Strategi pencapaian program swasembada gula pasir di jawa tengah

STRATEGI PENCAPAIAN PROGRAM SWASEMBADA
GULA PASIR DI JAWA TENGAH

NURUL PUSPITA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pencapaian
Program Swasembada Gula Pasir di Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Nurul Puspita
NIM H44100091

ABSTRAK
NURUL PUSPITA. Strategi Pencapaian Program Swasembada Gula Pasir di Jawa
Tengah. Dibimbing oleh Adi Hadianto
Gula merupakan komoditas pangan yang sampai saat ini belum tergantikan
dengan bahan pangan lain sebagai pemanis buatan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengestimasi konsumsi dan produksi gula di Jawa Tengah dan merumuskan
alternatif strategi yang sesuai untuk mencapai target swasembada. Penelitian ini
menggunakan metode ARIMA untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang
akurat dan metode AHP untuk menentukan strategi yang tepat dan efektif. Hasil
dari penelitian ini adalah Jawa Tengah belum mampu mencapai swasembada sesuai
target 2014-2018 terkait dengan permasalahan baik dalam on-farm maupun offfarm. Kriteria yang perlu ditingkatkan adalah rendemen dan produktivitas (29,5%),
revitalisasi pabrik gula (27,1%) dan teknologi atau alat ukur rendemen (19,3%) .
Untuk mendukung tiga kriteria tersebut perlu adanya kerjasama antara pabrik gula
dan petani yaitu dalam sistem bagi hasil, kredit murah dan mudah, dan kerjasama
maupun kemitraan supaya program swasembada dapat dicapai secara

berkelanjutan.
Kata kunci: AHP, ARIMA, gula, strategi, swasembada

ABSTRACT
The Strategy to Achieve Sugar Self-Sufficiency Program in Central Java.
Supervised by Adi Hadianto.
Sugar is a food commodities that until now has not been replaced by other foodstuffs
as sweetener. The aim of this research was to estimate the consumption and
production of sugar in Central Java and to formulate the alternative strategy which
is suitable to obtain the self-sufficiency target. This research used ARIMA method
to produce an accurate short-term forecasting and AHP method to determine the
right and effective strategy. The results showed that Central Java had not been able
to reach self-suffiency as targeted 2014-1018 related to both problems, on-farm or
off-farm. The criteria that must be increased were the yield and productivity (29%),
revilatization of sugar plant (27,1%) and technology and yield measuring
instrument (19,3%). To support those three criteria, the cooperation between sugar
plant and farmer is needed. The cooperation could be in the forms of income
sharing system, cheap and easy credit, and cooperation or partherships so that the
self-sufficiency program could be obtained continously.
Keywords: AHP, ARIMA, Self-Suffiency, Strategy, Sugar


STRATEGI PENCAPAIAN PROGRAM SWASEMBADA
GULA PASIR DI JAWA TENGAH

NURUL PUSPITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala

limpahan nikmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Strategi Pencapaian Program Swasembada Gula Pasir
di Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini,
Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta
Nababan, S.Pi, M,Si selaku dosen penguji akademisi. Disamping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Dudung selaku kepala bagian arsip gula
Indonesia, Ibu Dyah selaku Kabid Pengolahan Hasil Perkebunan, Ibu Respati
selaku Kasbid SDAP Bidang Perekonomian, Bapak Masyhudi selaku Kasi Sarana
Produksi, Ibu Riskha selaku staf Budidaya Perkebunan, Bapak Yuda selaku pemilik
perkebunan tebu, Bapak Eddy selaku Dosen Universitas Diponegoro, Bapak
Sugiyanto selaku Manager PG Pakis Baru yang telah membantu memberikan
informasi terkait dengan penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada Bapak Suprijadi, Ibu Kunarni, Mas Kunto, Mbak Lina dan
seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Terakhir penulis
ucapkan terimakasih atas semangat dan dukungannya kepada Bemby, Dewi,
Agustin, Nana, Amalia, Suci, Puti, Summayah, Bintang, rekan satu bimbingan,
Organisasi Daerah IKMP, Wisma Sakinah, sahabat terdekat dan rekan-rekan ESL
47.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Nurul Puspita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
I PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................

1


1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................

8

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................

9

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................

9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................

10

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 11
2.1 Konsep Produksi ...................................................................................


11

2.2 Konsep Konsumsi .................................................................................

12

2.3 Usahatani Tebu .....................................................................................

12

2.4 Perkembangan Industri Gula di Indonesia ............................................

13

2.5 Swasembada Gula .................................................................................

14

2.6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ..............


14

2.7 Jenis Gula di Indonesia .........................................................................

15

2.8 Bongkar Ratoon ....................................................................................

16

2.9 Hablur ...................................................................................................

17

2.10 Metode ARIMA ..................................................................................

17

2.11 Analytical Hierarchy Process (AHP) .................................................


19

2.12 Penelitian Terdahulu ...........................................................................

27

III KERANGKA PEMIKIRAN........................................................................ 31
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................

31

3.1.1 Metode ARIMA .............................................................................

31

3.1.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) .............................................

33

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .........................................................


35

IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 37
4.1 Waktu dan Tempat ................................................................................

37

4.2 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................

37

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data .................................................

37

4.3.1 Metode ARIMA ............................................................................

37


4.3.2 Analitycal Hierarchy Process (AHP) ............................................

42

V MODEL ARIMA UNTUK PRODUKSI HABLUR DAN KONSUMSI
GULA RUMAH TANGGA ........................................................................ 45
5.1 Perkembangan Gula di Jawa Tengah ....................................................

45

5.2 Peramalan Produksi hablur dan Konsumsi Gula ...................................

45

5.2.1 Identifikasi Pola Data Produksi Hablur .........................................

46

5.2.2 Identifikasi Pola Data Konsumsi Gula Rumah Tangga ..................

51

5.3 Identifikasi Model Sementara 54
5.4 Uji Diagnostik untuk Evaluasi Model ..................................................

