Rancang Bangun Dan Pengujian “Smart Rovergard” Untuk Pertanian Sayur Organik Di Lahan Sempit Perkotaan

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN “SMART
ROVERGARD” UNTUK PERTANIAN SAYUR ORGANIK
DI LAHAN SEMPIT PERKOTAAN

MOH. FIKRI POMALINGO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun dan
Pengujian “Smart ROVERGARD” untuk Pertanian Sayur Organik di Lahan Sempit
Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Moh. Fikri Pomalingo
NIM F15113001

RINGKASAN
MOH. FIKRI POMALINGO. Rancang Bangun dan Pengujian “Smart
ROVERGARD” untuk Pertanian Sayur Organik di Lahan Sempit Perkotaan.
Dibimbing oleh RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN dan I DEWA MADE
SUBRATA.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mengakibatkan tingginya alih
fungsi lahan pertanian menjadi bangunan perumahan dan komersial. Masalah ini
mengakibatkan sulitnya mencari lahan pertanian di daerah padat penduduk
khususnya perkotaan. Berdasarkan hal itu, perlu dirancang sebuah alat yang dapat
digunakan untuk bercocok tanam di lahan sempit. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendesain, pabrikasi dan menguji kinerja fungsional dan tanam pada smart
ROVERGARD. Sistem penggerak berasal dari pompa air yang dimodifikasi,
sedangkan sistem kendali menggunakan tipe open loop berbasis waktu dimana
timer sebagai komponen utamanya. Pengujian kinerja penggerak difokuskan pada
konsumsi listrik dan rpm yang diukur menggunakan multifunctional mini ammeter

dan tachometer. Sistem kendali diuji selama 4 hari. Hasil pengujian kinerja
penggerak dilakukan pada kondisi pengisian penampung air dan beban maksimal.
Daya listrik yang dihasilkan adalah 208 W pada putaran penggerak 2703 rpm.
Penambahan beban pada pot berbanding lurus dengan konsumsi listrik yang
dihasilkan, namun berbanding terbalik dengan putaran penggerak. Sementara itu,
kinerja sistem kendali belum maksimal, karena masih terdapat kesalahan posisi
yang mencapai 32 cm. Kesalahan posisi dapat dikurangi dengan mengurangi waktu
pemograman pada timer.
Uji tanam dilakukan dengan tiga kondisi yaitu kondisi tanpa naungan,
naungan dan smart ROVERGARD. Hasil pengujian rata-rata tinggi tanaman
menunjukkan bahwa, kondisi alat lebih baik dari kondisi tanpa naungan yakni 40.9
cm dan 35.7 cm, sedangkan kondisi naungan lebih baik dari keduanya yaitu 46.1
cm. Pada pengujian diameter batang, luas permukaan daun dan panjang akar,
kondisi pada smart ROVERGARD lebih baik dari kondisi naungan. Disamping itu,
dalam efektivitas penggunaan lahan, penanaman sayur organik dengan
menggunakan alat lebih baik dari kondisi naungan dan tanpa naungan, karena hanya
membutuhkan 20% dari luas lahan untuk penanaman secara konvensional. Hasil
efektivitas penggunaan lahan ini mengalami penurunan dari desain sebelumnya
yaitu 31%. Penurunan efektivitas penggunaan lahan disebabkan oleh desain rangka
yang diperkecil dari desain sebelumnya.

Hasil perhitungan analisis ekonomi dilakukan untuk mencari harga
kangkung yang tepat, agar pengguna yang menggunakan alat ini mendapatkan
keuntungan. Harga kangkung disimulasikan melalui Microsoft Excel 2010 dengan
kisaran harga Rp 6,618, Rp 6,919 dan Rp 7,220/ikat. Berdasarkan hasil simulasi
yang dilakukan, harga jual minimum terbaik untuk kangkung organik sebesar Rp
7,220 /ikat. Harga ini dianggap baik karena memiliki nilai NPV, IRR dan BCR
lebih baik dari harga Rp 6,618 dan Rp 6,919 /ikat.
Kata Kunci: Pertanian vertikal, menara tanaman, taman perkotaan.

SUMMARY
MOH. FIKRI POMALINGO. Design and testing of Smart ROVERGARD for
Organic Vegetables Agriculture in Narrow Land of City. Supervised by RADITE
PRAEKO AGUS SETIAWAN and I DEWA MADE SUBRATA.
The high population rate, has an impact on increasing of land use change from
agricultural land become housing and commercial building. As a result, it is difficult
to get land for planting in urban area. Therefore, this research was aimed to design
an equipment that can be used for planting in narrow land by means of vertical
gardening. This paper will report about design, manufactur and performance test of
drive and control system on ROVERGARD. Drive system is based on water pump
with additional gear train and chain-sprocket mechanism. Control system used was

an open loop type based a timer module. The performance test of drive system was
focused on electrical energy consumption and rotational speed of the system that
was measured by multifunctional mini ammeter and tachometer. The control system
was tested during 4 days, to evaluate their performances between set point and
actual timing while filling water tank and rotate the system at maximal load
condition. Electrical power consumption was 208 W at average rotational speed
2703 rpm. Increasing load caused an increase of energy consumption but made the
drive rotation decline. Position control performance had on error position around
32 cm. Consequently, setting time on timer must be adjusted.
Planting test was done in there conditions, those were control with shade,
without shade and smart ROVERGARD. Results of height plants test, crop with
equipment condition had high plants rate highest 40.9 cm than without shade
condition 35.7 cm, but shade conditions had 46.1 cm and better on two others
conditions. In testing of rod diameter, large of leaf and root leght, equipment
condition is better than shade condition. Beside, in land use effectiveness, smart
ROVERGARD is better than others, because it need 20% land use than
conventional cropping system. This result, it got reducing from 31% at first design.
Reducing of land use effectiveness was caused by redesign of frame of equipment.
Economic analysis calculation result was done for looking for fix price of
Iphomea reptans, in order that, user, who use this equipment get benefit. Price of

organic Iphomea reptans was simulated by Mcrosoft Excel 2010 at price range
between IDR 6,618, IDR 6,919 dan IDR 7,220 /rope. Based on simulation result,
minimum price is IDR 7,220 /rope, this price was predicted better, caused having
highest NPV, IRR and BCR than IDR 6,618 and IDR 6,919 /rope prices .
Keywords: Vertical garden, tower garden, city garden

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN “SMART
ROVERGARD” UNTUK PERTANIAN SAYUR ORGANIK
DI LAHAN SEMPIT PERKOTAAN

MOH. FIKRI POMALINGO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan oktober 2014 ini ialah Pertanian
Vertikal (Verticulture), dengan judul Rancang Bangun dan Pengujian “Smart
ROVERGARD” untuk Pertanian Sayur Organik di Lahan Sempit Perkotaan.

