Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri Di Kawasan Andalan Kandangan Kalimantan Selatan

STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
BERBASIS AGROINDUSTRI DI KAWASAN ANDALAN
KANDANGAN KALIMANTAN SELATAN

DEWI SISKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan
Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Dewi Siska
NIM H152120081

RINGKASAN
DEWI SISKA. Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri
di Kawasan Andalan Kandangan Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA
HADI dan MUHAMMAD FIRDAUS.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2005-2025 menjadikan agroindustri sebagai pilar utama
pembangunan. Konsep agroindustri diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan distribusi pendapatan. Pengembangan agroindustri tersebut di
arahkan di Kawasan Andalan Kandangan. Penelitian ini bertujuan untuk; (1)
mengidentifikasi perkembangan ekonomi wilayah, (2) mengidentifikasi
komoditas unggulan, (3) mengidentifikasi sarana penunjang agroindustri, dan (4)
merumuskan strategi pengembangan wilayah berbasis agroindustri di Kawasan
Andalan Kandangan.
Hasil analisis entropi menunjukkan bahwa perekonomian Kawasan Andalan

Kandangan berkembang (3,09), yang didominasi sektor pertanian (0,81),
subsektor tanaman bahan makanan (1,45). Hasil analisis LQ dan SSA
menunjukkan bahwa padi dan jagung merupakan komoditas unggulan. Wilayah
basis berada di Kabupaten Tapin (1,10 ; 0,48), Hulu Sungai Selatan (1,05 ; 0,67),
Hulu Sungai Utara (1,05 ; 1,12), Hulu Sungai Tengah (1,03 ; 1,27), Tabalong
(1,03 ; 1,27), dan Balangan (1,00 ; 1,83). Identifikasi terhadap sarana penunjang
agroindustri menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dasar (jalan, listrik
dan air bersih) masih kurang secara kuantitas dan kualitas. Kondisi kelembagaan
belum sepenuhnya mendukung dalam hal keberadaan lembaga keuangan,
penyuluh pertanian, dan dukungan teknologi. Dukungan sumberdaya manusia
pada aspek ketenagakerjaan secara kuantitas dan kualitas sudah cukup
mendukung, terkait dengan tingkat pendidikan dan usia produktif.
Strategi prioritas untuk mendukung pengembangan wilayah berbasis
agroindustri dirumuskan melalui analisis SWOT dan AHP adalah (1) mendorong
potensi SDM; (2) meningkatkan keberadaan kelembagaan dan infrastruktur dasar.
Pelaksanaan strategi tersebut menjadi agenda penting bagi pemerintah daerah
sebagai aktor utama dalam pengembangan agroindustri di Kawasan Andalan
Kandangan.

Kata kunci : agroindustri, kawasan andalan, pengembangan wilayah


SUMMARY
DEWI SISKA. Strategy of Regional Economic Development based on
Agroindustry in Kandangan Key Region South Kalimantan. Supervised by SETIA
HADI and MUHAMMAD FIRDAUS.
Regional Long Term Development Plan (RPJPD) of South Kalimantan
Province 2005-2025 states agro-industry as the main pillar. The concept of agroindustry is expected to drive economic growth and achieve equitable distribution
of income. The agro-industry development is directed in the Kandangan Key
Region, which has significant potential in the agricultural sector compared to the
other two key region. This research aims to ; (1) identify the economic
development in Kandangan key Region, (2) identify the leading commodity, (3)
identify of supporting agro-industry, and (4) formulating a regional development
strategy based agro-industry.
Regional development situation based on entropy analysis shows that the
Kandangan Key Region is a developing region (3,09), dominated by the
agricultural sector (0,81), on food crops subsector (1,45). Analysis of LQ and SSA
show that rice and corn are located in the district of Tapin (1,10 ; 0,48), Hulu
Sungai Selatan (1,05 ; 0,67), Hulu Sungai Utara (1,05 ; 1,12), Hulu Sungai
Tengah (1,03 ; 1,27), Tabalong (1,03 ; 1,27), and Balangan (1,00 ; 1,83). The
supporting aspects of agro-industries are basic infrastructure (roads, electricity

and water), human resources and institutional, are not fully support the
development of agro-industry. The availability of basic infrastructure is still
lacking in quantity and quality. Institutional conditions have not been fully
supportive in terms of the existence of financial institutions, agricultural extension,
and technology support. Human resources support about employment in quantity
and quality sufficient support on the level of education and age.
The main strategy in order to support the development of agro- based region
is to encourage the potential of human resources, institutional and basic
infrastructure for the implementation of agro-industries. Implementation of the
strategy is an important agenda for the local government as the main actor in the
development of agro-industries in the Region Kandangan.
Keywords: agroindustry, key region, regional development

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
BERBASIS AGROINDUSTRI DI KAWASAN ANDALAN
KANDANGAN KALIMANTAN SELATAN

DEWI SISKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pengembangan kawasan andalan, dengan judul Strategi Pengembangan Ekonomi
Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan Kalimantan
Selatan.
Penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak
Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi sebagai anggota komisi pembimbing
atas segala saran, arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan mulai dari
tahap awal sampai tahap penyelesaian tesis ini.
2. Ibu Dr Ir Sri Mulatsih MSc Agr sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis

yang telah banyak memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan tesis ini.
3. Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS sebagai ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), serta seluruh staff
pengajar di PWD.
4. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang telah memberikan beasiswa
tugas belajar kepada penulis, khususnya Badan Kepegawaian Daerah dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Rekan-rekan peneliti Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan, atas bantuan
dalam pengumpulan data.
6. Rekan-rekan PWD, khususnya angkatan 2012 atas doa, dukungan dan
kebersamaannya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada abah, mamah, PaWD serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015

Dewi Siska

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1

1
4
6
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Ekonomi
Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah
Industri Berbasis Pertanian (Agroindustri)
Perencanaan Agroindustri di Daerah
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran

7
7
9
11
13
14

16

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data

18
18
18
19

4 GAMBARAN UMUM
Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan
Infrastruktur dan Sarana Prasarana
Sumber Daya Manusia
Kebijakan Pembangunan Setiap Kabupaten di Kawasan Andalan
Kandangan
Perekonomian Wilayah


