Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s Disease virus (MDV) Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam

EKSTRAK BENALU TEH (Scurrula oortiana) SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN ANTITUMOR INFEKSI Marek’s
Disease Virus (MDV) SEROTIPA 1 ONKOGENIK PADA AYAM

MUHAMAD SAMSI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan
judul : Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan
Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus (MDV) Sertipa 1 Onkogenik pada
Ayam adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan
bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapa pun serta belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Bogor, Agustus 2007.


Muhamad Samsi
NIM. B161030011

ABSTRACT
MUHAMAD SAMSI. The Tea Parasite (Scurrula oortiana) Extract as
Immunomodulator and Antitumor on the Infection of Marek’s Disease Virus (MDV)
Serotype 1 Oncogenic in Chicken. Under supervision of MARTHEN B.M. MALOLE,
WASMEN MANALU, and EKOWATI HANDHARYANI.
Marek’s disease virus (MDV) is one of oncogenic herpesvirus which has a
DNA as nucleic acid. It causes immunosupresion and cancer in chicken. This study
was aimed to find out the mechanism of Marek’s disease in layer commercial
chickens which administered orally with extract of tea parasite (Scurrula oortiana) in
dose of10 mg/kg bw through drinking water, then the chickens were infected by
intraperitoneal oncogenic MDV in dose 1,0 x103 TCID50. The study used 60 layer
commercial day old chicks (DOC) divided into four group of treatments. The
treatments were group A (administered S. oortiana extract and without MDV
infection), B (neither S. oortiana nor MDV infection), C(administered S. oortiana
extract and whith MDV infection), and D (none administered S. oortiana extract, but
whith MDV infection). This study was conducted for 60 days.
The analysis showed that MDV oncogenic caused immunosupresion at day

post infection (p.i) and recovery to be normal based on relative weight of bursa of
Fabricius and thymus, and also diameter of the bursa of Fabricius follicle at 40 of
post infection. Moreover, the MDV caused cancer at day 20 of post infection. and
increased pathogensity based on the amount of the proventriculus limphocyte, and
pathogenesis of liver cancers at day 40 of post infection. The extract of S. oortiana
had a capability as an immunomodulator as indicated by the increase of relative
weight of bursa of Fabricius and thymus at day 20 of post infection. and the increase
of diameter of bursa of Fabricius follicle at day 40 of post infection.
.
Its effect on nonspesific immunity was indicated with the increase of inducible
nitric oxyde shynthase (iNOS) enzyme at 20 of day p.i. Its effect on the humoral
immunity was indicated with the increase of antibody titre against MDV at day 20 of
post infection. The special property of S. oortiana extract as antivirus was indicated
by the inhibition the MDV development on the bursa of Fabricius at day 20 of post
infection. The extract also decrease the amount of lymphocyte of submucous
proventriculus and liver pathogenesis at day 40 of post infection.
Keywords : Marek's disease virus, Scurrula oortiana, inducible nitric oxyde
shynthase, and limphocyte

RINGKASAN

MUHAMAD SAMSI.
Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai
Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus(MDV) Onkogenik
Serotipe 1 pada Ayam. Dibimbing oleh MARTHEN B.M. MALOLE, WASMEN
MANALU, dan EKOWATI HANDHARYANI.
Ayam dalam kondisi normal memproduksi radikal bebas (prooksidan)
sebagai proses fisiologis yang seimbang dengan antioksidan endogen yang
tersedia. Infeksi Marek’s disease virus(MDV) onkogenik pada ayam diawali sitolisis
pada limfosit B dan limfosit T, ayam memberikan responss imun yang didahului oleh
responss imun nonspesifik, yaitu fagositosis oleh mekrofag dan neutrofil yang
menghasilkan bahan penghancur mikroorganisme patogen berupa peningkatan
produksi radikal bebas yang memiliki efek samping, yaitu kerusakan molekulmolekul pada sel sehingga menimbulkan sitolisis termasuk pada limfosit B dan
limfosit T. Radikal bebas merupakan bahan karsinogen yang menimbulkan mutasi
gen sehingga dapat menginduksi terjadinya kanker. Virus penyebab tumor disebut
virus onkogen dan gen yang ada pada virus disebut viral oncogen (V-onc) yang
homolog dengan sekuen DNA pada gen seluler inang, yaitu proto oncogen (C-onc)
yang dapat berinteraksi dengan gen virus. Terjadinya transformasi pada gen seluler
inang oleh gen virus bergantung pada resistensi seluler inang, virulensi virus
penyebab, dan kehadiran substansi kimia penyebab tumor, yaitu bahan karsinogen
yang menginduksi terjadinya mutasi.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak
benalu teh Scurrula oortiana terhadap fenomena imunologis dan risiko kanker pada
ayam yang diinfeksi virusherpes MDV onkogenik, sedangkan secara khusus tujuan
penelitian ini adalah: pembuktian secara ilmiah khasiat eksstrak S. oortiana sebagai
imunomodulator dan mengurangi risiko kanker, menggunakan parameter imunologi.
Menjadikan benalu teh S. oortiana sebagai obat herbal berstandar.
Tahap pertama uji penentuan dosis infeksi MDV onkogenik, digunakan 20
ekor ayam dibagi ke dalam lima kelompok perlakuan masing-masing empat ekor
yaitu : A. kontrol tanpa infeksi, B. diinfeksi intraperitoneal dengan dosis 0,125 x 1000
EID50, C. 0,250 x 1000 EID50, D 0,500 x 1000 EID50, dan E 1 x 1000 EID50.
Sedangkan tahap kedua digunakan 60 ekor ayam dibagi ke dalam empat kelompok
perlakuan yaitu : perlakuan A. diberi ekstrak S. oortiana dengan, tanpa infeksi MDV,
B tanpa pemberian ekstrak S. oortiana dan tanpa infeksi MDV, C diberi ekstrak S.
oortiana dan diinfeksi MDV, dan D tanpa diberi ekstrak S.oortiana, diinfeksi MDV.
Ekstrak benalu teh diberikan secara oral (dicekok) sejak ayam berumur 15 hari
sampai akhir percobaan, dengan dosis 10 mg/kg bobot badan yang dilarutkan dalam
air minum. Ayam diinfeksi dengan virus Marek pada umur 20 hari secara
intraperitoneal dengan dosis 1.000 EID50. Parameter yang diamati : Perhitungan
antibodi untuk uji imunitas terhadap penyakit Marek dengan teknik enzyme-linked
immuno sorbent assay (ELISA) pada 10, 20, dan 30 hari pacainfeksi (p.i).