Dalam penyelesaian tesis ini, banyak pihak yang membantu dari proses
perancangan, pabrikasi, pengambilan data dan penulisan, oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing
dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing
atas segala bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penelitian
hingga tesis ini terselesaikan.
2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc selaku ketua program studi Teknik Mesin
Pertanian dan Pangan atas segala arahannya selama perkuliahan.
3. Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian
akhir tesis atas masukan dan arahan untuk perbaikan tesis.
4. Prof. Dr. Yoichi SHIBATA dan Prof. Dr. Takeshi KATAOKA selaku
pembimbing selama melakukan penelitian sistem kontrol ROVERGARD di
Universitas Hokkaido Jepang.
5. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Angkatan
2013, 2014, dan 2015 yang membantu dari proses pabrikasi hingga
pengambilan data penelitian.
6. Pak Parma, Pak Firman, Pak Udin, Pak Darma, Pak Wana, Pak Ganda, dan
Pak Andri yang telah membantu dalam proses pabrikasi di bengkel Metanium
FATETA IPB.

7. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana
Dalam Negeri yang telah diberikan dalam penyelesaian studi dan penelitian
penulis.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis yaitu Bapak Darman Pomalingo dan Ibu Nur Alhani, Kakak Vicka Pratiwi
Pomalingo, ST dan Jayanto Saleh SE, serta Ismiati Hatibie, SSTP, MSi, atas segala
motivasi, nasehat, bantuan, doa, dan kasih sayang kepada penulis dalam
menyelesaikan studi di IPB dan menggapai cita-cita.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan pembaca
serta peneliti pada umumnya, demi kemajuan pendidikan, ilmu pengetahun dan
teknologi Indonesia kedepannya. Amin.

Bogor, April 2016
Moh. Fikri Pomalingo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pertanian Vertikal
Penyinaran Tanaman Vertikal
Jenis-jenis Penggerak
Sistem Transmisi Puli-Sabuk dan Rodagigi
Motor AC dan DC

Jenis Tanaman Organik di Perkotaan
Media Tanam
3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Diagram Alir Penelitian
Identifikasi Masalah
Analisis Perancangan
Pembuatan Gambar Kerja
Prinsip Kerja Alat
Prosedur Pengambilan dan Analisis Data
4 PERANCANGAN
Kriteria Perancangan
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural
Perbedaan Desain Lama dan Desain Baru
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Prototipe ROVERGARD
Beban Tarik

Sistem Penggerak
Sistem Kendali
Tinggi Tanaman
Biomassa
Klorofil Daun
Kondisi Akar, Batang, dan Daun
Analisi Ekonomi

1
1
2
2
2
3
4
4
4
6
6
7
9
9
11
11
11
11
11
12
13
13
13
13
18
18
18
119
22
24
24
25
25
29
31
31
33
34
35

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
7 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
36
36
38
40
79

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Ukuran puli minimum
Perancangan fungsional
Jumlah air yang dibutuhkan tanaman dengan sistem irigasi tetes
Hasil rata-rata pengujian beban tarik
Hasil rata-rata pengujian kinerja penggerak
Hasil rata-rata pengujian bukaan kran
Perbandingan antara hasil perancangan dan pengujian
Hasil pengukuran kondisi akar, batang dan daun
Analisis kelayakan alat

7
19
21
25
26
29
30
34
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Estimasi paparan cahaya matahari di area rumah perkotaan
Bagian-bagian Penyusun Motor AC
Bagian-bagian Penyusun Motor DC
Diagram Alir Penelitian
Pengujian beban tarik
Posisi rangka pot
Alat Sebelum (kiri) dan Sesudah di perbaiki (kanan)
Desain 3D ROVERGARD pada solidworks 2015
Prototipe ROVERGARD
Posisi pot kondisi horizontal
Sistem penggerak
Hasil rata-rata sebaran air pada usia 0-5 HST
Hasil rata-rata sebaran air pada usia 6-15 HST
Hasil rata-rata sebaran air pada usia 16-30 HST
Grafik rata-rata tinggi tanaman
Grafik rata-rata berat basah tanaman
Grafik rata-rata berat kering tanaman
Grafik rata-rata hasil pengukuran klorofil
Kondisi tanaman kangkung usia 30 HST
Ilustrasi perancangan poros
Beban horizontal pada poros

5
8
8
12
14
19
23
23
24
24
26
27
28
28
31
32
32
33
34
42
42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Perhitungan untuk rancangan struktural
Hasil pengujian sistem kendali
Analisis ekonomi penggunaan ROVERGARD
Sebaran radiasi matahari perbesaran 100 kali flux
Gambar teknik

41
46
47
51
53

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Smart ROVERGARD (Rotari Vertical Garden) adalah sebuah alat yang
didesain untuk pertanian khusus lahan sempit perkotaan. Ide pembuatan ini berasal
dari sistem parkir rotari yang ada di Jepang. Alat ini mulanya bernama VEROGE
(Vertical Rotari Garden) yang pada awalnya didesain masih menggunakan sistem
manual (tenaga manusia) sebagai penggerak dan irigasinya (Pomalingo 2012). Kata
smart yang disematkan pada nama alat ini, dimaksudkan bahwa alat ini dapat
bekerja sendiri dari segi pemutaran dan pemberian air pada tanaman. Pembeda alat
ini dengan sistem penanaman vertikal yang umum dilakukan adalah
ditambahkannya sistem putaran agar dapat mempermudah pengguna dalam hal
perawatan tanaman dan memberikan kesempatan penerimaan radiasi matahari yang
seimbang pada tanaman yang ada didalamnya.
Hasil penelitian Pomalingo (2012), dengan menggunakan tanaman sayur
organik yakni Kangkung Cina (Ipomea reptans), menunjukkan bahwa alat ini dapat
bekerja dengan baik, dengan hasil presentase rata-rata tinggi tanaman setelah panen
31.45 cm untuk yang ditanam pada alat secara vertikal dan 40 cm yang ditanam
pada lahan secara horizontal. Disamping itu, efektivitas penggunaan lahan yang di
hasilkan adalah sekitar 31% dari total penggunaan lahan untuk penanaman tanaman
pada lahan horizontal.
Pada pengujian alat yang telah dilakukan, Pomalingo (2012) membandingkan
biomassa tanaman yang ditanam pada lahan horizontal (tanah) dan yang ditanam
pada alat. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa untuk penanaman secara
horizontal berat basah rata-rata tanaman kangkung cina (Ipomea reptans) pada usia
15 hari adalah 1.68 g/pohon dan pada usia 30 hari (panen) beratnya mencapai 10.59
g/pohon. Sementara itu, untuk tanaman yang ditanam secara vertikal berat rataratanya mencapai 1.54 g/pohon pada usia 15 hari dan 5.22 g/pohon pada usia 30
hari. Berat kering rata-rata tanaman yang dihasilkan setelah dikeringkan pada sinar
matahari selama 8 hari untuk tanaman usia 15 hari, menunjukkan bahwa untuk
tanaman pada lahan beratnya 0.198 g/pohon dan untuk tanaman pada alat beratnya
0.18 g/pohon. Untuk tanaman usia 30 hari, diberi perlakukan kering oven 60 0C
selama 4 hari dan menghasilkan masing-masing tanaman yang ditanam pada lahan
0.721 g/pohon dan pada alat 0.584 g/pohon. Aspek lain yang diteliti dalam
penelitian ini adalah analisis ekonomi. Hasil perhitungan yang dilakukan, alat ini
layak untuk diproduksi dan digunakan untuk skala kegiatan usaha karena memiliki
NPV positif dan BCR yang lebih dari 1.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat beberapa kekurangan
dari desain alat dan komponen yang digunakan, sehingga pada penelitian kali ini
akan diperbaiki. Kekurangan tersebut diantaranya: 1) melarnya V-belt yang
berfungsi sebagai media pengikat pot untuk berputar. Hal ini terjadi karena pada
saat pengujian, massa seluruh pot bunga bertambah, dikarenakan hujan yang
membasahi tanah pada pot tersebut, dan 2) meningkatnya slip karena adanya
kekuragan pada point 1, yang mengakibatkan pada hari ke 20, alat tidak diputar lagi
hingga panen. Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang tidak maksimal pada
tanaman yang ditanam secara vertikal.

