Shalat dan Khutbah Istisqa (Minta Hujan)

Shalat dan Khutbah Istisqa (Minta Hujan)
KHUTBAH ISTISQA’
Pertanyaan Dari:
H. Ali Akbar, Batusangkar
Tanya:
Tolong buatkan kami satu set khutbah istisqa’. Khutbahnya satu kali atau dua kali, seperti
dalam khutbah Jum’at?
Jawab:
Bapak H. Ali Akbar di Batusangkar. Sebelum kami jelaskan cara khutbah istisqa’ kiranya
perlu dijelaskan juga shalat istisqa’ itu sendiri secara keseluruhan, yang mungkin bermanfaat
juga bagi pembaca lain.
Istisqa’. Secara harfiah, istisqa’ artinya minta hujan. Sebagai istilah Agama Islam, dengan
istisqa’ dimaksudkan suatu ibadah tertentu yang berwujud doa-doa atau shalat untuk minta
kepada Allah diturunkan hujan pada masa terjadinya kemarau dan musim kering yang panjang.
Dalam Putusan Tarjih (Muktamar Tarjih di Garut, 1976) dituntunkan, bahwa minta hujan
itu dapat dilakukan secara perorangan atau berkelompok. Apabila berkelompok, maka diperlukan
adanya imam dan dapat dilakukan dengan berdoa bersama saja, dengan dipimpin oleh imam atau
dengan melakukan shalat. Apabila minta hujan itu dilakukan dengan berdoa saja, doa itu dapat
dilakukan dalam khutbah Jum’at, atau di luar khutbah Jum’at, baik dalam masjid (di atas
mimbar) maupun di luar masjid. Dan apabila dilakukan dengan shalat, hal itu dilaksanakan di
lapangan, dengan khutbah sesudah shalat. Dan boleh juga khutbah dilakukan sebelum shalat.

[Lihat, Putusan Tarjih, Berita Resmi Muhammadiyah, No. 76/1977, hal. 5 (teks Arab) dan hal.
22-23 (terjemahannya)]
Dalam kitab Subulus-Salam dinyatakan, bahwa berdasarkan berbagai hadits, terdapat enam
cara Nabi saw melakukan minta hujan. Pertama, Nabi saw keluar ke lapangan melakukan shalat
istisqa’ dengan khutbah. Kedua, Nabi saw berdoa minta hujan dalam khutbah Jum’at. Ketiga,
Nabi saw berdoa minta hujan di atas mimbar di masjid Madinah di luar hari Jum’at, tanpa shalat.
Keempat, Nabi saw minta hujan dengan berdoa, duduk di dalam masjid. Kelima, Nabi saw
berdoa minta hujan di Ahjaruz-Zait, dekat az-Zaura’, di luar masjid. Dan keenam, Nabi saw
minta hujan ketika di medan perang. (Subulus-Salam, II: 78)
Para ulama fiqih sepakat tentang adanya bermacam cara Nabi saw melakukan istisqa’ ini.
Kecuali Imam Abu Hanifah, yang berpendapat tidak ada shalat istisqa’ berjamaah untuk minta
hujan; yang disyari’atkan hanya doa untuk minta hujan saja. Dalam Kitab-kitab Hanafi
diriwayatkan, bahwa Abu Hanifah berkata: “Untuk istisqa’ (minta hujan) tidak ada shalat jamaah
yang disunnahkan” (Fath al-Qadir, 11:91; al-Fatawa al-Hindiyyah, 1:153)
Alasan jumhur ulama yang menyatakan adanya (disyariatkannya) shalat istisqa’ adalah
adanya hadits-hadits Nabi saw yang menyatakan bahwa Nabi saw melakukan shalat istisqa’
dengan berjamaah dan tidak hanya dengan sekadar berdoa. Antara lain adalah hadits:

‫ِال‬
َ َ‫ق‬

ََِ ‫َ َه‬

ِ ‫ع عبّ ِاد ب ِ ََِي ٍم ع ع ّم‬
ِ
‫َِىّا الىِّهُ َعىَْي ِِه َل َمِىّ َم ََ ََِ َْ يَ ْقيَ ْق ِِل‬
‫ِي‬
ّ
‫ال‬
‫ت‬
‫َي‬
‫أ‬
‫ر‬
‫ال‬
‫ق‬
‫ه‬
َ
َ
ّ
َ َْ
ُ َْ

ْ َ َْ
َ
ِ ْ ِ َ‫َِىّا لََِا رْ َْي‬
ِ ‫اميَِ ْلبَل الْ ِلْبِىََِ يَ ِْععُو ُّّ َوِ ّوَل‬
ِ ‫فَ َح ّوَل إِ ََ ال‬
ّ
ُ‫ا‬
‫د‬
‫ر‬
‫ل‬
َ
‫ه‬
‫ظ‬
‫ّاس‬
ُّ
َ
َ
ْ
ْ
َ

ُ
ُ
َ
َ
َ
َ
َ
]‫فِْي ِه َما بِالْ ِلََاَُةِ [رلا البخاري لرلا أيضا لأبو دالد لال قائ لأمع‬

Artinya: “Dari Abbad Ibn Tamim, dari pamannya (yaitu Abdullah Ibn Zaid) yang
mengatakan: “Saya melihat Nabi saw pada hari ia keluar minta hujan, beliau membelakangi
orang banyak dan menghadap ke Kiblat sambil berdoa, kemudian membalik pakaian atasnya,
kemudian shalat mengimami kami dua rakaat, dengan menyaringkan bacaan dalam keduanya.”
[HR. al-Bukhari, dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, an-Nasa’i dan Ahmad]
Hadits lain yang menjadi dasar adanya shalat istisqa’ adalah:

ِ
‫َِىّا الىِّهُ َعىَْيِ ِِه َل َمِىّ َم يَِ ْوف ِِا يَ ْقيَ ْق ِِل فَ َ ِىّا بَِِِا‬
َ َِ‫َعِ ْ أَِي ُهََيَََِِْة أَِّهُ ق‬
َ ‫ِال ََ ََِ َْ َِِِي الىِّه‬

ُّّ ُ ‫َرْ َْيَ ِ ْ ِ بِِ ََِ أٍََ ٍاَ َلَِ إِقَا َ ِ ٍَِ ُّّ ََََبََِِِا َلَد َعِِا الىِِّهَ َل َوِ ّوَل َل ْ َهِِهُ َْةِ َِو الْ ِلْبِىَِ َِِ َرافِ فِِْا يَِ َِع‬
ِ َ‫قَِى‬
ِ
]‫قََ َعىَا ْاْ ََْْ ِ [رلا اب ا ه لأمع‬
َ
َ ْ‫ب رَداَُ ُ فَ َج َْ َل ْاََْْْ َ َعىَا ْاَْيْ َقَ َل ْاَْي‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra (dilaporkan), bahwa dia berkata: Nabi saw pada suatu
hari keluar untuk melakukan istisqa’, lalu ia shalat mengimami kami dua rakaat tanpa azan dan
tanpa iqamat. Kemudian ia berkhutbah dan berdoa kepada Allah, seraya menghadapkan
mukanya ke arah Kiblat, sambil mengangkat kedua tangannya, kemudian memutar jubabnya,
sehingga ujung kanannya berada di sebelah kiri dan ujung kirinya berada di sebelah kanan.”
[HR. Ibnu Majah dan Ahmad]
Dalam Putusan Tarjih, selain hadits-hadits di atas, dikutip pula hadits panjang dari ‘Aisyah
untuk menjadi dasar disyariatkannya shalat minta hujan ini, yaitu:

ِ ِ
ِ
ِ
ََ ََ َِ‫َِىّا الىِّهُ َعىَْي ِِه َل َمِىّ َم قُ ُحِو َر الْ َمََِ َِ ف‬

ْ َ‫َعِ ْ َعائ ََِ َ َريِ َ الىِّهُ َعِْ َهِا قَال‬
َ ‫ِاس إِ َر َر ُمِول الىِّه‬
ُ ّ‫ِت ََِ َاا ال‬
ِ ُ ‫ِِِْ ٍَ فَِو ِيع لَه ِِ الْم ىّا للع َع الّاس يِو ا َََْ ِو ََ فِي ِِه قَالَِت عائِ َََُِ فَخَِْ رم‬
‫َِىّا الىِّهُ َعىَْيِ ِه‬
َ ْ
َ ََ َ ُ ُ َ ُ َ
َ ‫ِول الىِّه‬
ُ ُ ‫َ َْ ف‬
ُ َ َََ
ِ
ِ
َِ ‫س فَِ َلْ َع عىَا الْ ِمْ َِ فَ َابَِّ َىّا الىّه عىَي ِه لمىّم ل‬
‫ال‬
َ َ‫م َع الىّهَ َعّز َل َ ّل ُّّ ق‬
َ َ ِ ‫ّم‬
َ َ َ
ْ َ‫ب ال‬
َ َ ََ َْ ُ
ُ ‫َل َمىّ َم و َ بَ َعا َوا‬

ِِ ِ
ِ ‫إِّ ُاِم ََِ َاوُْ ِ ْعد ِديِِا ِرُ م ل‬
ُ‫امِيَْ َخ َار الْ َمََِ َِ َعِ ْ إِبِّاَ َعَا ِه َعِْ ُا ْم َلقَِ ْع أََ ََُِ ْم الىِِّهُ َعِّز َل َ ِّل أَ َْ وَِ ْع ُعو‬
ْ َ ْ َ َ َ ْْ ْ
ِ ِِ ِ
ِ
ِ
َ َ‫يب لَ ُا ْم ُّّ ق‬
ّ ‫ال ا َْْ ْم ُع لِىّ ِه َر‬
ُ‫د الْ َِْالَم َ الَِّ ْمَ ِ الَِّوي ِم َ ىِ يَِ ِْو الِعّي ِ َِ إِلَِهَ إِِّ الىِّه‬
َ ‫َلَل َع َع ُ ْم أَ َْ يَ ْقيَج‬
‫ِت لََِا‬
َ ‫ِت الَِِْ ِ َلَْةِ ُ الْ ُف َل ََِاُُ أَِْ ِزْل َعىَيَِِْا الَِْْي‬
َ ْ‫ِع َلا ْ َْ ِْل َ ِا أََِْزل‬
َ َْ‫ِت الىِّهُ َِ إِلَِهَ إِِّ أ‬
َ َْ‫يَِ ْف َْ ُل َا يَُِي ُِع الىّ ُهِ ّم أ‬
ِ
ِ
ِ ّ‫ِاُ إِبََِْي ِِه ُّّ َوِ ّو َل إِ َر ال‬
‫ِب‬

ُ َ‫قُِ ّوفة َلبَََ فغا إِ َر و ٍ ُّّ َرفَ َع يَ َعيْه فَِىَ ْم يََِزْل ِِ الَّفْ ِع َو ّّ بَ َعا بَِي‬
َ َ‫ِاس ظَ ْه ََُِ َلقَِى‬
ِ ‫أ َْل َو ّو َل ِرَداَُ ُ َلُه َو َرافِ ٌع يَ َعيْ ِه ُّّ أَقِْبَل َعىَا ال‬
]‫ّاس َلََِزَل فَ َ ىّا َرْ َْيَِ ْ ِ [رلا أبو دالد‬
َ

Artinya: “Dari ‘Aisyah ra (dilaporkan bahwa) ia berkata: Orang-orang telah mengeluh
kepada Nabi saw tentang terhentinya hujan, lalu beliau menyuruh mengambil mimbar. Maka,
orang-orang pun menaruhnya di lapangan tempat shalat, dan beliau menjanjikan hendak

mengajak mereka pada suatu hari ke tempat itu. ‘Aisyah melanjutkan: Rasulullah saw lalu
berangkat pada waktu telah nyata sinar matahari, lalu ia duduk di atas mimbar, lalu membaca
takbir dan memuji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, kemudian beliau mengatakan:
Kamu telah mengeluhkan kegersangan negerimu dan tertangguhnya hujan dari waktunya.
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu supaya bermohon kepada-Nya dan menjanjikan
akan memperkenankan permohonanmu itu. Kemudian beliau berdoa: Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang menguasai hari
pembalasan. Tiada Tuhan selain Allah, yang melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Ya Allah,
Engkaulah Allah yang tiada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Kaya, sementara kami adalah
miskin, turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu kekuatan

