Perbaikan Mutu Genetik Sapi Peranakan Ongole (Bos Indicus) Melalui Pendekatan Fenotipik Dan Pemetaan Total Genom

PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE
(Bos Indicus) MELALUI PENDEKATAN FENOTIPIK
DAN PEMETAAN TOTAL GENOM

HARTATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Perbaikan Mutu
Genetik Sapi Peranakan Ongole (Bos Indicus) melalui Pendekatan Fenotipik dan
Pemetaan Total Genom adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Hartati
NIM D161110091

RINGKASAN
HARTATI. Perbaikan Mutu Genetik Sapi Peranakan Ongole (Bos Indicus) Melalui
Pendekatan Fenotipik dan Pemetaan Total Genom. Dibimbing oleh MULADNO,
JAKARIA dan RUDY PRIYANTO.

Perbaikan mutu genetik sapi Peranakan Ongole melalui pendekatan fenotipik
dan pemetaan total genom sampai saat ini belum pernah dilakukan di Indonesia.
Selama ini kegiatan seleksi untuk menghasilkan bibit unggul lebih banyak dilakukan
secara konvensional yang difokuskan hanya pada performan kuantitatif seperti bobot
badan dan ukuran dimensi tubuh sehingga belum memberikan hasil yang optimal pada
perbaikan genetik sapi PO. Dengan kemajuan teknologi molekuler memungkinkan
untuk dilakukan seleksi dengan menggunakan penanda DNA guna mendukung
kegiatan pemuliaan konvensional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi parameter genetik sapi PO yang

ada di Loka Penelitian Sapi Potong berdasarkan tampilan fenotipik, menganalisis
keragaman (polimorfisme) total genom pada sapi PO jantan dan mengkaji lokus-lokus
yang berasosiasi dengan sifat bobot badan pada sapi PO dengan pendekatan GWAS
serta mengkaji asal usul geografis sapi PO berdasarkan analisis keturunan genetik.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap dengan rincian tahapan penelitian sebagai
berikut : (1) Evaluasi parameter genetik sapi PO (Bos indicus) melalui pendekatan
fenotipik, meliputi : evaluasi pengaruh genetik dan non genetik, seleksi calon pejantan
sapi PO dan respon seleksi (2) Analisis total genom sapi PO menggunakan Bovine
SNP50 Beadchip, meliputi : analisis asosiasi dan eksplorasi kandidat gen, (3)
Penentuan asal usul sapi PO menggunakan data total genom Bovine SNP50 Beadchip,
meliputi : keragaman total genom, filogenetik dan analisis admixture. Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan seleksi guna mendukung
program pemuliaan dan pelestarian plasma nutfah sapi PO.
Evaluasi parameter genetik sapi PO menunjukkan bahwa nilai heritabilitas
yang diperoleh termasuk kategori sedang dan tinggi dengan estimasi untuk bobot
lahir, bobot sapih dan bobot setahun masing-masing sebesar 0.28 + 0.12, 0.47 +
0.15 dan 0.63 + 0.17, sedangkan hasil analisis korelasi genetik tertinggi diperoleh
antara bobot sapih dengan bobot setahun yaitu sebesar 0.78 dan korelasi genetik
terendah diperoleh pada bobot lahir dengan bobot setahun yaitu 0.27 sedangkan
korelasi antara bobot lahir dengan bobot sapih sebesar 0.33. Pengaruh non genetik

signifikan pada jenis kelamin dan tahun kelahiran pada ketiga bobot badan sapi PO.
Hasil seleksi berdasarkan nilai pemuliaan diperoleh sebanyak 24 ekor calon
pejantan sapi PO yang memenuhi kriteria bobot lahir, bobot sapih dan bobot
setahun dengan respon seleksi untuk bobot lahir sapi PO diperoleh sebesar 0.22
kg/generasi, sedangkan bobot sapih dan bobot setahun memiliki respon seleksi
sebesar 5.01 kg/generasi dan 11.4 kg/generasi.
Hasil analisis GWAS menunjukkan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan
pada bobot lahir sapi PO dan ditemukan 19 SNP yang polimorfik pada kromosom
14. Pemetaan lokus telah dilakukan pada kromosom 14 ini dan ditemukan 14 gen
yang yang paling signifikan pada bobot lahir yaitu LYN (TyrosineproteinkinaseLyn), PLAG1 (Pleiomorphic adenoma gene 1), MOS (VmosMoloneymurine sarcoma viral), RPS20 (40S ribosomalprotein S20), U1 (U1

spliceosomal RNA) snoU54 (Small nucleolar RNA U54), CHCHD7 (Coiled-coilhelix-coiled-coil-helix
domaincontaining
protein
7),
SDR16C5
(RDHE2/Epidermal retinol dehydrogenase 2), PENK (Proenkephalin-A), XKR4,
TMEM68, TGS1, ENSBTAG000000321 (SDR16C6) dan Unknown
(ENSBTA000000321). Kandidat gen ini sebagian besar berperan pada sifat
reproduksi, seperti fertilitas, kemudahan beranak, umur pubertas, postpartum

anestrus, pertumbuhan janin, bobot lahir dan pertumbuhan. SNP-SNP yang
polimorfik sangat potensial untuk digunakan sebagai marker assisted selection
(MAS).
Hasil analisis keragaman total genom menunjukkan bahwa sapi PO memiliki
nilai heterozigositas sebesar 30.9 %, sedangkan sapi Bali memiliki nilai
heterozigositas sebesar 24.6 %. Nilai heterozigositas tertinggi ditemukan pada
bangsa sapi komposit BMA yaitu sebesar 38.2 %. Estimasi diferensiasi populasi
� antara sapi PO dengan kelompok Bos indicus lainnya (Nellore, GIR dan
BRM) memiliki nilai terendah dibanding kelompok bangsa sapi lainnya yaitu
berkisar antara 0.024 – 0.059, ini menunjukkan bahwa sapi PO memiliki hubungan
genetik yang dekat dengan Nellore, GIR dan BRM. Nilai � tertinggi ditemukan
antara sapi Bali dengan Holstein yang bararti bahwa secara genetik kedua bangsa
sapi ini berbeda. Hasil ini selaras dengan hasil analisis jarak genetik (filogenetik)
yang menunjukkan bahwa sapi PO memiliki tetua yang sama dengan sapi Nellore,
GIR dan BRM yaitu Bos primigenius, sedangkan analisis admixture menunjukkan
bahwa sapi PO diduga berasal dari tetua Nellore yang memberikan kontribusi
sebesar 20.3% dan pada sapi PO juga ditemukan kontribusi Bos javanicus sebesar
6%.
Kata kunci : perbaikan mutu genetik, sapi PO, seleksi fenotipik, pemetaan total
genom


