Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP
WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

TRI WORO WIDYASTUTI
110302052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP
WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

SKRIPSI

TRI WORO WIDYASTUTI
110302052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP
WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN

SKRIPSI

TRI WORO WIDYASTUTI
110302052

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanandi Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015


LEMBAR PENGESAHAN

Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap
Wilayah Pesisir Kota Medan

Judul Penelitian

:

Nama

: Tri Woro Widyastuti

Nim

:

110302052

Program Studi


:

Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS

Zulham Apandy S.Kel,M.Si

Ketua

Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Tri Woro Widyastuti
NIM

: 110302052

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Fisik Kenaikan Muka
Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan” adalah benar rmerupakan
hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Tri WoroWidyastuti

NIM. 110302052

ABSTRAK

TRI WORO WIDYASTUTI. Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap
Wilayah Pesisir Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan ZULHAM
APANDY HARAHAP.

Kasus banjir rob merupakan masalah yang sering terjadi di daerah pesisir
pantai. Hal ini dikarenakan daerah permukaan tanah yang lebih rendah atau
bahkan sama dibandingkan permukaan air laut. Selain itu juga dikarenakan
naiknya permukaan air laut sehingga pada pasang air laut masuk dan
menggenangi pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan banjir
rob di wilayah pesisir Kota Medan dan menyediakan peta kerentanan terhadap
kenaikan muka air laut di Kota Medan. Kenaikan muka air laut didapatkan dari
rata-rata kenaikan pasang surut pertahun. Kemudian kenaikan muka air laut ini di
kaitkan dengan data penggunaan lahan, topografi, kependudukan, serta
wawancara langsung pada penduduk sekitar. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa luasan genangan yang terjadi akibat kenaikan muka air laut ini bertambah
dari tahun ketahun. Sehingga mengkhawatirkan beberapa kelurahan di Kecamatan

Medan Belawan. Hasil wawancara langsung pada masyarakat setempat juga
menyatakan hal yang sama bahwa terdapat beberapa kelurahan yang memang
rentan dengan datangnya banjir pasang (rob). Kemudian digunakan metode VCA
berdasarkan PERKA No. 02 tahun 2012 untuk mendapatkan kelas kerentanan
pada tiap kelurahan dan di proyeksikan dalam bentuk peta dengan metode overlay
(tumpang tindih).

Kata kunci :Kenaikan Muka Air Laut,Banjir Rob, Peta Kerentanan Banjir, VCA.

ABSTRACT

TRI WORO WIDYASTUTI. Physical Impacts of Sea Level Rise on Coastal Of
Medan. Under academic supervision are DARMA BAKTI and ZULHAM
APANDY HARAHAP.
Case of tidal flood is a common problem in coastal areas. This is
because the surface area of lower land or even the same compared to sea level. It
is also due to rising sea levels so that the incoming tide and flood coastal. This
study aimed to analyze the state of tidal flooding in coastal areas of Medan and
provide a map of vulnerability to sea level rise in the city of Medan. Sea level rise
is obtained from the average increase in tidal year. Then the sea level rise in the

data associated with land use, topography, population, and direct interviews with
local people. Results from this study indisemethicate that. The extent of
inundation caused by sea level rise is increasing from year to year. So worrying
some villages in the district of Medan Belawan. The results of direct interviews
with local people also expressed the same thing that there are some villages that
are prone to flooding tide (rob). Then use the method VCA based Perka No. 02 in
2012 to get the class of vulnerabilities in each village and projected in the form of
maps with overlay method.

Keyword : Sea Level Rise, Rob flood, Flood Vulnerability Maps, VCA.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut
terhadap Wilayah Pesisir Kota Medan”, yang merupakan tugas akhir dalam
menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1.

Ayahanda Drs. Mujiyono Age Suponco, dan Ibunda Dra. Hj. Endang Sugiharti yang
menjadi alasan untuk menggapai cita-cita. Ratih Dewanti S.T, Dwiyan Prayoga
Putra S.T, dan Gusti Tetri Dewantari, yang juga selalu memberikan motivasi dan
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk
doa, dukungan dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.

2.

Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak
Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah bersedia untuk memberikan saran serta meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3.

Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


4.

Teman-teman seperjuangan yang penulis sayangi Isti Mauladina, Syafrida Siregar,
Josephin S.S. Panjaitan S.Pi, Dede Yuanda, Meyna Melia Utari, Nurul Azmi S.Pi,
Desy Ariska S.Pi, Putri Widyawati dan seluruh teman-teman seperjuangan angkatan
2011 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi
dan

perkembangan

ilmu

pengetahuan,

khususnya

dibidang


manajemen

sumberdaya perairan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Tri Woro Widyastuti

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Binjai, pada tanggal 3
Agustus 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari 4
bersaudara dari Ayah yang bernama Drs. Mujiyono Age
Suponco dan Ibu Dra. Hj. Endang Sugiharti.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal SD
sampai dengan SMA di PERGURUAN TAMANSISWA
CABANG BINJAI dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB - PTN pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengambil minat studi
Konservasi Sumberdaya Perairan.
Selama menempuh studi di Universitas Sumatera Utara, penulis telah
mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Dinas Peternakan dan Perikanan –
Kabupaten Sumedang pada tahun 2014. Untuk pengalaman organisasi, penulis
pernah mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
(IMASPERA) Fakultas Pertanian USU dan tergabung dalam relawan di Unit
Kerja SAHIVA Universitas Sumatera Utara. Penulis juga pernah menjadi asisten
pada laboratorium Oseanografi dan Pengelolaan Lingkungan Pesisir pada tahun
ajaran 2013-2014.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, penulis menyelesaikan skripsi
dengan judul “Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir Kota
Medan” dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Bapak Zulham
Apandy, S.Kel, M.Si.

