Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

PRODUKSI BIOETANOL DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii MENGGUNAKAN KHAMIR Saccharomyces cerevisiae IPBCC
ALXVII

AMILYA ROMDHANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Bioetanol
dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir
Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Amilya Romdhani
NIM F34100039

ABSTRAK
AMILYA ROMDHANI. Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII.
Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA dan MULYORINI
RAHAYUNINGSIH
Rumput laut Kappaphyus alvarezii mengandung polisakarida jenis
karaginan yang terdiri dari galaktosa sebagai monomernya. Setelah dihidrolisis
secara asam, galaktosa dapat diubah menjadi etanol dengan proses fermentasi.
Namun beberapa khamir lebih menyukai glukosa sebagai substrat makanannya.
Salah satu kultur khamir S. cerevisiae dari laboratorium SBRC yaitu S.
cerevisiae IPBCC ALXVII diharapkan dapat mengubah galaktosa yang
terkandung dalam hidrolisat rumput laut menjadi etanol. Penelitian ini

bertujuan mengetahui potensi kamir S.cerevisiae IPBCC ALXVII dalam
memproduksi etanol dari rumput laut K. alvarezii. Pada penelitian ini inokulum
khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII dipersiapkan dengan dilakukan
penumbuhan berulang sebanyak delapan kali. Proses fermentasi menggunakan
dua hidrolisat yang berbeda jumlah konsentrasi gula pereduksinya. Fermentasi
pada hidrolisat dengan kadar gula pereduksi 150,46 g/L menghasilkan kadar
etanol yang lebih rendah yaitu 1,69 g/L sedangkan pada kadar gula pereduksi
57,33 g/L menghasilkan kadar etanol tertinggi sebesar 14,56 g/L dengan
efisiensi fermentasi sebesar 49,80%. Waktu optimum fermentasi menggunakan
kultur Saccharomyces cerevisiae IPBCC AL XVII adalah 144 jam.
Kata kunci:

Kappaphycus alvarezii, hidrolisis, etanol, energi

AMILYA ROMDHANI. Bioethanol Production from Kappaphycus
alvarezii Using Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII . Supervised by
DJUMALI MANGUNWIDJAJA and MULYORINI RAHAYUNINGSIH
Kappaphyus alvarezii contains carrageenan type polysaccharide which
consists galactose as its monomers. After acidly hydrolysis process, galactose
can be converted into ethanol through fermentation process. However, some

yeasts prefer glucose as their food substrate. One of the yeast from Surfactant
and Bioenergy Research Centre (SBRC) Laboratory is Saccharomyces
cerevisiae IPBCC ALXVII is expected can convert galactose inside hydrolyzed
seaweed into ethanol. This study aims to analyze the potential of S. cerevisiae
IPBCC ALXVII in production of ethanol from K. alvarezii seaweed. In this
study, the inoculum of S. cerevisiae IPBCC ALXVII was prepared by repeated
batch for eight times. Fermentation process used two hydrolyzed seaweed with
different concentrate of sugar reductor. Fermentation with 150.46 g/L sugar
reductor concentrate produced lower content of ethanol i.e. 1.69 g/L while with
57.33 g/L produced the highest content of ethanol i.e. 14.56 g/L with
fermentation efficiency about 49.80%. The optimum fermentation time using S.
cerevisiae IPBCC ALXVII was 144 hours.
Keywords: Kappaphycus alvarezii, hydrolysis, ethanol, energy

PRODUKSI BIOETANOL DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii MENGGUNAKAN KHAMIR Saccharomyces cerevisiae
IPBCC ALXVII

AMILYA ROMDHANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC
ALXVII
Nama
: Amilya Romdhani
NIM
: F34100039


Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
Pembimbing I

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia – Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah bioetanol, dengan judul
Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan

Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII.
Terima kasih penulis ucapakan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djumali
Mangunwidjaja, DEA dan Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan selama penelitian dan penyusunan
skripsi serta bantuan dana penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Dwi Setyaningsih, STP, MSi atas arahan dan bantuan dana
penelitian yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kak
Nelli Muna, kak Indah Khayati, kak Melan, kak Lili dan seluruh teknisi di
Laboratorium Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC) atas
kesediaannya dalam membantu penulis selama melaksanakan penelitian.
Terimakasih juga kepada rekan satu bimbingan yaitu M. Hijran Djayani, serta
rekan – rekan TIN 47 atas semangat dan bantuan yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayahanda Jamil, ibunda Yati Setia, adik-adik Dwi Sanfarlela, Maharani,
Mahdini, M. Febri serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih
sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2015

Amilya Romdhani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Lingkup Penelitian

2

METODOLOGI


3

Bahan

3

Alat

3

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Analisis Kimia Rumput Laut K. alvarezii dan Hidrolisat asam


4

Kinetika Fermentasi Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

6

Fermentasi Khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII pada Hidrolisat Asam K.
alvarezii dengan Kandungan gula pereduksi berbeda
9
SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran

11


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

11
Error! Bookmark not defined.
18

2

DAFTAR TABEL
1 Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii
2 Parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII
terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii
3 Efisiensi fermentasi, konsumsi gula, kadar etanol dan Yield Yp/s pada
hasil fermentasi dengan perbandingan kadar gula pereduksi

5
8
9

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII

7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Prosedur analisis proksimat rumput laut K. alvarezii
Prosedur pengujian gula pereduksi dan kadar etanol
Perhitungan parameter fermentasi
Hasil perhitungan kinetika fermentasi S. cerevisiae IPBCC ALXVII

