Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah Terhadap Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

PENGARUH TATA KELOLA EKONOMI DAERAH
TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR

MEGA WAHYU WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Tata Kelola
Ekonomi Daerah Terhadap Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Mega Wahyu Wulandari
NIM H14100077

ABSTRAK
MEGA WAHYU WULANDARI. Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah
Terhadap Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Kebijakan otonomi daerah sejak tahun 2001 bertujuan agar pembangunan
nasional yang terus tumbuh dan merata sehingga menurunkan tingkat
pengangguran. Salah satu cara untuk menekan angka pengangguran adalah
peningkatan investasi swasta dengan perbaikan tata kelola ekonomi daerah.
Provinsi Jawa Timur mempunyai penduduk yang jumlahnya besar dan tingkat
pengangguran terbuka mencapai 4% pada tahun 2013. Namun, masih ada
ketimpangan antar kabupaten/kota. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
dan menganalisis kondisi serta perkembangan TKED, menganalisis pengaruh
TKED terhadap tingkat pengangguran Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.
Variabel yang digunakan adalah sembilan sub indeks TKED, belanja modal dan

investasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kabupaten/kota di Jawa
Timur memiliki skor TKED sepuluh besar skala nasional. Tiga sub indeks
meningkat, satu menurun dan enam tidak berubah dari tahun 2007 ke tahun 2011.
Dengan metode regresi berganda menghasilkan sub indeks program
pengembangan usaha swasta tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran,
sedangkan belanja modal, investasi dan delapan sub indeks TKED berpengaruh
terhadap tingkat pengangguran.
Kata Kunci : Kabupaten/Kota Jawa Timur, Tingkat Pengangguran, TKED

ABSTRACT
MEGA WAHYU WULANDARI. Impact of Local Economic Governance on
Unemployment Rate Across Districts/Cities in East Java Province. Supervised by
WIWIEK RINDAYATI .
Regional autonomy policy since 2001 aims to growing national
development and evenly the lower unemployment rate. One way to reduce
unemployment rate is increasing private investment in improvement of Local
Economic Governance (LEG). East Java has a large number of population and
unemployment rate reached 4% in 2013. There are still inequalities across districts
and cities. The purpose of this study is to describe and analyze the condition and
development of LEG, analyzing the effect on the unemployment rate LEG

districts and cities of East Java Province. Variables used in this study are nine sub
index LEG, capital expenditures and investments. The result shows that some
districts and cities in East Java as the top ten highest LEG score national rank.
Three sub index increased, one decreased and six did not change from 2007 to
2011. With multiple regression analysis resulted in sub index of private enterprise
development programs do not affect the unemployment rate, while capital
expenditures, investments, and eight sub index LEG affect the unemployment rate.
Keywords : District/City of East Java, LEG, Unemployment Rate

PENGARUH TATA KELOLA EKONOMI DAERAH
TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR

MEGA WAHYU WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi


DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah Terhadap Tingkat
Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
Nama
: Mega Wahyu Wulandari
NIM
: H14100077

Disetujui oleh

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati M.Si.
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Pemilihan
tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 terkait
penyelenggaraan otonomi daerah, sebagai kebijakan pemerintah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sejahtera, salah satunya
dapat dilihat dari permasalahan pengangguran. Penelitian ini mengambil judul
Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah Terhadap Tingkat Pengangguran
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak H. Moch. Kahfi
dan Ibu Hj. Misiyati Sofya serta kakak, tante dan keponakan tercinta dari penulis,
Dwi Kasminiwati, Sumardi, Itis, Dela Chyintia Dewi, Dena Bilqis Nurdini atas
segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Penguji Dr. Sri Mulatsih M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan
Salahuddin El Ayyubi, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas
kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Komite Pamantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Badan Pusat
Statistik (BPS) yang bersedia memberikan data terkait penelitian.
5. Sahabat penulis dan teman-teman satu bimbingan yang memberikan bantuan,
motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47 terima kasih atas doa dan dukungannya
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, Mei 2014
Mega Wahyu Wulandari


DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian


6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

METODE PENELITIAN

15

Jenis dan Sumber Data

15

Definisi Operasional


16

Metode Analisis Data

16

GAMBARAN UMUM

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

24

Kondisi TKED Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan Tahun
2011
24
Perkembangan TKED Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan
Tahun 2011
28

Pengaruh TKED Terhadap Tingkat Pengangguran
SIMPULAN DAN SARAN

29
37

Simpulan

37

Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN


41

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1 TPT Menurut Provinsi di Pulau Jawa 2009-2013 (%)
2 TPT Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (%)
3 Indeks TKED Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan
tahun 2011
4 Jenis dan sumber Data
5 Selang nilai statistik DW dan keputusannya
6 Jumlah Pencari Kerja, Penempatan Kerja dan Permintaan Menurut
Jenis Kelamin 2011 - 2012
7 PDRB Jawa Timur Tahun 2007 – 2011
8 Perkembangan Proyek PMDN dan PMA di Jawa Timur Tahun 20062011
9 Uji Beda Sub Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah Tahun 2007 dan
Tahun 2011
10 Nilai Statistik Model Pengangguran Tahun 2007
11 Hasil Estimasi Keterkaitan TKED terhadap Pengangguran Tahun
2007
12 Nilai Statistik Model Pengangguran Tahun 2011
13 Hasil Estimasi Keterkaitan TKED terhadap Pengangguran Tahun
2011

2
4
5
15
19
21
21
22
29
30
30
33
34

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia Tahun 2001-2013
Faktor penggerak produktivitas perekonomian daerah
Diagram Ketenagakerjaan
Bagan Kerangka Pemikiran
Hasil Proyeksi Penduduk Jawa Timur 2000-2013
Realisasi Belanja Modal Provinsi Jawa Timur
Kondisi TKED tahun 2007 (Skor)
Kondisi TKED tahun 2011 (Skor)