dan bekal bagi kami untuk waktu yang lama. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya
dan terus mengangkatnya, sehingga kelihatan ketiaknya yang putih. Kemudian ia membelakangi
orang banyak dan membalikkan pakaian atasnya sambil terus mengangkat kedua tangannya,
kemudian ia menghadap kembali kepada orang banyak dan turun dari mimbar lalu shalat dua
rakaat.” [HR. Abu Daud, No. 1173]
Adapun alasan Abu Hanifah yang menyatakan bahwa tidak ada shalat untuk minta hujan
adalah hadits-hadits yang menyebutkan Rasulullah saw minta hujan dengan berdoa tanpa shalat.
Antara lain, seperti hadits:

ِ ِ‫ِس ب ِ ِ الِِ ٍ أَ َّ الِِِّي َ ِىّا الىِِّه عىَي‬
ّ
‫ِار بِ َ ْه ِ َِ َ ّفْيِ ِِه إِ َر‬
ِ
ََ
‫ف‬
‫ا‬
‫ل‬
ِ
‫ق‬
‫ي‬

‫ام‬
‫م‬
‫ى‬
ِ
‫م‬
‫ل‬
‫ِه‬
َ
َ
َ
َ
َ ّ
َ ْ ِ ََِ‫َع ِ ْ أ‬
َ
ْ ْ َ ََ َْ ُ
ِ ‫ال ّقم‬
]‫اُ [رلا قىم لأبو دالد لأمع‬
َ

Artinya: “Dari Anas Ibn Malik (dilaporkan) bahwa Nabi saw minta hujan seraya

menadahkan kedua telapak tangannya ke langit.”
Beberapa ulama Hanafi menyanggah pendapat ini. az-Zaila’i (w. 762/1362) misalnya,
menyatakan: “Bahwa Nabi saw melakukan istisqa’ (minta hujan) memang benar adanya. Akan
tetapi bahwa ia minta hujan tanpa dengan shalat, ini tidak benar. Yang benar adalah bahwa
beliau melakukan shalat untuk minta hujan itu.” (Nasb ar-Rayah, II: 238). Bahkan, kedua murid
beliau, Abu Yusuf (w. 182/798) dan Muhammad (w. 189/805), tidak mengikuti pendapatnya,
melainkan mengikuti pendapat jumhur ulama.
Sesungguhnya, hadits-hadits yang dikemukakan di atas tidaklah saling bertentangan,
melainkan menggambarkan beberapa cara Rasulullah saw minta hujan; ada kalanya dengan
hanya berdoa saja dan ada kalanya dengan shalat berjamaah.
Khutbah Istisqa’. Dalam Putusan Tarjih dituntunkan, bahwa khutbah istisqa’ dilakukan
setelah shalat istisqa’ sesuai dengan hadits Abu Hurairah riwayat Ahmad di atas. Akan tetapi
dapat juga dilakukan sebelum shalat, berdasarkan hadits ‘Aisyah riwayat Abu Daud di atas.
Mengenai apakah khutbah istisqa’ satu atau dua kali, tidak ada penegasannya dalam Putusan
Tarjih. Hanya saja, apabila kita perhatikan hadits-hadits mengenai khutbah istisqa’ tidak ada
satupun yang menyebutkan khutbah istisqa’ dua kali. Ini berarti, khutbah istisqa’ itu hanya satu
kali seperti khutbah dua hari raya. Bahkan bila kita amati hadits Abu Daud dari ‘Aisyah di atas,
tidak ada penyebutan duduk antara dua khutbah, sehingga karena itu dapat dipahami, bahwa
khutbah istisqa’ itu adalah satu kali. Bahkan beberapa fuqaha memahami hadits Abu Daud dan
Ibnu Abbas di bawah ini sebagai menunjukkan bahwa khutbah istisqa’ adalah satu kali. Hadits
dimaksud adalah:

ِ ‫ول الىّ ِه َىّا الىّه عىَي ِه لمىّم يَب ّذفِ يَِو‬
‫ضَِّ فعا َو ِّّ أَوَِا الْ ُم َ ِىّا َع َاد‬
ُ ‫ََََ َْ َر ُم‬
َ َ‫اي فِْا ُي‬
َ
َ ُ َُ َ َ َ َْ ُ
ِ
ُ‫ِب َََُِِبَ ُا ْم َهِ ِِذ ِ َللَ ِا ِ ْ َْْ يَِ َِزْل ِِ الِِع َع ِا‬
ْ َََُِْ َْْ‫عُثْ َمِِا َُ فَََِقَِِا َعىَِِا الْمِْ ََِِ ُّّ اوِّ َف َلِِا َل‬
ِ ِْْ‫لاليّضَِع لاليّ ْابِ ِر ُّّ َىّا رْ ْيِ ِ َ ما ي ىّ ِِ ال‬
]‫يع [رلا أبو دالد لال قائا لالر ذي‬
َ ُ َ ْ ََ َ َ
َ َ َ

Artinya: “(Ibnu Abbas menceritakan) Rasulullah saw berjalan dengan pakaian lusuh, dan
dengan hati pasrah dan khusyuk hingga sampai ke lapangan tempat shalat -‘Utsman Ibn Abi
Syaibah, salah seorang perawi dalam hadits ini menambahkan. “lalu Rasulullah saw naik ke
atas mimbar”, kemudian kata-kata ‘Utsman dan an-Nufaili sama lagi- dan beliau tidak
berkhutbah seperti khutbah kamu ini, melainkan terus berdoa, khusyuk dan bertakbir, kemudian
shalat dua rakaat seperti shalat dua hari raya.” [HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi]
Syamsuddin Ibnu Qudamah menyatakan: “Yang masyru’ adalah satu khutbah. Bagi kami,
pernyataan Ibnu Abbad bahwa Nabi saw tidak berkhutbah seperti khutbah kamu ini
menunjukkan bahwa beliau tidak mengantarai khutbahnya dengan diam atau duduk antara dua
khutbah, sebab semua mereka yang melaporkan khutbah tidak menyerukan adanya dua khutbah”
(Asy-Syarh al-Kabir, bersama al-Mugni, II:289].
Az-Zaila’i mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Maksudnya adalah bahwa beliau
berkhutbah, akan tetapi khutbahnya tidak dua kali seperti pada khutbah Jum’at, tetapi berkhutbah
satu kali ... dan tidak diriwayatkan bahwa beliau pernah berkhutbah dua kali” (Nasb ar-Rayah,
II:242).
Isi khutbah disampaikan dalam bahasa Indonesia. Arahnya mengajak jamaah untuk
istighfar dan tobat kepada Allah atas segala dosa yang telah dilakukan. Kemudian, khutbah
ditutup dengan doa-doa. Utamanya yang maksud dari Nabi saw. Ketika membaca doa
menghadap ke Kiblat, dengan membelakangi jamaah. Doa-doa yang dibaca adalah permohonan
ampun dari Allah, seperti dalam khutbah pada umumnya dan ditambah dengan doa-doa khusus
minta hujan, seperti:

ِ
ِ
‫ام ِلَا َغْيثفا ُِِيثفا‬
َ ّ‫َو ِ بَِىَ َع َك الْ َمي‬
ْ ‫ت الىّ ُه ّم‬
ْ ‫ام ِق عبَ َاد َك َلبَِ َهائ َم َ َلا ْ ََُْ َر ْمَيَ َ َلأ‬
ْ ‫الىّ ُه ّم‬
ِ
‫يا ّر َعا ِ فَ َغْيََِ آ ِ ٍل‬
َ ََِ‫َ َِيَفا َ َِ فيْا َاف فْا َغْي‬

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
http://tarjihmuhammadiyah.blogspot.com