56

5.5 Peramalan Produksi Hablur dan Konsumsi Gula di Jawa Tengah ......

58

5.6 Implikasi Peramalan Terhadap Produksi dan Konsumsi Gula Rumah
Tangga di Jawa Tengah tahun 2014-2018 ............................................

58

VI STRATEGI PENCAPAIAN PROGRAM SWASEMBADA GULA PASIR
DI JAWA TENGAH ................................................................................... 61
6.1 Analisis Strategi Pencapaian Swasembada Gula Pasir di Jawa Tengah

61

6.2 Analisis Alternatif Strategi Secara Horisontal yang Mendukung dalam
Pencapaian Program Swasembada Gula Pasir di Jawa Tengah ........... 65
6.3 Analisis Alternatif Strategi Secara Vertikal atau Keseluruhan yang
Mendukung dalam Pencapaian Program Swasembada Gula Pasir di
Jawa Tengah .........................................................................................

68

VII SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 70
7.1 Simpulan ................................................................................................

70

7.2 Saran .....................................................................................................

70

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 94

DAFTAR TABEL
Nomor
1

Halaman
Data realisasi giling pabrik gula di Indonesia sd Desember 2013
(MTT 2012/2013) ..............................................................................

3

Data realisasi hasil giling pabrik gula di Jawa Tengah sd 31
Desember 2013 (MTT 2012/2013) ....................................................

7

3

Intensitas kepentingan ........................................................................

21

4

Contoh matriks untuk pembandingan berpasangan ...........................

22

5

Contoh kasus matriks sederhana untuk pembandingan berpasangan

22

6

Matriks pendapatan gabungan ...........................................................

24

7

Matriks pendapatan individu .............................................................

24

8

Nilai indeks acak matriks berorde 1 sampai dengan 15 ....................

26

9

Matriks penelitian terdahulu ..............................................................

27

10

Keuntungan dalam pemecahan persoalan dan mengambil keputusan
dengan menggunakan AHP ...............................................................

34

11

Pola ACF dan PACF pada model ARIMA ........................................

39

12

Data produksi hablur, produktivitas hablur dan rendemen di Jawa
Tengah 1993 - 2013 ........................................................................... 48

13

Perkembangan konsumsi gula pasir dalam rumah tangga di Jawa
Tengah tahun 2003 - 2013 ................................................................. 53

14

Model ARIMA (1,2,1) untuk data produksi hablur di Jawa Tengah .

57

15

Model ARIMA (2,2,1) untuk data konsumsi gula rumah tangga di
Jawa Tengah ......................................................................................

57

2

16

Hasil peramalan produksi hablur dan konsumsi gula RT dalam
bentuk Logaritma Natural (ln) ........................................................... 58

17

Hasil peramalan model ARIMA (1,2,1) untuk produksi hablur dan
ARIMA (2,2,1) untuk konsumsi gula RT ..........................................

58

Matriks bobot alternatif produk secara horisontal .............................

66

18

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1

Peta Jawa Tengah ...............................................................................

4

2

Pertumbuhan penduduk 2008 - 2012 Provinsi Jawa Tengah .............

5

3

Pertumbuhan PDRB 2008 - 2012 Provinsi Jawa Tengah ...................

5

4

Kiri (Gula Putih) dan kanan (Gula Rafinasi) ......................................

16

5

Metode peramalan Box - Jenkins ........................................................

32

6

Alur Pemikiran Operasional ...............................................................

36

7

Struktur hierarki strategi pencapaian swasembada gula pasir di Jawa
Tengah ................................................................................................ 44

8

Grafik plot data produksi hablur .........................................................

46

9

Grafik plot data konsumsi gula RT.....................................................

52

10

Plot ACF data produksi hablur ...........................................................

54

11

Plot PACF data produksi hablur .........................................................

55

12

Plot ACF data konsumsi gula RT .......................................................

55

13

Plot PACF data konsumsi RT.............................................................

56

14

Tingkat produksi dan konsumsi gula di Jawa Tengah serta hasil
peramalan tahun 2010 - 2018 .............................................................

59

Struktur hierarki model penentuan strategi pencapaian swasembada
gula pasir di Jawa Tengah ..................................................................

62

Struktur hierarki aspek prioritas pencapaian program swasembada
gula pasir di Jawa Tengah ..................................................................

67

Bobot level pertama aspek prioritas pencapaian program
swasembada gula pasir di Jawa Tengah .............................................

68

15
16
17
18

Hierarki prioritas faktor kriteria yang mendukung progam
pencapaian program swasembada gula pasir di Jawa Tengah ............ 69

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1

Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah ................................................

77

2

Produksi hablur dan konsumsi gula tahun 1993 – 2013 ....................

80

3

Nilai Logaritma Natural (ln) produksi hablur dan konsumsi gula
tahun 1993 – 2013 .............................................................................

81

Grafik plot data dan uji statistik ADF pada level untuk data ln
produksi hablur tahun 1993 – 2013 ...................................................

82

Grafik plot uji data statistik ADF pada Second Difference untuk data
ln produksi hablur tahun 1993 – 2013 ...............................................

83

6

Uji ACF data ln produksi hablur pada Second Difference ...............

84

7

Uji PACF data ln produksi hablur pada Second Difference .............

84

8

Hasil evaluasi model ARIMA terbaik untuk produksi hablur ..........

85

9

Hasil peramalan produksi hablur tahun 2014 - 2018 dalam bentuk
Logaritma Natural (ln) ...................................................................... 85

10

Grafik plot data dan uji statistik ADF pada level untuk data ln
konsumsi gula tahun 1993 - 2013 ..................................................... 86

11

Grafik plot data uji statistik ADF pada Second Difference untuk data
ln konsumsi gula tahun 1993 - 2013 .................................................

87

12

Uji ACF data ln konsumsi gula pada Second Difference .................

88

13

Uji PACF data ln konsumsi gula pada Second Difference ...............

88

14

Hasil evaluasi model ARIMA terbaik untuk konsumsi gula rumah
tangga ...............................................................................................