Perhitungan leukosit dan persentase limfosit pada 20 dan 40 hari p.i. Penimbangan
dan perhitungan ratio bobot reltif limpa, bursa Fabricius dan timus pada hari 20 dan
40 p.i. Perubahan histopatologi pada bursa Fabricius, hati, dan proventriculus pada
20 dan 40 hari p.i. Uji imunohistokimia terhadap iNOS pada organ hati dan uji
imunohistokimia terhadap MDV pada organ bursa Fabricius pada 20 hari p.i.

Ekstrak benalu teh (S. oortiana) berkhasiat sebagai imunomodulator ditandai
dengan paningkatan rataan bobot relatif bursa Fabricius, bobot relatif timus, dan
diameter folikel bursa Fabricius. Hasil tersebut tercermin dari meningkatnya rataan
bobot realatif bursa Fabricius pada kelompok ayam yang diberi ekstrak S. oortiana
dibanding kelompok yang diberi ekstrak dikombinasi dengan infeksi MDV maupun
keleompok ayam yang hanya diinfeksi MDV 20 hari p.i. Bobot relalatif timus pada
kelompok ayam yang diberi ektrak S. oortiana dan diinfeksi MDV tidak mengalami
penurunan pada 20 hari pascainfeksi, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak S.
oortiana mampu menghambat imunosupresi akibat infeksi MDV. Pada pengamatan
ini terjadi peningkatan rataan diameter folikel bursa Fabricius 40 hari pascainfeksi
pada kelompok ayam perlakuan kombinasi ekstrak S. oortiana dibanding dengan
semua kelompok perlakuan.
Keberadaan iNOS berdasarkan reaksi positif dengan pewarnaan
imunohistokimia pada jaringan hati diduga terkait dengan aktivitas sel-sel dalam hati

yang diekspresikan oleh sel-sel Kupffer maupun sel endotel. Kelompok ayam yang
diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (A) mengalami peningkatan
pembentukan iNOS yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok ayam
tanpa diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (B). Infeksi MDV mampu
meningkatkan jumlah sel yang menghasilkan iNOS baik pada kelompok yang diberi
ekstrak maupun tanpa diberi ekstrak S. oortiana dibanding dengan kelompok ayam
tanpa infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi MDV mampu meningkatkan
produksi iNOS sebagai bagian dari responss imun nonspesifik.
Meningkatnya titer antibodi terhadap MDV pada 20 hari kelompok perlakuan
pemberian benalu teh dan infeksi MDV (C) lebih tinggi daripada kelompok tanpa
pemberian benalu teh dan tanpa infeksi MDV (B). Hal ini disebabkan adanya
kombinasi pengaruh imunomodulasi ekstrak S. oortiana dengan faktor
imunostimulasi sebagai respons imun akibat tindakan uji tantang. Pemeriksaan
imunohistokimia keberadaan MDV pada bursa Fabricius menunjukkan terjadi
penurunan pada kelompok ayam yang diinfeksi dengan MDV dan diberi ekstrak S.
oortiana.
Pemberian ekstrak S. oortiana pada ayam yang diuji tantang dengan MDV
onkogenik mampu menurunkan risiko kanker yang ditandai persentase limfosit pada
leukosit 20 hari p.i dan menurunnya jumlah limfosit submukosa proventrikulus 40
hari p.i pada kelompok ayam yang diberi benalu teh dan diinfeksi. Perubahan

histopatologi pada 40 hari p.i yang terjadi akibat infeksi MDV adalah infiltrasi sel-sel
limfoid dan makrofag pada organ hati. Kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu
teh dan diinfeksi MDV ternyata mampu menekan pertumbuhan sel-sel limfoid atau
sel tumor, yang ditunjukkan dengan jumlah sel limfoid yang lebih sedikit
dibandingkan dengan hati pada kelompok ayam tanpa diberi ekstrak benalu teh dan
diinfeksi MDV.
Kata kunci : Marek's disease virus, Scurrula oortiana, inducible nitric oxyde
synthase, dan limfosit.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya

EKSTRAK BENALU TEH (Scurrula oortiana) SEBAGAI
IMUNOMODULATOR DAN ANTITUMOR INFEKSI Marek’s
disease virus (MDV) SEOTIPE 1 ONKOGENIK PADA AYAM

MUHAMAD SAMSI


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Tertutup : Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D
Pada Ujian Terbuka : Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Dr. Ir. Mas Yedi Sumaryadi, MS.

Judul Disertasi

: Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai
Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s

Disease virus (MDV) Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam

Nama
NIM

: Muhamad Samsi
: B161030011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Drh. Marthen B.M. Malole
Ketua

Prof. Ir. Wasmen Manalu. Ph.D.
Anggota

Drh. Ekowati Handharyani MS. Ph.D.
Anggota


Diketahui
Ketua Program Studi Sains Veteriner

Dr. drh. B. Ponco Priyosoeryanto MS.

Tanggal Ujian : 9 Juli 2007

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan
penyusunan disertasi, dengan judul “Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai
Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus Onkogenik pada
Ayam”
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr.Drh. Marthen B.M. Malole, sebagai
ketua komisi pembimbing, Prof.Ir. Wasmen Manalu, Ph.D. dan Drh. Ekowati
Handaryani, MSi. Ph.D. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah menyediakan waktu, dan dengan penuh kesabaran serta keikhlasan dalam
proses pembimbingan selama penulis menempuh pendidikan S3.
Ucapan terima kasih penulis juga disampaikan kepada Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Rektor Universitas Jenderal
Soedirman, dan pengelola beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah
memberikan kesempatan belajar dan bantuan biaya pendidikan dan penelitian
kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur PPSDMIPB dan Yayayasan Dana Sejahtera Mandiri Jakarta yang telah mamberikan
bantuan biaya penulisan disertasi kepada penulis. Ucapan terimakasih kepada
Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor beserta staf dan pegawai dan
Ketua Program Studi Sains Veteriner (SVT) beserta staf dan pegawai atas
kelancaran proses penyelenggaraan pendidikan, serta kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam membantu penyelesaian studi.
Penghargaan penulis disampaikan kepada Dr Retno Murwani, Dr. Drh.
Marthen B.M. Malole, Dr. Drh. Sri Murtini, MSi, Dr. Drh. Fajar Satrija, MSc. atas
bantuan materi penelitian awal, pak Nur, drh Farida, drh. Bongot, drh. Tanti, Kristina,
Teti, pak Kasnadi, pak Endang, Anin, dan Elia atas bantuan dan kerjasamanya
selama kerja dilaboratorium. Disampaing itu penulis juga menyampaikan
penghargaan dan terimakasih kepada sataf dan pegawai di Laboratorium Terpadu,
Laboratorium Virologi, Laboratorium Patologi, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas
Kedoteran Hewan IPB.
Rasa haru dan terima kasih yang tulus disampaikan kepada seluruh keluarga
atas bantuan dan dukungan moril maupun materil kepada penulis, serta kepada istri
tercinta Siti Elistjanti, S.Sos., ananda tersayang Dhaifina Asmarani (Fina), atas
segala do’a, pengertian, kesabaran, dorongan semangat dan kasih sayang yang
diberikan selama mendampingi penulis dalam menyelesaikan pendidikan S3.
Akhirnya, semoga karya disertasi ini dapat bermanfaat di masyarakat dan
pengembangan ilmu pengetahuan, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan
khususnya dalam bidang kesehatan dan peternakan.
.
Bogor, Agustus 2007.

Muhamad Samsi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 7 Oktober 1957, sebagai
anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Munidi Djogosukarto
(Alm.) dan Ibu Hj. Salbingah. Pada tahun 1987 menikah dengan Siti Elistiyanti
S.Sos, dan dikaruniai seorang anak, yakni Dhaifina Asmarani (Fina).
Pendidikan sarjana telah ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Gadjahmada Yogyakarta, lulus sarjana Kedokteran Hewan tahun 1982,
lulus dokter hewan pada tahun 1983. Penulis menamatkan Magister Sains di
Program Studi Sains Veteriner Program Pascasarjana Universitas Gadjahmada
Yogyakarta tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada
Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2003.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS DIKTI Departemen
Pendidikan Nasional.
Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1987 penulis berkesempatan bekerja
di PT.Bamaindo Feeds Stuft Surabaya. Sejak tahun 1987 sampai dengan sekarang
penulis adalah sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto dengan bidang kajian yang diminati Ilmu Kesehatan Ternak.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xii

DAFTAR GAMBAR . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xiii

DAFTAR LAMPIRAN . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xvi

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kerangka Pemikiran ……………………………………………………..
Tujuan Penelitian . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1
1
4
6
6

TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Imunitas Tubuh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kanker . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Penyakit Marek . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Radikal Bebas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Antioksidan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Benalu Teh sebagai Penurun Risiko Kanker . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7
7
9
12
17
20
25

BAHAN DAN METODE. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tempat dan Waktu Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bahan dan Alat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Desain Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

28
28
28
39
30

HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Penentuan Uji Dosis Infeksi MDV . . . . . . . . . . . . …………………..
Bobot Relatif Organ Bursa Fabricius, Timus, dan Limpa . . . . . . . . .
Ukuran Diameter Folikel Bursa Fabricius . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pemeriksaan Imunohistokimia Enzim Indusible Nitric Oxyd
Synthase (iNOS) . . . . ……………………………………………………
Uji Tingkat Imunitas pada MDV dengan Metode ELISA . . . . . . . . . .
Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Total Leukosit dan
Persentase Limfosit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Keberadan MDV pada
Bursa Fabricius . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Limfosit pada proventrikulus ……………………………………………
Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Patogenesis Marek pada Hati ..

37
37
39
42

PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………………….

56

SIMPULAN . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …...

63

DAFTAR PUSTAKA .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

64

LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

72

44
46
49
51
52
54

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Rataan bobot relatif bursa Fabricius, timus, dan limpa
20 hari p.i. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2.

Rataan bobot relatif bursa Fabricius, timus, dan limpa
40 hari p.i. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3.

Rataan diameter folikel bursa Fabricius (µm) ayam 20 dan 40
Hari pascainfeksi (p.i.) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4.

Rataan jumlah reaksi positif iNOS pada hati ayam 20 hari
Pascainfeksi (p.i.) . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5.

Rataan nilai absorbansi uji ELISA berdasarkan perbedaan
Perlakuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6.

Rataan nilai absorbansi berdasarkan waktu pascainfeksi
(p.i.) MDV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7.

Rataan jumlah leukosit per mililiter dan persentase limfosit(%)
Pada ayam 20 hari pascainfeksi . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . ..

8.

Rataan jumlah leukosit per mililiter dan proporsi limfosit (%)
Pada ayam 40 pascainfeksi (p.i) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

9.

Rataan jumlah limfosit submukosa proventriculus 20 hari
dan 40 hari pascainfeksi (p.i) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

40
42
43
46
47

49
50

50
53

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Hubungan keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan
eksktrak benalu teh sebagai antioksidan eksogen . . . . . . . . . ….

5

2.

Mekanisme secara umum sistem imun . . . . . . . . . . . . . . . . . ….

8

3.

Kemungkinan skenario pada ketidakseimbangan ROS. . . . . …..

18

4.

Senyawa flavonoid . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……

21

5.

Senyawa fenol . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . ….

22

6.

Diagram alir penelitian . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . ……….

31

7.

Fotomikkrograf hati ayam yang diinfeksi MDV dosis 0,125 x
103EID50 pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)…………………….

38

Fotomikkrograf hati ayam yang diinfeksi MDV dosis 1 x 103EID50
pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). ………………………………

38

Fotomikrograf hati ayam yang diwarnai secara imunohistokimia
terhadap iNOS metode sab dan counterstain hematoksilin ………

45

Grafik nilai absorbansi titer antibodi MDV uji ELISA
10, 20, dan 30 hari pascainfeksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….

48

Fotomikrograf bursa Fabricius ayam yang diwarnai secara
imunohistokimia terhadap MDV, metode SAB dan counterstain
Hematoksilin……………………………………………………………

52

Fotomikrograf hati ayam dengan pewarnaan hematoksilin-Eosin
(HE)……………………………………………………………………..

