Rancang Bangun Sistem Kendali Konsentrasi Larutan Hidroponik Berbasis PID

RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI KONSENTRASI LARUTAN
HIDROPONIK BERBASIS PID

MADE EKALAYA PRATHISTHAYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun
Sistem Kendali Konsentrasi Larutan Hidroponik Berbasis PID adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Made Ekalaya Prathisthaya
NIM F14100072

ABSTRAK
MADE EKALAYA PRATHISTHAYA. Rancang Bangun Sistem Kendali
Konsentrasi Larutan Hidroponik Berbasis PID. Dibimbing oleh
LIYANTONO dan MOHAMAD SOLAHUDIN.
Konsentrasi larutan nutrisi pada kegiatan budidaya tanaman hidroponik
perlu dikendalikan agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi tanaman. Tujuan
penelitian ini adalah merancang bangun sistem kendali konsentrasi larutan
nutrisi menggunakan sensor EC, dengan menggunakan metode PID.
Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap; kalibrasi sensor EC, simulasi
penurunan konsentrasi larutan nutrisi karena proses evapotranspirasi,
penentuan parameter kendali PID (Kp, Ki, Kd) secara trial & error, dan
simulasi pengendalian EC dari larutan nutrisi. Hasil validasi pada tahap 2
sudah memuaskan yang diindikasikan oleh nilai RMSE sebesar 0.025 gram
dengan nilai R2 sebesar 0.973. Kemudian setelah dilakukan trial & error pada
penentuan parameter Kp, Ki, Kd diperoleh nilai berturut-turut 5, 5000, 200,

dengan nilai toleransi ±6 %. Nilai tersebut adalah nilai yang paling optimal
dengan nilai settling time 7.345 menit dan steady state error 0.025 dS/m.
Hasil simulasi pengendalian EC terukur dari larutan nutrisi didapat nilai
RMSE sebesar 0.025 dS/m dan nilai RMSE dari bobot nitrogen 0.012 gram.
Oleh karena itu, dapat dikatakan sistem kendali PID ini sesuai dengan yang
diharapkan.
Kata kunci: EC, sistem kendali, PID (Proportional-Integral-Derivative)

ABSTRACT
MADE EKALAYA PRATHISTHAYA. Design of Concentration Control
System for Hydroponic Solution Based on PID. Supervised by LIYANTONO
and MOHAMAD SOLAHUDIN.
Nutrient solution concentration in hydroponic crop cultivation need to
be controlled to make it appropriate to the plant nutrient requirement. The
purpose of this research is to design control system for nutrient solution
concentrations using EC sensor, by using a PID method. This research was
conducted in 4 stages; EC sensor calibration, simulation of decrease nutrient
solution concentration caused by evapotranspiration process, determination of
PID control parameter (Kp, Ki, Kd) with trial & error, and simulation of EC
control of nutrient solution. Validation result of second stage was satisfied

indicated by RMSE value at 0.025 grams with R2 value at 0.973. Then after
conducted trial & error in determination of Kp, Ki, Kd obtained respectively 5,
5000, 200, with tolerance value ±6 %. Those value are the most optimal
which is identified from settling time was 7.345 minute and steady state error
was 0.025 dS/m. Simulation result of EC control of nutrient solution obtained
RMSE value 0.023 dS/m and RMSE value from nitrogen mean weight 0.012
grams. Therefore, can be said this PID control system is in accordance with
which expected.
Key words: control system, EC, PID (Proportional-Integral-Derivative)

RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI KONSENTRASI LARUTAN
HIDROPONIK BERBASIS PID

MADE EKALAYA PRATHISTHAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem pada
Fakultas Teknologi Pertanian


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Rancang Bangun Sistem Kendali Konsentrasi Larutan Hidroponik
Berbasis PID
Nama
: Made Ekalaya Prathisthaya
NIM
: F14100072

Disetujui oleh

Dr Liyantono, MAgr
Pembimbing I

Dr Ir Mohamad Solahudin, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini yaitu Rancang
Bangun Sistem Kendali Konsentrasi Larutan Hidroponik Berbasis PID. Penelitian
ini berlangsung selama 5 bulan dikarenakan proses pengadaan alat yang cukup
memakan waktu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah dan karunianya.
2. Dr Liyantono dan Dr Mohamad Solahudin selaku pembimbing.
3. Dr Slamet Widodo yang telah banyak memberi saran dan solusi.
4. Bapak (Putu Asiagama), Ibu (Ni Made Sri Seputri), Kakak (I Putu Arya Yasa

Saputra) dan Kakak ipar (Ni Luh Ketut Ayu Budiani) yang telah
mencurahkan kasih sayangnya dalam bentuk apapun.
5. Alfin Fathikunada yang telah banyak memberikan ilmunya.
6. Siti Asiyah yang telah mengoreksi dan memberikan masukan terhadap skripsi
ini.
7. Erlin Cahya Rizki Purnama, Dian Andriani, Amri Maulana, Naufal Rauf, dan
teman-teman Laboratorium Teknik Bioinformatika.
8. I Kadek Agus Hendra Dinata, I Nengah Dedi Setiadi, I Gde Wahyu Dani
Darmawan, Nyoman Riyawan dan teman-teman KMHD.
9. Bapak Ahmad, Ibu Mar, Bapak Dharma serta semua staf Departmen Teknik
Mesin dan Biosistem
10. Rizky Wiradinata dan teman-teman Antares (TMB 47) atas bantuannya
selama penelitian dan penulisan skripsi ini dilaksanakan.
11. Penghuni Vrindavan yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Made Ekalaya Prathisthaya

DAFTAR ISI

PRAKATA

vii

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Electrical Conductivity (EC)

3


Sistem Kendali Proportional-Integral-Derivative (PID)

4

Proses Penyerapan Nutrisi pada Tanaman Tomat

6

METODOLOGI

6

Tempat dan Waktu Penelitian

6

Alat dan Bahan

6


Prosedur Penelitian

7

Kalibrasi sensor EC

7

Interpolasi linier

7

Simulasi penurunan konsentrasi larutan nutrisi karena proses
evapotranspirasi

7

Validasi data

8


Penentuan parameter kendali PID (Kp, Ki, Kd) secara trial & error

8

Simulasi pengendalian EC dari larutan nutrisi

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Kalibrasi Sensor EC

11

Simulasi Penurunan Konsentrasi Larutan Nutrisi Karena Proses
Evapotranspirasi

13

Penentuan Parameter Kendali PID (Kp, Ki, Kd) Secara Trial & Error

16

Simulasi Pengendalian EC dari Larutan Nutrisi

20

SIMPULAN

21

SARAN

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Nilai EC untuk beberapa jenis tanaman
2 Data EC acuan dan EC meter CM-21P
3 Data pengukuran EC di dalam 1 liter air yang dilakukan menggunakan
sensor EC CS200 dan EC meter CM-21P
4 Data EC terukur dengan bobot nitrogen di dalam 5 liter air
5 Nilai settling time dan steady state error untuk tiap nilai target
6 Data pencarian debit tetesan infus
7 Data penurunan bobot nitrogen referensi dan hasil simulasi
8 Kandungan nutrisi yang terdapat di dalam total padatan AB mix