89

4
5

15

Hasil peramalan konsumsi gula tahun 2014 - 2018 dalam bentuk
Logaritma Natural (ln) ...................................................................... 89

16

Matriks bobot alternatif produk secara hoisontal .............................

90

17

Struktur hierarki penentuan prioritas produk ....................................

91

18

Kebijakan umum dan program pembangunan dalam Misi 2 point 3
pada RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 - 2018 ..................

92

96

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman asli tropika
basah. Gula merupakan komoditas pangan yang sampai saat ini belum tergantikan
dengan bahan pangan lainnya sebagai pemanis buatan. Gula merupakan komoditas
pangan yang saat ini mempunyai prospek yang tinggi untuk pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Rata-rata penduduk di Indonesia mengkonsumsi gula
sebanyak 12-18 kg per tahun (Departemen Pertanian 2009).
Menurut Sugiyanto (2007), konsumsi gula oleh rumah tangga dapat
dibedakan atas konsumsi langsung dan konsumsi tidak langsung. Konsumsi gula
secara langsung adalah konsumsi gula oleh rumah tangga dalam wujud aslinya guna
dijadikan makanan dan minuman, sedangkan konsumsi gula secara tidak langsung
adalah gula oleh rumah tangga melalui makanan dan minuman yang mengandung
gula. Penggunaan gula pasir oleh industri meningkat lebih cepat dibandingkan
dengan konsumsi langsung oleh rumah tangga. Selain karena dorongan kenaikan
pendapatan, permintaan gula terus meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk.
Diberlakukannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1996 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, semakin memberikan tekanan terhadap industri gula nasional
dimana petani bebas dalam mengusahakan lahannya. Pabrik gula di Indonesia
mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan bahan baku gula sehingga
mengakibatkan industri gula tidak efisien. Inefisiensi menyebabkan petani beralih
dari usahatani tebu ke usahatani lainnya khususnya padi, yang selanjutnya semakin
memperburuk masalah kelangkaan bahan baku dan inefisiensi pabrik gula di
Indonesia. Pada umumnya, petani mengusahakan lahan berdasarkan rasional
ekonomi dan prioritas yang lebih cepat mengembalikan modal dan keuntungan. Hal
ini mendorong konversi lahan tebu terjadi, bahan baku tebu yang berkurang
berdampak pada produksi tebu di Indonesia.
Perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peranan penting industri gula
Indonesia. Produksi tebu semakin menurun akibat lahan yang semakin berkurang,
teknologi kurang memadai dan juga distribusi yang kurang baik sedangkan
penduduk Indonesia semakin meningkat. Berkembangnya industri makanan dan

2

minuman mendorong pemerintah Indonesia untuk mengimpor gula dari negara lain.
Untuk menekan impor gula tersebut, pemerintah Indonesia mencanangkan
swasembada gula pada tahun 2014.
Menurut Hakim (2010), untuk mencapai swasembada gula ini perlu
perubahan kebijakan yang mendasar. Tebu merupakan salah satu makanan pokok,
tetapi kurang mendapat perhatian sehingga pengembangannya tidak banyak.
Pengembangan yang dilakukan diantaranya harus didukung dengan teknologi
seperti irigasi, high density planting, pemupukan dengan harapan produktivitas gula
dan tebu di Indonesia akan meningkat.
Dilihat dari sisi Sumberdaya Alam (SDA) dan iklim, Indonesia memiliki
keunggulan komparatif sebagai produsen tebu, karena tebu merupakan tanaman
tropis yang secara alamiah tumbuh meluas dan subur di daerah tropis. Hal ini
terlihat dari berkembangnya perkebunan tebu yang tumbuh sejak 1940an di daerah
pesisir utara dari Cirebon hingga Semarang di sebelah selatan Gunung Muria
hingga Juwana, Madiun, Kediri, Besuki, disepanjang Probolinggo hingga Malang,
dan dari Surabaya barat daya sampai ke Jombang. Perkembangan industri gula
memberikan keuntungan yang besar bagi pemiliknya dan memberikan pajak untuk
pemerintah. Berkat keuntungan dari perdagangan gula, beberapa kota di Pulau Jawa
bekembang pesat, seperti Semarang dan Surabaya dan kota-kota lainnya.
Pengolahan tebu di Indonesia menghasilkan gula pasir sebagai produksi utama dan
beberapa hasil pengolahan (Tambunan 2003).
Meningkatnya permintaan gula dalam kehidupan manusia baik digunakan
untuk industri maupun konsumsi langsung, Direktorat Jendral Perkebunan
menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Pemantapan Kegiatan Pengembangan Tebu
Tahun 2013 dalam Pencapaian Swasembada Gula tahun 2014 yang dihadiri 11
provinsi pengembangan tebu termasuk Jawa Tengah. Dalam pertemuan ini
membahas pengembangan tebu yang berkaitan dengan kegiatan perluasan dan
bongkar ratoon yang perlu disesuaikan dengan potensi masing-masing provinsi.
Swasembada gula ini perlu sistem pengendalian intern yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja, transparasi, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan
pengamanan asset negara. Fokus kegiatan pada rencana pengembangan tebu tahun
2013 meliputi: bongkar ratoon, pemberdayaan atau pelatihan petani, panataan

3

varietas, operasional TKP (Tenaga Kontrak Pendamping) /PLP-TKP (Pembantu
Lapang Petugas – Tenaga Kontrak Pendamping), serta persiapan, pengawalan dan
pendampingan.
Tabel 1 Data realisasi giling pabrik gula di Indonesia sd Desember 2013 (MTT
2012/2013)
Perusahaan/
pabrik gula

Luas
Tanaman
(ha)

