Uji keamanan lingkungan vaksin DNA anti-KHV: uji in vivo dengan bakteri Aeromonas hydrophila pada periode interaksi berbeda

UJI KEAMANAN LINGKUNGAN VAKSIN DNA ANTI-KHV:
UJI IN VIVO DENGAN BAKTERI Aeromonas hydrophila
PADA PERIODE INTERAKSI BERBEDA

SEPRIADI YUSRA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Keamanan
Lingkungan Vaksin DNA Anti-KHV: Uji In Vivo dengan Bakteri Aeromonas
hydrophila pada Periode Interaksi Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Sepriadi Yusra
NIM C14100016

ABSTRAK
SEPRIADI YUSRA. Uji Keamanan Lingkungan Vaksin DNA: Uji In Vivo dengan
Aeromonas hydrophila pada Periode Interaksi Berbeda. Dibimbing oleh SRI
NURYATI dan ALIMUDDIN.
Vaksin DNA anti-KHV perlu diuji keamanannya secara in vivo sebelum
diaplikasikan secara luas. Tujuan penelitian ini adalah menguji potensi interaksi
plasmid vaksin DNA di dalam tubuh ikan mas dengan waktu interaksi sampai
dengan hari ke-20. Plasmid vaksin konsentrasi 12,5 µg/100 µL dan bakteri
Aeromonas hydrophila kepadatan 106 cfu/mL disuntikkan ke ikan mas ukuran
panjang total 6-8 cm. Perlakuan A vaksin disuntikkan terlebih dahulu, setelah 24
jam berikutnya disuntikkan bakteri. Perlakuan B vaksin dan bakteri disuntik
bersama-sama. Perlakuan C bakteri disuntikkan terlebih dahulu, setelah 24 jam
berikutnya disuntikkan vaksin. Perlakuan D sebagai kontrol ikan hanya disuntikkan
bakteri. Pada hari ke-1, ke-7, sampai hari ke-20, bakteri diisolasi dari darah dan

ginjal ikan menggunakan media TSA mengandung ampisilin (0,05 ppt). Hasil
isolasi menunjukkan beberapa isolat tumbuh pada media mengandung ampisilin.
Namun demikian, hasil analisis DNA menunjukkan tidak ada isolat yang
mengandung vaksin DNA. Sehingga bisa disimpulkan pada perlakuan periode
interaksi hingga hari ke-20 pascainteraksi tidak terjadi transfer DNA di dalam tubuh
ikan uji ke bakteri A.hydrophila dan vaksin DNA anti-KHV aman digunakan.
Kata kunci: Aeromonas hydrophila, in vivo, vaksin DNA, waktu interaksi

ABSTRACT
SEPRIADI YUSRA. Environmental Safety Assesment of Anti-KHV DNA
Vaccine: In Vivo Test by Different Period of Interaction with Aeromonas
hydrophila. Supervised by SRI NURYATI and ALIMUDDIN.
Environmental safety assessment of the DNA vaccine Anti-KHV is required
before it applied widely. This research aimed to examine interaction possibility of
anti-KHV DNA vaccine and bacteria in fish body within 1, 7, and 20 days post
interaction subsequently. DNA vaccine (12.5 µg/100 µL PBS) and bacteria
Aeromonas hydrophila (106 cfu/mL) were injected to common carp (6-8 cm in total
body length). Treatment A fish was injected with vaccine first and 24 hours
afterward with bacteria. Treatment B fish were injected vaccine and bacteria
simultaneously. Treatment C fish was injected bacteria first and 24 hours afterward

with vaccine. Treatment D fish was injected with bacteria only. At day 1, 7, and 20,
bacteria were isolated from blood and kidney using TSA media containing
ampicilin (0.05 ppt). The results showed that several isolates grew in the bacterial
culture media. However, DNA analysis revealed that no isolates contained DNA
vaccine. Those indicates that no DNA vaccine transferred to A. hydrophila; hence
it concluded that DNA vaccine is safe for environment.
Keywords:Aeromonas hydrophila, , DNA Vaccine, in vivo, period of interaction

UJI KEAMANAN LINGKUNGAN VAKSIN DNA ANTI-KHV:
UJI IN VIVO DENGAN BAKTERI Aeromonas hydrophila
PADA PERIODE INTERAKSI BERBEDA

SEPRIADI YUSRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan tema yang dipilih adalah uji keamanan
lingkungan terhadap vaksin DNA anti-KHV. Sholawat dan salam semoga terlimpah
curah pada teladan manusia sepanjang masa Rasulullah Muhammad SAW beserta
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman insya Allah.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari hingga Februari 2015 di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Sri Nuryati dan Bapak Dr.
Alimuddin selaku pembimbing, Ibu Dr. Munti Yuhana sebagai Penguji Tamu, Ibu
Dr. Mia Setiawati sebagai perwakilan KPS, Bapak Dr. Sukenda sebagai ketua
Departemen, Bapak Prof Enang Harris sebagai pembimbing akademik, Bapak Prof.
Dr. Hadi Soesilo Arifin sebagai konselor TPB, Ayah, Ibu, adik-adikku, Kakak

tersayang Wibrahim dan Gerry serta keluarga atas pengorbanannya selama ini.
Terima kasih juga kepada semua sivitas BDP khususnya dan IPB pada umumnya.
Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalasnya dengan kebaikan
berlipat ganda.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Sepriadi Yusra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ....................................................................................................1
Tujuan Penelitian ................................................................................................2
METODE PENELITIAN .........................................................................................2
Rancangan Penelitian ..........................................................................................2
Prosedur Penelitian .............................................................................................2
Parameter Penelitian............................................................................................3

Analisis Data .......................................................................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................5
Hasil ....................................................................................................................5
Pembahasan .........................................................................................................7
KESIMPULAN ......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................10
LAMPIRAN ...........................................................................................................13
RIWAYAT HIDUP................................................................................................16

DAFTAR TABEL
1 Rincian perlakuan dalam penelitian ............................................................. 2
2 Pertumbuhan bakteri dari ginjal dan darah pada media TSA+ampisilin ..... 5