2
8
9
14
20
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Skor sub-Indeks TKED Tahun 2007
Skor sub-Indeks TKED Tahun 2011
Kepadatan penduduk pertengahan tahun menurut Kabupaten/Kota
Uji Beda Sub indeks TKED Tahun 2007 ke Tahun 2011
Hasil Uji Multikolinearitas Model Tahun 2007
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Tahun 2007
Hasil Uji Kenormalan Model Tahun 2007
Hasil Uji Multikolinearitas Model Tahun 2011
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Tahun 2011
Hasil Uji Kenormalan Model Tahun 2011
Hasil Uji Beda

41
42
43
44
44
44
45
45
45
46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintahan suatu negara di berbagai belahan dunia memiliki tujuan
yang sama yaitu menerapkan pembangunan nasional. Profesor Dudley Seers
dalam Todaro dan Smith memberikan definisi baru mengenai pembangunan
nasional yang tidak hanya dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita
sebuah negara, tetapi juga dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam
perwujudan upaya pembangunan ekonomi, Indonesia sebagai negara berkembang
telah mencanangkan kebijakan otonomi daerah sejak tanggal 1 Januari 2001.
Pelaksanaan otonomi daerah mendapat dukungan pemerintah dengan
dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yang memberikan definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tumbuhnya perhatian terhadap perencanaan pembangunan
yang terprogram melalui otonomi daerah dikarenakan populernya strategi
pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity) (Kuncoro 2004).
Tujuan akhir dari seluruh kebijakan ekonomi Indonesia adalah
menciptakan efisiensi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat
yang sejahtera dapat menunjukkan keberhasilan sebuah pemerintahan dalam
mewujudkan upaya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan serta
pemberantasan permasalahan yang dihadapi Negara Sedang Berkembang (NSB)
yang sering disebut “dampak merembes ke bawah” (trickle down effect) (Kuncoro
2010). Kesejahteraan yang dituntut masyarakat salah satunya ditentukan oleh dua
kondisi mendasar. Pertama, mereka menginginkan agar biaya kebutuhan hidup
tetap stabil, khususnya untuk kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan.
Kedua, mereka menginginkan adanya pendapatan yang bisa diandalkan untuk
menghidupi keluarganya secara layak serta penghasilan yang meningkat dari
waktu ke waktu. Peningkatan kesejahteraan juga harus adil dan merata
(Prasetiantono 2009).
Biaya kebutuhan hidup dan pendapatan masyarakat dapat diatasi dengan
pemberantasan masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satunya adalah
permasalahan pengangguran. Masalah pengangguran diperburuk dengan
perkembangan angkatan kerja semakin banyak beralih ke perkotaan, sektor
informal semakin meluas sehingga banyak menciptakan mutu kerja yang rendah,
sementara pekerjaan di sektor formal semakin berkurang. Apabila masyarakat
yang menganggur semakin berkurang, maka kesejahteraan akan meningkat.
Kebijakan ketenagakerjaan mempunyai tujuan untuk mewujudkan hak setiap
masyarakat (penduduk usia kerja) yang dapat bekerja atau (kembali) bergabung
dalam bursa tenaga kerja, hak untuk memilih pekerjaan, serta hak untuk memilih
kondisi kerja yang layak dan perlindungan dari pengangguran atau minimnya
pekerjaan (Roland 2005). Dalam hal ini intervensi langsung yang tepat oleh
pemerintah diperlukan untuk menyediakan lapangan kerja yang layak bagi
masyarakatnya dan mampu menampung mayoritas angkatan kerja. Sehingga
seluruh masyarakat dapat hidup aman, tentram dan berkecukupan. Berdasarkan

2
data Badan Pusat Statistik Indonesia, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di
Indonesia menunjukkan tren penurunan setiap tahun.

14.00
12.00

TPT (%)

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun
Sumber : BPS Indonesia

Gambar 1 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia Tahun 2001-2013
Dalam gambar grafik TPT menunjukkan penurunan dari Tahun 2005 yakni
sebesar 10,75%. Pada tahun 2007 turun menjadi 9,43%, serta turun lagi pada 2011
menjadi 6,68%. Tahun 2013 tingkat pengangguran menjadi 6,09%. Sedangkan,
jika dilihat berdasarkan propinsi, data BPS pada februari 2009, tingkat
pengangguran terbesar berada di Pulau jawa yang cukup padat penduduk yaitu
berjumlah sekitar 57,5%.
Tabel 1 TPT Menurut Provinsi di Pulau Jawa 2009-2013 (%)
Pengangguran

2009

2010

2011

2012

2013

DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta

12,15
10,96
14,97
7,33
6,00

11,32
10,57
14,13
6,86
6,02

10,83
9,84
13,50
6,07
5,47

10,72
9,78
10,74
5,88
4,09

9,94
8,90
10,10
5,57
3,80

5,08

4,91

4,18

4,13

4,00

Jawa Timur
Sumber : BPS 2014

TPT dari keenam provinsi di Pulau Jawa, diantaranya adalah Jawa Timur
sebagai provinsi yang cukup besar jumlah penduduknya memiliki TPT yang
rendah. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
telah menargetkan TPT mencapai 3% pada tahun 2015. Data sekunder jumlah
pengangguran di Provinsi Jawa Timur berjumlah sekitar 804.400 jiwa atau 4%
terhadap jumlah angkatan kerja pada tahun 2013.