SUMMARY
HARTATI. Genetic Improvement of Peranakan Ongole Cattle (Bos indicus)
Through Phenotypic and Whole Genome Mapping. Supervised by MULADNO,
JAKARIA and RUDY PRIYANTO
Genetic improvement of Peranakan Ongole cattle through phenotypic and
whole genome mapping approach have not been implemented in Indonesia.
Selection activities to produce proven bull were carried out conventionally that
focused on quantitative performance of such body weight and body size so dont to
provide optimal results in the genetic improvement of PO cattle. With advances in
molecular technology allows it to be selection by using DNA markers to support
conventional breeding activities.
This study aimed to evaluate of genetic parameters of PO cattle in Beef
Cattle Research Station based on phenotypic performance, analyzed the diversity
(polymorphisms) of whole genome mapping on male PO cattle and investigate of
loci associated with body weight traits in PO cattle with GWAS approach and
investigate geographical origin of PO cattle based on the analysis of genetic
ancestor. This research was conducted in three stages, as follows: (1) Evaluation of
genetic parameters PO cattle (Bos indicus) through phenotypic approach include:
evaluation of genetic and non-genetic effect, selection of candidates bull and

response of selection (2) whole genome analysis using Bovine SNP50 Beadchip,
include: association analysis and exploration of gene candidate, (3) Determination
of the origin of PO cattle using Bovine SNP50 Beadchip, include: whole diversity
of the genome, phylogenetic and admixture analysis. This study was expected to be
used as reference in selection activities to support the breeding program and
germplasm conservation of PO cattle
Evaluation of genetic parameters of PO cattle showed that the heritability
values obtained include medium and high categories with estimates for birth weight,
weaning weight and yearling weight 0.28 + 0.12, 0.47 + 0.15 dan 0.63 + 0.17
respectively, whereas the correlation analysis of genetic the highest obtained
between weaning weight with the yearling weight of 0.78 and the lowest genetic
correlations obtained on birth weight with yearling weight of 0.27 while the
correlation between birth weight with weaning weight of 0.33. Non-genetic
influence significant on sex and year of birth on the body weight traits of PO cattle.
the results of selection based on breeding values obtained as many as 24 male
candidates bull of PO cattle that have criterion of birth weight, weaning weight and
yearling weight with response of selection for birth weight cattle PO obtained of
0.22 kg/generation, while weaning weight and yeraling weight has response of
selection of 5.01 kg/generation and 11.4 kg/generation respectively
GWAS analysis results found significant associations on birth weight of PO

cattle as many as 19 SNPs that were polymorphic on chromosome 14. Mapping of
loci has been carried out on chromosome 14 and found 14 genes that were most
significant on birth weight that were LYN (Tyrosine-proteinkinaseLyn), PLAG1
(Pleiomorphic adenoma gene 1), MOS (V-mosMoloneymurine sarcoma viral),
RPS20 (40S ribosomalprotein S20), U1 (U1 spliceosomal RNA) snoU54 (Small
nucleolar RNA U54), CHCHD7 (coiled-coil-helix-coiled-coil domaincontaining helix protein 7), SDR16C5 (RDHE2 / Epidermal retinol dehydrogenase 2), Penk

(Proenkephalin-A), XKR4, TMEM68, TGS1, ENSBTAG000000321 (SDR16C6)
and Unknown (ENSBTA000000321). Candidate genes was largely instrumental in
reproductive traits, such as fertility, ease of calving, the age of corpus luteum,
postpartum anestrus, fetal growth, birth weight and growth. Polymorphic SNPs has
potential to be used as marker assisted selection (MAS).
Results of analysis of variance whole genome showed that PO cattle has a
heterozygosity value by 30.9%, while the Bali cattle have a heterozygosity value
by 24.6%. The highest value of heterozygosity was found in composite breed
(BMA) of 38.2%. Estimates differentiation of populations � ) between PO cattle
with Bos indicus group (Nellore, GIR and BRM) has the lowest value compared to
beef cattle than other groups which range between 0.024-0.059, this indicates that
the PO cattle have similarity with Nellore, GIR and BRM. � value highest
between Bali cattle with Holstein that mean they are genetically different . These

results were in line with the results of the analysis of genetic distance (phylogenetic)
which indicates that PO cattle have ancestor the same with Nellore, GIR and BRM
cattle namely Bos primigenius. Based on admixture analysis, there were
similarities between PO cattle with Nellore cattle at genome level. PO genome was
derived from two distinct ancestor pools namely Bos indicus (Gir and Nellore) and
Bos sundaicus cattle, approximately 94% and 6% respectively.
Keyword : genetic improvement, PO cattle, phenotypic selection, whole genome
mapping

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE
(Bos Indicus) MELALUI PENDEKATAN FENOTIPIK

DAN PEMETAAN TOTAL GENOM

HARTATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup :
1. Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc
2. Dr Ir Chalid Talib, MSc
Penguji pada Ujian Terbuka :
1. Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc
2. Dr Ir Chalid Talib, MSc


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga disertasi yang berjudul Perbaikan Mutu Genetik
Sapi Peranakan Ongole (Bos indicus) melalui Pendekatan Fenotipik dan
Pemetaan Total Genom dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA, Dr Jakaria
Spt. MSi dan Dr Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dan arahan. Terima kasih kepada penguji ujian sidang tertutup
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc dan Dr Ir Chalid Talib, MSc atas masukan dan
arahannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof José Fernando
Garcia, DVM. MSc. PhD. MBA yang telah membimbing penulis dalam
pelaksanaan analisis lanjutan di Laboratório de Bioquímica e Biologia Molecular
Animal – LBBMA Faculdade de Medicina Veterinária de Araçatuba – FMVA
Universidade Estadual Paulista – UNESP Aracatuba Brasil. Penghargaan dan
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Profa Adj Caris Maroni
Nunes beserta teman-teman mahasiswa PhD di UNESP (Yuri Tani Utsunomiya,
Ludmilla Zavares, Pier, Rafaella, Anirene dan Fernanda) atas segala perhatian dan
kebersamaan selama penulis tinggal di Aracatuba Brasil.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Litbang

