Hubungan Presiden dengan Dewan Perwakila

Tugas Hukum Tata Negara

Hubungan Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat menurut
UUD 1945

Dosen : Made. Nurmawati, SH.,MH

Disusun Oleh :
I GUSTI NGURAH KRISNA ADITYA PUTRA
1503005159

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2016

A. HUBUNGAN PRESIDEN DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MENURUT
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Sistem pemerintahan dan penyelenggaraan pemerintahan negara sangat
ditentukan oleh corak hubungan antara eksekutif dengan legislatif. Sesuai dengan
sistem pemerintahan Presidensiil yang dianut UUD 1945, maka kedudukan eksekutif

dengan legislative adalah sejajar. Dalam kedudkan yang sejajar ini maka antara
eksekutif (Presiden) dengan legislatif (DPR) tidak dapat saling menjatuhkan. Namun
demikian dalam sistem UUD 1945, secara tidak langsung DPR dapat mengakibatkan
Presiden jatuh. karena dalam sistem UUD 1945 terdapat mekanisme pengawasan
melalui Memorandum dan Sidang Istimewa dimana MPR (yang mayoritas
anggotanya adalah anggota DPR) dapat mencabut kembali mandat yang telah
diberikan kepada Presiden. Pengawasan oleh DPR kepada Presiden merupakan
mekanisme untuk menciptakan check and balance dan dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bersih (clean government).
Desain Konstitusional antara DPR dan Presiden dapat kita ketahui sebagai
berikut. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Parlemen adalah lembaga perwakilan
rakyat yang anggotanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dewan Perwakilan
Rakyat memiliki peranan penting dalam membentuk Undang-Undang, menyetujui
penganggaran negara serta sebagai lembaga pengawas pemerintahan. Sedangkan
Presiden sebagai Eksekutif adalah kepala pemerintahan sekaligus kepala negara yang
menjalankan roda pemerintahan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945. Terdapat relasi yang kuat antara Presiden-DPR dan apabila di
jalankan dengan baik maka good governance dapat tercipta.
Esensi Relasi Konstitusional Presiden dan DPR antara lain adanya check and
balances di dalam hubungan keduanya, seperti contoh kebijakan strategi negara, yang

menyangkut dengan warga negara, haruslah dibahas bersama-sama (Presiden-DPR)
untuk dilakukannya konsultasi atau koreksi untuk mendapatkan persetujuan bersama
antara Presiden dan DPR. Lalu DPR sebagai pengawas kebijakan pemerintah
melakukan tugasnya untuk mengawasi kebijakan tersebut. Fungsi pengawasan yang
dimiliki DPR dasar hukumnya tercantum di UUD RI 1945 pasal 20 A ayat (1).
Adapun adanya perubahan hubungan Presiden dengan DPR menurut UUD
1945 setelah perubahan dapat kita lihat, sebagai berikut: Perihal kekuasaan legislatif.
Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang (UU), menurut
Pasal 5 perubahan UUD 1945 menyebutkan Presiden berhak mengajukan rancangan
Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat
(1) ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Presiden hanya berhak mengajukan rancangan Undang-Undang
(RUU), sedangkan DPR lah yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.
Dengan demikian kekuasaan utama membuat undang-undang yang semula ada di
tangan Presiden beralih kepada kekuasaan legislatif yang sesungguhnya yaitu DPR.
Dalam soal pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi, Presiden tidak
lagi berwenang penuh. Menurut Pasal 14 perubahan UUD 1945, untuk memberikan
grasi dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

(MA). Untuk memberikan

pertimbangan DPR.

amnesti

dan

abolisi,

Presiden

memperhatikan

Selanjutnya Pasal 11 ayat (2) yang tidak ada dalam naskah asli UUD 1945,
juga mempertegas bahwa Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainya
yang menmbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
Undang-Undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedang
ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan Undang-Undang
Pasal 11 ayat (3), ini tentunya melibatkan peran DPR juga. Demikian pula dalam
pengangkatan dan penerimaan duta, sekarang Presiden harus terlebih dahulu