13
15
16
17

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya pencarian sumber energi terbarukan sedang marak dilakukan
mengingat krisis energi yang terjadi. Indonesia memiliki beragam sumber energi
terbarukan yang sangat potensial, khususnya bioetanol. Bioetanol merupakan
energi alternatif yang berasal dari bahan terbarukan, memiliki karakteristik yang
lebih baik dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran, dan energi yang ramah lingkungan dengan mengurangi emisi gas
rumah kaca (Hambali et al 2007). Bioetanol dihasilkan dari substrat yang
mengandung karbohidrat seperti gula, pati, dan selulosa melalui proses
fermentasi. Dengan demikian bioetanol menjadi salah satu alternatif bahan bakar
yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia mengingat ketersediaan
bahan baku yang melimpah. Namun demikian, pengembangan bioetanol dianggap
membahayakan pasokan pangan. Hal ini karena kebanyakan bioetanol bersumber
dari bahan baku pati yang pemanfaatannya berkompetensi dengan sumber pangan
dan pakan. Oleh karena itu, muncul alternatif untuk menggunakan bahan baku
yang belum banyak dimanfaatkan, ketersediaan melimpah, masa panennya cepat
dengan harga murah dan mengandung struktur gula sederhana yang dapat diubah
menjadi etanol. Contoh bahan baku dengan karakteristik tersebut adalah rumput
laut.
Menurut Winarno (1996), rumput laut Kappaphycus alvarezii mengandung
karaginan (kappa karaginan) yang tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa
dan 3,6 anhidro galaktosa sebesar 54 -73% yang dapat diubah menjadi bioetanol.
Rumput laut dapat dipanen 3-5 kali dalam setahun, tidak mengandung lignin dan
dapat menyerap CO2 sebanyak 36.7 ton/ha, atau 5-7 kali tanaman darat.
Keunggulan lain dari rumput laut adalah tidak berkompetisi dengan lahan
pertanian dan tidak membutuhkan pupuk kimia atau irigasi.
Penelitian Produksi bioetanol dari rumput laut masih jarang dilakukan. Hal
ini karena terdapat kendala dari sisi fermentasinya. Mikroba yang digunakan
dalam fermentasi bioetanol seperti khamir masih dalam proses pengembangan.
Khamir Saccharomyces cerevisiae lebih menyukai glukosa sebagai substrat dalam
fermentasi dibandingkan gula lain. Selain itu setelah hidrolisis asam, terdapat
beberapa inhibitor seperti 5-hidroksimetil fulfural (HMF) dan asam levulinik (AL)
yang menghambat proses fermentasi hidrolisat rumput laut menjadi bioetanol
(Meinita et al 2011).
Salah satu galur khamir Saccharomyces cerevisiae adalah S. cerevisiae
IPBCC ALXVII yaitu galur hasil perbaikan dari galur sebelumnya belum pernah
diuji kinerjanya dalam memproduksi bioetanol dari rumput laut. Galur khamir
tersebut diharapkan dapat mengubah galaktosa yang terdapat pada hidrolisat
rumput laut K alvarezii menjadi etanol. Oleh sebab itu galur tersebut digunakan
pada penelitian ini untuk mendapatkan etanol dari rumput laut. Selain itu
penggunaan konsentrasi gula yang tinggi diharapkan dapat dihasilkan kadar etanol
yang lebih tinggi.

2
Perumusan Masalah
Mengacu pada lingkup dan tujuan penelitian, masalah yang dapat
dirumuskan adalah rumput laut K. alvarezii dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol
karena mengandung gula sederhana yaitu galaktosa. Untuk mendapatkan etanol
dari rumput laut K. alvarezii digunakan khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII
yang diperoleh dari Laboratorium Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC).
Proses fermentasi juga dilakukan dengan konsentrasi gula yang tinggi untuk
melihat bagaimana peningkatan etanol yang diperoleh. Dalam proses fermentasi
mikroba mempunyai waktu optimum fermentasi dan yield yang dihasilkan
sehingga perlu diuji lama waktu fermentasi optimum dan yield yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII
untuk memproduksi bioetanol dari hidrolisat asam rumput laut K. alvarezii, yang
secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengetahui potensi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII dalam memproduksi
bioetanol dari rumput laut
2. Mengetahui waktu optimum fermentasi dan yield khamir S. cerevisiae IPBCC
ALXVII
3. Mengetahui perbandingan kinerja khamir dengan konsentrasi gula rendah dan
tinggi

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian produksi bioetanol dari rumput laut Kappaphycus
alvarezii menggunakan Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII antara lain:
1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang produksi bioetanol dari rumput laut.
2. Bagi peneliti lanjutan
Sebagai informasi awal yang bisa dikembangkan untuk penelitian produksi
bioetanol selanjutnya.
3. Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi untuk menambah pengetahuan tentang peluang
pemanfaatan rumput laut dalam produksi bioetanol yang ramah lingkungan
dalam mencegah dampak pencemaran lingkungan.
Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang menjadi batasan dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut:
1. Proses kimia yaitu hidrolisis rumput laut secara asam
2. Proses fermentasi menggunakan dengan perbandingan konsentrasi gula
pereduksi.

3
3. Fermentasi dilakukan selama 168 jam dengan analisis hasil fermentasi yaitu
kadar etanol, konsentrasi sel dan kadar gula pereduksi sisa yang diuji setiap 24
jam.

