POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014 Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL
KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:
RIZQI NURUL KHASANAH
K 100120147

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2016

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIS DI INSTALASI
RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014
POTENTIAL DRUG INTERACTIONS OF CHRONIC KIDNEY DISEASE OF HOSPITALIZED
PATIENTS AT "X" HOSPITAL IN 2014
Rizqi Nurul Khasanah, Nurul Mutmainah
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Jl A Yani Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura Surakarta 57102

#E-mail: rizqinurulkh@gmail.com
ABSTRAK
Gangguan ginjal kronis (GGK) merupakan suatu gangguan berupa penurunan fungsi ginjal yang
disertai manifestasi kelainan patologi ginjal selama tiga bulan atau lebih. Pasien dengan gangguan ginjal
kronis memiliki beberapa komplikasi penyakit biasanya menggunakan berbagai kombinasi obat. Penggunaan
kombinasi obat dapat meningkatkan potensi terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
potensi interaksi obat yang terjadi pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun
2014. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan mengumpulkan data rekam medis pasien
rawat inap secara retrospektif di RS “X” yang menderita gangguan ginjal kronis, kemudian dianalisis dengan
metode deskriptif. Sampling dilakukan dengan metode purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 100
pasien. Potensi interaksi obat yang diambil dari 100 sampel pasien didapatkan sebanyak 84 pasien (84%)
mengalami potensi interaksi obat dengan 336 kasus interaksi obat. Interaksi obat berdasarkan mekanisme
didapatkan hasil 44,94% mengalami mekanisme farmakodinamik, 29,76% mengalami mekanisme
farmakokinetik, dan 25,29% yang tidak diketahui mekanismenya. Interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan
didapatkan hasil 63,98% interaksi obat moderat, 29,46% minor dan 6,55% mayor. Interaksi obat yang paling
banyak terjadi adalah furosemid dan seftriakson sebanyak 27 kasus untuk interaksi moderat.
Kata Kunci: GGK, potensi interaksi obat.
ABSTRACT
Chronic kidney disease (CKD) is a condition which characterized by a gradual loss of kidney function
accompanied by manifestations of kidney pathology abnormality for at least three months. Patients with chronic

kidney disease who have some complications usually use various drug combinations. The use of drugs
combination can increase the occurrence of drug interaction. The purpose of this study was to find out the
potential drug interaction that may occured in hospitalized patients with chronic kidney disease at "X" hospital
in 2014. This study is a non-experimental research in which the data analysis was done by collecting the
medical records retrospectively. The samples were the hospitalized patients with chronic kidney disease at "X"
hospital in 2014. The data were analyzed descriptively. The sampling technique was done by purposive
sampling method. There were 100 patients obtained for this study. Out of 100 patients, there were 84 patients
(84%) who had a potential drug interaction with 336 cases of drug interactions. The result obtained based on
the drug interaction mechanism were 44.94% pharmacodynamics mechanism, 29.76% pharmacokinetic
mechanism, and 25.29% unknown mechanism. The result obtained based on drug interactions seriousness were
63.98% moderate drug interaction, 29.46% minor drug interaction and 6.55% major drug interaction. The most
common drug interaction happened in “X” hospital in 2014 were furosemide and ceftriaxone in 27 cases which
is categorized as moderate interactions.
Keywords: CKD, potential drug interaction.

1

PENDAHULUAN
Gangguan ginjal kronis (GGK) merupakan suatu gangguan atau kerusakan fungsi
maupun struktur ginjal dengan maupun tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus disertai

manifestasi kelainan patologi ginjal selama tiga bulan atau lebih. Penyebab terjadinya
gangguan ginjal kronis diantaranya karena diabetes melitus, hipertensi, glomerulonefritis,
malformasi pada saluran perkemihan, infeksi saluran kencing yang berulang, polikistik ginjal
dan sebagainya (K/DOQI, 2002). Pasien dengan GGK yang memiliki beberapa penyakit
penyerta, biasanya menggunakan berbagai kombinasi obat. Hal tersebut menyebabkan
tingginya potensi terjadinya interaksi obat. Pada penelitian oleh PERNEFRI (Perkumpulan
Nefrologi Indonesia) pada tahun 2011 penyakit penyerta pada pasien gangguan ginjal kronis
antara lain diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler (PERNEFRI, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mylapuram Rama et al di rumah sakit Manipal
India pada tahun 2012, diketahui terjadi 474 interaksi obat pada 156 pasien ginjal kronis
dengan 50,63% interaksi obat farmakodinamik dan 46,84% interaksi obat farmakokinetik
(Rama et al., 2012). Pada penelitian lain oleh Marquito (2014) di Brazil didapatkan kasus
interaksi obat 0,4 % kontraindikasi absolut, 16,8% kontraindikasi mayor, 76,9% moderat,
dan 5,9% minor yang diambil dari resep kunjungan terakhir di klinik pada pasien gangguan
ginjal kronis (Marquito et al.,2014). Banyaknya kejadian interaksi obat tersebut yang
melandasi peneliti untuk melakukan penelitian potensi interaksi obat pada pasien gangguan
ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014 untuk melihat potensi interaksi obat.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian retrospektif di RS “X” yang menderita gangguan ginjal kronis, kemudian dianalisis

dengan metode deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien GGK di instalasi
rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi di RS “X” pada Januari – Desember tahun 2014
dengan metode purposive sampling.
ALAT DAN BAHAN
Penelitian ini menggunakan alat berupa lembar pengumpulan data,drug interaction
checker seperti Stockley’s Drug Interaction 8th Edition, Drugs Interaction Facts oleh Tatro
tahun 2009, dan database interaksi obat dari drugs.com dengan laman website
www.drugs.com/drug_interactions. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
rekam medik pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” bulan Januari Desember pada tahun 2014.

