sianida sebelum dan setelah
pengayaan sampai pada hari keempat. Pada hari kelima penurunan kadar sianida
lebih rendah dibanding hari sebelumnya, dan kembali meningkat pada hari
selanjutnya, namun tidak begitu tinggi. Hasil kadar sianida selama pengayaan
dapat dilihat pada Tabel 2.

11

Tabel 2. Kadar Sianida Sampel Pengayaan Mikroba Cairan Rumen Kambing
setelah Inkubasi 24 jam
Hari keHCN awal
HCN 24 Jam
% Penurunan HCN
2
1 000.00
259.17
74.08
3
1 025.92
214.82
79.06
4
1 021.48
204.03
80.03
5
1 020.40
240.67
76.41
6
1 024.07
231.77
77.37
7
1 023.18
228.17
77.70
Rata-rata
1019.17 ± 9.59
229.77 ± 19.37
77.44 ± 2.08
Berdasarkan data dari Tabel 2, dapat terlihat bahwa pada cairan rumen
kambing Peranakan Etawa (PE) jantan yang telah terbiasa mengkonsumsi daun
singkong pahit terdapat bakteri yang mampu mendegradasi sianida. Hal ini
disebabkan karena pemberian pakan daun singkong pahit terus menerus
menyebabkan mikroba rumen beradaptasi dengan kandungan sianida pada daun
singkong pahit yang dikonsumsi, sehingga bakteri pendegradasi sianida yang
terdapat di dalam cairan rumen berkembang. Komposisi dan populasi mikroba
yang hidup dalam rumen ditentukan oleh jenis pakan yang dikonsumsi ternak
tersebut dan interaksi antar mikroba rumen (Preston dan Leng 1987).
Isolasi dan Seleksi Mikroba Rumen Melalui Proses Adaptasi
Sampel pengayaan selanjutnya digunakan untuk seleksi bakteri
pendegradasi sianida. Setelah proses isolasi dan seleksi bakteri, ditemukan dua
macam koloni yang mampu bertahan terhadap sianida yang ditambahkan dalam
media seleksi (Gambar 1). Koloni inokulum bakteri 1 berwarna putih susu,
sedangkan koloni inokulum 2 berwarna putih bening.

a

b

Gambar 1. Koloni Bakteri Hasil Isolasi dan Seleksi (a) Inokulum 1; (b) Inokulum 2

Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Sianida
Berdasarkan uji pewarnaan gram, Inokulum 1 tergolong pada bakteri Gram
Negatif, sedangkan Inokulum 2 tergolong pada bakteri Gram Positif (Tabel 3).
Menurut Ogimoto dan Imai (1981), mikroba rumen yang memiliki bentuk kokus
dan sifat pewarnaan negatif ada lima genus, yaitu Streptococcus sp., Sarcina sp.,
Ruminococcus sp., Veilonella sp., dan Megasphaera sp.

12

Tabel 3. Hasil Pengujian Koloni Bakteri
Parameter
Inokulum 1
Warna koloni
Putih
Bentuk koloni
Bulat
Bentuk sel
Batang
Pewarnaan gram
Motilitas
+
Suhu tumbuh (0C)
39
Fakultatif anaerob
+
Pemanfaatan Gula
Glukosa
++
Sukrosa
++
Fruktosa
++
Pati
+
Selulosa
-