Jumlah Tebu
ton/
(ton)
ha

Jumlah Hablur
ton/
(ton)
ha

Jawa Barat
Jumlah
23.504,8
1.566.479,3
99.262,0
Rata - rata
66,6
Jawa Tengah
Jumlah
57.475,1
3.971.161,5
236.834,6
Rata - rata
69,1
D.I. Yogyakarta
Jumlah
7.351,7
564.047,0
35.929,8
Rata - rata
76,7
Jawa Timur
Jumlah
215.031,9 17.496.446,9
1.241.958,6
Rata - rata
81,4
Sumatera Utara
Jumlah
9.535,1
573..877,5
37.347,0
Rata – rata
60,2
Sumatera
Selatan
Jumlah
21.593,2
1.359.108,6
95.477,7
Rata - rata
62,9
Lampung
Jumlah
116.197,7
9.043.322,0
744.911,4
Rata - rata
77,8
Sulawesi Selatan
Jumlah
11.744,6
489.791,7
31.377,1
Rata - rata
41,7
Gorontalo
Jumlah
6.749,0
461.835,0
27.926,0
Rata - rata
71,6
Sumber : Perusahan – perusahaan Gula diolah Set.DGI (2014)

Rendemen (%)

4.22

6.34

4,12

5,96

4,89

6,37

5,78

7,10

3,92

6,51

4,42

7,03

6,41

8,24

2,67

6,41

4,98

6,41

Dari Tabel 1, Jawa Tengah menempati posisi ketiga dari seluruh Pabrik
Gula (PG) seluruh Indonesia. Posisi pertama yaitu Jawa Timur dengan luas lahan
tebu sebesar 215.031,9 ha, kedua Lampung dengan luas lahan tebu sebesar
116.197,7 ha dan ketiga Jawa Tengah dengan luas lahan tebu sebesar 23.504,8 ha.
Selain itu, Jawa Tengah memiliki kekayaan sumberdaya alam yang bervariasi dan
sangat banyak. Sumberdaya ini baik berasal dari pertanian, perikanan, peternakan,
maupun kehutanannya. Potensi infrastruktur yang memadai juga merupakan salah

4

satu keunggulan dalam percepatan pembangunan yang dilakukan oleh Provinsi
Jawa Tengah. Industri yang beragam dan berkembang adalah salah satu
penyumbang perekonomian yang tertinggi di Jawa Tengah, termasuk industri
makanan dan minuman yang menggunakan bahan dasar gula.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2013)

Gambar 1 Peta Jawa Tengah
Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota yaitu Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Blora,
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Demak,
Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus, Kabupaten
Klaten, Kabupaten Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten
Pemalang, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Rembang,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Tegal,
Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Wonosobo,

Kota

Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Tegal. Jumlah
penduduk Jawa Tengah pada tahun 2012 berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk
(SP) 2010 sebanyak 33.270.207 jiwa atau sekitar 13,52 % dari jumlah penduduk
Indonesia. Sehingga petumbuhan penduduk di Jawa Tengah ini berpengaruh
dengan meningkatnya penduduk terhadap konsumsi gula di Jawa Tengah.

5

Pertumbuhan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun
2008-2012 pada Gambar 2.
33400000
33270207

Jumlah (orang)

33200000
33000000
32800000
32626390

32600000

32684563

32400000

32643612
32382657

32200000
32000000
31800000
2008

2009

2010

2011

2012

Tahun
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2013)

Gambar 2 Pertumbuhan penduduk 2008 - 2012 Provinsi Jawa Tengah
Terlihat pada Gambar 2 laju pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah
terjadi peningkatan, meskipun pada tahun 2010 pertumbuhan menurun yaitu
32.382.657 jiwa dan pada tahun 2012 meningkat sebesar 33.270.207 jiwa. Gambar
tersebut memperlihatkan bahwa penduduk Jawa Tengah sangat berkembang pesat,
sehingga berbanding lurus dengan permintaan gula yang semakin meningkat.
Pada aspek kesejahteraan masyarakat pertumbuhan PDRB selama kurun
waktu 2008-2012 ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
meningkat meskipun secara perlahan, yaitu sebesar 5,61% pada tahun 2008 menjadi
6,34% pada tahun 2012, terlihat pada Gambar 3.

Pertumbuhan PDRB (%)

7
6

5.84

5.61

6.34

6.03

5.14

5
4
3
2
1
0
2008

2009

2010

2011

2012

Tahun
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2013)

Gambar 3 Pertumbuhan PDRB 2008 - 2012 Provinsi Jawa Tengah

6

Pada Gambar 3, potensi Jawa Tengah yang begitu besar baik sumberdaya
alam, sektor perekonomian, infrastuktur, industri, luas wilayah yang cukup besar
yaitu 3.254.412 ha atau 25,04% dari luas Pulau Jawa. Sehingga berbagai potensi
tersebut sangat mendukung program pemerintah mengenai swasembada gula.
Gula yang erat dikenal dengan tanaman tebu pertumbuhannya cocok di
daerah tropis. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mengupayakan peningkatan
areal tanaman tebu di Jawa Tengah, sehingga mampu memenuhi kapasitas seluruh
industri gula di Jawa Tengah. Peningkatan areal ini harus ditunjang dari berbagai
aspek baik kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM), teknologi, sarana prasarana,
bibit tanaman dan lain-lain.
Perkebunan tebu di wilayah Jawa Tengah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
(1) wilayah Pantura Barat (Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes), pengelolaan
kebun oleh Pabrik Gula (PG) pada tanaman pertama, kemudian keprasannya
dilanjutkan oleh petani, serta (2) wilayah Pantura Selatan dan Timur (Sragen,
Tasikmadu, Klaten, Rembang, Pati, Kudus), pengelolaan kebun oleh rakyat. Saat
ini, wilayah Jawa Tengah memiliki 11 PG, 8 Pabrik Gula (PG) merupakan milik
pemerintah dan 3 Pabrik Gula (PG) merupakan milik swasta.
Swasembada gula ini penting karena bisa menekan impor gula dari luar
negeri, dapat memenuhi kebutuhan konsumsi langsung maupun industri makanan
dan

minuman,

meningkatkan

kesejahteraan

petani/produsen

stakeholder,

memperluas kesempatan kerja dan peluang usaha sehingga secara nyata berdampak
positif terhadap pemberantasan kemiskinan.
Program pemerintah mengenai swasembada gula sangat didukung, terlihat
dari Surat Edaran Gubernur Nomor 525/01568, tanggal 30 Januari 2012, tentang
Pengembangan Tebu Rakyat Musim Tanam tahun 2012/2013 di Jawa Tengah.
Diharapkan, seluruh bupati/walikota se-Jawa Tengah segera menjabarkan Surat
Edaran Gubernur, melalui Surat Edaran Bupati/Walikota yang merinci dan
menjabarkan rencana pengembangan areal tebu tersebut hingga ke tingkat
lapangan.
Swasembada ini tidak terlepas dari campur tangan seluruh pabrik gula yang
berada di Provinsi Jawa Tengah. 11 pabrik gula di Jawa Tengah ini berbeda dari