55

8.

9.
10.

11.

12.

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Analisis ragam bobot realif bursa Fabricius, timus, dan limpa
20 hari p.i ………………………………………………………….

72

Analisis ragam bobot realif bursa Fabricius, timus, dan limpa
40 hari p.i .................................................... ………………….

73

3.

Analisis ragam diameter folikel bursa Fabricius 20 hari p.i ….

74

4.

Analisis ragam diameter folikel bursa Fabricius 40 hari p.i ….

75

5.

Analisis ragam reaksi positif iNOS 20 hari p.i …………………

76

6.

Analisis ragam titer antibodi terhadap MDV……………………

77

7.

Analisis ragam sel darah putih dan presentase limfosit pada
20 p.i………………………………………………………………..

78

Analisis ragam sel darah putih dan presentase limfosit pada
40 ………………………………………………………………..

79

Analisis ragam jumlah limfosit submukosa proventrikulus
pada 20 p.i. ……………………………………………………….

80

Analisis ragam jumlah limfosit submukosa proventrikulus
pada 40 p.i ...............................................................................

81

2.

8.

9.
10.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang
menyebabkan gen tersebut mengalami mutasi. Gen yang mengalami mutasi
disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat menimbulkan
abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya, sementara sel
tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel
berlangsung tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi,
fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan
hilangnya komunikasi antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu
kejadian neoplasma yang bersifat jinak dan tidak menyebar ke jaringan di
sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagai tumor yang melakukan
metastasis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain.
Kanker adalah penyakit kompleks pada sejumlah besar gen seluler
yang telah mengalami perkembangan malignansi. Gen tersebut dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai onkogen dan gen supresor
tumor. Onkogen dikategorikan sebagai kanker yang disebabkan oleh virus yang
terbagi dalam dua grup, yaitu virus tumor DNA dan virus tumor yang
mengandung RNA yang disebut juga retrovirus (Benchimol dan Minden 1998).
Virusherpes sangat tumorogenik pada hewan yang pada mulanya berada pada
episom sel dan tidak terintegrasi pada genom inang. Pada kejadian penyakit
tumor biasanya tidak ditemukan adanya virus di dalam sel, dan DNA virus
herpes hanya sedikit berada sebagai herpes yang melakukan transformasi
pada sel. Hal ini dinyatakan sebagai mekanisme hit and run pada onkogenesis
sehingga menyebabkan kerusakan khromosom atau kerusakan lain (Hunt
2003).

Herpes virus onkogenik termasuk virus DNA yang menyebabkan

penyakit Marek pada ayam, virus herpes karsinoma pada katak, virus herpes
saimiri pada primata selain manusia, virus Epstein Bar (limfosarkoma) pada
manusia, virus herpes 6 pada yang berasosiasi dengan human Kaposi’s
sarcoma (Cheville 1999).
Marek’s disease (MD) herpesvirus (MDV) pada unggas diketahui
sebagai virus onkogenik alami yang menyebabkan limfoma pada sel T.
Identifikasi sel yang mengalami transformasi pada MD memberi kesempatan
secara menyeluruh untuk menjelaskan patogenesis MD dan tingginya nilai

2
kegunaan MD sebagai model pada penelitian onkologi virus herpes (Burges
dan Davison 2002).

Infeksi MDV pada ayam dapat dijadikan sebagai model

infeksi virusherpes onkogen untuk hewan lain.
Periode infeksi MDV meliputi tiga bentuk, yaitu infeksi akut (produktif)
yang menimbulkan lisis sel limfosit B dan limfosit T, infeksi laten yang bersifat
nonproduktif, dan infeksi transforming, yaitu transformasi gen pada limfosit T.
Pada infeksi produktif terjadi replikasi DNA virus, sintesis protein yang
menghasilkan partikel virus secara lengkap. Virus menginfeksi, merusak, dan
membunuh limfosit B maupun limfosit T. Selama infeksi terjadi sitolisis
sehingga pada puncak replikasi virus terjadi imunosupresi dan peningkatan
sensitivitas inang pada infeksi bersamaan dengan penurunan bobot relatif
bursa Fabricius dan timus (Payne dan Venugopal 2000, Islam et al. 2002).
Pada infeksi laten tidak terjadi replikasi DNA, transkripsi, maupun
sintesis protein. Kejadian ini dialami pada infeksi MDV serotipe 2 dan 3
nononkogen. Sel T yang terinfeksi bisa berubah menjadi infeksi laten atau bisa
merespons onkogenesitas gen virus yang mengalami transformasi. Infeksi
transforming hanya terjadi pada sel yang terinfeksi oleh MDV serotipe 1.
Beberapa subset limfosit T, yaitu CD4 dan CD8 merupakan target transformasi
karena bagian tersebut berperan sebagai tempat perlekatan awal infeksi
sitolisis (Calnek et al. 1998, Payne dan Venugopal 2000).
Virus penyebab tumor disebut virus onkogen dan gen yang ada pada
virus disebut viral oncogen (V-onc) yang homolog dengan sekuen DNA pada
gen seluler inang, yaitu proto oncogen (C-onc) yang dapat berinteraksi dengan
gen virus. Terjadinya transformasi pada gen seluler inang oleh gen virus
bergantung pada resistensi seluler inang, virulensi virus penyebab, dan
kehadiran substansi kimia penyebab tumor, yaitu bahan karsinogen yang
menginduksi terjadinya mutasi.
Ayam dalam kondisi normal memproduksi radikal bebas (prooksidan)
sebagai proses fisiologis yang seimbang dengan antioksidan endogen yang
tersedia. Infeksi MDV pada ayam diawali sitolisis pada limfosit B dan limfosit T,
ayam memberikan respons imun yang didahului oleh respons imun nonspesifik,
yaitu fagositosis oleh makrofag dan neutrofil yang menghasilkan bahan
penghancur mikroorganisme patogen berupa peningkatan produksi radikal
bebas yang memiliki efek samping, yaitu kerusakan molekul-molekul pada sel
sehingga menimbulkan sitolisis termasuk pada limfosit B dan limfosit T.