3
11
12
14
19
27
28
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12

Hubungan dari tiap unsur siklus kendali PID
Diagram alir pengendalian EC larutan nutrisi
Tahapan prosedur penelitian
Grafik hubungan antara data pengukuran EC meter CM-21P terhadap
nilai EC acuan
Grafik hubungan antara data pengukuran dari sensor EC CS200
terhadap EC meter CM-21P
Grafik peningkatan kumulatif total nitrogen (NO3-) terserap oleh
tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.) (Rincon et. al 2005)
Grafik perubahan kumulatif total nitrogen (NO3-) terserap oleh tanaman
tomat yang dipercepat menjadi 2 hari
Grafik analogi penurunan kumulatif bobot nitrogen (NO3-) terserap di
wadah larutan nutrisi
Grafik EC terukur dengan total volume AB mix di dalam 5 liter air
Grafik penurunan konsentrasi larutan selama 2 hari, grafik observasi
( ) dan grafik model penurunan bobot nitrogen ( )
Grafik pengaturan Kp=20, Ki=3000, dan Kd= 200, dengan nilai target
0.500 dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m
   
Grafik pengaturan Kp=10, Ki=4000, Kd=200, dengan nilai target 0.500
dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m
   

5
9
10
11
12
13
13
14
14
15

16

16

13 Grafik pengaturan Kp=5, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target 0.500
dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m    
14 Grafik pengaturan Kp=3, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target 0.500
dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m    
15 Grafik pengaturan Kp=5, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target 0.500
dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m
    (nilai toleransi ±6 %)
16 Grafik simulasi sistem kendali EC yang dilakukan selama 2 hari dengan
nilai target 0.710 dS/m 
17 Grafik simulasi bobot nitrogen (  ) yang dibandingkan dengan model
penurunan konsentrasi larutan nutrisi karena proses evapotranspirasi
()
18 Perubahan berdasarkan waktu untuk nutrisi yang disuplai ( ), dibuang
( ), dan diserap oleh tanaman tomat ( ) (Rincon et al. 2005)
19 Pembagian pola perubahan jumlah nitrogen terserap
20 Kemasan pupuk hidroponik AB mix

17
18

18
20

20
26
27
30

DAFTAR LAMPIRAN
1 Algoritma dari program sistem kendali PID
2 Contoh perhitungan untuk pencarian pola penurunan bobot nitrogen
3 Contoh perhitungan untuk validasi menggunakan Root Mean Square
Error (RMSE)
4 Informasi kandungan nutrisi pupuk AB mix

24
26
28
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hidroponik adalah pembudidayaan tanaman tanpa menggunakan tanah
dimana teknik ini memanfaatkan pertumbuhan akar tanaman di dalam larutan
nutrisi dengan kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan mineral tanaman
tersebut (Considine 1976). Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat menangkap
bahwa hidroponik merupakan kegiatan bercocok tanam dengan pembudidayaan
tanaman tanpa menggunakan media tanah, melainkan di dalam larutan nutrisi.
Pada umumnya kegiatan bercocok tanam secara hidroponik dilakukan di dalam
rumah tanaman agar kondisi lingkungan tanaman dapat dikendalikan. Bercocok
tanam di dalam rumah tanaman mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
bercocok tanam di lahan terbuka. Kelebihan tersebut antara lain penggunaan
pestisida yang lebih sedikit karena tanaman lebih terlindungi dari serangan hama.
Penggunaan rumah tanaman juga memungkinkan pengaturan pasokan air lebih
efisien dan teratur sesuai dengan kebutuhannya. Tanaman di musim hujan
terlindung dari curah hujan yang berlebihan. Pemberian nutrisi dapat lebih mudah
dalam sistem hidroponik, yaitu bersama air dalam bentuk larutan nutrisi
(Suhardiyanto 2009). Nilai daya hantar listrik (electrical conductivity) digunakan
sebagai pendekatan untuk menentukan konsentrasi melalui konduktivitas listrik
dari larutan (Hanan 1998). Nilai target electrical conductivity dari larutan nutrisi
bervariasi tergantung pada jenis tanaman, tahap pertumbuhan dan kondisi iklim
lingkungan (Parks dan Murray 2011). Kebutuhan nutrisi tanaman adalah jumlah
nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk bertahan dan reproduksi. Semakin
besar jumlah unsur yang terlarut dalam larutan nutrisi, maka nilai EC yang terukur
juga akan meningkat secara linier (Hanan 1998). Akan lebih baik pengendalian
nilai EC dilakukan secara berkala, sehingga nilai EC larutan selalu terjaga optimal.
Untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan kualitas dari tanaman, diperlukan
penyesuaian antara pasokan air dan pupuk yang dibutuhkan oleh tanaman dalam
jangka waktu yang pendek (Jaimes-Ponce et al. 2012). Seiring perubahan waktu
konsentrasi dari larutan nutrisi dapat berubah. Dibutuhkan suatu perlakuan untuk
selalu menjaga konsentrasi larutan nutrisi tersebut optimal. Berdasarkan hal
tersebut, dalam penelitian ini dirancang suatu rancang bangun sistem kendali yang
dapat mengendalikan konsentrasi larutan sebagai perlakuan untuk menjaga
konsentrasi larutan nutrisi hidroponik.
Sistem kendali yang umum digunakan adalah sistem kendali on/off. Sistem
kendali on/off hanya memberikan dua aksi yaitu menyala dan mati. Kedua aksi
tersebut hanya memberikan dampak parameter yang dikendalikan terlalu tinggi
atau terlalu rendah. Sistem kendali PID dapat ditambahkan terhadap sistem
pengendalian agar galat yang ditimbulkan dari pengendalian dapat diredam,
sehingga kondisi yang diharapkan dari lingkungan yang dikendalikan dapat
dicapai. Metode ini bekerja dengan pendekatan yang berorientasi terhadap nilai
galat yang terukur pada saat lampau, sekarang, dan yang akan terjadi (Tehrani dan
Mpanda 2012). Sistem kendali PID bersifat umpan balik negatif (negative
feedback), dimana umpan balik negatif adalah pengurangan nilai dari masukan
(Tehrani dan Mpanda 2012). Kendali tertutup umumnya digunakan untuk sistem