Pertanian, Kepala Puslitbangnak dan Kepala Loka Penelitian Sapi Potong yang
telah memberikan kesempatan dan izin untuk melanjutkan studi S3 di IPB. Ucapan
terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian atas bantuan
beasiswa, bantuan dana untuk program sandwich dan dana penelitian melalui
kegiatan KKP3N tahun 2014 dengan SPK No: 70/PL.220/I.1/3/2014 dengan judul
penelitian “Percepatan Pembentukan Bibit Unggul Sapi PO (Peranakan Ongole)
melalui Pendekatan Morfologi dan Pemetaan Total Genom” yang diketuai oleh Prof
Dr Ir Muladno, MSA
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua Ayahanda
tercinta Pakri Muis dan Ibunda tersayang Yusmaniar (Alm) serta Mama Mertua atas
segala curahan kasih sayang yang sangat tulus, didikan, iringan doa selama ini
sehingga penulis bisa menjalani pendidikan sampai ke jenjang S3. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Ferry Irawan dan anak-anak
tersayang : Fatih Yaumilkhoir Irawan dan Arvan Ghani’ilmi Irawan atas segala
pengertian, perhatian dan kasih sayang serta doa selama penulis menyelesaikan
studi.
Ucapan terima kasih kepada Dr Ir Salundik, MSi dan Dr Niken Ulupi, MS selaku
ketua dan sekretaris program studi ITP dan staf (Bu Ade dan Mbak Okta) atas
pelayanan administrasi selama penulis menempuh studi. Ungkapan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan program studi ITP IPB angkatan 2011 (Pak Amru,
Mbak Heni, Mbak Ndari, Mbak Ida, Ibu Ririt, Ibu Yayuk, Ibu Kokom) atas bantuan
dan semangat kebersamaannya serta seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi
ITP yang telah memberikan ilmu kepada penulis. Penulis berharap semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Juni 2016
Hartati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kebaruan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
5
5
5

2 EVALUASI POTENSI GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE
MELALUI PENDEKATAN FENOTIPIK
Pendahuluan
Materi dan Metoda
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

7
7
8
11
19

3 PEMETAAN TOTAL GENOM PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE
BERBASIS SELEKSI FENOTIPIK
Pendahuluan
Materi dan Metoda
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

20
20
22
23
28

4 IDENTIFIKASI ASAL USUL GEOGRAFIS SAPI PERANAKAN
ONGOLE BERBASIS DATA DNA AUTOSOMAL
Pendahuluan
Materi dan Metoda
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

29
29
30
31
35

5 PEMBAHASAN UMUM

36

6 SIMPULAN DAN SARAN

39

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

50

RIWAYAT HIDUP

85

DAFTAR TABEL
2.1. Kandungan nutrien pakan sapi PO sesuai status fisiologis
2.2 Rataan dan standar error (SE) bobot badan sapi PO
2.3 Estimasi nilai heritabilitas bobot badan pada sapi PO
2.4 Peringkat individu sapi PO calon pejantan berdasarkan NP
3.1 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot setahun sapi PO jantan
3.2 SNPs yang berasosiasi signifikan untuk BL sapi PO pada kromosom 14
4.1 Keragaman genetik sembilan bangsa sapi
4.2 Indeks � sembilan bangsa sapi potong

8
11
14
16
23
25
32
32

DAFTAR GAMBAR
1.1 Alur kerangka berfikir penelitian
3.1 Manhattan plot GWAS untuk berat lahir sapi PO
3.2 Manhattan plot GWAS untuk berat sapih sapi PO
3.3 Manhattan plot GWAS untuk berat setahun sapi PO
3.4 Eksplorasi gen-gen fungsional berdasarkan referensi NCBI
4.1 Jarak genetik sembilan bangsa sapi potong
4.2 Analisis skala multidimensi
4.3 Model-based clustering dari beberapa bangsa sapi potong
5.1 Konsep pemuliabiakan sapi PO

6
24
24
25
26
33
34
34
38

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis General Linear Model Bobot Lahir, bobot Sapih dan Bobot
Setahun Sapi PO
2. Analisis estimasi nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan bobot
setahun
3. Kegiatan pengambilan sampel darah sapi PO
4. Kegiatan Laboratorium
5. Hasil genotype sapi PO jantan dengan menggunakan Bovine SNP50
Beadchip