DAFTAR GAMBAR
1 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri pada hari
interaksi ke-1 menggunakan metode PCR dan elektroforesis. AG=
perlakuan A dari ginjal, AD= perlakuan A dari darah, BG= perlakuan B
dari ginjal, BD= perlakuan B dari darah, CG= perlakuan C dari ginjal,
DD= perlakuan D dari darah. Angka 1 menunjukkan hasil PCR, angka 2
menunjukkan elektroforesis hasil cracking................................................ . 6

2 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri pada hari
interaksi ke-7 menggunakan metode PCR dan elektroforesis. AG=
perlakuan A dari ginjal, BG= perlakuan B dari ginjal, BD= perlakuan B
dari darah, CG= perlakuan C dari ginjal, DG= perlakuan D dari ginjal,
DD= perlakuan D dari darah. Angka 1 menunjukkan hasil PCR, angka 2
menunjukkan elektroforesis hasil cracking................................................ . 6
3 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri pada hari
interaksi ke-20 menggunakan metode PCR dan elektroforesis. AG=
perlakuan A dari ginjal, AD= perlakuan A dari darah, BG= perlakuan B
dari ginjal, BD= perlakuan B dari darah, CD= perlakuan C dari darah, DD=
perlakuan D dari darah. Angka 1 menunjukkan hasil PCR, angka 2
menunjukkan elektroforesis hasil cracking................................................ . 7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7
8
9

Komposisi larutan 1 pada proses pemurnian plasmid .................................. 13
Komposisi larutan 2 pada proses pemurnian plasmid .................................. 13
Komposisi larutan 3 pada proses pemurnian plasmid .................................. 13
Komposisi larutan cracking buffer ............................................................... 13
Komposisi larutan loading cracking buffer ................................................. 13
Komposisi larutan premix PCR.................................................................... 13
Tabel Cowan dan Steel (dimodifikasi dari Cowan dan Steel 2003) ............ 14
Karakterisasi Gram dan uji biokimia bakteri hasil isolasi ikan uji ............. 14
Hasil identifikasi isolat menggunakan KIT API 20 E.................................. 15

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Riset tentang vaksin DNA anti-KHV sudah mengalami kemajuan signifikan.
Riset yang sudah dilakukan memberikan bukti efektivitas vaksin anti-KHV. Vaksin

DNA anti-KHV mampu meningkatkan imunitas pada ikan mas (Cyprinus carpio)
dan ikan koi dalam menghadapi infeksi koi herpesvirus (KHV). Penelitian Nuryati
et al. (2010) menghasilkan konstruksi gen penyandi glikoprotein kapsid isolat KHV
asli Indonesia yang diberi kode GP25. Beberapa penelitian lainnya telah
mengemukakan dosis, metode pemberian, efektivitas frekuensi, dan uji keamanan
lingkungan secara in vitro pada vaksin DNA anti-KHV (Nuswantoro et al. 2012;
Nuryati et al. 2013; Soraya 2013; Zubaidah 2013; Ariyanti 2014; Nuryati et al.
2015).
Vaksin DNA anti-KHV merupakan produk rekayasa genetika (PRG). Foss
dan Rogne (2003) mengemukakan bahwa pengembangan dan penggunaan PRG
harus memenuhi regulasi yang berlaku. Pemerintah Republik Indonesia mengatur
penggunaan PRG dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Salah satu indikator yang harus
diperhatikan untuk pengembangan PRG adalah isu keamanan terhadap lingkungan
dan terhadap manusia.
Keamanan lingkungan menjadi perhatian utama dalam setiap pengembangan
PRG termasuk vaksin DNA anti-KHV. Titik kritis keamanan vaksin DNA pada
industri akuakultur salah satunya adalah potensi kontak langsung sisa vaksin DNA
ke perairan umum (Myhr dan Dalmo 2005). Masuknya vaksin DNA ke perairan
umum dan rantai makanan menimbulkan kekhawatiran terjadinya transfer gen dan

integrasi plasmid vaksin DNA ke mikroorganisme yang ada di perairan umum,
objek vaksinasi, bahkan interaksi ke manusia.
Beberapa riset tentang potensi transfer gen secara horizontal sudah
dipublikasikan. Loftus et al. (2005) membuktikan terjadi transfer gen secara
horizontal dari bakteri di dalam saluran pencernaan hewan ke dalam genom parasit
Entamoeba histolytica. Velineni et al. (2014) membuktikan terjadinya transfer gen
antar spesies Streptococcus zooepidemicus dalam inang alaminya dan
menimbulkan pembentukan koloni yang menyebabkan penyakit epizootik pada
hewan anjing dan kuda. Meskipun demikian, fakta keamanan vaksin DNA sudah
terbukti pada beberapa produk vaksin DNA. Hingga tahun 2007 sudah terdapat 2
jenis vaksin DNA untuk tujuan preventif dan satu jenis vaksin DNA terapi kanker
yang sukses memperoleh persetujuan pihak berwenang di negaranya untuk beredar
secara luas di pasar (Salonius et al. 2007). Hal ini mengindikasikan bahwa secara
ilmiah disertai upaya yang ketat, vaksin DNA berpotensi aman untuk digunakan
secara luas.
Vaksin DNA anti-KHV sebagai salah satu produk hasil inovasi peneliti
Indonesia sudah menunjukkan efektivitasnya dalam mengendalikan angka
mortalitas ikan mas dari infeksi KHV. Prospek pengembangan secara komersial
sangat terbuka lebar di dalam negeri. Penelitian keamaanan dan uji transmisi
keamanan vaksin DNA anti-KHV secara in vitro sudah dilakukan oleh