2
kendali PID. Sistem kendali tertutup adalah sistem kendali yang menggunakan
informasi dari alat ukur dan diumpankan kembali dari keluaran sistem untuk
memodifikasi masukannya (Bolton 2004). Pada sistem PID, secara garis besar
kendali proporsional digunakan untuk mengurangi galat secara proporsional
berdasarkan nilai terukur. Kendali integral mengakumulasi galat yang telah
berjalan, sehingga menggiring nilai galat secara perlahan menuju nilai nol.
Kendali derivatif digunakan sebagai laju perubahan galat dimana kondisi ini
berfungsi sebagai antisipasi nilai galat di waktu selanjutnya, mempercepat respon
kendali proporsional dan meningkatkan stabilitas dengan mengompensasi jeda
yang ditimbulkan dari kendali integral (Neary 2004). Kombinasi dari ketiga
kendali tersebut dapat menyajikan sistem kendali yang sangat akurat dan stabil.
Akan tetapi, sistem kendali harus terlebih dahulu dilakukan pengaturan untuk
karakteristik sistem yang optimum (Neary 2004).
Sistem kendali PID sangat berguna untuk kondisi yang mengharapkan
sistem memiliki respon cepat terhadap perubahan lingkungan dan sistem kendali
PID sangat berguna untuk pembebanan yang berlanjut terus (Neary 2004).
Menurut Shaw (2003), ada banyak algoritma yang bisa digunakan untuk
mengendalikan proses menggunakan metode PID. Salah satu yang paling mudah,
paling banyak digunakan di industri dan rumah tangga adalah sistem saklar on/off.
Maka dari itu, sistem kendali PID yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan sistem saklar on/off.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang bangun sistem
kendali konsentrasi larutan nutrisi dengan EC sebagai parameter, berbasis metode
Proportional-Integral-Derivative (PID). Tujuan tersebut dicapai dengan
dilakukan:
1. Simulasi pola penurunan konsentrasi larutan nutrisi hidroponik karena proses
evapotranspirasi.
2. Penentuan parameter kendali PID (Kp, Ki, Kd).
3. Simulasi pengendalian EC dari larutan nutrisi menggunakan parameter kendali
PID yang sudah ditentukan.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam skala model. Sistem kendali diberikan
gangguan dalam bentuk penurunan konsentrasi larutan hidroponik karena proses
evapotranspirasi yang dimodelkan berdasarkan data penurunan bobot nitrogen
terserap oleh tanaman. Skala model juga diaplikasikan terhadap sistem
pencampuran larutan hidroponik, yaitu antara larutan hidroponik dengan air.

`
3

TINJAUAN PUSTAKA

Electrical Conductivity (EC)
Nilai daya hantar listrik atau dengan istilah lain electrical conductivity dan
dapat disingkat menjadi EC, adalah ukuran total konsentrasi atau ukuran
kepekatan yang terdapat pada suatu larutan nutrisi. Semakin besar konsentrasi
larutan nutrisi, maka nilai EC akan semakin besar (Parks dan Murray 2011). Nilai
EC diukur dengan satuan desi siemens per meter (dS/m). Nilai EC dapat
dikonversi ke satuan μS/cm (mikro siemens per centimeter) dari satuan dS/m
dengan nilai EC terukur dikalikan dengan nilai 103. Umumnya penggunaan satuan
desi siemens per meter (dS/m) biasa digunakan pada literatur ilmiah (Whipker dan
Cavins 2000).
Nilai EC pada tiap jenis tanaman berbeda-beda. Nilai EC optimum tomat
(Solanum lycopersicum L.) berkisar antara 3.000 dS/m untuk fase vegetatif dan
4.500 dS/m sampai 7.000 dS/m untuk fase generatif (Rincon et al. 2005). Nilai
EC untuk beberapa macam tanaman hidroponik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai EC untuk beberapa jenis tanaman
Jenis tanaman
Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Pok choi (Brasica rapa L.)
Selada (L. Sativa)
Kentang (Solanum tuberosum L.)

Nilai EC (dS/m)
Vegetatif
Generatif
3.000
4.500-7.000
1.330-1.300
1.560-1.740
2.000
5.800

Sumber: Rincon et al. (2008), Sesmininggar (2006), Setiawan (2007), Novella et al.
(2008).

Konsentrasi larutan dengan EC yang rendah atau terlalu tinggi akan
memberikan hasil panen yang rendah. Hasil panen akan meningkat jika tercapai
EC optimum (Wu dan Kubota 2008). Peningkatan konsentrasi dari larutan yang
dijadikan nutrisi disebabkan karena penambahan pupuk cair. Ada pula konsentrasi
meningkat karena efek dari akumulasi garam yang terdapat di dalam pupuk cair
hidroponik (Massa et al. 2011). Menurut Hanan (1998) penentuan nilai EC
merupakan metode paling mudah untuk menguji kepekatan larutan pada sistem
hidroponik. Pembacaan EC menyediakan informasi tentang tingkat substrat
terlarut dan salinitas dari larutan nutrisi, walaupun pada umumnya salinitas
ditentukan dari nilai total padatan terlarut (TDS) (Hanan 1998).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Kubota (2008) pada
tanaman tomat, laju pertukaran gas pada daun dan laju fotosintesis dipengaruhi
nilai daya hantar listrik dari suatu larutan nutrisi. Peningkatan nilai EC yang
melampaui nilai optimumnya pada larutan nutrisi untuk tanaman tomat pada masa
vegetatif akan memberi dampak penurunan laju transpirasi dan laju fotosintesis.

4
Sistem Kendali Proportional-Integral-Derivative (PID)
Sistem kendali yang terdiri dari tiga tipe sistem pengendalian, dimana
kecenderungan terjadinya galat kondisi setimbang (steady state error) parameter
kendali dan terjadinya osilasi dapat direduksi disebut sistem kendali ProportionalIntegral-Derivative (PID) (Bolton 2004). Menurut Shaw (2003), sistem kendali
PID dapat bekerja dikarenakan oleh siklus kendali (control loop). Siklus kendali
tersebut terdiri dari beberapa bagian yaitu pengukuran variabel proses, algoritma
kendali, unsur akhir kendali dan proses. Pengukuran variabel proses adalah
variabel yang terukur oleh instrumen atau alat ukur dalam bentuk sinyal. Beberapa
kasus dalam penggunaan sensor, sinyal bisa dalam bentuk tegangan atau
kapasitansi. Sinyal tersebut lalu dirubah ke dalam bentuk sinyal lain agar bisa
diolah oleh sistem kendali. Tahapan berikutnya adalah algoritma kendali, dimana
pada tahapan algoritma kendali, sistem kendali mengeksekusi data terusan dari
sensor dalam beberapa periode waktu (cenderung tiap detik atau lebih cepat)
untuk menghasilkan sinyal keluaran yang nantinya ditransmisikan ke unsur akhir
pengendalian. Sinyal keluaran yang ditransmisikan dari sistem kendali, akan
digunakan sebagai indikator aksi pengendalian oleh unsur akhir kendali. Selama
itu, unsur akhir kendali (motor listrik, katup, peredam aliran udara, dan peranti
lainnya) menerima sinyal dari sistem kendali dan memanipulasi proses kendali.
Selanjutnya tahapan proses adalah tahapan dimana terjadi perubahan dari variabel
ukur (nilai terukur oleh alat atau sensor) karena adanya perlakuan manipulasi dari
unsur akhir kendali dengan hasil yang dinamakan variabel termanipulasi. Variabel
termanipulasi adalah variabel ukur yang telah dirubah agar menghasilkan nilai
keluaran PID. Variabel termanipulasi ini nantinya akan digunakan sebagai acuan
untuk sistem kendali dalam melakukan perhitungan dalam proses algoritma
kendali untuk menghasilkan sinyal keluaran. Ilustrasi dari siklus kendali dapat
dilihat pada Gambar 1.
Jenis sistem yang digunakan dalam pengendalian proses di penelitian ini
adalah sistem kendali tertutup. Sistem kendali tertutup adalah sistem kendali yang
menggunakan informasi dari alat ukur dan diumpankan kembali dari keluaran
sistem untuk memodifikasi masukannya (Bolton 2004). Sistem kendali tertutup
digunakan dengan harapan sistem kendali PID yang dijalankan berada pada
kondisi otomatis. Menurut Haugen (2010) persamaan PID secara umum dapat
ditunjukan seperti pada persamaan 1 berikut:
Kp
e  KpTde(t ) (1)
u (t )  u0  Kp  e(t ) 
Ti 
Dimana u0 adalah variabel kendali manual (variabel dimasukan bila sistem
kendali pada awal beroperasi dijalankan secara manual oleh operator. Bila sistem
berjalan secara otomatis, nilai u0 tidak dimasukan). Simbol u(t) adalah keluaran
kendali. Simbol e(t) adalah nilai simpangan (error) kendali.
e   y   r  (2)
Pada persamaan 2, nilai r(t) adalah nilai titik acuan dan nilai y(t) adalah nilai
variabel terukur dari proses. Ada beberapa cara untuk menjabarkan persamaan
diatas agar dapat menjelaskan cara kerja sistem saat beroperasi. Akan tetapi dalam
penjelasan mengenai kendali PID ini hanya digunakan satu metode perhitungan
yaitu metode waktu-diskrit kendali PID berdasarkan aplikasi PID di dalam
Haugen (2010). Nilai u(t) diturunkan dengan tujuan mendapatkan nilai sinyal