2

ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan cara mengolah data penggunaan obat pada rekam
medik pasien GGK di instalasi rawat inap RS “X” bulan Januari - Desember tahun 2014,
kemudian dilakukan analisa interaksi obat dari kombinasi obat yang diresepkan pada pasien
GGK dengan menggunakan drug interaction checker seperti Stockley’s Drug Interaction 8th
Edition, Drugs Interaction Facts oleh Tatro tahun 2009, dan database interaksi obat dari
drugs.com dengan laman website www.drugs.com/drug_interactions.html. Analisis data
dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung persentase potensi interaksi obat berdasarkan

mekanisme, level keparahan, atau seluruh data yang diperoleh.
HASIL & PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada pasien rawat inap penderita GGK di RS “X” selama periode
bulan Januari - Desember tahun 2014 dengan populasi 975 pasien, kemudian dilakukan
sampling dihasilkan sampel sebanyak 100 pasien.
A. Karakteristik Pasien
Tabel 1. Distribusi pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” berdasarkan usia dan jenis kelamin
Usia
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
0-18
2
2
1
1
19-64

50
50
26
26
≥65
10
10
11
11
Total
62
62
38
38

Prevalensi penderita gangguan ginjal kronis lebih banyak terjadi pada pasien lakilaki sebanyak 62 pasien (62%). Berdasarkan usia, paling banyak terjadi pada usia 19-64
tahun pada pasien laki-laki sebanyak 50 pasien (50%) dan pasien perempuan sebanyak 26
pasien (26%). Pada penelitian oleh Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) tahun
2012 menyatakan bahwa prevalensi pasien ESRD (End Stage Renal Disease) berdasarkan
jenis kelamin, pada laki-laki terjadi 1,6 kali lebih tinggi daripada perempuan. Berdasarkan

usia, lebih banyak terjadi pada usia tua seiring dengan penurunan fungsi ginjal (Lee-Koo et
al., 2014).
B. Karakteristik Obat
Tabel 2. Distribusi penggunaan obat pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
Kelas terapi
Golongan
Nama Obat
Jumlah
Persentase (%)
pasien
n= 100
Antihipertensi
ACE I
Captopril
28
28
Ramipril
1
1
ARB

Valsartan
3
3
Candesartan cileksetil
4
4
Loop diuretic
Furosemid
81
81
Diuretik hemat kalium
Spironolakton
2
2
CCB
Diltiazem
3
3
Amlodipin
16

16
Nifedipin
1
1
Beta bloker
Bisoprolol
1
1
Alfa 2 agonist
Klonidin
30
30
Elektrolit
Infus rehidrasi
Infus NaCl 0,9%
28
28
Infus NaCl 0,9 % + D5%
1
1


3

(Lanjutan 1) Tabel 2. Distribusi penggunaan obat pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
Kelas terapi

Golongan

Antidiabetes

Insulin

Antigastritis

H2 Antagonis
PPI
Antasida

Analgesik- Antipiretik


NSAID

Opioid

Antiinflamasi

Non-opioid
Kortikosteroid

Antibiotik

Penisilin
Kuinolon
Sefalosporin

Golongan lain

Makrolida
Karbapenem
Nitroimidazol
Anestetik
Asetilsistein
Antioksidan
Antigout
Antikonvulsan
Benzodiazepine
Nitroimidazol
Laksatif

Agen ionotropik
Antituberkulosis

Nama Obat
Infus D5%
Infus D5% : Kidmin
Inf EAS Pfrimmer
Kidmin
Infus Kidmin : EAS :
Martos
Infus Martos
Infus Martos : RL : NS
Infus Ringer Laktat
Inf RL : NS : Futofusin
Inf Martos : RL : NS
Inf RL : NaCl : Kidmin
Renxamin
Inf RL : D5% : Renxamin
Inf D5% + Bicnat
Inf NaCl + Aminofluid
Inf Kidmin : Triofusin
Inf NaCl : Bicnat
Inf KCl + NaCl
Inf D10%
Inf D40%
NaCl + Natrium
bicarbonat
Insulin lispro
Insulin aspart
Ranitidin
Omeprazol
Pantoprazol
Magnesium hidroksida,
alumunium hidroksida
Sukralfat
Ketorolac
Na Diklofenak
Aspirin
Metamizol
Ibuprofen
Dexketoprofen
Ketoprofen
Fentanil
Kodein
Parasetamol
Metil prednisolon
Deksametason
Budesonid
Ampisilin
Amoksisilin
Ciprofloksasin
Levofloksasin
Sefotaksim
Sefoperazon
Seftriaxon
Sefiksim
Seftazidim
Sefepim
Azitromisin
Meropenem
Metronidazol
Lidokain
NAC (N-Acetylcysteine)
Glisodin
Allopurinol
Fenitoin
Alprazolam
Metronidazol
Laktulosa
Fenolftalein
Gliserin
Digoksin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin

Jumlah
pasien
51
1
21
57
1

Persentase (%)
n = 100
51
1
21
57
1

11
1
7
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
3
4
1

11
1
7
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
3
4
1

3
1
36
30
13
2

3
1
36
30
13
2

7
9
3
6
11
1
2
1
2
4
18
11
6
1
1
1
3
3
2
4
41
1
1
1
1
2
10
2
16
1
3
1
7
10
3
2
1
1
1
1
1

7
9
3
6
11
1
2
1
2
4
18
11
6
1
1
1
3
3
2
4
41
1
1
1
1
2
10
2
16
1
3
1
7
10
3
2
1
1
1
1
1

4

(Lanjutan 2) Tabel 2. Distribusi penggunaan obat pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
Kelas terapi
Golongan
Nama Obat
Jumlah
Persentase (%)
pasien
n = 100
Antifungal
Flukonazol
1
1
Antiemetik
Domperidon
1
1
Metoklopramid
19
19
Ondansetron
14
14
Tropisetron
1
1
Granisetron
2
2
Antisiolitik
Klordiazepoksid
1
1
Antispasmodik
Klidinium
1
1
Haemostatik
Karbazokrom Na Sulfat
1
1
Statin
Simvastatin
3
3
Atorvastatin
1
1
Antiangina
Nitrogliserin
2
2
ISDN
8
8
Antidiare
Atapulgit
2
2
Antihistamin
Pizotifen
1
1
Antihiperkalemia
Kalium Polistiren sulfat
2
2
Neurotropik
Citikolin
5
5
Antifibrinolitik
Asam traneksamat
6
6
Agen dislipidemia
Fenofibrat
1
1
Antiplatelet
Fondapurinux
1
1
Antikoagulan
Heparin
1
1
Alfa bloker
Tamsulosin HCL
2
2
Protein
Ketosteril
7
7
Albumin
1
1
Nutrisi parenteral
Nefrosteril
9
9
Suplemen
KCl
3
3
Kalsium glukonat
15
15
Asam folat
64
64
Nocid
1
1
CaCO3
65
65
Cernevit
3
3
Mineral mix
1
1
Zinc
1
1
Vitamin
Vitamin B Kompleks
24
24
Vitamin K
9
9
Vitamin C
4
4
Vitamin B
1
1
Vitamin D
2
2
Vitamin D3
3
3
Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin
1
1
B12, Vitamin E, asam Folat
Vitamin B12
2
2
Vitamin B1
1
1
Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin
2
2
B12
Vitamin B1, Vitamin B2
2
2
Kalium l-aspartat
3
3
Jumlah
100
100

Pada distribusi penggunaan obat yang diresepkan pada pasien gangguan ginjal
kronis yang menjalani rawat inap di RS “X” tahun 2014, paling banyak digunakan furosemid
pada sebagian besar pasien (81%). Berdasarkan penelitian pada KDIGO (Kidney Disease
Improving Global Outcomes) furosemid atau obat golongan loop diuretic berguna untuk
mengatasi udem dan tekanan darah tinggi khususnya pada penderita gangguan ginjal kronis
atau CKD stage 4 dan 5 (NKF, 2012). Sebagian besar sampel dari penelitian, pasien memiliki
diagnosa CKD stage 5 dan memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes melitus,
udem paru-paru dan asidosis metabolik.
Selain furosemid, penggunaan obat yang paling banyak digunakan pada pasien
gangguan ginjal kronis adalah kalsium karbonat (CaCO 3) sebanyak 65% dan asam folat
sebanyak 64%. Agen pengikat fosfat seperti kalsium karbonat efektif untuk menurunkan
kadar serum fosfat dan meningkatkan kadar serum kalsium pada pasien gangguan ginjal
5

kronis. Asam folat dibutuhkan sebagai pengganti vitamin, karena asam folat ikut hilang saat
pasien menjalani hemodialisa (Schonder, 2008).
C. Interaksi Obat
Sampel yang didapat dari penelitian dilihat interaksi obat yang diresepkan dan
potensi interaksi obat. Interaksi obat di analisa berdasarkan mekanisme interaksi, tingkat
keparahan, potensi interaksi dan mekanisme farmakologi.
1. Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme
Distribusi potensi interaksi obat berdasarkan mekanisme pada pasien gangguan ginjal kronis
di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” berdasarkan mekanisme
Kategori
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Tidak diketahui
Total
Jumlah Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(%)
(%)
(%)
(%)
Mayor
12
3,57
6
1,76
4
1,19
22
6,55
Moderat
123
36,60
27
8,03
65
19,34
215
63,98
Minor
16
4,76
67
19,94
16
4,76
99
29,46
Total
151
44,94
100
29,76
85
25,29
336
100

