Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

KUALITAS BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DAN KAYU MERANTI
MERAH (Shorea leprosula Miq.) DENGAN PERLAKUAN JUMLAH LAPISAN DAN BERAT LABUR PEREKAT
SKRIPSI
Oleh : RIDHO ANGGARA KUSUMA
081203039
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama Mahasiswa NIM Program Studi

: Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat
: Ridho Anggara Kusuma : 081203039 : Kehutanan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing,

Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. Ketua


Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si. Anggota

Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIDHO ANGGARA KUSUMA: Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat. Dibimbing oleh TITO SUCIPTO dan RUDI HARTONO.
Balok laminasi adalah balok yang tersusun dari sejumlah papan dengan arah serat sejajar yang direkat dengan perekat. Penelitian ini menitikberatkan pada pemanfaatan kayu sengon dan kayu meranti merah dalam pembuatan balok laminasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji sifat fisis dan mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah serta mengevaluasi pengaruh jumlah lapisan dan berat labur balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah. Perlakuan penelitian balok laminasi ini terdiri atas jumlah lapisan (3, 5, dan 7 lapis) dan berat labur (260 g/m2 dan 280 g/m2) dengan menggunakan perekat polistirena. Pengujian sifat fisis dan mekanis berdasarkan standar JAS No.1152 tahun 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air berkisar 11,6813,64%, nilai delaminasi perendaman air dingin berkisar 13,54-25,67%, nilai delaminasi perendaman air panas berkisar 25,97-54,16%, nilai keteguhan rekat berkisar 2,39-10,05%, nilai MOE berkisar 20,51-46,55 kg/cm2, nilai MOR berkisar 16,30-26,46 kg/cm2. Balok laminasi 5 lapis dan berat labur 260 g/m2 adalah perlakuan yang paling optimal. Perlakuan jumlah lapisan dan berat labur belum mampu meningkatkan kualitas balok laminasi. Kata kunci: kayu sengon, kayu meranti merah, jumlah lapisan, berat labur, dan
balok laminasi.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RIDHO ANGGARA KUSUMA: Quality of Glued Laminated Timber made of Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) and Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) with Treatment the Number of Layers and Glue Spread Adhesives. Supervised by TITO SUCIPTO and RUDI HARTONO.
Glued laminated timber is a beam that composed of several board with the direction of parallel to fibers which bonded by adhesives. This study concerned to using sengon wood and meranti merah wood as alternative raw materials in producing glued laminated timber. The purpose of this study was to test the physical and mechanical properties of glued laminated timber and to evaluate the influence of the number of layers and glue spread of the glued laminated timber sengon and meranti merah. Treatment of glued laminated timber in this study consisted the number of layers (3, 5, 7) and glue spread (260 g/m2, 280 g/m2) using polystirene adhesives. Evaluation on physical and mechanical properties were measured based on JAS 1152:2007 standard.
The research result showed that the moisture content value ranged from 11,68-13,64%, immersion water delamination value ranged from 13,54-25,67%, boiling water delamination value ranged from 25,97-54,16%, glue line shear streangth value ranged from 2,39-10,05%. Modulus of elasticity value ranged from 20,51-46,55 kg/cm2, modulus of rupture value ranged from 16,30-26,46 kg/cm2. The best result achieved in this study is the beam 5 layers and glue spread 260 g/m2. Treatment the number of layers anf glue spread not been able to improve the quality of glued laminated timber. Key word: sengon wood, meranti merah wood, number of layers, glue spread,
glued laminated timber.
Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Ridho Anggara Kusuma. Dilahirkan di Medan pada tanggal 19 November 1990. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Sugiwahono dan Mismi Vayatri Mihara Ningrum.
Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SD Al-Washliyah Medan, pada tahun 2005 menyelesaikan pendidikan di SMP Yayasan Perguruan Markus Medan, dan pada tahun 2008 menyelesaikan pendidikan di SMA PAB-6 Medan. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan, minat Teknologi Hasil Hutan melalui jalur SNMPTN.
Peulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di Hutan Dataran Tinggi Gunung Sinabung dan Taman Wisata Alam (TWA) Deleng Lancuk pada Juli 2010. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di ITCI Hutani Manunggal dari tanggal 1 Februari sampai 1 Maret 2012. Selama perkuliahan penulis pernah tergabung dalam anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS).
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Mei-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Workshop Teknologi Hasil Hutan, dan Laboratorium Keteknikan Pertanian dengan judul ”Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat” di bawah bimbingan Tito Sucipto, S.Hut., M.Si., dan Dr. Rudi Hartono S.Hut., M.Si.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat”. Skripsi ini bertujuan untuk menguji sifat fisis dan mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah serta mengevaluasi pengaruh jumlah lapisan lamina dan pengaruh berat labur terhadap sifat fisis dan mekanis balok laminasi tersebut. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis ucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing skripsi yaitu Tito Sucipto S.Hut., M.Si., Dr. Rudi Hartono S.Hut., M.Si., dan Evalina Herawati S.Hut., M.Si. yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang membangun selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu hingga skripsi ini selesai.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi kita semua, sebagai dasar penelitian selanjutnya dan menyumbangkan ilmu pengetahuan bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya dalam bidang kehutanan.
Medan, Mei 2014
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ..................................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) ................................... 5 Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) ................................................ 6 Balok Laminasi (Glued Laminated Timber) ................................................... 7 Lapisan Laminasi ............................................................................................ 9 Perekat dan Perekatan ..................................................................................... 9 Perekat Polistirena............................................................................................ 12 Berat Labur Perekat ......................................................................................... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 15 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 15 Prosedur Penelitian
Pembuatan Perekat Polistirena ................................................................. 16 Persiapan Bahan Baku ............................................................................. 16 Proses Pembuatan Balok Laminasi .......................................................... 17 Pengkondisian dan Pembuatan Contoh Uji ............................................. 18 Pengujian Balok Laminasi Kadar Air ................................................................................................. 19 Rasio Delaminasi ..................................................................................... 19 Keteguhan Rekat ...................................................................................... 20 Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus Patah (MOR) ......................... 21 Analisis Data Penelitian .................................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air ......................................................................................................... 25 Rasio Delaminasi ............................................................................................ 29 Keteguhan Rekat ............................................................................................. 33 Modulus Elastisitas (MOE).............................................................................. 36 Modulus Patah (MOR) .................................................................................... 40 Rekapitulasi Kualitas Balok Laminasi ............................................................ 43
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................................... 46 Saran ................................................................................................................ 46 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 47 LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Sifat-sifat umum polistirena ..................................................................... 12 2. Kebutuhan bahan baku balok laminasi .................................................... 17 3. Standar pengujian balok laminasi berdasarkan JAS 1152:2007 .............. 22 4. Rekapitulasi kualitas balok laminasi ........................................................ 42
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Penampang melintang balok laminasi ..................................................... 16 2. Pola pemotongan contoh uji .................................................................... 18 3. Contoh uji untuk pengujian keteguhan rekat ........................................... 20 4. Pola pembebanan dalam pengujian MOE dan MOR ............................... 21 5. Bagan alir proses pembuatan balok laminasi ........................................... 24 6. Histogram nilai rata-rata kadar air balok laminasi ................................... 25 7. Histogram nilai rata-rata delaminasi perendaman air dingin ................... 29 8. Histogram nilai rata-rata delaminasi perendaman air panas .................... 30 9. Histogram nilai rata-rata keteguhan rekat balok laminasi ....................... 33 10. Histogram nilai rata-rata modulus elastisitas balok laminasi .................. 37 11. Histogram nilai rata-rata modulus patah balok laminasi ......................... 40
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIDHO ANGGARA KUSUMA: Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat. Dibimbing oleh TITO SUCIPTO dan RUDI HARTONO.
Balok laminasi adalah balok yang tersusun dari sejumlah papan dengan arah serat sejajar yang direkat dengan perekat. Penelitian ini menitikberatkan pada pemanfaatan kayu sengon dan kayu meranti merah dalam pembuatan balok laminasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji sifat fisis dan mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah serta mengevaluasi pengaruh jumlah lapisan dan berat labur balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah. Perlakuan penelitian balok laminasi ini terdiri atas jumlah lapisan (3, 5, dan 7 lapis) dan berat labur (260 g/m2 dan 280 g/m2) dengan menggunakan perekat polistirena. Pengujian sifat fisis dan mekanis berdasarkan standar JAS No.1152 tahun 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air berkisar 11,6813,64%, nilai delaminasi perendaman air dingin berkisar 13,54-25,67%, nilai delaminasi perendaman air panas berkisar 25,97-54,16%, nilai keteguhan rekat berkisar 2,39-10,05%, nilai MOE berkisar 20,51-46,55 kg/cm2, nilai MOR berkisar 16,30-26,46 kg/cm2. Balok laminasi 5 lapis dan berat labur 260 g/m2 adalah perlakuan yang paling optimal. Perlakuan jumlah lapisan dan berat labur belum mampu meningkatkan kualitas balok laminasi. Kata kunci: kayu sengon, kayu meranti merah, jumlah lapisan, berat labur, dan
balok laminasi.
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
RIDHO ANGGARA KUSUMA: Quality of Glued Laminated Timber made of Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) and Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) with Treatment the Number of Layers and Glue Spread Adhesives. Supervised by TITO SUCIPTO and RUDI HARTONO.
Glued laminated timber is a beam that composed of several board with the direction of parallel to fibers which bonded by adhesives. This study concerned to using sengon wood and meranti merah wood as alternative raw materials in producing glued laminated timber. The purpose of this study was to test the physical and mechanical properties of glued laminated timber and to evaluate the influence of the number of layers and glue spread of the glued laminated timber sengon and meranti merah. Treatment of glued laminated timber in this study consisted the number of layers (3, 5, 7) and glue spread (260 g/m2, 280 g/m2) using polystirene adhesives. Evaluation on physical and mechanical properties were measured based on JAS 1152:2007 standard.
The research result showed that the moisture content value ranged from 11,68-13,64%, immersion water delamination value ranged from 13,54-25,67%, boiling water delamination value ranged from 25,97-54,16%, glue line shear streangth value ranged from 2,39-10,05%. Modulus of elasticity value ranged from 20,51-46,55 kg/cm2, modulus of rupture value ranged from 16,30-26,46 kg/cm2. The best result achieved in this study is the beam 5 layers and glue spread 260 g/m2. Treatment the number of layers anf glue spread not been able to improve the quality of glued laminated timber. Key word: sengon wood, meranti merah wood, number of layers, glue spread,
glued laminated timber.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kegiatan eksploitasi yang berlebihan telah menyebabkan kondisi hutan
alam menjadi rusak dan memprihatinkan. Kondisi ini berpengaruh terhadap berkurangnya produksi kayu dari hutan alam, sehingga ketersediaan kayu yang berasal dari hutan alam semakin terbatas. Menurut Kementerian Kehutanan (2013) bahwa produksi hasil kayu pada tahun 2004-2009 berkisar 11-21 juta m3/tahun, pada tahun 2010 sebesar 9,1 juta m3 dan pada tahun 2012 sebesar 5.586.805 m3. Angka ini mengalami penurunan secara drastis. Direktorat Jendral Bina Kehutanan (2010) menjelaskan bahwa luas kawasan hutan Indonesia pada tahun 2010 yaitu 94.432.000 Ha. Laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 610.375,92 Ha/tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa hutan alam tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk keperluan industri perkayuan dalam negeri.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan jumlah pasokan kayu antara lain dengan mamanfaatkan kayu yang berasal dari hutan tanaman. Kayu yang berasal dari hutan tanaman memiliki potensi yang cukup besar dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan tersebut. Namun, kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman pada umumnya merupakan jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) seperti mangium, mahoni, rasamala, gmelina, sengon dan lain-lain. Jenis-jenis kayu tersebut relatif bermutu rendah karena selain berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring serat, cacat bentuk dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara

Peruntukkan kayu yang berasal dari jenis-jenis cepat tumbuh semakin beragam. Meskipun awalnya bukan untuk keperluan struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam yang biasa digunakan untuk keperluan tersebut semakin terbatas maka jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam. Untuk keperluan struktural tersebut dibutuhkan dimensi yang cukup besar dengan bentang yang panjang dan dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai yang diinginkan, misalnya dengan teknik laminasi seperti balok laminasi. Menurut Moody et al. (1999) balok laminasi pada umumnya adalah balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan arah serat sejajar satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat, baut atau alat pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya.
Kayu laminasi juga memiliki beberapa keunggulan dibanding kayu solid atau kayu gergajian, diantaranya mampu mereduksi cacat-cacat kayu, efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, memiliki nilai estetika tertentu dan mudah dalam perawatan karena dapat diawetkan terlebih dahulu (Sucipto dan Ruhendi, 2012). Menurut Herawati (2007) kayu laminasi yang digunakan untuk keperluan struktural memerlukan persyaratan tertentu terkait kekuatannya dalam menahan beban. Dalam pembuatan balok laminasi, penyusunan setiap lapisan lamina dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan sifat-sifat kekakuan dan kekuatan kayu yang digunakan.
Berdasarkan alasan tersebut, pada penelitian ini dilakukan pembuatan produk kayu dalam bentuk balok laminasi kayu untuk keperluan struktural. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu sengon dan kayu meranti merah. Kayu sengon yang berdiameter kecil sering digunakan untuk pembuatan pulp dan kertas. Kayu
Universitas Sumatera Utara

tersebut juga memiliki kualitas yang kurang baik dan tidak sesuai jika digunakan untuk keperluan sruktural. Kayu sengon merupakan salah satu produk hutan tanaman industri (HTI). Kayu ini termasuk jenis cepat tumbuh dengan kelas kuat IV−V dan kelas awet IV sampai V. Karena kelas kuat dan kelas awetnya yang rendah, kayu sengon belum dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Oleh sebab itu rekayasa kayu sengon sebagai penyusun laminasi merupakan alternatif dalam mengoptimalkan pemanfaatan kayu sengon. Pada penelitian ini kayu meranti merah dikombinasikan dengan kayu sengon untuk menambah nilai kekuatan dan kekakuannya. Kayu meranti merah dipilih sebagai bahan baku laminasi dikarenakan kayu ini cukup kuat namun memiliki berat yang ringan, sehingga diharapkan kayu meranti ini mampu menambah kekuatan balok laminasi yang dihasilkan.

Penelitian ini juga menggunakan perekat polistirena yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah styrofoam atau busa penutup barang elektronik dengan pencampuran bensin dan thinner. Balok laminasi ini disusun berdasarkan variasi perlakuan jumlah lapisan dan berat labur. Penambahan jumlah lapisan dan berat labur pada balok laminasi untuk menentukan sifat fisis dan mekanis balok laminasi yang optimal sehingga diharapkan dapat mendekati kualitas balok kayu solid. Produk balok laminasi ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti kayu solid untuk keperluan struktural dan dapat mengoptimalkan pemanfaatannya dengan kualitas yang lebih baik.
Tujuan Penelitian 1. Menguji sifat fisis dan mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu
meranti merah.
Universitas Sumatera Utara

2. Mengevaluasi pengaruh jumlah lapisan lamina dan pengaruh berat labur terhadap sifat fisis dan mekanis balok laminasi kayu sengon dan kayu meranti merah.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menggali dan mengembangkan potensi
kayu sengon dan kayu meranti merah sebagai bahan baku balok laminasi serta memberi informasi tentang jumlah lapisan dan berat labur yang optimal pada sifat fisis dan mekanis balok laminasi terbaik dari kombinasi kayu sengon dan kayu meranti merah.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) Sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia
yakni di sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran sengon terdapat di seluruh Jawa, Maluku, dan Irian Jaya. Sengon dikenal dengan nama ilmiah Paraserienthes falcataria (L) Nielsen. Nama daerahnya antara lain yaitu albasia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur), jing laut (Madura), tedehu pute (Sulawesi), rawe, selawaku, tawasela (Maluku), wikie (Irian Jaya) (Atmosuseno, 1998).
Santoso (1992) menyatakan bahwa sengon merupakan tanaman yang termasuk anggota famili Mimosaceae (keluarga petai-petaian). Jenis tanaman dari famili ini memiliki sifat pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter batang mencapai 100 cm sehingga sengon sering dijuluki sebagai pohon ajaib (the miracle trees). Pada usia 6 tahun sengon sudah dapat menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha.
Ciri umum kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau coklat muda, warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu dan kesan raba pada permukaan kayu agak licin atau licin. Kayu sengon tergolong ringan (berat jenis 0,33), mempunyai kelas awet IV/V dan kelas kuat IV-V. Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat
Universitas Sumatera Utara

dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin (Martawijaya et al., 1989).
Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi. Selain itu, kayu sengon juga digunakan pada industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp, kertas dan lain-lain (Siregar et al., 2008).
Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) Shorea leprosula Miq. merupakan salah satu jenis asli Kalimantan yang

tergolong famili Dipterocarpaceae dan dikenal dengan nama meranti merah. Meranti merah tumbuh baik pada tipe iklim A dan B dengan kelembaban tinggi dibawah ketinggian tempat 800 meter diatas permukaan laut (mdpl) di daerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm/tahun. Jumlah spesiesnya mencapai 130 jenis dan sebagian besar tumbuh secara alami di hutan kalimantan (Purba, 2011).
Di hutan alam, jenis meranti merah dapat mencapai diameter 100 cm dengan tinggi batang bebas cabang 30 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar, batang merekah atau bersisik, pada umumnya berdamar. Kulit luar dan kulit dalam tebal, warnanya merah atau kemerah-merahan, gubalnya kuning pucat dan kayu terasnya berwarna merah. Tajuk lebar, berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan (Irwanto, 2009).
Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan, sedang sampai berat. Memiliki tekstur agak kasar. Berat jenisnya berkisar antara 0,3-0,86 pada kandungan air 15%. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat
Universitas Sumatera Utara

digolongkan dalam kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu meranti merah merupakan kayu berharga yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu lapis, kayu gergajian, dan bahan bangunan. Selain itu, kayu meranti merah juga digunakan untuk konstruksi berat atau sedang, balok, kaso, kusen pintu-pintu dan jendela, papan lantai, geladak jembatan, serta untuk membuat perahu (Irwanto, 2009).
Balok Laminasi (Glued Laminated Timber) Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi
perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama. Balok laminasi memiliki ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm (Moody et al. 1999). Balok laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang dimulai dari pemotongan, perekatan, dan pengempaan sampai diperoleh bentuk lamina dengan ketebalan yang diinginkan. Fakhri (2001) dalam Rofaida (2008) menambahkan bahwa kayu laminasi tersebut dihasilkan dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Tujuan dasar pembuatan kayu lamina adalah untuk menciptakan suatu rancangan bangun konstruksi dari kayu utuh yang kering sempurna dan mudah didapatkan bahan dasarnya.
Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan pengikat bagian yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan jenis perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan peruntukan balok laminasi nantinya. Adanya perekat diantara lapisan kayu pada balok laminasi memungkinkan terjadi perubahan sifat mekanis seperti kekakuan dan kekuatannya. Dengan dimensi
Universitas Sumatera Utara

penampang melintang balok laminasi yang sama dapat disusun sejumlah lamina secara horizontal dengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah lamina semakin tipis tebal lamina dan semakin banyak jumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan (Sulistyawati et al. 2008).
Faktor yang mempengaruhi kualitas laminasi antara lain bahan baku. Persyaratan bahan baku adalah memiliki serat dan berat jenis yang seragam. Selain itu perekat juga harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan kayu laminasi. Hal lain yang diperhatikan adalah persiapan bahan dan proses pengempaan karena akan mempengaruhi kualitas kayu laminasi. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang memenuhi standar sebelum kayu laminasi digunakan terutama apabila tujuan penggunaan adalah untuk struktural (Manik, 1997 dalam Pasaribu 2011).
Balok laminasi yang memenuhi standar struktur pada proses perancangan harus memperhatikan pengempaan. Proses pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat karena kekuatan meningkat seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah menyebabkan cacat perekatan seperti melepuh, perekat tebal, dan pecah muka (Anshari, 2006). Prayitno (1996) dalam Gunawan (2007) menambahkan bahwa pemberian tekanan pengempaan yang terlalu besar juga dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan perekatan yang berupa proses keluarnya perekat yang berlebihan (starved glue line) dan rusak lapisan permukaan sehingga menurunkan kekuatan perekatan yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara

Lapisan Laminasi Banyaknya lapisan sangat mempengaruhi kekuatan laminasi seiring
dengan penambahan jumlah lapisannya, namun setelah mencapai batas tertentu kekuatannya menurun. Penambahan jumlah lapisan juga tidak selamanya dapat meningkatkan kekuatan lamina. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi menurunnya nilai kekuatan laminasi yaitu bahan yang akan direkat, penggunaan jenis perekat dan banyaknya perekat, metode pengkleman dan besarnya tekanan pada saat pembuatan laminasi (Tarkono, 2006).
Dengan dimensi penampang melintang glulam yang sama, dapat disusun sejumlah lamina secara horizontal dengan ketebalan tertentu. Semakin banyak jumlah lamina, semakin tipis tebal lamina. Semakin banyak jumlah lamina semakin besar luas bidang rekatan. Pengaruh adanya bahan perekat dan perbedaan ketebalan lamina pada balok glulam perlu diamati untuk mengetahui kemampuan kekakuan dan kekuatannya (Sulistyawati et al. 2008).
Perekat dan Perekatan Ruhendi dan Hadi (1997) dalam Fadli (2006) mendefinisikan perekat

sebagai suatu substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan. Selanjutnya, Pizzi (1983) dalam Nurfaridah (2002) membedakan perekat berdasarkan reaksi terhadap panas menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic. a. Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena
panas atau reaksi kimia dengan katalisator (hardener) tertentu dan reaksinya bersifat tidak dapat balik. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi
Universitas Sumatera Utara