Inokulum 2
Putih
Lonjong
Bulat
+
+
39
+
+
++
+
++
-

Dilihat dari hasil uji morfologi, pewarnaan gram serta pemanfaatan gulagula sederhana, inokulum 1 memiliki karakteristik yang mirip dengan
Megasphaera elsdenii, Lampropedia hyaline, Veillonella alcalescens (Ogimoto
dan Imai 1981; Abrar 2001). Sedangkan inokulum 2 memiliki kemiripan ciri-ciri
dengan Lachnospiraceae bacterium. Lachnospiraceae bacterium merupakan
bakteri gram positif yang bersifat anaerob dengan suhu pertumbuhan 30-420C,
serta memanfaatkan glukosa (Sizova 2013). Lachnospiraceae termasuk family
clostridia yang terdapat didalam saluran gastrointestinal mamalia, terutama
ruminansia (Kittelmann et al. 2013) dan manusia (Gosalbes et al. 2011).
Analisis Molekuler Inokulum Bakteri
Berdasarkan hasil alignment pada data Gen Bank, diketahui bahwa susunan
nukleotida inokulum 1 dan inokulum 2 memiliki kemiripan 99% dengan susunan
nukleotida dari Sharpea azabuensis, Bovine rumen bacterium, dan
Lachnospiraceae bacterium (Tabel 4). Namun masih perlu dilakukan penelitian
selanjutnya untuk memastikan jenis inokulum bakteri rumen yang ditemukan pada
cairan rumen kambing perah tersebut.
Tabel 4. Hasil Identifikasi Molekuler Inokulum Bakteri
Deskripsi
Maks. Total Query E Value
Skor
Skor
Cover
Sharpea
2 492 2 492 100%
0.0
azabuensis
Bovine rumen
2 486 2 486 100%
0.0
bacterium
Lachnospiraceae 2 481 2 481 100%
0.0
bacterium

Ident

Accession

99%

NR_041304.1

99%

AY263505.2

99%

EU728745.1

Biodegradasi Sianida
Setelah inkubasi selama 48 jam, terjadi penurunan kadar sianida masingmasing inokulum terpilih sebesar 72.02% (Inokulum 1), 74.40% (Inokulum 2),
dan 72.32% (Inokulum 1 + Inokulum 2). Pada Tabel 5 dapat dilihat terjadi

13

penurunan kadar sianida pada tiap jam, hal ini menunjukkan bahwa bakteri
Inokulum 1 dan Inokulum 2 mampu mendegradasi sianida secara tunggal tanpa
bantuan bakteri lain dalam rumen. Begitu pula ketika Inokulum 1 dan Inokulum 2
digabungkan, juga terjadi penurunan kadar sianida namun penurunan kadar
sianida sedikit lebih rendah apabila dibandingkan pendegradasian oleh bakteri
tunggal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya persaingan antar inokulum
bakteri. Gambaran penurunan kadar sianida dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 5. Konsentrasi Sianida Inokulum Bakteri Terpilih Setelah Fermentasi 48
Jam (ppm)
Jam
ke0
3
6
12
24
48

Kontrol

Inokulum 1

999.03 ± 0.65
994.41 ± 3.48
964.15 ± 3.48
931.57 ± 3.30
896.69 ± 2.59
840.78 ± 7.54

1 000.00 ± 0.00
512.09 ± 12.20
469.92 ± 3.19
386.14 ± 0.15
293.27 ± 2.31
279.79 ± 0.50

Inokulum 2
1 000.00 ± 0.00
514.01 ± 13.95
449.23 ± 1.19
312.34 ± 18.97
266.03 ± 27.69
256.02 ± 13.99

Inokulum 1 +
Inokulum 2
998.82 ± 0.40
651.64 ± 8.01
500.54 ± 3.47
380.56 ± 13.34
333.88 ± 12.72
276.51 ± 3.47

1000
900
800
Sianida (ppm)

700
600
Kontrol

500

Isolat 1

400

Isolat 2

300

Isolat 1+2

200
100
0
0

12

24
Waktu (jam)

36

48

Gambar 2. Grafik Penurunan Kadar Sianida oleh Inokulum Bakteri Terpilih
Dalam kondisi anaerob, sianida dapat didegradasi dengan menghasilkan
produk fermentasi berupa asam format dan amonia, dengan demikian
memungkinkan terjadinya degradasi sianida di dalam rumen oleh bakteri rumen
yang mampu memanfaatkan sianida sebagai sumber energinya. Pseudomonas
fluorescens NCIMB 11764 dapat menghidrolisis sianida menghasilkan asam
format dan amonium, serta pseudomonas pseudoalcaligenes CECT5344 yang