3
Radikal bebas merupakan bahan karsinogen yang menimbulkan mutasi gen
sehingga dapat menginduksi terjadinya kanker.
Tekanan oksidatif diinduksi secara luas oleh faktor lingkungan termasuk
sinar ultraviolet, serangan patogen, reaksi hipersensitif, kerja herbisida, dan
kekurangan oksigen. Spesies oksigen reaktif (ROS), hidrogen peroksida
(H2O2), dan superoksida (O2-) dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang
dikatalisis oleh besi (Fe-2) dan reaksi enzimatik seperti lipooksigenase,
peroksidase, NADPH oksidase, dan santin oksidase. Sejumlah komponen
seluler yang peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas
adalah lipid, yaitu peroksidasi pada asam lemak tidak jenuh pada membran,
denaturasi protein dan asam nukleat. Pembentukan ROS dapat dicegah oleh
antioksidan. Pada tanaman beberapa senyawa fenolik merupakan antioksidan
potensial: flavonoid, tanin, dan lignin merupakan prekursor yang bekerja pada
penangkapan senyawa ROS (Blokhina et al. 2003).
Mekanisme

penyerangan

oleh

radikal

bebas

termasuk

ROS

menginduksi peroksidasi pada asam lemak yang memiliki beberapa ikatan
rangkap pada membran sel lipid bilayer yang menyebabkan reaksi berantai
peroksidasi lipida sehingga terjadi kerusakan pada membran sel, oksidasi pada
lipida membran dan protein, yang menyebabkan kerusakan pada bagianbagian dari sel termasuk DNA (Miller 1996). Pada saat ini penggunaan
antioksidan sintetik seperti Torlok C, Prowl galat, dan mono-tertiery-butylhidroquinone (TBHQ) sedang mendapat perhatian karena mempunyai efek
mengurangi kerusakan oksidatif, namun mempunyai aktivitas yang dapat
merugikan konsumen, antara lain gangguan fungsi hati, paru-paru, mukosa
usus, dan keracunan. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dipilih
memanfaatkan antoksidan alami (Manampiring et al. 2001).
Sejumlah komponen seluler yang sensitif terhadap kerusakan yang
diakibatkan oleh radikal bebas adalah peroksidasi asam lemak tidak jenuh
pada biomembran, denaturasi protein, karbohidrat, dan asam nukleat. Pada
tumbuhan beberapa senyawa fenolat yang merupakan antioksidan kuat, yaitu
flavonoid, tanin, dan lignin yang berfungsi sebagai prekursor menangkap
(scavenger) senyawa radikal oksigen (ROS). Antioksidan bekerja secara
bersama-sama dan berurutan pada reaksi redoks (Blokhina et al. 2003).
Flavonoid telah menunjukkan perannya sebagai antioksidan, antimutagenik,
antineoplastik, dan vasodilatator. Potensi antioksidan flavonoid pada kerusakan

4
oksidatif yang ditimbulkan oleh semua proses penyakit menyebabkan flavonoid
layak digunakan untuk pengendalian sejumlah penyakit (Miller 1996).
Daun dan batang benalu teh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
terpenoid, glikosida, triterpen, saponin, dan tanin (Nugroho et al. 2000, Santoso
2001, Tambunan et al. 2003). Benalu teh secara tradisional digunakan untuk
penyembuhan berbagai penyakit diare, kanker, dan amandel.

Beberapa

publikasi penelitian telah melaporkan bahwa benalu teh mempunyai efek
sebagai antidiare (Saroni et al. 1998), antioksidan (Leswara dan Kartin 1998,
Santoso 2001, Susmandiri 2002, Simanjuntak et al. 2004), perbaikan sistem
imun (Winarno et al. 2000), dan hambatan pertumbuhan sel tumor (Nugroho et
al. 2000, Murwani 2003, Winarno 2003).
Sel WEHI-164 diketahui sensitif terhadap Tumour Necrosis Factor-α
(TNF-α) dan telah digunakan sebagai model dalam penelitian. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa baik ekstrak batang maupun daun Scurrula oortiana
mampu meningkatkan sensitivitas atau suseptibilitas pada sel WEHI-164 pada
TNF-α, peningkatan sensitivitas lebih dari 160 kali dibanding dengan sel kontrol
tanpa perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air S. oortiana
secara nyata sitotoksik pada sel tumor WEHI-164 dan meningkatnya
sensitivitas sel tumor pada TNF-α sehingga mengalami lisis (Murwani 2003).

Kerangka Pemikiran
Rebusan benalu teh sudah dikenal oleh masayarakat sebagai obat
kanker tetapi belum diketahui bagaimana mekanismenya. Karena itu perlu
dilakukan studi yang terukur yang dapat mengungkapkan mekanisme
antikanker dari benalu teh, seperti yang diuraikan pada penelitian ini.
Pertimbangan tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian
tentang potensi antioksidan dari ekstrak S. oortiana yang memiliki kemampuan
sebagai imunomodulator dan mengurangi risiko tumor pada infeksi virusherpes
onkogenik. Marek’s disease virus (MDV) menyebabkan infeksi akut produktif
yang mampu memperbanyak diri dan menimbulkan sitolisis pada limfosit B
maupun limfosit T sehingga menimbulkan imunosupresi yang ditandai dengan
menurunnya bobot relatif organ bursa fabricius dan timus, rendahnya titer
antibodi, dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Pada MDV onkogen
infeksi berlanjut pada mutasi gen sehingga terjadi transformasi limfosit T baik

5
pada subset CD4 maupun CD8 yang menyebabkan kanker limfosit yang
disebut limfoma.
Potensi antioksidan benalu teh diharapkan mampu berperan sebagai
penghambat oksidasi radikal bebas sehingga mengurangi kerusakan sel-sel
pada sistem imun.

Potensi antioksidan dalam mengurangi risiko kanker

dengan cara menghambat induksi mutasi gen oleh kelebihan produksi radikal
bebas akibat infeksi. Pensghambatan induksi mutasi oleh radikal bebas
diharapkan dapat mengurangi mutasi yang disebabkan oleh MDV onkogen.
Secara ringkas keseluruhan latar belakang di atas dituangkan pada Gambar 1.

Keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan ekstrak
benalu teh sebagai antioksidan eksogen

Kondisi ayam normal

Kondisi ayam terinfeksi
MDV

1

1

Keseimbangan produk
radikal bebas dengan produk
antioksidan internal

3
Peningkatan
Imunitas akibat
imunomodulasi

Produk radikal bebas
meningkat dan terjadi
kerusakan seluler

2

2

Antioksidan
ekstrak
benalu teh

Menimbulkan sitolisis,
imunosupresi, dan
transformasi sel.