2
Pengembangan Smart ROVERGARD kedepannya sangat penting untuk
dilakukan. Semakin bertambahnya jumlah populasi manusia di dunia, diduga akan
mempercepat terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan tempat
tinggal dan komersial khususnya di perkotaan. Hal ini tentunya akan mempersulit
bagi masyarakat yang memiliki hobi bercocok tanam di daerah padat penduduk
khususnya perkotaan, dan polusi diperkotaan akan sulit dikurangi karena kurangnya
tanaman yang menyerapnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pengembangan alat meliputi; 1) sistem
otomasi dimana perubahan sistem dari manual menjadi otomatis dengan
menggunakan bantuan motor listrik, 2) konstruksi, yang akan difokuskan pada
bagian alat yang terputar, dengan mengganti sistem V-belt menjadi rantai dan
sproket, sehingga megurangi slip, 3) efektifitas lahan, dan 4) pemilihan bahan
pertanian yang sesuai, sehingga dihasilkan generasi terbaru dari VEROGE yakni
Smart ROVERGARD.

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara mendesain Smart ROVERGARD yang lebih baik dari
desain sebelumnya yang masih menggunakan sistem manual?
2. Bagaimanakah cara meningkatkan efektivitas penggunaan lahan melalui Smart
ROVERGARD agar hasil yang dihasilkan lebih optimal?
3. Bagaimana metode yang tepat agar tanaman pada alat dapat menerima cahaya
matahari secara merata setiap hari?
4. Apakah ada perbedaan antara tanaman yang ditanam secara vertical pada Smart
ROVERGARD dan horizontal pada pot?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan;
Mendesain prototipe smart ROVERGARD yang dilengkapi dengan sistem
kontrol.
Menganalisis kinerja fungsional prototipe Smart ROVERGARD.
Menganalisis perbandingan hasil pengujian tanaman yang ditanam pada alat dan
pada lahan horizontal.
Menganalisis kelayakan usaha smart ROVERGARD untuk kepentingan bisnis
rumah tangga

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah 1) memberikan solusi dan kemudahan bagi
masyarakat perkotaan dan yang memiliki hobi bercocok tanam akan tetapi memiliki
lahan sempit, 2) sebagai hiasan pad ataman rumah, karena bentuknya yang unik dan
menarik, 3) dapat menyerap polutan dari kendaraan bermotor dan menciptakan
udara segar disekitar rumah,dan 4) untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi seputar sistem pertanian baru yakni vertikal dan berputar.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menitik beratkan pada desain alat yang baru yang lebih baik
dari desain sebelumnya. Hal baru yang dimaksudkan adalah penambahan sistem
otomasi yang membuat alat bekerja sendiri dalam melakukan pemutaran dan
pemberian air pada tanaman. Untuk pengujian alat, peneliti hanya menggunakan
tanaman kangkung. Adapun batasan penelitian ini adalah 1) kata “smart” yang
dimaksud pada Smart ROVERGARD mengacu pada sistem kontrol yang
menggunakan timer, 2) pada proses irigasi yang berbasis timer, akan lebih
difokuskan pada sistem timer tersebut bekerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Adapun jumlah air yang diberikan tidak diukur dan diteliti lebih detail, dan 3)
pengambilan data hanya difukuskan pada uji fungsional dan uji alat melalui
penanaman.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pertanian Vertikal
Sistem Pertanian Vertikal (SPV) merupakan solusi terbaik bercocok tanam di
daerah padat penduduk khususnya perkotaan (Davis et. al. 2015). Disamping untuk
mengefisienkan lahan, sistem ini juga dapat memperoleh hasil yang lebih banyak
dengan penggunaan lahan terbatas. Manfaat lain dari SPV diantaranya, dapat
menurunkan temperatur udara di perkotaan (DeNardo et al. 2005), menyerap polusi
dari kendaraan bermotor (Yang et al. 2008; Rowe 2011), menjaga keseimbangan
ekologi perkotaan (Wong et al. 2003; Dunnett and Kingsbury, 2004), menciptakan
udara segar (Davis et al. 2015), dan mengurangi jumlah asap kendaraan (Van
Renterghem dan Botteldooren 2009). Secara umum, dapat dikatakan bahwa SPV
penggunaan lahannya tidak terbatas karena tanaman di susun ke atas seperti halnya
apartemen, sedangkan Sistem Pertanian Horizontal (SPH) penggunaan lahannya
sangat terbatas.
SPV yang ada saat ini, pada umumnya digunakan untuk membudidayakan
tanaman bunga dan sayuran. Tanaman bunga yang digunakan, hanya untuk sistem
pendingin alami yang memanfaatkan hasil dari respirasi tanaman sebagai pendingin
dan pengahasil udara segar. Sistem ini hanya memiliki tinggi maksimal 3 m dengan
jenis tanaman bunga yang bermacam-macam. Tanaman tersebut tidak memberikan
manfaat dari segi ekonomis secara langsung, karena budidaya dalam sistem tersebut
hanya dimanfaatkan sebagai hiasan dan pendingin ruangan, bukan untuk
dikomersilkan (Davis et al. 2015).
Tipe roof gardens (Yuen et al. 2005; Matta E et al. 2009; Ugai 2015;) dan sky
gardens (Tian et al. 2012) juga banyak dikembangkan. Ditinjau dari segi metode
yang diterapkan, metode ini bukan tergolong dalam SPV. Tipe ini lebih
dikhususkan untuk penambahan ruang terbuka hijau di daerah perkotaan. Sehingga
dapat dijadikan tempat untuk berwisata dan bermain untuk anak-anak. Meskipun
memberikan lahan terbuka hijau pada areal yang sempit khususnya perkotaan,
namun tipe-tipe tersebut masih terdapat kekurangan. Konsep roof garden dan sky
garden pada dasarnya sama, karena memanfaatkan bagian atap dan dinding
bangunan untuk areal pertanian. Akan tetapi konsep ini tidak efektif untuk daerah
tropis seperti di Indonesia. Karena curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan
rembesan air yang dapat merusak bangunan. Selain itu konsep roof garden yang
dilakukan oleh Matta et al. (2009) memiliki biaya yang mahal dan sulit untuk
diterapkan pada negara-negara berkembang.
Penyinaran Tanaman Vertikal
Besarnya radiasi matahari dan curah hujan sepanjang tahun di Indonesia,
sehingga membuat indonesia tergolong dalam kategori negara beriklim tropika
basah (Suhardiyanto 2009). Menurut Gardner et al. (2008) dari radiasi matahari
yang diserap selama siang hari oleh permukaan tanaman budidaya, 75 sampai 85 %
darinya digunakan untuk menguapkan air, 5 sampai 10 % darinya menjadi
cadangan bahang dalam tanah, 5 sampai 10 % lainnya menjadi bahan pertukaran