Juliadiningtyas (2013) dengan kesimpulan tidak ada perpindahan material genetik

2
secara horizontal dari plasmid vaksin anti-KHV kepada bakteri flora normal yang
hidup di media budidaya ikan mas. Namun, uji secara in vivo di dalam tubuh ikan
belum dilakukan. Ikan sebagai objek vaksinasi merupakan organisme yang paling
banyak mendapatkan plasmid vaksin sehingga risiko uptake plasmid berpeluang
besar terjadi di dalam tubuh ikan dan bakteri flora normal yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan bisa memberikan bukti untuk memenuhi
penerimaan publik terhadap keamanan penggunaan vaksin DNA anti-KHV.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi interaksi vaksin DNA antiKHV secara in vivo di dalam tubuh ikan mas (C.carpio) yang disuntik bakteri
Aeromonas hydrophila sebagai bakteri model dalam waktu interaksi hari ke-1, ke7, dan ke-20 pascainteraksi.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental pendekatan kualitatif
dengan 4 perlakuan (Tabel 1). Perlakuannya adalah perbedaan periode interaksi
vaksin DNA dan bakteri, dan setiap perlakuan diberi tiga ulangan. Pengambilan
isolat (waktu interaksi) dilakukan pada hari ke-1, ke-7 dan ke-20 pascainteraksi.
Tabel 1 Rincian perlakuan dalam penelitian
Kode perlakuan Urutan penyuntikan
A
Ikan disuntik vaksin DNA terlebih dahulu, setelah 24
jam diikuti penyuntikan bakteri
B
Ikan disuntik vaksin dan bakteri secara bersama-sama
C
Ikan disuntik bakteri terlebih dahulu, setelah 24 jam
diikuti penyuntikan vaksin DNA
D
Ikan hanya disuntik bakteri
Prosedur Penelitian
Kultur Plasmid Vaksin DNA Anti-KHV
Bakteri Escherichia coli yang mengandung konstruksi vaksin DNA antiKHV dikultur mengikuti acuan Yulianti (2011). Pelet bakteri yang diperoleh diisi
dengan 110 µL larutan 1 (Lampiran 1) selanjutnya dihomogenasi menggunakan
vorteks. Larutan 2 (Lampiran 2) ditambahkan ke dalam tabung mikro sebanyak 200
µL dan dihomogenkan. Bakteri kemudian disimpan dalam kondisi dingin selama
10 menit. Larutan 3 (Lampiran 3) ditambahkan sebanyak 150 µL ke dalam tabung
dan dihomogenasi menggunakan vorteks secara perlahan. Tabung mikro berisi
bakteri kemudian disimpan dalam es selama 10 menit. Sentrifugasi dilakukan
kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit dan suhu 4ºC. Supernatan
dipindahkan ke tabung mikro yang berbeda. Larutan didiamkan sampai bening dan
terlihat kabut putih yang merupakan protein. DNA diendapkan dengan

3
menambahkan 1 mL etil-alkohol (EtOH) dingin 100% kemudian dihomogenasi dan
disimpan pada suhu -20 ºC selama 30 menit. Sentrifugasi dilakukan kembali pada
kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit dan suhu 4ºC. Supernatan dibuang dan
ditambahkan 700 µL EtOH 70% dingin dan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan
12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4ºC. Supernatan dibuang dan DNA
dikeringkan di udara terbuka. DNA dicampur dengan ion exchange water dengan
volume 50 µL dan disimpan pada suhu -20 ºC.
Kultur Bakteri Aeromonas hydrophila
Isolat bakteri A. hydrophila dari stok murni (Lab. Kesehatan Ikan IPB)
dilarutkan dalam media tryptic soy broth (Merck, Germany) (dosis 30 g/1000 mL)
sebanyak 50 mL kemudian diinkubasi dalam waterbath shaker suhu 27ºC selama
24 jam. Bakteri dikumpulkan dengan melakukan sentrifugasi dan dicuci
menggunakan phosphate buffer saline (PBS) steril sebanyak 3 kali. Bakteri
diencerkan hingga mencapai kepadatan 106 cfu/mL lalu siap digunakan. Bakteri
yang akan digunakan untuk penyuntikan disiapkan secara segar.
Penyuntikan Vaksin dan Bakteri Aeromonas hydrophila
Vaksin yang sudah dimurnikan diatur kepadatannya terlebih dahulu yaitu
sebanyak 12,5 µg/100 µL vaksin (Nuryati et al. 2010). Vaksin disuntikkan ke ikan
secara intramuskuler sebanyak 0,1 mL/ekor ikan. Jumlah ikan yang disuntik
sebanyak 10 ekor ikan mas (panjang total 6-8 cm) pada masing-masing perlakuan.
Ikan mas yang digunakan untuk uji pengambilan darah dan ginjal berjumlah 3 ekor,
sebanyak 7 ekor masing-masing perlakuan disiapkan sebagai cadangan.
Pengambilan Isolat Pascainjeksi
Isolasi bakteri dari ikan pascainjeksi diambil dari darah mengikuti metode
yang dilakukan Nuryati et al. (2010). Pengambilan isolat dari ginjal dilakukan
dengan mengambil satu ekor ikan secara acak pada masing-masing perlakuan.
Darah dan ginjal diambil sebanyak satu ose kemudian digores kuadran dalam media
tryptic soy agar/TSA (Merck, Germany) komposisi 4 g TSA untuk 100 mL akuades
dicampur dengan antibiotik ampisilin (konsentrasi akhir 0,05 ppt). Goresan
diinkubasi dalam suhu 27ºC selama 24 jam dan diamati pertumbuhan koloni. Isolat
yang tumbuh dimurnikan kembali dengan gores kuadran sampai 2 kali
penggoresan. Setelah bakteri menjadi murni digoreskan di media agar miring TSA
untuk diinkubasi (27ºC, 24 jam) kemudian disimpan di dalam lemari pendingin
bakteri. Pengambilan isolat dilakukan pada hari ke-1, hari ke-7, dan hari ke-20
pascainteraksi.