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................

i

ABSTRACT ..............................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ..............................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................

v

DAFTAR ISI .............................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

x

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................

1

Perumusan Masalah ..........................................................................

2

Kerangka Pemikiran .........................................................................

2

Tujuan Penelitian ..............................................................................

3

Manfaat Penelitian ...........................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah dan Ekosistem Pesisir .........................................................

5

Kenaikan Muka Air Laut ..................................................................

9

Banjir Rob .........................................................................................

11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................

14

Alat dan Bahan .................................................................................

14

Prosedur Penelitian ...........................................................................

15

Persiapan Data...................................................................................

15

PraPengolahan (Pre- Processing) Data Citra Satelit ........................

15

Analisis Kenaikan Muka Air Laut ....................................................

16

Pengkajian Resiko Bencana ..............................................................

16

Verifikasi Lapangan ..........................................................................

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kenaikan Muka Air Laut ...........................................................

20

Indeks Resiko Bencana Banjir Kota Medan ..............................

22

Peta Kepadatan Penduduk Kota Medan ....................................

23

Peta Penggunaan Lahan Kota Medan ........................................

24

Peta Topografi Wilayah Pesisir Kota Medan ............................

25

Pengkajian Resiko Bencana Banjir............................................

26

Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan
tahun 2015 sampai dengan tahun 2065......................................

30

Pembahasan .......................................................................................

33

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................

38

Saran..................................................................................................

38

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

No

Teks

Halaman

1.

KerangkaPemikiran.............................................................................

3

2.

Peta Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Kota Medan ..........................

14

3.

Grafik Kenaikan Muka Air Laut Tahun 2012 s.d 2015 ......................

19

4.

Grafik Ramalan Pasang Surut Belawan ..............................................

20

5.

Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan ...................

24

6.

Peta Penggunaan Lahan Kota Medan .................................................

25

7.

Peta Topografi Pesisir Kota Medan ....................................................

26

8.

Peta Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Pesisir

9.

Kota Medan .........................................................................................

29

10. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2015 .................

31

11. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2065 .................

31

DAFTAR TABEL

No

Teks

Halaman

1.

Indeks Kapasitas Banjir Menurut PERKA No.2 tahun 2012 ...........

18

2.

Matriks Besaran Ancaman Bencana Sesuai dengan Kapasitas

3.

dan Kerentanan ................................................................................

4.

Matriks Kerentanan Bencana Sesuai dengan Nilai Ancaman,

5.

Kapasitas dan Kerentanan ................................................................

19

6.

Tinggi Rata-rata Pasang Surut Belawan ..........................................

20

7.

Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan

8.

Medan Belawan ...............................................................................

23

9.

Indeks Ancaman Banjir Rob ............................................................

27

18

10. Indeks Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Kecamatan
11. Medan Belawan ............................................................................... ..

29

DAFTAR LAMPIRAN

No

Teks

Halaman

1.

Gambar Alat dan Bahan ....................................................................

31

2.

Pembobotan Indeks Kerentanan Banjir ...........................................

41

3.

Perhitungan Kenaikan Muka Air Laut ...............................................

42

4.

Lokasi Penelitian ..............................................................................

46

5.

Peta Indeks Kerentanan Bencana ......................................................

49

6.

Kuisioner Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan terhadap
Dampak Kenaikan Muka Air Laut .....................................................

39

ABSTRAK

TRI WORO WIDYASTUTI. Dampak Fisik Kenaikan Muka Air Laut terhadap
Wilayah Pesisir Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan ZULHAM
APANDY HARAHAP.

Kasus banjir rob merupakan masalah yang sering terjadi di daerah pesisir
pantai. Hal ini dikarenakan daerah permukaan tanah yang lebih rendah atau
bahkan sama dibandingkan permukaan air laut. Selain itu juga dikarenakan
naiknya permukaan air laut sehingga pada pasang air laut masuk dan
menggenangi pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan banjir
rob di wilayah pesisir Kota Medan dan menyediakan peta kerentanan terhadap
kenaikan muka air laut di Kota Medan. Kenaikan muka air laut didapatkan dari
rata-rata kenaikan pasang surut pertahun. Kemudian kenaikan muka air laut ini di
kaitkan dengan data penggunaan lahan, topografi, kependudukan, serta
wawancara langsung pada penduduk sekitar. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa luasan genangan yang terjadi akibat kenaikan muka air laut ini bertambah
dari tahun ketahun. Sehingga mengkhawatirkan beberapa kelurahan di Kecamatan
Medan Belawan. Hasil wawancara langsung pada masyarakat setempat juga
menyatakan hal yang sama bahwa terdapat beberapa kelurahan yang memang
rentan dengan datangnya banjir pasang (rob). Kemudian digunakan metode VCA
berdasarkan PERKA No. 02 tahun 2012 untuk mendapatkan kelas kerentanan
pada tiap kelurahan dan di proyeksikan dalam bentuk peta dengan metode overlay
(tumpang tindih).

Kata kunci :Kenaikan Muka Air Laut,Banjir Rob, Peta Kerentanan Banjir, VCA.

ABSTRACT

TRI WORO WIDYASTUTI. Physical Impacts of Sea Level Rise on Coastal Of
Medan. Under academic supervision are DARMA BAKTI and ZULHAM
APANDY HARAHAP.
Case of tidal flood is a common problem in coastal areas. This is
because the surface area of lower land or even the same compared to sea level. It
is also due to rising sea levels so that the incoming tide and flood coastal. This
study aimed to analyze the state of tidal flooding in coastal areas of Medan and
provide a map of vulnerability to sea level rise in the city of Medan. Sea level rise
is obtained from the average increase in tidal year. Then the sea level rise in the
data associated with land use, topography, population, and direct interviews with
local people. Results from this study indisemethicate that. The extent of
inundation caused by sea level rise is increasing from year to year. So worrying
some villages in the district of Medan Belawan. The results of direct interviews
with local people also expressed the same thing that there are some villages that
are prone to flooding tide (rob). Then use the method VCA based Perka No. 02 in
2012 to get the class of vulnerabilities in each village and projected in the form of
maps with overlay method.