26
26
30
32

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Perekonomian Wilayah Kawasan Andalan Kandangan
Gambaran Komoditas dan Dukungan Sarana Pengembangan
Agroindustri
Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Agroindustri

45
45

6 SIMPULAN DAN IMPLIKSI KEBIJAKAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan

67
67
67

DAFTAR PUSTAKA

67

RIWAYAT HIDUP

97

38
42

49
56

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 dan Laju
Pertumbuhan Penduduk Tahun 2013
2 Jumlah Usaha Pertanian di Kawasan Andalan Kandangan Tahun 2012
3 Jumlah dan Jenis Industri Kecil dan Menengah di Kawasan Andalan
Kandangan Tahun 2012
4 Perkembangan IPM Kalimantan Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2008-2012
5 Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Nabati di
Kalimantan Selatan Tahun 2012
6 Tujuan, Jenis Data, dan Sumber Data
7 Matriks SWOT
8 Nilai Skala Banding Berpasangan
9 Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan
10 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan (Ha)
11 Kondisi Jalan Berdasarkan Status Panjang Jalan (Km)
12 Kondisi Jalan Setiap Kabupaten (Km)
13 Panjang Jalan Menurut Kelas (Km)
14 Ketersediaan Listrik atau Daya yang Terpasang (VA)
15 Ketersediaan Air Bersih atau PDAM Terpasang (M2)
16 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2013
17 Jumlah Jenis Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Industri Tahun
2013
18 Jumlah Penduduk Angkatan Kerja, Jumlah Penduduk Bekerja, dan
Penduduk Pengangguran/Mencari Kerja Setiap Kabupaten Tahun 2013
19 Potensi SDM Pencari Kerja Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2013
20 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan di Luar Sektor Pertanian
Tahun 2013
21 Jumlah Petani dan Golongan Umur Tahun 2013
22 Jumlah Petani Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2013
23 Perkembangan IPM Setiap Kabupaten Tahun 2014(%)
24 Jumlah Penyuluh Pertanian Tahun 2013
25 Pendapatan Regional Kawasan Andalan Kandangan Tahun 2013
26 PDRB Perkapita Kabupaten di Kawasan Andalan Kandangan Tahun
2013
27 Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Andalan Kandangan Tahun
2011-2013
28 Jumlah Dana yang Dikeluarkan Masyarakat Untuk Modal Kerja,
Investasi dan Konsumsi di Bank Tahun 2013 (Juta/Rp)
29 Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPMLUEP)
30 Jumlah Koperasi Primer dan Non KUD
31 Jumlah Anggota Kelompok Tani Tahun 2013
32 Hasil Analisis Entropi 9 Sektor
33 Hasil Analisis Entropi Subsektor Pertanian
34 Nilai LQ Komoditas Padi dan Palawija

2
4
4
5
6
18
23
25
26
28
30
30
31
32
32
33
34
35
35
36
36
37
37
38
42
42
43
43
44
44
44
45
47
50

35
36
37
38
39
40

Hasil Analisis LQ Komoditas Padi dan Palawija
Wilayah Basis dan Kategori Unggulan Komoditas Padi dan Palawija
Interpretasi Komponen Proportional Shift Komoditas Padi dan Palawija
Interpretasi Komponen Differential Shift Komoditas Padi dan Palawija
Nilai SSA Komoditas Padi dan Palawija
Komoditas Unggulan Hasil Analisis LQ dan SSA Komoditas Padi dan
Palawija
41 Formulasi Strategi Berdasarkan Analisis SWOT
42 Rumusan Strategi Berdasarkan Matrik SWOT

50
51
51
52
53
53
59
60

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Andalan Tahun 20082012
2 Share Komoditas Terhadap PDRB Kawasan Andalan Kandangan
Tahun 2012
3 Stadia-Stadia Pengembangan Wilayah Melalui Demand Side Strategy
4 Kerangka Pemikiran dan Analisis
5 Struktur AHP Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Ekonomi
Wilayah Berbasis Agroindustri
6 Peta Kawasan Andalan Provinsi Kalimantan Selatan
7 Persentase Penggunaan Lahan
8 Unit Pengamatan Setiap Wilayah Dari Sebaran Intensitas Aktivitas 9
Sektor
9 Unit Pengamatan dari Aktivitas 9 Sektor Pada Setiap Wilayah
10 Unit Pengamatan Setiap Wilayah dari Sebaran Aktivitas 3 Subsektor
11 Unit Pengamatan dari Aktivitas 3 Subsektor Pada Setiap Wilayah
12 Hirarki AHP Pengembangan Wilayah Berbasis Agroindustri
13 Bobot Kriteria PengembanganWilayah Berbasis Agroindustri
14 Bobot Sub-Kriteria Memperluas Investasi Dalam Bentuk Fisik dan
Kelembagaan
15 Bobot Sub-Kriteria Menciptakan Perluasan Pasar dan Perdagangan
Terbuka
16 Bobot Sub-Kriteria Menghilangkan Unsur-Unsur Industri dan
Perdagangan
yang
Menyebabkan
Kerusakan
Lingkungan
(Keberlanjutan)
17 Bobot Aktor Pengembangan Wilayah Berbasis Agroindustri
18 Bobot Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Agroindustri

3
3
11
17
25
27
29
46
47
48
49
61
62
63
64

65
65
66

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil Entropi 9 (sembilan) sektor Tahun 2009 s/d 2013
Hasil Entropi Sektor PertanianTahun 2009 s/d 2013
PDRB Sektor Pertanian Kawasan Andalan Kandangan
Hasil Perhitungan LQ Sektor Pertanian Kawasan Andalan Kandangan

71
72
73
74

5 Hasil Perhitungan LQ Komoditas Tanaman Bahan Makanan Kawasan
Andalan Kandangan
6 Hasil Perhitungan SSA Sektor Pertanian Kawasan Andalan Kandangan
7 Perhitungan Analisis AHP untuk Tujuan : Strategi Pengembangan
Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan
8 Perhitungan Analisis AHP untuk Faktor Berdasarkan A1
9 Perhitungan Analisis AHP untuk Faktor Berdasarkan A2
10 Perhitungan Analisis AHP untuk Faktor Berdasarkan A3
11 Perhitungan Analisis AHP untuk Alternatif
12 Kuesioner Penelitian