Interaksi obat berdasarkan mekanisme farmakologi didapatkan hasil paling banyak
terjadi pada mekanisme farmakodinamik sebesar 44,94%. Interaksi obat berdasarkan
mekanisme farmakokinetik didapatkan sebesar 29,76% dan yang tidak diketahui
mekanismenya sebesar 25,29%. Penelitian yang dilakukan oleh Mylapuram Rama et al pada
tahun 2012, diketahui terjadi 474 interaksi obat pada 156 pasien ginjal kronis dengan 50,63%
interaksi obat farmakodinamik dan 46,84% interaksi obat farmakokinetik (Rama et al., 2012).
Hasil sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian Mylapuram et al bahwa
mekanisme farmakodinamik lebih besar terjadi interaksi obat daripada mekanisme
farmakokinetik. Interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis paling banyak terjadi pada
mekanisme farmakodinamik karena sebagian besar obat gangguan ginjal kronis bekerja pada
reseptor, tempat kerja maupun sistem fisiologis yang sama, sehingga menimbulkan efek
aditif, sinergis maupun antagonis (Rahmiati and Supadmi, 2010).
2. Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan
Distribusi potensi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan pada pasien gangguan ginjal
kronis di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” berdasarkan
tingkat keparahan
Mekanisme
Obat A
Obat B
Jumlah
Presentase (%)
kejadian
n= 336
Ranitidin
CaCO3
10
29,46
Minor
Vitamin B12
1
Ketorolac
4
Diklofenak
2
Al(OH)3
2
Mg(OH)2
2
Ketoprofen
1

6

(Lanjutan 1) Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X”
berdasarkan tingkat keparahan
Mekanisme
Obat A
Obat B
Jumlah
Presentase (%)
kejadian
n = 336
Parasetamol
3
Captopril
Diltiazem
2
Al(OH)3
2
CaCO3
26
Mg(OH)2
2
Amlodipin
2
Furosemid
Aspirin
5
Tamsulosin
1
Omeprazole
Aspirin
2
Nitrogliserin
1
ISDN
2
Alprazolam
CaCO3
2
Metilprednisolon
2
Pantoprazol
Vitamin B12
1
Digoksin
Klidinium
1
Ramipril
CaCO3
1
Metronidazol
Ciprofloksasin
1
Levofloksasin
1
Ondansetron
2
Seftriakson
Fenitoin
1
Diklofenak
2
Laktulosa
CaCO3
3
Klonidin
Lidokain
1
Klidinium
Nitrogliserin
1
Ampisilin
Allopurinol
1
CaCO3
Deksametason
2
Metilprednisolon
5
Insulin aspart
Diltiazem
1
Ciprofloksasin
Furosemid
1
Captopril
Furosemid
21
63,98
Moderat
Ibuprofen
1
Aspirin
3
Deksametason
1
Ketorolac
1
Diklofenak
1
Diazepoksid
1
Kodein
1
Nitrogliserin
1
Digoksin
1
Metilprednisolon
1
Digoksin
Klordiazepoksid
1
Sukralfat
1
Omeprazol
1
Metilprednisolon
1
CaCO3
1
Ketorolac
1
Aspirin
CaCO3
3
Candesartan
1
Deksametason
1
Amlodipin
1
Ketoprofen
1
Digoksin
1
Furosemid
Seftriakson
27
Ibuprofen
1
Ketorolac
2
Digoksin
2
Insulin lispro
2
Alprazolam
1
Metilprednisolon
6
Klordiazepoksid
1
Laktulosa
2
Mg(OH)2
2
Deksametason
4
Insulin aspart
1
Fenolftalein
1
Gliserin
1
Bisakodil
1
Seftazidim
1
Kodein
3
Pantoprazol
7
Sukralfat
3