51
74
76
78
84

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam sumber daya genetik ternak yang sangat potensial
untuk dikembangkan, salah satunya adalah plasma nutfah sapi potong. Keragaman
plasma nutfah sapi potong Indonesia terbentuk dari sapi asli dan beberapa rumpun
ternak eksotik yang sengaja didatangkan dari luar negeri dan dikembangkan di
wilayah tropis Indonesia. Sapi potong yang sampai saat ini dipercaya sebagai
rumpun asli Indonesia adalah sapi Bali (Bos sundaicus) yang merupakan hasil
proses domestikasi dari spesies Banteng (Bos bibos) yang terjadi sebelum 3.500 SM
(Rollinson, 1984), sedangkan sapi eksotik yang pernah diimpor ke wilayah
Indonesia adalah sapi Ongole dari India yang dilakukan pada zaman penjajahan
Belanda di abad ke 19. Berdasarkan sejarahnya, sapi Ongole ini sengaja diimpor
untuk tujuan memperbaiki produktivitas sapi-sapi lokal Indonesia. Salah satu sapi
lokal yang dilaporkan mengalami penurunan genetik dan kemampuan reproduksi
adalah sapi Jawa (Bos javanicus) yang populer bagi masyarakat Jawa pada era
tahun 1870-1890, sehingga pemerintahan Belanda yang berkuasa saat itu
memutuskan untuk memasukkan sapi Zebu ke Indonesia. Kegiatan importasi ini
dilakukan mulai tahun 1904 sampai tahun 1920. Pada tahun 1912 pemerintahan
Belanda menetapkan Pulau Sumba sebagai wilayah pengembangan untuk sapi
Ongole Nellore India. Kegiatan ini dilakukan dengan ketat di bawah pengawasan
pemerintahan Belanda saat itu (Talib 1988). Sapi Ongole yang dikembangkan di
Pulau Sumba akhirnya ditetapkan sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Kemudian sapi
SO ini disebar ke berbagai wilayah Indonesia dan pada tahun 1915 sampai 1929
melalui program “Ongolisasi” sapi SO disilangkan dengan sapi betina Jawa (Bos
javanicus) sehingga terbentuk sapi Peranakan Ongole (PO).
Sebagai hasil persilangan, sapi PO memiliki beragam keunggulan dan keunikan
yang tidak kalah dengan sapi-sapi lokal lainnya (Astuti, 2004) antara lain memiliki
daya adaptasi yang tinggi dan mampu bertahan pada kondisi wilayah tropis
sehingga tetap eksis sampai sekarang walaupun di pelihara pada kondisi peternakan
rakyat dan telah diakui sebagai salah satu rumpun sapi lokal Indonesia (Kepmentan,
2012). Sapi PO juga dikenal tahan terhadap ekto dan endoparasit serta memiliki
pertumbuhan yang relatif cepat. Sapi PO betina bisa mencapai bobot badan 450 kg
dan pada sapi jantan bisa mencapai bobot badan 600 kg sehingga sangat potensial
sebagai penghasil daging. Sapi PO lebih disukai masyarakat karena memiliki sifat
daging lebih tebal dan kandungan lemak yang lebih sedikit sehingga sangat cocok
untuk kuliner masyarakat Indonesia.
Penyebaran sapi PO hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari
Sumatera, Jawa dan Sulawesi dengan sebaran asli geografis di provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur (Kepmentan, 2012). Berdasarkan Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Ditjen PKH 2015) dilaporkan populasi sapi potong nasional
pada tahun 2014 mencapai 14.73 juta ekor dengan populasi terbesar terdapat di
Jawa Timur (4.13 juta ekor), namun populasi sapi PO riil belum bisa diketahui.
Populasi sapi PO terakhir dilaporkan pada Tahun 2011 sekitar 4.2 juta ekor yang
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Kementan dan BPS 2011). Bagi

2

masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah eksistensi sapi PO memberikan arti yang
sangat penting baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Eksistensi sapi PO
dalam bidang perekonomian memegang peranan penting sebagai sumber
pendapatan masyarakat yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian,
disamping itu sapi PO juga berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat. Dari sisi sosial budaya, sapi PO telah dikembangkan secara turun
temurun dalam sistem usaha tani di perdesaan dan berfungsi sebagai tabungan yang
sewaktu-waktu dapat dijadikan uang. Namun sangat disayangkan, akhir-akhir ini
eksistensi sapi PO dilaporkan mulai mengalami penurunan populasi dan mutu
genetik akibat program pemuliaan yang tidak terarah.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki produktivitas
sapi PO antara lain melalui kegiatan seleksi untuk menghasilkan bibit unggul.
Seleksi pada prinsipnya memilih ternak-ternak yang secara genetik memiliki mutu
yang baik untuk dipakai sebagai tetua pada generasi berikutnya (Hardjosubroto,
2004). Kemampuan produksi sapi PO dapat dilihat dari beberapa indikator sifatsifat produksi seperti bobot lahir, bobot sapih, bobot dewasa, laju pertambahan
bobot badan dan sifat- sifat karkas (persentase karkas dan kualitas karkas),
sedangkan sifat reproduksi meliputi dewasa kelamin, umur pubertas, jarak beranak
(calving interval), persentase beranak, dan sebagainya. Beberapa sifat produksi dan
reproduksi tersebut merupakan sifat penting/ekonomis yang dapat dipergunakan
sebagai indikator seleksi.
Seleksi dan uji performan berbasis data fenotipik membutuhkan waktu yang
panjang dan populasi yang besar sehingga program ini selain dilakukan di pusatpusat pembibitan (Hardjosubroto, 1994) juga sudah mulai dilakukan di sentrasentra peternakan rakyat (Kinerja Dirbit, 2015). Loka Penelitian Sapi Potong
merupakan salah satu pusat pembibitan nasional yang berada dibawah Badan
Litbang Pertanian memiliki tugas pokok dan fungsi untuk menghasilkan bibit
unggul sapi potong lokal terutama bibit unggul sapi PO. Kegiatan pembibitan sapi
PO telah dilakukan semenjak tahun 2004 sampai sekarang, namun evaluasi potensi
genetik belum banyak dilaporkan. Adinata (2013) melaporkan peringkat sapi PO
jantan hasil seleksi berdasarkan nilai pemuliaan (NP) berat lahir sebesar 29.66 kg
dengan nilai heritabilitas bobot lahir sebesar 0.686 ± 0.525, sedangkan Prihandini
et al. (2012) melaporkan peringkat pejantan berdasarkan nilai pemuliaan bobot
sapih dan bobot setahun dengan nilai heritabilitas masing-masing sebesar 0.20 +
0.07 dan 0.15 + 0.03
Seleksi secara konvensional berbasis data fenotipik ini belum sepenuhnya
menghasilkan bibit unggul karena sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Dengan demikian untuk kegiatan pemuliaan tidak cukup hanya berdasarkan pada
seleksi fenotipik saja, apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini akan lebih sempurna dan lebih cepat dibantu dengan penanda genetik
molekuler yang saat ini relatif mudah untuk dikerjakan (Muladno 2006). Kemajuan
teknologi molekuler memungkinkan untuk dilakukan seleksi dengan menggunakan
penanda DNA. Seleksi di tingkat DNA relatif lebih tepat dan akurat dalam
mendeteksi alel positif pada sifat-sifat kuantitatif yang bernilai ekonomi
(quantitative trait loci, QTL). Identifikasi penanda DNA yang terkait dengan sifatsifat yang bernilai ekonomis ini akan memberikan strategi yang lebih baik untuk
seleksi bibit unggul (Machado et al. 2010).