75
76
77
78
79
80
85
86

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi daerah menjadi salah satu
sektor yang penting sebagai upaya mensejahterakan masyarakat. Sektor pertanian
pada pembangunan ekonomi berperan pada : (1) penyedia pangan untuk
pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
penduduk; (2) meningkatkan permintaan produk industri, sehingga perlunya
perluasan sektor sekunder dan sektor tersier; (3) meningkatkan devisa untuk impor
barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara
terus menerus; (4) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah;
serta (5) memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan (Jhingan, 2012).
Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025
Provinsi Kalimantan Selatan, menempatkan sektor pertanian sebagai bagian
penting dalam pembangunan. Melalui visi RPJPD yaitu : “Kalimantan Selatan
Maju dan Sejahtera Sebagai Wilayah Perdagangan dan Jasa Berbasis
Agroindustri”, maka makna pembangunan yang dilaksanakan berorientasi pada
perdagangan dan jasa dengan menumbuhkan agroindustri sebagai pilar utama.
Agroindustri yang dimaksud merupakan kegiatan yang berperan menciptakan nilai
tambah, menghasilkan produk untuk dipasarkan/digunakan/dikonsumsi,
meningkatkan daya simpan, menambah pendapatan dan keuntungan produsen,
menciptakan lapangan kerja, memperbaiki pemerataan pendapatan serta menarik
pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Optimalisasi
nilai tambah dicapai dengan pola industri yang berintegrasi langsung dengan
usaha tani keluarga dan perusahaan pertanian (RPJPD Kalsel 2005-2025).
Komoditas pertanian andalan Kalimantan Selatan adalah padi, jagung, jeruk
dan pisang (BKP Provinsi Kalimantan Selatan, 2010). Komoditi ini juga menjadi
unggulan tingkat nasional, terutama padi. Produksi Padi tahun 2005 sebesar
1.598.835 ton naik menjadi 1.956.992 ton pada tahun 2009, menjadikan
Kalimantan Selatan sebagai provinsi kesembilan penyumbang dan penyangga
produksi padi nasional. Tahun 2013 berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Holtikultura, Kalimantan Selatan mengalami surplus beras hingga
614.724 ton. Berdasarkan data BPS tahun 2014, selama tahun 2013 perekonomian
Kalimantan Selatan mengalami laju pertumbuhan positif sebesar 5,81%. Kondisi
ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2012, sektor tersier tumbuh lebih baik
dibandingkan dengan sektor sekunder dan primer. Sektor pertanian merupakan
salah satu sektor primer yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB
tahun 2013, namun tidak sebanding dengan laju pertumbuhannya (Tabel 1).
Rendahnya laju pertumbuhan sektor pertanian dari aspek produksi, nilai
tambah dan peningkatan pendapatan petani disebabkan oleh tiga kendala utama
yaitu (1) nilai komoditas ekspor masih belum menunjukkan peningkatan yang
cukup berarti dari tahun ke tahun; (2) peningkatan produksi komoditas tidak
disertai dengan peningkatan ragamnya; dan (3) produk masih didominasi oleh
komoditas primer, dimana komoditas primer sangat tidak responsif terhadap
pertumbuhan eksternal pangsa pasar terbatas, dan nilai jual rendah (Suslinawati,
2012).

2

Tabel 1 Nilai PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 - 2013 dan Laju
Pertumbuhan Tahun 2013
Lapangan Usaha

Pertanian
Pertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas dan
Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,
Hotel
dan
Restoran
Pengangkutan
dan Komunikasi
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
PDRB dengan
Migas
PDRB
tanpa
Migas

ADHB (Juta Rupiah)
2012
2013

ADHK(Juta Rupiah)
2012
2013

14.662.283,20
17.920.936,32

15.664.341,25
18.548.336,04

7.836.475,96
7.411.442,64

8.049.106,76
7.525.833,09

Laju
Pertumbuhan
2013 (Persen)
2,71
1,54

6.865.260,06

7.442.622,34

3.485.904,61

3.634.276,69

4,26

435.473,90

479.280,05

177.866,82

188.593,50

6,03

4.553.773,15
12.394.973,26

5.139.858,63
14.114.150,77

2.019.648,46
5.631.058,69

2.187.653,71
6.110.683,56

8,32
8,52

6.697.260,05

7.455.167,38

3.075.250,68

3.285.974,81

6,85

3.923.864,40

4.562.055,30

1.452.927,41

1.601.705,91

10,24

8.440.149,69
75.893.974,02

9.955.976,66
83.361.788,42

3.322.737,40
34.413.312,67

3.612.390,21
36.196.218,23

8,72
5,18

75.188.300,69

82.648.741,84

33.981.715,26

35.778.234,06

5,29

Sumber: BPS Kalsel, 2014

Kalimantan Selatan terdiri dari 13 kabupaten/kota, memiliki sumber daya
pertanian yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan Perda
No 6 Tahun 2000 tentang RTRWP Kalimantan Selatan, terdapat 3 (tiga) kawasan
andalan di Kalimantan Selatan yaitu :
1. Kawasan Andalan Kandangan dan sekitarnya, terdiri dari kabupaten (1)
Tapin ; (2) Hulu Sungai Selatan; (3) Hulu Sungai Tengah; (4) Hulu Sungai
Utara; (5) Tabalong; dan (6) Balangan, dengan sektor unggulan pertanian,
perkebunan, perikanan dan pariwisata;
2. Kawasan Andalan Banjarmasin Raya dan sekitarnya, kawasan metropolis
yang terdiri dari kabupaten/kota: (1) Banjarmasin; (2) Banjarbaru; (3) Banjar;
(4) Tanah laut; dan (5) Barito Kuala, dengan sektor unggulan pertanian,
industri, perkebunan, pariwisata, perikanan dan kelautan, dan;
3. Kawasan Andalan Batulicin dan sekitarnya, terdiri dari kabupaten : (1) Tanah
Bumbu; dan (2) Kotabaru, dengan sektor unggulan perkebunan, kehutanan,
pertanian, industri, dan perikanan.
Kawasan Andalan Kandangan dan sekitarnya atau disebut Kawasan
Andalan Kandangan memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih kecil
dibandingkan dengan 2 kawasan andalan lainnya, bahkan mengalami penurunan
pada tahun 2012 (Gambar 1), tetapi sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
kawasan yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Potensi tersebut
adalah potensi sebagai kawasan budidaya pertanian tanaman pangan dan
hortikulura, budidaya peternakan, budidaya kehutanan, dan kegiatan industri
berbasis pertanian.