7

(Lanjutan 2) Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X”
berdasarkan tingkat keparahan
Mekanisme
Obat A
Obat B
Jumlah
Presentase (%)
kejadian
n = 336
Sefotaksim
1
Sefepim
1
Omeprazol
17
Sefoperazon
3
Esomeprazol
1
Omeprazol
Klordiazepoksid
1
Alprazolam
2
Simvastatin
1
Atorvastatin
1
Metilprednisolon
Klonidin
1
Amlodipin
2
Ketoprofen
Candesartan
1
Ciprofloksasin
Azitromisin
1
Diltiazem
CaCO3
2
Diklofenak
1
Amlodipin
CaCO3
13
Fentanil
2
Deksametason
2
Ketoprofen
1
Kodein
1
Kalsium glukonat
1
Ketorolac
1
Kodein
Bisoprolol
1
Alprazolam
2
Candesartan
2
Klonidin
2
Fenitoin
Vitamin D
1
Candesartan
Fentanil
2
Deksametason
1
Alprazolam
1
Insulin lispro
1
Deksametason
Valsartan
1
Gliserin
1
Fenolftalein
1
Ketoprofen
1
Klonidin
Metoklopramid
5
Bisoprolol
1
Metilprednisolon
Bisakodil
1
Nifedipin
1
Spironolakton
1
Ketorolac
1
CaCO3
Sukralfat
2
Nifedipin
1
Levofloksasin
Bisakodil
1
Ondansetron
1
Natrium bikarbonat
1
Insulin aspart
Valsartan
1
Fenofibrat
1
Ondansetron
Bisakodil
2
Natrium polistiren
Kalsium glukonat
1
sulfonat
Alprazolam
ISDN
1
Isoniazid
Metronidazol
1
Klordiazepoksid
Nitrogliserin
1
Bisoprolol
CaCO3
1
Kalsium glukonat
1
Seftriakson
Kalsium glukonat
5
6,55
Mayor
Fentanil
Ondansetron
2
Deksametason
1
Aspirin
ibuprofen
1
Ketorolac
1
Fondapurinuks
1
Captopril
Spironolakton
1
Ketoprofen
Fondapurinuks
1
Simvastatin
Diltiazem
1
Fenofibrat
1
Ketorolac
Diklofenak
1
Kalium klorida
Valsartan
1
Natrium polistiren
CaCO3
1
sulfonat
Siprofloksasin
Deksametason
1

8

(Lanjutan 3) Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X”
berdasarkan tingkat keparahan
Mekanisme
Obat A
Obat B
Jumlah
Presentase (%)
kejadian
n = 336
Metilprednisolon
1
Metilprednisolon
Levofloksasin
2
Total
336

Interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan didapatkan hasil paling banyak terjadi
pada interaksi obat moderat sebanyak 60,05%. Interaksi obat minor sebanyak 33,8% dan
interaksi obat mayor sebanyak 6,06%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian oleh Marquito
et al tahun 2014 di Brazil yang didapatkan paling banyak terjadi pada interaksi obat moderat.
Hasil penelitian oleh Marquito didapatkan kasus interaksi obat 0,4% kontraindikasi absolut,
16,8% kontraindikasi mayor, 76,9% moderat, dan 5,9% minor yang diambil dari resep
kunjungan terakhir di klinik pada pasien gangguan ginjal kronis (Marquito et al., 2014).
Interaksi obat mayor yang terjadi melibatkan obat kardiovaskuler sekitar 16%.
Interaksi obat mayor dan absolut dapat menimbulkan risiko yang yang berarti untuk
kesehatan pasien dan perlu adanya tindakan medis atau intervensi farmasi agar tehindar dari
efek yang merugikan. Hasil yang didapat memperlihatkan sebagian besar obat mengalami
interaksi moderat yang juga membutuhkan intervensi farmasi atau monitoring oleh farmasis
agar tidak memperburuk kondisi pasien (Marquito et al., 2014).
3. Angka Kejadian Interaksi Obat
Angka kejadian interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS
“X” tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Angka kejadian interaksi obatpada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
No.
Interaksi
Jumlah Pasien
Persentase (%) n=100
1.
Tidak interaksi
16
16
2.
Terjadi interaksi
84
84
a.
1 macam interaksi
22
22
b.
> 1 macam interaksi
62
62
Total
100
100

Angka kejadian interaksi obat pada 100 sampel populasi didapatkan 84% pasien berpotensi
mengalami interaksi obat. Hal tersebut menandakan bahwa angka kejadian interaksi obat
pada pasien gangguan ginjal kronis sangat tinggi, sehingga perlu adanya kerja sama antar
dokter dan farmasis untuk menghindari terjadinya interaksi obat.
4. Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Farmakologi
Distribusi potensi interaksi obat berdasarkan mekanisme farmakologi pada pasien
gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 6.

9

Tabel 6. Distribusi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014 berdasarkan
mekanisme farmakologi
Mekanisme
Obat A
Obat B
Jumlah kasus
Persentase (%)
n = 336
Farmakodinamik
Captopril
Diltiazem
2
44,94
Amlodipin
2
Furosemid
21
Kodein
1
Nitrogliserin
1
Diazepoksid
1
Digoksin
1
Metilprednisolon
1
Furosemid
Tamsulosin
1
Digoksin
2
Kodein
3
Insulin lispro
2
Alprazolam
1
Metilprednisolon
6
Klordiazepoksid
1
Laktulosa
2
Magnesium hidroksida
2
Deksametason
4
Insulin aspart
1
Fenolftalein
1
Gliserin
1
Bisakodil
1
Seftazidim
1
Ranitidin
Parasetamol
3
Seftriakson
Kalsium glukonat
5
Fenitoin
1
Laktulosa
CaCO3
3
Metronidazol
Ciprofloksasin
1
Levofloksasin
1
Ondansetron
2
Isoniazid
1
Candesartan
Fentanil
2
Deksametason
1
Insulin lispro
1
Alprazolam
1
Klonidin
Metoklopramid
5
Diltiazem
CaCO3
2
Diklofenak
1
Amlodipin
CaCO3
13
Fentanil
2
Deksametason
2
Ketoprofen
1
Kalsium glukonat
1
Ketorolac
1
Kodein
1
Aspirin
Amlodipin
1
Ketorolac
1
Ketoprofen
1
Klonidin
Bisoprolol
1
Insulin aspart
Valsartan
1
Fenofibrat
1
Ondansetron
Bisakodil
2
Fentanil
2
Deksametason
Ketoprofen
1
Kodein