7

pabrik gula lainnya di Jawa Tegah dari segi kemampuan, teknologi dan kapasitas.
Berikut daftar pabrik gula yang ada di Jawa Tengah pada Tabel 2.
Tabel 2 Data realisasi hasil giling pabrik gula di Jawa Tengah sd 31 Desember 2013
(MTT 2012/2013)
Perusahaan/ pabrik
gula
PTPN IX Persero
PG Jatibarang
PG Bangka
PG Sumberharjo
PG Sragi
PG Rendeng
PG Mojo
PG Tasikmadu
PG Gondang
Baru
PT RNI
PG Trangkil
PT IGN
PG Pakis Baru
Jumlah
Rata - rata

Luas
Tanaman (ha)

Jumlah Tebu
(ton)
ton/ha

Jumlah Hablur
(ton)
ton/ha

Rendemen
(%)

3.304,2
3.539,3
2.351,6
5.366,0
4.689,8
5.308,2
6.965,9
2.466,4

208.090,1
240.949,3
179.806,3
401.457,9
312.075,4
354.375,1
460.319,5
155.892,4

63,0
68,1
76,5
74,8
66,5
66,8
66,1
63,2

11.582,1
13.823,4
9.676,8
22.062,5
18.291,4
20.884,4
28.910,5
9.361,3

3,5
3,9
4,1
4,1
3,9
3,9
4,1
3,8

5,6
5,7
5,4
5,5
5,9
5,9
6,3
6,0

14.149,8
2.368,0
6.965,9
57.475,1

1.053.189,0
167.638,3
437.368,2
3.971.162,0

74,4
70,8
62,8

63.247,0
11.836,0
27.159,3
236.835,0

4,5
5,0
3,9

6,0
7,0
6,2

4,1

5,9

69,0

Sumber : Perusahaan-perusahaan Gula diolah Set.DGI (2014)

Tabel 2 menunjukkan realisasi hasil giling pada tiap-tiap pabrik pada
tahun 2013. Dari data diatas menunjukkan luas areal tebu mencapai 57.475,1 ha,
jumlah tebu 3.971.162,0 ton, rata –rata produktivitas tebu 69,0 ton/ha, jumlah
hablur 236.835,0 ton, rata – rata produktivitas hablur 4,1 dan rendemen 5,9 % dari
total keseluruhan pabrik yang terdiri dari 8 Pabrik Gula (PG) milik pemerintah dan
3 Pabrik Gula (PG) milik swasta.
Untuk menghindari adanya impor gula di Jawa Tengah, Dinas Perkebunan
Jawa Tengah melakukan upaya swasembada gula Jawa Tengah 2013, sekaligus
mendukung swasembada gula nasional 2014. Swasembada gula artinya
tercukupinya gula berbasis tebu, minimal 90 persen dari kebutuhan konsumsi
seluruh masyarakat Jawa Tengah (Dinas Perkebunan 2012). Menurut BPS Jawa
Tengah diasumsikan penduduk Jawa Tengah pada Tahun 2014 diprediksi 34 juta
jiwa, dengan konsumsi gula pertahun 12 kg (sesuai standar nasional), maka
kebutuhan gula di Jawa Tengah diperkirakan sebanyak 90% x 12 kg x 34.000.000
= 367.200.000 kg dibulatkan menjadi 368.000 ton. Kebutuhan ideal lahan tebu di

8

Jawa Tengah adalah untuk mendukung percepatan swasembada gula dengan cepat,
seiring dengan HPP gula yang mengalami kenaikan.
1.2 Perumusan Masalah
Permintaan gula secara nasional diperkirakan meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan
industri makanan dan minuman yang berbahan dasar gula. Tetapi untuk mencukupi
permintaan gula terdapat berbagai permasalahan yang perlu diatasi.
Permasalahan umum yang dihadapi industri gula meliputi on-farm dan offfarm. Disisi on-farm masalah yang cukup menonjol rendahnya produktivitas gula
yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/ha, disamping itu masalah ketersediaan
lahan di Jawa yang tergeser oleh komoditi lain dan alih fungsi (Kementrian
Pertanian 2012). Begitu juga disisi off-farm dengan bertambahnya umur pabrik
maka tingkat efisiensi mengalami penurunan sehingga memerlukan revitalisasi
pabrik gula atau peningkatan teknologi yang terkendala dengan terbatasnya
ketersediaan dana investasi untuk industri gula tersebut.
Upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tebu telah dilakukan
oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah namun dalam pelaksanaannya belum sesuai
dengan yang diharapkan. Di sisi on-farm terdapat kesulitan dalam pengembangan
areal baru dan mempertahankan lahan yang sudah ada, kurangnya sarana irigasi,
terbatasnya pemodalan bagi produsen/petani sehingga mereka belum secara
optimal dalam memanfaatkan teknologi, ketersediaan bibit dan pupuk yang harga
dan mutunya belum terjamin. Di sisi off-farm tingkat efisiensi pabrik di Jawa
Tengah masih dibawah standar karena terdapat pabrik peninggalan Belanda yang
masih belum direvitalisasi, biaya produksi yang tinggi dan kualitas gula relatif
rendah.
Banyak kendala dalam melaksanakan program swasembada gula tersebut.
Areal lahan tebu semakin menurun dan teknologi pabrik yang kurang memadai.
Masalah sistem distribusi setelah panen tebu salah satunya yaitu waktu
penggilingan tebu harus dilaksanakan secepatnya setelah panen. Hal ini
dikarenakan jika terlalu lama terkena sinar matahari langsung, berpengaruh
terhadap berkurangnya rendemen pada tebu. Pengetahuan petani kurang dalam

