STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERKE dan

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERKEBUNAN GUNA
MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT
(Studi Kasus di Kabupaten Tulungagung-Jawa Timur) 1
DEVELOPENT STRATEGY OF PLANTATION AGROINDUSTRY FOR
SUPPORTING THE COMMUNITY ECONOMIC DEVELOPMENT
(Case Studi in Tulungagung-East Java)
Oleh:
Ihsannudin
Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tel: 081559546957 ; email: ihsannudin.utm@gmail.com

ABSTRAK
Konsep pembangunan kawasan pertanian termasuk didalamnya adalah komoditas
perkebunan hingga saat ini masih dipercaya sebagai suatu cara pandang yang tepat
guna mengingkatkan perekonomian masyarakat di suatu kawasan. Meski demikian cara
pandang ini tetap perlu memperhatikan keterkaitan kebelakang (backward linkage)
berupa adanya potensi bahan baku dan tenaga kerja pertanian, dan keterkaitan ke depan
(forward linkage) berupa adanya potensi produk olahan yang diperlukan oleh
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan komoditas
perkebunan di Kabupaten Tulungagung. Perumusan strategi ini terlebih didahului
dengan menentukan komoditas perkebunana unggulan serta mengidentifikasi wilayah

pengembangan komoditas unggulan tersebut. Metode analisis untuk menentukan
komoditas perkebunan unggulan dipergunakan analisis LQ. Sedangkan untuk
menentukan wilayah pengembangan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif.
Adapun perumusan strategi dipergunakan Analytical Hierarchy Process. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten
Tulungagung adalah kelapa. Sedangkan wilayah yang sesuai untuk pengembangan
komoditas ini adalah Kecamatan Bandung, Tanggunggunung, Kalidawir, Pucanglaban,
Rejotangan dan Ngunut. Sementara strategi pengembangan yang perlu dilakukan secara
berurutan adalah peluang pasar, ketersediaan bahan baku, dukungan kebijakan
pemerintah, kompetensi SDM, teknologi, permodalan dan infrastruktur. Sementara
pengembangan produk kelapa yang dapat dilakukan adalah secara berurutan adalah
Nata de Coco, Minyak Goreng, Kopra, VCO dan Sari Kelapa.
Kata Kunci: Strategi, Perkebunan, Ekonomi
ABSTRACT
The concept of agricultural regional development including the plantation commodity is
still believed become appropriate way to develop economic of region. This perspective
consider to backward linkages (raw materials and agricultural labor) and forward
linkages (potential products product that required by society. This study has aimed to
formulate a strategy in the developing plantation commodities in Tulungagung. This
1


Paper ini telah dipresentasikan dan dimuat dalam Porisiding Seminar Nasional dan Lokakarya
“Membangkitkan Patriotisme Pertanian: Sebuah Harapan Kepada Pemerintah Baru” Universitas Andalas
Padang, 8-10 September 2015

1

strategy formulation is initiated by determining leading commodity of plantation and
identify the area of it development. Determination of leading plantation commodity
uses LQ analysis. Then, determination area of it development uses descriptive analysis.
The formulation of the strategy uses Analytical Hierarchy Process. The results show the
leading plantation commodity in Tulungagung is coconut. The appropriate area for
development of this commodity is in the sub District of Bandung, Tanggunggunung,
Kalidawir, Pucanglaban, Rejotangan and Ngunut. While the development of strategies
that need to be done are market opportunities, availability of raw materials,
government policy support, human resource competencies, technology, capital and
infrastructure respectively. Finally, the development products of coconut consist of Nata
de Coco, Cooking Oil, Copra, and VCO and coconut essence.
Keywords: Strategy, Plantation, Economic, Development
PENDAHULUAN