METODOLOGI
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut
Kappaphycus alvarezii yang didapatkan dari sentra produksi daerah Serang,
Banten. Mikroba yang digunakan adalah kamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC
ALXVII dari Laboratorium SBRC. Media yang digunakan adalah media YMGP
dan media PGA. Media YMGP terdiri dari ekstrak khamir, ekstrak malt, galaktosa
dan pepton. Media PGA terdiri dari ekstrak kentang, galaktosa dan agar. Selain itu
terdapat urea dan NPK (nitrogen, fosfor, kalium) yang ditambahkan saat proses
fermentasi. Bahan kimia lain yang digunakan antara lain akuades, pereaksi DNS,
H2SO4 dan kapur tohor.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi fermentor berupa
labu erlenmeyer ukuran 250ml, inkubator, autoklaf, lemari es, pH-meter, neraca
analitik, desikator, mikroskop, hemasitometer, spektrofotometer, alat destilasi,
densitometer, tanur, pemanas, perlengkapan inokulasi, tabung reaksi, pipet,
bunsen, cawan petri, gelas piala, tabung Kjeldahl, tabung Soxhlet dan buret.

Metode Penelitian
1. Persiapan dan Analisis proksimat Bahan
Persiapan bahan meliputi pencucian, pengecilan ukuran rumput laut dan
pengeringan rumput laut. Kemudian dilakukan analisis proksimat rumput laut
yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak
dan kadar karbohidrat (by different). Prosedur analisis proksimat yang dilakukan
dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Hidrolisis Rumput Laut menjadi Gula
Hidolisis polimer rumput laut K. alvarezii dilakukan secara asam
menggunakan H2SO4 3%. Hidrolisis dilakukan secara dua tahap pada waktu 30
menit, suhu 121 0C dan tekanan 1,5 bar. Sebanyak 15 gram K. alvarezii kering
dihidrolisis dengan 100 ml H2SO4 3%. Setelah hidrolisis pertama selesai,
sebanyak 15 gram rumput laut ditambahkan pada hasil hidrolisis pertama pertama
sehingga total konsentrasi rumput laut yang digunakan adalah 30%. kemudian
dilanjutkan hidrolisis tahap kedua. Setelah hidrolisis dua tahap selesai dilakukan

4
penyaringan dan penetralan dengan kapur tohor pada hidrolisat yang dihasilkan.
Metode hidrolisis ini metode perlakuan terbaik dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Setyaningsih et al. (2012). Hidrolisat yang diperoleh kemudian
dianalisis kadar gula pereduksi menurut Miller (1959) serta total padatan terlarut
menggunakan refraktometer. Untuk mendapatkan hidrolisat dengan konsentrasi
gula yang lebih tinggi, dilakukan pemekatan hidrolisat menggunakan alat
evaporator vakum.
3. Proses penyiapan inokulum
Persiapan inokulum dilakukan dengan cara sebanyak dua ose khamir S.
cerevisiae terlebih dahulu diinokulasikan ke 10 ml media YMGP (yeast malt
pepton galactose agar) lalu di inkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC. Kemudian
sebanyak 10 % (v/v) campuran kultur khamir dan media YMGP dimasukkan ke
dalam media hidrolisat asam K. alvarezii lalu diinkubasi selama 72 jam. Setelah
itu ditumbuhkan pada media PGA. Koloni yang tumbuh kemudian diinokulasi
kembali ke 10 ml media YMGP diinkubasi selama 24 jam kemudian kembali
dilakukan sebanyak 10 % (v/v) campuran kultur khamir dan media YMGP
dimasukkan ke dalam media hidrolisat asam K. alvarezii lalu diinkubasi selama
72 jam. Proses ini dilakukan berulang sebanyak 8 kali dan inokulum khamir yang
diperoleh digunakan dalam penelitian ini dan diuji
kinerjanya untuk
memproduksi etanol dari rumput laut.
4. Proses Fermentasi
Sebelum proses fermentasi dilakukan, inokulum yang sebelumnya telah
disiapkan disegarkan pada media PGA 1% kemudian sebanyak dua ose di
inokulasikan ke 10 ml media dan dinkubasi selama 24 jam pada suhu 30o.
Fermentasi dilakukan secara sederhana pada fermentor labu erlenmeyer 250 ml.
Substrat fermentasi berupa hidrolisat asam K. alvarezii sebanyak 90 ml
dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml dengan inokulum yang ditambahkan
sebanyak 10 ml. Kemudian ditambah nutrisi urea (0,5 % dari 0brix), dan NPK
(0,06 % dari 0brix). Fermentasi berlangsung pada kondisi anaerobik, pada suhu
kamar dengan lama fermentasi 168 jam. Metode ini sesuai dengan perlakuan
terbaik pada penelitian Syarfat (2013). Analisis hasil fermentasi meliputi analisis
kadar etanol, konsentrasi sel, dan kadar gula pereduksi. Pengukuran gula perduksi
sesuai dengan metode Miller 1959. Perhitungan konsentrasi sel menggunakan
hemasitometer. Prosedur pengukuran kadar etanol menggunakan alat
densitometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kimia Rumput Laut K. alvarezii dan Hidrolisat Asam
Kappaphycus alvarezii yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini
sebelumnya dilakukan karakterisasi terlebih dahulu. Karakterisasi dilakukan untuk
mengetahui komponen kimia pada rumput laut K. alvarezii. Rumput laut yang
dianalisis adalah rumput K. alvarezii yang didapatkan dari sentra produksi daerah
Serang, Banten.