Parameter Penelitian
Pertumbuhan Isolat Bakteri
Isolasi bakteri dilakukan dari ginjal dan darah ikan. Organ ginjal diperoleh
dengan mematikan satu ekor ikan dari masing-masing perlakuan secara acak untuk
diisolasi. Darah diambil dengan menggabungkan darah dari semua ikan pada setiap
perlakuan. Ginjal dan darah ditumbuhkan pada media TSA+ampisilin dan
diinkubasi pada suhu 27 ºC selama 24 jam. Setelah 24 jam, koloni tunggal yang

4
tumbuh diamati dan dihitung. Koloni tunggal yang tumbuh dihitung jumlah koloni,
diamati bentuk koloni dan bentuk tepian koloninya untuk memastikan keseragaman
bakteri hasil isolasi. Koloni tunggal dikultur ulang pada media TSA+ampisilin
dengan gores kuadran.Bakteri yang sudah murni kemudian digores pada agar
miring TSA+ampisilin untuk digunakan pada proses karakterisasi bakteri.
Pewarnaan Gram dan Karakterisasi Biokimia Isolat Bakteri
Isolat bakteri diuji jenis Gram dan karakter biokimianya. Metode uji Gram
menggunakan acuan Chapin dan Lauderdale (2007). Uji biokimia yang digunakan
meliputi uji oksidase, katalase, O/F, dan motilitas. Hasilnya dikonfirmasi
menggunakan tabel Cowan (Cowan dan Steel 2003). Jika hasil uji menunjukkan
keseragaman yang baik antar bakteri isolat, dilakukan pengambilan satu sampel
untuk diuji lebih lanjut menggunakan KIT API 20E (Biomeriaux, France).
Analisis DNA
Koloni tunggal isolat bakteri diambil menggunakan tusuk gigi steril,
kemudian dioleskan pada dasar tabung mikro 1,5 mL. Tahap selanjutnya adalah
penambahan EDTA 10 mM sebanyak 10 µl pada satu sisi dinding tabung mikro
berisi bakteri dan cracking buffer (CB) (Lampiran 4) sebanyak 10 µL pada sisi
dinding tabung mikro yang lain kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks.
Campuran kemudian ditambahkan loading cracking buffer (LCB) (Lampiran 5)
sebanyak 1 µL pada bagian tutup tabung mikro. Larutan dihomogenkan kembali
menggunakan vorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Campuran
dihomogenasi menggunakan vorteks hingga keruh lalu dimasukkan ke dalam
wadah berisi es dan inkubasi selama 5 menit. Campuran bakteri dan larutan
cracking kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit pada
suhu 4 ºC sampai terbentuk pelet dan supernatan. Supernatan yang terbentuk
digunakan untuk PCR, dan elektroforesis langsung tanpa dilakukan PCR.
Premix untuk PCR terlebih dahulu diformulasikan sesuai dengan banyaknya
sampel (Lampiran 6) dalam kondisi on ice. Supernatan yang terbentuk pada proses
cracking kemudian dibagi ke dalam tabung mikro yang lebih kecil dan telah berisi
premix PCR. Volume sampel yang dimasukkan adalah 1 µL dan premix sebanyak
9 µL. Kontrol positif yang digunakan adalah plasmid vaksin DNA yang sudah
dibuat pada awal penelitian sebelum perlakuan dimulai sebanyak 1 µL.
Program PCR dirancang sesuai dengan acuan Nuryati et al. (2010). Susunan
primer forward (F) sebagai berikut TTGTCGACATGACGGGTTGTGGGGTTTG dan primer reverse (R) sebagai berikut TTAGGGCCTCCGGGAAACCTGG. Kondisi reaksi polimerasi yang digunakan adalah prakondisi pada suhu
95ºC selama 7 menit, denaturasi pada suhu 95 ºC selama 30 detik, annealing pada
suhu 64 ºC selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72 ºC selama dua menit, dan tahap
akhir pada suhu 72 ºC selama tujuh menit. Siklus amplifikasi dilakukan sebanyak
35 siklus.
Selanjutnya disiapkan agarose untuk elektroforesis. Agarose 1,5 gram
dicampur dengan 100 mL akuades yang sudah ditambahkan etidium bromida (0,01
g/mL) kemudian dipanaskan di dalam microwave sampai larut. Agarosa cair
dituang pada cetakan untuk membuat sumur gel. Hasil PCR yang sudah selesai
diambil sebanyak 2 µL dicampur dengan loading dye (KAPA Biosystem, USA) dan
dimasukkan ke sumur gel. Elektroforesis dijalankan dengan program tegangan

5
listrik 200 volt, kuat arus 75 mA, selama 45 menit. Hasil elektroforesis diamati di
dalam ruang ultraviolet menggunakan kamera digital.
Analisis Data
Data penelitian diolah secara deskriptif berupa tabel dan gambar
menggunakan perangkat lunak pengolah huruf Microsoft Word 2013 dan perangkat
lunak pengolah gambar Adobe Photoshop CS6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi Bakteri dari Perlakuan
Bakteri isolasi dari darah dan ginjal masing-masing perlakuan ditumbuhkan
dalam media TSA mengandung antiobiotik ampisilin. Hasilnya pada masingmasing perlakuan ada bakteri yang tumbuh (Tabel 2).
Tabel 2 Pertumbuhan bakteri dari ginjal dan darah pada media TSA + ampisilin
Isolasi hari keKode sampel
AG
AD
BG
BD
CG
CD
DG
DD
1
+
+
+
+
+
+
7
+
+
+
+
+
+
20
+
+
+
+
+
+
(+) = Koloni tumbuh, (-) = Koloni tidak tumbuh, AG= Perlakuan A dari ginjal, AD= Perlakuan A dari
darah, BG= Perlakuan B dari ginjal, BD= Perlakuan B dari darah, CG= Perlakuan C dari ginjal, CD=
Perlakuan C dari darah, DG= Perlakuan D dari ginjal, dan DD= Perlakuan D dari darah.