3
4
Imunomodulasi,
imunostimulasi, risiko
kanker berkurang

Gambar 1

Hubungan keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan
eksktrak benalu teh sebagai antioksidan eksogen

6
Ekstrak benalu teh (Scurrula oortiana) diberikan secara oral, dan
bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh serta mengurangi risiko kanker
pada ayam ras petelur betina yang diuji tantang dengan MDV. Ayam yang
terinfeksi MDV memberikan respons imun nonspesifik berupa radikal bebas
yang merusak sel-sel yang termasuk sel-sel limfosit sehingga menimbulkan
sitolisis dan dapat menginduksi kejadian mutasi gen sebagai penyebab awal
kejadian kanker. Peningkatan produksi radikal bebas memerlukan peningkatan
antioksidan yang disuplai dari luar tubuh, yang disebut antioksidan eksogen.
Benalu teh mengandung flavonoid, terpenoid, yang memiliki potensi sebagai
antioksidan eksogen yang dapat dijadikan sebagai suplai antioksidan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak
benalu teh Scurrula oortiana pada fenomena imunologis dan risiko kanker pada
ayam yang diinfeksi virusherpes MDV onkogen, sedangkan secara khusus
tujuan penelitian ini adalah:
1. Pembuktian secara ilmiah khasiat ekstrak S. oortiana sebagai
imunomodulator dan mengurangi risiko kanker.
2. Untuk

memperjelas

mekanisme

antitumor

dari

benalu

teh,

menggunakan parameter imunologi dari ayam ras petelur yang diinfeksi
MDV onkogenik.
3. Menjadikan benalu teh S. oortiana sebagai obat herbal berstandar
melalui uji in vivo menggunakan ayam sebagai hewan percobaan.

Manfaat Penelitian
1.

Metode dan hasil pada kajian imunitas dan onkogenisitas dapat
dijadikan sebagai acuan dalam mengkaji onkogenik virus herpes pada
spesies lain.

2.

Membuat simulasi ayam sebagai hewan model penanggulangan kanker
yang disebabkan oleh virus herpes menggunakan bahan asal tumbuhan
lainnya.

3.

Meningkatkan kepercayaan masyarakat tentang manfaat benalu teh
yang berkhasiat mengurangi risiko kanker.

4.

Memperkaya bahan alternatif pengendali tumor dari bahan alam nonpangan yang diaplikasikan menjadi bahan pangan fungsional.

TINJAUAN PUSTAKA
Imunitas Tubuh
Resistensi dan pemulihan pada infeksi virus bergantung pada interaksi
antara virus dan inangnya. Pertahanan inang bekerja langsung pada virus atau
secara tidak langsung pada replikasi virus untuk merusak atau membunuh sel
yang terinfeksi. Fungsi pertahanan nonspesifik inang pada awal infeksi untuk
menghancurkan virus adalah mencegah atau mengendalikan infeksi, kemudian
adanya fungsi pertahanan spesifik dari inang termasuk pada infeksi virus
bervariasi bergantung pada virulensi virus, dosis infeksi, dan jalur masuknya
infeksi (Mayer 2003).
Sistem imun pada unggas bekerja secara umum seperti sistem imun
pada mamalia. Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan
sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan
limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit.
Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami
transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T
mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang
berbeda sebagai subpopulasi (Sharma 1991).
Antigen eksogen masuk ke dalam tubuh melalui endosistosis atau
fagositosis. Antigen-presenting cell (APC) yaitu makrofag, sel denrit, dan
limfosit B merombak antigen eksogen menjadi fragmen peptida melalui jalan
endositosis. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD4, untuk mengenal
antigen bekerja sama dengan Mayor Hystocompatablity Complex (MHC) kelas
II dan dikatakan sebagai MHC kelas II restriksi. Antigen endogen dihasilkan
oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein yang disintesis virus dan
protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak menjadi
fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum
endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD8, mengenali
antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I, dan ini dikatakan
sebagai MHC kelas I restriksi (Kuby 1999, Tizard 2000).
Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh hewan yang mampu
mengenal dan menghancurkan bebagai determinan antigenik yang memiliki
dua sifat pada respons imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit
memiliki beberapa subset yang memiliki perbedaan fungsi dan jenis protein

8
yang diproduksi, namun morfologinya sulit dibedakan (Abbas et al. 2000).
Limfosit berperan dalam respons imun spesifik karena setiap individu limfosit
dewasa memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor
antigen. Reseptor antigen pada limfosit B adalah bagian membran yang
berikatan dengan antibodi yang disekresikan setelah limfosit B yang mengalami
diferensiasi menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang disebut juga sebagai
membran imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T bekerja mendeteksi
bagian protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang (Janeway et al.
2001). Mekanisme kerja sistem imun disajikan pada Gambar 2 (Cann 1977).

Sumsum Tulang

Bursa Fabricius
Timus

Sel T

Sel B

Th

NK

CTL

Sel
plasma

Sel
memori

< Antibodi
Imunitas berperantara sel

imunitas humoral

Gambar 2 Mekanisme secara umum sistem imun (Cann 1997)
Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan mengalami
pendewasaan pada jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam
keadaan normal berkisar antara 10 dan 15%. Setiap limfosit B memiliki 105 B
cell receptor (BCR), dan setiap BCR memiliki dua tempat pengikatan yang
identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein yang memiliki struktur
tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat antigen dalam bentuk aslinya. Hal ini

9
membedakan antara sel B dan sel T, yang mengikat antigen yang sudah
terproses dalam sel (Kresno 2004).
Jajaran ketiga sel limfoid adalah natural killer cells (sel NK) yang tidak
memiliki reseptor antigen spesifik dan merupakan bagian dari sistem imun
nonspesifik. Sel ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus
memiliki granula spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh
sel abnormal, seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK
berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler
(Janeway et al. 2001).
Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan
pada infeksi virus dan pertahanan pada serangan infeksi virus. Sel T lebih
berperan pada pemulihan infeksi virus.

