1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang berpotensi sebagai pelaku kejahatan, tidak mengenal jenis kelamin  pria  atau  wanita,  dewasa  maupun  anak-anak.  Masyarakat
menganggap  siapapun  pelaku  kejahatan  harus  dihukum  setimpal  dengan perbuatannya tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, maupun usianya,
agar  setiap  pelaku  kejahatan  menyesal  dan  tidak  mengulangi  perbuatannya lagi.  Di  zaman  sekarang  ini  kejahatan  yang  dilakukan  anak  jumlahnya
meningkat.  Laporan  Komnas  Perlindungan  Anak,  mengemukakan  bahwa sebanyak  3.023  kasus  pelanggaran  hak  anak  terjadi  di  Indonesia,  dan  58
atau  1.620  anak  menjadi  korban  kejahatan  seksual.  Hal  itu  meningkat  tajam dibandingkan  data  pada  tahun  2012  mencapai  60  .  Dilihat  dari  klasifikasi
usia, dari 3.023 kasus tersebut, sebanyak 1.291 kasus 45  terjadi pada anak berusia 13
– 17 tahun, korban berusia 6 – 12 tahun sebanyak 757 kasus 26 dan  korban  usia  0
–  5  tahun  sebanyak  849  kasus  29  .
1
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum disebabkan oleh faktor seperti
dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang  komunikasi  dan  informasi,  kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan
teknologi, perubahan gaya hidup dan cara hidup sebagai orang tua, lingkungan tempat  tinggal,  yang  telah  membawa  pengaruh  terhadap  sifat,  serta  ciri-ciri
dan pelaku sosial dalam kehidupan masyarakat.
1
http:www.balitbangham.go.idindex.phpcomponentcontent?view=featuredstart=5. Di akses pada tanggl 20 Oktober 2014, Jam 14.30.
Anak  penting  karena  merupakan  potensi  nasib  manusia  hari mendatang,  dialah  yang  ikut  berperan  menentukan  sejarah  bangsa  sekaligus
cermin  sikap  hidup  bangsa  pada  masa  mendatang.  Anak  dan  generasi  muda adalah  dua  hal  yang  tidak  dapat  dipisahkan,  karena  anak  merupakan  bagian
dari  generasi  muda.
2
Pelanggaran  hukum  yang  dilakukan  oleh  anak  sampai mengarah  pada  kriminalitas,  yang  dimaksud  anak  adalah  seseorang  yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Masa  anak-anak  adalah  masayang  masih  dalam  proses  pertumbuhan,
perkembangan  dan  pemahaman  akan  lingkungan  kehidupannya,  sehingga anak  terkadang  tidak  mengerti  apa  yang  telah  diperbuat  dan  apa  akibat  dari
perbuatannya,  oleh  karena  itu  perlu  aparat  khusus  yang  dapat  membina  dan membimbing  anak  dengan  memperhatikan  sifat,  karakter  dan  keadaan  anak.
Anak  haruslah  ditangani  secara  berbeda  dengan  orang  dewasa.
3
Bagi  anak yang  melakukan  tindak  pidana  akan  diberi  tindakan  pidana  yaitu  pembinaan
oleh  Lembaga  Pemasyarakatan  Lapas  dan  pembimbingan  oleh  Balai Pemasyarakatan BAPAS.
Pasal  1  butir  4  Undang-Undang  No.  12  tahun  1995  tentang Pemasyarakatanmenyebutkan  bahwa  Balai  Pemasyarakatan  yang  selanjutnya
disebut  BAPAS  adalah  pranata  untuk  melaksanakan  bimbingan  Klien Pemasyarakatan.  Pasal  1  butir  9  disebutkan  bahwa  Klien  Pemasyarakatan
yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.
Balai pemasyarakatan
mempunyai tugas
dan fungsi
2
Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Penerbit Djambatan, Jakarta. Hlm. 1.
3
M. Nasir Djamil, 2012, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika Jakarta Timur. Hlm. 4.
menyelenggarakan sebagian
dari tugas
pokok Direktoral
Jendral Pemasyarakatan
dalam menyelenggarakan
pembimbingan klien
pemasyarakatan  di  daerahnya.  Bentuk  bimbingan  yang  diberikan  BAPAS bermacam-macam,  mulai  dari  pemberian  pembinaan  tentang  agama,
keterampilan,  sampai  pada  pembinaan  kepribadian.  Bimbingan  ini  diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat, dapat
bertanggung  jawab,  dapat  memperbaiki  diri,  dan  tidak  mengulangi  tindak kejahatan dan dapat kembali menjadi warga negara yang baik.
Berdasarkan  Pasal  6  ayat  3  huruf  b  Undang-Undang  No.12  tahun 1995  tentang  Pemasyarakatan  disebutkan  bahwa  Pembimbingan  oleh  Balai
Pemasyarakatan  dilakukan  salah  satunya  terhadap  Anak  Pidana  yang mendapat  pembebasan  bersyarat.  Pembebasan  Bersyarat  adalah  proses
pembinaan  Narapidana  dan  Anak  Pidana  di  Luar  Lembaga  Pemasyarakatan setelah  menjalani  sekurang-kurangnya  23  dua  pertiga  masa  pidananya
minimal  9 sembilan bulan Pasal 1 butir  2 Peraturan Menteri Hukum  dan HAM  RI  No.M.2.PK.04-10  Tahun  2007  tentang  Syarat  dan  Tata  Cara
Pelaksanaan  Asimilasi,  Pembebasan  Bersyarat,  Cuti  Menjelang  Bebas,  dan Cuti  Bersyarat.  Penting  karena  berdasarkan  hal  tersebut  itu  penulis  akan
meneliti Peran Balai Pemasyarakatan dalam Menjalankan Program Bimbingan terhadap  Anak  Pidana  yang  Mendapat  Pembebasan  Bersyarat,  khususnya  di
Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah