Crop Improvement Via Genetic Engineering

CROP IMPROVEMENT VIA GENETIC ENGINEERING
(PERBAIKAN TANAMAN VIA REKAYASA GENETIKA)
DR. IR. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS
Fakultas Pertanian
Program Studi Ilmu Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
1. Pendahuluan
Populasi penduduk dunia diprediksi pada tahun 2010 berjumlah kira-kira 8
milyar orang.
Untuk penyediaan pangan pada tahun tersebut diperlukan
peningkatan produksi tanaman.
Makanan sangat esensial untuk pemeliharaan
kehidupan yang langgeng. Pada suatu negara bidang pertanian menjadi hal penting
dan menjadi dasar bagi penyediaan pangan bagi penduduknya.
Pemuliaan tanaman konvensional bekerja untuk memperbaiki kualitas dan
peningkatan hasil suatu tanaman dengan berbagai teknik perbaikan tanaman dan
berhasil dengan adanya “Revoluasi Hijau”. Di antra 3000 spesies tanaman yang
digunakan sebagai makanan, hanya 29 spesies tanaman sebagai sumber makanan
utama. Spesies tersebut antara lain 8 spesies sereal, 7 legum, 7 berbiji minyak, 3
tanaman yang berakar, 2 tanaman sumber gula, dan 2 tanaman pohon. Sebagai
tambahan ada kira-kira 15 spesies utama tanaman sayur-sayuran dan 15 spesies

utama tanaman buah-buahan. Spesies-spesies tanaman tersebut digunakan sebagai
sumber protein, kalori, vitamin, dan mineral bagi manusia.
Namun dengan perkembangan kemajuan manusia dan tekanan pertambahan
penduduk dunia, permintaan akan pangan akan semakin meningkat baik dari segi
kualitas dan kuantitas. Teknologi perbaikan tanaman yang semakin cepat dan maju
membuat kita optimis bahwa teknologi dapat menyediakan kebutuhan penduduk
dunia tersebut.
Hukum Genetik Mendel’s (1864) menjadi motor penggerak dimulainya
pemuliaan tanaman yang lebih terarah.
Prinsip pemuliaan tanaman adalah
identifikasi dan seleksi suatu sifat yang diinginkan dan selanjutnya dikombinasikan
ke dalam suatu individu tanaman. Semua sifat yang diinginkan dikendalikan oleh
gen yang berlokasi pada khromosom tanaman, pemuliaan tanaman berarti
melakukan pekerjaan manipulasi khromosom.
Pada umumnya ada 4 cara manipulasi khromosom :
1. Khromosom yang sama diambil dan diletakkan dalam suatu individu tanaman
untuk memperoleh suatu homozogositas, metode tersebut disebut pure-line
selection.
2. Khromosom yang berbeda digabungkan untuk memperoleh suatu
heterozigositas, metode ini disebut hibridisasi.

3. Variabilitas genetik baru diperoleh dengan mutasi spontan atau dengan
mutasi buatan (secara fisik dan kimiawi).
4. Polypoidi, yaitu teknik meningkatkan jumlah ploidi suatu tanaman sehingga
tanaman dapat berbuah lebih besar, lebih tinggi dan lain-lain.
Hasil yang diperoleh dengan kegiatan-kegiatan pemuliaan di atas adalah
ditemukannya gendum dan padi yang berproduksi lebih tinggi (tahun 1960).
Produksi tanaman makanan tersebut telah menyelamatkan manusia dari kekurangan
pangan (Green Revolution) dan sangat berdampak terhadap sosial, ekonomi, dan
status nutrisi manusia. Namun demikian, diperolehnya tanaman yang berproduksi
tinggi tersebut sangat tergantung kepada pemupukan, irigasi, dan input teknologi
lainnya yang tinggi.
2002 digitized by USU digital library

1

Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik
dengan persilangan tanaman secara konvensional ataupun dengan bioteknologi
melalui rekayasa genetik. Kehadiran teknologi transformasi memberikan wahana
baru bagi pemulia tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih luas.
Gen yang ditransfer kedalam genom suatu tanaman untuk membentuk tanaman

transgenik bisa berasal dari spesies lain seperti bakteri, virus, atau tanaman lain.
Gen yang diperoleh dengan jalan sintesis
secara kimia juga berhasil
ditrasnformasikan ke tanaman. Pada dasarnya gen yang ditransfer tersebut haruslah
gen yang bermanfaat yang belum ada atau belum dipunyai tanaman. Teknik
rekayasa genetik dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemulian
tanaman yang sudah mapan dan telah digunakan selama bertahun-tahun.
Rekayasa genetika memiliki potensi sebagai yang ramah lingkungan. Selain
ramah lingkungan, teknologi rekayasa genetik diharapkan akan dapat membantu
mengatasi masalah pembangunan pertanian yang tidak dapat dipecahkan secara
konvensional. Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan produksi pertanian guna
memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah, salah satu kendala
utamanya adalah faktor biotik, seperti hama dan penyakit. Melalui rekayasa genetik
sudah dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan
terhadapa hama, penyakit, atau herbisida, atau peningkatan kualitas hasil.
Tanaman tersebut sudah banyak ditanam dan dipasarkan diberbagai negara.
Disamping hal positif dari tananman transgenik, terdapat kekhawatiran
sebagai masyarakat bahwa tanaan transgenik tersebut akan menggangu, merugikan
dan membahayakan bagi keanekaragaman hayati, lingkungan, dan kesehatan
manusia. Kekhawatiran tersebut bisa anggapan bahwa tanaman hasil rekayasa

genetic dapat memenidahkan gen kerabat liar dan menjadi gulma super,
menimbulkan dampak negatif bagi serangga berguna, menyebabkan alergi, atau
keracunan, atau bahwa bakteri di dalam perut menjadi resisten terhadap antibiotik
akibat penggunaanmarka tahan antibiotik dalam tanaman transgenic. Oleh karena
itu perlu dilakukan evaluasi dan kajian teknis aspek tanaman hayati sebelum produk
rekayasa genetik digunakan dan komersialisasikan. Sehubungan dengan kebutuhan
tersebut
telah dikeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No: 856/Kpts/HK.
330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil
Rekayasa Genetik. Karena di dalam Keputusan Menteri Pertanian tersebut belum
mencakup aspek keamanan pangan maka telah ditetapkan Keputusan Bersama
Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan
Menteri Negara Pangan dan Horitulkutura tentang tanaman keamanan hayati dan
keamanan pangan yang telah ditandatangani pada 29 September 1999. Dalam
makalah ini akan diuraikan tentang status penelitian dan pengembangan rekayasa
genetic tanaman, persepsi masyarakat
terhadap tanaman transgenik dan
manfaatnya, kekhawatiran terhadap tanaman transgenik, pengaturan kemanan
pangan di negara lain, peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan di
Indonesia, serta pengujian keamanan hayati tanaman transgenik.

Salah satu kendala utama dalam rangka meningkatkan produksi tanaman
pertanian guna memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah, adalah
faktor biotok, seperti hama dan penyakit tanaman. Perakitan tanaman tahan hama
atau penyakit secara konvesional dapat dilakukan melalui pemulian tanaman, tetapi
pada beberapa jenis komuditas sumber gen ketahanan sulit diperoleh bahkan tidak
di jumpai pada plasma nutfah yang tersedia. Dalam upaya membantu memecahkan
masalah tersebut, bioteknologi melalui rekayasa genetic menawarkan suatu
alternatif terobosan teknologi yang sangat menarik.
Karena melalui rekayasa
genetic dapat membuka peluang untuk mengisolasi gen ketahanan dari organisme
lain seperti bakteri,virus atau bahkan tanaman yang secara konvensional tidak
2002 digitized by USU digital library

2

mungkin dilakukan. Kemudian gen yang sudah dikontritruksikan bisa dipindahkan
kedalam tanaman budidaya yang diinginkan.
2. Tahapan Teknologi
Dalam memproduksi tanaman transgenik melibatkan beberapa langkah dalam
teknik biologi molekuler dan seluler. Suatu sifat yang diinginkan harus dipilih dan

gen yang mengatur sifat tersebut harus dididentifikasi. Apabila gen yang diinginkan
harus dipilih dan gen yang mengatur sifat tersebut harus diidentifikasi. Apabila gen
yang diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi dari organisme donor. Supaya
gen tersebut dapat berfungsi maka harus dimodifikasi secara molekuler, yaitu harus
mengandung daerah pengaturan (regulatory region), sehingga dapat diekspresikan
pada tanaman dengan tepat dan benar. Gen yang sudah diisolasi harus dikontruksi
dalam suatu vector plasmid untuk ditransfer ke tanaman secara langsung via particle
bombardment atau tidak langsung dengan media vector Agrobacterium. Plasmid
yang digunakan untuk transformasi tanaman tidak hanya mengandung gen dari sifat
yang diinginkan tetapi gen marka (gen penanda) untuk seleksi, seprti gen ketahanan
terhadap antibiotik atau herbisida. Gen marka tersebut akan memudahkan seleksi
sel atau jaringan yang ditransformasi.
Agar transfer gen berhasil, maka gen yang dimasukkan ke tanaman harus
dapat diinsersikan ke genom tanaman, terekspresi, dan tetap terpelihara dalam
seluruh proses pembelahan sel selanjutnya. Selanjutnya sel atau jaringan tanaman
yang ditransformasi harus dapat diregenerasikan menjadi suatu tanaman.
Regenerasi tanaman dapat dilakukan dengan cara organogenesis atau
embriogenesis. Regenerasi tanaman merupakan langkah yang paling sulit dilakukan.
Tanaman transgenic yang diperoleh harus dikarekterisasi secara molekuler untuk
mengkonfirmasi integritas gen yang dimasukkan dan menentukan jumlah kopinya di

dalam genom tanaman. Karekterisasi cecara biokimia diperlukan untuk mengetahui
ekspresi gen tersebut. Setelah tahapan tersebut, tanaman diuji di laboratorium dan
rumah kaca untuk mengetahui karakterisasi sifat yang diinginkan.
3. Sumber Gen
Pemulian tanaman konvensional memiliki keterbatasan, yaitu sumber donor
gen haruslah berasal dari tanaman yang secara persilangan harus kompatibel.
Seringkali sumber gen yang diinginkan terbatas atau sering tidak dijumpai pada
plasma nutfah yang tersedia.
Bioteknologi melalui rekayasa genetika dapat
mengatasi kendala tersebut. Isolasi gen dari organisme lain seperti bakteri, virus
dan lain-lain dapat dilakukan dengan mudah. Gen yang berasal dari luar spesies
bahkan dari luar kingdom yang sudah sudah dikontruksi dengan teknologi DNA
rekombinan dapat dimasukkan ke dalam tanaman budidaya.
Sejumlah gen yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan tanaman melalui
rekayasa genetic adalah gen ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik maupun
abiotik, dan gen untuk modifikasi kualitas produk tanaman. Penelitian transformasi
untuk memproduksi tanaman tahan serangga hama dan penyakit difokuskan pada
protein-protein yang mengandung kode gen tunggal.
Beberapa contoh gen
ketahanan terhadap hama atau penyakti adalah gen Bt, proitenase inhibitor, cowpea

trypsin inhibitor, kitinase, coat protein virus. Gen-gen yang mengatur ketahanan
tersebut bersifat tunggal, sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam tanaman.
Gen phosphinotricin acetyl transferase (PAT) diisolasi dari Streptomyces
hygroscopicus dan gen 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synt5hase (EPSPS) dari
bakteri Klebsiella pneumonial digunakan untuk mentransformasi tanaman toleran
terhadap herbisida. Gen metallothionen-II digunakan untuk memperoleh tanaman
2002 digitized by USU digital library

3

yang tahan terhadap logam berat.
Gen mannitol-1-phosphate dehydrogenase
digunakan untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap salinitas. Gen yang
mengkode methionine rich seed protein dimanfaatkan untuk meningkatkan
kandungan methionin pada tanaman kedelai.
Pendekatan teknologi antisense
digunakan untuk menunda pemasakan buah dan perubahan warna pada bunga.
4. Teknik Transfer Gen
Teknologi pemindahan gen atau transfer gen dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu langsung dan tidak langsung.

Contoh transfer gen secara langsung adalah
perlakuan pada protopplas tanaman dengan eletroporasi atau dengan
polyethyleneglycol (PEG), penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex
dengan karbit silikon. Teknik pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan
bantuan bakteri Agrobacterium
Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media
vektor A. tumefaciens paling sering digunakan untuk metransformasi tanaman,
terutama tanaman kelompok dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedalam
genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc ) atau
bagain lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing ). Segmen
spesifik DNA plasmid Ti disebut T-DNA (transfer DNA ) yang berpindah dari bakteri
ke inti sel tanaman dan berintegrasi kedalam genom tanamn. Karena A. tumefaciens
merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang digunakan
untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang dilucuti
virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh
Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman
sehat hasil rekayasa genetik.
Teknik transformasi melalui media vektor
Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil dengan baik tetapi sebaliknya

tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Namun beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil metransformasi tanaman
monokotil seperti jagung dan padi.
5. Elektroporasi
Metoda transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah
elektroporasi dari protoplas, perlakuan polythyleneglycol (PEG ) pada protoplas dan
kombinasi anatara dua perlakuan tersebut diatas. PEG memudahkan presipitasi DNA
dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga melindungi DNA plasmid
mengalami degradasi dari enzim nuclease.
Sedangkan elektroporasi dengan
perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan permiabilitasi tinggi untuk sementara
pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah penetrasi
kedalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula dalam
beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi telah
berhasil dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi dengan efisien antatar
0,1 – 1 %. Salah satu kelemahan penggunaan protoplas sebagai eksplan untuk
transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat
panjang periode kultur.

2002 digitized by USU digital library


4

6. Particle bombardment
Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan
metoda gene gun atau particle bombardment. Metode transfer gen ini dioperasikan
secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan
tanaman. Dengan cara partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel
dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar dalam secara independen. Telah
didemonstasikan bahwa teknik ini efektif untuk metransfer gen pada bermacam–
macam eksplan.
Penggunaan particle bombardment membuka peluang dan
kemungkinan lebih muda dalam memproduksi tanaman transgenik dari berbagai
spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium, khususnya
tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass.
7. Silicon carbide
Metoda transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi
tanaman tetapi telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung, dan turfgrass
adalah penggunaan karbit silikon (silicon carbide ). Suspensi sel tanaman yang akan
ditransformasi dicampur dengan serat silicon carbide dan DNA plasmid dari gen yang
diinginkan dimasukkan kedalam tabung
Eppendorf, kemudian dilakukan
pencampuran dan pemutaran dengan vortex. Serat silicon carbide berfungsi sebagai
jarum injeksi mikro (microinjection ) untuk memudahkan transfer DNA kedalam sel
tanaman.
Kesimpulan
Teknologi perbaikan tanaman dengan teknik rekayasa genetika dapat
membantu teknik pemuliaan konvensional untuk menghasilkan tanaman dengan
karakter kulitas dan kuantitas yang diinginkan.
Jaminan (dengan analisis resiko, seperti produk teknologi lainnya) bahwa satu
produk transgenik itu aman dikonsumsi dan dampaknya terhadap lingkungan harus
dikeluarkan oleh pengambil kebijakan.

2002 digitized by USU digital library

5

Daftar Pustaka
Beachy, R.N. 1990. Plant transformantion to cenfer resistance againts virus infection.
In Gustafson J.P. (Ed). Gene Manipulation in Plant Improvement. Plenum Press. N.Y.
pp.305- 311.
Bennet, J. 1993. Genes for crop improvements. Genetic Engineering 16 : 93-113.
Herman, M. 1996. Rekayasa genetik untuk perbaikan tanaman. Buletin AgroBio Vol.
I. No. 1. balitbio Tan. Pangan.
Watson, J.D., M. Gilman, J. Witkowski, and M. Zoller. 1992. Recombinant DNA. 626p.
Scientific American Book. New York. NY

2002 digitized by USU digital library

6