Sitotoksik sel T (CTLs) atau CD8

berperan pada respons imun terhadap antigen virus pada sel yang diinfeksi
dengan cara membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran
infeksi virus. Sel T helper (CD4) adalah subset sel T yang berperan membantu
sel B untuk memproduksi antibodi. Limfokin disekresikan oleh sel T untuk
mempengaruhi dan mengaktivasi makrofag dan sel NK sehingga meningkat
secara nyata pada penyerangan virus (Mayer 2003).
Patogen yang mampu dijangkau oleh antibodi adalah hanya antigen
yang berada pada peredaran darah dan di luar sel, padahal beberapa bakteri
patogen, parasit, dan virus perkembangan replikasinya berada di dalam sel
sehingga tidak dapat dideteksi oleh antibodi. Penghancuran patogen ini
membutuhkan peran limfosit T sebagai imunitas yang diperantarai oleh sel.
Limfosit T mengenal sel yang terinfeksi virus, virus yang menginfeksi sel
bereplikasi di dalam sel dengan memanfaatkan sistem biosintesis sel inang.
Derivat antigen dari replikasi virus dikenal oleh limfosit T sitotoksik. Sel tersebut
mampu mengontrol sel yang terinfeksi sebelum replikasi virus dilangsungkan
secara lengkap. Sel T sitotoksik merupakan ekspresi dari molekul CD8 pada
permukaannya (Janeway et al. 2001).

Kanker
Pada keadaan normal pergantian dan peremajaan sel terjadi sesuai
kebutuhan melalui proliferasi sel dan apoptosis di bawah pengaruh protoonkogen dan gen supresor tumor (Silalahi 2006). Tumor adalah penyakit
kompleks dari berbagai akumulasi mutasi genetik yang manifestasi penyakitnya

10
memerlukan waktu yang lama. Hal inilah yang menyebabkan keterbatasan
efektivitas kemoterapi tumor. Fenomena ini akan meningkatkan jumlah
kematian (Flora dan Ferguson 2005).
Perbedaan pokok antara sel normal dan sel kanker yang teridentifikasi
bahwa sel normal usianya terbatas, sedangkan sel kanker adalah immortal. Sel
neoplastik tidak berkembang secara terintegrasi dan tidak ada ketergantungan
pada populasi.

Regulasi pada kontrol mitosis, diferensiasi, dan interaksi

antarsel mengalami gangguan (Cheville 1999, Cambel dan Smith 2000).
Gen seluler inang yang homolog dengan onkogen virus disebut
protoonkogen. Gen tersebut mampu memproduksi protein yang memiliki
kemampuan menginduksi transformasi seluler setelah mengalami mutasi, yaitu
perubahan di bawah kontrol promotor yang memiliki aktivitas tinggi. Biasanya
protoonkogen berperan mengkode produksi protein pada replikasi DNA atau
mengontrol perkembangan pada beberapa stadium pertumbuhan normal. Conc adalah gen seluler yang diekspresikan pada beberapa stadium
perkembangan sel. Produk onkogen adalah protein inti misalnya myc, myb.
(King 2001, Hunt 2003).
Gen pengatur dapat mengalami mutasi, menjadikan gen tersebut tidak
peka terhadap sinyal regulasi normal. Gen supresor yang mengalami mutasi,
mengakibatkan gen tersebut menjadi inaktif. Untuk mengatasi penyakit
kompleks diperlukan pertahanan dengan berbagai cara yang strategis dan
pencegahan diperlukan untuk mengurangi metastasis pada kanker (Steele dan
Kellof 2005).
Gen supresor tumor yang mengalami perubahan antara lain gen p53,
adalah produk protein yang memiliki bobot molekul 53 kD. Protein tersebut
berfungsi sebagai pengatur proliferasi sel dan mediator pada apoptosis, yaitu
program kematian sel. Gen ini juga merupakan gen yang menginduksi
kerusakan DNA dengan cara menghambat mekanisme atau proses perbaikan
kembali DNA. Hilangnya fungsi gen p53 atau terjadinya mutasi gen tersebut
menjadikan sel terhindar dari kerusakan DNA, pertumbuhan dan kematian sel
tidak terkontrol, pembelahan

sel terjadi secara terus menerus tanpa

mengalami apoptosis (Williamson et al. 1999, Silalahi 2006). Apoptosis
berperan penting pada fisiologi normal pada spesies hewan, termasuk program
kematian sel pada perkembangan embrio dan metamorfosis, homeostasis

11
jaringan, pendewasaan sel imun, dan beberapa aspek penuaan (Reed et al.
2004).
Apoptosis adalah program kematian sel

yang mekanismenya

diorganisir secara fisiologis untuk merusak sel abnormal atau mengalami
kerusakan. Keadaan ini merupakan respons sel normal yang terjadi selama
pertumbuhan dan metamorfosis semua hewan multiseluler, yang merupakan
hasil kerja enzim proteolitik, yaitu caspase dimana semua enzim ini memiliki
sistin sebagai sisi aktif dan pembelahan protein target pada asam aspartat
spesifik sebagai derivat dari sistin aspartase.

Sel normal dapat mengalami

transformasi oleh onkogen dan proses ini dapat dicegah oleh produk yang
dihasilkan gen lainnya yang disebut tumour suppressor genes. Satu di antara
gen ini adalah p53 yang menghasilkan 393 residu asam amino inti fosfoprotein
yang berikatan dengan DNA yang transkripsinya diaktivasi oleh beberapa
promotor.

Protein

p53

mampu

menghambat

pertumbuhan

sel

dan

mempengaruhi apoptosis (Cambel dan Smith 2000, Taraphdar et al. 2001).
Feng et al. (2003) pertumbuhan dan metastasis tumor bergantung pada
bertambahnya suplai darah melalui angiogenesis, ekspresi yang berlebihan
dari iNOS dan vascular endothelial growth factor (VEGF) menginduksi
angiogenesis

pada

tumor.

P53

menekan

angiogenesis

dengan

cara

menurunkan VEGF dan iNOS.
Transformasi sering menimbulkan hilangnya kontrol pertumbuhan,
kemampuan untuk menginvasi matriks ekstraseluler dan dediferensiasi. Pada
karsinoma,

beberapa sel epitel yang mengalami transformasi adalah

mesenchimal epitelial.