Aktifitas dalam bidang pertanian, sebagaimana yang dinyatakan Todorova dan
Ikova (2014) memiliki 3 fungsi utama yaitu green function, blue function, red function
dan yellow function. Green function diartikan bahwa pertanian memiliki fungsi
konservasi. Sedangkan blue function dimaknai bahwa pertanian mampu memperbaiki
tata kelola air. Sementara red function lebih mengacu pada pemanfaatan sebagai energy.
Sedangkan yellow function bermakna bahwa pertanian mampu memberdayakan
kehidupan masyarakat. Sementara itu pertanian hingga saat ini juga masih dipercaya
menjadi sektor yang mampu menggerakkan perekonomian Indonesia dan mampu
mengentaskan dari kemiskinan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sesuai data Susenas
2012 menunjukkan bahwa 63,43% masyarakat miskin Indonesia ada di wilayah
pedesaaan yang notabenenya bergerak di bidang pertanian. Menjadi hal yang sangat
wajar ketika kemudian pertanian menjadi sector yang layak diperhatikan dalam upaya
pengentasan kemiskinan.
Salah satu sub-sektor pertanian yang dirasa perlu diperhatikan adalah sub sector
perkebunan. Komoditas tanaman perkebunan terdiri atas tanaman tahunan maupun
tanaman semusim (Susilowati, 2009). Dalam hal pengembangan pertanian termasuk
komoditas perkebunan, konsep pembangunan kawasan pertanian hingga saat ini
dipercaya sebagai suatu cara pandang yang tepat untuk mengingkatkan perekonomian
masyarakat di suatu kawasan. Dalam konsep ini, terdapat sentra-sentra pertanian yang
terkait secara fungsional dalam kegiatan produksi suatu jenis pertanian unggulan

(Permentan no. 50/tahun 2012). Lebih jauh lagi, guna meningkatkan nilai tambah
produk pertanian khususnya perkebunan ini dibutuhkan usaha pengolahan yang efisien
dengan pasar yang baik. Sehingga dengan demikian

perlu diciptakan kawasan
2

agroindustri pengolahan sebagai tempat terjadinya kerjasama antara petani penyedia
bahan baku dan pengolahan serta pemasaran pengolahan produk pertanian untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendapatan di kawasan tertentu tersebut.
Agroindustri mampu menstranformasikan produk primer ke produk olahan (Suryana,
2005).
Kehadiran agroindustri pengolahan komoditas perkebunan ini akan memiliki
kaitan ke belakang (backward linkage) berupa terserapnya bahan mentah hasil pertanian
guna diolah menjadi produk olahan. Demikian juga kaitan ke depan (forward linkage)
berupa potensi hasil pengolahan hasil perkebunan. Hal ini tentunya akan memberikan
efek yang sangat bagus dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat pedesaan.
Pada sisi lain Kabupaten Tulungagung adalah sebuah wilayah di Propinsi Jawa
Timur yang memiliki potensi komoditas perkebuanan yang sangat besar. Tercatat
terdapat 28.278,87 hektar. Tanaman perkebunana yang diusakan di wilayah ini juga

beragam mulai dari kelapa, tebu, tembakau, cengkeh dan kakao. Besarnya potensi
komoditas tanaman perebunan di Kabupaten Tulungagung ini sangat layak untuk
dikembangkan.
Berdasarkan atas pemikiran ini maka perlu kiranya dirumuskan sebuah strategi
upaya pengembangan agroindustri komoditas tanaman perkebunan di Kabupaten
Tulungagung. Hal tersebut akan dicapai melalaui kajian terlebih dahulu terkait dengan
(1) penentuan komoditas unggulan

beserta lokasi pengembangannya; (2) faktor

pendukung pengembangan agroindustri perkebunan unggulan dan (3)

dan

pengembangan produk komoditas unggulan.
METODE PENELITIAN
Metode dasar dari penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang berupaya
mencari komoditas perkebunan serta strategi pengembangannya. Lokasi penelitian
dilakukan secara purposive di Kabupaten Tulungagung dengan pertimbangan bahwa
tingginya keragaman komoditas perkebunan yang diusahakan di Kabupaten

Tulungagung. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan
kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dengan cara observasi, wawancara terbuka dan wawancara terstruktur serta FGD.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Tulungagung
seperti Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan
3