5
bahang dengan atmosfer bumi melalui proses konveksi, dan 1 sampai 5 % berfungsi
dalam fotosintesis.
Menurut Soeleman et al. (2013) vertical garden (vertikultur) atau menanam
tanaman secara vertikal mulai diminati oleh masyarakat, baik untuk rumah maupun
perkantoran. Sistem vertikultur sangat baik untuk tanaman hortikultur dan tanaman
hias. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pertanian sistem ini adalah
pemilihan lokasi. Lokasi yang dimaksud adalah yang mendapatkan cahaya matahari
cukup utamanya matahari pagi hari. Untuk lebih jelasnya, estimasi paparan cahaya
matahari untuk areal rumah di daerah perkotaan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Estimasi paparan cahaya matahari di area rumah perkotaan (Soeleman
et al.2013).
Area 1: area di atas dak merupakan area yang mendapatkan cahaya matahari
penuh dari pagi hingga sore hari, Area 2: area disebelah timur dak hanya mendapat
cahaya matahari pagi dan siang hari. Sementara itu cahaya matahari pada sore hari
terhalang dak, Area 3: area ini mendapatkan cahaya matahari dari pagi hingga sore
hari, tetapi durasinya lebih sedikit dibandingkan dengan area 1. Area ini terhalang
tembok dak disebelah barat dan terhalang tembok disebelah timur, Area 4: area ini
berada dipinggir tembok dengan paparan cahaya matahari pada pagi, siang, dan sore
hari hanya sebagian. Arah cahaya matahari sepanjang tahun umumnya bergerak ke
arah utara dan selatan. Area ini berbatasan dengan tembok yang memanjang dari
timur ke barat. Karena itu untuk bulan-bulan tertentu saat arah cahaya matahari dari
sisi utara, maka area ini tidak dapat cahaya matahari langsung. Sebaliknya saat
cahaya matahari dari sisi selatan, area ini mendapat cahaya matahari sama dengan
area 2 dan area 3, Area 5: area ini tidak mendapat cahaya matahari pagi, tetapi
mendapat cahaya matahari siang dan sore hari.
Gambar 1 menjelaskan bahwa pentingnya mengetahui daerah yang
mendapatkan paparan sinar matahari terbanyak sepanjang hari, karena untuk
dijadikan acuan dalam penentuan lokasi penempatan smart ROVERGARD.
Penempatan alat sebaiknya diletakkan pada area 1, karena memiliki terpapar cahaya
matahari penuh pada pagi dan sore hari. Sinar matahari pada pagi hari sangat
diperlukan oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis.

6
Jenis-jenis Penggerak
a. Motor Listrik
Pada prinsipnya mesin listrik dapat berlaku sebagai motor maupun
generator. Perbedaanya hanya terletak pada konversi dayanya. Motor listrik
adalah suatu mesin listrik yang mengubah daya masuk listrik menjadi daya
keluar mekanik (Zuhal et al. 2004). Didalam aktivitas skala besar motor
misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU), semua mesin-mesin pengangkat untuk keperluan bongkar
pasang dalam pemeliharaan atau perbaikan mesin memerlukan motor listrik
sebagai penggeraknya (Marsudi 2005). Secara umum motor listrik ini terdiri dari
berbagai tipe yakni Motor AC, motor DC dan motor stepper (Fitzgerland et al.
1981).
b. Motor Bakar
Motor bakar atau biasa disebut dengan motor bensin merupakan salah satu
penggerak yang baik dalam pembuatan mesin. Pujanarsa et al. (2008)
berpendapat bahwa sistem siklus kerja motor bakar dibedakan atas motor bakar
dua langkah (two stroke) dan motor bakar empat langkah (four stroke). Motor
bakar dua langkah adalah motor yang pada dua langkah torak/piston (satu
putaran) sempurna akan menghasilkan satu tenaga kerja satu langkah kerja.
Motor jenis ini sering disebut motor dua langkah yang paling sederhana.
Sedangkan Motor bakar empat langkah adalah motor yang pada setiap empat
langkah torak/piston (dua putaran engkol) sempurna menghasilkan satu tenaga
kerja (satu langkah kerja). Langkah-langkahnya terdiri dari langkah pemasukan,
kompresi, kerja, dan pembuangan.
c. Motor Diesel
Motor diesel juga terbagi dalam dua sistem kerja yakni dua langkah dan
empat langkah seperti halnya motor bakar. Namun yang menjadi perbedaannya
pada motor diesel tidak terdapat sumber pengapian/pemicu untuk terjadinya
pembakaran seperti halnya busi pada motor bakar. Konsep pembakaran pada
motor diesel adalah melalui proses penyalaan kompresi udara pada tekanan
tinggi. Pembakaran itu dapat terjadi karena udara yang dikompresi pada ruang
dengan perbandingan kompresi jauh lebih besar daripada motor bensin
(Pujanarsa et al. 2008).
Sistem Transmisi Puli-Sabuk dan Rodagigi
Menurut Sonawan (2010), Ada beberapa jenis system transmisi daya yang
sudah dikenal yaitu:
1. Transmisi Puli-Sabuk
Dalam menentukan dimensi puli, langkah awal yaitu menentukan puli
terkecil (puli penggerak) terlebih dahulu. Sebagai panduan, tabel 1
memperlihatkan pemilihan diameter minimum puli kecil berdasarkan jenis
sabuk terpilih. Rasio kecepatan diketahui maka diameter puli besar bisa dihitung
dengan persamaan 1.
v = D1 x n1 = D2 x n2
Rasio Kecepatan R = = ≥ 1
(1)

7
Untuk puli yang dibuat dari besi cor, kecepatan sabuk (v) dibatasi hingga
30 m/s. Sabuk-V dirancang untuk performa optimum pada kecepatan sekitar 20
m/s. Pertimbangan jenis transmisi lain seperti roda gigi atau transmisi rantai jika
kecepatan sabuk kurang dari 1.000 ft/menit (~5 m/s) (Sonawan 2010).
Tabel 1 Ukuran puli minimum
Jenis Sabuk
Diameter Pitch Minimum (in)*
A
3,0
B
5,4
C
9,0
D
13,0
E
21,0
* Ukuran puli bisa dipilih lebih kecil dari angka-angka diatas, tetapi
pemakaiannya bisa memperpendek umur sabuk (Sonawan 2010).
untuk mendapatkan jarak antar pusat puli (C) adalah dengan persamaan 2 dan
menghitung panjang sabuk atau keliling sabuk (L) dengan menggunakan
persamaan 3.
=