`
5
keluaran pada waktu tertentu. Persamaan 3 dirujuk dari persamaan PID yang
terdapat di dalam Haugen (2010). Akan tetapi variabel tidak dimasukan karena
PID yang digunakan termasuk dalam jenis otomatis.

u t   Kpet  

Kp t
edt  KpTdet  (3)
Ti 0

Persamaan (3) dijabarkan menggunakan metode penurunan terbalik
menjadi:
u (t k ) - u (t k -1
etk   etk  1
etk   etk  1 Kp
 Kp

 etk   KpTd
Ts
Ts
Ti
Ts
Dilakukan penurunan di bagian kendali diferensial.

u (t k ) - u (t k -1
Ts

 Kp

etk   etk  1  etk  1  etk  2 
etk   etk  1 Kp

 etk   KpTd
Ts
Ts
Ti

Dilakukan penyetaraan pada ruas kiri dan ruas kanan.
KpTs
KpTd
u(tk )  u(tk  1)  Kp(e(tk )  e(tk  1)) 
e(tk ) 
(e(tk )  2e(tk  1)  e(tk  2))  (4)
Ti
Ts
Keterangan
u(tk)
: Sinyal keluaran PID.
Kp
: Konstanta proporsional.
Ti
: Waktu integral (detik).
Td
: Waktu derivatif (detik).
tk
: Waktu koreksi (detik).
Ts
: Waktu langkah (detik).
Nilai Ti didapat dari Ti = 2L, sedangkan Td didapat dari Td = 0.5L. Variabel
L adalah waktu ketertinggalan pada awal sistem dijalankan dalam satuan detik.
Variabel tk didapat dari nilai tk = k.Ts. Nilai k adalah faktor koreksi waktu.
Penggunaan dari faktor koreksi waktu adalah untuk menyesuaikan sistem dengan
keterbacaan data yang dikirim oleh alat ukur atau sensor. Berdasarkan persamaan
4 sinyal keluaran PID dipengaruhi oleh nilai galat dari variabel terukur pada
waktu terukur dan waktu terukur sebelumnya. Secara teori nilai sinyal keluaran
PID pada saat k-1 ikut dijumlahkan. Berdasarkan persamaan 4, sistem kendali PID
merupakan sistem kendali yang bekerja berdasarkan perubahan nilai galat. Cara
kerja sistem kendali PID menurut persamaan 4 yaitu menelusuri perubahan nilai
galat yang terjadi, sehingga aksi dari kendali akan menyesuaikan dengan
perubahan nilai galat yang terjadi.

Pengukuran
Gambar 1 Hubungan dari tiap unsur siklus kendali PID (Haugen 2010)

6
Proses Penyerapan Nutrisi pada Tanaman Tomat
Penyerapan unsur hara oleh tanaman dipengaruhi oleh tiga proses yaitu
difusi ion (unsur hara) dari tanah ke akar akibat dari perbedaan gradien ion akar
dengan tanah, aliran massa air akibat proses transpirasi, dan penyerapan ion
selektif oleh tanaman (Hanan 1998). Unsur NO3-, H2PO4, dan K+ umumnya di
salurkan lebih cepat ketika tanaman menyalurkan unsur hara ke seluruh bagian
tanaman, dan berpengaruh terhadap proses penyerapan serta laju transpirasi
(Hanan 1998).
Unsur hara di dalam penelitian ini dipilih salah satu unsur yaitu NO3-,
karena unsur tersebut termasuk unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang besar (unsur makro). Berdasarkan Rincon et al. (2005) jumlah kumulatif
nitrogen terserap mengalami peningkatan selama 196 hari yang ditunjukan pada
Gambar 18. Tanaman tomat yang ditanam menyerap nitrogen sekitar 65.100
gram. Penyerapan tersebut terjadi selama proses penanaman yaitu dari masa
transplantasi sampai masa panen. Pola peningkatan tersebut dijadikan landasan
analogi ketersediaan sejumlah nitrogen di dalam suatu wadah larutan nutrisi
dalam penelitian ini.

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 hingga Agustus 2014.
Kegiatan pengambilan data, simulasi, pengolahan dan penyusunan hasil penelitian
dilakukan di Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas laptop, software
Arduino 1.0.5 untuk pembuatan program, 1 buah sensor EC probe CS200, EC
meter CM-21P, 3 buah katup selenoid 12 volt, board mikrokontroler Maxiduino
untuk kendali sistem, mikrokontroler EZO-COM untuk pembacaan data EC,
wadah pencampuran nutrisi, wadah larutan pupuk cair, timbangan 1 kg, pompa
udara (aerator) sebagai pengaduk, kran infus untuk simulasi penyerapan nitrogen
oleh tanaman. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk
hidroponik cair dengan merek dagang AB mix, air terdestilasi, larutan KCl 12.880
dS/m dan 80.000 dS/m, model penyerapan nutrisi oleh tanaman tomat diperoleh
dari hasil penelitian Rincon et al. (2005).