3
8

6
Kandangan & sekitarnya
Banjarmasin Raya dan
sekitarnya

4

Batulicin dan sekitarnya
2

2008

2009

2010

2011

2012

0
Sumber: BPS Kalsel diolah, 2014

Gambar 1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Andalan Tahun
2008-2012
Kontribusi sektor pertanian dan industri di Kawasan Andalan Kandangan
berbeda cukup jauh, kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertambangan dan
penggalian disusul oleh sektor tersier atau jasa-jasa (Gambar 2). Potensi sumber
daya pertanian yang tersebar di setiap kabupaten di Kawasan Andalan
Kandangan merupakan modal yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
industri. Peningkatan kegiatan ekonomi berbasis potensi pertanian ke industri
sebagai implementasi Perda No. 17 tahun 2009 tentang RPJPD, diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan Andalan Kandangan sehingga
meningkatkan PDRB. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Priyarsono (2011)
bahwa dibandingkan dengan industri pengolahan lainnya, agroindustri berpotensi
lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mampu
mewujudkan distribusi pendapatan yang merata dan pengembangan agribisnis
secara umum mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan di
wilayah pedesaan, dan pada akhirnya menghasilkan distribusi pendapatan yang
lebih baik.
Persentasi (%)

50
40
30

38,31

34,46

Pertambangan dan
penggalian
Industri Pengolahan

23,58

20
10

Pertanian

3,64
Jasa-Jasa

0
Primer

Sekuder

Tersier

Komoditas
Sumber: BPS Kalsel diolah, 2014

Gambar 2 Share Komoditas Terhadap PDRB Kawasan Andalan Kandangan
Tahun 2012

4
Perumusan Masalah
Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan strategi yang tepat
dan pendekatan terbaik. Strategi “demand side” adalah suatu strategi
pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan
jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal (Rustiadi et al,
2011). Strategi tersebut sesuai dengan salah satu misi Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) II Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 20112015, yaitu : “Mengembangkan daya saing ekonomi daerah berbasis lingkungan
dan masyarakat, dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan posisi geografis”.
Kesesuaian strategi tersebut merupakan dasar pengembangan ekonomi melalui
pendekatan kawasan dan berorientasi agroindustri.
Tabel 2 Jumlah Usaha Pertanian di Kawasan Andalan Kandangan Tahun 2012
Kabupaten

RTP
29.561
34.350
45.932
28.333
35.267
24.808
198.251

Tapin
Hulu Sungai Selatan
Hulu Sungai Tengah
Hulu Sungai Utara
Tabalong
Balangan
Total

Perusahaan
4
4
1
2
5
1
17

Lainnya
5
4
11
4
6
6
36

Sumber: BPS Kalsel, 2013

Perkembangan pembangunan sektor pertanian di Kawasan Andalan
Kandangan mengalami stagnasi pada tahapan surplus produksi dan standar mutu,
sehingga peningkatan nilai tambah melalui agroindustri belum berjalan dengan
baik. Kondisi ini dapat diketahui dari rendahnya jumlah perusahaan bidang
pertanian dan tingginya dominasi Rumah Tangga Pertanian (RTP). Jenis Industri
Kecil dan Menengah (IKM) di Kawasan Andalan Kandangan masih didominasi
oleh industri pertanian dan kerajinan tangan (Balitbangda, 2012), sedangkan
pengolahan hasil-hasil pertanian belum dikelola secara maksimal.
Tabel 3 Jumlah dan Jenis Industri Kecil dan Menengah di Kawasan Andalan
Kandangan Tahun 2012
Kabupaten
Tapin
Hulu Sungai Selatan

Jumlah
5.841
11.389

Hulu Sungai Tengah
Hulu Sungai Utara

2.223
2.543

Tabalong
Balangan
Total
Sumber: Balitbangda, 2012

598
603
23.197

Jenis IKM (unggulan)
Kerajinan purun
Pengolahan gula merah &
Pengeringan ikan
Kopiah haji & Kacang jaruk
Anyaman purun dan bambu &
Dendeng itik
Anyaman purun dan lidi
Anyaman purun & Pengolahan gula aren
17

5
Hambatan utama pengembangan Kawasan Andalan Kandangan melalui
strategi “demand side” dari tahapan surplus produksi ke tahapan industri adalah
diperlukan waktu yang cukup lama, dan perlu ditunjang sumber daya manusia
(SDM) yang memadai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kawasan Andalan
Kandangan dan sekitarnya rata-rata terendah di Kalimantan Selatan dibandingkan
dengan kabupaten di 2 (dua) kawasan andalan lainnya (Tabel 5). Kendala lainnya
adalah maraknya aktivitas penambangan batubara dan pengembangan perkebunan
kelapa sawit skala besar yang secara ekonomi memberikan keutungan secara cepat
dalam waktu yang singkat. Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kegiatan
pertambangan menghambat pengembangan wilayah berkelanjutan dengan strategi
“demand side” serta menjadi bagian dari pendorong terjadinya deforestasi,
degradasi lahan dan hutan.
Orientasi pengembangan wilayah melalui sektor pertambangan dan
penggalian merupakan strategi supply side (Gambar 2). Strategi ini jelas-jelas
bertolak belakang dengan RPJPD dan RPJMD. Supply side strategy merupakan
strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi
modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar (Rustiadi et al,
2011). Strategi ini memiliki banyak kekurangan, salah satu diantaranya timbulnya
enclave karena keterbatasan kapasitas, baik itu pengetahuan, keahlian dan
kompetensi penduduk lokal, sehingga seringkali hanya masyarakat tertentu
dengan jumlah terbatas atau pendatang dari luar kawasan saja yang menikmati
keuntungan dari strategi ini.
Tabel 4 Perkembangan IPM Kalimantan Selatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun
2008-2012
Kabupaten/Kota
Tanah Laut
Kotabaru
Banjar
Barito Kuala
Tapin
HSS
HST
HSU
Tabalong
Tanah Bumbu
Balangan
Banjarmasin
Banjarbaru
Kalimantan Selatan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Peringkat
IPM
2008
2009
2010
2011
2012
70,40
70,62
71,62
72
72,75
3
70,52
70,86
71,20
71,69
72,43
4
70,16
70,52
70,94
71,35
71,96
5
66,09
66,80
67,54
68,36
68,92
12
69,79
70,14
70,58
71
71,71
6
70,11
70,50
70,83
71,20
71,64
8
70
70,46
70,77
71,19
71,67
7
67,86
68,46
68,89
69,45
69,92
11
68,95
69,45
70
70,45
71,05
10
68,80
69,25
69,74
70,41
71,09
9
65,60
66,06
66,74
67,35
67,71
13
72,85
73,49
73,84
74,24
74,83
2
74,09
74,43
74,74
75,43
76,28
1
68,72
69,30
69,92
70,44
71,08
-