Keyword : Sea Level Rise, Rob flood, Flood Vulnerability Maps, VCA.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kerentanan yang tinggi
terhadap perubahan iklim. Hal ini berkaitan dengan kondisi Indonesia yang
merupakan

wilayah

kepulauan

dengan

jumlah

pulau

yang

sangat

banyak.Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan dampak yang besar terhadap
masyarakat pesisir di seluruh dunia khususnya di Indonesia.
Perubahan iklim telah dirasakan masyarakat pesisir di Indonesia. Keadaan
ini diindikasikan dari banyaknya pemberitaan media massa mengenai banjir rob di
beberapa daerah. Adanya isu tentang perubahan iklim dan pemanasan global
menyebabkan meningkatnya kewaspadaan masyarakat di Indonesia akan dampak
dari masalah tersebut, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir.
Kawasan pemukiman yang berada di pesisir dihadapkan kepada permasalahan
banjir pasang (rob) akibat fluktuasi muka air laut. Permasalahan tersebut
diperparah jika secara geografis lebih rendah dibanding dari permukaan laut.
Fenomena naiknya muka air laut ini dikenal dengan sebutan Sea Level
Rise (SLR). Fenomena ini menimbulkan ancaman terhadap kota-kota yang
terletak di wilayah pesisir. Perubahan iklim dapat dianggap sebagai suatu situasi
ketidakpastian yang dihadapi oleh masyarakat pesisir. Padahal bagi masyarakat
pesisir pengetahuan lokal mengenai cara-cara menghadapi perubahan musim telah
menjadi keseharian mereka.
Kenaikan muka air laut pada daerah pesisir akan bertambah dari tahun ke
tahun sehingga berdampak pada perubahan garis pantai dan mempertinggi

gelombang pasang. Untuk itu diperlukannya gambaran mengenai daerah yang
rentan banjir dan dampak yang mungkin terjadi serta kewaspadaan terhadap
wilayah tersebut.
Perumusan Masalah
Pengaruh

Pemanasan

global

yang

terjadi

di

permukaan

bumi

menimbulkan dampak seperti kenaikan muka air laut. Akibatnya, permukaan
wilayah pesisir akan lebih rendah atau hampir sama dengan permukaan air laut
sehingga wilayah pesisir akan rentan banjir yang berasal dari pasang air laut. Oleh
sebab itu perlu diketahui pengaruh masukan air laut dan ketinggian banjir rob di
wilayah pesisir, dengan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah banjir rob air laut mengganggu daerah perumahan dan aktivitas warga

pesisir Kota Medan?
2. Bagaimana dampak kenaikan muka air laut terhadap wilayah pesisir Kota

Medan?
Kerangka Pemikiran
Kasusbanjir rob merupakan masalah yang sering terjadi didaerah
pesisirpantai. Hal ini dikarenakan daerah permukaan tanah lebih rendah atau sama
dibandingkan permukaan air laut. Selain itu juga dikarenakan naiknya permukaan
air laut sehingga pada saat pasang air laut akan menggenangi daerah pesisir.
Kejadian ini tentu menimbulkan keresahan dan kerugian pada masyarakat.Berikut
merupakan kerangka pemikiran yang digambarkan sebagai penelitian mengenai
dampak kenaikan muka air laut yang terjadi di wilayah pesisir Kota Medan hingga
diketahui kerentanan wilayah pesisirnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Terjadinya Banjir Rob di Wilayah Pesisir Kota Medan

Peningkatan Volume Genangan
pada Wilayah Pesisir Kota Medan

Analisis terhadap Pengaruh Banjir Rob

Kepadatan Penduduk
Kota Medan

Bentuk Topografi
Kota Medan yang
Landai

Ketinggian Muka Air
Laut Tahun 2015 yang
Terus Meningkat

Luasan Genangan

Pengkajian Resiko Bencana
Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Medan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kenaikan Muka Air Laut yang terjadi di PesisirKota Medan Provinsi
Sumatera Utara akan diketahui melalui peningkatan tinggi genangan tiap
tahunnya, dengan mengumpulkan data tinggi genangan dan tinggi permukaan
daratan di Kota Medan sedangkan kerentanan wilayah pesisir diketahui melalui
pengkajian resiko bencana banjir.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.

Menganalisis keadaan banjir rob air laut di wilayah pesisir Kota Medan.

2.

Tersedianya peta kerentanan terhadap kenaikan muka air laut di Pesisir Kota
Medan.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1.

Sebagai data dasar dalam mengetahui dampak kenaikan muka air laut
daribanjir rob diwilayah pesisir Kota Medan.

2.

Sebagai acuan kepada penduduk disekitar lingkungan wilayah pesisir dan
pemerintah yang berwenang sebagai bahan informasi untuk mengambil
kebijakan dalam mengatasi banjir rob sehingga lingkungan tetap terjaga
dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah dan Ekosistem Pesisir
Pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis serta kaya akan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Indonesia memiliki sumberdaya yang
sangat besar karena merupakan negara kepulauan dengan panjang garis pantai
mencapai 81.000 km. Namun demikian wilayah pesisir ini sangat rentan terhadap
fenomena pemanasan global yang menyebabkan kenaikan muka air laut (Sulma,
2012).
Kawasan pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan
kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan
pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah
sempadan pesisir dan perairan laut. Berdasarkan undang-undang No. 27 tahun
2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa daerah pesisir
dihitung ke daerah darat yaitu dari garis pantai sampai batas administrasi, dan
kearah laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil kearah laut. Sehingga
kawasan pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari
sisi ekonomi, wisata sumberdaya serta potensi besar bencana. Namun secara batas
ekologis, kawasan pesisir ke darat masih dipengaruhi oleh laut dan laut masih
dipengaruhi darat (Dahuri, 2002 diacu oleh Hidayat, 2012).
Menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir didefinisikan
sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, kearah darat mencakup daerah
yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan kearah laut

meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley dkk., 1994 diacu oleh
Dahuri, dkk., 2004).
Wilayah pesisir merupakan ekosistem sangat produktif yang berfungsi
sebagai penopang utama bagi pertumbuhan ekonomi. Lebih dari 55% dari hasil
perikanan nasional berasal dari perikanan tangkap di wilayah pesisir. Wilayah
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah ekosistem yang kaya
akankeanekaragaman hayati, termasuk terumbu karang, mangrove, padang lamun,
laguna, dan estuari. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia merupakan
rumah bagi 2.500 spesies moluska, 2.000 spesies krustasea, 6 jenis penyu, 30
spesies mamalia laut, dan lebih dari 2.000 spesies ikan. Dengan 70 genera dan 500
spesies karang keras yang meliputi 32.935 km2 (atau 16,5% dari luas terumbu
karang dunia). Indonesia merupakan bagian dari segi tiga terumbu karang (coral
traingle), wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia (megadiversity country).Sebagai bagian dari kawasan Coral
Triangle, daerah keanekaragaman hayati laut yang luar biasa ini dianggap sebagai
bentangan terumbu karang terbesar kedua di dunia setelah Great Barrier Reef di
Australia.Ekosistem terumbu karang tersebut memberikan multi manfaat,
termasuk diantaranya untuk perlindungan pantai dari gelombang badai, sumber
makanan dan habitat biota, bahan genetik untuk obat, hamparan pantai karang dan
pasir, serta surga bawah aiir untuk menyelam bagi jutaan wisatawan (Suraji,
2012).
Kegiatan-kegiatan di kawasan pesisir seperti perikanan tangkap, perikanan
budidaya (tambak), pelabuhan, pariwisata, permukiman dan suaka alam dapat
mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan geomorfologi kawasan pesisir.

Konversi lahan dan pemanfaatan lahan di kawasan pesisir menjadi salah satu
penyebab

utama

terjadinya

permasalahan

pada

kawasan

pesisir

yang

mempengaruhi penyimpangan tata guna lahan di kawasan tersebut (Adiprima dan
Sudrajat, 2012).
Sumberdaya hayati perairan pesisir yang merupakan satuan kehidupan
(organisme hidup) saling berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan nonhayatinya (fisik) membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pembahasan
selanjutnya dititik beratkan pada ekosistem pesisir yang merupakan unit
fungsional komponen hayati (biotik) dan non-hayati (abiotik) (Bengen, 2000).
Kawasan pesisir memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan
komparatif dan kompetitif yang dimilikinya, sehingga berpotensi menjadi prime
mover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis menunjukkan
bahwa kawasan pesisir telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena
berbagai keunggulan fisik dan geografisnya. Akan tetapi, pesisir merupakan
kawasan yang perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini disebabkan kawasan
pesisir memiiki karakteristik-karakteristik khusus yang terdiri atas karakteristik
daratan yang terdapat pada sub-sistem daratan pesisir (shore line) dan
karakteristik perairan yang terdapat pada subsistem periran pesisir (coastal line).
Adanya interaksi keduanya menyebabkan kawasan pesisir memiiki kendala alam
yang tidak ditemui pada ekosistem daratan lainnya (Rahmasari dan Hariyanto,
2011).
Konservasi wilayah pesisir yang dimaksud adalah upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan
kesinambungan sumberdaya pesisir dengan memelihara dan meningkatkan

kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kelautan dan Perikanan,
2007).
Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir terbagi atas
empat kelompok utama yaitu (1) produser, (2) konsumer primer, (3) konsumer
sekunder dan (4) dekomposer. Komponen abiotik dari suatu ekosistem pesisir
terbagi atas tiga komponen utama yaitu (1) unsur dan senyawa anorganik, karbon,
nitrogen dan air yang terlibat dalam siklus materi di suatu ekosistem, (2) bahan
organik, karbohidrat, protein dan lemak yang mengikat komponen abiotik dan
biotik, dan (3) regim iklim, suhu dan faktor fisik lain yang membatasi kondisi
kehidupan (Bengen, 2000).
Kota Medan merupakan satu dari beberapa kota di Provinsi Sumatera
Utara. Kota Medan berpenduduk 2 juta orang yang memiliki areal seluar 26.510
hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151
kelurahan. Secara geografis wilayah Kota Medan berada diantara 3”30’ – 3”43’
LU dan 98”35’- 98”44’ BT dengan luas 265,10 km2 dengan batas-batas sebagai
berikut :
a. Batas Utara

: Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka

b. Batas Selatan

: Kabupaten Deli Serdang

c. Batas Timur

: Kabupaten Deli Serdang

d. Batas Barat

: Kabupaten Deli Serdang

Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut:
Pemukiman 36,3 %, Perkebunan 3,1%, Lahan Jasa 1,9%, Sawah 6,1%,
Perusahaan 4,2%, Kebun Campuran 45,4%, Industri 1,5%, Hutan Rawa 1,8%.
Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berdada pada ketinggian