3
Kebijakan dari pemerintah Indonesia menunjukkan masih adanya
ketimpangan dalam penyediaan lapangan kerja tiap Provinsi antar pulau. Menurut
hasil riset Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas dari kemampuan daerah
menciptakan peluang penggerak sektor riil yang produktif. Pemerintah daerah
yang sukses membenahi tata kelola ekonomi terbukti mampu mendorong kinerja
perekonomian lokal yang signifikan. Terdapat dua bidang yang apabila ditangani
dengan baik dapat mempercepat pembangunan ekonomi yaitu pembangunan
infrastruktur dan perbaikan iklim investasi, (Prasetiantono 2009). Indonesia
sebagai negara berkembang, selain terus menggali sumber–sumber pendapatan
daerah juga membutuhkan investasi sebagai tambahan dana bagi pelaksanaan
pembangunan. Investasi yang dimaksudkan yaitu Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Undang–Undang
Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari
penyelenggaraan investasi baik investasi PMDN maupun PMA adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Investasi swasta merupakan penggerak perekonomian yang sangat penting.
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2012-2013 The World Economic
Forum, Indonesia menempati peringkat 38 dari 143 negara, meningkat dari
peringkat 44 di tahun sebelumnya. Menurut publikasi KPPOD 2011, pada era
otonomi daerah dimana kewenangan untuk menyederhanakan prosedur perizinan,
menghapus peraturan dan pungutan yang mengganggu atau memberatkan dunia
usaha, mendorong pengembangan usaha kecil, dan menyediakan infrastruktur
yang baik sebagian besar sudah berada di tangan pemerintah daerah. Pemerintah
daerah dapat menggunakan kesempatan ini untuk meningkatkan aspek TKED
dalam menciptakan iklim investasi. Dengan investasi swasta yang tumbuh,
lapangan pekerjaan dapat berkembang dan pengangguran dapat dikurangi secara
bekelanjutan. Peran pemerintah daerah dalam TKED yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting, penelitian ini menjelaskan
pengaruh TKED terhadap tingkat pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur. Penelitian mengenai tata kelola ekonomi ini didasarkan pada penelitian
TKED yang dilaksanakan dua kali di Jawa Timur oleh KPPOD pada tahun 2007
dan tahun 2011.
Perumusan Masalah
Proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaining growth) dalam
tujuan pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk pengentasan permasalahan
pengangguran. Otonomi daerah yang terjadi di tengah persaingan global yang
ketat, memerlukan peran Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memperbaiki TKED.
Perbaikan diupayakan untuk meningkatkan iklim investasi yang mendorong
pertumbuhan penyediaan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi
pengangguran. Pemerintah Jawa Timur menargetkan pengurangan tingkat
pengangguran mencapai 3% pada tahun 2015. Namun, pada realisasinya hingga
tahun 2013 TPT hanya berkurang 0,13%. Sebesar 4,13% di tahun 2012 dan turun
menjadi 4,00% di tahun 2013 sebagaimana ditunjukan pada Tabel 1. Selain itu,
data BPS Provinsi Jawa Timur pada Tabel 2 menunjukkan TPT di tingkat
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

4
Tabel 2 TPT Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (%)
Kab/Kota
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun

2007
2,72
4,76
4,91
4,32
4,54
8,89
6,44
4,91
5,57
5,80
3,65
5,43
3,48
7,72
12,67
6,68
6,97
6,62
10,11

2011
2,70
4,37
3,18
3,58
3,61
4,54
4,63
2,70
3,95
3,71
2,84
4,74
3,20
4,83
4,75
4,31
4,24
4,73
3,37

Kab/Kota
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu

2007
5,40
6,41
5,67
6,24
6,31
8,14
7,90
1,98
4,41
3,28
12,18
8,24
11,27
10,42
11,33
11,94
15,45
11,59
10,36

2011
3,16
4,06
4,18
4,15
4,40
4,36
3,91
3,91
2,89
3,71
4,93
4,20
5,19
4,66
4,92
5,86
5,15
5,15
4,57

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Dalam data menunjukkan upaya pengurangan tingkat pengangguran masih
terlihat timpang diantara kabupaten dan kota. Seperti ditunjukkan di Kabupaten
Pacitan, TPT hanya berkurang 0,2% dari 2,72% tahun 2007 menjadi 2,70% tahun
2011. Sedangkan Kota Madiun menunjukkan penurunan TPT hingga 10,3% dari
tahun 2007 ke tahun 2011. Tetapi tidak hanya penurunan, di Kabupaten Sampang
justru menunjukkan peningkatan TPT sebesar 1,93%. Kota Mojokerto dan
Kabupaten Mojokerto yang berdekatan dalam satu wilayah, sudah menunjukkan
adanya perbedaan pengurangan tingkat pengangguran. Ditunjukan di Kota
Mojokerto angka TPT turun hingga 6,08% dan Kabupaten Mojokerto hanya
berkurang 2,29%. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya dari pemerintah Jawa
Timur masih perlu dioptimalkan agar pengurangan tingkat pengangguran tiap
kabupaten dan kota bisa merata.
Pengangguran dalam permasalahan pencapaian kesejahteraan masyarakat
dapat dilihat dari tata kelola pemerintah daerahnya. Dimana disajikan dalam data
indeks TKED secara nasional dalam penelitian KPPOD yang berjumlah 243
kabupaten/kota tahun 2007 dan 245 kabupaten/kota tahun 2011 di Provinsi Jawa
Timur ditunjukkan oleh Tabel 3.
Indeks TKED dari tahun 2007 belum banyak mengalami perubahan di
tahun 2011. Ditunjukkan kota Blitar yang mengalami kenaikan skor sebesar 4,5
menjadi 80,5 tahun 2011. Kabupaten Madiun justru menurun dari skor indeks
tahun 2007 sebesar 72,0 menjadi 65,5 tahun 2011. TKED diharapkan akan
signifikan mengurangi pengangguran, namun berdasarkan data tidak selalu linear.
Dimana dapat dilihat data dalam Tabel 2 nilai TPT tertinggi dimiliki oleh kota
Mojokerto, sebesar 5,86%. Sedangkan TPT terendah dimiliki oleh kota Lumajang
dan Pacitan sebesar 2,7%. Namun ketika mengamati indeks TKED tertinggi,