Klordiazepoksid
Digoksin
Alprazolam
Levofloksasin
Ciprofloksasin
Deksametason

Natrium polistiren
sulfonat

Candesartan
Alprazolam
Klonidin
Bisoprolol
Nitrogliserin
Metilprednisolon
CaCO3
ISDN
Natrium bikarbonat
Azitromisin
Valsartan
Gliserin
Fenolftalein
Kalsium glukonat

2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

CaCO3

1

10

(Lanjutan 1) Tabel 6. Distribusi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
berdasarkan mekanisme farmakologi
Mekanisme

Obat A
Metilprednisolon

Levofloksasin
CaCO3
Ketorolac
Kalium klorida
Simvastatin
Farmakokinetik
Absorpsi

Ranitidin

Aspirin
Pantoprazol
Digoksin

Captopril

Distribusi
Metabolisme

Ramidpril
ISDN
Furosemid

Ranitidin

Nitrogliserin
Alprazolom
Captopril

Aspirin

Ketorpofen
Omeprazol

Metilprednisolon

Ekskresi

Unknown

Fenitoin
Deksametason
Simvastatin
Captopril
Fondapurinuks
Aspirin
Furosemid

Kalsium karbonat

Digoksin

Klonidin

Obat B

Jumlah kasus

Ketorolac
Nifedipin
Spironolakton
Bisakodil
Bisakodil
Ondansetron
Sukralfat
Nifedipin
Diklofenak
Valsartan
Fenofibrat

1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1

Kalsium karbonat
Vitamin B12
Alumunium hidroksida
Magnesium hidroksida
Omeprazol
Vitamin B12
Klidinium
Sukralfat
Omeprazol
Alumunium hidroksida
Magnesium hidroksida
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat
Omeprazol
Aspirin
Ibuprofen
Ketorolac
Ketorolac
Diklofenak
Ketoprofen
Omeprazol
Metilprednisolon
Diklofenak
Ibuprofen
Aspirin
Deksametason
Ketorolac
Kandesartan
Deksametason
Ibuprofen
Candesartan
Klordiazepoksid
Simvastatin
Alprazolam
Atorvastatin
Amlodipin
Klonidin
Vitamin D
Fentanil
Diltiazem
Spironolakton
Aspirin
Ketoprofen
Kalsium karbonat
Siprofloksasin
Seftriakson
Pantoprazol
Sukralfat
Sefepime
Sefotaksim
Omeprazol
Sefoperazon
Esomeprazol
Alprazolam
Deksametason
Metilprednisolon
Bisoprolol
Ketorolac
Aspirin
Klordiazepoksid
Lidokain

10
1
2
2
2
1
1
1
1
2
2
26
1
2
5
1
2
4
2
1
1
2
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
3
1
27
7
3
1
1
17
3
1
2
2
5
1
1
1
1
1

Persentase (%)
n = 336

29,76
15,48

0,59
11,90

1,78

25,29

11

(Lanjutan 2) Tabel 6. Distribusi interaksi obat pada pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X” Tahun 2014
berdasarkan mekanisme farmakologi
Mekanisme

Obat A
Seftriakson
Nitrogliserin
Ampisilin
Diltiazem
Bisoprolol
Siprofloksasin
Metilprednisolon

Obat B

Jumlah kasus

Diklofenak
Klidinium
Allopurinol
Insulin aspart
Kalsium glukonat
Deksametason
Metilprednisolon
Levofloksasin

Total

Interaksi obat berdasarkan mekanisme farmakologi

Persentase (%)
n = 336

2
1
1
1
1
1
1
2
336

menunjukkan interaksi

farmakodinamik sebesar 44,94%, interaksi farmakokinetik fase absorbsi sebesar 15,48%, fase
distribusi sebesar 0,59%, fase metabolisme sebesar 11,90%, dan fase ekskresi sebesar 1,78%,
serta yang tidak diketahui mekanisme farmakologinya sebesar 25,29%.
5. Interaksi Obat pada Mekanisme Farmakokinetik Fase Absorbsi
Interaksi obat pada mekanisme farmakokinetik fase absorbsi dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Interaksi obat pada mekanise farmakokinetik fase absorbsi
Mekanisme
Absorpsi

Obat A (Rute)
Ranitidin (p.o)

Aspirin (p.o)
Pantoprazol (p.o)
Digoksin (p.o)

Captopril (p.o)

Ramipril
Total
Keterangan
p.o = Per oral

Obat B (Rute)
Kalsium karbonat (p.o)
Vitamin B12 (p.o)
Alumunium hidroksida (p.o)
Magnesium hidroksida (p.o)
Omeprazol (p.o)
Vitamin B12 (p.o)
Klidinium (p.o)
Sukralfat (p.o)
Omeprazol (p.o)
Alumunium hidroksida (p.o)
Magnesium hidroksida (p.o)
Kalsium karbonat (p.o)
Kalsium karbonat (p.o)