5
Karakterisasi limbah padat yang dilakukan berupa analisis proksimat
meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar
karbohidrat. Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii
Karakteristik

Hasil
penelitian
(% basis
basah)

Hasil
penelitian
(%basis
kering)

Kadar air
29,93
42,72
Kadar abu
16,67
23,79
Kadar protein
6,52
9,30
Kadar serat kasar
9,3
13,27
Kadar lemak
1,89
2,70
Kadar
35,69
50,93
karbohirat**)
Ket : * Sumber Yunizal (2004)
**
) Dihitung berdasarkan by difference

Hasil
penelitian
lain*
(% basis
basah)
14,96
16,05
3,46
7,08
0,93
57,52

Hasil
penelitian
lain*
(% basis
kering)
18,87
4,07
8,33
1,09
67,64

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil karakterisasi yang dilakukan
pada penelitian berbeda dengan karakterisasi yang dilakukan oleh Yunizal (2004).
Perbedaan karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor perbedaan tempat dan kondisi
pengambilan sampel.
Kadar air rumput laut K. alvarezii yang dihasilkan dalam penelitian ini
adalah 29,93 % basis basah sedangkan pada penelitian Yunizal (2004) sebesar
14,96 % basis basah. Hal ini menunjukkan sebelum diolah rumput laut harus
mengalami pengeringan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar airnya sehingga
proses pengolahannya menjadi mudah. Abu merupakan zat anorganik yang
dihasilkan dari proses pembakaran bahan organik (Sudarmadji et al 1997). Kadar
abu hasil penelitian mencapai 16,67 %. Nilai ini hampir sama dengan penelitian
Yunizal (2004) yaitu kadar abu sebesar 16,05%. Analisis kadar abu dilakukan
untuk mengetahui kandungan mineral pada bahan. Kadar protein yang dihasilkan
dari penelitian adalah sebesar 6,52 % basis basah. Nilai ini sedikit lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Yunizal (2004) yaitu
sebesar 3,46 % basis basah. Begitu pula dengan nilai kadar serat kasar dan kadar
lemak yaitu sebesar 9,3% dan 1,89% basis basah sedangkan pada penelitian
Yunizal (2004) didapatkan kadar serat kasar sebesar 7,08% dan kadar lemak
0,93% basis basah.
Kadar karbohidrat pada rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku
pada penelitian ini adalah 35,69% basis basah. Nilai kadar karbohidrat ini lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat yang didapatkan pada
penelitian Yunizal (200) yaitu sebesar 57,52% basis basah. Analisis kadar
karbohisrat sangat penting dilakukan karena kadar karbohidrat ini merupakan
parameter penting untuk proses fermentasi. Karbohidrat dalam rumput laut dapat
memberikan infromasi awal jumlah gula yang tersedia pada bahan. Gula adalah
komponen yang penting pada proses fermentasi.

6
Hidrolisis adalah pengubahan atau konversi gula kompleks menjadi gula
sederhana. Jenis hidrolisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrolisis
secara asam. Hidrolisis secara asam memiliki kelebihan dari segi biaya
dibandingkan dengan hidrolisis enzim yang biayanya cukup mahal. Rumput laut
K. alvarezii dihidrolisis untuk mendapatkan gula sederhana yang digunakan
sebagai substrat dalam proses fermentasi. Hasil hidrolisat pada penelitian ini
hanya dilakukan pengukuran total padatan terlarut dan kandungan gula pereduksi.
Total padatan terlarut pada hidrolisat adalah 12 0brix dan kandungan gula
pereduksi yang terdapat pada hidrolisat adalah sebesar 57,33% (g/L). Gula reduksi
adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan
adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi
atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula
yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa,
dan lain-lain. Galaktosa juga termasuk dalam golongan senyawa gula pereduksi.
Gula reduksi dapat mereduksi ion logam karena gugus aldehida atau keton yang
dapat menarik kembali O2 dari logam basa, sehingga logam basa akan tereduksi
dan mengendap sebagai Cu2O. Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus
hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986),
hidrolisis asam akan memecah pati secara acak dan sebagian gula yang terbentuk
merupakan gula pereduksi. Ciptadi dan Machfud (1980) menambahkan bahwa
selama proses hidrolisis, akan terjadi penurunan berat molekul pati yang
ditunjukkan dengan adanya penurunan viskositas larutan dan meningkatnya kadar
gula pereduksi. Pada penelitian Syarfat (2013) dilakukan pengukuran kandungan
komponen gula sederhana yang terdapat pada hidrolisat rumput laut K. alvarezii.
Pengukuran komponen gula tersebut dilakukan menggunakan metode High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Berdasarkan pengukuran tersebut
diperoleh komponen gula tertinggi pada hidrolisat rumput laut adalah galaktosa
yaitu sebesar 4,95%. Selain galaktosa terdapat beberapa jenis gula lain pada
hidrolisat yaitu glukosa sebesar 0,25%, xilosa 0,04%, dan maltoheptaosa 0,02%.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karunakara dan Gurusamy (2011) yang
menyatakan bahwa komponen gula tertinggi pada jenis rumput laut K. alvarezii
adalah galaktosa.
Kinetika Fermentasi Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII
Galur S. cerevisiae milik IPBCC yang diberi nama Saccharomyces
cerevisiae IPBCC AL XVII belum diketahui kinerjanya dalam memproduksi
bieotanol. Pada penelitian ini galur ini digunakan sebagai agen fermentasi untuk
perolehan bioetanol dari rumput laut. Pada galur ini dilakukan validasi
kemampuan kamir tersebut dalam memperoduksi etanol yaitu dengan cara
fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 168 jam dengan rentang waktu analisis
24 jam sekali. Pemilihan waktu fermentasi ini mengacu pada penelitian
sebelumnya yaitu Syarfat (2013). Pada tahap fermentasi ini dapat diketahui waktu
optimum dan rendemen (Yield) yang dihasilkan S. cerevisiae IPCC ALXVII
dalam memproduksi etanol dari rumput laut K. alvarezii. Pengamatan dilakukan
dengan menganalisis kandungan gula pereduksi, konsentrasi sel dan kadar etanol.
Hasil pengamatan kinerja khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII saat fermentasi
selama 168 jam dapat dilihat pada Gambar 1.