menjadi lunak. Contoh perekat ini antara lain phenol formaldehida. urea formaldehida, melamin formaldehida dan isosianat. b. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat lunak jika terkena panas dan kembali mengeras jika suhu rendah. Contoh perekat ini antara lain polivinil asetat, perekat selulosa, perekat resin acrillic.
Penggunaan tipe perekat dan tingkat persentase yang dipakai akan sangat mempengaruhi biaya pembuatan papan. Distribusi perekat merupakan salah satu kunci yang berpengaruh pada kualitas papan yang dihasilkan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas ikatan adalah permukaan kayu, keterbatasan perekat, kadar air kayu, kualitas perekatnya karena penyimpanan perekat yang terlalu lama akan mengurangi sifat-sifat perekat, dan kontrol penyebaran serta keseragaman jumlah perekat sangat diperlukan untuk membentuk ikatan yang sempurna. Kadar air yang tinggi akan menurunkan efek perekatan dan menyebabkan meningkatnya adsorbsi kayu serta ikatan menjadi lemah (Haygren dan Bowyer, 1996).
Perekatan adalah peristiwa merekatnya dua benda yang disebabkan adanya gaya tarik menarik antara perekat dengan benda yang direkatnya bersamaan dengan gaya tarik menarik antara molekul perekat sendiri (Houwink dan Solomon, 1965 dalam Pranata 2004). Prayitno (1996) dalam Budi (2007) menjelaskan bahwa dalam proses perekatan ada tiga aspek utama yang mempengaruhi kualitas hasil perekatan yaitu aspek bahan yang direkat, aspek bahan perekat, dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan yang direkat meliputi struktur dan anatomi (susunan sel dan arah serat) dan sifat fisika (kerapatan, kadar air, dan kembang susut). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat, dan kegunaan
Universitas Sumatera Utara

perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi berat labur, pengempaan, dan kondisi kerja (cara pelaksanaan).
Menurut Sutigno (1985) dalam Pranata (2004) bahwa perekat masuk ke pori kayu kemudian mengeras dan terjadi gaya tarik menarik antara molekul perekat dan molekul kayu (ikatan kimia antara perekat dengan kayu). Perekatan dua keping kayu dimulai dengan melaburkan perekat berbentuk cair pada permukaan kayu. Kedua keping kayu ditempelkan, ditekan atau dikempa dan dibiarkan beberapa saat sampai terjadi ikatan yang kuat. Perangi-angin (2000) menambahkan bahwa bila suatu balok yang dilenturkan terdiri dari lempenganlempengan bahan dengan panjang yang sama maka akan terjadi geseran pada permukaan lempengan yang bersentuhan. Dengan geseran yang terjadi, ikatan rekat pada bidang rekat menjadi melemah.
Keterekatan adalah suatu kemampuan kayu untuk melekat dengan menggunakan perekat. Zat ekstraktif tertentu yang terkandung dalam kayu dari beberapa jenis mungkin melemahkan kekuatan ikatan dari perekat. Kadar air, distribusi cairan di seluruh potongan kayu, kesetabilan bentuk dan ukuran, perlakuan pengawetan, ketahanan terhadap api serta kestabilan dimensi mempengaruhi keterekatan yang biasanya pengaruh yang ditimbulkan adalah negatif. Banyak kayu mempunyai kandungan lilin alami atau minyak yang cenderung menolak jenis minyak tertentu, terutama perekat berpelarut air. Salah satu cara untuk meminimalkan pengaruh ini adalah dengan membersihkan permukaan yang akan direkat dengan thinner sebelum direkat (Sucipto dan Ruhendi, 2012).
Universitas Sumatera Utara

Perekat Polistirena

Polistirena adalah polimer non polar yang tahan terhadap asam, basa, dan

korosi lainnya namun mudah larut dalam hidrokarbon. Polistirena banyak


digunakan untuk lembaran penutup, dan pencetak barang. Polistirena berbusa

dipengaruhi oleh pemanasan polistirena yang berisi bahan penghasil gas dengan

uap air yang berguna untuk memberikan massa jenis rendah (Cowd, 1991 dalam

Fuady 2007). Polistirena merupakan termoplastis yang bening kecuali

ditambahkan pewarna dan pengisi, dan dapat dilunakkan pada suhu ±100ºC

(Andrew, 2002 dalam Simanjuntak 2006). Sifat-sifat umum polistirena dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Sifat-sifat Umum Polistirena.

Sifat – Sifat

Nilai


Densitas (22,8°C)

1,049-1,09

Ketahanan Panas

66°C-99°C

Pengkerutan

0.0045

Serapan Air

0,02%

Indeks Bias

1,59


Cahaya Tembus

90%

Sumber : Cowd, 1991 dalam Sitohang (2008)

Polistirena merupakan polimer yang secara struktural terbentuk dari ikatan

hidrokarbon dengan gugus fenil terdapat pada salah satu atom karbonnya.

Polistirena bersifat termoplastik tidak berwarna, selain itu tahan terhadap senyawa

asam dan basa, mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklorin, memiliki tegangan tarik sebesar 40-60 Mpa dengan densitas 1.050 kg/m3 (Cowd, 1982

dalam Nuryono 2008).

Universitas Sumatera Utara

Berat Labur Perekat Dalam proses perekatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan
perekatan, salah satunya adalah berat labur perekat. Pizzi (1983) menjelaskan bahwa berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga akan mengurangi kekuatan rekat, karena akan memberikan penebalan pada garis rekat yang matang, sedangkan berat labur yang terlalu rendah akan mengurangi kekuatan rekat yang disebabkan oleh garis rekat yang terlalu tipis.