=

�−[



+



+

+

� −�


+

]

(2)
(3)

2. Transmisi Roda Gigi
Jenis-jenis roda gigi menurut Sonawan (2010) yakni rodagigi lurus,
rodagigi miring, rodagigi cacing, rodagigi kerucut, rodagigi pinion, rodagigi
dalam, rodagigi planet, rodagigi kerucut spiral, rodagigi reduksi, rodagigi
differensial, rodagigi rak, rodagigi hypoid dan timing gear.
Aplikasi dari rodagigi cacing adalah pada reducer. Keunggulan rodagigi
ini adalah 1) digunakan untuk transmisi motor silang dengan rasio kecepatan
hingga 100 pertingkat reduksi, 2) effisiensi 97% - 45% (effisiensi menurun
dengan naiknya reduksi kecepatan dan kecepatan “sliding”, 3) memiliki tingkat
kebisingan dan getaran lebih rendah, 4) murah dari jenis rodagigi lurus atau
miring, dan 5) dapat diterapkan pada daya hingga 1.000 hp, torsi hingga 25.000
kg.m, putaran hingga 30.000 rpm dan kecepatan hingga 70 m/s (Sonawan 2010).
Motor AC dan DC
a. Motor AC
Motor AC atau yang biasa disebut dengan motor induksi adalah motor arus
bolak balik yang paling luas digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan
bahwa arus rotor motor ini diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus
yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara kecepatan rotasi
motor dan kecepatan rotasi medan putar (rotating magnetic field) yang
dihasilkan oleh arus stator (Zuhal et al. 2004). Keuntungan motor induksi adalah
kesederhanaan dan kekerasaannya yang ekstrim dari konstruksi sangkar tupai.
Adapun dari segi karakteristiknya yaitu laju menurun sedikit jika beban di
tambahkan pada porosnya, walaupun derajat penurunan dapat diperoleh
(Fitzgerald et al. 1981).

8
Dalam memilih motor AC harus memeriksa aksi motor tersebut. Karena
untuk menghasilkan momen kakas, medan magnet rotor dan medan magnet
stator haruslah stasioner antara satu sama lain (Fitzgerald et al. 1981). Menurut
Zuhal et al. (2004) ada beberapa prinsip kerja motor induksi: 1) apabila sumber
tiga fasa diterapkan pada kumparan stator akan timbul medan magnet putar
dengan kecepatan ns = 120 f/p, 2) medan magnet putar stator tersebut akan
memotong batang penghantar pada rotor, 3) akibatnya pada kumparan rotor
timbul tegangan induksi (ggl) sebesar: E2s = 4,44 f2N2fm (untuk satu fasa), 4)
karena kumparan motor merupakan rangkaian yang tertutup, maka ggl (E) akan
menghasilkan arus (I), 5) adanya arus (I) di dalam medan magnet menimbulkan
gaya (F) pada rotor, dan 6) bila torsi mula yang dihasilkan oleh gaya (F) pada
rotor yang cukup besar untuk memikul torsi beban, rotor akan berputar searah
dengan arah medan magnet putar stator.

Gambar 2 Bagian-bagian penyusun motor AC (Zuhal et al. 2004).
b. Motor DC
Pada mesin arus searah, kumparan medan yang berbentuk kutub sepatu
merupakan stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar merupakan
rotor (bagian yang berputar: lihat Gambar 3 bila kumparan jangkar berputar
dalam medan magnet, akan dibangkitkan tegangan ggl yang berubah-ubah arah
setiap setengah putaran sehingga merupakan tegangan arus bolak-balik (Zuhal
et al. 2004).

Gambar 3 Bagian-bagian penyusun motor DC (Zuhal et al. 2004).
Keuntungan yang menonjol dari motor DC terletak dalam beraneka ragam
karakteristik daya guna yang ditawarkan oleh kemungkinan-kemungkinan
eksitasi pirau, eksitasi seri dan eksitasi gabungan dan dalam derajat penyesuaian
yang relatif tinggi untuk mengontrol, kedua-duanya yang dapat dijalankan
dengan tangan (manual) dan otomatik. Karateristik dari motor DC adalah

9
sewaktu beban ditambahkan pada poros motor, maka motor seri beroperasi pada
laju yang berkurang secara cepat, dan motor pirau beroperasi pada laju yang
hampir konstan, dan motor gabungan beroperasi dengan suatu derajat
pengendoran diantara ekstrim-ekstrim ini, yang tergantung pada kekuatankekuatan relatif dan medan seri dan medan pirau (Fitzgerald et al. 1981).
Jenis Tanaman Organik di Perkotaan
Soeleman et al. (2013) berpendapat bahwa jenis tanaman organik yang
dapat di budidayakan di halaman rumah di daerah perkotaan terdiri dari tanaman
hortikultura dan tanaman bunga. Akan tetapi tanaman hortikultura yang lebih
dominan dibudidayakan. Adapun pengelompokkannya menjadi:
1. Jenis Tanaman bedasarkan periode panen: a) sekali panen: bayam, kangung
cabut, selada, pakcoy, sawi, brokoli, blumkol, kubis, dan wortel, dan b) panen
beberapa kali: buncis, kacang panjang, bawang daun, seledri, cabai, tomat,
terung, dan aneka herbal.
2. Jenis Tanaman berdasarkan waktu panen: a) dalam waktu 1-2 bulan: bayam,
kangkung, aneka selada, pakcoy dan sawi, dan b) dalam waktu 2-3 bulan:
wortel, brokoli, blumkol, kubis, buncis, kacang panjang, bawang daun, seledri,
cabai, tomat, dan terung.
3. Jenis tanaman yang sering dikonsumsi dan jarang dikonsumsi: a) sering
dikonsumsi: bayam, kangkung, aneka selada, buncis, kacang panjang, pakcoy,
sawi, brokoli, blumkol, kubis, kentang, bawang, seledri, wortel, tomat, cabai,
dan mentimun, dan b) jarang dikonsumsi: jahe, kencur, bit, kemangi, lobak,
labu, terung dan belimbing sayur.
4. Jenis usia tanaman: a) usia pendek: bayam, kangkung, aneka selada, pakcoy
dan sawi, b) usia sedang: jagung, tomat, terung, brokoli, buncis, kacang
panjang, mentimun, wortel, lobak, cabai merah, dan blumkol, dan c) usia
panjang: cabai rawit, jeruk, belimbing sayur, dan aneka hebal.
Media Tanam
Secara alami, tanah atau media tanam merupakan kumpulan partikel atau
remah yang terbentuk dari bahan organik seperti pasir lumpur, tanah liat, dan
bahan organik sperti humus. Menurut Soeleman et al. (2013) media tanam yang
baik untuk pertanian Organik di perkotaan adalah
a. Tanah gembur: terdiri dari campuran pasir, lumpur, dan tanah liat yang
kompisisinya seimbang. Tanah liat ini akan menyatukan partikel pasir dan
lumpur membentu remah sehingga terbentuk struktur tanah. Ukuran remah
yang baik pada tanah gembur sekitar 1-5 mm. Di dalam tanah gembur
mengandung cukup air dan udara untuk kebutuhan tanaman dan
mikroorganisme serta organisme tanah.
b. Pasir: porositas cukup tinggi, baik untuk campuran media penyemaian
maupun untuk pembibitan. Komponen ini biasanya tidak mengandung hama
dan penyakit. Namun nutrisinya mudah arut akibat tingginya porositas.
c. Sekam Padi: merupakan limbah penggilingan padi berupa kulit padi. Sekam
dapat membantu menggemburkan tanah dengan porositas tinggi. Miskin
unsur hara serta berisiko membawa hama dan penyakit.