2,5- 37,5 meter diatas permukaan laut. Secara geografis, Kota Medan didukung
oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu,
Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai
dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu
mengembangkan berbagai kerjasama dan kelitraan yang sejajar, saling
menguntungkan dan saling memperkuat daerah-daerah sekitarnya.
Kenaikan Muka Air Laut
Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan
global (global warming) yang melanda seluruh belahan bumi. Berdasarkan
laporan IPCC (International Panel on Climate Change) bahwa rata-rata suhu
permukaan global meningkat 0,3-0,6°C sejak akhir abad 19 dan sampai tahun
2100 suhu bumi diperkirakan akan naik sekitar 1,4-5,8°C (Dahuri, 2002 dan
Bratasida, 2002 diacu oleh Wirasatriya, 2006).
Kenaikan muka air laut sebagai akibat dari perubahan iklim global mulai
dirasakan ekstrim sejak abad ke–20. Kondisi muka air laut tersebut dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu peningkatan temperatur air laut dan perubahan
massa air laut. Dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan topografi
Indonesia sebagai Negara kepulauan, maka dapat diketahui bahwa Indonesia
memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap berbagai dampak dari fenomena
perubahan iklim, khususnya kenaikan muka air laut (Isfandiari dan Djoko, 2010).
Kenaikan muka air laut merupakan fenomena naiknya muka air laut akibat
pertambahan volume air laut. Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat
sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun menerus.
Perubahan secara periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut,

sedangkan kenaikan air laut yang menerus adalah seperti yang teridentifikasi oleh
pemanasan global. Fenomena kenaikan muka air laut dapat di presentasikan
menggunakan Sea Level Rise (SLR) dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian
thermal sehingga volume air laut bertambah.

Selain itu mencairnya es di kutub

dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka air
laut. Kenaikan muka air laut bisa menyebabkan berkurangnya atau mundurnya
garis pantai, mempercepat terjadinya erosi pantai berpasir, banjir di wilayah
pesisir, dan kerusakan infrastruktur yang berada di wilayah pesisir seperti
dermaga, dan bangunan pantai lainnya (Liyani, dkk., 2012).
SLR ini dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pemuaian air
laut sehingga akan meningkatkan intensitas dan frekuensi banjir serta dapat terjadi
penggenangan suatu wilayah daratan (Wuriatmo, dkk., 2012).
Laporan dari Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)
memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai dari tahun
2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15 – 90 cm dengan kepastian
peningkatan setinggi 48 cm (Sihombing, dkk., 2012).
Masyarakat pesisir sudah beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang
terjadi di wilayah pesisir sepanjang masa berkembangnya komunitas tersebut,
namun perubahan iklim akan menyebabkan perubahan yang berbeda baik
terhadap dinamikan pesisir maupun terhadap perubahan muka air laut yang
dramatis. Dari beberapa fakta di lapangan dan hasil prediksi berbagai model fisis,
terbangun sebuah asumsi bahwa perubahan sifat fisis perairan pesisir akan
berlangsung secara bertahap dan bersifat moderat. Dalam laporan asesmen IPSS
ke – 4 (2007) menyebutkan bahwa perubahan muka laut rata-rata selama abad 20

adalah 0,17 (0,12 – 1,22) meter dan diproyeksikan akan meningkat hingga 0,59
(0,18 – 0,59) meter pada tahun 2100. Ketinggian muka laut rata-rata 0,59 meter
tersebut merupakan batas pasang tertinggi saat ini dan ketinggian air saat terjadi
badai. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kenaikan muka laut rata-rata yang telah
diprediksikan tersebut akan menjadi ancaman bagi hamper semua lahan pesisir
terutama yang berelevasi rendah. Sedangkan SRES (Special Report on Emission
Scenarios) (IPCC, 2001) memprediksikan kenaikan muka air laut hingga
mencapai nilai ekstrim yakni 0,8 meter pada tahun 2095. Keadaan ini
mengharuskan pihak-pihak pemangku kepentingan untuk melakukan pendekatan
yang memadai untuk menghadapi berbagai kemungkuinan di abad mendatang
(Catwright, 2008 diacu oleh Rositasari, dkk., 2011)
Banjir Rob
Banjir merupakan peristiwa tergenangnya sejumlah luasan daratan oleh
sejumlah volume air yang meluap atau melimpas dari tempat dimana volume air
tersebut seharusnya berada atau mengalir. Banjir rob sendiri merupakan istilah
khusus yang hanya dipakai di Indonesia, untuk menggambarkan banjir yang
disebabkan oleh meluapnya sejumlah volume air laut ke daerah pesisir sekitarnya
kerugian materil serta nonmaterial yang dapat disebabkan oleh banjir rob di kotakota besar dapat di minimalisir dengan berbagai rancangan penanganan serta
pencegahan yang tepat sasaran, maka kita harus terlebih dahulu memahami
fenomena banjir rob ini lebih dalam dari segi penyebab, faktor-faktor yang
mempengaruhi, serta berbagai sk enario yang mungkin terjadi. Masih minimnya
studi ilmiah yang membahas tentang fenomena banjir rob di kota-kota strategis
hingga ke akar permasalahan serta faktor-faktor yang paling mempengaruhinya,

telah menimbulkan banyaknya spekulasi serta studi ilmiah yang hanya berfokus
pada akibat dari banjir rob itu sendiri, sehingga ditakutkan menimbulkan persepsi
umum yang salah mengenai bagaimana fenomena banjir rob ini seharusnya
ditangani. Studi akan fenomena banjir rob ini pun menjadi semakin penting
mengingat meningkatnya rasa haus masyarakat akan penjelasan ilmiah mengenai
peristiwa banjir rob di kota-kota besar yang belakangan terjadi (Bakti dan
Muslim, 2011).
Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus dan saluran tidak
dapat menampung air sehingga meluap.Tetapi banjir dapat pula disebabkan oleh
pasang surut air laut yang masuk ke wilayah daratan. Banjir genangan ini bisa
disebut dengan rob. Air laut masuk melalui sungai pada saat pasang dan
selanjutnya mengalir ke pemukiman setelah melewati saluran drainase. Rob
adalah kejadian/fenomena alam dimana air laut masuk ke wilayah daratan pada
waktu permukaan air laut mengalami pasang. Intrusi air laut tersebut dapat
melalui sungai, melalui drainase atau aliran bawah tanah. Rob dapat muncul
Karena dinamika alam atau karena kegiatan manusia. Dinamika alam yang
menyebabkan rob adalah adanya perubahan elevasi pasang surut air laut.
Sedangkan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia misalnya karena pemompaan
air yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran, reklamasi pantai dan lain-lain.
Adanya rob menimbulkan dampak yang merugikan antara lain penurunan fungsi
dan keindahan pada pemukiman serta perkantoran, jalan tergenang dan cepat
rusak. Degradasi lingkungan dan kesehatan serta lahan pertanian menjadi tidak
berfungsi (Wahyudi, 2007).

Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi rendahnya pasang surut air
laut yang terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit
utama pasang surut.Walaupun masa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa
bulan, namun karena jarak bulan yang jauh lebih dekat ke bumi dibandingkan
matahari, maka gravitasi bahan bulan memiliki pengaruh yang lebih besar.
Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh
pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin
atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan
fenomena alam yang sering terjadi di laut. Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat
adanya fenomena ikloim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur
rata-rata bumi dari tahun ke tahun (Chandra dan Rima, 2013).
Fenomena banjir akibat pasang air laut (rob) ini telah memberikan dampak
negatif terhadap wilayah pemukiman pesisir. Dampak banjir akibat pasang air laut
(rob) ini telah merubah fisik lingkungan dan memberikan tekanan terhadap
masyarakat, bangunan, dan infrastruktur pemukiman yang ada di wilayah tersebut.
Adapun kaitanya dengan fenomena banjir akibat pasang air laut (rob), beberapa
ahli/pakar menyebutkan bahwa banjir akibat pasang air laut (rob) ini telah
memberikan dampak negatif terhadap kawasan pemukiman pesisir. Dampak
banjir ini telah merusak fisik lingkungan dan memberikan tekanan terhadap
masyarakat, bangunan, dan infrastruktur pemukiman yang ada di kawasan tersebut
(Putra, 2012).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelititan
Penelitian ini dilaksanakan di P esisir Kota Medan pada Bulan Februari
2015 sampai dengan Mei 2015. Gambaran lokasi penelitian di Kota Medan dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kamera digital, laptop, perangkat lunak ArcGIS 9.3, perangkat lunak Global
Mapper, untuk pengolahan data dan analisis data citra satelit.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa: data citra satelit dari
ASTERGDEM wilayah pesisir Kota Medan dengan format DEM, data pasang
surut wilayah pesisir Kota Medan tahun 2011 sampai dengan 2015, data topografi
Kota Medan, dan data statistik kependudukan Kota Medan pada tahun 2013.
Gambar alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Prosedur Penelitian
Persiapan Data
Tahap ini meliputi pengumpulan data dan pengecekan kelengkapan data
yang telah dikumpulkan. Tujuan pengecekan data untuk mengetahui kekurangankekurangan pada datayang telah terkumpul, sehingga bisa dilakukan upaya-upaya
untuk melengkapi kekurangan yang ada.
Pra Pengolahan (Pre- Processing) Data Citra satelit
a. Konversi Data Citra (Import File)
Data citra satelit Landsat yang dipergunakan dalam penelitian ini,
didownload dengan format DEM dan diolah dengan perangkat lunak ArcGis 9.3.
b. Pemotongan Citra (Cropping)
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan wilayah
penelitian karena di dalam proses perekaman kondisi permukaan bumi, satelit
akan merekam data pada daerah yang luas sesuai dengan resolusi spasial dari
sensor yang digunakan oleh satelit tersebut. Pemotongan citra dilakukan pada citra
yang memiliki perbedaan yang jelas antara darat, laut dan genangan.

Analisis Kenaikan Muka Air Laut
Kenaikan muka air laut dapat dilihat dari data kondisi pasang surut yang
dikumpulkan pada lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sampai dengan
2015. Kemudian diprediksikan selama lima puluh tahun menggunakan perangkat
lunak Global Mapper dan data citra satelit. Teknik yang digunakan dalam
menganalisis perubahan kenaikan muka air laut ini yaitu metode tumpang tindih
(overlay). Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang
berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Peta kenaikan muka air laut yang diprediksi dan ditumpang tindih untuk
mengetahui perubahan kenaikan muka air laut dan kenaikan luasan genangan
yang terjadi pada perkiraan waktu lima puluh tahun mendatang.
Pengkajian Resiko Bencana
Pengkajian resiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat
kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari
potensi jumlah jiwa yang terpapar hingga kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan. Pengkajian resiko bencana banjir ini mengacu pada PERKA No.2
tahun 2012 dengan pendekatan sebagai berikut :

Resiko bencana (R) = Ancaman (H) x Kerentanan (V)
Kapasitas (C)

Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman,
kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat resiko bencana
suatu kawasan.
1.

Indeks Ancaman Bencana
Indeks ancaman bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu

kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah
tercatatuntuk bencana yang terjadi. Pemetaan indeks ancaman bencana diperoleh
dari sumber data yang telah ditentukan. Data kemudian dibagi kedalam 3 kelas
ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tabel indeks ancaman banjir rob dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Ancaman Banjir Rob

2.

Kedalaman (m)

Kelas

Nilai

< 0,76

Rendah

1

0,76 – 1,5

Sedang

2

>1,5

Tinggi

3

Bobot (%)

Skor
0,33

100

0,66
1,00

Indeks Kerentanan
Indikator yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah

informasi keterpaparan. Dalam dua kasus informasi disertakan pada kompisisi
paparan seperti kepadatan penduduk wilayah tersebut. Sumber informasi yang
digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari laporan BPS (Badan
Pusat Statistik) Provinsi/Kabupaten Dalam Angka. Dan informasi peta dasar dari
bakosurtanal mengenai penggunaan lahan. Untuk menganalisis kerentanan
digunakan dua komponen yaitu kerentanan sosial berupa kepadatan penduduk dan
kerentanan ekologi (lingkungan) berupa penggunaan lahan (kawasan lindung).