Glue Spread adalah jumlah perekat yang dilaburkan per satuan luas permukaan bidang rekat. Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan banyaknya perekat terlabur agar tercapainya garis perekat yang kuat. Sistem single glue spread artinya berat perekat tersebut diaplikasikan pada salah satu permukaan bidang rekat, sedangkan sistem double glue spread artinya berat perekat tersebut dibagi dua dan masing-masing diaplikasikan pada kedua permukaan bidang rekat yang akan direkatkan. Perbedaan luas bidang rekat dan berat labur mengakibatkan perbedaan berat perekat yang dibutuhkan masingmasing pasangan kayu laminasi (Sucipto dan Ruhendi, 2012).
Satuan luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu kaki persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL (untuk perekatan satu sisi) atau MDGL (perekatan dua sisi). Untuk perekatan dua sisi, jumlah perekat terlabur ditambah sebanyak 10% (Prayitno, 1996). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up) dengan formula :
GPU = S.A 317,5
Universitas Sumatera Utara

dengan GPU = gram pick up (dalam gram), S = jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound/MSGL atau pound/MSDL, A = Luas bidang yang akan direkatkan (inci per segi). Langkah pengerasan perekat pada permukaan kayu terdiri dari lima tahap, yakni; flow (aliran sisi atau aliran samping), transfer (perpindahan dari sisi terlabur ke sisi tak terlabur), penetration (masuknya bahan perekat ke dalam bahan yang direkat), wetting (pembasahan kayu oleh pelarut perekat) serta solidification (pengerasan perekat menurut cara pengerasannya) (Prayitno, 1996 dalam Fakhri et al. 2008).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei sampai Oktober 2013. Penelitian
dilakukan di Workshop dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara meliputi pembuatan perekat, pembuatan balok laminasi, dan pengujian sifat fisis balok laminasi. Pengujian sifat mekanis balok laminasi dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Bagian Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu mesin gergaji belah, mesin
gergaji potong, mesin serut, gergaji tangan, meteran, timbangan digital, oven, gelas ukur, pengaduk, kape (sekrap), klem bendvice (alat kempa dingin), kertas ampelas, pemanas air, ember, alat tulis, penggaris, dan alat hitung. Penelitian ini menggunakan bahan baku kayu sengon dan kayu meranti merah. Perekat yang digunakan adalah perekat polistirena dari pencampuran styrofoam, bensin premium dan thinner.
Prosedur Penelitian Balok laminasi yang dibuat berukuran 95 cm x 5 cm x 5 cm dengan 3 kali
ulangan terdiri atas 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis lamina kayu sengon dan kayu meranti merah yang dikombinasikan. Pengkombinasian tersebut untuk meningkatkan kualitas mutu kayu sebagai kayu struktural dengan penampilan yang lebih menarik sedangkan jumlah lapis lamina dibuat untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara

jumlah lapisan optimal pada sifat fisis dan mekanis balok laminasi terbaik.

Susunan lamina untuk setiap lapis dapat dilihat pada Gambar 1.

5 cm

Meranti merah Sengon

5 cm

Meranti merah 3 lapis

5 cm Meranti merah
Sengon Meranti merah
Sengon Meranti merah
5 lapis

5 cm

5 cm
Meranti merah Sengon
Meranti merah Sengon
Meranti merah Sengon
Meranti merah
7 lapis

5 cm

Gambar 1. Penampang melintang kombinasi balok laminasi

Pembuatan Perekat Polistirena Ditimbang styrofoam, bensin, dan thinner dengan komposisi perbandingan
2 : 2 : 1 (berdasarkan berat) sesuai dengan penelitian Sucipto dan Ruhendi (2012). Kemudian styrofoam dilarutkan dengan bensin dalam gelas ukur sedikit demi sedikit dan diaduk, setelah itu dicampurkan thinner. Aduk semua bahan sampai rata dan homogen menjadi perekat polistirena.

Persiapan Bahan Baku Balok laminasi yang dibuat merupakan kombinasi dari kayu sengon dan
kayu meranti merah. Teknik penyusunan lembar lamina berdasarkan arah tebal. Balok laminasi dibuat berukuran 100 cm x 5,5 cm x 5,5 cm dengan spilasi 10%. Kebutuhan bahan baku untuk semua balok laminasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kebutuhan bahan baku balok laminasi.

Jumlah

Ukuran lamina

Jenis dan

lapisan

(cm)

jumlah lamina

- sengon = 6

3 lapis

100 x 5,5 x 1,83 - meranti = 12

- sengon = 12

5 lapis

100 x 5,5 x 1,1 - meranti = 18

- sengon = 18

7 lapis

100 x 5,5 x 0,71 - meranti = 24

Ukuran akhir balok (cm)
95 x 5 x 5
95 x 5 x 5
95 x 5 x 5

Proses Pembuatan Balok Laminasi Ukuran lamina yang sudah ditentukan ukurannya diampelas agar
permukaan lamina rata dan halus sebelum dilakukan proses perekatan. Pada saat proses perekatan terlebih dahulu dilakukan formulasi perbandingan komposisi perekat yang akan digunakan. Berat labur yang digunakan adalah 260 g/m2 dan 280 g/m2. Kebutuhan perekat untuk setiap lapis balok laminasi dihitung berdasarkan luas permukaan bidang rekat dan berat labur dengan rumus: Kebutuhan perekat (g) = luas permukaan bidang rekat (cm2 ) x berat labur (g/m2 )
10.000 sehingga dapat diperoleh jumlah perekat pada setiap bidang rekat yang digunakan untuk masing-masing berat labur yaitu:
A. Berat labur 260 g/m2 Kebutuhan perekat (g) = (95 cm x 5 cm) x 260 g/m2 = 12,35 g 10.000
B. Berat labur 280 g/m2 Kebutuhan perekat (g) = (95 cm x 5 cm) x 280 g/m2 = 13,3 g 10.000 Berdasarkan jumlah perekat pada setiap bidang rekat tersebut diperoleh
kebutuhan perekat untuk setiap lapisan balok laminasi utuh yang dibuat. Kebutuhan perekat untuk balok laminasi 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis dengan berat