3

Teknologi asosiasi lintas genom (Genome Wide Association Studies/GWAS)
merupakan salah satu teknologi molekuler terkini yang didasarkan pada perubahan
nukleotida tunggal dalam susunan rangkaian basa DNA atau yang lebih di kenal
dengan istilah SNP (Single Nucleotide Polymorphisme). Teknologi molekuler ini telah
banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan ternak, terutama untuk mempelajari
sejumlah gen yang berperan dalam mengontrol sifat-sifat ekonomi penting pada sapi
potong (Pareek et al. 2011; Zhang et al. 2012 ; Wu et al. 2014) seperti bobot badan,
pertumbuhan dan kualitas karkas. Teknologi berbasis SNP ini juga banyak digunakan
untuk membedakan beberapa bangsa sapi pada analisis klaster dan analisis admixture.
Beberapa hasil penelitian tentang aplikasi GWAS telah dilaporkan berasosiasi
signifikan, seperti asosiasi pada bobot lahir sapi Nellore Brasil yang menemukan 5
SNP pada kromosom 14 (Utsunomiya et al. 2013). Nishimura et al. (2012) juga
menemukan asosiasi signifkan pada berat karkas sapi Japanese Black sebanyak 19
SNP pada kromosom 6, 8 dan 14. Pada sapi Hanwoo Korea juga ditemukan 3 SNP
pada BTA 2, 15 dan 18 yang signifikan berasosiasi dengan sifat karkas (Lee et al.
2011)
Di Indonesia, perkembangan teknologi molekuler terutama yang berkaitan dengan
eksplorasi SNP pada sapi potong masih bersifat parsial dan hanya terbatas pada
beberapa SNP saja, seperti hasil penelitian Maskur (2012) yang menemukan 4 SNP
baru pada sapi Bali melalui metode direct sequencing masing-masing satu SNP pada
ekson 4 gen IGF1 (SNPs Nt17), satu SNP pada intron 8 gen GHR (SNPs Nt241)
dan dua SNP pada ekson 10 gen GHR (SNPs Nt702 dan Nt755). Eksplorasi SNP
secara total pada level genom terutama yang terkait dengan alel-alel positif yang
secara signifikan berasosiasi dengan sifat kuantitatif (QTL) belum pernah dilakukan,
hal ini disebabkan karena minimnya data dukung seperti data fenotipik dan informasi
silsilah pada sapi potong. Utami (2014) menyatakan bahwa studi asosiasi genom
merupakan pengembangan dari teknologi pemetaan gen yang analisisnya memerlukan
data genotipik dan fenotipik.
Saat ini telah tersedia panel SNP pada sapi potong yaitu Bovine SNP50 beadchip
dan alat iScan sehingga kajian tentang keterkaitan sifat kuantitatif dengan variasi
kode DNA (Matukumalli et al. 2009) melalui analisis GWAS sangat
memungkinkan untuk dilakukan terutama untuk mendukung kegiatan pemuliaan
konvensional melalui metode seleksi. Bovine SNP50 beadchip merupakan teknologi
assay sekaligus array scanner dengan hasil kualitas data yang sangat tinggi. Bovine
SNP50 beadchip ini dibuat berdasarkan sekuen genom sapi Holstein dan Brahman
(Illumina, Inc. 2012).

Perumusan Masalah
Sapi PO merupakan salah satu sapi potong lokal yang memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan tropis dan merupakan salah satu
plasma nutfah lokal yang harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaanya.
Perbaikan produktivitas sapi PO melalui usaha pemuliaan hingga kini masih tetap
dilakukan baik melalui seleksi maupun persilangan. Pada dasarnya produktivitas
ternak ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu
keberhasilan perbaikan produktivitas sapi PO hanya dapat dicapai apabila
dilakukan perbaikan genetik yang diikuti oleh perbaikan kondisi lingkungan

4

pemeliharaannya, sehingga sapi yang dihasilkan mendapat kesempatan
mengekspresikan secara penuh kemampuan genetik yang dimilikinya. Perbaikan
genetik yang dilakukan pada sapi PO selama ini masih mengandalkan nilai
fenotipik untuk mengestimasi nilai genetiknya. Seleksi dan perkawinan merupakan
teknologi yang digunakan untuk memperoleh sifat-sifat unggul yang dikehendaki.
Metode demikian bila diterapkan secara seksama akan dapat memberikan hasil
yang sesuai dengan harapan. Permasalahannya adalah ternak sapi memiliki interval
generasi panjang sehingga melalui metode konvensional tersebut akan memerlukan
waktu relatif lama untuk mencapai tujuan perbaikan genetik. Disamping itu,
peternakan sapi PO di Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh usaha
peternakan rakyat dengan berbagai keterbatasan manajemen pemeliharaan,
sehingga pada kondisi peternakan seperti ini hampir dapat dipastikan tidak
dilakukan pencatatan produksi (recording) yang merupakan bahan penilaian untuk
perbaikan mutu genetik. Pengaruh lingkungan dan tata laksana pemeliharaan sapi
di peternakan rakyat sangat beragam sehingga menyulitkan usaha seleksi perbaikan
genetik di tingkat peternak.
Perbaikan genetik melalui pendekatan molekuler dapat membantu
mengatasi permasalahan tersebut. Dengan kemajuan teknologi molekuler
memungkinkan untuk dilakukan seleksi dengan menggunakan penanda DNA guna
mendukung kegiatan pemuliaan konvensional. Berkembangnya teknik biologi
molekuler sekarang ini maka eksplorasi polimorfisme gen atau bukan gen
disepanjang genom sapi dapat dilakukan. Pemetaan gen telah menghasilkan banyak
penemuan daerah-daerah polimorfik (gen atau bukan gen) disepanjang genom sapi.
Apabila suatu daerah polimorfik diketahui berhubungan dengan sifat-sifat yang
bernilai ekonomis, maka daerah polimorfik tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
penanda genetik dan selanjutnya dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk
perbaikan genetik. Aplikasi penanda genetik dalam seleksi ternak dapat
mempercepat perbaikan genetik, terutama pada sapi yang dikenal mempunyai
interval generasi panjang. Kecepatan perbaikan genetik tersebut dapat ditingkatkan
karena metode seleksi bebas dari pengaruh lingkungan, dapat diaplikasikan pada
ternak sedini mungkin dan tidak terbatas pada jenis kelamin tertentu.
Satu diantara berbagai penanda molekuler yang saat ini sedang trend untuk
berbagai keperluan mulai dari identifikasi sampai pada penanda karakter kuantitatif
pada hewan ternak adalah penanda berbasis SNP (Single Nucleotide Polymorphism).
Eksplorasi SNP secara total pada level genom terutama yang terkait dengan alel-alel
positif yang secara signifikan berasosiasi dengan sifat kuantitatif (Quantitative Trait
Loci, QTL) belum pernah dilakukan pada sapi lokal Indonesia.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi potensi genetik sapi PO berdasarkan
pendekatan fenotipik dan pemetaan total genom serta memanfaatkan potensi QTL
sebagai kriteria seleksi dan markah genetik untuk perbaikan mutu genetik sapi PO