Untuk menghitung indeks kerentanan digunakan rumus dari PERKA No. 2 tahun
2012, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Komponen Kerentanan Banjir Rob
Kelas Kerentanan
Parameter
Komponen
Bobot
No
Kerentanan
Kerentanan
(%) Rendah Sedang
Tinggi
Kerentanan
Kepadatan
>75
75 - 150
>150
1
50
Sosial
Penduduk
jiwa/ha jiwa/ha
jiwa/ha
Luas Hutan
< 10
10 Ha 2 Lingkungan
Bakau/
25
> 20 Ha
Ha
20 Ha
Mangrove
3.

Indeks Kapasitas
Indeks kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu

waktu. Tingkat ketahanan daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu
kabupaten/kota yang merupakan ruang ingkup kawasan terendah kajian kapasitas
ini. Indeks kapasitas banjir rob menurut PERKA No. 2 tahun 2012 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Kapasitas Banjir Rob menurut PERKA No.2 tahun 2012
NO

BENCANA

KOMPONEN/INDIKATOR

1.

2.

1.

Seluruh
Bencana

3.
4.
5.

4.

Aturan dan
Kelembagaan
Penanggulangan
Bencana
Peringatan Dini dan
Kajian Resiko
bencana
Pendidikan
Kebencanaan
Penguranagan Faktor
Resiko Dasar
Pembangunan
Kesiapsiagaan pada
Seluruh Lini

KELAS INDEKS
TINGGI
SEDANG

RENDAH

Tingkat
Ketahan
an 1 dan
Tingkat
Ketahan
an 2

Tingkat
Ketahan
an 3

Tingkat
Ketahan
an 4 dan
Tingkat
Ketahan
an 5

BOBOT
TOTAL

SUMBER
DATA

100%

FGD pelaku
PB (BDPD,
Bappeda,
Dinsos,
Dinkes,
UKM, Dunia
Usaha,
Universitas,
LSM, Tokoh
Masyarakat,
Tokoh Agama
dll)

Penyusunan Kajian Resiko Bencana
Kajian resiko bencana memberikan gambaran umum terkait tingkat resiko

suatu bencana pada suatu daerah yang dikaitkan dengan beberapa indeks

sebelumnya. Matriks kelas kerentanan bencana dapat dilihat pada Tabel 4 dan
Tabel 5.
Tabel 4. Matriks besaran ancaman bencana sesuai dengan nilai kapasitas dan
kerentanan.
V/C
KERENT
ANAN

TINGGI

KAPASITAS
SEDANG RENDAH

RENDAH
SEDANG
TINGGI

Tabel 5. Matriks kerentanan bencana sesuai dengan nilai ancaman, kapasitas
dan kerentanan
H X V/C

V/C
RENDAH SEDANG TINGGI

RENDAH
ANCAMAN
BENCANA SEDANG
TINGGI

Keterangan :
Kelas Rendah
Kelas Sedang
Kelas Tinggi

Verifikasi Lapangan
Untuk mengetahui status kerentanan resiko bencana banjir, beberapa
parameter dilakukan dengan penyusunan kajian resiko bencana dan metode
wawancara dilapangan. Metode wawancara dilakukan untuk memastikan apakah
kejadian yang diprediksi sesuai dengan keadaan yang berada di lapangan.
Wawancara dilakukan pada masyarakat yang terkena dampak langsung maupun
pada badan pemerintahan setempat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kenaikan Muka Air Laut
Kenaikan muka air laut dapat diketahui melalui perubahan ketinggian
pasang surut yang terjadi sebelumnya. Data pasang surut ini dikutip dari buku
terbitan Dinas Hidrostatistik tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Hasil dari
data pasang surut tersebut kemudian diolah menggunakan metode Admiralty
sehingga diketahui kenaikan muka air laut pertahunnya.Tabel Pasang surut dan
perhitungan metode Admiralty dapat dilihat pada Lampiran 2. Ketinggian muka
air laut ini berpengaruh pada luasan genangan pada saat banjir rob terjadi di
kawasan pesisir. Besarnya angka pasang surut air laut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tinggi Rata-rata Pasang Surut Belawan
Bulan/Tahun
2011
2012
2013

2014

2015

Januari

29,00

27,00

28,20

26,50

20,00

Februari

20,00

23,00

24,10

24,80

15,20

Maret

15,40

24,20

25,00

22,50

26,40

April

18,30

24,30

25,90

26,70

30,90

Mei

22,30

25,20

26,60

28,70

30,20

Juni

28,04

22,70

23,40

24,70

26,90

Juli

28,46

18,90

20,70

23,50

27,70

Agustus

19,23

18,90

21,40

24,50

26,50

September

14,00

18,90

23,60

28,20

33,20

Oktober

14,00

25,40

27,30

24,60

27,40

November

22,89

26,30

26,90

27,70

28,60

Desember

27,76

24,00

23,50

26,10

28,90

Rata-rata

21,615

23,23

24,717

25,708

26,825

(*tinggi pasang surut dalam satuan centimeter)
Sumber : Badan Hidrostatistik Buku Prakiraan Pasang Surut tahun 2011 sampai dengan
tahun 2015.

Dari nilai rata-rata ketinggian pasang surut yang telah ditampilkan pada
Tabel 5 diatas maka dapat terlihat besaran pasang surut air laut dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2015. Data rata-rata pasang surut tersebut dapat diketahui
kenaikan muka air laut dengan menghitung rata-rata selisih ketinggian muka air
laut pertahunnya. Grafik kenaikan muka air laut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Kenaikan Muka Air Laut tahun 2011 sampai dengan tahun 2015
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa terjadi kenaikan muka air laut yang
terjadi setiap tahunnya. Kenaikan muka air laut yang terjadi pada pesisir Kota
Medan Kecamatam Medan Belawan kurang lebih sebesar 1,042 cm/tahun.
Beberapa foto kelurahan yang tergenang banjir dapat dilihat pada Lampiran 3.
Metode Admiralty yang digunakan untuk mengetahui jenis pasang surut
apa yang terjadi pada daerah yang diteliti. Pengolahan untuk mengetahui jenis
pasut ini menggunakan software pasut yang memproyeksikan data angka hasil
dari perhitungan Admiralty menjadi grafik pasang surut. Hasil perhitungan
menggunakan metode Admiralty dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Metode Admiralty

Hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 7 diatas menunjukkan
nilai pasang surut berdasarkan gaya tarik bulan dan matahari. Dari data hasil
perhitungan Admiralty yang kemudian diolah menggunakan software pasut
didapatkan grafik pasang surut wilayah pesisir Kota Medan Kecamatan Medan
Belawan yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Ramalan Pasang Surut Belawan
Berdasarkan Grafik Ramalan Pasang Surut Belawan yang ditampilkan
pada Gambar 4, terlihat bahwa pasang surut yang terjadi pada daerah yang diteliti
yaitu pada wilayah pesisir Kota Medan merupakan pasang surut jenis semi
diurnal. Pasang surut jenis ini merupakan pasang surut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang hampir sama dalam satu hari.

Indeks Resiko Bencana Banjir Provinsi Sumatera Utara
Wilayah Sumatera Utara khususnya Kota Medan termasuk kedalam
wilayah yang rawan terhadap bencana banjir. Dari Peta Indeks Resiko Banjir
Wilayah Sumatera Utara wilayah Kota Medan termasuk kedalam wilayah yang
rentan terhadap banjir dan dikategorikan kedalam wilayah dengan resiko banjir
yang tinggi. Peta indeks Resiko Bencana Banjir Provinsi Sumatera Utara dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Peta Kepadatan Penduduk Kota Medan
Data kepadatan penduduk Kota Medan diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Medan berdasarkan banyaknya rumah tangga, penduduk dan
Rata-rata anggota rumah tangga dirinci menurut kelurahan di Kecamatan Medan
Belawan tahun 2013. Statistik kependudukan wilayah pesisir Kota Medan
Khususnya wilayah Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8. Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Medan
Belawan Sumber (Badan Pusat Statistik Kota Medan, Penduduk
Desember 2013).
Banyaknya
Rata- rata
Kelurahan
Penduduk
Anggota
Rumah tangga
(jiwa)
RT
No
1
2
3
4
1 Belawan Pulau Sicanang
3299
24816
4
2 Belawan Bahagia
2661
16092
5
3 Belawan Bahari
2676
17987
5
4 Belawan II
4828
21072
4
5 Bagan Deli
3356
14985
5
6 Belawan I
4469
20328
5
Jumlah
21288
115280
5

Jika diklasifikasikan kedalam jumlah jiwa/ha dan dikategorimaka di
dapatkan hasil pada tabel 9.
Kelurahan
Sicanang
Belawan Bahagia
Belawan Bahari
Belawan I
Belawan II
Bagan Deli

Penduduk (Jiwa)
24816
16092
17987
21072
20328
14985

Luasan
245.2
196.4
219.7
252.8
183.5
267.8

Jiwa/Ha
101.20
81.93
81.87
83.35
110.77
55.95

Statistik kepadatan penduduk wilayah pesisir Kotas Medan kemudian
diproyeksikan

kedalam

peta

yang

diperoleh

dari

Badan

Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara. Peta Kepadatan
Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan dapat diihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir Kota Medan
Pada peta kepadatan penduduk wilayah pesisir Kota Medan yang
ditampilkan pada Gambar 5 terlihat bahwa wilayah Kota Medan termasuk

kedalam wilayah dengan kepadatan penduduk yang masih rendah. Dari data yang
diberikan oleh Dinas Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Provinsi Kota Medan, jumlah penduduk yang menempati kawasan
pemukiman kurang lebih sebesar 100 jiwa/hektar.

Peta Penggunaan Lahan Kota Medan
Peta penggunaan lahan wilayah pesisir Kota Medan diperoleh dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kota Medan yang di
proyeksikan kedalam peta pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan Kota Medan

Berdasarkan peta penggunaan lahan Kota Medan yang ditunjukkan pada
Gambar 6 terlihat bahwa wilayah pesisir Kota Medan terdapat berbagai
penggunaan lahan yang dimanfaatkan sebagai lahan pertumbuhan mangrove,
wilayah industri, kawasan hijau dan terdapat kawasan pemukiman padat.

Penggunaan lahan ini sebagai salah satu faktor terjadinya banjir, hanya saja jika
kawasan tidak dimanfaatkan dengan baik.
Peta Topografi Wilayah Pesisir Kota Medan
Peta topografi diperoleh dari citra satelit yang di download dari
ASTERGDEM yang kemudian diolah menggunakan software Global Mapper
untuk membuat garis-garis kontur berdasarkan ketinggian yang sama pada satu
wilayah. Kemudian peta yang telah berkontur di ekspor kedalam format shp untuk
kemudian diolah menggunakan software ArcGIS hingga berbentuk layout.Peta
topografi Wilayah Pesisir Kota Medan dapat diihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta Topografi Pesisir Kota Medan

Pada Gambar 7 yang menunjukkan ketinggian kontur wilayah pesisir Kota
Medan terlihat bahwa daerah pesisir memiliki ketinggian yang relatif sama yaitu 1
hingga 4 meter diatas permukaan laut.
Pengkajian Resiko Bencana Banjir
1. Hasil dan Analisis Ancaman Ba