5
malah dimiliki oleh kota Blitar dengan skor 80,5 tahun 2011. Padahal Kota Blitar
memiliki TPT masih cukup tinggi pada nilai 4,2%. Sedangkan pada kota yang
memiliki TPT rendah (Lumajang dan Pacitan), tingkat skor indeks TKED-nya
juga tidak terlalu bagus.
Tabel 3 Indeks TKED Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan
tahun 2011
Kab/Kota
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun

2007
67,3
66,9
63,6
68,2
66,9
66,3
62,8
72,0
64,3
67,0
70,6
70,9
68,5
66,4
71,2
66,2
60,5
67,5
72,0

2011
60,4
65,9
69,8
73,0
72,9
68,8
56,3
68,2
65,4
63,1
70,3
61,5
73,8
59,7
67,8
70,7
70,2
72,3
65,5

Kab/Kota
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Kota Batu

2007
75,4
69,9
62,9
73,4
64,0
63,6
63,7
56,7
66,9
60,9
71,1
76,0
62,3
71,5
66,3
67,7
70,5
57,3
67,9

2011
73,9
72,5
70,8
67,7
73,0
67,3
67,6
70,1
68,3
69,9
72,7
80,5
63,8
78,4
66,3
70,4
69,0
64,3
76,3

Sumber : KPPOD

Analisis sementara ditemukan kejanggalan yang tidak sesuai dengan
kaidah ekonomi. Dimana semakin bagus TKED maka iklim investasi akan
membaik, menambah lapangan pekerjaan dan pengangguran akan semakin
menurun.
Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimanakah kondisi dan perkembangan TKED Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Timur?
2. Bagaimanakah pengaruh TKED terhadap tingkat pengangguran
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan dan menganalisis kondisi serta perkembangan TKED
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

6
2. Menganalisis pengaruh TKED terhadap
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

tingkat

pengangguran

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.

4.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sebagai salah satu media latih untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan penulis dalam mengamati dan menganalisa permasalahan yang
dijumpai sesuai disiplin ilmu yang diperoleh.
Bagi para penentu kebijakan di pemerintah Provinsi Jawa Timur serta
Pemerintah Daerah di Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diharapkan
penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah pemahaman tentang
aspek atau sub indeks dalam TKED yang berpengaruh terhadap tingkat
pengangguran.
Bagi para pemangku peran masyarakat serta LSM, penelitian ini
diharapakan dapat digunakan sebagai alat advokasi kepada para pemimpin
daerah untuk melakukan perbaikan TKED.
Sebagai bahan pustaka dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai
bahan rujukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah berdasarkan penelitian pada survei
TKED yang dilakukan oleh KPPOD. Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
merupakan salah satu provinsi yang disurvei dua kali pada tahun 2007 dan tahun
2011. Pada tahun 2007, survei dilaksanakan di 243 kabupaten dan kota di 15
provinsi di Indonesia. Pada tahun 2011, survei dilaksanakan di 245
kabupaten/kota di 19 provinsi di Indonesia. Cakupan penelitian ini adalah
sebanyak 29 Kabupaten dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan data Cross section dengan unit analisis kabupaten dan
kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 dan tahun 2011.
TKED dinilai berdasarkan persepsi pelaku usaha terhadap TKED hasil
studi KPPOD yang meliputi sembilan aspek utama yaitu akses lahan, perizinan
usaha, interaksi pemda dan pelaku usaha, program pengembangan usaha swasta,
kapasitas dan integritas Kepala Daerah, biaya transaksi, infrastruktur daerah,
keamanan dan penyelesaian konflik, dan peraturan daerah. Penelitian ini juga
menganalisis faktor lain yang mempengaruhi pengangguran yakni investasi dan
pengeluaran pemerintah bagian belanja modal.

TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan
berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai
alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga“(Rustiadi et al 2011).

7
Sedangkan (Todaro dan Smith 2006) mendefinisikan ilmu pembangunan ekonomi
(development economi) selain memperhatikan masalah efisiensi alokasi sumber
daya produktif yang langka (atau yang tidak terpakai) serta kesinambungan
pertumbuhan dari waktu ke waktu, ilmu ekonomi pembangunan juga memberi
perhatian pada mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan,
baik yang terkandung di sektor swasta maupun yang terdapat di sektor publik.
Menurut Todaro (2006) terdapat tiga tujuan inti pembangunan, yaitu:
1. Kecukupan (sustainance)
Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan, sandang, papan, kesehatan,
dan perlindungan keamanan.
2. Memenuhi kebutuhan pokok
Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan,tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk
memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga
diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
3. Meningkatkan rasa harga diri atau jatidiri (self-esteem)
Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruhan, yakni dengan cara membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap
orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang
berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
Permasalahan dari pembangunan yang paling menonjol adalah kemiskinan,
ketidakmerataan, lonjakan tingkat pengangguran, pertumbuhan penduduk yang
terlampau cepat, terhentinya pembangunan di pedesaan, dan kerusakan
lingkungan. Kuncoro dalam Karlinda menjelaskan proses pembangunan pada
dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata, namun memiliki perspektif
yang luas. Dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik.
Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh
percepatan pertumbuhan ekonomi tetapi lebih pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara lebih utuh (Kuncoro 2010). Kesejahteraan masyarakat sendiri
akan terwujud apabila tersedianya lapangan kerja yang cukup, sehingga dapat
menekan jumlah pengangguran.
Otonomi Daerah
Dasar hukum dari pelaksanaan otonomi daerah dalam Santi adalah UU no.
22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
serta UU No. 25 Tahun 1999 menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pada intinya, UU No. 32 Tahun 2004
mendesentralisasikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengambil
keputusan mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah
daerah, sedangkan UU No. 33 Tahun 2004 merubah secara mendasar
keseimbangan keuangan pusat dan daerah melalui bagi hasil (revenue sharing)
baik dari pendapatan pajak maupun bukan pajak. Kebijakan lain yang dikeluarkan