5

Manfaat Penelitian
Identifikasi dan eksplorasi potensi sejumlah gen yang mengatur sifat-sifat
ekonomis pada sapi potong lokal khususnya sapi PO melalui pendekatan SNP dan
analisis GWAS diharapkan dapat mempercepat program seleksi untuk menghasilkan
bibit unggul. Manfaat penelitian ini adalah informasi genetik yang diperoleh
diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan seleksi guna mendukung
program pemuliaan dan pelestarian plasma nutfah sapi PO. Asosiasi antara
pemetaan total genom dengan sifat-sifat kuantitatif diharapkan dapat dijadikan
sebagai indikator seleksi sehingga seleksi pada sapi PO untuk menghasilkan bibit
unggul bisa lebih efektif dan efisien. Marker spesifik yang dihasilkan dari penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai kriteria seleksi berbasis MAS (marker
assisted selection) pada sapi PO.

Kebaruan
1.
2.

3.
4.

Perbaikan mutu genetik sapi PO melalui pendekatan fenotipik yang dilengkapi
dengan kajian secara genomik belum pernah dilakukan sebelumnya.
Analisis asosiasi yang mengkaji keterkaitan antara sifat kuantitatif terutama
bobot badan dengan variasi kode DNA dengan pendekatan GWAS belum
pernah dilakukan pada sapi potong lokal Indonesia
Potensi gen-gen fungsional berbasis DNA genomik belum pernah dieksplorasi
sebelumnya pada sapi PO
Penggunaan data DNA autosomal untuk mengkaji asal usul geografis sapi PO
belum pernah dilakukan sebelumnya
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplorasi dan aplikasi yang mencakup
bidang pemuliaan dan genetika ternak, teknologi molekuler dan bioinformatika.
Tahapan penelitian terbagi dalam tiga rangkaian penelitian, yaitu : (1) Evaluasi
parameter genetik sapi PO (Bos indicus) melalui pendekatan fenotipik (2) Analisis
total genom sapi PO menggunakan Bovine SNP50 Beadchip. (3) Penentuan asal usul
sapi PO menggunakan data total genom Bovine SNP50 Beadchip. Tahap pertama
dilakukan analisis parameter genetik terhadap 560 data kelahiran sapi PO mulai dari
tahun 2004 sampai 2013, untuk mendapatkan estimasi nilai heritabilitas bobot lahir,
bobot sapih dan bobot setahun dengan mengevaluasi pengaruh genetik dan non
genetik. Nilai heritabilitas populasi yang diperoleh digunakan untuk menghitung
nilai pemuliaan individu sebagai dasar dalam melakukan seleksi. Seleksi
diprioritaskan pada sapi PO jantan kelahiran 2011 sampai 2013 dengan jumlah
calon pejantan sebanyak 139 ekor meliputi data bobot lahir, bobot sapih dan bobot
setahun. Sebanyak 24 ekor (17%) sapi PO jantan dipilih berdasarkan nilai
pemuliaan tertinggi. Pada tahap kedua dilakukan analisis pemetaan total genom
pada sapi PO jantan sebanyak 48 ekor yang terdiri dari 24 ekor sapi PO jantan hasil
seleksi yang dipilih berdasarkan ranking individu tertinggi dan sebagai pembanding
dipilih sebanyak 24 ekor sapi PO jantan yang memiliki ranking individu terendah.
Pemisahan dua kelompok seleksi ini bertujuan untuk mengkaji keragaman genetik

6

berbasis genom pada masing-masing kelompok. Kemudian sampel darah masingmasing sampel dikoleksi melalui vena jugularis dengan menggunakan tabung
vacutainer K3 EDTA. Sampel darah kemudian diekstraksi menggunakan QIAMP
DNA Mini kit, meliputi beberapa tahapan antara lain lysis, binding, washing dan
elution. DNA hasil elusi selanjutnya dikuantifikasi menggunakan nanodrop atau
elektroforesis dengan lamda DNA untuk mendapatkan konsentrasi 50 ng/µl.
Selanjutnya sampel DNA di-genotyping menggunakan Infinium DNA Analysis
Assay Kit Bovine SNP50 beadchip meliputi beberapa tahapan antara lain proses
amplifikasi, fragmentasi, presipitasi, resuspensi, hibridisasi dan selanjutnya
dilakukan pencucian dan pewarnaan. Hasil genotyping kemudian dibaca dengan
menggunakan mesin iScan Bead Array Reader dengan program Genome Studio
untuk mengidentifikasi sebanyak 54.000 SNP/sampel, posisi SNP di kromosom dan
genotip masing-masing SNP. Dari SNP yang teridentifikasi kemudian
dikelompokkan berdasarkan kualitas SNP dengan nilai call rate berkisar antara 0.79
- 0.99. Hasil Genome Studio selanjutnya digunakan untuk analisis asosiasi antara
SNP dengan sifat kuantitatif menggunakan software PLINK v1.07 dan program R
v3.1.2. Pada tahap ketiga dilakukan analisis admixture untuk mengetahui asal usul
geografis sapi PO berdasarkan analisis keturunan genetik berbasis data genotyping.
Alur kerangka berfikir penelitian disajikan pada Gambar 1.1 berikut ini :
Perbaikan Mutu Genetik
Sapi PO
Teknologi Molekuler

Pemuliaan Konvensional
Recording Sapi PO
(Hasil Pengamatan 2004-2013)
Seleksi Fenotipik
Bobot Lahir, Bobot Sapih,
Bobot Setahun

Pemetaan Total Genom
(Bovine SNP50 Beadchip)