Pada transformasi sel sering terjadi kerusakan

kromosom. Bagian genom virus yang menyebabkan tumor disebut onkogen.
Gen asing ini dapat bergabung pada sel dan menyebabkan sel tidak
mengalami kematian sehingga menjadikan pertumbuhan tidak terkendali (Hunt
2003).
Fusi genetik dengan kromosom lain dinyatakan sebagai translokasi.
Sejumlah translokasi menimbulkan gangguan ekspresi dan fungsi gen yang
berkaitan dengan kontrol pertumbuhan sel. Translokasi terkarakterisasi pada
reseptor atau lokus sel T terlihat pada tumor sel T. Rearangement ini sering
bersamaan dengan translokasi kromosom termasuk pada lokus yang
menghasilkan reseptor antigen dan seluler proto-onkogen.

Gen seluler

12
penyebab kanker yang menyebabkan fungsi dan ekspresi terganggu sehingga
disebut onkogen (Janeway et al. 2001).
Onkogen adalah istilah untuk agen aktif oleh gen virus onkogenik,
karena pada bentuk kanker yang lain tidak jelas. Selanjutnya ekspresi yang
berlebihan pada beberapa proto-onkogen telah ditunjukkan kejadiannya pada
transformasi beberapa tipe sel dan kanker, dan level beberapa proto-onkogen
ternyata mengalami kenaikan (Cambel dan Smith 2000).
Kerusakan oksidatif pada DNA akibat radiasi, radikal bebas, dan
senyawa oksigen yang bersifat oksidatif merupakan penyebab terpenting
kanker (Silalahi 2006). Transfomasi seluler oleh virus DNA menghasilkan
protein yang berinteraksi dengan protein seluler. Terjadinya transformasi DNA
biasanya pada sel mengalami infeksi nonproduktif. Pada kejadian ini, DNA
virus berintegrasi pada DNA seluler sehingga sel mengalami perkecualian, dan
pada kasus ini adalah oleh virus papiloma dan virus herpes yang DNA virus
berada pada episom. Virus tumor berinteraksi dengan sel melalui satu dari dua
jalan, yaitu 1) infeksi produktif, yaitu virus melakukan siklus replikasi secara
lengkap dan menimbulkan lisis sel, 2) infeksi nonproduktif, yaitu transformasi
virus pada sel yang melakukan siklus replikasi secara tidak lengkap. Selama
infeksi nonproduktif, genom virus atau versi potongannya terintegrasi pada gen
seluler, v-onc, yang bertanggung jawab pada perubahan malignan (Murphy et
al. 2001, King 2001).

Penyakit Marek
Intervensi pencegahan kanker secara efektif dapat ditingkatkan dengan
cara memilih hewan model yang sesuai sehingga menghasilkan potensi baik
dari segi klinik maupun epidemiologi (Hursting et al. 2005). Virus onkogenik
penting

pada

peternakan

maupun

populasi

hewan.

dikategorikan dari sejumlah familia virus, termasuk

Sumber

penyakit

retroviridae dan

herpesviridae. Peran hewan asal penyakit dapat dijadikan sebagai hewan
model pada kejadian penyakit virus pada manusia, baik bertujuan pada
imunitas, pengobatan, maupun mekanisme patofisiologi (Lohellt 2006).
Marek’s disease (MD) disebabkan oleh virus DNA termasuk pada
kelompok virus herpes penyebab kanker pada ayam yang biasanya
menimbulkan persoalan ekonomi yang berat. Virus ini tumbuh dan berkembang
pada epitelium folikel bulu kemudian menyebar ke udara selanjutnya menular

13
melalui ketombe dan debu (Simonsen 1987, Silva et al. 2004). Marek’s disease
virus (MDV) virus herpes pada unggas menimbulkan imunosupresi dan limfoma
pada ayam yang peka, biasanya menyerang ayam piaraan yang tersebar
meluas pada populasi unggas di seluruh dunia. Infeksi pada spesies lain terjadi
pada kalkun dan puyuh. Replikasi MDV sama dengan virus herpes lainnya,
yaitu sangat bergantung pada sel. Penyebaran infeksi pada sel yang lain terjadi
melalui kontak langsung dari sel yang terinfeksi, dan pemindahan virus antarsel
terjadi melalui jembatan sitoplasmik (Payne dan Venugopal 2000, Anobile et al.
2006).
MDV menginduksi paralisis dan limfoma secara cepat dan pada fase
transformasi tidak ditemukan virus secara utuh. Penyakit Marek adalah
penyakit limfoproliferatif dan neurotropik pada ayam piaraan, yang disebabkan
oleh virus herpes alfa. Jozsef Marek menemukan penyakit tersebut pada tahun
1907. Simtom penyakit tersebut ditandai dengan paralisis pada leher dan
sayap, yang bersamaan dengan inflamasi pada syaraf perifer yang dikenal
sebagi polyneuritis. Duapuluh tahun kemudian penyakit tersebut ditemukan di
Amerika dan Belanda, dan namanya berubah menjadi fowl paralysis (Parcells
et al. 1999, Payne dan Venagupol 2000).
Segera setelah infeksi melalui alat pernafasan virus menyebar ke organ
limfoid primer bursa Fabricius dan timus. Target pertama diantaranya adalah
derivat bursa Fabricius (limfosit B), namun sejumlah derivat timus (limfosit T)
juga mengalami infeksi. Selama 3 sampai 6 atau 7 hari pascainfeksi (p.i.)
terjadi infeksi sitolisis, dan sering juga terjadi limforetikulitis, dan pembesaran
limpa yang disertai nekrosis dan atrofi bursa Fabricius dan timus (Calnek et
al.1998). MDV isolat Austalia MPV 57 menimbulkan imunosupresi pada ayam
pedaging bersamaan dengan penurunan bobot relatif bursa Fabricius dan
timus, penurunan jumlah limfosit B dan limfosit T, dan penurunan titer antibodi
pada infeksius bronchitis (IB), dan peningkatan kepekaan pada infeksi
Escherichia colli pada hari ketiga sampai dengan hari ke-35 setelah dilakukan
uji tantang (Islam et al. 2002).
Dalam perjalanan waktu, virulensi MDV mengalami peningkatan. Infeksi
virus secara umum menjadi lebih akut dan lebih bervariasi dalam kejadian
secara a