8
pemerintah adalah pemerintah daerah diberi kewenangan yang lebih luas,nyata
dan bertanggung jawab dalam mengelola administrasi pemerintahan dan
keuangan, yang dituangkan dalam UU No. 18 Tahun 1997 menjadi UU No. 34
Tahun 2000. Inti dari UU ini adalah mengakomodir kabupaten dan kota dalam
menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak
dan retribusi daerah.
Selain itu, otonomi daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001 juga
memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk meningkatkan kinerja
daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Prinsip otonomi
bukanlah berdiri sendiri, melainkan merupakan subsistem dari sistem
pemerintahan nasional. Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah ini
meletakkan prinsip-prinsip baru agar penyelenggaraan otonomi daerah lebih sesuai
dengan prinsip demokrasi, adanya peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan
berdasarkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Tata Kelola Ekonomi Daerah
Dixit dalam Sutarsono mendefinisikan tata kelola secara luas menyangkut
interaksi-interaksi antara para pelaku pasar dengan kelembagaan-kelembagaan
yang dilakukan oleh pemerintah. World Bank Institute mengukur tata kelola
pemerintahan menggunakan enam sub indeks. Keenam sub indeks tersebut antara
lain: (1) keterbukaan dan akuntabilitas, (2) stabilitas politik dan ketiadaan
kekerasan/terorisme, (3) efektifitas pemerintahan, kualitas peraturan, (5)
penegakan hukum, dan (6) kontrol terhadap korupsi. Sedangkan KPPOD
mengukur tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia dari aspek tata kelola
ekonomi. Unsur-unsur tata kelola daerah yang baik menurut persepsi pelaku usaha
dirumuskan secara berbeda oleh KPPOD. Pemilihan 9 unsur ini didasarkan pada
elemen-elemen yang merefleksikan tata kelola ekonomi daerah, bukan merupakan
faktor anugrah (endowment), merupakan kewenangan dan kontrol kabupaten/kota,
tetapi bukan sub indeks outcome/impact (KPPOD 2011).

Sumber: KPPOD 2007

Gambar 2 Faktor penggerak produktivitas perekonomian daerah

9
Faktor penggerak produktivitas daerah yang terbentuk pada suatu daerah
merupakan sebuah mekanisme dinamika yang terjadi pada sektor swasta. Pada
Gambar 2 dapat dilihat kompetisi dan inovasi dari adanya kehadiran perusahaan dan
tenaga kerja yang berkualitas baik diharapkan dapat menciptakan tingkat investasi
tertentu. Peranan sektor swasta di daerah dapat menjadi faktor penggerak
produktivitas daerah yang mencerminkan keadaan berusaha yang baik. Maka
keberadaan perusahaan di kabupaten/kota tertentu menjadi sangat penting (KPPOD
2007).

Pengangguran
Batasan (definisi) variabel ketenagakerjaan telah dibakukan oleh Badan
Pusat Statistik Indonesia sejak tahun 1976. Definisi yang dimaksud diantaranya
adalah mengenai angkatan kerja, yaitu penduduk usia kerja yang bekerja atau
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan atau penduduk yang
termasuk dalam pengangguran. Penduduk usia kerja yang dimaksud adalah
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.
Pengertian dari bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan yang
lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus-menerus dalam seminggu yang
lalu. Sedangkan yang dimaksud pengangguran meliputi penduduk yang sedang
mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha, atau merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan (discourage worker), atau sudah punya pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja (future start).
USIA KERJA
ANGKATAN KERJA

BEKERJA

SEDANG
BEKERJA

MENCARI
PEKERJAAN

BUKAN ANGKATAN KERJA

PENGANGGURAN

SEMENTARA
TIDAK BEKERJA

MEMPERSIAP
KAN USAHA

MERASA TIDAK
MUNGKIN
MENDAPAT
KERJA

SUDAH PUNYA KERJA,
TETAPI BELUM MULAI
KERJA

Sumber : Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia 2003-2010, BPS

Gambar 3 Diagram Ketenagakerjaan
Investasi
Investasi sering disebut juga sebagai penanaman modal atau pembentukan
modal. Penanaman modal dibagi dua diantaranya adalah Penanaman Modal Asing

10
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Keduanya dapat dijadikan
satu menjadi Investasi. Investasi menghubungkan pasar uang dengan pasar
barang, masa kini dan masa datang.
Baik perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi,
perusahaan membeli barang-barang untuk menambah pesediaan modalnya dan
mengganti modal setelah habis dipakai (Mankiw, 2006). Tujuan investasi ini
adalah untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian. Investasi
merupakan suatu unsur GDP (Gross Domestic Product) yang paling sering
berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian
besar dari penurunan itu berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi.
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah yang dimaksud adalah belanja daerah yang terdiri
atas belanja tidak langsung (Indirect Expenditure) dan belanja Langsung (Direct
Expenditure).
Belanja Langsung (Direct Expenditure) merupakan belanja yang
dianggarkan karena terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintah. Diantara belanja langsung dari pemerintah daerah yaitu belanja modal
pemerintah (investasi pemerintah). Belanja Modal adalah pengeluaran yang
digunakan untuk pembelian atau pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang nilai manfaatnya lebih dari satu tahun. Pembentukan aset tersebut
meliputi pengadaan tanah, alat-alat berat, alat-alat angkutan, alat-alat bengkel,
alat-alat pertanian, peralatan dan perlengkapan kantor, komputer, mebeulair,
peralatan dapur, penghias ruangan, alat-alat studio, alat-alat komunikasi, alat-alat
ukur, alat-alat kedokteran, alat-alat laboraturium, konstruksi jalan, jembatan,
jaringan air, penerangan jalan, taman dan hutan kota, instalasi listrik dan telepon,
bangunan, buku/kepustakaan, barang seni, pengadaan hewan/ternak dan tanaman,
serta persenjataan atau keamanan (BPS 2012).
Pertumbuhan Ekonomi
Sukirno dalam Karlinda mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai
perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa
yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan
suatu perekonomian serta kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang
dan jasa akan meningkat. Dalam Mankiw (2006) menjelaskan fungsi produksi
dengan menggunakan teknik yang disebut perhitungan pertumbuhan yang
membagi pertumbuhan output menjadi tiga sumber berbeda : kenaikan modal,
kenaikan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. Model Solow yang
mengaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y jadi
fungsi produksi itu adalah :
Y = F(K, L)
Dalam hal ini, jumlah output hanya berubah karena jumlah modal dan tenaga
kerja berubah.