Perdagangan serta Bappeda. Pendekatan analisis yang dipergunakan untuk menentukan
komoditas perkebunan unggulan adalah dengan menggunakan analisis LQ. Sementara
itu strategi pengembangan agroindustri perkebunan dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif yang di dukung juga dengan analisis kuantitatif berupa Analitical
Hierarchy Process (AHP).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap awal dalam penelitian ini adalah dengan menentukan komoditas unggulan
tanaman perkebunan di Kabupaten Tulungagung. Penentuan komoditas perkebunan
unggulan di Kabupaten Tulungagung dilakukan dengan menggunakan analisis LQ.
Temuan nilai LQ ini kemudian dapat dibuat peringkat yang mampu merepresentasikan
peringkat keandalan komoditas pada wilayah tersebut.
Tabel 1. Perhitungan Komoditas Perkebunan Unggulan
Komoditas

Kelapa

LA/ Prod
Ekonomi
Komoditas

LA/ Prod
Ekonomi Tl.
Agung

LA/ Prod
Ekonomi
Komoditas
Jatim

LA/ Prod
Ekonomi
Jatim

LQ


Pering
kat

17,856.37

28,278.87

297,206.00

984,090

2.09

1

Tebu

5947


28,278.87

192,587.00

984,090

1.07

3

Tembakau

1,901

28,278.87

130,824.00

984,090


0.51

4

Cengkeh

1,481

28,278.87

43,876.00

984,090

1.17

2

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunaan LQ dapat diketahui bahwa
komoditas kelapa meruapakan komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten

Tulungagung. Hal ini terlihat dari nilai LQ sebesar 2,09 yang lebih besar jika
dibandingkan komoditas cengkeh, tebu

dan tembakau. Hal ini dapat dimaklumi

mengingat luas lahan komoditas kelapa di Kabupaten Tulungagung adalah yang
terluas (17,856.37 ha) jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya tebu
(5,947.00 ha), tembakau (5,947.00 ha) dan cengkeh (1,481.50 ha). Luas areal ini
memiliki kenggulan ketika dibandingan dengan luasan lahan kelapa di Jawa Timur.
Sementara itu kawasan pengembangan komoditas kelapa di Kabupaten
Tulungagung dikembangkan di 9 kecamatan (Besuki, Bandung, Campurdarat,
Tanggunggunung, Kalidawir, Pucanglaban, Rejotangan, Ngunut dan Sumbergempol.
Lokasi wilayah pengembangan kelapa tersebut sesuai dengan RTRW Kabupaten
Tulungagung dalam pengembangan industry kecil dan mikro berbahan kelapa.
4

Komoditas kelapa di Kabupaten Tulungagung dapat diolah menjadi beberapa
produk yang berpotensi untuk dikembangkan dan dapat mendukung untuk
pengembangan suatu kawasan. Alternatif produk olahan yang menggunakan bahan baku
kelapa tersebut dari hasil survey pendahuluan yaitu :
1. Nata de Coco
2. Kopra
3. Minyak Goreng
4. VCO
5. Sari Kelapa
Berdasarkan faktor pendukung yang dipilih maka akan dilakukan matrik
perbandingan (pairwise comparation) antara elemen-elemennya, sehingga akan
diperoleh bobot untuk masing-masing faktor pendukung.
Tabel 2. Bobot Prioritas Setiap Faktor Pendukung Agroindustri Berbasis Kelapa
Faktor Pendukung
Bobot
Bahan baku
0,268
Peluang pasar
0,277
Kebijakan Pemerintah
0,154
Kompetensi SDM
0,106
Teknologi
0,085
Infrastruktur
0,051
Permodalan
0,059
Sumber : Olahan Data primer (2013)