GWAS

Data Genotyping
SNP polimorfik

Kandidat MAS
Data Genotyping
Sapi PO, Bali, Holstein, N’Dama Nellore,
Gir, Brahman, Santa Gertrudis, Beef Master

Analisis Admixture
PROFIL SAPI PO

Gambar 1.1 Alur kerangka berfikir penelitian

2 EVALUASI PARAMETER GENETIK SAPI PO (Bos indicus)
MELALUI PENDEKATAN FENOTIPIK
Pendahuluan
Seleksi merupakan suatu istilah yang digunakan dalam memilih ternak-ternak
yang secara genetik memiliki mutu yang baik untuk dipakai sebagai tetua pada
generasi berikutnya dan mengeluarkan ternak-ternak yang dianggap kurang baik
untuk tidak dikembangbiakkan lebih lanjut (Hardjosubroto, 1994). Pada umumnya
seleksi lebih ditujukan pada sifat-sifat kuantitatif yang bernilai ekonomis tinggi.
Wiley (1981) mengemukakan bahwa karakter kuantitatif adalah ciri-ciri dari
makhluk hidup yang dapat diukur, dihitung, atau diskor. Karakter ini ditentukan
oleh banyak pasang gen (poligenik) dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti
bobot lahir, bobot sapih, laju pertumbuhan, bobot dewasa, kualitas karkas dan
beberapa sifat lainnya.
Sampai sekarang program seleksi masih dipercaya memegang peranan penting
dalam meningkatkan mutu genetik ternak. Kemajuan mutu genetik sangat
ditentukan oleh kekuatan pewarisan dan mutu genetik dari sifat-sifat yang
diperbaiki. Kekuatan pewarisan suatu sifat dapat dicirikan sebagai keragaman
genetik khususnya gen aditif sifat tersebut pada suatu populasi tertentu karena gen
yang bersifat aditif inilah yang dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Proporsi
dari ragam genetik aditif terhadap ragam fenotip dikenal dengan istilah heritabilitas
( ℎ ) (Warwick et al. 1990; Hardjosubroto 1994). Dalam melakukan kegiatan
seleksi diperlukan informasi atau perhitungan nilai heritabilitas (ℎ ) dan korelasi
genetik � pada sifat-sifat pertumbuhan. Nilai ℎ yang tinggi untuk sifat tertentu
menunjukkan bahwa sifat tersebut akan semakin efektif digunakan untuk seleksi
(Falconer & Mackay 1996). Nilai � yang tinggi antara sifat-sifat pertumbuhan
menunjukkan bahwa seleksi pada salah satu sifat individu akan berkorelasi positif
dengan sifat yang lain. Nilai ℎ dan � juga dapat digunakan untuk mengetahui
respon seleksi guna mengetahui kemajuan genetik atau performans ternak setelah
diseleksi.
Loka Penelitian Sapi Potong sebagai salah satu unit pengelola teknis (UPT)
Litbang Pertanian telah melakukan pembibitan sapi PO semenjak tahun 2004
sampai sekarang, namun evaluasi potensi genetik belum banyak dilaporkan.
Beberapa hasil penelitian telah melaporkan tentang estimasi nilai pemuliaan (NP)
bobot lahir sapi PO pada Unit Pengelolaan Bibit Sumber (UPBS) dengan nilai
heritabilitas sebesar 0.686 ± 0.525 (Adinata, 2013) sedangkan Prihandini et al.
(2012) melaporkan nilai heritabilitas bobot sapih dan bobot setahun sapi PO
masing-masing sebesar 0.20 ± 0.07 dan 0,15 ± 0.03.
Evaluasi potensi genetik ternak dapat diukur berdasar kemampuan produksi
dan reproduksinya. Data kuantitatif potensi biologik yang berupa fenotip produksi
dan reproduksi ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak dipelihara
(Astuti, 2004). Oleh karena itu, selain mengkaji pengaruh genetik seperti estimasi
heritabilitas dan nilai pemuliaan, kajian terhadap pengaruh lingkungan juga
dibutuhkan untuk mengurangi bias yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan
seperti pengaruh musim, perbedaan jenis kelamin, paritas, generasi dan tahun
kelahiran. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi faktor non genetik

8

yang mempengaruhi sifat produksi sapi PO dan mengestimasi nilai heritabilitas dan
nilai pemuliaan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan calon pejantan unggul
sapi PO
Materi dan Metoda
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2014 di Loka Penelitian
Sapi Potong Grati Pasuruan Jawa Timur
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data recording sapi PO yang dikoleksi oleh Loka
Penelitian Sapi Potong selama 9 tahun pengamatan mulai dari tahun 2004 – 2013.
Sebanyak 560 data kelahiran telah ditabulasi dari 253 ekor induk dan 53 ekor pejantan
meliputi nomor pedet, nomor induk, nomor pejantan, tanggal lahir, jenis kelamin,
paritas, generasi, tipe lahir, musim, tahun dan bobot lahir.
Kegiatan penimbangan di Loka Penelitian Sapi Potong dilakukan secara
periodik setiap dua bulan. Bobot sapih merupakan periode penyapihan dimana pada
periode ini pedet mulai dipisah pemeliharaannya dari induknya. Bobot sapih
diperoleh dengan mengoreksi bobot terdekat dengan umur 205 hari, sedangkan
bobot setahun merupakan bobot badan pasca sapih yang diperoleh dengan
mengoreksi bobot badan terdekat dengan umur 365 hari (BIF, 2002) sesuai dengan
rumus berikut ini :
��

��

ℎ�
ℎ�

=

=

�� − �



�� − �
� ��� � ��

+�


+ ��

Bahan pakan yang digunakan secara umum mengacu pada konsep low
external input sustainable agriculture (LEISA) yaitu memanfaatkan limbah-limbah
pertanian yang tersedia sepanjang musim seperti jerami padi kering ad libitum (+
600 kg/7 hari/20 ekor), konsentrat 8 kg/ekor/hari yang merupakan campuran tumpi,
bungkil sawit, kulit kopi, dedak kwalitas 2, limestone dan garam dapur. Kandungan
nutrien pakan disajikan pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Kandungan nutrien pakan sapi PO sesuai status fisiologis
Umur/Fisiologis sapi PO
Kandungan Nutrien (Dasar BK)
PK (%)
TDN (%)
SK (%)
Induk Kering
8–9
55 – 57
20 – 22
Induk kawin, bunting – menyusui 7 bulan
9 – 10
57 – 60
18 – 20
Pedet lepas sapih – 24 bulan
9 – 10
58 – 60
20 – 22
Calon pejantan terpilih (> 18 bln) dan
10 – 12
58 – 60
20 - 22
pejantan aktif
Sumber : Loka Penelitian Sapi Potong