10
d. Sekam bakar: hasil pembakaran sekam mentah. Sekam bakar biasanya sudah
steril dan mengandung unsur karbon (C). Sifatnya mudah lapuk serta banyak
digunakan sebagai media semai dan pembibitan. Tekstur sekam bakar
dibedakan menjadi dua yaitu kasar dan halus.
e. Sabut kelapa halus (cocopeat):memiliki serat cukup banyak serta mudah
menyerap dan menyimpan air. Cocopeat mengandung unsur hara mikro,
mudah lapuk, dan mudah berjamur. Jika hendak membuat sendiri dari sabut
kelapa utuh, rendam sabut kelapa selama 1-2 malam terlebih dahulu.
f. Abu: sebaiknya berasal dari pembakaran bahan organik. Abu mengandug
unsur kalium, memiliki partikel sangat halus, mudah larut, dan mengeras.
Abu biasanya digunakan sebagai campuran minor.
g. Kompos: hasil penguraian atau fermentasi bahan organik seperti sampah
organik (nabati dan hewani) dan kotoran hewan. Biasanya mengandung
nutrisi lengkap baik unsur makro maupun unsur mikro, tetapi konsentrasinya
rendah.
h. Kascing (bekas cacing atau vermicompost): merupakan kotoran cacing yang
ditangkar dan diberi makan bahan organik seperti kotoran hewan dan bahan
organik lainnya. Jika dibuat dirumah, dapat menggunakan sampah dapur. Di
dalam perut cacing banyak mengandung enzim yang bermanfaat untuk
pertumbuhan.

11

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2014 – Maret 2016. Pabrikasi dan
pengujian alat bertempat di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepadjo
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan
perancangan dan pembuatan sistem kontrol bertempat di Laboratorim Elektronika,
Jurusan Crop Production Engineering, Universitas Hokkaido.
Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas dua kelompok. Bahan untuk konstruksi
terdiri dari besi siku ukuran cm tebal 4 mm, besi strip, bearing duduk, pot, gear,
poros, rantai, cat, batu gurinda potong, batu gurinda cutting, puli, pisau circular saw,
elektroda, mur, bout, timah solder, mikrokontroller, timer, selenoid dan pipa.
Adapun bahan untuk pengujian alat yakni air, benih kangkung, tanah, dan pupuk.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa bagian. Alat
untuk pembuatan alat adalah mesin las listrik, mesin las karbit, circular saw, gurinda,
gergaji besi, kunci inggris, kunci pas, obeng plus, obeng minus, catok, solder, bor
portable, mata bor, amperemeter, tacometer, pompa, mistar, multifunctional mini
ammeter dan kuas.
Diagram Alir Penelitian
Perancangan alat sangat penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu
kerangka penelitian yang disusun harus tepat dan dapat dikerjakan dengan tepat
waktu. Ketepatan waktu dan penelitian yang terorganisir dengan baik, dapat
memperoleh banyak manfaat salah satunya efisiensi dana. Diagram alir penelitian
ditampilkan pada Gambar 4.

12

Start

Identifikasi Masalah
Analisis Perancangan

Perancangan Fungsional

Perancangan Struktural

Pembuatan Gambar Kerja

Persiapan Alat dan Bahan
Pabrikasi
Pembuatan Sistem Kontrol
Pengujian Fungsional Alat

No

Lanjut
O
Yes

Pengujian Alat dengan membudidayakan
Tanaman

Pelaporan

Stop

Gambar 4 Diagram alir penelitian
Identifikasi Masalah
Identifikasi dilakukan dengan cara menganalisis kekurangan dan masalah
yang terjadi pada desain alat yang dilakukan oleh Pomalingo (2012). Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa bagian-bagian yang perlu ditambahkan dan
diperbaiki pada desain smart ROVERGARD yaitu 1) mengganti penggunaan
sistem V-belt dan veleg sepeda ontel menjadi sistem rantai dan sproket, untuk
mengurangi slip dan memperbaiki kinerja pemutaran alat, 2) memperbaiki dimensi
dan konstruksi rangka alat agar dapat menurunkan efektivitas penggunaan lahan

13
dari 31% menjadi 20%, dan 3) menambahkan sistem otomasi pada pengoperasian
alat yang sebelumnya menggunakan sistem manual, agar pengguna lebih mudah
dalam mengoperasikannya.
Analisis Perancangan
Analisis perancangan dilakukan untuk mencari dan menentukan dimensi
smart ROVERGARD. Data dari tahapan ini, selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk pembuatan gambar kerja. Dalam analisis ini, dilakukan pemilihan spesifikasi
dan jenis bahan serta komponen yang akan digunakan. Analisis perancangan dibagi
dalam dua kategori yaitu perancangan fungsional dan struktural. Analisis
perancangan fungsional menjelaskan fungsi dari semua komponen yang digunakan
pada alat, sedangkan analisis struktural meliputi perhitungan dimensi alat, poros,
gearbox, gear, sproket, penampung air dan bagian alat yang terputar. Analisis
perancangan secara lengkap disajikan pada Bab 4.
Pembuatan Gambar Kerja
Gambar alat mengaju pada hasil identifikasi masalah dan analisis
perancagan yang telah dilakukan. Hasil tersebut berkaitan dengan dimensi dan
bentuk dari masing-masing komponen penyusun alat, agar hasil gambar lebih baik
dan menarik dari desain sebelumnya. Pembuatan gambar kerja dilakukan pada
software solidworks 2015.
Prinsip Kerja Alat
Alat akan mengalami pemutaran selama dua kali yakni pagi pukul 07.00 dan
sore 17.00. Setiap satu putaran membutuhkan waktu 4 menit 42 detik. Sistem
kontrol yang digunakan pada alat ini adalah berbasis waktu yaitu timer. Ketika alat
ini berputar maka irigasi juga akan ikut bekerja. Pemberian irigasi akan
menggunakan sistem sprayer yang memanfaatkan tekanan dari penampung air pada
bagian atas alat. Pada saat penyiraman, sprayer dalam keadaan diam dan pot yang
bergerak, sehingga penyiraman dapat dilakukan satu persatu pada pot. Disamping
untuk mempermudah tanaman mendapatkan cahaya matahari, pemutaran alat juga
berfungsi untuk mengisi penampung pada bagian atas alat. Kegunaan pompa pada
alat ini yaitu disamping untuk mengisap air juga untuk menggerakkan alat. Adapun
agar tanaman mendapatkan cahaya matahari yang maksimal. Maka, bagian terputar
alat akan menjadi empat bagian. Yang terdiri empat buah pot tiap bagian. Setiap
harinya pot ini akan berotasi dan membutuhkan waktu empat hari lagi untuk
mengembalikan pot pada posisi semula.
Prosedur Pengambilan dan Analisis Data
1. Parameter Pengujian
A. Pengujian Fungsional Alat
Uji fungsional dilakukan untuk memastikan semua bagian-bagian dan
komponen-komponen alat dalam kondisi baik dan berfungsi sesuai yang
diharapakan. Pengujian meliputi kinerja pompa, beban tarik, sebaran air dan
sistem kendali.