Sumber: BPS Kalsel, 2013

Pentingnya pengembangan wilayah dengan strategi demand side
dikarenakan perbandingan ketersediaan dan kebutuhan akan pangan khususnya
tanaman bahan makanan rata-rata mengalami surplus. Kondisi tersebut dapat
memaksimalkan berjalannya tahapan-tahapan dalam strategi deman side.

6
Tabel 5 Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Nabati di Kalimantan
Selatan tahun 2012
Komoditas
(Ton)
Padi
Beras
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar

Tahun 2012
Perimbangan
Ketersediaan
Kebutuhan
2.056.532
1.290.268
766.264
1.290.268
563.570
726.698
111.478
38.153
73.325
4.041
37.691
-33.650
13.316
5.950
7.366
100.746
26.418
74.328
25.850
8.383
17.467

Keterangan
Surplus
Surplus
Surplus
Minus
Surplus
Surplus
Surplus

Sumber: BKP Kalsel, 2012

Besarnya kontribusi sektor pertanian dan rendahnya kontribusi sektor
industri pada PDRB, menjadi permasalahan yang harus diatasi. Berdasarkan
uraian-uraian di atas maka pilihan strategi demand side dalam pembangunan
daerah Kalimantan Selatan berdasarkan RPJPD dan RPJMD untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi berbasis agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan
merupakan pilihan yang tepat. Namun demikian, dalam tahapan penelitian
penyusunan rencana implementasinya, maka pertanyaan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.
2.
3.

Bagaimana gambaran perkembangan ekonomi wilayah Kawasan Andalan
Kandangan?
Bagaimana gambaran potensi komoditas pertanian, serta sarana penunjang
untuk pengembangan agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan?
Bagaimana rumusan strategi pengembangan wilayah berbasis agroindustri di
Kawasan Andalan Kandangan berdasarkan komoditas unggulan pertanian?
Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan arahan pengembangan wilayah
berbasis agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan sebagai implementasi
Perda No. 17 Tahun 2009 tentang RPJPD Kalimantan Selatan. Adapun tujuan
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perkembangan ekonomi wilayah di Kawasan Andalan
Kandangan.
2. Mengidentifikasi komoditas unggulan Kawasan Andalan Kandangan.
3. Mengidentifikasi sarana penunjang pengembangan agroindustri di Kawasan
Andalan Kandangan.
4. Merumuskan strategi pengembangan wilayah berbasis agroindustri unggulan
di Kawasan Andalan Kandangan.

7
Manfaat Penelitian
1.

2.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:
Acuan implementasi Perda No. 17 Tahun 2009 tentang RPJPD Kalimantan
Selatan, khususnya kebijakan yang ada di wilayah Kawasan Andalan
Kandangan.
Acuan Normatif bagi pemerintah daerah di Kawasan Andalan Kandangan
dalam menetapkan kebijakan pengembangan wilayah berbasis agroindustri
komoditas pertanian unggulan.

Ruang Lingkup Penelitian
1. Kawasan Andalan Kandangan yang dimaksud dalam penelitian ini lebih
merujuk pada pengelompokan 6 kabupaten di bagian timur Provinsi
Kalimantan Selatan, mulai dari Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu
Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, dan Balangan.
2. Pendekatan strategi yang dipilih adalah demand side strategy, dengan tujuan
akhir memperoleh rumusan operasional implementasi Perda No. 17 Tahun
2009 tentang RPJPD Kalimantan Selatan pengembangan wilayah berbasis
agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan.
3. Sektor pertanian unggulan yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi
subsektor tanaman bahan makanan komoditas padi dan palawija.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan tidak hanya sekedar masalah memiliki sejumlah besar uang
dan semata-mata fenomena ekonomi, akan tetapi lebih mencakup pada aspek yang
lebih luas. Berikut beberapa prasyarat pembangunan ekonomi (Jhingan, 2012) :
1. Atas Dasar Kekuatan Sendiri
Syarat utama pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya harus
bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri. Hasrat untuk
memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus
muncul dari warga negara itu sendiri. Proses pertumbuhan ekonomi dapat
berumur panjang dan bersifat kumulatif, maka tidak boleh tidak kekuatan
pembangunan harus berakar pada perekonomian di dalam negeri.
2. Menghilangkan Ketidaksempurnaan Pasar
Untuk menghilangkan hal ini, maka lembaga sosial-ekonomi yang ada harus
diperbaiki dan diganti dengan yang lebih baik. Penggarapan secara maksimum
dan penggunaan secara efisien sumber-sumber yang ada, dengan syarat pokok
ialah mengusahakan adanya suatu perubahan radikal “medan produksi”,
mendorongnya keluar, dan tidak sekedar mendorong ke suatu “medan produksi”
tertentu. Menurut Schultz dalam Jhingan (2012), negara dalam mengalokasikan
modal dan usahanya harus melakukan 3 hal, (1) meningkatkan kuantitas barang
yang dapat direproduksi; (2) memperbaiki kualitas manusia sebagai agen