14

dapat mendegradasi sianida dengan menghasilkan ammonium yang kemudian
terinkoporasi dengan asam amino (Luque-Almagro et al. 2011). Seperti terlihat
pada Tabel 6, selama proses inkubasi inokulum terjadi peningkatan kadar amonia.
Peningkatan kadar amonia terlihat pada Gambar 3. Kenaikan konsentrasi amonia
berbanding terbalik dengan konsentrasi sianida pada tiap pengambilan sampel, hal
ini diduga berhubungan dengan proses degradasi sianida akibat aktivitas mikroba
rumen terseleksi. Semakin rendah kadar sianida maka produksi amonia semakin
meningkat. Amonia merupakan sumber nitrogen yang penting bagi sintesa protein
dalam rumen. Untuk pertumbuhan mikroba rumen yang optimal, konsentrasi
amonia di dalam rumen berkisar 3.4-11 mM (Preston dan Leng 1987).
Tabel 6. Kadar Amonia Inokulum Bakteri Selama Inkubasi 48 Jam
Jam keInokulum 1
Inokulum 2
3
5.39 ± 0.21
4.68 ± 0.33
6
5.30 ± 0.27
5.55 ± 0.31
12
5.77 ± 0.55
5.92 ± 0.48
24
5.98 ± 0.57
6.01 ± 0.05
48
6.14 ± 0.46
6.05 ± 0.93

7.00
6.00

N-NH3 (mM)

5.00
4.00
Isolat 1

3.00

Isolat 2
2.00
1.00
0.00
0

6

12

18
24
30
Waktu (Jam)

36

42

48

Gambar 3. Grafik Kadar Amonia Selama Inkubasi 48 Jam

OD (600 nm)

15

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Isolat 1
Isolat 2

0

4

8

12
16
Waktu (Jam)

20

24

Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Inokulum Bakteri Terpilih
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang mampu
mendegradasi sianida pada cairan rumen kambing. Pertumbuhan kedua inokulum
pada 6 jam pertama terlihat tidak berbeda. Namun setelah lewat 6 jam,
pertumbuhan inokulum 2 lebih tinggi dibanding inokulum 1 dan mencapai fase
stasioner pada jam ke-12. Sedangkan pertumbuhan inokulum 1 terlihat lebih
lambat dan baru mencapai fase stasioner pada jam ke-16. Terlihat dari grafik
pertumbuhan, inokulum 2 lebih mampu bertahan pada media selektif sianida,
dimana inokulum 2 masih berada pada tahap stasioner hingga 24 jam sedangkan
inokulum 1 terlihat mulai memasuki fase kematian (Gambar 4).
Dilihat dari Gambar 2 dan Gambar 4, menunjukkan penurunan kadar sianida
sebanding dengan pertumbuhan bakteri, dimana semakin tinggi pertumbuhan
bakteri diikuti dengan penurunan kadar sianida. Hal ini sesuai dengan pendapat
Luque-Almagro et al. (2005), konsumsi sianida adalah proses asimilatif, karena
pertumbuhan bakteri sebanding dengan degradasi sianida. Beberapa penelitian
sebelumnya juga telah menemukan adanya bakteri yang mampu mendegradasi
sianida yang diperoleh dari berbagai sumber (Abrar 2001; Dhillon dan
Shivaraman 2001; Fallon 1992; Fallon et al. 1991; Majak dan Cheng 1987).
Tahap II. Inokulasi Inokulum Bakteri secara In Vitro
Fermentabilitas Inokulum Bakteri
Gejala keracunan sianida dapat terjadi dalam hitungan detik setelah
menghirup hidrogen sianida (HCN) atau beberapa menit setelah mengkonsumsi
garam sianida. Keracunan sianida juga dapat tertunda hingga 12 jam setelah
mengkonsumsi glukosida sianogenik, nitril, atau thyocyanates (WHO 2004).
Barcroft (1931) melakukan percobaan inhalasi pada spesies hewan yang berbeda
dengan pemberian 1 000 mg/m3 HCN (setara dengan 1 061.88 ppm HCN), terjadi
kematian sebanyak 50% dari total hewan percobaan dalam waktu 0.8, 1.0, 1.0,
2.0, 2.0, 3.0, dan 3.5 menit pada anjing, mencit, kucing, kelinci, tikus, marmut,
kambing, dan monyet. Konsentrasi sianida maksimal yang mampu ditoleransi