7

Konsentrasi sel

Kadar gula pereduksi

40

70

35

60

30

50

25

40

20

30

15
10

20

5

10

0

0
0

24

48

72

96

120

144

Kadar gula pereduksi (g/L)

Log konsentrasi sel (sel/L)
Kadar etanol (g/L)

Kadar Etanol

168

Waktu fermentasi (jam)

Gambar 1 Peningkatan konsentrasi sel, penurunan gula pereduksi dan perolehan
etanol pada fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII terhadap
substrat hidrolisat K. alvarezii
Peningkatan konsentrasi sel menunjukkan adanya pertumbuhan sel. Pola
pertumbuhan sel terdiri dari fase adaptasi (lag) yaitu fase penyesuaian khamir
terhadap lingkungannya ketika dipindahkan dalam medium. Setelah fase adaptasi,
perbanyakan sel mulai terjadi pada fase eksponensial yang mengakibatkan
peningkatan jumlah sel dalam cairan fermentasi. Pada fase eksponensial ini laju
pertumbuhan mengalami peningkatan. Fase stasioner merupakan fase dimana
jumlah sel mati seimbang dengan jumlah sel yang tumbuh (sel baru) dan
populasinya stabil. Pada fase ini terjadi akumulasi zat – zat metabolik yang
menghambat pertumbuhan (Stanbury dan Whitaker 1993). Fase kematian adalah
dimana jumlah sel menurun karena nutrisi untuk pertumbuhan telah habis
dikonsumsi.
Pada penelitian ini fase adaptasi terjadi sebelum jam ke-0 lama fermentasi,
kemudian diikuti oleh fase eksponensial sampai jam ke 144. Setelah itu pola
pertumbuhan sel memperlihatkan fase stasioner dan pada akhirnya mengalami
fase kematian setelah jam ke 168. Fase lag terjadi sebelum jam ke-0 fermentasi
disebabkan karena inokulum sebelumnya telah ditumbuhkan dalam media
propagasi YMGP selama 24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan, kadar etanol tertinggi diperoleh saat
fermentasi berlangsung selama 6 hari yaitu sebesar 13,95 g/L dengan efisiensi
fermentasi sebesar 47,63 %. Pada proses fermentasi, sel akan mengkonversi
sumber karbon untuk pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Hal ini ditandai
dengan berkurangnya kadar gula pereduksi yang digunakan sebagai sumber
karbon. Kadar gula pereduksi akhir menunjukkan kadar gula pereduksi setelah
didapatkan kadar etanol yang maksimum. Semakin rendah gula pereduksi sisa
semakin tinggi kadar etanol dan konsentrasi sel yang dihasilkan. Pada akhir
fermentasi yaitu pada jam ke-168 masih tersisa gula pereduksi sebesar

8
10,48±0,007 g/L. Dari informasi tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat
komponen gula yang tidak dikonsumsi oleh khamir. Hal ini disebabkan karena
kandungan hidrolisat mengandung gula lain yang sulit dikonsumsi oleh khamir.
Gula sederhana yang disukai oleh khamir adalah glukosa dan khamir yang
digunakan sudah mengalami proses adaptasi pada media dengan gula galaktosa.
Dari data analisa hidrolisat terlihat bahwa hidrolisat asam rumput laut K. alvarezii
yang dijadikan media fermentasi tidak hanya mengandung gula glukosa dan
galaktosa namun terdapat jenis gula lainnya seperti xilosa dan maltoheptaosa.
Berbagai parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII
terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII
terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii
Parameter
Laju pertumbuhan spesifik (µ) (jam-1)
Waktu penggandaan sel (jam)
Yp/s (b/b)
Yp/x (b/b)
Yx/s (b/b)
Efisiensi fermentasi (%)
Efisiensi Substrat (%)

Nilai
0,023
42,89
0,30±0,007
0,46±0,049
0,65±0,067
47,63
81,71

Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan
produk. Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah
atau konsentrasi sel yang melebihi inokulum asalnya. Nilai laju pembentukan sel,
laju pembentukan produk dan laju penggunaan substrat digunakan untuk
perhitungan kinetika fermentasi. Sistem reproduksi khamir adalah dengan cara
pembelahan biner melintang, satu sel membelah diri menjadi 2 sel anakan yang
identik dan terpisah. Nilai μmaks digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan
spesifik maksimum khamir. Menurut Stanbury dan Whitaker (1993), selama
fermentasi, laju pertumbuhan spesifik adalah konstan dan tidak tergantung pada
perubahan konsentrasi nutrientnya. Nilai μmaks dalam penelitian ini adalah 0,023
jam-1. Waktu pengandaan sel adalah waktu yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk memperbanyak diri dua kali jumlah semula. Hasil penelitian menunjukan
waktu pengandaan sel khamir dalam penelitian ini adalah 42,89 jam.
Parameter lainnya dalam kinetika fermentasi adalah nilai Yp/x, Yp/s, Yx/s
yang merupakan parameter yang sangat penting dalam proses fermentasi. Yp/x
adalah rendemen pembentukan produk terhadap sel. Yp/s adalah rendemen
pemakaian substrat terhadap pembentukan produk. Yx/s adalah nilai rendemen
pemakaian substrat untuk pembentukan sel. Nilai – nilai ini berguna untuk
menentukan jumlah substrat yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah produk
tertentu. Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme merupakan
proses – proses biokonversi. Nutrient kimiawi yang diumpankan pada fermentasi
dikonversi menjadi massa sel dan metabolit – metabolit. Setiap konversi dapat
dikuantifikasikan oleh suatu koefisien hasil yang dinyatakan sebagai massa sel
atau produk yang terbentuk per unit massa nutrien yang dikonsumsi. Informasi
kinetika digunakan untuk meningkatkan efisiensi fermentasi. Penelitian ini