Pewarnaan Gram dan Uji Biokimia
Hasil pewarnaan Gram dan uji biokimia menunjukkan konsistensi pada masingmasing isolat (Lampiran 8). Semua bakteri hasil isolasi adalah kelompok Gram
negatif dengan bentuk bakteri basil. Hasil uji O/F semua isolat menunjukkan reaksi
fermentatif. Hasil uji keberadaan enzim oksidase dan katalase semua isolat
menunjukkan hasil positif. Uji motilitas menunjukkan bahwa semua isolat bakteri
adalah kelompok bakteri yang motil. Bakteri isolat diduga merupakan bakteri
Chromobacterium, Vibrio,Plesiomonas, dan Aeromonas (Cowan dan Steel 2003)
seperti terdapat dalam Lampiran 7. Hasil verifikasi dengan Kit API 20E
menunjukkan hasil bakteri isolat sampel 99,8% adalah spesies A.hydrophila dengan
rincian hasil uji KIT API 20E terdapat pada Lampiran 9.

6
Analisis DNA
Analisis DNA bakteri menunjukkan hasil negatif pada setiap sampel uji
(Gambar 1, 2 dan 3). Semua bakteri yang tumbuh dalam media TSA mengandung
antibiotik ampisilin tidak membawa plasmid vaksin anti-KHV.

Gambar 1 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri hari interaksi ke-1
menggunakan metode PCR dan elektroforesis. AG= perlakuan A dari ginjal,
AD= perlakuan A dari darah, BG= perlakuan B dari ginjal, BD= perlakuan B
dari darah, CG= perlakuan C dari ginjal, DD= perlakuan D dari darah. Angka
1 menunjukkan hasil PCR, angka 2 menunjukkan visualisasi elektroforesis
hasil cracking.

Gambar 2 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri hari interaksi ke7 menggunakan metode PCR dan elektroforesis.AG= perlakuan A dari
ginjal, BG= perlakuan B dari ginjal, BD= perlakuan B dari darah, CG=
perlakuan C dari ginjal, DG= perlakuan D dari ginjal, DD= perlakuan D
dari darah. Angka 1 menunjukkan hasil PCR, angka 2 menunjukkan
visualisasi elektroforesis hasil cracking.

7

Gambar 3 Konfirmasi keberadaan vaksin DNA dalam isolat bakteri hari
interaksi ke-20 menggunakan metode PCR dan elektroforesis. AG=
perlakuan A dari ginjal, AD= perlakuan A dari darah, BG=
perlakuan B dari ginjal, BD= perlakuan B dari darah, CD= perlakuan
C dari darah, DD= perlakuan D dari darah. Angka 1 menunjukkan
hasil PCR, angka 2 menunjukkan visualisasi elektroforesis hasil
cracking.
Pembahasan
Bakteri yang tumbuh hasil isolasi dan uji karakterisasi adalah jenis yang
sama, yaitu A. hydrophila (Lampiran 9). Bakteri A. hydrophila merupakan patogen
yang umum terdapat pada lingkungan air tawar, tanaman air, ikan, dan telur ikan
(Austin dan Austin 2012). Bakteri A. hydrophila dilaporkan memiliki resistensi
yang kuat terhadap beberapa jenis antibiotik antara lain ampisilin, chloramphenicol,
erythromycin, nitrofurantoin, novobiocin, streptomycin, sulphonamide, dan
tetracycline (Aoki 1988; De Paola et al. 1994; Austin dan Austin 2012).
Bakteri yang tumbuh pada media TSA mengandung ampisilin (Tabel 1)
mengindikasikan fenotipe resisten ampisilin. Ampisilin merupakan antibiotik
kelompok betalactam. Kelompok betalactam memiliki mekanisme penghambatan
reaksi transpeptidasi dinding sel bakteri dan menggantinya dengan sebuah struktur
analog yang menyerupai D-alanyl-D-alanine dipeptida. Penghambatan oleh
betalactam membuat dinding sel bakteri yang terdiri atas peptidoglikan menjadi
tidak stabil dan dinding sel menjadi lisis (Sköld 2011).
Berdasarkan hasil karakterisasi, isolat bakteri merupakan kelompok bakteri
Gram negatif. Isolat bakteri diduga memiliki enzim β-lactamase sehingga
memunculkan fenotipe resistensi terhadap ampisilin. Nikaido (1996) menyebutkan
bahwa bakteri Gram negatif mempunyai kemampuan resistensi antibiotik terutama
terhadap kelompok betalactam yang lebih baik daripada bakteri Gram positif
karena terdapat senjata utama yang dimiliki oleh bakteri Gram negatif yaitu enzim
β-lactamase. Enzim β-lactamase bereaksi dengan menyerang ikatan gugus amin
pada cincin β-lactam yang merupakan bagian sensitif penisilin dan cephalosporins
kemudian menginaktifasi senyawa antibakteri tersebut (Sykes dan Matthew 1976).
Cincin β-lactam yang terdapat pada penisilin dihidrolisis oleh enzim β-lactamase,