16

dengan nol kematian pada anjing, tikus, mencit, kelinci, monyet, kucing, kambing
dan marmut adalah 100, 100, 140, 180, 180, 240, dan 400 mg/m3.
Dari penelitian tersebut, kambing mampu bertahan menghirup sianida pada
konsentrasi 400 mg/m3 (setara dengan 424.75 ppm). Hasil uji biodegradasi sianida
pada inokulum bakteri yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan pemberian 1
000 ppm HCN, inokulum mampu menurunkan kadar HCN sebanyak 77.44%.
Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk melihat kemampuan fermentabilitas
inokulum bakteri pendegradasi sianida secara in vitro.
In vitro merupakan kegiatan yang dilakukan di luar tubuh ternak dengan
mengkondisikan sesuai dengan di dalam tubuh ternak, sehingga dapat mengamati
keadaan di dalam tubuh ternak secara tidak langsung (Arora 1995). Tilley dan
Terry (1963) mengembangkan teknik pengukuran kecernaan melalui in vitro
dengan menggunakan cairan rumen, saliva buatan dan bahan pakan yang
dicampur ke dalam tabung pencerna. Hasil karakteristik fermentasi rumen yang
telah dianalisis statistik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap karakteristik fermentasi rumen pada
perlakuan menggunakan cairan rumen kambing yang tidak teradaptasi
daun singkong pahit (cairan rumen -), cairan rumen kambing yang
teradaptasi daun singkong pahit (cairan rumen +), serta penambahan
inokulum (+ inokulum) dan tanpa penambahan inokulum (- inokulum)
Peubah

Cairan Rumen

C. Rumen (-)
C. Rumen (+)
Rataan
C. Rumen (-)
NH3 (mM)
C. Rumen (+)
Nilai pH

VFA Total
(mM)

C. Rumen (-)
C. Rumen (+)
Rataan
KCBK
C. Rumen (-)
(%)
C. Rumen (+)
Rataan
KCBO
C. Rumen (-)
(%)
C. Rumen (+)
Rataan

Inokulum
(-) Inokulum
(+) Inokulum
6.74 ± 0.01a
6.71 ± 0.01b
6.69 ± 0.01b
6.66 ± 0.02c
6.73 ± 0.03
6.69 ± 0.03
6.86 ± 0.09d
8.84 ± 0.04c
15.07 ± 0.26b
17.33 ± 0.02a
10.96 ± 4.39
13.08 ± 4.54
101.42 ± 4.95d
133.13 ± 3.10c
143.91 ± 4.72b
180.72 ± 3.94a
122.66 ± 23.15
156.92 ±25.65
54.87 ± 0.91d
58.46 ± 1.00c
72.85 ± 1.41b
75.72 ± 0.56a
63.86 ± 9.68
67.09 ± 9.26
54.02 ± 1.06d
57.33 ± 1.16c
71.93 ± 1.37b
74.96 ± 0.75a
62.98 ± 9.64
66.15 ± 9.47

Rataan
6.73 ± 0.02
6.68 ± 0.02
7.85 ± 1.06
16.20 ± 1.22
117.28 ± 17.38
162.31 ± 20.08
56.66 ± 2.11
74.29 ± 1.83
55.68 ± 2.04
73.45 ± 1.92

Keterangan: C. Rumen (-): Cairan rumen dari kambing yang tidak mengkonsumsi daun singkong
pahit; C. Rumen (+): Cairan rumen dari kambing yang terbiasa mengkonsumsi daun singkong
pahit; (-) Inokulum: Tanpa penambahan inokulum bakteri; (+) Inokulum: Penambahan inokulum
bateri; VFA: Volatile Fatty Acids; KCBK: Kecernaan Bahan Kering; KCBO: Kecernaan Bahan
Organik; Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05)

Nilai pH
Hasil sidik ragam dari Tabel 7 menunjukkan perbedaan cairan rumen
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P0.05) terhadap tingkat keasaman (pH)

17

cairan rumen. Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa nilai pH pada perlakuan
menggunakan cairan rumen kambing perah yang tidak mengkonsumsi daun
singkong pahit sangat nyata (P