14
a. Pompa
Tahapan ini pompa ditempatkan pada alat, dan diberikan beban kerja ganda.
Pengujian dilakukan dalam dua kondisi yaitu tanpa beban kerja tambahan
(kerja tunggal) dan menggunakan beban kerja tambahan (kerja ganda).
Kerja tunggal berarti pompa bekerja hanya dengan mengisap air untuk
selanjutnya dimasukkan ke penampung ROVERGARD, sedangkan kerja
ganda, pompa bekerja tidak hanya mengisap air tetapi juga menggerakkan
alat. Kondisi yang diuji pada penambahan beban kerja diantaranya 1)
pemutaran dengan gearbox, 2) menggunakan rangka pot, 3) menggunakan
rangka pot dan pot, 4) menggunakan rangka pot, pot dan media tanam dan
5) menggunakan rangka pot, pot, media tanam, dan air.
Berdasarkan dua kondisi yang diuji tersebut, diperoleh hasil pengukuran
berupa rpm pompa, konsumsi listrik, biaya listrik, waktu ideal
pengoperasian alat dan dabit air yang dihasilkan. Pengukuran rpm dilakukan
dengan menggunakan tachometer. Sedangkan pengukuran konsumsi listrik
dilakukan dengan menggunakan multifunctional mini ammeter.
b. Beban Tarik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui beban tarik manual yang
dibutuhkan manusia jika memutar ROVERGARD secara manual. Kondisi
yang diuji seperti halnya pada penambahan beban point a bagian metode.
Pengujian dilakukan dengan menempatkan timbangan pada bagian alat yang
terputar, selanjutnya ditarik dengan arah horizontal dan vertical (arah bawah
dan atas) sebanyak lima kali pengulangan seperti pada Gambar 5.

VA

VB

HR

Keterangan: VA: vertikal ke atas, VB: vertikal ke bawah, HR: horizontal
Gambar 5 Pengujian beban tarik

15
c. Sistem Kendali
Sistem ini bekerja berbasis waktu, dengan komponen utama Digital Eco
Timer ET 550. Pengendalian dilakukan pada saat pemutaran alat dan
pemberian irigasi yakni pada pagi hari pukul 07.00 dan sore hari 17.00.
Pengujuian ini ditekankan pada performa sistem dan ketepatan waktu yang
dihasilkan oleh timer dalam satu putaran pot pada saat dibandingkan dengan
timer lainnya yang digunakan sebagai pembanding.
d. Sebaran Air
Alat dikerjakan satu putaran dalam keadaan air dari pipa dialirkan.
Selanjutnya air tertampung pada pot dan ditakar dengan menggunakan gelas
ukur. Proses itu dilakukan pengulangan sebanyak lima kali.
B. Pengujian Alat dengan Penanaman
 Pengukuran Tinggi Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah kangkung darat.
Kangkung darat ditanam pada alat secara vertical dan pada pot yang di
tempatkan secara horizontal. Tanaman diberikan tiga perlakuan yaitu 1)
tanpa naungan, 2) naungan dan 3) ROVERGARD. Tiap kondisi terdiri
dari 8 pot yang berisi 30 tanaman. Jumlah sampel adalah 6 tanaman untuk
setiap pot. Kondisi media tanam dan jumlah benih yang ditanam sama.
Media tanam terdiri dari campuran sekam, pupuk kandang dan tanah
dengan perbandingan 1:1:1. Ukuran media tanam yang digunakan
sebanyak 6 kg/pot. Dalam pengujian ini, pertumbuhan tanaman dipantau
setiap tiga hari sekali. Pemantauan dilakukan dengan mengamati
langsung dan mengukur tinggi tanaman dengan menggunakan mistar.
Pengukuran dilakukan dengan menempatkan ujung mistar dipermukaan
tanah dan mendekatkan tanaman pada mistar selanjutnya mengamati dan
mencatat tinggi tanaman tersebut (Handayani et al. 2013a).
 Pengukuran Biomassa Tanaman
Waktu panen untuk kangkung diprediksi sekitar 32 hari. Pengukuran
biomassa dilakukan pada hari ke-15 dan ke-30 (saat panen). Pengukuran
biomassa dilakukan dengan mencabut tanaman tersebut yang
sebelumnya telah dijadikan sampel. Setelah itu akar tanaman dicuci
bersih. Tanaman di timbang untuk mendapatkan berat basah dan berat
kering rata-rata. Untuk mencari berat kering, tanaman dikeringkan di
dalam oven bersuhu 50 oC (Hayati et al. 2012) dan 60 oC selama 3 hari.
 Pengukuran Klorofil Daun
Tingkat kandungan klorofil daun diukur untuk melihat sejauh mana
pengaruh penyiran matahari antara tanaman yang ditanam secara
horizontal dan vertikal. Klorofil diukur tiga hari sekali. Dalam
pengukuran klorofil menurut Handayani et al. 2013b) terdiri dari
beberapa cara diantaranya dengan menentukan toleransi suatu genotip
terhadap suhu tinggi, (Balounchi 2010, Rana et al. 2011, Almeselmani et
al. 2012), menggunakan metode Arnon (1949) dan chlorophyll
fluorescence analyzer seperti yang dilakukan oleh Liu et al. (2008) pada
tanaman creeping bentgrass (Agrostis stolonifera L.). Pada penelitian ini,
pengukuran dilakukan dengan menggunakan SPAD yang ada di
Departemen Teknik Mesin Pertanian dan Biosistem.