8
kemudian diproduksi asam penisiloik yang sesuai menurut kesetimbangan reaksi
stoikiometri.
Isolat bakteri menjadi resisten ampisilin juga diduga akibat terjadinya transfer
gen secara horizontal (horizontal gene transfer) antara plasmid vaksin dan bakteri
yang ada di dalam tubuh ikan serta bakteri kontrol yang disuntikkan ke ikan uji. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Hoffman (2001) yang menyebutkan setidaknya ada
dua mekanisme yang menyebabkan resistensi antibiotik pada bakteri Gram negatif,
yaitu mutasi dan akuisisi gen asing yang menyandikan sifat resistensi antibiotik.
Resistensi terhadap ampisilin (kelompok betalactam) lebih dominan terjadi akibat
mediasi plasmid penyandi resistensi yang lebih umum dikenal dengan istilah Rfactor (Hoffman 2001).
Akuisisi gen asing dengan mekanisme horizontal gene transfer (HGT) patut
diduga menjadi salah satu penyebab resistensi isolat dari ikan uji terhadap
ampisilin. Konstruksi vaksin DNA anti-KHV mengandung sekuen penyandi
resistensi spesifik ampisilin mungkin mengalami uptake oleh bakteri di dalam
tubuh ikan dan memunculkan fenotipe resistensi. Namun, hasil analisis DNA
(Gambar 1, 2 dan 3) mengkonfirmasi tidak ada uptake vaksin DNA anti-KHV di
dalam isolat bakteri. HGT diduga tidak terjadi antara plasmid dan bakteri di dalam
tubuh ikan uji.
Hasil analisis DNA (Gambar 1, 2 dan 3) membuktikan tidak terdapat sekuen
DNA vaksin anti-KHV di dalam isolat bakteri yang diperoleh. Hal ini diduga karena
HGT merupakan mekanisme yang tidak mudah terjadi. HGT merupakan proses
alami yang cukup sulit untuk terjadi. Thomas dan Nielsen (2005) telah menjabarkan
mekanisme HGT pada bakteri. Bakteri donor harus melepaskan DNA polos (naked
DNA) terlebih dahulu ke lingkungan. Molekul DNA bakteri bisa lepas dan berada
di lingkungan melalui tiga mekanisme yaitu kematian sel, sel yang rusak, atau
ekskresi aktif oleh bakteri. Bakteri resipien harus melakukan penyesuaian fisiologi
terhadap struktur dinding selnya sehingga kompeten untuk menerima molekul DNA
bebas. DNA yang sudah masuk ke dalam bakteri kompeten harus masuk dengan
terlebih dahulu diubah menjadi untai tunggal. DNA yang sudah masuk diubah
menjadi untai ganda kembali dan diintegrasikan dengan genom bakteri inangnya
melalui rekombinasi homolog atau rekombinasi bebas. Pada isolat bakteri hasil
penelitian, diduga tidak mengalami HGT karena tidak memenuhi mekanisme yang
disampaikan oleh Thomas dan Nielsen (2005). Secara umum gen yang diperoleh
secara horizontal akan menyebabkan efek perubahan dalam kromosom bakteri
resipiennya. Beberapa akuisisi gen secara horizontal mungkin terjadi dan disimpan
selama hidupnya. Beberapa DNA kromosom ada yang bisa memberikan manfaat
tertentu kepada resipiennya. Jika hal itu bisa dilakukan, maka material genetikyang
masuk tersebut punya potensi untuk menyebar secara cepat dalam populasi bakteri
(Thomas dan Nielsen 2005).
Bakteri memerlukan banyak pertimbangan sebelum melakukan HGT karena
ada beberapa hambatan yang akan muncul pada bakteri inang. Hambatan internal
pada bakteri inang yaitu pelindung permukaan sel, keberadaan enzim restriksi, dan
hambatan replikasi plasmid dalam inang (Thomas dan Nielsen 2005). Baltrus
(2013) menyatakan HGT merupakan salah satu faktor pendorong evolusi yang
penting pada populasi mikroorganisme. Banyak fenotipe penting untuk keragaan
mikroorganisme diperoleh melalui mekanisme HGT. Namun demikian, riset
terbaru menunjukkan setiap kejadian HGT memiliki potensi untuk merusak sistem

9
regulasi dan proses fisiologis yang sudah stabil pada inang. Meski demikian, risiko
negatif HGT bisa saja mengalami perbaikan seiring berjalannya waktu dengan
penyeleksian region yang mencapai posisi yang sesuai di dalam genom inang
sehingga bisa mengakomodasi DNA asing untuk diekspresikan.
Peluang integrasi dan uptake plasmid pada kenyataannya sangat kecil.
Plasmid vaksin yang disuntikkan akan mengalami beberapa proses sebelum
akhirnya bertahan di dalam tubuh organisme target. Proses tersebut antara lain (i)
plasmid di-uptake oleh sel di lokasi penyuntikan, (ii) plasmid tetap berada di luar
sel yang berada di lokasi penyuntikan, (iii) plasmid mengalami degradasi oleh
enzim endonuklease, (iv) plasmid terdistribusi melalui darah, sel, dan limfoid pada
beragam jaringan (Gillund et al. 2008; Dolter et al. 2011). Sebagian besar plasmid
(sekitar 95-99%) akan didegradasi dalam rentang waktu 90 menit pascavaksinasi
(Barry et al. 1999). Namun demikian, sisa plasmid vaksin yang tersisa tetap bisa
memberikan efek imunitas yang diharapkan (Gillund et al. 2008). Sementara itu
menurut Nuryati et al. (2010) keberadaan plasmid vaksin DNA anti-KHV masih
dapat diidentifikasi sampai dengan hari ke-14 pascainjeksi. Hal ini terjadi karena
sifat promotor yang digunakan yaitu β-aktin aktif di semua jaringan. Hal serupa
didukung juga oleh Dolter et al. (2011) yang menyampaikan hasil bahwa residu
plasmid vaksin pada hari ke-60 pascavaksinasi sudah tidak ditemukan lagi. Selain
itu, mekanisme masuknya plasmid ke dalam bakteri umumnya terjadi dengan
proses konjugasi yang melibatkan dua sel bakteri hidup. Pada kenyataannya, vaksin
DNA anti-KHV yang diinjeksikan adalah plasmid murni yang tidak disisipkanke
dalam sel bakteri hidup. Oleh karena itu, diduga vaksin DNA anti-KHV
menggunakan pemurnian plasmid sangat aman untuk diaplikasikan di lapangan
ditinjau dari aspek keamanan lingkungan dan perlindungan keragaman genetika
alam.
Huang et al. (2014) melaporkan tidak ada integrasi genom oleh vaksin DNA
Streptococcus agalactiae menggunakan bakteri Salmonella typhimurium yang
dilemahkan sebagai pembawa vaksin ke ikan nila dan disimpulkan vaksin DNA
aman digunakan untuk mencegah infeksi S. agalactiae pada ikan nila. Oleh karena
itu, potensi integrasi plasmid dengan genom organisme target baik dengan
penyuntikan intramuskuler maupun elektroforasi sangat rendah. Oleh karena itu,
kekhawatiran terhadap potensi integrasi semakin kecil peluangnya.
Salah satu solusi yang sedang dikembangkan adalah penggunaan marka
seleksi non-resisten antibiotik pada vaksin DNA. Luke et al. (2014) menyatakan
bahwa penggunaan penyandi resisten antibiotik merupakan persoalan utama
pengembangan vaksin DNA dan membuat akseptabilitas publik terhadap vaksin
DNA menjadi rendah. Marka penyandi resisten antibiotik memang merupakan yang
paling stabil dan paling mudah digunakan untuk penyeleksian. Tetapi,
kekhawatiran karena penggunaannya sangat tinggi terlebih jika gen penyandi
resisten antibiotik tersebut menyandikan resistensi antibiotik yang umum
digunakan untuk manusia. Salah satu solusi yang sudah dikembangkan adalah
marka seleksi menggunakan penyandi sukrosa pada plasmid NTC868 (Luke et al.
2014). Plasmid ini menunjukkan efektivitas yang jauh lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan plasmid mengandung marka seleksi resisten kanamisin.