Universitas Sumatera Utara

labur 260 g/m2 berturut-turut yaitu 24,7 g, 49,4 g, dan 74,1 g. Kebutuhan perekat untuk balok laminasi dengan berat labur 280 g/m2 untuk 3 lapis, 5 lapis, dan 7 lapis berturut-turut yaitu 26,6 g, 53,2 g, dan 79,8 g.
Kemudian dilakukan pelaburan perekat yang dilaburkan pada kedua permukaan lamina dengan teknik double spread. Pelaburan perekat dimulai dari lapisan lamina terbawah dilanjutkan pada lapisan lamina lebih atas dengan menggunakan sekrap (kape). Setelah dilaburkan, bahan dikondisikan dalam keadaan terbuka selama satu menit sampai perekat lebih lengket. Kemudian kedua sisi direkatkan sesuai dengan variasi lapisan yang telah ditentukan. Bilah yang direkatkan kemudian dikempa dengan menggunakan klem dengan waktu tekan selama 24 jam.
Pengkondisian dan Pembuatan Contoh Uji Setelah pengempaan, perekat yang keluar dari garis rekat dikikis serta
diserut apabila terdapat sampel balok yang tidak rata dalam pengempaannya. Kemudian dikondisikan selama kurang lebih satu minggu pada suhu ruangan agar balok yang dihasilkan dapat mencapai kadar air kesetimbangan.
Pembuatan contoh uji dan pengujian balok laminasi didasarkan pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber No.1152 tahun 2007 yang dimodifikasi sesuai dengan ukuran balok yang dibuat. Pola pemotongan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2.

KA 5 cm

KR MOE dan MOR

5 cm

75 cm 95 cm

Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji

Delaminasi 5 cm 7,5 cm

Universitas Sumatera Utara

Pengujian Balok Laminasi Pengujian balok laminasi yang dilakukan meliputi: pengujian kadar air
(KA), modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR), keteguhan rekat (KR), dan pengujian delaminasi dengan 3 ulangan untuk setiap pengujiannya.
Kadar Air Penetapan kadar air balok dilakukan dengan menghitung selisih berat awal
contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 103±2 ºC sampai mencapai berat konstan. Contoh uji yang digunakan 5 cm x 5 cm x 5 cm. Contoh uji di timbang berat awalnya kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 103±2 ºC selama 24 jam. Contoh uji yang dioven dikeluarkan kemudian di dinginkan selama ±30 menit dan ditimbang beratnya. Perlakuan ini dilakukan berkali-kali hingga mencapai berat konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar Air (%) = W1 − W2 x 100% W2
Keterangan: W1 : Berat contoh uji sebelum dikeringkan (g). W2 : Berat kering oven (g).
Rasio Delaminasi Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih. Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi dengan panjang 7,5 cm. Sebelum dilakukan perendaman, diukur jumlah panjang garis rekat contoh uji. Perendaman air dingin dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40±3 ºC selama 18 jam. Setelah dikeringkan, contoh uji didinginkan
Universitas Sumatera Utara

selama ±30 menit dan diukur panjang delaminasi yang mengalami pelepasan pada contoh uji kemudian dijumlahkan setiap panjang delaminasi yang telah diukur. Kemudian dilakukan perendaman dalam air mendidih dengan cara merebus contoh uji dalam air mendidih ±100 ºC selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air dingin pada suhu ruangan selama 1 jam. Setelah itu contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 70±3 ºC selama 18 jam. Rasio delaminasi dihitung dengan menggunakan rumus:
Rasio delaminasi (%) = Jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung x 100% Jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dapat diketahui pada saat contoh uji mengalami kerusakan. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian contoh uji ini dapat dilihat pada Gambar 3.
5 mm
30 mm

5 mm

Garis Rekat

20 mm

25 mm

Gambar 3. Contoh uji untuk pengujian keteguhan rekat.

Universitas Sumatera Utara

Keteguhan rekat dihitung dengan menggunakan rumus: Keteguhan rekat (kg/cm2) = Beban maksimum (kg) Luas area yang direkat (cm2 )
Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus Patah (MOR) Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan balok
menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika balok digunakan sebagai bahan konstruksi. Pengujian modulus patah (MOR) merupakan lanjutan dari pengujian MOE, yaitu contoh uji diberikan pembebanan sampai mengalami kerusakan. MOR adalah suatu sifat mekanis balok yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Pengujian MOR dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Contoh uji yang digunakan berukuran 75 cm x 5 cm x 5 cm. Pola pembebanan dalam pengujian ini dengan rentang jarak sangga 70 cm disajikan pada Gambar 4.

h
L ℓ

b

Gambar 4. Pola pembebanan dalam pengujian MOE dan MOR Nilai MOE dan MOR dihitung berdasarkan rumus:
MOE = ΔP 3 4 b h 3 Δy 3P
MOR = 2 b h2

Universitas Sumatera Utara

Keterangan: ∆P : Perbedaan beban pada batas atas dan bawah (kg). P : Beban maksimum pada saat balok rusak (kg).
L : Panjang sampel contoh uji (cm). ℓ : Jarak sangga (cm). ∆y : Defleksi yang terjadi akibat beban P (cm). b : Lebar contoh uji (cm).
h : Tebal contoh uji (cm).