memperhatikan pertimbangan DPR. Adapun untuk penerimaan duta yang harus
memperhatikan DPR banyak mendapat kritik oleh beberapa kalangan karena dinilai
terlalu berlebihan.
Hubungan Presiden dengan DPR juga dipertegas dalam Pasal 7C perubahan
UUD 1945 bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Namun lain halnya dengan Presiden, pada Pasal 7A diterangkan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya oleh MPR atas
usul DPR. Hal demikian apabila Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupu apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagi
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Adapun beberapa hak mutlak Presiden yang tercantum dalam konstitusi,
berdasarkan ketentuan yang baru implementasi kekuasaan prerogratif itu dikaitkan
dengan peran dan fungsi DPR. Ada yang ditentukan harus disetujui DPR, ada yang
harus mendapat pertimbambangan oleh DPR, atau adapula pelaksanaannya
ditentukan harus diatur terlebih dahulu dengan Undang-Undang yang tentunya
melibatkan peran DPR.
Sedangkan agenda pemerintah yang membutuhkan DPR sebagai lembaga
yang memberikan persetujuaan dan pertimbangan itu, antara lain (i) Presiden dalam
membuat perjanjian internasional yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan

rakyat ( Pasal 11 ayat 2), (ii) peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Pasal
22 ayat 2), (iii) pengangkatan duta (Pasal 13 ayat 2), (iv) penerimaan penempatan
duta negara lain (Pasal 13 ayat 3) (v) pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2)
(vi)
Pengangkatan dan Pemberhetian Kapolri (Ketetapan MPR No.
IV/MPR/2000), (vii) Pengankatan dan Pemberhentian Panglima TNI (Ketetapan MPR
No. IV/MPR/2000).
Disamping itu untuk melaksanakan peran dan tugasnya, perubahan UUD 1945
juga memberikan DPR berbagai fungsi, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan yang tercantum pada Pasal 20A ayat (1). Sedangkan untuk
melaksanakan fungsinya dalam Pasal 20A ayat (2) DPR mempunyai hak interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu ayat (3) dalam pasal yang sama
menyebabkan setiap anggota DPR mempunyai hak mcngajukan pertanyaan,
meyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.

Dengan berbagai hak yang dimiliki DPR jelaslah bahwa secara legal formal
Perubahan UUD 1945 telah memberikan kedudukan kuat kepada DPR untuk selalu
melakukan pengawasan kepada Presiden. Penyimpangan kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah akan selalu terkontrol dengan mempertanyakan melalui hak iterpelasi
misalnya dan lain sebagainya.

Dengan demikian Perubahan UUD 1945 ini telah menjadikan DPR kuat dan
sejajar dengan segala kewenagannya untuk berhadapan dengan Presiden. Hal
demikian wajar karena tugas DPR sebagi lembaga perwakilan menjadi alat kontrol
bagi Presiden sebagi penggerak roda pemerintahan. Kekuasaan yang dimiliki DPR
telah dicantumkan dalam UUD 1945 yang merupakan the suprime law of the land.
Artinya, apa yang dilakukan oleh DPR telah mempunyai legitimasi konstitusional.
Hal ini seharusnya menjadikan DPR lebih berani dalam melaksanakan apa yang
menjadi tugasnya. Besarnya kekuasaan DPR hendaknya dipahami sebagi upaya untuk
mewujudkan checks and balances serta menciptakan pemeritahan yang bersih.
Tapi harus di ingat pada sejarah supremasi di tangan eksekutif yang tanpa
pengawasan telah menghasilkan pemeritah yang sentralis dan otoriter. Hal ini
hendaknya menjadi dasar pemahaman bahwa memberi kekuasaan atau memberi
supremasi kepada DPR tampa adanya pengawasan hanya akan mengulang sejarah
masa lalu yang buruk.
B. KLASIFIKASI HUBUNGAN PRESIDEN DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
BERDASAR PADA PASAL-PASAL YANG TERDAPAT DALAM UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PASAL-PASAL
Pasal 5

Pasal 7A
Pasal 7C
Pasal 11 ayat 2
Pasal 13 ayat 2
Pasal 13 ayat 3
Pasal 14 ayat 2
Pasal 22 ayat 2

PRESIDEN DAN DPR
TENTANG
Hak Presiden dalam mengajukan RUU
kepada DPR dan menetapkan Peraturan
Pemerintah
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan pada masa jabatannya oleh
MPR atas usul DPR.
Presiden tidak dapat membekukan
dan/atau membubarkan DPR
Presiden
dalam

membuat
Perjanjian
Internasional… harus dengan persetujuan
DPR
Dalam hal mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR
Presiden menerima penempatan duta negara
lain dengan memperhatikan DPR
Presiden member amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan
Peraturan Pemerintah harus mendapat
persetujuan DPR