16
 Perhitungan jumlah dan pengukuran luas permukaan daun
Jumlah daun dihitung secara manual. Sampelnya berjumlah 48
pohon untuk tiap kondisi. Untuk pengukuran luas permukaan daun,
dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 18 daun dari tiap
perlakuan. Selanjutnya daun digambar pada kertas milimeter block
ukuran 5 x 5 mm. Kotak yang masuk dalam gambar, dihitung untuk
memperoleh luasan daun.
 Pengukuran panjang akar dan diameter batang
Akar dicabut dengan hati-hati, selanjutnya dicuci dengan air hingga
bersih. Pengukuran akar dilakukan dengan mistar. Selain itu, batang
diukur untuk mengetahui kondisi perkembangan tanaman. Pengukuran
diameter dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Bagian batang
yang diukur adalah yang berada tepat diatas akar atau bagian bawah
batang.
C. Analisis Ekonomi
Keuntungan merupakan tujan utama dalam melakukan suatu usaha. Dalam
penelitian ini, analisis ekonomi terhadap desain smart ROVERGARD perlu
untuk dilakukan, agar dapat mengetahui biaya produksinya. Biaya mesin dan
alat pertanian terdiri dari 2 komponen yaitu biaya tetap (fixed costs) dan biaya
tidak tetap (variable cost). Perhitungan 2 komponen biaya ini, dilakukan
berdasarkan Pramudya (2010).
1. Biaya Tetap (FC)
a) Biaya penyusutan dengan menggunakan persamaan:
�−
D=
(4)

Dimana:
D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P = Harga awal alat (Rp)
S= Nilai sisa (Rp)
N = Nilai ekonomis (tahun)
b) Biaya bunga modal (I)
�� �+
(5)
I=

Dimana:
I = Total bunga modal (Rp/tahun)
P = Harga awal alat (Rp)
i = Total tingkat bunga modal (%/tahun)
N = Nilai ekonomis (tahun)
2. Biaya Tidak Tetap (VC)
a. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan
Biaya untuk pemeliharaan dan perbaikan khususnya untuk alat-alat
pertanian adalah 5% dari harga awal (Pramudya 2010), sehingga dapat
dituliskan
Bpp = 5% x P
(6)
Dimana:
Bpp = Biaya perawatan dan perbaikan

17
b. Biaya pupuk
Biaya pupuk dihitung dari jumlah pupuk yang digunakan dalam sekali
tanam dengan durasi 1 bulan. Jumlah pupuk yang digunakan sebanyak
2 karung dalam sekali penanaman.
c. Biaya air dan listrik
Biaya ini dihitung setiap proses penanaman hingga panen. Total
penggunaan air dan konsumsi listrik dihitung dengan biaya air dan
listrik yang telah di tetapkan oleh PDAM dan PLN.
d. Menghitung Total Biaya Operasional
TC = FC + VC
(7)
Dimana:
TC = Total biaya (Rp/tahun)
FC = Biaya tetap (Rp/tahun)
VC = Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
e. Menghitung Biaya Pokok (Bp)
Bp =
(8)
Dimana:
Bp = Penerimaan (Rp/ikat)
n = Kapasitas produksi (ikat/tahun)
3. Menghitung Net Present Value (NPV)
(9)
NVP = ∑�=
– ∑�=
Dimana:
NPV = Net present value
Bpi = Hasil perkalian benefit dengan P/F (Suku Bunga)
Cpi = Hasil perkalian cost dengan P/F (Suku Bunga)
4. Menghitung Benefit Cost Ratio (BC Rasio)
∑�

BCR = ∑�=


�=





(10)

5. Menghitung Internal Rate Return (IRR)
IRR = i’ +

���′

��� ′ −���"

(i” – i)

Dimana:
IRR = Internal Rate Return (%/tahun)
NPV’ = Net present value tertinggi
NPV” = Net present value terendah
i’ = Nilai pendekatan IRR tertinggi
i” = Nilai pendekatan IRR terendah

(11)

18

4 PERANCANGAN
Kriteria Perancangan
Percangan alat dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya.
Dalam penelitian ini, kriteria perancangan sangat penting untuk pembuatan dan
penentuan bahan serta komponen yang digunakan. Kriteria perancangan smart
ROVERGARD yaitu;
1. Pemilihan jenis pot didasarkan pada jumlah tanaman yang akan
dihasilkan dan kualitas bahan yang digunakan untuk membuat pot. Pot
yang dipilih berdimensi 77 x 33 x 26 cm berbahan plastik dan tahan panas.
Pot ini mampu menampung 30 tanaman kangkung dengan jarak tanaman
5 x 5 cm. media tanam yang digunakan adalah arang sekam, pupuk
kandang dan tanah perbandingan 1:1:1 dengan berat total 6 kg/pot.
2. Tanaman yang dibudidayakan pada alat ini harus memiliki tinggi
maksimal 50 cm setelah panen, seperti tanaman kangkung, sawi, bayam
dan tanaman hias yang biasa dibudidayakan oleh masyarakat. Jumlah pot
sebanyak 16 buah, bertujuan agar pengguna dapat melakukan panen
setiap 2-4 hari sekali secara kontinu untuk tanaman kangkung, sawi dan
bayam.
3. Poros dan sproket utama didesain dapat berputar dengan kecepatan yang
sama, agar pemutaran alat dapat berjalan dengan baik.
4. Pemutaran alat dilakukan sebanyak 2 kali sehari. Pemutaran terdiri dari
pagi sekali putaran dengan durasi 4 menit dan sore dengan durasi 5 menit.
Pemutaran sore hari dengan durasi 5 menit, dimaksudkan untuk
pergeseran pot, sehingga pemutaran alat menjadi 1 ¼ putaran. Pergeseran
pot dilakukan untuk memberikan kesempatan yang sama terhadap
tanaman pada pot agar mendapatkan cahaya matahari yang merata.
5. Sistem kontrol yang digunakan dapat bekerja dengan baik serta dapat
mengurangi kesalahan posisi.
6. Penggunaan pompa air harus dapat bekerja dengan baik, tanpa mengalami
pertambahan konsumsi listrik.
7. Pemberian irigasi disesuaikan dengan usia tanam tanaman kangkung
yaitu 700 ml untuk usia 0-5 HST, 2,000 ml untuk usia 6-15 HST dan 2,650
ml untuk usia 16-30 HST.
Rancangan Fungsional
Alat ini terdiri dari bagian utama yang disebut tiang penyangga dan bagian
terputar. Dalam pembagian komponen yang ada pada masing-masing bagian utama,
bagian terputar memiliki kompenen-komponen yang lebih banyak. Akan tetapi dari
segi pembebanan gaya, maka tiang penyangga adalah lebih besar. Untuk lebih
jelasnya bagian-bagian alat dan fungsinya di tampilkan pada Tabel 2.

19

No
1.
2.

3.

4.

5.
6.

Tabel 2 Perancangan fungsional
Fungsi Utama
Komponen
Menopang bagian alat yang Bagian terputar ditempatkan pada tiang
terputar
penyangga
Memberikan cahaya yang Dilakukan pemutaran dengan bantuan
merata pada tanaman setiap pompa, gearbox, rantai, sproket, dan
hari.
poros selama pagi dan siang hari.
Memompa air dan nutrisi Dipompa dengan pompa air yang
untuk mengisi penampung disalurkan melalui pipa pengisian
pada ROVERGARD
Pemberian
irigasi
secara Dilakukan berdasarkan waktu irgasinya.
merata selama pagi dan s