Pengujian sifat fisis dan mekanis balok laminasi meliputi kadar air, uji delaminasi perendaman air dingin dan perendaman air panas, keteguhan rekat, MOE dan MOR yang mengacu pada ketepan JAS No.1152 tahun 2007, seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar pengujian balok laminasi berdasarkan JAS No.1152 tahun 2007.

No. Sifat fisis dan mekanis

JAS 1152:2007

1. Kadar air (%)

≤ 15

2. Delaminasi air dingin (%)

≤ 10

3. Delaminasi air panas (%) 4. Keteguhan rekat (kg/cm2) 5. MOE (kg/cm2) 6. MOR (kg/cm2)

≤5 ≥ 54 ≥ 300 ≥ 75.000

Analisis Data Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan percobaan
faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan ini menggunakan dua faktor yaitu jumlah lapisan (3 lapis, 5 lapis, 7 lapis) dan berat labur (260 g/m2, 280 g/m2) dengan tiga ulangan untuk setiap balok laminasi. Model linear untuk rancangan percobaan ini menurut Heryanto (1996) adalah :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan: Yijk : Nilai pengamatan pada faktor pengaruh jumlah lapisan taraf ke-i, faktor
berat labur taraf ke-j, dan ulangan ke-k.

Universitas Sumatera Utara

μ αi βj (αβ)ij
εijk

: Nilai rataan umum. : Pengaruh taraf ke-i dari faktor jumlah lapisan. : Pengaruh taraf ke-j dari faktor berat labur. : Pengaruh taraf ke-i dari faktor jumlah lapisan dan taraf ke-j dari faktor berat labur. : Galat percobaan.

Hipotesis yang digunakan adalah :

1. H0 : Jumlah lapisan tidak berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah.

H1 : Jumlah lapisan berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah.

2. H0 : Berat labur tidak berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah.

H1 : Berat labur berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi dari kayu sengon dan kayu meranti merah.

3. H0 : Tidak ada pengaruh kombinasi dari jumlah lapisan dan berat labur terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi kayu sengon dan kayu meranti merah.

H1 : Kombinasi dari jumlah lapisan dan berat labur berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis balok laminasi kayu sengon dan kayu meranti merah.

Mengetahui adanya pengaruh jumlah lapisan dan berat labur serta interaksi

keduanya (jumlah lapisan dan berat labur) terhadap sifat fisis dan mekanis balok

laminasi bambu dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F

tabel maka H0 diterima dan jika F hitung≥ F tab el mak a H 0 ditolak. Untuk uji

lanjutan dilakukan dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan (Duncan

multiple range test).

Universitas Sumatera Utara

Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 5. Persiapan bahan baku

Kayu meranti

Kayu sengon

Dikeringkan mencapai kadar air 12-15 %

Dipotong ukuran 100 cm x 5cm x 0,7 cm

Dipotong ukuran 100 cm x 5 cm x 1,1 cm

Dipotong ukuran 100 cm x 5 cm x 1,8 cm

Diampelas

Pencampuran Styrofoam, bensin, thinner (2 : 2 : 1)

Direkatkan

Perekat

Dikempa selama 24 jam
Pengkondisian selama 7 hari

Pengujian kualitas berdasarkan JAS for Glued Laminated Timber
No. 1152 tahun 2007

Pengujian sifat fisis dan mekanis

Pengujian delaminasi (air panas dan air dingin)

Gambar 5. Bagan alir proses pembuatan balok laminasi.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Kayu memiliki sifat higroskopis yang mampu menyerap dan
mengeluarkan air, baik dalam bentuk uap air maupun cairan. Kemampuan ini tergantung pada suhu dan kelembaban udara di sekitarnya. Keberadaan air dalam kayu akan mempengaruhi kekuatannya.
Nilai kadar air balok laminasi dari kayu sengon dan meranti berkisar antara 11,68-13,64%. Nilai rata-rata kadar air balok laminasi yang dihasilkan disajikan pada Gambar 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

N

Dokumen yang terkait

Kajian Sifat Fisis Kayu Sengon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen) Pada Berbagai Bagian Dan Posisi Batang

1 35 14

Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) sebagai Bahan Baku Gitar Akustik Menggunakan Proses Pengeringan Lapisan Tipis

0 18 169

Penentuan Titik Transisi Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa pada Sengon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen) dan Jabon (Anthocephalus Cadamba Miq.)

0 3 88

Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) hasil budidaya

0 2 50

Tinjauan Kuat Lentur Balok Laminasi Kombinasi Antara Kayu Sengon Dan Kayu Jati Dengan Perekat Lem Epoxy

0 3 7

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY.

0 0 4

Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

0 0 10

KUALITAS BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DAN KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) DENGAN PERLAKUAN JUMLAH LAPISAN DAN BERAT LABUR PEREKAT

0 0 10

Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan Jumlah Lapisan dan Berat Labur Perekat

0 0 10

KUALITAS BALOK LAMINASI DARI KAYU SENGON (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) DAN KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) DENGAN PERLAKUAN JUMLAH LAPISAN DAN BERAT LABUR PEREKAT

0 1 10