9

Analisis data
Pengaruh Non Genetik
Data dianalisis untuk mengevaluasi pengaruh tahun kelahiran, musim, sex,
paritas, generasi, dan tipe lahir pada bobot badan sapi PO. Tahun kelahiran dibagi
menjadi 2 musim yaitu musim hujan (Oktober-Maret) dan kemarau (AprilSeptember). Untuk mengetahui pengaruh lingkungan, data dianalisis menggunakan
Generalized Linier Model (GLM) (Steel & Torrie, 1980), dengan model
matematika sebagai berikut :


=�+

+ +

+

+

+

+�

Keterangan :

= respon peubah bobot lahir, bobot sapih, bobot setahun sapi PO
� = rataan populasi
= pengaruh tahun kelahiran (2004, 2005, 2006, 2008, 2009, 2010,
2011, 2012, 2013)
= pengaruh sex/jenis kelamin (jantan, betina)
= pengaruh paritas (1, 2, 3, 4, 5,6)
= pengaruh musim (kemarau, hujan)
= pengaruh generasi (1, 2)
= pengaruh tipe kelahiran (tunggal, kembar)

= random error
Pengaruh Genetik

Estimasi Nilai Heritabilitas
Estimasi nilai heritabilitas dihitung dengan analisis variansi menggunakan
metode korelasi saudara tiri sebapak (Paternal Halfsib Correlations), dimana
masing-masing pejantan dikawinkan dengan sejumlah induk dan setiap induk
memiliki satu keturunan. Pemisahan komponen ragam untuk menduga nilai
heritabilitas dilakukan dengan analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pola
searah (Completely Randomized Design One - Way Classification) dengan model
matematika sebagai berikut (Becker, 1992 dan Hardjosubroto, 1994):

� =μ+� +�

Keterangan :
� = respon peubah anak ke-k dalam pejantan ke-i
μ = rata-rata populasi
� = pengaruh pejantan ke-i
� = pengaruh anak ke-k dalam pejantan ke-i

sedangkan nilai heritabilitas diestimasi dari komponen ragam pejantan menurut
Becker (1992) sebagai berikut :
ℎ =

��2

2
��2 +��

10

SE =
t

=



− 2[ +
��2



2
��2 +��





k=




(n-

∑��

)

Keterangan :
h² = heritabilitas
� = komponen ragam pejantan
�� = komponen ragam anak dalam pejantan
k = jumlah keturunan setiap pejantan
s = jumlah pejantan
Metode Seleksi
Data fenotipik yang digunakan berasal dari data recording sapi PO jantan
kelahiran 2011 sampai 2013 yang ada di Loka Penelitian Sapi Potong. Sebanyak
139 data kelahiran pedet jantan telah ditabulasi meliputi bobot lahir, bobot sapih
dan bobot setahun. Data fenotipik ini selanjutnya digunakan untuk menyeleksi 24
ekor calon pejantan atau sebesar 17.3 % dari total calon pejantan yang memenuhi
satu kriteria seleksi masing-masing bobot lahir, bobot sapih atau bobot setahun
berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Pendekatan yang digunakan untuk menghitung
NP sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994) sebagai berikut :
NP = ℎ (�̅ - �̿) + �̿

Keterangan :
NP = Nilai Pemuliaan
ℎ = Nilai heritabilitas
�̅ = Performan individu
�̿ = Rerata performan populasi

Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi satu sifat dan seleksi lebih dari
satu sifat (Independent Culling Levels). Seleksi pada satu sifat difokuskan masingmasing pada bobot lahir, bobot sapih atau bobot setahun, sedangkan seleksi lebih
dari satu sifat ditetapkan berdasarkan nilai rataan minimal populasi yaitu bobot lahir
24.5 kg, bobot sapih 105.1 kg dan bobot setahun 158.6 kg. Individu pada saat yang
sama diseleksi terhadap tiga macam kriteria. Individu yang tidak memenuhi salah
satu kriteria tersebut disingkirkan.
Respon Seleksi
Respon seleksi adalah kenaikan nilai rata-rata fenotip dari generasi
berikutnya sebagai akibat adanya seleksi terhadap suatu populasi. Respon seleksi
dihitung sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:
R = � ℎ ��

11

Keterangan :
R = respon seleksi pergenerasi
� = intensitas seleksi
ℎ = nilai heritabilitas sifat yang diseleksi
�� = standar deviasi fenotip
Hasil dan Pembahasan
Performan bobot badan sapi PO berdasarkan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya disajikan pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Rataan dan standar error (SE) bobot badan sapi PO
Performan
pedet

Bobot Lahir
̅
s.d n


Sex :
Jantan
25.3ª*) + 3.4 (267)
Betina
23.9ᵇ + 3.2 (293)
Tahun :
2004
22.3ª + 3.0 (29)
2005
22.8ª + 3.4 (32)
2006
24.6ª + 4.3 (23)
2008
25.6ªᵇ + 3.4 (44)
2009
25.4ªᵇ + 3.1 (71)
2010
24.0ª + 3.2 (100)
2011
24.3ª + 3.7 (65)
2012
24.3ª + 2.8 (98)
2013
25.8ᵇ + 3.3 (98)
Paritas :
1
23.9 + 3.4 (226)
2
24.9 + 3.1 (142)
3
25.1 + 3.6 (90)
4
25.1 + 3.3 (57)
5
24.7 + 3.7 (29)
6
26.1 + 2.7 (16)
Musim :
Hujan
24.5 + 3.0 (195)
Kemarau 24.6 + 3.6 (365)
Generasi :
1
24.7 + 3.5 (393)
24.4 + 3.1 (167)
2
Tipe Lahir :
24.7ª + 3.3 (552)
1
17.7ᵇ + 4.1 (8)
2
*)
Superskrip berbeda pada kolom
signifikan (P