9
menghasilkan nilai Yp/x = 0,46±0,049 (g/g), Yp/s = 0,30±0,007 (g/g), Yx/s =
0,65±0,067 (g/g).
Fermentasi Khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII pada Hidrolisat Asam K.
alvarezii dengan Kandungan gula pereduksi berbeda
Pada tahap fermentasi ini dilakukan fermentasi dengan dua jenis hidrolisat
yang berbeda yaitu hidrolisat dengan kadar gula pereduksi 57,33 g/L dan
hidrolisat dengan konsentrasi gula pereduksi 150,46 g/L. Data fermentasi
menunjukkan hasil yang jauh berbeda pada kinerja khamir untuk kedua jumlah
gula pereduksi ini. khamir menunjukkan kinerja yang lebih baik pada hidrolisat
dengan kadar gula 57,33 g/L. Kadar etanol tertinggi sebesar 14,56 g/L. Hasil
fermentasi pada hidrolisat dengan kadar gula 150,46 g/L diperoleh kadar etanol
tertinggi sebesar 1,69 g/L. Data hasil proses fermentasi pada kedua jenis hidrolisat
yang berbeda tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Efisiensi fermentasi, konsumsi gula, kadar etanol dan Yield Yp/s pada
hasil fermentasi dengan perbandingan kadar gula pereduksi
Konsentrasi 0Brix Konsumsi gula
Etanol
Efisiensi
Yp/s (g/g)
gula pereduksi
(g/L)
fermentasi
(%)
(g/L)
(g/L)
57,33
12,0 43,4±0,007 14,56 ± 0,006 49,80±0,256 0,34±0,002
150,46
26,0 22,51± 0,214 1,69 ± 0,002 2,20±0,007 0,08±0,06
Berdasarkan hasil penelitian ini, semakin tinggi konsentrasi gula pada
media diawal fermentasi tidak membuat gula yang terkonversi menjadi etanol
semakin tinggi, melainkan gula yang terkonversi menjadi etanol semakin rendah.
Data yang diperoleh dari hasil fermentasi hidrolisat asam K. alvarezii dengan
perlakuan perbedaan konsentrasi gula pereduksi pada media memberikan
informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi gula pada media fermentasi, maka
jumlah gula yang terkonsumsi semakin rendah, efisiensi penggunaan substrat
semakin rendah, konsentrasi sel semakin sedikit, konsentrasi etanol yang
dihasilkan semakin rendah, dan efisiensi fermentasi semakin rendah.
Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan
khamir tertentu yang dapat mengubah gula sederhana menjadi etanol melalui
tahap glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas Pathway). Secara teoritis, satu
molekul gula diubah menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2. Hal ini sesuai
dengan persamaan berikut (Judoamidjojo 1990)
C6H12O6  2 C2H5OH + 2 CO2
(gula)

(etanol)

(1)

(karbondioksida)

Dari persamaan (1) di atas dapat dijelaskan bahwa 51,1% gula diubah
menjadi etanol dan 48,9% diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi hasil ini
kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil samping (Kunkee dan
Amerine 1970). Pada penelitian ini hasil fermentasi pada hidrolisat yang
mengandung gula awal 57,33 g/L dan gula akhir 13,93 g/L diperoleh total