`
7
Prosedur Penelitian
Kalibrasi sensor EC
Penelitian ini diawali dengan kalibrasi sensor EC dengan kode alat CS200
dan EC meter CM-21P yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2014 di
Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Institut Pertanian Bogor. Kalibrasi dilakukan terhadap EC meter CM-21P terlebih
dahulu. Kalibrasi untuk EC meter dibagi menjadi tiga tahap yaitu kalibrasi kering,
kalibrasi EC rendah dan kalibrasi EC tinggi menggunakan larutan KCl. Setelah
dilakukan kalibrasi terhadap EC meter CM-21P, dilakukan kalibrasi terhadap
sensor EC CS200 dengan menggunakan beberapa titik volume AB mix yang
digunakan sebagai bahan dalam penelitian ini dan hasil pengukuran sensor EC
dibandingkan dengan alat ukur EC meter CM-21P. Tiap bagian pupuk A maupun
bagian pupuk B memiliki perbandingan 1:1 sesuai dengan penggunaan pupuk cair
hidroponik AB mix yang dianjurkan oleh distributor pupuk cair. Takaran yang
telah ditentukan berturut-turut dicampurkan ke dalam 1 liter air. Pembacaan data
dari sensor dilakukan melalui mikrokontroler EZO-COM dan komputer.
Pembacaan EC meter CM-21P dilakukan melalui recorder yang sudah disertakan
bersama EC meter.
Interpolasi linier
Penentuan nilai debit tetesan dari infus yang digunakan untuk simulasi
penurunan konsentrasi larutan karena evapotranspirasi menggunakan metode
interpolasi linier yang ditunjukan pada persamaan 5 dan persamaan 6. Persamaan
dikutip dari Gloag et al. (2012).

y  mx  a (5)
y2  y1
m
(6)
x2  x1
Keterangan:
y2 : Nilai variabel terikat akhir
y1 : Nilai variabel terikat awal

x2 : Nilai variabel bebas akhir
x1 : Nilai variabel bebas awal

Simulasi penurunan konsentrasi larutan nutrisi karena proses
evapotranspirasi
Prosedur simulasi penurunan konsentrasi larutan nutrisi hidroponik
dilakukan pada tanggal 30 Juni 2014 di Laboratorium Teknik Bioinformatika,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Komoditas yang digunakan adalah tanaman tomat (Solanum
Lycopersicum L.) dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique).
Tanaman tomat dan sistem hidroponik tidak benar-benar digunakan, akan tetapi
yang digunakan adalah data penurunan jumlah nitrogen di dalam wadah larutan
nutrisi yang digunakan untuk budidaya tomat. Simulasi diawali dengan
melakukan pengaturan alat penetes, dimana dalam simulasi ini yang digunakan
adalah infus. Infus diatur secara trial & error agar mendapat debit yang
diinginkan.

8
Data diperoleh dari Rincon et al. (2005), dimana sumber telah melakukan
penelitian mengenai penurunan jumlah nitrogen yang disebabkan proses
penyerapan nutrisi oleh tanaman tomat. Perolehan data penurunan bobot nitrogen
didapat dari interpolasi terhadap grafik penurunan jumlah nitrogen yang terserap
oleh tanaman, yang ditampilkan di dalam jurnal referensi. Interpolasi dilakukan
karena data primer dari pengamatan penurunan jumlah nitrogen yang terserap oleh
tanaman tidak ikut ditampilkan dalam referensi. Data interpolasi diperoleh dengan
membandingkan jarak antar titik di dalam grafik dengan waktu dari peningkatan
jumlah nitrogen yang terserap.
Sebelum dilakukan prosedur simulasi, dilakukan pencarian hubungan
antara EC terukur dengan bobot nitrogen di dalam 5 liter air. Pencarian hubungan
antara EC terukur dengan bobot nitrogen di dalam 5 liter air dilakukan dengan
tujuan dapat diketahui hubungan linier antara bobot nitrogen dengan nilai EC
terukur melalui konversi volume AB mix bila digunakan 5 liter air sebagai media
pencampuran. Berdasarkan informasi yang tertera pada kemasan pupuk cair
hidroponik AB mix bahwa dari total padatan AB mix yang belum dilarutkan
dengan air, terkandung 9.900 % nitrogen (NO3-). Berdasarkan informasi tersebut,
nilai bobot nitrogen dari hubungan antara EC terukur dengan bobot nitrogen dapat
diketahui dari konversi total volume AB mix.
Setelah simulasi dilaksanakan, hasil dari simulasi di validasi terhadap data
analogi penurunan kumulatif total nitrogen (NO3-) terserap di wadah larutan
nutrisi.
Validasi data
Validasi dilakukan dengan menggunakan metode Root Mean Square Error
(RMSE) pada persamaan 7. Validasi dilakukan dengan menggunakan persamaan
RMSE pada Armstrong dan Collopy (1992).

 N ( Fs  As ) 2 
 (7)

RMSE  


N


Keterangan:
Fs : Data observasi
As : Data model

N : Banyak data

Penentuan parameter kendali PID (Kp, Ki, Kd) secara trial & error
Sistem kendali PID yang dioperasikan tidak stabil ketika mencapai nilai titik
acuan (set point). Maka dari itu diberikan suatu nilai toleransi agar semua kran
bisa diposisikan pada posisi tertutup dan proses yang terjadi hanya proses
pengadukan. Pengaturan dilakukan di awal terhadap nilai toleransi yaitu sebesar
±8.800 % dari nilai titik acuan (set point). Pengaturan dilanjutkan dengan
menentukan nilai konstanta proporsional, konstanta integral dan konstanta
derivatif secara berturut-turut yaitu sebesar 20, 3000, dan 200.
Pada awal pengaturan sistem kendali PID, dilakukan pengaturan terhadap
debit aliran larutan nutrisi dan aliran air. Hal ini dilakukan karena larutan nutrisi
terlalu pekat. Sehingga dapat mengakibatkan perubahan konsentrasi yang sangat
besar pada saat pencampuran bila aliran larutan nutrisi tidak dibatasi. Debit dari
larutan A diatur agar besarnya aliran 50 ml/menit dan begitu juga dengan larutan

`
9
B dengan besar debit yang sama. Pengaturan dilakukan dengan memberikan
penanda pada muka larutan di wadah larutan nutrisi. Sedangkan untuk air diatur
agar debit air 500 ml/menit dengan memberikan penanda pada muka air di bagian
wadah air. Debit aliran air dibedakan agar laju perubahan nilai EC saat
penambahan larutan nutrisi dapat diimbangi dengan laju perubahan EC saat
penambahan air.
Simulasi pengendalian EC dari larutan nutrisi
Simulasi dilakukan di Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alat dan bahan
yang digunakan untuk simulasi ini sama seperti yang digunakan untuk model
penurunan konsentrasi larutan nutrisi karena proses evapotranspirasi. Hanya saja
ditambahkan ember larutan nutrisi dan kran otomatis untuk sistem pengendalian.
Simulasi ini dilakukan selama 2 hari, dengan pengambilan data setiap 50 menit
sekali. Proses pengendalian EC dari larutan nutrisi terdapat pada Gambar 2.
Setelah nilai EC terukur oleh sensor EC, informasi nilai EC diterima
mikrokontroler. Nilai EC terukur diolah oleh mikrokontroler agar dapat dihasilkan
suatu nilai keluaran PID. Kombinasi bukaan kran pupuk cair hidroponik dan kran
air ditentukan dari nilai keluaran PID yang dihasilkan. Perubahan nilai EC di
wadah larutan nutrisi dipengaruhi oleh kombinasi bukaan kran pupuk cair
hidroponik dan kran air.