8
produksi; dan (3) meningkatkan kadar seni produksinya. Sehingga
diperlukanlah perubahan struktural dalam upaya mendorong “medan produksi”
ke tempat yang lebih tinggi.
3. Perubahan Struktural
Perubahan struktural mengandung arti peralihan dari masyarakat pertanian
tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup peralihan
lembaga, sikap sosial, dan motivasi yang ada secara radikal.
4. Pembentukan Modal
Pembentukan modal merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam
proses pembangunan ekonomi dan disebut juga sebagai “kunci utama menuju
pembangunan ekonomi”. Sekali proses ini berjalan, ia akan senantiasa
menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini melewati 3 tingkatan
yaitu (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan
kemampuan untuk menabung; (2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan
untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi
dana yang dapat diinvestasikan; dan (3) penggunaan tabungan untuk tujuan
investasi dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukan modal
juga berarti pembentukan keahlian karena keahlian kerap kali berkembang
sebagai akibat pembentukan modal.
5. Kriteria Investasi yang Tepat
Menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan investasi yang paling
menguntungkan masyarakat. Pola optimum investasi sebagian besar tergantung
pada iklim investasi yang tersedia di negeri itu dan pada produktivitas marginal
sosial dari berbagai jenis investasi.
6. Persyaratan Sosio-Budaya
Manakala terdapat hambatan sosial yang menghalangi kemajuan ekonomi,
hambatan tersebut harus disingkirkan atau disesuaikan sehingga terciptanya
keselarasan dengan pembangunan. Perubahan sosio-budaya harus selektif dan
diperkenalkan secara bertahap, dengan metode persuasif dan bukan paksaan.
7. Administrasi
Kehadiran administrasi yang kuat, berwibawa, dan tidak korup merupakan sine
qua non pembangunan ekonomi. Tanpa pemerintahan yang stabil, perdamaian
dan ketentraman, maka kebijaksanaan publik akan selalu berubah-ubah.
Rencana pembangunan ekonomi akan mengalami kemunduran dan
pembangunan akan berantakan.
Pembangunan ekonomi adalah “suatu proses yang menyebabkan pendapatan
per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus-menerus dalam jangka
panjang” (Sukirno, 2002). Berdasarkan hal tersebut, maka pada umumnya
pembangunan ekonomi memiliki 3 sifat penting, yaitu : (1) suatu proses yang
berarti perubahan secara terus-menerus; (2) usaha untuk menaikkan pendapatan
perkapita; dan (3) kenaikan pendapatan perkapita tersebut harus berlangsung
dalam jangka panjang. Selain itu, Paradigma baru saat ini meyakini bahwa
pembangunan harus diarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity),
pertumbuhan (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability) yang berimbang
dalam pembangunan ekonomi (Rustiadi et al, 2011). Oleh karenanya konsep
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dewasa ini berjalan seiring, dimana jika
terjadi pembangunan maka pertumbuhan merupakan bagian dari dampak yang
terjadi akibat adanya suatu pembangunan.

9
Mengacu pada teori syarat pembangunan ekonomi sebagaimana
diungkapkan Jhingan, pilihan pada agroindustri sebagai sektor dalam
pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan alasan bahwa komoditas
pertanian dapat menjadi kekuatan sendiri dalam pengembangan agroindustri.
Pengembangan agroindustri dapat memberikan nilai tambah dan menghilangkan
ketidaksempurnaan pasar dengan diversifikasi produk dalam kegiatan agroindustri
dimaksud. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Rustiadi (2011) bahwa arahan
pembangunan harus diarahkan pada terjadinya equity, efficiency, dan
sustainability. Pilihan terhadap agroindustri sebagai alternatif pengembangan
ekonomi berbasis kawasan dapat memberikan dampak pemerataan, efisiensi dan
keberlanjutan dalam setiap sektor perekonomian yang terkait, seperti sektor
pertanian, industri dan atau jasa yang pada akhirnya akan memberikan
kesejahteraan bagi kawasan.
Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah
UU 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya
pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dibanding pendekatan
sektoral serta lebih berperannya masyarakat dan pemerintah di daerah dalam
pembangunan (Rustiadi et al, 2011). Di era otonomi daerah, hubungan antara
pemerintah daerah (kota/kabupaten) dengan pemerintah pusat tidak lagi
didominasi kerangka hubungan vertikal yang hirarkis, akan tetapi penyelesaian
pembangunan lintas wilayah lebih diserahkan pada mekanisme hubungan
horizontal.
Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk mempersempit
ketimpangan regional adalah diterapkannya kebijakan pembangunan daerah
melalui konsep kawasan andalan, yang dilakukan berdasarkan potensi yang
dimiliki daerah. Kawasan andalan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai
penggerak perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai
kawasan yang cepat tumbuh dibanding lokasi lainnya dalam suatu wilayah,
memiliki sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah
sekitar (hinterland) (Royat dalam Purnomowati dan Sopanah, 2014). Pertumbuhan
kawasan andalan diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan
ekonomi daerah sekitar (hinterland), melalui pemberdayaan sektor/subsektor
unggulan sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antar
daerah. Penekanan pada pertumbuhan ekonomi sebagai arah kebijakan penetapan
kawasan andalan adalah mengingat “pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu
variabel ekonomi yang merupakan indikator kunci dalam pembangunan”
(Kuncoro dalam Purnomowati dan Sopanah, 2014).
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan
sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antara wilayah dan pemeliharaan
kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap
wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan geografis yang
berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi yang dimiliki suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat
kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan
yang berkelanjutan (Riyadi dan Bratakusumah, 2005). Pengembangan wilayah
adalah salah satu upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan suatu wilayah