11
Teori Pengangguran (I, G)
Menurut Hukum Okun (Mankiw 2006), terdapat kaitan yang erat antara
tingkat pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil, dimana
terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan GDP riil.
Menurut Satrio dalam Zulhanafi et al peningkatan investasi akan
meningkatan kesempatan kerja sehingga tingkat pengangguran akan menurun.
Untuk mengetahui dampak investasi langsung terhadap permintaan tenaga kerja
digunakan koefisien tenaga kerja dan pengganda output untuk dapat mengetahui
multiplier permintaan tenaga kerja.
Keynes juga berpendapat bahwa dalam sistem pasar bebas penggunaan
tenaga kerja penuh tidak selalu tercipta sehingga perlu dilakukan usaha dan
kebijakan pemerintah untuk menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh dan
pertumbuhan ekonomi yang teguh. Salah bentuk campur tangan yang dapat
dilakukan adalah dengan menjalankan kebijakan fiskal. Dalam hal ini Keynes
mengisyaratkan kebijakan fiskal yang ekspansif melalui penambahan pengeluaran
pemerintah (Government Expenditure).
Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan
pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam
perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional.
Y merupakan pendapatan nasional, C merupakan pengeluaran konsumsi, dan G
merupakan Pengeluaran Pemerintah. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y
serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi
pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Mankiw 2006)
Penelitian Terdahulu
Lean et al (2011) Meneliti dampak investasi asing dan investasi dalam
negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Malaysia. Menerapkan vektor koreksi
kesalahan model (VECM) dengan data 1970-2008. Tujuannya adalah untuk
menganalisis hubungan kausal jangka panjang antara investasi asing langsung,
investasi domestik dan pertumbuhan ekonomi di Malaysia. Kehadiran efek
komplementer/substitusi antara investasi asing langsung dan investasi domestik
juga diselidiki dengan menggunakan fungsi respon impuls dan analisis variance
decomposition. Hasil menunjukkan kausalitas bilateral jangka panjang antara
pertumbuhan ekonomi dan investasi domestik. Tidak ada bukti kausalitas antara
investasi asing langsung dan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hasil
menunjukkan jangka pendek crowding-in akibat antara investasi asing langsung
dan investasi domestik.
Sutarsono (2012) menganalisis hubungan Tata Kelola Pemerintahan,
Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Infrastruktur dalam
penelitian hanya mencakup infrastruktur ekonomi dasar yang ada di semua
kabupaten/kota, yaitu: jalan, air bersih, dan listrik. Pertumbuhan ekonomi dalam
penelitian menggunakan pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang digambarkan
dengan pertumbuhan pendapatan per kapita. Metode analisis deskriptif eksploratif
dengan bantuan tabel, grafik, uji beda rata-rata, dan analisis spasial digunakan
untuk menjawab pertanyaan pertama. Sedangkan tujuan kedua dijawab secara
deskriptif dengan korelasi pearson dan metode ekonometrika Two Stages Least

12
Square (2SLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas institusi daerah dan
penyediaan infrastruktur baik jalan, air bersih, maupun listrik di Indonesia belum
merata. Kualitas institusi dan penyediaan infrastruktur di kota lebih baik
dibandingkan kabupaten dan kabupaten/kota di Jawa lebih baik dibandingkan
kabupaten/kota di luar Jawa. Tata kelola pemerintahan daerah diindikasikan
berpengaruh tidak langsung melalui penyediaan infrastruktur jalan dan
infrastruktur listrik. Hal ini menjawab mengapa hubungan secara agregat dan
langsung penelitian sebelumnya tidak diketemukan hubungan yang signifikan.
Adapun tata kelola pemerintahan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui kebijakan pemerintah daerah yang tidak menyebabkan
peningkatan biaya bagi pelaku usaha.
Karlinda (2012) menganalisis Keterkaitan PDRB per kapita dan
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Data yang
digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder tahun 2007. Hasil dari
penelitian ini adalah berdasarkan analisis korelasi, variabel TKED yang memiliki
hubungan signifikan dengan PDRB per kapita yang sejalan dengan teori adalah
lama kepengurusan sertifikat tanah, persentase perusahaan yang memperoleh TDP,
pemda selalu menindaklanjuti langkah-langkah masalah, mengenai dukungan
pemda, tingkat hambatan biaya, tentang kualitas dan lama perbaikan infrastruktur
jalan. Variabel yang berhubungan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi adalah
lama kepengurusan sertifikat tanah, persentase perusahaan yang memiliki TDP,
persentase keberadaan forum komunikasi, Pemda melakukan konsultasi publik,
Pemda mengadakan pertemuan dengan pelaku usaha. Berdasarkan analisis regresi
OLS, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap PDRB per kapita adalah
IPM, belanja modal dan belanja pendidikan pemerintah, lama kepengurusan
sertifikat tanah. IPM, belanja modal, belanja pendidikan berpengaruh positif
terhadap PDRB per kapita. Variabel lama pengurusan sertifikat tanah berpengaruh
negatif terhadap PDRB per kapita. Hasil regresi OLS juga menunjukkan bahwa
variabel belanja kesehatan, variabel persentase perusahaan yang memiliki TDP
dan kualitas infratruktur jalan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Variabel IPM dan belanja pendidikan memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan.
Santi (2012) menganalisis Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini
adalah persepsi pelaku usaha tentang TKED di Jawa Timur periode 2005-2010
semakin membaik. Sementara itu persepsi pelaku usaha makin memburuk untuk
kebijakan Pemda yang berorientasi mendorong iklim investasi, Interaksi Pemda
dengan Pelaku Usaha yang tidak menghambat kinerja perusahaan, tingkat
pembayaran donasi kepada Pemda dan persepsi bahwa kepala daerahnya
bertindak tegas terhadap korupsi yang dilakukan jajarannya. Sementara itu
variabel tata kelola pemerintahan daerah yang berkorelasi signifikan dengan
PMDN maupun PMA dan sejalan dengan teori adalah persepsi bahwa pelayanan
izin usaha bebas pungli, tingkat hambatan izin usaha terhadap kinerja perusahaan,
persepsi kebijakan non diskriminatif Pemda, tingkat hambatan interaksi pemda
dengan pelaku usaha, tingkat hambatan kapasitas dan integritas kepala daerah
terhadap dunia usaha, tingkat hambatan biaya transaksi terhadap kinerja
perusahaan, kualitas infrastruktur jalan dan tingkat hambatan infrastruktur
terhadap kinerja perusahaan.