10

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini telah dibuktikan bahwa tidak ada interaksi
antara plasmid vaksin DNA anti-KHV dengan bakteri A.hydrophila secara in vivo
di dalam tubuh ikan mas hingga periode 20 hari pascainteraksi.

DAFTAR PUSTAKA
Aoki T. 1988. Drug-resistant plasmids from fish pathogens. Microbiological
Sciences. 5:219-223.
Ariyanti N. 2014. Analisis gambaran darah terhadap kelangsungan hidup relatif
ikan mas yang diberi vaksin DNA anti-KHV melalui pakan dengan frekuensi
berbeda [skripsi]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Austin B, Austin DA. 2012. Bacterial Fish Pathogens: Disease of Farmed and Wild
Fish 4th Edition. London (GB) :Springer Inc.
Baltrus DA. 2013. Exploring the cost of horizontal gene transfer. Trends in Ecology
& Evolution. 28 (8) : 489-495. doi: 10.1016/j.tree.2013.04.002.
Barry ME, Pinto-Gonzalez D, Orson FM, McKenzie GJ, Petry GR, Barry MA. 1999.
Role of endogenous endonucleases and tissue site in transfection and CpGmediated immune activation after naked DNA injection. Human Gene
Therapy. 10:2461-2480. doi: 10.1089/10430349950016816.
Chapin KC, Lauderdale TL. 2007. Reagents, Stains, and Media : Bacteriology. Di
dalam: Murray PR, Baron EJ, Landry ML, Jorgensen JH, Pfaller MA, editor.
Manual of Clinical Microbiology 9th Edition. Volume 1. General Issues in
Clinical Microbiology. Washington DC (US) : ASM Press.
Cowan IST, Steel KJ. 2003. Cowan and Steel’s Manual for The Identification of
Medical Bacteria. Barrow GI, Feltham RKA, editor. Cambridge (GB).
Cambridge University Press.
De Paola A, Capers GM, Alexander D. 1994. Densities of Vibrio vulnificus in the
intestines of fish from the U.S. Gulf-Coast. Applied and Environmental
Microbiology. 60: 984-988.
Dolter KE, Evans CF, Ellefsen B, Song J, Boente-Carrera M, Vittorino R,
Rosenberg TJ, Hannaman D, Vasan S. 2011. Immunogenicity, safety,
biodistribution and persistance of ADVAX, a prophylactic DNA vaccine for
HIV-1, delivered by in vivo electroporation. Vaccine 29 : 795-803. doi:
10.1016/j.vaccine.2010.11.011.
Foss GS, Rogne S. 2003. Gene medication or genetic modification? The devil is in
the details. Nature Biotechnology. 21(11):1280-1281.
Gillund F, Dalmo R, Tonheim TC, Seternes T, Myhr AI. 2008. DNA vaccination
in aquaculture- Expert judgements of impacts on environment and fish health.
Aquaculture. 284 : 25-34. doi: 10.1016/j.aquaculture.2008.07.044.
Hoffman SB. 2001. Mechanisms of antibiotic resistance. Compendium. 23:464-473.
Huang LY, Wang KY, Xiao D, Chen DF, Geng Y, Wang J, He Y, Wang EL, Huang
JL, Xiao GY. 2014. Safety and immunogenicity of an oral DNA vaccine
encoding Sip of Streptococcus agalactiae from Nile tilapia Oreochromis

11
niloticus delivered by live attenuated Salmonella typhimurium. Fish &
Shellfish Immunology. 38 : 34-41. doi: 10.106/j.fsi.2014.017.
Juliadiningtyas AD. 2013. Uji potensi transmisi vaksin GP25 pada bakteri flora
normal media budidaya ikan mas Cyprinus carpio secara in vitro [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Loftus B, Anderson L, Davies R, Alsmark UCM, Samuelson J, Amedeo P,
Roncaglia P, Berriman M, Hirt RP, Mann BJ et al. 2005. The genome of the
protist parasite Entamoeba histolytica. Nature. 433:865-868.
Luke JM, Carnes AE, Williams JA. 2014. Development of antibiotic-free selection
system for safer DNA vaccination. DNA Vaccines: Methods and Protocols.
1143 :91-112. doi: 10.1007/978-1-4939-0410-5_6.
Myhr AI, Dalmo RA. 2005. Review: Introduction of genetic engineering in
aquaculture: Ecological and etichal implications for science and governance.
Aquaculture. 250:542-554. doi: 10.1016/j.aquaculture.2004.12.032.
Nikaido H. 1996. Multidrug efflux pumps of Gram-negative bacteria. Journal of
Bacteriology. 178(20): 5853-5859.
Nuryati S, Alimuddin, Sukenda, Soejoedono RD, Santika A, Pasaribu FH,
Sumantadinata K. 2010. Contruction of a DNA vaccine using glycoprotein
gene and its expression towards increasing survival rate of KHV-infected
common carp (Cyprinus carpio). Jurnal Natur Indonesia. 13 (1) : 47-52.
Nuryati S, Hadiwibowo SS, Alimuddin. 2013. Potensi Artemia sp. sebagai vektor
pembawa plasmid vaksin DNA untuk benih ikan mas Cyprinus carpio. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 12 (1) : 59-67.
Nuryati S, Khodijah S, Alimuddin, Setiawati M. 2015. Efektivitas penggunaan
vaksin DNA dalam pakan pada ikan mas yang diinfeksi koi herpesvirus.
Jurnal Kedokteran Hewan. 9 (1) : 33-37.
Nuswantoro S, Alimuddin, Yuhana M, Santika A, Nuryati S, Zainun Z, Mawardi
M. 2012. Efikasi vaksin DNA penyandi glikoprotein koi herpesvirus GP-25
pada ikan mas stadia benih melalui perendaman. Jurnal Akuakultur Indonesia.
11 (1) : 76-85.
Salonius K, Simard N, Harland R, Ulmer JB. 2007. The road to licensure of a DNA
vaccine. Current Opinion in Investigational Drugs. 8 (8) : 635-641.
Sköld O. 2011. Antibiotics and Antibiotic Resistance. New Jersey (US) : John Wiley
& Sons, Inc.
Soraya S. 2013. Efektivitas vaksin DNA anti-KHV pada benih ikan mas Cyprinus
carpio melalui metode perendaman dan perlakuan hiperosmotik [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sykes RB, Matthew M. 1976. The β-lactamase of Gram-negative bacteria and their
role in resistance to β-lactam antibiotics. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy. 2: 115-157.
Thomas CM, Nielsen KM. 2005. Mechanisms of, and barriers to, horizontal gene
transfer between bacteria. Nature Reviews Microbiology. 3:711-721. doi:
10.1038/nrmicrol1234.
Velineni S, Breathnach CC, Timoney JF. 2014. Evidence of lateral gene transfer
among strains of Streptococcus zooepidemicus in weanling horses with
respiratory disease. Inf. Gen. And Evol. 21:157-160. doi:
10.1016/j.meegid.2013.11.006.