10
konsumsi gula sebesar 43,40 g/L dan etanol yang dihasilkan adalah 14,56±0,006
g/L atau artinya sebanyak 33,54 % substrat diubah menjadi etanol, sisanya diubah
menjadi karbondioksida dan produk samping. Produk samping yang dapat
dihasilkan adalah asam – asam organik seperti asam laktat, asam piruvat, dan
asam asetat. Sedangkan hasil fermentasi pada hidrolisat dengan kandungan gula
yang tinggi yaitu 150,46 g/L hanya sebanyak 7,50% substrat yang terkonversi
menjadi etanol.
Hasil ini berbeda dengan asumsi awal yang mengharapkan dengan
konsentrasi gula yang tinggi dapat meningkatkan perolehan jumlah etanol. Pada
penelitian ini diperoleh informasi bahwa konsentrasi gula sebesar 150,46 g/L
merupakan konsentrasi gula yang terlalu tinggi sehingga menghambat kinerja
khamir dalam proses fermentasi yang dibuktikan dengan rendahnya jumlah etanol
yang didapat pada hasil fermentasi. Menurut Roukas (1996), konsentrasi gula
yang semakin tinggi pada media fermentasi sampai konsentrasi maksimal yang
dianggap sebagai konsentrasi optimum dapat meningkatkan perolehan etanol
selama fermentasi namun konsentrasi gula yang terlalu berlebih dapat
menghambat pembentukan etanol karena akan mengurangi jumlah oksigen
terlarut pada media sehingga sel tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Dalam proses fermentasi, oksigen tetap dibutuhkan walaupun dalam jumlah
yang sedikit. S. cerevisiae membutuhkan oksigen untuk tetap tumbuh dan
menjaga konsentrasi sel tetap tinggi pada media fermentasi (Hepworth 2005).
Selain itu kadar etanol yang rendah pada hidrolisat kandungan gula tinggi juga
dapat disebabkan oleh semakin banyaknya senyawa inhibitor seperti 5hidroksimetil furfural (HMF) dan asam levulinik (AL) pada hidrolisat asam K.
alvarezii. Maharani (2011) menyatakan bahwa konsentrasi yang tinggi dari HMF
dan asam levulinik dapat menghambat produktivitas fermentasi khamir sehingga
menurunkan produksi etanol. Hal ini karena S. cerevisiae diduga menggunakan
gula sebagai sumber energi untuk menghilangkan inhibitor HMF dan AL daripada
memproduksi etanol.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Galur khamir s. cerevisiae IPBCC ALXVII dapat digunakan untuk
memproduksi bioetanol dari rumput laut K. alvarezii. Waktu optimum fermentasi
menggunakan kultur Saccharomyces cerevisiae IPBCC AL XVII adalah 144 jam
dengan nilai Yp/x = 0,46±0,049 (g/g), Yp/s = 0,30±0,007 (g/g), Yx/s =
0,65±0,067 (g/g). Semakin tinggi konsentrasi gula pereduksi pada media
hidrolisat asam K. alvarezii, konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin rendah,
efisiensi substrat semakin rendah, dan efisiensi fermentasi semakin rendah.
Konsentrasi gula sebesar 150,46 g/L dalam penelitian ini merupakan konsentrasi
gula yang terlalu tinggi sehingga menghambat kinerja khamir dalam proses
fermentasi. Kadar etanol maksimal yang didapatkan saat fermentasi menggunakan
hidrolisat kadar gula 150,46 g/L adalah 1,69 g/L sedangkan saat fermentasi

11
menggunakan hidrolisat dengan kadar gula 57,33 g/L didapatkan kadar etanol
maksimal 14,56 g/L dengan efisiensi fermentasi sebesar 49,80%.
Saran
Proses fermentasi rumput laut K.alvarezii menggunakan khamir S.
cerevisiae disarankan dilakukan pada konsentrasi gula yang tidak terlalu tinggi.
Selain itu diperlukan sistem fermentasi lain selain batch yang dapat meningkatkan
efisiensi fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official method of
analysis of The association of official analytical chemistry. Washington
DS (US): AOAC International.
Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko.
2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Hepworth M. 2005, Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit
Operation for The production of Bioethanol From Sugar Beet in the United
Kingdom, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College.
Judoamidjojo RM. 1990. Teknologi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Bioteknologi.
Karunakara S and Gurusamy R. 2011. Bioethanol production as Renewable
Biofuel from Rhodopyhtes Feedstock. International Journal of Biological
Technology. 2(2) :94 – 99.
Kunkee, R.E. and M.A. Amerine. 1970. Yeast technology: yeasts in wine-making.
In Rose. A.H and J.S. Harrison (editors). The Yeasts. London: Academic
Press.
Maharani DM. 2011. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap hidrolisat asam
ubi kayu untuk produksi bioetanol [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Meinita NDM, Kang YJ, Jeong TG, Koo MH, Park MS, Hong KY. 2011.
Bioethanol production from acid hydrolysate of the carrageenophyte
Kappaphycus alvarezii (cottonii). Journal of Applied Phycology. 24:857862.
Miller, G.I. 1959. The use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. J Anal. Chem: 31(3) : 426 – 428.
Roukas T. 1996. Continuous Ethanol Production fromNonsterilized Carob Pod
Extract by Immobilized Saccharo myces cerevisiae on Mineral Kissiris
Using A Two-reactor System, JournalApplied Biochemistry and
Biotechnology, Vol. 59, No. 3.
Rowlands RT. 2010. Industrial strain improvement: Mutagenesis and random
screening procedures. Enzym and Microbial Technology.84.

12
Setyaningsih D, Sri W, Indah K, Nely M, dan Pandit H. 2012. Acid Hydrolysis
Technique and Yeast Adaptation to Increase Red Macroalgae Bioethanol
Production. The 2nd Korea - Indonesia Workshop & International
Symposium on Bioenergy from Biomass. OP-018.
Stanbury, P.F. dan Whitaker, A. 1993. Principles of Fermentation Technology.
New York (US): Pergamon Press.
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty.
Syarfat M. 2013. Modifikasi Fermentasi Hidrolisat Asam Eucheuma cottonii
Menjadi Bioetanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan
Pachysolen Tannophilus.
Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta (ID): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan Produk
dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

13
Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat rumput laut K. alvarezii
1. Kadar Air (AOAC 1995)
Pinggan alumunium dipanaskan pada suhu 105oC, kemudian didinginkan di
dalam eksikator dan ditimbang beratnya. Lebih kurang dua gram contoh
dimasukkan di dalam pinggan alumunium dan dipanaskan di dalam oven pada
suhu 105oC selama 1 jam (pengukuran 1jam dimulai ketika suhu oven tepat 105oC
). Setelah itu pinggan cepat-cepat dimasukkan di dalam eksikator dan ditimbang
setelah mencapai suhu kamar. Pemanasan diulang hingga diperoleh berat tepat.
Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai kadar air.
Kadar air dihitung dengan rumus :

2. Serat Kasar (AOAC 1984)
Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian
ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30
menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit.
Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui
bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air
panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kemudian dikeringkan di dalam oven
bersuhu 100-110°C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam
desikator dan ditimbang.