Katup selenoid

Infus

Relay

Sensor EC

Pompa udara

Gambar 2 Diagram alir pengendalian EC larutan nutrisi

Ember
5 liter

10
Mulai
A

Kalibrasi sensor EC

Data penurunan jumlah
nitrogen (NO3-) pada
tanaman tomat (Solanum
lycopersicum L.)

Simulasi penurunan
konsentrasi larutan
Validasi model

Valid?
Tidak
Ya
Penentuan parameter PID
secara trial & error

Simulasi sistem kendali EC
Model penurunan konsentrasi Sistem kendali PID dengan
karena evapotranspirasi
parameter kendali terpilih

Sesuai target?
Tidak
Keterangan
A: Simulasi pertumbuhan tanaman
B: Pengendalian nutrisi dengan PID

Ya
Selesai

Gambar 3 Tahapan prosedur penelitian

B

`
11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi Sensor EC
Kalibrasi sensor EC diawali dengan kalibrasi terhadap EC meter CM-21P
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan tujuan sensor EC bisa mengukur nilai
EC dari larutan hidroponik AB mix pada beberapa titik dan berkaitan dengan hal
tersebut dibutuhkan suatu alat ukur yang sudah terstandar. Kalibrasi EC meter
CM-21P dibagi menjadi tiga tahap sesuai dengan tata cara kalibrasi yang tertera di
dalam datasheet sensor EC Atlas-Scientific. Kalibrasi dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu kalibrasi kering dimana EC meter dikondisikan tidak terkena larutan atau
cairan apapun (EC probe kondisi kering), lalu kalibrasi dilanjutkan menggunakan
larutan KCL dengan nilai EC 12.880 dS/m sebagai EC rendah dan 80.000 dS/m
sebagai EC tinggi. Data hasil kalibrasi EC meter CM-21P dapat dilihat pada Tabel
2. Ditunjukan pada Tabel 2 nilai 0.000 pada bagian EC acuan dan EC terukur
merupakan nilai EC pada kondisi EC meter kering. Grafik dari data di dalam
Tabel 2 ditunjukan pada Gambar 4.
Tabel 2 Data EC acuan dan EC meter CM-21P
EC acuan (dS/m)
0.000
12.880
80.000

EC meter CM-21P (dS/m)
0.000
12.739
71.504

EC acuan (dS/m)

80.000
60.000

y = 1.126x - 0.661
R² = 1.000

40.000
20.000
0.000
0.000

20.000
40.000
60.000
EC meter CM-21P (dS/m)

80.000

Gambar 4 Grafik hubungan antara data pengukuran EC meter
CM-21P terhadap nilai EC acuan
Persamaan regresi yang didapat yaitu y = 1.126x - 0.661, merupakan hasil
pencarian regresi data terukur EC meter CM-21P terhadap EC acuan yaitu
kalibrasi kering dan kalibrasi EC larutan KCL. Persamaan regresi tersebut
digunakan untuk rentang nilai EC 0.587 dS/m sampai 71.504 dS/m dalam
pengukuran EC meter sebelum dikalibrasi.
Setelah pengalibrasian EC meter CM-21P, dilakukan kalibrasi terhadap
sensor EC CS200 Atlas-Scientific melalui EC meter CM-21P. Hasil dari kalibrasi

12
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5. Persamaan regresi yang didapat dari
hubungan EC terukur antara sensor EC CS 200 dengan EC meter CM-21P yaitu y
= 1.228x - 0.721. Persamaan regresi tersebut hanya berlaku pada rentang nilai EC
0.587 dS/m sampai 80.000 dS/m pada pengukuran sensor EC sebelum dikalibrasi.
Didapat nilai koefisien determinasi sebesar 0.998, yang memiliki makna bahwa
99.8 % keragaman diantara data EC meter CM-21P dapat dijelaskan korelasinya
dengan data sensor EC CS200.
Tabel 3 Data pengukuran EC di dalam 1 liter air yang dilakukan
menggunakan sensor EC CS200 dan EC meter CM-21P
Larutan Stok A
(ml)

0.900
2.500
5.000
7.500
10.000
12.500
15.000
20.000

Larutan Stok B
(ml)

0.900
2.500
5.000
7.500
10.000
12.500
15.000
20.000

EC meter (dS/m)

10.000

Sensor EC
(dS/m)

0.509
1.564
2.878
3.968
5.102
6.000
6.700
8.947

EC meter
(dS/m)

0.008
1.196
2.696
4.126
5.681
6.728
7.167
10.434

y = 1.228x - 0.721
R² = 0.998

8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0.000

2.000

4.000
6.000
Sensor EC (dS/m)

8.000

10.000

Gambar 5 Grafik hubungan antara data pengukuran dari sensor
EC CS200 terhadap EC meter CM-21P
Mikrokontroler yang digunakan khusus untuk pembacaan EC merupakan
kepingan kendali yang sudah ditanami perintah untuk pembacaan sinyal sensor
EC CS200 Atlas-Scientific. Mikrokontroler ini memiliki kode produk EZO-COM
dan memiliki 2 tipe serial komunikasi yaitu I2C dan UART. Serial komunikasi
dalam penelitian ini dikondisikan pada kondisi UART (Universal Asynchronous
Received Transmitter).

`
13
Simulasi Penurunan Konsentrasi Larutan Nutrisi Karena Proses
Evapotranspirasi

Bobot yang diserap
(g/tanaman)

Tampilan grafik yang digunakan untuk simulasi dapat dilihat pada Gambar
6. Penyetaraan dilakukan terhadap data penyerapan nitrogen oleh tanaman tomat
dan menghasilkan grafik pada Gambar 6 agar didapat satuan gram/tanaman.
Grafik sebelum dilakukan penyetaraan dapat dilihat pada Lampiran 2 di Gambar
18.
40.000
20.000
0.000
0

50

100

150

200

Waktu (hari)

Bobot yang
diserap
(g/tanaman)

Gambar 6 Grafik peningkatan kumulatif total nitrogen (NO3-) terserap oleh
tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.) (Rincon et. al 2005)
Pembacaan data dilakukan secara manual melalui tampilan serial
komunikasi di dalam komputer dikarenakan keterbatasan dalam hal ketersediaan
alat dan biaya untuk bisa menyiapkan suatu perekam data. Waktu simulasi
dipercepat 98 kali dikarenakan tidak memungkinkan melakukan simulasi sesuai
dengan waktu penanaman sebenarnya, atau dengan kata lain menjadi 2 hari.
Penyesuaian dilakukan karena dalam simulasi dianalogikan bahwa penanaman
pada kondisi nyata yang dilakukan yaitu 2 tanaman/m2 dan dilakukan pemanenan
serta pengukuran bobot buah setelah 196 hari. Hal tersebut dilakukan karena tidak
memungkinkan untuk pemodelan sesuai dengan waktu penanaman tomat
sesungguhnya yaitu sekitar 196 hari dari penanaman sampai panen sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di dalam jurnal referensi. Percepatan dan penyesuaian
seperti yang dijelaskan diatas ditampilkan pada Gambar 7.
0.400
0.200
0.000
0