Jumlah kasus
10
1
2
2
2
1
1
1
1
2
2
26
1
52

Penelitian sudah mempertimbangkan rute penggunaa obat pada pasien. Jika terdapat
interaksi obat fase absorbsi, sedangkan obat tidak melewati absorbsi obat maka interaksi obat
tidak terjadi. Interaksi obat lebih banyak terjadi pada fase absorbsi karena sebagian besar obat
diberikan secara oral sehingga melewati membran mukosa pada saluran pencernaan yang
dapat mempengaruhi absorbsi obat. Interaksi fase absorbsi meliputi pengaruh perubahan pH
gastrointestinal, absorbsi, khelasi dan mekanisme pengompleks lainnya, perubahan motilitas
gastrointestinal, induksi dan inhibisi enzim, dan malabsorbsi disebabkan oleh obat-obatan
(Baxter, 2008).
Berbagai rincian interaksi obat yang paling banyak terjadi berdasarkan tingkat
keparahan adalah sebagai berikut :
a. Interaksi Minor
Captopril – Kalsium Karbonat (CaCO3)
Penggunaan bersamaan antasida dapat menurunkan bioavailabilitas captopril atau
obat ACE Inhibitors lainnya, karena penundaan pengosongan lambung atau pH lambung
12

meningkat. Pada penelitian oleh Mantyla et al tahun 1984, dosis oral captopril yang diberikan
kepada 10 relawan sehat setelah diberikan dengan suspensi antasida mengakibatkan
penurunan biovaibilitas, sehingga aktivitas efek hipotensi dari captopril tertunda. Interaksi
obat minor dapat dicegah dengan mempertimbangan pemisahan selang waktu satu hingga dua
jam pemberia ACE Inhibitors dengan antasida (Mantyla et al., 1984).
b. Interaksi Moderat
Furosemid – Seftriakson
Penggunaan furosemid atau mungkin golongan obat loop diuretic lain seperti
bumetanid dan torsemid dengan beberapa antibiotik golongan sefalosporin berpotensi
menyebabkan nefrotoksik. Pada penelitian dari 36 pasien terdapat 9 pasien yang mengalami
gagal ginjal akut saat sefaloridin diberikan dengan furosemid. Meskipun data terbatas pada
antibiotik sefaloridin, penggunaan obat golongan sefalosporin lain seperti seftriakson dengan
furosemid harus hati-hati dan direkomendasikan untuk monitoring fungsi ginjal dengan
menghitung nilai laju filtrasi glomerulus terutama pada dosis tinggi, pasien geriatrik, maupun
pasien dengan gangguan ginjal. Untuk menghindari terjadinya interaksi obat, disarankan
untuk memberi jeda pemberian furosemid 3 hingga 4 jam sebelum obat golongan
sefalosporin (Baxter, 2008).
c. Interaksi Mayor
Seftriakson – Kalsium Glukonat
Penggunaan seftriakson dengan kalsium glukonat secara bersamaan bahkan melalui
jalur infus berbeda dapat menyebabkan pengendapan seftriakson-garam kalsium. Pada jurnal
The Food and Drug Administration Adverse Event terdapat sembilan kasus pelaporan pada
penggunaan seftriakson intravena dengan kalsium yang menyebabkan masalah efek samping
yang merugikan. Tingkat terjadinya interaksi obat yang merugikan tidak dapat ditentukan
secara akurat dari data yang tersedia, namun pencegahan perlu dilakukan untuk menghindari
efek samping yang merugikan. Seftriakson tidak boleh dicampur atau diberikan bersamaan
dengan kalsium pada pasien tanpa memandang usia (Bradley et al., 2009).
Peran farmasis dalam menanggulangi terjadinya interaksi obat adalah memonitoring
terapi obat pada pasien. Farmasis bertugas mendeteksi dan mencegah akan kemungkinan
terjadinya interaksi obat. Penggunaan kombinasi obat yang memiliki potensi interaksi obat
mayor mungkin tetap diberikan untuk terapi tertentu. Jika pasien telah mengalami interaksi
obat maka manajemen interaksi obat yang bisa digunakan oleh farmasis yaitu menyesuaikan
dosis, memberikan jeda pemberian obat, dan merekomendasikan untuk penggantian obat
yang sesuai. Peran farmasi disini sangat penting untuk memonitoring terapi obat yang
13