10
tertentu, memperkecil kesenjangan kesejahteraan pertumbuhan, serta ketimpangan
antar wilayah. Adapun konsep dari pengembangan wilayah setidaknya didasarkan
dari 5 prinsip dasar sebagai berikut : (1) berbasis pada sektor unggulan; (2)
dilakukan berdasarkan karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif
dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; serta (5)
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi.
Proses pengembangan wilayah selalu dihadapkan pada pilihan kebijakan
terbaik yang dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap
pembangunan, sehingga diperlukan strategi-strategi yang efektif dan tepat dalam
proses perencanaannya. Paradigma baru strategi pengembangan wilayah dapat
digolongkan dalam dua kategori, yaitu demand side strategy dan supply side
strategy (Rustiadi et al, 2011).
Demand Side Strategy
Menurut Rustiadi et al (2011) strategi sisi permintaan merupakan suatu
strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barangbarang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal,
yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk. Di dalam pendekatan
ini, tujuan pengembangan wilayah dilakukan dengan berbagai upaya untuk
meningkatkan taraf hidup penduduk di suatu wilayah. Dengan meningkatnya taraf
hidup penduduk, diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap barangbarang non-pertanian. Peningkatan permintaan tersebut maka akan meningkatkan
perkembangan sektor industri dan jasa-jasa yang akan lebih mendorong
perkembangan wilayah tersebut. Berikut adalah stadia atau tahapan
pengembangan wilayah melalui demand side strategy (Gambar 3).
Supply Side Strategy
Pengembangan wilayah dengan strategi sisi penawaran merupakan strategi
yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan
produksi yang berorientasi keluar, dengan tujuan untuk meningkatkan pasokan
dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal. Kegiatan
produksi terutama ditujukan untuk ekspor yang akhirnya akan meningkatkan
pendapatan lokal, yang kemudian akan menarik kegiatan lain untuk datang ke
wilayah tersebut. Penambangan, logging merupakan salah satu contoh dari strategi
ini yaitu strategi pengembangan eksploitasi sumberdaya (Rustiadi et al, 2011).
Penggunaan strategi “supply side” memiliki keunggulan dalam
pelaksanaannya, yaitu prosesnya cepat sehingga efek yang ditimbulkan cepat
terlihat. Akan tetapi cukup banyak permasalahan ketika menggunakan strategi ini,
diantaranya : (1) timbulnya enclave karena keterbatasan kapasitas (pengetahuan,
keahlian, dan kompetensi) penduduk lokal, sehingga seringkali hanya masyarakat
tertentu dengan jumlah yang terbatas atau pendatang dari luar kawasan saja yang
menikmatinya; dan (2) strategi ini sangat peka terhadap perubahan-perubahan
ekonomi di luar wilayah (faktor eksternal).
Aplikasi teori demand side strategy ketika agroindusri dipilih sebagai basis
pengembangan ekonomi di Kawasan Kandangan akan mampu memberikan
peningkatan kesejahteraan karena akan banyak menyerap tenaga kerja, bahan
baku lokal, dan permodalan/investasi. Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan
industrialisasi pedesaan yang berbasis pada pertanian akan memberikan dampak

11
terhadap laju urbanisasi yang diduga akan menurun, karena tenaga kerja akan
lebih banyak berasal dari lokasi dimana agroindustri tersebut dikembangkan.
Kegiatan agroindustri akan membutuhkan suplai bahan baku yang kontinyu dari
komoditas unggulan yang mengalami surplus produksi. Kondisi ini akan
meningkatkan nilai tambah dari komoditas unggulan tersebut. Aplikasi untuk
investasi/modal, ketika agroindustri tersebut berkembang maka membutuhkan
dukungan modal dan infrastruktur transaksi keuangan sehingga akan muncul dan
tumbuh berkembang industri-industri jasa/perbankan.
Tetapi jika supply side strategy diterapkan belum tentu memberikan dampak
peningkatan kesejahteraan penduduk karena, supply side strategy berbasis pada
eksploitasi sumber daya dalam jumlah besar dan dilakukan oleh tenaga kerja dari
luar. Sehingga terjadi kebocoran dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat
setempat.

Urbanisasi Kota Kecil/
menengah

Stadia Industrialisasi
Perdesaan

Stadia Industri
Non-Pertanian

Stadia Industri
Pertanian



Demand luxurious goods
Investasi Pemerintah Fasilitas-fasilitas Urban

Eksport
Demand barang sekunder&tersier
Pendapatan, Modal Investasi
Investasi Pemerintah untuk Prasarana Sistem
Industri

Berkembangnya sektor-sektor non-pertanian
Diversifikasi usaha

Stadia Marketble
Surplus

Mencukupi kebutuhan pokok

Surplus Produksi
Demand Barang Sekunder
Pendapatan, Modal&Investasi Sektor Nonpertanian

Stadia Subsisten

Stadia Sub-Subsisten

Subsidi Pemerintah untuk Kebutuhan Hidup
dan Produksi
Investasi Fasilitas/Infrastruktur Dasar dan
Pertanian

Gambar 3 Stadia-Stadia Pengembangan Wilayah Melalui Demand Side Strategy
Industri Berbasis Pertanian (Agroindustri)
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan
tersebut. Proses yang digunakan mencakup pengubahan pengawetan melalui
perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk
agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun
sebagai produk bahan baku industri lainnya. Dari pandangan para pakar sosial
ekonomi, agroindustri atau pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari

12
lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana
produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan (Soekarwati, 2000).
Priyarsono (2011) dalam bukunya “Dari Pertanian ke Industri”
menyebutkan bahwa agroindustri merupakan leading sector yang dapat diartikan
sebagai sektor yang memimpin dalam konsep ekonomi di masa yang akan datang,
karena : (1) agroindustri memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara
keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi perekonomian
secara keseluruhan; (2) agroindustri juga memiliki pertumbuhan dan nilai tambah
yang relatif tinggi; (3) keterkaitan ke depan dan belakang cukup besar sehingga
mampu menarik pertumbuhan sektor lainnya; dan (4) kegiatan sektor agroindustri
tidak memiliki unsur-unsur yang dapat menjadi kendala jika telah berkembang.
Penerapan strategi industrialisasi berbasis pertanian perlu diarahkan dalam
mewujudkan perekonomian nasional yang tangguh. Pengembangan agroindustri
sebagai leading sector melalui inovasi teknologi dan peningkatan investasi akan
meningkatkan perolehan nilai tambah dan produktivitas pertanian serta
meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Pengembangan agroindustri akan
meningkatkan produktivitas secara ekonomi dan kelembagaan serta menstimulasi
produksi pertanian primer sehinggga menghasilkan insentif dari sisi permintaan
dan penawaran (Priyarsono, 2011).
Bentuk stimulasi produksi pertanian primer adalah; pertama, stimulasi
permintaan input (seperti pupuk, bibit unggul dan pestisida) dan barang-barang
kapital baru (seperti peralatan irigasi baru dan infrastruktur) serta meningkatkan
permintaan tenaga kerja. Investasi di sektor pertanian mampu menciptakan
kesempatan kerja di sektor non-pertanian tergantung pada kekuatan keterkaitan ke
belakang sektor pertanian dan pembagian suplai antara produksi domestik dan
impor. Peningkatan produktivitas meningkatkan kesempatan kerja bagi penggarap
lahan, apabila inovasi dalam meningkatkan produktivitas lahan menggunakan
metode pertanian yang padat tenaga kerja (Kalecki dan Adelman dalam
Priyarsono, 2011).
Kedua, apabila trend pengeluaran rata-rata dari rumah tangga pertanian
kecil dan menengah lebih besar dari pemilik lahan, maka tambahan pendapatan
kelompok rumah tangga tersebut terutama lebih banyak dibelanjakan pada
komoditas-komoditas non-pertanian dan jasa. Barang dan jasa ini meliputi tekstil,
pangan olahan, jasa perseorangan, pendidikan dan lainnya. Karena strategi ini
memberi efek terhadap pertumbuhan dan kesempatan kerja, keterkaitan konsumsi
rumah tangga pedesaan merupakan kunci dari sisi permintaan yang
mengendalikan industrialisasi di negara-negara sedang berkembang yang
pendapatannya rendah (Adelman dan Mellor dalam Priyarsosno, 2011).
Ketiga, peningkatan penawaran pertanian memastikan upah nominal tidak
meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan industri domestik tidak
menyebabkan terjadinya inflasi (Kelecki dan Medani dalam Priyarsono, 2011).
Dengan demikian keuntungan industri terjamin, upah nominal yang rendah
memberikan imbas terhadap kesempatan kerja dalam menghasilkan barang-barang
nontradable dan jasa yang padat tenaga kerja. Besaran dari efek kesempatan kerja
tidak langsung mendorong industri dari sisi penawaran (Priyarsono, 2011).
Menurut (Priyarsono, 2011) pengembangan agroindustri tidak hanya
bertujuan untuk mengembangkan kegiatan industri tersebut saja, tetapi juga

13
sekaligus mengembangkan kegiatan-kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara
keseluruhan. Tujuan atau sasaran akhir yang ingin dicapai dalam pengembangan
wilayah berbasis agroindustri adalah untuk meningkatkan produktifitas, daya
saing produk agroindustri, nilai tambah dan pendapatan masyarakat.
Perencanaan Agroindustri di Daerah
Menurut Nur (2009) kemampuan pemerintah daerah untuk mengenali
potensi wilayahnya sehingga dapat dijual kepada investor atau mitra usaha
merupakan strategi penting dalam menjalankan roda pembangunan di daerah,
terutama pada daerah-daerah yang masih mengandalkan pertanian sebagai tulang
punggung ekonomi. Kemampuan pemerintah tersebut salah satunya adalah
kemampuan memberikan informasi potensi wilayah, tidak hanya disajikan dalam
bentuk informasi kualitatif biasa, tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan
atau daya dukung daerahnya. Pemahaman komoditas pertanian untuk industri
memerlukan suatu areal dan keterlibatan manusia dan kelembagaan sehingga
ruang lingkup pembahasannya dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian tersebut
adalah pewilayahan komoditas; dukungan infrastruktur; dukungan sumber daya
manusia; dukungan pemerintah daerah; lembaga keuangan; pelaksana agroindustri
dan jaringan pasar.
Bagian pertama, yaitu konsep pewilayahan komoditas untuk menentukan
komoditas unggulan sebagai basis pengembangan agroindustri. Kriteria-kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan atau leading sector
(Anwar, 1999), adalah sektor-sektor yang:
1. Memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke
depan (forward linkage) yang relatif tinggi dibandingkan sektor lain.
2. Menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu
mempertahankan permintaan akhir yang relatif tinggi pula.
3. Mampu mengasilkan penerimaan devisa yang relatif tinggi.
4. Mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi.
Menurut Rustiadi et al (2011) untuk menentukan sektor unggulan metode
LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis), merupakan dua metode
yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis yang selanjutnya digunakan
sebagai indikasi sektor unggulan. Metode LQ digunakan untuk mengetahui
potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan non-basis,
yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sekor yang sama pada
wilayah yang lebih luas. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta
terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi
ekspor.
Analisis LQ digunakan untuk melengkapi Shift Share Analysis atau SSA.
SSA merupakan analisis yang digunakan untuk melihat potensi pertumbuhan
produksi sektoral dari suatu kawasan atau wilayah. SSA berfungsi untuk
memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor di suatu lokasi tertentu
dibandingkan dengan suatu referensi wilayah yang lebih luas dalam dua titik
tahun. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil SSA juga menjelaskan kemampuan
berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan
aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.

14
Hasil SSA mampu menjelaskan performance suatu aktivitas atau sektor di
suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah serta
memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di
suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (a)
sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), (b) sebab dari dinamika
aktivitas/sektor dari total wilayah, dan (c) sebab dari dinamika wilayah secara
umum. Secara umum gambaran kinerja seperti yang disebutkan di atas dapat
dijelaskan dengan tiga komponen hasil analisis, yaitu :
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Total Shift), yang menyatakan
pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika
total wilayah,
2. Komponen Pergerseran Proporsional (Proportional Shift), yang menjelaskan
pertumbuhan total aktivitas atau sektor tertentu secara relatif, dibandingkan
dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan
dinamika sektor atau aktivitas total wilayah, dan
3. Komponen Pergeseran Diferensial (Differential Shift), yang menggambarkan
tingkat competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan
pertumbuhan total sektor atau aktivits tertentu dalam wilayah (Miradani, 2010).
Kedua, dukungan infrastruktur yaitu pentingnya dukungan prasarana jalan
utama dan jalan produksi pertanian, dukungan prasarana sub terminal agribisnis,
ketersediaan listrik, air bersih, serta dukungan jaringan telekomunikasi.
Ketiga, dukungan sumber daya manusia (SDM) dalam kualitas yang dapat
memenuhi kebutuhan sebagai pelaksanaan agroindustri, penduduk berda