13
McCulloch dan Malesky (2010) meneliti pengaruh TKED dengan
pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia. Pengukuran utama terhadap kinerja
perekonomian adalah Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat daerah. Metode
analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan model panel dengan
menggunakan Indeks TKED tahun 2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dan pertumbuhan daerah lebih
rumit dari pandangan sekilas. Secara mengejutkan penelitian ini mengemukakan
bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungan statistik yang signifikan
antara berbagai pengukuran tipikal tata kelola perekonomian daerah dengan
kinerja pertumbuhan daerah. Hasil tersebut didorong oleh beberapa kemungkinan,
yakni rendahnya kualitas data serta hasil penelitian tersebut ditutupi karena
beberapa variabel struktural yang memengaruhi pertumbuhan, juga berpengaruh
terhadap kualitas tata kelola pemerintahan daerah, tetapi tidak harus ke arah yang
sama. Tata kelola pemerintahan daerah bisa saja dapat meningkatkan investasi dan
pertumbuhan ekonomi, namun untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
harus ditunjang oleh unsur PDB lainnya yaitu konsumsi dan pengeluaran
pemerintah. Satu hal lagi yang juga penting, sebaik apapun tata kelola ekonomi
yang akan meningkatkan investasi swasta di daerah, bila tanpa dukungan adanya
sumber daya ekonomi yang cukup, hanya akan berdampak kecil pada
pertumbuhan ekonomi daerah.
Istiandari (2009) menganalisis tentang Tata Kelola Ekonomi Daerah dan
Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia. Untuk melihat apakah ada perbedaan
pengaruh Indeks TKED antara daerah Kabupaten dan Kota, maka dalam model
yang dibangun juga menggunakan dummy daerah kabupaten-kota. Hasilnya dari
tujuan yang pertama untuk melihat tingkat pelaksanaan TKED menggunakan
analisis deskriptif yaitu kualitas TKED di Wilayah Jawa secara umum terbukti
lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan kedua adalah melihat
TKED terhadap kesejahteraan. PDRB perkapita dan tingkat kemiskinan dijadikan
variabel untuk mewakili tingkat kesejahteraan daerah, sementara indeks TKED
dijadikan variabel penjelas disamping beberapa variabel lainnya yaitu PAD dan
IPM. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa selain TKED, variabel IPM dan PAD
yang berasal dari kekayaan alam daerah memiliki hubungan yang signifikan
terhadap laju pertumbuhan PDRB per kapita. Dampak yang berasal dari kedua
variabel endowment tersebut bersifat positif. Sementara dampak positif yang
berasal dari variabel dummy yang berinteraksi dengan TKED mengindikasikan
bahwa di wilayah kota, TKED lebih cepat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
PDRB. Adapun variabel-variabel penjelas lain selain indeks TKED yaitu IPM dan
PAD yang berasal dari kekayaan alam daerah berdampak negatif terhadap
persentase penduduk miskin. Hal ini sejalan dengan dampak positif yang
ditimbulkan kedua variabel endowment ini terhadap laju pertumbuhan pendapatan
regional. Variabel dummy yang bersifat negatif pada hasil estimasi juga
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan proporsi penduduk miskin di wilayah
kota dengan kabupaten dimana proporsi penduduk miskin di wilayah kota lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah kabupaten.
Zulhanafi, et al (2013) menganalisis pengaruh pendidikan dan kesehatan
pada produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Produktivitas, pertumbuhan
ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah, upah dan inflasi terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia. Penelitian ini menggunakan simultan alat analisis

14
model persamaan dengan Dua Tahapan metode Least Squared (TSLS) dari kuartal
pertama tahun 2000 - kuartal keempat tahun 2011. Penelitian menyimpulkan
bahwa pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan dan berpengaruh positif
terhadap produktivitas di Indonesia. Produktivitas, pertumbuhan ekonomi,
investasi, pengeluaran pemerintah, dan upah memengaruhi tingkat pengangguran
di Indonesia secara signifikan. Produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi,
pengeluaran pemerintah, inflasi mempunyai pengaruh negatif. Sedangkan tingkat
upah mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pengangguran. Namun, inflasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia.