12
Zubaidah S. 2013. Vaksinasi ikan koi menggunakan vaksin DNA anti-KHV dengan
dosis berbeda [skripsi]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Yulianti. 2011. Persistensi vaksin DNA penyandi Glikoprotein 25 yang diberikan
melalui pakan buatan pada ikan mas Cyprinus carpio [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

13
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi larutan 1 pada proses pemurnian plasmid
Bahan
Glucose
Tris. Cl (pH 8.0)
EDTA (pH 8.0)

Konsentrasi
50 mM
25 mM
10 mM

Lampiran 2 Komposisi larutan 2 pada proses pemurnian plasmid
Bahan
NaOH 5M
SDS 10%
Ion Exchange Water

Volume bahan untuk 1 ml
40 µL
100 µL
860 µL

Lampiran 3 Komposisi larutan 3 pada proses pemurnian plasmid
Bahan
Asam asetat glacial
SDW
Potasium asetat 5M

Volume bahan untuk 100 ml
11,5 mL
28,5 mL
60 mL

Lampiran 4 Komposisi larutan cracking buffer
Bahan
Sacharose(BDC, USA)
NaOH 5 M
SDS 10%

Volume bahan
0,2 g
40 µL
50µL

Lampiran 5 Komposisi larutan loading cracking buffer
Bahan
KCL 4 M
Loading dye(KAPA Biosystem, USA)

Volume bahan
50 µL
50 µL

Lampiran 6 Komposisi larutan premix PCR
Bahan
Ion Exchange Water
MgCl2 25 mM (Takara, Japan)
dNTP mix
Taq Extra Hot Start (KAPA, USA)
Primer Forward
Primer Reverse
Sampel DNA

Volume bahan untuk 1 sampel
3,95µL
1 µL
1 µL
0,05 µL
1 µL
1 µL
1 µL

14
Lampiran 7 Tabel Cowan dan Steel (dimodifikasi dari Cowan dan Steel 2003)

Lampiran 8 Karakterisasi Gram dan uji biokimia bakteri hasil isolasi ikan uji
Hari
interaksi
ke1

7

20

Kode
sampel Gram
AG
AD
BG
BD
CG
DD
AG
BG
BD
CG
DG
DD
AG
AD
BG
BD
CD
DD

-

O/F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F
F

Parameter
Oksidase Katalase Motilitas Bentuk
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B

F=merombak glukosa/gula secara fermentatif, B=Bentuk bakteri berupa basil, AG= Perlakuan A
dari ginjal, AD= Perlakuan A dari darah, BG= Perlakuan B dari ginjal, BD= Perlakuan B dari
darah, CG= Perlakuan C dari ginjal, CD= Perlakuan C dari darah, DG= Perlakuan D dari ginjal,
dan DD= Perlakuan D dari darah.

15
Lampiran 9 Hasil identifikasi isolat menggunakan KIT API 20E

16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pariaman, 25 September 1992, merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ramli dan Ibu Ali Yusni keluarga petani di
Pariaman. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA Program IPA dari SMA Negeri
1 Nan Sabaris pada tahun 2010 dan melanjutkan studi Sarjana di Program Studi
Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya pada tahun yang sama melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama studi di IPB, penulis tercatat sebagai penerima beasiswa Bidik Misi
dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia hingga semester
delapan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Pendidikan
Agama Islam, Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik, dan Manajemen Kesehatan
Organisme Akuatik. Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti penulis antara lain
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan sebagai ketua komisi 2, Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa IPB sebagai Ketua Badan Konstitusi pada tahun
2011/2012, dan sebagai ketua Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Akuakultur
IPB 2013/2014.
Penulis pernah menjadi peserta program pengabdian masyarakat melalui
program IPB Goes to Field di Kabupaten Brebes 2012. Penulis juga melakukan
kegiatan praktik lapangan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut
Lampung pada tahun 2014 dengan komoditas ikan kakap putih. Penulis juga
tercatat pernah menjadi penulis kolom opini di majalah Trubus Aqua dan kolom
opini mahasiswa pada koran terbitan nasional Sindo. Penulis pernah mendapat
pembiayaan program PKM-Kewirausahaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi tahun 2011. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan
menulis skripsi berjudul “Uji Keamanan Lingkungan Vaksin DNA Anti-KHV: Uji
in vivo dengan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Periode Interaksi Berbeda”.