Prioritas
2
1
3
4
5
7
6

Peluang pasar merupakan faktor pendukung yang paling tinggi (0,277) dalam
pemilihan agroindustri berbasis kelapa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Subari
(2012) bahwasnya pasar merupakan factor yang berpengaruh pada kinerja sebuah
lembaga. Prospek kebutuhan terhadap produk dari agroindustri kelapa yang didirikan
baik untuk pasar dalam daerah maupun luar daerah masih sangat terbuka. Berdasar data
Susenas 2013 menyatakan bahwa rata-rata konsumsi kelapa per kapita per tahun adalah
6.101. Sehingga dengan demikian agroindustri kelapa dapat berperan dalam
pengembangan suatu kawasan. Peluang Pasar sangat mempengaruhi hasil akhir
(profit/laba) dari agroindustri kelapa karena jika konsumen tertarik dengan agroindustri
kelapa tersebut maka industri berbasis komoditas kelapa ini dapat diusulkan untuk
didirikan atau dapat dikembangkan lebih lanjut.
Sementara itu factor yang berpengaruh kedua adalah terkait dengan keberadaan
bahan kelapa. Sebagaimana yang diketahui bahwa Indonesia memiliki luas areal
5

tanaman kelapa terluas di dunia dengan luas 3,88 juta hektar dan 97% merupakan
perkebunan rakyat yang mampu memproduksi 3,2 juta ton kopra. Data ini linear dengan
keberadaan lahan kelapa diTulungagung seluas 17.856,37 yang merupakan lahan
komoditas perkebunan terluas.
Factor selanjutnya adalah adanya dukungan program pemerintah, yang dalam
hal ini tentunya memberikan ruang gerak bagi pengembangan komoditas kelapa.
Kebijakan yang perlu dilakukan menurut Wicakso (2012) adalah terkait dengan
pemahaman kebijakan dan implementasi kebijakan.
Faktor selanjutnya yang penting diperhatikan adalah adanya kompetensi
sumberdaya manusia (SDM) yang mumpuni. Keberadaan SDM yang mumpuni sangat
diperlukan demi sebuah keberhasilan usaha. Khoiriyah, dkk ( 2012) menyatakan bahwa
keberadaan SDM yang tidak mumpuni melatar belakangi belum berhasilnya usaha
agroindustri kerupuk terasi.
Teknologi merupakan factor pening selanjutnya guna mendukung keberhasilan
pengembangan kelapa di Tulungagung ini. Keberadaan teknologi akan mampu
meningkatkan nilai tambah suatu produk yang profitable. Perlu diperhatikan juga bahwa
teknologi ini adalah selayaknya yang mampu diaplikasikan secara mudah dan murah
(Ihsannudin. 2012).
Factor penting yang tidak dapat diabaikan selanjutnya adalah terkait dengan
permodalan. Permodalan ini akan memberikan suntikan awal dalam sebuah berjalannya
sebuah program. Modal dapat berasal dari sendiri maupun berasal dari pinjaman.
Factor penting selanjutnya adalah terkait dengan infrastruktur dalam sebuah
program. Keberadaan infrastruktur ini akan memberikan pengaruh signifikan dalam
sebuah usaha terutama pembukaan usaha baru maupun peningkatan produksi.
Sebagaimana yang diungkapkan Ihsannudin (2011) menyatakan bahwa dukungan
infrastruktur baik akan mendukung terciptanya peningkatan produksi garam. Demikian
juga adanya infrastruktur produksi dan off farm akan sangat mempengaruhi
keberhasilan pengembangan kelapa di tulungagung.
Berdasarkan faktor pendukung agroindustri di atas, maka akan dapat dipilih
alternatif agroindustri berbasis komoditas tanaman kelapa yang dapat dikembangkan di
Kabupaten Tulungagung. Prioritas pilihan alternatif pengembangan agroindustri sesuai
dengan pendapat pakar dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
6

Tabel. 3. Alternatif Agroindustri Berbasis Komoditas Tanaman Kelapa
Alternatif industri
Bobot
Nata de coco
0,326
Kopra
0,218
Minyak Goreng
0,224
VCO
0,142
Sari Kelapa
0,090
Sumber : Data Olahan Primer (2013)