Kerangka Pemikiran

Pembangunan
Ekonomi

Pengurangan
Pengangguran

Faktor yang
mempengaruhi

Tata Kelola Ekonomi Daerah :
Akses Lahan
Perizinan Usaha
Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha
Program Pengembangan Usaha Swasta
Kapasitas dan Integrasi Kapala Daerah
Biaya Transaksi

Faktor lain :
(Belanja Modal, Investasi)

Infrastruktur Daerah
Peraturan di Daerah
Keamanan dan Penyelesaian Konflik

Pengaruh TKED Terhadap
Tingkat Pengangguran

Implementasi Kebijakan

Gambar 4 Bagan Kerangka Pemikiran
Keberhasilan pembangunan ekonomi dalam sebuah negara dapat dilihat
dari kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu indikator kesejahteraan dalam
sebuah negara adalah tingkat pengangguran yang semakin menurun. Kebijakankebijakan yang dicanangkan pemerintah ditujukan untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional. Era otonomi daerah yang berjalan sejak tahun 2001
diharapkan mampu menciptakan kemandirian serta kemampuan pemerintah
daerah untuk membiayai kebutuhan dana pembangunan. Terdapat dua pihak yang

15
secara garis besar berinteraksi dalam menentukan kinerja perekonomian daerah
yaitu pemerintah daerah dan pelaku usaha dalam rangka penciptaan investasi yang
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kewenangan yang sudah diserahkan
pada daerah seharusnya mampu secara optimal mengelola potensi daerah masingmasing yang dapat diwujudkan melalui tata kelola ekonomi yang baik. Adanya
investasi diyakini mampu menggerakan perekonomian di suatu daerah sehingga
mendorong pembangunan ekonomi, penyerapan tenaga kerja yang memadai dan
menurunkan tingkat pengangguran. Penelitian ini melihat pengaruh variabel-variabel
TKED yang berhubungan secara signifikan terhadap tingkat pengangguran serta
faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu,
penelitian ini juga akan memberikan saran implementasi kebijakan yang dapat
dipertimbangkan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu dapat dirumuskan beberapa
hipotesis sebagai berikut :
1. Fungsi produksi yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi (Y) dengan
jumlah modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L) menunjukkan adanya
hubungan antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut mengartikan pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi penyerapan
tenaga kerja yang meningkat dan dapat menekan tingkat pengangguran.
2. Teori Keynes menyebutkan pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh
investasi dan belanja modal. Maka, investasi dan belanja modal diduga
berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran.
3. Kesembilan sub indeks TKED yang merefleksikan kualitas investasi di
daerah diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Tabel 4 Jenis dan sumber Data
No
1.
2.
3.
4.

Variabel
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT)
Investasi
Belanja Modal
Indeks Tata Kelola Ekonomi
Daerah

Sumber Data
BPS Jawa Timur 2007 dan 2011

Satuan
persen

Badan Koordinasi Penanaman Modal Rupiah
BPS Indonesia
Rupiah
KPPOD (Tata Kelola Ekonomi Skor
Daerah) 2007 dan 2011

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data cross section
dari data sembilan sub indeks TKED kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur
yang diperoleh dari KPPOD pada tahun 2007 dan tahun 2011, data tingkat
pengangguran terbuka kabupaten/kota diperoleh dari Badan Pusat statistik (BPS)

16
Jawa Timur, Belanja Modal (BM) diperoleh dari BPS Indonesia, dan data realisasi
investasi diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan BPS.
Data sekunder lain yang masih terkait dalam penelitin ini diperoleh dari artikel,
jurnal, skripsi dan tesis dari perpustakaaan IPB, internet dan lembaga lainnya.
Definisi Operasional
Operasional data merupakan variabel–variabel pendukung yang digunakan
dalam analisis. Variabel–variabel operasional tersebut akan didefinisikan sebagai
berikut.
1. TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) adalah presentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
2. Pengangguran adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau
mempersiapkan usaha, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan,
atau sudah mendapat pekerjaan tetapi belum memulai kerja.
3. Investasi adalah adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk
melakukan investasi, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama dengan
pihak swasta. Pengeluaran rutin tidak termasuk dalam perhitungan ini.
4. Belanja modal pemerintah adalah belanja pemerintah dalam APBD yang
digunakan untuk pembelian/pembentukan aset tetap berwujud yang nilai
manfaatnya lebi dari setahun. Seperti gedung, jalan (infrastruktur) dan aset
tetap lainnya.
5. Tata kelola ekonomi daerah yang merupakan upaya untuk meningkatkan
iklim investasi, berhubungan secara signifikan dan sejalan dengan teori.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan
pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan hasilnya
disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah
pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis deskriptif dalam
penelitian ini digunakan untuk menginterpretasikan data-data kuantitatif secara
ringkas dan sederhana. Analisis deskriptif ini mengkaji secara eksploratif
mengenai gambaran tentang kondisi dan perkembangan TKED. Gambaran dilihat
dari bantuan tabel maupun grafik.
Uji Beda TKED Tahun 2007 dan Tahun 2011
Uji beda rata-rata dikenal juga dengan nama uji-t (t-test). Konsep dari uji
beda rata- rata adalah membandingkan nilai rata-rata beserta selang kepercayaan
tertentu (confidence interval) dari dua populasi. Prinsip pengujian dua rata-rata
adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Dalam menggunakan uji-t
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat atau asumsi utama yang harus
dipenuhi dalam menggunakan uji-t adalah data harus berdistribusi normal. Jika
data tidak berdistribusi normal, maka harus dilakukan transformasi data terlebih

17
dahulu untuk menormalkan distribusinya (Sugiarto 2002). Uji ini dirumuskan
sebagai berikut:

th 

( x1  x2 )   0
s( x1  x2 )

Keterangan :
̅̅̅ : Rata- rata populasi tahun 2007
̅̅̅ : Rata-rata populasi tahun 2011
S : Standar deviasi
Model Analisis Regresi Berganda
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan tujuan untuk
menganalisis keterkaitan hubungan