9

sistem panen, petani seharusnya memanen tebu sesuai dengan waktu tanam.
Namun, kebanyakan petani memanen tebu menunggu sampai bulan Mei karena
pada bulan tersebut merupakan bulan terpanas dan waktu yang paling tepat untuk
memanen tebu. Panas yang baik bisa membuat rendemen tebu semakin meningkat,
tetapi sebenarnya anggapan seperti itu salah. Tebu yang dipanen tidak sesuai
dengan masa tanamnya akan cenderung memiliki batang kecil dan bobot timbang
sedikit walaupun rendemen tinggi. Sistem distribusi dan pengetahuan inilah yang
selama ini salah dalam industri pergulaan Indonesia. Sering terjadi penumpukan
tebu di bulan Mei, mengakibatkan tebu yang seharusnya memiliki kualitas bagus
akan berkurang rendemennya. Antrian masuk truk ke dalam pabrik membuat
kemacetan disekitar tempat tersebut. Terlebih lagi kapasitas mesin sebuah pabrik
berbeda-beda dan apabila terjadi penumpukan tebu kerusakan mesin akan sering
terjadi sehingga menyebabkan inefisiensi dalam produksi gula. Program
swasembada merupakan salah satu pemecahan masalah diatas. Dari permasalahan
diatas muncul pertanyaan penelitian, yaitu :
1. Bagaimana tercapainya peramalan produksi dan konsumsi gula pasir pada
program pemerintah Jawa Tengah mengenai Swasembada?
2. Bagaimana alternatif strategi untuk mencapai target swasembada?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan permasalahan diatas maka tujuan yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengestimasi produksi dan konsumsi gula pasir untuk menilai target
pencapaian swasembada gula pasir Jawa Tengah
2. Merumuskan alternatif strategi untuk swasembada gula pasir.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Bagi

peneliti

penelitian

ini

diharapkan

mampu

bermanfaat

dalam

pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam strategi
pencapaian swasembada gula Jawa Tengah.

10

3. Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai strategi yang tepat untuk mendukung target pencapaian sesuai
RPJMD tahun 2014-2018.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peramalan konsumsi dan
produksi gula untuk mencapai target swasembada tahun 2014-2018, data yang
dibutuhkan berupa data produksi hablur dan konsumsi gula Rumah Tangga (RT)
pada 8 Pabrik Gula (PG) milik pemerintah dan 3 Pabrik Gula (PG) milik swasta
yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan pada penelitian ini
mulai tahun 1993-2013 melalui data sekunder. Dalam hal mencapai swasembada
tersebut terdapat beberapa kriteria dan alternatif strategi yang mendukung.

11

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Produksi
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara tingkat produksi
maksimum yang dapat dihasilkan oleh setiap alternatif kombinasi input yang
spesifik berdasarkan pemakaian teknologi tertentu yang tidak berubah. Model
hubungan antara input dan output adalah formulasi fungsi produksi dari bentuk q =
f (K, L, M…), dimana Q merupakan barang keluaran yang mempunyai nilai tambah
(value added), K mewakili model dalam kurun waktu tertentu, L mewakili jam
masukan tenaga kerja, dan M mewakili penggunaan bahan baku. Menurut
Nicholson (1990) produktivitas fisik marginal dari suatu masukan adalah keluaran
tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari
masukan tersebut sambil mempertahankan masukan tetap konstan.
Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan
produksi. Masukan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal, dan iklim yang
mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua masukan yang
dipakai untuk analisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan
itu terhadap produksi. Jika fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan
biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi
masukan yang terbaik. Namun biasanya petani sukar melakukan kombinasi ini,
menurut Soekartawi (1990) karena :
1. Adanya ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman
2. Data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak
benar.
3. Pendugaan fungsi produksi tidak hanya diartikan sebagai gambaran rata-rata
suatu pengamatan.
4. Data harga dan biaya dikorbankan mungkin tidak dilakukan secara pasti
5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat khusus.
Oleh karena itu keputusan penggunaan faktor produksi, baik dalam
kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi
ditentukan oleh petani. Dalam suatu penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif
kurang dapat dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat.

12

Bentuk persamaan matematis dari fungsi produksi pada dasarnya
merupakan abstraksi dari proses produksi yang disederhanakan, sebab dengan
melakukan penyederhanaan kejadian-kejadian atau gejala-gejala alam yang
sesungguhnya begitu kompleks dapat digambarkan tingkah lakunya. Dari fungsi
produksi dapat dilihat hubungan teknis antara faktor produksi dengan produksinya,
serta satu gambaran dari semua metode produksi yang efisien.
2.2 Konsep Konsumsi
Konsumsi merupakan suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu
produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Kegiatan konsumsi
merupakan tindakan pemuasan atas berbagai jenis tuntutan kebutuhan manusia.
Untuk menganalisis konsumsi dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu pendekatan kardinal dan ordinal. Pendekatan kardinal
menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal, keputusan untuk
mengkonsumsi suatu barang berdasarkan perbandingan antara manfaat yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan pendekatan ordinal,
kegunaannya tidak bisa dihitung melainkan dengan menggunakan kurva yang
disebut kurva indeferens dimana kurva ini menggambarkan tingkat kepuasan dua
barang (jasa) yang disukai konsumen. Semakin tinggi kurva indiferens semakin
tinggi pula tingkat kepuasan konsumen (Manarung 2004).
2.3 Usahatani Tebu
Menurut Malian (2002), usahatani tebu di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur diusahakan dengan tiga pola yaitu: kredit, swadana dan sinergi sewa lahan
oleh Pabrik Gula (PG). Pertanaman tebu dilahan sawah umumnya dilakukan dengan
pola kredit, baik secara kolektif maupun koorperatif, dengan luas hamparan
berkisar antara 25-50 ha. Apabila dikaji secara seksama, kelompok kolektif
hanyalah pengelompokan lahan untuk ditanami tebu, bukan kelompok dari orang
yang bertanam tebu. Pengelolaan secara penuh ditangani oleh ketua kelompok
TRIK (Tebu Rakyat Intensifikasi dengan Kredit). Sedangkan kelompok koorperatif
merupakan kelompok petani peserta program TRIK, tetapi pengelolaannya
dilakukan secara individual. Pada usahatani kolektif petani tidak dapat mengontrol
biaya usahatani, berbeda dengan usahatani koorperatif dimana pengelolaan