Prioritas
1
3
2
4
5

Agroindustri sari kelapa lebih kepada agroindustri untuk gula kelapa sehingga
berbeda dengan nata de coco. Hal ini karena nata de coco sering kali diartikan sebagai
sari kelapa. Tabel di atas menunjukkan bahwa nata de coco merupakan alternatif
agroindustri yang paling tinggi bobotnya (0,326) dibandingkan dengan agroindustri
yang lain. Nata de coco ini cukup berprospek dalam pemasarannya. Berdasarkan hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa peluang pasar pada produk nata de coco
mempunyai bobot paling tinggi sebesar 0,277. Hal ini menunjukkan bahwa nata de
coco

mempunyai harapan yang baik yaitu mendapat respon masyarakat terhadap

produk, dengan begitu bisa diperkirakan bahwa jika ada agroindustri olahan dari kelapa
berupa nata de coco akan dapat berkembang, seiring dengan kebutuhan akan nata de
coco.
Nata de coco dari bahan baku air kelapa ini merupakan produk dengan pasar
yang khusus. Kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi nata de coco, lebih
kepada kebutuhan untuk kepentingan konsumsi pribadi. Peluang pasar untuk jenis nata
de coco ini adalah untuk keperluan pasar dalam wilayah dan pasar wilayah sekitar.
Kebutuhan untuk anata de coco ini juga hanya menngkat pada saat-saat tertentu seperti
pada saat bulan puasa.
Keberadaan nata de coco ini justru membuka peluang khusus untuk
pengembangan kawasan industri. Hal ini terjadi karena pada kenyataannya di wilayah
kabupaten Tulungagung terdapat banyak industri dodol dengan bahan baku tepung
ketan dan kelapa butiran. Air dari kelapa butiran ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk mengembangkan industri nata de coco. Jumlah air kelapa yang dihasilkan
oleh industri dodol ini cukup banyak, sehingga seandainya industri nata de coco ini
berkembang, tidak akan mengalami kekurangan bahan baku.
7

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Komoditas perkebunan di Tulungagung yang diunggulkan untuk dikembangkan
adalah kelapa.
2. Strategi pengembangan yang perlu dilakukan secara berurutan adalah dengan
memperhatikan beberapa factor seperti peluang pasar, ketersediaan bahan baku,
dukungan kebijakan pemerintah, kompetensi SDM, teknologi, permodalan dan
infrastruktur.
3. Sementara pengembangan produk kelapa yang dapat dilakukan adalah secara
berurutan adalah Nata de Coco, Minyak Goreng, Kopra, VCO dan Sari Kelapa.
Saran
Berdasarkan temuan ini maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut
ini:
1. Pasar bagi komoditas kelapa ini harus dapat terbuka secara jelas dan kontinyu guna
menghindari stagnasi pasar.
2. Dalam implementasi strategi pengembangan ini harus ada kerjasama yang
terintegrasi dan komprehensif antar stakeholder terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Ihsannudin. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Guna Pencapaian Swasembada
Garam. Prosiding. Seminar Nasional Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju
Kedaulatan Pangan 20 Oktober 2011, Surabaya
Ihsannudin. 2012. Risiko Usaha Pegaraman Rakyat. Risiko Usaha Pegaraman Rakyat
Masa Produksi 2011: Suatu Telaah Dalam Upaya Mengurangi Ketergantungan
Impor. Prosiding. Seminar Nasional Revitalisasi Pertanian Berkelanjutan
Menuju Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan 17 Maret 2012, Universitas
Muhammadiyah Jember
Khoiriyah, Nor. Ariyani, Aminah H.M. Fauziyah, Elys. 2012. Strategi Pengembangan
Agroindustri Kerupuk Terasi (Studi Kasus di Desa Plosobuden Deket
Lamongan). Agriekonomika Vol. 1 No. 2 Oktober 2012
Subari, Slamet. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi Nelayan dalam
Peningkatan Kesejahteraan Anggotanya. Agriekonomika Vol. 1 No. 1 April
2012.
8

Suryana, A. 2005. Arah Strategi dan Program Pembangunan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Todorova, Stela dan Ikova, Jordanka. 2014. Multifunctional Agriculture: Social and
Ecological impacts on the organic farms in Bulgaria. Procedia Economics and
Finance 9 ( 2014 ) 310 – 320
Wicaksono, Arditya. Optimaliasasi Kepemimpinan Nasional dalam Melaksanakan
Kebijakan Distribusi Pangan Dapat Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional.
Agriekonomika Vol. 1 No. 1 April 2012.

9

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25