3. Kadar abu (AOAC 1995)
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral
sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C. Penentuan
dilakukan dengan memanaskan cawan porselin di dalam tanur, didinginkan di
dalam eksikator dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar. Contoh
sekitar 2-3 gram ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pada
suhu 550°C hingga abu berwarna kelabu atau beratnya konstan, didinginkan di
dalam eksikator dan ditimbang secepatnya setelah mencapai suhu kamar. Kadar
abu dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

4. Kadar Protein (AOAC 1995)
Contoh seberat satu gram didekstruksi dengan 5 ml asam sulfat pekat
dengan katalisator CuSO4 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi dilakukan
setelah ditambahkan 5 ml air suling dan 15 ml NaOH 50%. Sebagai penampung
digunakan 25 ml asam sulfat 0,02 N dan 2-3 tetes indikator mengsel. Hasil
destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N. Prosedur blanko ditentukan seperti

14
diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Kadar protein dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

a = selisih ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi blanko dan contoh
N = Normalitas larutan NaOH
5. Kadar Lemak (AOAC 1995)
Contoh sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibuat
seperti kantong. Kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi selama 6
jam dengan menggunakan petroleum benzene. Sebelumnya labu lemak dan batu
didih dikeringkan di dalam oven 105 – 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Setelah ekstraksi cukup, pelarut dalam labu lemak
diuapkan sampai habis lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai
diperoleh berat yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut
:

a = berat contoh
c = berat labu dan batu didih setelah diekstraksi
6. Kadar Karbohidrat (by different)
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohydrate by
difference yaitu :100% - (kadar air + abu + protein +lemak). Kadar karbohidrat Nfree menunjukkan kandungan karbohidrat yang dapat dicerna dari suatu bahan
pangan.Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air+abu+protein+lemak+serat
kasar).

15

Lampiran 2 Prosedur pengujian gula pereduksi dan kadar etanol
1. Prosedur pengujian gula pereduksi metode DNS (Miller, 1959)
Prinsip ujinya adalah suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam
3,5 – dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 550 nm. Tahapan prosesnya terdiri dari penyiapan
pereaski DNS, penentuan kurva standar, dan penetapan total gula pereduksi.
Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8
g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu, ditambahkan 306 g Na – K Tartarat,
7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50 oC, dan 8,3 g Na – Metebisulfit. Larutan
ini diaduk rata. Kemudian, sebanyak 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCL 0,1 N
dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari
itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCL 0,1 N.
Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula
pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi
dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara
linier. Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai
berikut : 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian,
ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air
mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Selanjutnya,
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.
2. Prerhitungan kadar etanol dengan alat densitometer


16
Lampiran 3 Perhitungan parameter fermentasi
1. Efisiensi fermentasi (%) =

Konsentrasi etanol teoritis = So x 0,51*
Keterangan: *Nilai etanol yang terbentuk pada persamaan glikolisis
2. Efisiensi Substrat (%)
Efisiensi substrat (%) =
Keterangan:



x 100%

So = gula pereduksi awal/sebelum fermentasi (% b/v)
S = gula pereduksi setelah fermentasi (% b/v)

17
Lampiran 4 Hasil perhitungan kinetika fermentasi S. cerevisiae IPBCC ALXVII

Hasil perhitungan Yx/s (b/b), Yp/x (b/b) dan Yp/s(b/b)
Hari

Yx/s (b/b)

Yp/x (b/b)

Yp/s (b/b)

0
1
2
3
4
5
6
7

0,00±0,000
0,20±0,092
0,40±0,043
0,47±0,040
0,60±0,008
0,65±0,007
0,65±0,067
0,60±0,002

0,00±0,000
0,65±0,031
0,64±0,074
0,44±0,042
0,43±0,006
0,42±0,007
0,46±0,049
0,60±0,001

0,00±0,000
0,12±0,004
0,26±0,003
0,21±0,002
0,25±0,001
0,27±0,002
0,30±0,007
0,28±0,002

Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik dan waktu penggandaan sel
Waktu fermentasi
(jam)
0
24
48
72
96
120
144
168

Konsentrasi sel
7

(10 sel/ml)
0,400
0,700
1,325
2,100
2,975
3,375
3,425
3,200

Ln Xt –
Ln Xo
0,000
0,560
1,198
1,658
2,007
2,133
2,147
2,079

Laju pertumbuhan
spesifik (µ) (jam-1)

0,023
0,025
0,023
0,021
0,018
0,015
0,012

Waktu
penggandaan sel
(jam)
42,89
40,08
43,42
47,84
56,27
67,06
80,79

18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Delas, Bangka Belitung pada tanggal 11 Maret 1993
dari ayah Jamil dan Ibu Yati Setia. Penulis adalah putri pertama dari lima
bersaudara dengan adik Dwi Sanfarlela Jaya P, Maharani Swarajaya, Mahdini
Jaya dan M. Febri Jaya. Penulis menempuh pendidikan di SD N 11 Delas 1998 –
2004; SMP N 1 Airgegas 2004 – 2007; SMA N 2 Pangkalpinang 2007 – 2010,
dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Penulis adalah pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri
Pertanian dan Ikatan Mahasiswa Bangka. Penulis juga pernah mengikuti
kepanitiaan di Hari Warga Industri (Hagatri) tahun 2012, Agroindustrial Fair
tahun 2012 dan himalogin Techhnopreneurship Fair (Hi-TF) tahun 2013. Pada
bulan Juni – Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Duta
Putra Lexindo dengan judul Teknologi Proses Produksi dan Manajemen Jaminan
Mutu Air Minum Dalam Kemasan di PT. Duta Putra Lexindo, Bangka Belitung.