13

usahatani dilakukan sendiri sehingga petani langsung dapat mengendalikan biaya
usahatani. Sedangkan petani swadana, memiliki karakteristik usahatani yang lebih
luas, pengelolaan usahatani yang lebih intensif, motivasi yang tinggi untuk
mendapatkan keuntungan sehingga memiliki bergaining position yang lebih kuat
pada pemasaran tebu dalam hal memilih PG yang memiliki kinerja lebih baik
(Malian 1999). Pola sewa lahan oleh PG terbatas hanya pada lahan-lahan bengkok
atau lungguh pada pamong desa, serta pada areal tanaman pangan yang sering
mengalami kegagalan panen akibat hama.
2.4 Perkembangan Industri Gula di Indonesia
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), tipe
pengusahaan tanaman tebu terbagi dalam dua tipe yaitu: 1) kebun tebu dikelola
dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan dimana Pabrik Gula
(PG) sekaligus lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk penanaman tebunya, dan 2)
tanaman tebu dikelola oleh rakyat. Pada umumnya, petani merupakan pemasok
bahan baku tebu sedangkan Pabrik Gula (PG) lebih berkonsentrasi pada
pengelolaan. Sistem bagi hasil yang diterapkan adalah sekitar 66% dari produksi
gula untuk petani dan 34% untuk Pabrik Gula (PG).
Industri gula merupakan suatu proses yang mencakup dua kegiatan pokok,
yaitu usaha penanaman tebu dan usaha memperoleh gula kristal dari bahan baku
tebu (Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula 1981). Usaha penanaman
tebu merupakan suatu penerapan teknologi budidaya, yaitu melakukan penanaman
tebu pada lahan yang sesuai dengan input sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh
hasil tebu dengan kualitas yang cocok untuk diolah menjadi gula serta dengan
kualitas secara ekonomi dapat bersaing dengan usaha tanaman lain pada lahan yang
sama. Usaha pengelolaan tebu menjadi gula merupakan penerapan teknologi maju
yang cukup rumit berupa perpaduan teknologi fisikawi dan kimiawi. Sifat-sifat
industri gula tersebut menerangkan bahwa pada masa sebelum perang, industri
gula hanya ditangani oleh perusahaan-perusahaan besar baik dalam usaha
penanaman tebu maupun dalam usaha pengelolaannya.
Husodo (2000) menyebutkan bahwa secara umum kondisi pergulaan
nasional memilii tiga persoalan utama. Pertama, rendahnya harga gula dipasaran

14

dunia. Kedua, produktivitas pabrik gula rendah dan banyak yang tidak efisien.
Ketiga, perkembangan industri gula nasional terus merosot. Selanjutnya, Husodo
(2000) juga menyatakan bahwa persoalan makro pergulaan nasional adalah 1) yang
wajar bagi produsen tanpa memberatkan konsumen, dan 2) dalam jangka panjang:
bagaimana meningkatkan efisiensi dan produktivitas pergulaan nasional, dan
mengarah pada swasembada dan ekspor.
Pulau Jawa memegang peranan penting dalam menunjang industri gula
nasional. Dilihat dari jumlah pabrik gula secara nasional, sekitar 80% pabrik gula
berada di Pulau Jawa dan dari total produksi gula nasional, sekitar 60% dihasilkan
di Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sebagian besar produksi gula (sekitar 80%) dihasilkan
oleh petani tebu. Petani tebu sebagian mengusahakan tanaman tebu di lahan sawah
dan sebagian lahan kering. Namun, pertanaman tebu di lahan sawah semakin tidak
mampu bersaing dengan komoditas lain terutama padi.
2.5 Swasembada Gula
Swasembada gula adalah suatu keadaan tercukupinya kebutuhan konsumsi
gula dalam negeri oleh produksi gula nasional (Dinas Perkebunan 2012).
Pemerintah berupaya untuk mewujudkan swasembada gula di Indonesia yang akan
ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap jangka pendek (sampai dengan 2009),
pencapaian swsembada ditujukan untuk memenuhi konsumsi langsung rumah
tangga (swasembada gula konsumsi), sedangkan kebutuhan gula industri
sepenuhnya dipasok dari gula impor, 2) tahap jangka menengah (2010-2014), pada
tahap ini produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam
negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri, dan sekaligus dapat
menutup neraca perdagangan gula nasional (swasembada gula nasional, dan 3)
tahap jangka panjang (swasembada gula berdaya saing) mulai tahun 2015 sampai
dengan 2025, difokuskan pada modernisasi industri berbasis tebu melalui
pengembangan industri Produk Pendamping Gula Tebu (PPGT) yang memiliki
nilai tambah (Kementrian Pertanian 2012).
2.6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Perencanaan pembangunan daerah merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan dan memberdayakan kapasitas masyarakat dan potensi yang dimiliki