0.5

1
1.5
2
Waktu (hari)
Gambar 7 Grafik perubahan kumulatif total nitrogen (NO3-) terserap oleh
tanaman tomat yang dipercepat menjadi 2 hari
Grafik pada Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan peningkatan jumlah
nitrogen yang diserap oleh tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.) secara
kumulatif. Berdasarkan Gambar 7, bila dianalogikan bahwa di dalam suatu wadah
larutan nutrisi tanaman hidroponik, sejumlah nitrogen (NO3-) yang ada berkurang
dikarenakan nitrogen tersebut hanya terserap oleh tanaman tomat, dengan kondisi

14

Bobot Nitrogen
(gram)

tidak ada perlakuan penggantian larutan nutrisi atau penambahan pupuk cair
hidroponik agar jumlah nitrogen kembali ke kondisi yang diharapkan, maka
penurunan tersebut ditunjukan dalam Gambar 8.
0.400
0.200
0.000
0

0.5

1
1.5
2
Waktu (hari)
Gambar 8 Grafik analogi penurunan kumulatif bobot nitrogen (NO3-)
terserap di wadah larutan nutrisi
Menurut Maria (1997) simulasi adalah alat atau metode yang digunakan
untuk mengevaluasi hasil dari kinerja sistem, yang telah ada atau masih
direncanakan, dengan tujuan yang berbeda-beda dan dilakukan selama jangka
waktu dari waktu sebenarnya. Simulasi yang telah dilakukan memiliki konsep
bahwa penurunan sejumlah nitrogen yang terjadi di dalam wadah larutan nutrisi
dikarenakan terserap oleh tanaman dan larutan nutrisi di dalam wadah tersebut
tidak diberikan perlakuan penambahan pupuk cair.
Sebelum dilakukan simulasi penurunan konsentrasi larutan karena proses
evapotranspirasi, dilakukan pencarian hubungan antara EC terukur dengan bobot
nitrogen. Data pencarian hubungan antara EC terukur dengan bobot nitrogen dapat
dilihat di dalam Tabel 4 dan grafik dari data hubungan EC terukur dengan bobot
nitrogen dapat dilihat pada Gambar 9.

Nilai EC (dS/m)

Tabel 4 Data EC terukur dengan bobot
nitrogen di dalam 5 liter air
Bobot nitrogen
EC terukur
(gram)
(dS/m)
0.149
0.290
0.311
0.623
0.622
1.242
1.244
2.462
2.000

y = 1.980x + 0.001
R² = 1

1.000
0.000
0.000

0.500
1.000
1.500
Bobot nitrogen (gram)
Gambar 9 Grafik EC terukur dengan total volume AB
mix di dalam 5 liter air

`
15

Jumlah Nitrogen (gram)

Regresi linear dilakukan terhadap data pada Tabel 4 dan didapat persamaan
regresi
Persamaan tersebut digunakan untuk melakukan
penyetaraan nilai EC terukur menjadi bobot nitrogen (NO3-). Persamaan regresi
EC terukur dengan bobot nitrogen hanya digunakan diantara nilai EC 0.002 dS/m
sampai 2.462 dS/m.
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa penurunan bobot nitrogen dari
hari ke-0 sampai hari ke-2 tidak memiliki pola yang sama. Grafik penurunan
bobot nitrogen didekati menggunakan polinomial. Pengaturan debit tetesan infus
sulit didekati menggunakan polinomial dan pengaturan debit tetesan pada proses
pengenceran larutan nutrisi selanjutnya didekati secara linier. Maka dari itu dibagi
menjadi beberapa bagian pola penurunan bobot nitrogen dari hari ke-0 sampai hari
ke-2. Pada awalnya digunakan 6 penetes karena telah ditentukan 6 pola penurunan
dari hari ke-0 sampai hari ke-2. Akan tetapi saat dilakukan simulasi, penetes yang
dapat meneteskan debit dan memberi dampak penurunan konsentrasi mendekati
model penurunan bobot nitrogen hanya 3 penetes.
Hasil simulasi penurunan konsentrasi larutan nutrisi hidroponik karena
proses evapotranspirasi ditampilkan pada Gambar 10. Dilakukan validasi data
simulasi terhadap data model penurunan bobot nitrogen. Nilai RMSE didapat
sebesar 0.025 dengan koefisien determinasi (R2) 0.973. Berdasarkan hasil validasi
RMSE, rata-rata nilai simpangan data simulasi yang didapat dari pengukuran
aktual dibandingkan dengan data model penurunan bobot nitrogen yaitu sebesar
0.025 dengan satuan gram. Hasil pencarian koefisien determinasi menunjukan
97.3% di antara keragaman data model penurunan nitrogen selama 2 hari yang
dijadikan sebagai referensi dapat dijelaskan korelasinya oleh data penurunan
bobot nitrogen dari EC terukur hasil simulasi penurunan konsentrasi larutan
karena proses evapotranspirasi.
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0

0.5

1
1.5
2
Waktu (hari)
Gambar 10 Grafik penurunan konsentrasi larutan selama 2 hari, grafik observasi
( ) dan grafik model penurunan bobot nitrogen ( )
Berdasarkan nilai RMSE dan koefisien determinasi yang didapat, bisa
dikatakan bahwa model simulasi penurunan konsentrasi larutan hara budidaya
tomat selama 196 hari sudah dapat disimulasikan.

16
Penentuan Parameter Kendali PID (Kp, Ki, Kd) Secara Trial & Error
Pengaturan dilakukan dengan melihat kinerja sistem kendali yang
ditunjukan dari settling time. Settling time adalah waktu yang dibutuhkan oleh
kurva respon untuk tercapainya nilai akhir dan diam pada nilai tersebut (Ogata
2010). Berdasarkan Gambar 11 ditunjukan hasil dari pengaturan sistem dengan
nilai konstanta proporsional, konstanta integral dan konstanta derivatif berturutturut yaitu 20, 3000, dan 200. Data dari settling time dan steady state error dapat
dilihat pada Tabel 5. Perubahan nilai EC yang ditunjukan pada Gambar 11
menunjukan respon sistem belum stabil yang ditandai dengan nilai settling time di
titik target 1.500 dS/m mencapai 28.117 menit. Nilai galat kondisi setimbang
(steady state error) juga dipertimbangkan untuk mengevaluasi kinerja sistem.
NIlai EC (dS/m)

10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0

50

100
Waktu (menit)

150

200

NIlai EC (dS/m)

Gambar 11 Grafik pengaturan Kp=20, Ki=3000, dan Kd=200, dengan nilai
target 0.500 dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m
 , 6.000 dS/m    
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0

50

100

150

200

Waktu (menit)
Gambar 12 Grafik pengaturan Kp=10, Ki=4000, Kd=200, dengan nilai target
0.500 dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  ,
6.000 dS/m    
Nilai steady state error terjadi ketika lingkungan yang dikendalikan PID
sudah setimbang. Proses trial & error dilakukan agar nilai settling time dan steady
state error dapat diperkecil dalam pengendalian EC di sekitar nilai target.
Pengaturan awal dilakukan dengan tujuan memperkecil settling time. Setelah
didapat Kp, Ki ,Kd yang tepat nilai toleransi diatur agar diperoleh steady state
error yang lebih kecil.