diberikan. Farmasis perlu follow-up pasien agar efek samping yang ditimbulkan dapat
diminimalkan, sehingga tujuan terapi dapat tercapai.
D. Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah penelitian dilakukan secara retrospektif yang hanya
bisa melihat potensi interaksi obat tanpa bisa melihat apakah potensi interaksi obat tersebut
benar-benar terjadi pada pasien atau tidak. Dengan demikian perlu adanya penelitian secara
prospektif untuk melihat efek yang ditimbulkan pada pasien akibat interaksi obat.Penelitian
tidak mempertimbangkan T ½ obat. Penelitian hanya melihat potensi interaksi obat pada obat
yang digunakan secara bersama. Sebagai contoh obat A memiliki T ½ panjang berinteraksi
pada fase ekskresi dengan obat B yang tidak digunakan secara bersama, maka interaksi obat
yang terjadi tidak dipertimbangkan. Selain itu penulisan rekam medis yang tidak lengkap
pada profil penggunaan obat seperti rute pemberian, waktu pemberian, frekuensi dan dosis,
menyulitkan peneliti untuk mengidentifikasi obat yang digunakan pasien. Peneliti hanya
menulis data sesuai dengan yang ada di dalam rekam medis pasien.
KESIMPULAN
Penelitian dari 100 pasien gangguan ginjal kronis di instalasi rawat inap RS “X”
selama periode bulan Januari hingga Desember tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa pasien
yang memiliki potensi interaksi obat sebanyak 84 pasien (84%) dengan 336 kasus interaksi
obat. Potensi interaksi obat berdasarkan mekanisme didapatkan hasil 44,94% mekanisme
farmakodinamik, 29,76% mekanisme farmakokinetik dan 25,29% yang tidak diketahui
mekanismenya. Potensi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan didapatkan hasil
63,98% terjadi pada interaksi obat moderat, 29,46% minor dan 6,55% mayor. Interaksi obat
yang paling banyak terjadi adalah furosemid dan seftriakson sebanyak 27 kasus untuk
interaksi moderat.
SARAN
Perlu adanya penelitian prospektif untuk melihat efek samping yang ditimbulkan
dari interaksi obat yang diresepkan. Peran farmasi klinis juga diperlukan untuk monitoring
obat khususnya pada pasien yang menderita penyakit kronis. Selain itu, perlu adanya
penelitian tentang hubungan jumlah obat dengan kejadian interaksi obat.

14

DAFTAR PUSTAKA
Baxter, K. (Ed.), 2008. Stockley’s Drug Interactions 8th edition. Pharmaceutical Press,
London UK, pp. 1–3.
JS., Bradley, RT., Wassel, L., Lee, S., Nambiar, 2009. Intravenous Ceftriaxone and Calcium
in the Neonate: Assessing the Risk for Cardiopulmonary Adverse Events. Pediatrics
123.
K/DOQI, N.K.F., 2002. Clinical Practice Guideline for Cardiovaskular Disease in Dialysis
Patients. Am. J. Kidney 51–53.
Lee-Koo, C., Henry, E., Mathur, S., 2014. Cardiovascular disease, diabetes and chronic
kidney disease Australian Fact Prevalence and incidence. Aust. Institue Heal. Welf.
783–787.
URL
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2476236/pdf/bullwho006080130.pdf[Diakses tanggal 10 Nopember 2015]
Marquito, A.B., Fernandes, N.M.D.S., Colugnati, F.A.B., Paula, R.B. De, 2014. Identifying
Potential Drug Interactions in Chronic Kidney Disease Patients. J. Bras. Nefrol. ʹorgão
Of.
Soc.
Bras.
e
Latino-Americana
Nefrol.
36,
28.
URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24676611[Diakses tanggal 2 Juni 2015]
National Kidney Foundation, 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management
of Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney Int. 2, 337–414.
PERNEFRI, 2011. 4 th Report Of Indonesian Renal Registry 2011 4 th Report Of Indonesian
Renal Registry 2011.
R., Mantyla, PT., Mannisto, A., Vourela, .S, Sundberg, P., Ottoila, 1984. Impairment of
Captopril Bioavailability by Concomitant Food and Antacid Intake. Int. J. Clin.
Pharmacol. 22, 626–9.URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6389377[Diakses
tanggal 16 Januari 2016]
Rahmiati, S., Supadmi, W., 2010. Kajian Interaksi Obat Antihipertensu Pada Pasien
Hemodialisis di Bangsal Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode
Tahun 2010. J. Ilm. Kefarmasian 2, 97–110.
Rama, M., Visnawathan, G., Achary, L.D., Attur, R.P., Reddy, P.N., 2012. Assesment of
Drug-Drug Interaction among Renal Failure Patients of Nephrology Ward in a South
Indian Tertiary Care Hospital. Indian J. Pharm. Sci. 4. URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23204624[Diakses tanggal 25 April 2015]
Schonder, K.S., 2008. Chronic and End-Stage Renal Disease. In: Pharmacotherapy Principles
and Practise. The McGraw-Hill Companies, pp. 361–429.

15

Dokumen yang terkait

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GANGGUAN GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI TAHUN Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 12

PENDAHULUAN Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronis di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 11

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN ASMA RAWAT INAP DI RS X Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Asma Rawat Inap Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 17

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN ASMA RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Asma Rawat Inap Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 13

PENDAHULUAN Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Asma Rawat Inap Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 6 8

DAFTAR PUSTAKA Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Asma Rawat Inap Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 2 4

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT DALAM Identifikasi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Dalam Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 5 17

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT DALAM Identifikasi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Dalam Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 3 13

EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” TAHUN 2014 Evaluasi Ketepatan Terapi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2014.

0 3 19

EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Ketepatan Terapi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2014.

0 2 12