15

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gubernur yang menjabat di
Jawa Tengah berkewajiban untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD merupakan penjabaran visi, misi, dan
program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana
Pembanguan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Surat Edaran Gubernur merupakan salah satu Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah tahun 2014-2018. Perencanaan
pembangunan daerah merupakan upaya dalam memberdayakan dan meningkatkan
kapasitas masyarakat

dan potensi yang dimiliki daerah dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya RPJMD menjadi pedoman dalam
penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD),
yang dijabarkan menjadi kebijakan, program strategis dan operasional dalam
rangka menangani isu strategis dan peningkatan pelayanan publik untuk jangka 5
tahun termasuk Surat Edaran Gubernur dalam mencapai swasembada gula yang
mencakup produksi hablur dan konsumsi gula rumah tangga.
2.7 Jenis Gula di Indonesia
Gula di Indonesia terdiri dari tiga jenis ( GKM, GKR dan GKP). Gula ini
dilihat dari keputihannya melalui standar ICUMSA (International Commision For
Uniform Methods of Sugar Analysis). ICUMSA merupakan lembaga yang dibentuk
untuk menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggota lebih dari 30 negara.
Warna gula ICUMSA telah membuat rating atau grade kualitas warna gula. Sistem
rating berdasarkan warna gula yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya
kotoran dalam gula tersebut.
1. Raw Sugar (Gula Kristal mentah)
Raw Sugar adalah gula mentah berwarna kecoklatan dengan bahan baku
tebu. Memiliki nilai ICUMSA sekitar 600 -1200 IU5. Gula ini adalah produksi gula
setengah jadi dari pabrik – pabrik yang tidak mempunyai unit pemutihan, biasanya
jenis gula ini banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih
maupun gula rafinasi.

16

2. Refined Sugar (Gula Kristal Rafinasi)
Refined Sugar merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau
raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat secara langsung dikonsumsi
manusia sebelum diproses lebih lanjut. Gula rafinasi memiliki standar mutu khusus
yaitu mutu 1 memiliki nilai ICUMSA < 45 dan mutu 2 memiliki nila ICUMSA 46
– 806. Gula rafinasi inilah yang digunakan untuk bahan baku industri makanan dan
minuman.
3. White Sugar (Gula Kristal Putih)
Gula Kristal putih memiliki ICUMSA antara 250 -450 IU. Departemen
Perindustrian mengelompokkan gula Kristal putih menjadi tiga bagian yaitu Gula
Kristal Putih 1 (GKP 1) dengan nilai ICUMSA 250, Gula Kristal Putih 2 (GKP 2)
dengan nilai ICUMSA 250 – 350 dan Gula Kristal Putih 3 (GKP 3) dengan nilai
ICUMSA 350 -4507. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna
gula tersebut dan rasanya semakin manis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk
rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik – pabrik gula didekat perkebunan tebu
dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan.

Sumber : agrirafinasi.org

Gambar 4 Kiri (Gula Putih) dan kanan (Gula Rafinasi)
2.8 Bongkar Ratoon
Bongkar ratoon adalah mengganti tanaman tebu lama yang sudah dikepras
minimal 3 kali (setelah R3) dengan tanaman baru menggunakan varietas unggul
yang telah direkomendasikan. Tanaman tebu mempunyai spesifikasi tersendiri
dibanding dengan tanaman semusim lainnya. Spesifikasi tersebut terletak pada

17

tanaman tahun pertama (PC/Plane Cane), setelah tanaman pertama panen/sistem
kepras pada pangkal batang menjadi tanaman tahun ke dua (R1/Ratoon 1).
Tanaman tahun kedua dipanen/dikepras menjadi tanaman ke tiga (R2/Ratoon 2),
demikian seterusnya sampai tanaman tersebut dibongkar dan kembali pada tanaman
pertama atau Plane Cane . Tanaman tebu pengganti merupakan varietas tebu yang
bersertifikat dan direkomendasikan oleh P3GI. Penanaman varietas unggul tersebut
diikuti dengan pengairan dan rasionalisasi pemupukan. Dengan cara demikian
diharapkan tanaman tebu memiliki produktivitas yang tinggi (Nastiti 2009).
2.9 Hablur
Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula,
pembentukan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman. Pabrik gula
sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari
batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal. Hablur yang dihasilkan
mencerminkan dengan rendemen tebu. Dalam prosesnya rendemen yang dihasilkan
dipengaruhi oleh proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen
tinggi, tanaman tebu harus merupakan varietas yang unggul. Namun sebaik apapun
tebu yang ditanam, jika pabrik dalam pengolahannya tidak baik maka hablur yang
didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang.
2.10 Metode ARIMA
Metode peramalan Box-Jenkins adalah suatu metode yang tepat untuk
menangani atau mengatasi kerumitan deret waktu dan situasi dibanding peramalan
lainnya (Assuari 1984). Box-Jenkins merupakan metode peramalan yang berbeda
dengan metode-metode lainnya, karena model ini mengasumsikan pola variasi data
historis deret yang diramalkan. Model ini sangat cocok untuk residual yang kecil.
Jika model yang diterapkan kurang memuaskan, prosesnya diulangi menggunakan
model baru yang dirancang untuk memperbaikinya dan hingga model yang didapat
memuaskan (Hanke 2005).
ARIMA atau model Box-Jenkins memfokuskan pada kombinasi prinsipprinsip regresi dan pemulusan (smoothing). Model ARIMA merupakan gabungan
model AR (p) dan MA (q). ARIMA sangat bermanfaat untuk peramalan jangka
pendek. ARIMA menggunakan informasi dari deret waktu (time series) sendiri

18

untuk melakukan forecast. Model ARIMA berbeda dengan model regresi biasa
dalam melakukan forecasting, dengan model regresi biasa dibutuhkan peramalan
mengenai independen variabel. ARIMA sangat bermanfaat dalam peramalan
jangka pendek. Dalam ARIMA diperlukan kestasioneran data yang dimodelkan
dalam deret waktu. Deret waktu dikatakan stasioner apabila pola data konstan dari
waktu ke waktu. Data yang tidak stasioner pada nilai tengah dapat diatasi dengan
diferensiasi derajat (d) pertama dan kedua dan pada derajat keberapa data tersebut
mencapai kestasioneran. Sedangkan data yang tidak stasioner dapat diatasi dengan
transformasi.
Tahapan dalam ARIMA
Ada beberapa tahapan dalam model ARIMA:
1. Identifikasi dari model
a. Identifikasi dari kestasioneran data
b. Identifikasi ordo ARIMA
2. Estimasi parameter dari model yang telah dipilih sesuai hasil identifikasi
3. Diagnostic checking dan pemilihan model yang terbaik, berdasarkan
kriteria:
a. Memiliki koefisien ya