`
17

Nilai EC (dS/m)

Berdasarkan Gambar 12, trial & error dilakukan dengan mengubah nilai
konstanta proporsional dan konstanta integral, serta merubah nilai target untuk
melihat respon kendali. Konstanta derivatif tidak ikut dirubah karena bila dirubah
kurang berpengaruh terhadap respon sistem, akan tetapi berpengaruh dalam
peredaman osilasi dari nilai EC disekitar nilai target. Peubahan dilakukan terhadap
nilai konstanta proporsional menjadi 10 dan konstanta integral menjadi 4000 dan
didapat nilai rata-rata settling time 9.040 menit.
Pengaturan sistem kendali PID pada pengendalian nilai EC dari larutan
nutrisi hidroponik dilakukan berdasarkan karakteristik konstanta PID yang
dijelaskan oleh Neary (2004). Konstanta proporsional bertindak sebagai
pengoreksi dan penambah di dalam sistem kendali PID. Seiring dengan
penambahan nilai konstanta proporsional, maka respon sistem semakin meningkat,
tetapi kestabilan respon sistem akan semakin berkurang dan mengakibatkan
kondisi parameter terukur melampaui nilai target (overshoot). Pada hakikatnya,
meskipun konstanta proporsional mengurangi nilai simpangan dari parameter
terukur terhadap nilai target, perubahan tersebut tidak benar-benar menjadikan
nilai simpangan tersebut menjadi 0. Simpangan tersebut bisa mencapai 0 bila kita
menambahkan konstanta integral di dalam sistem. Konstanta integral dapat
meningkatkan respon sistem kendali secara stabil sampai nilai galat mencapai atau
mendekati 0. Meskipun begitu, walau nilai konstanta integral ditingkatkan, akan
mengakibatkan osilasi pada parameter terukur, sehingga akan memberikan efek
perubahan nilai parameter terukur disekitar nilai target. Maka dari itu diperlukan
konstanta derivatif untuk menekan atau mengurangi jumlah dari osilasi di sekitar
nilai target tersebut. Semakin tinggi nilai konstanta derivatif, maka semakin
berkurang osilasi di sekitar nilai target yang terjadi. Akan tetapi akan memberi
dampak pada repson sistem yang semakin berkurang dan mengakibatkan
keterlampauan nilai parameter terukur (overshoot) (Neary 2004).
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0

20

40

60

80

100

Waktu (menit)
Gambar 13 Grafik pengaturan Kp=5, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target
0.500 dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  ,
6.000 dS/m    
Pengaturan dilakukan untuk memperkecil settling time dengan
meningkatkan nilai Ki dan mengurangi nilai Kp. Nilai Kp dan Ki dirubah secara
berturut-turut menjadi 5 dan 5000. Hasil dari pengaturan terhadap nilai Kp dan Ki
tersebut ditampilkan pada Gambar 13.

18
Pengaturan dilakukan terhadap konstanta proporsional, dari nilai 5 menjadi
nilai 3, agar nilai keterlampauan (overshoot) dari EC terukur terhadap nilai target
dapat diredam seperti yang ditunjukan pada Gambar 14. Nilai rata-rata settling
time didapat sebesar 4.462 menit, dimana sebelumnya pada nilai Kp=5 didapat
nilai rata-rata settling time 3.938 menit.
Nilai EC (dS/m)

10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0

50

100

150

200

250

Waktu (menit)
Gambar 14 Grafik pengaturan Kp=3, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target 0.500
dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  , 6.000 dS/m
   

Nilai EC (dS/m)

Terlihat bahwa tidak banyak perubahan yang terjadi dan masih ada
keterlampauan nilai EC terukur terhadap target. Nilai konstanta proporsional,
konstanta integral dan konstanta derivatif berturut-turut yaitu 5, 5000, 200 dipilih
karena memberikan respon yang lebih cepat.
Pengaturan selanjutnya dilakukan terhadap nilai toleransi untuk nilai titik
acuan, yaitu merubah nilai dari ±8.800 % menjadi ±6 %. Hal ini dilakukan untuk
memperkecil nilai steady state error. Hasil dari pengaturan dengan nilai toleransi
±6 % ditunjukan pada Gambar 15.
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0
50
100
150
200
250
Waktu (menit)
Gambar 15 Grafik pengaturan Kp=5, Ki=5000, Kd=200, dengan nilai target
0.500 dS/m     , 1.500 dS/m    , 2.500 dS/m  ,
6.000 dS/m     (nilai toleransi ±6 %)
Setelah dilakukan pengaturan terhadap nilai toleransi untuk nilai titik acuan,
nilai steady state error dapat sedikit teredam dengan nilai rata-rata steady state
error 0.025 dS/m dan nilai rata-rata settling time 7.345 menit. Walaupun settling
time yang didapat lebih besar daripada ketika nilai toleransi ±8.800 %, masih
lebih baik dibandingkan dengan parameter kendali yang telah didapat sebelumnya

`
19
dengan nilai steady state error dapat diredam dan mempertimbangkan settling
time yang lebih kecil. Berdasarkan pengaturan yang telah dilakukan, nilai
konstanta proporsional, konstanta integral, konstanta derivatif, nilai toleransi
sistem kendali PID yang digunakan secara berturut-turut adalah 5, 5000, 200,
±6 %.
Nilai overshoot yang terjadi ketika pengaturan nilai Kp, Ki, Kd (di nilai target
0.5 dS/m pada Gambar 11 dan Gambar 12) disebabkan adanya arus pendek yang
menyebabkan aktuator (kran on/off) terbuka dan tertutup, sehingga ada sebagian
larutan hidroponik yang tertuang dan ikut teraduk. Pada nilai target 0.5 dS/m di
Gambar 13 dan Gambar 14 ketika sudah tercapai kondisi di satu titik nilai EC,
setelah beberapa lama nilai EC masih mengalami penurunan. Akibatnya ketika
sudah melampaui nilai toleransi, kran untuk pupuk cair terbuka.
Tabel 5 Nilai settling time dan steady state error untuk tiap nilai target
Nilai
Nilai target Settling time
Steady state
Kp
Ki
Kd
(menit)
error (dS/m)
toleransi
(dS/m)
2.500
16.650
0.020
6.000
18.000
0.030
20 3000 200
1.500
28.117
0.020
0.500
2.716
0.010
Rata-rata
16.371
0.020
2.500
12.